makalah special senses system -shalini shanmugalingam
DESCRIPTION
special sense pterygiumTRANSCRIPT
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK
BLOK : SPECIAL SENSES SYSTEM
SEMESTER : 5
Nama : Shalini a/p Shanmugalingam
NIM : 080100402
Kelas Tutorial : B9
Nama fasilitator : Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp THT-KL (K)
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
2010
1
2
KONTEKS MUKA SURAT
PENGHARGAAN 3
PENDAHULUAN 4
SALINAN PEMICU DAN MORE INFO 5
ANATOMI DAN HISTOLOGI TELINGA 7
FISIOLOGI PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN 13
DEFINISI, EPIDEMIOLOGI,FAKTOR RESIKO, ETIOLOGI OMA 16
PATOGENESIS, MANIFESTASI KLINIS DAN PATOFISIOLOGI OMA 19
PEMERIKSAAN, DIAGNOSA BANDING OMA 24
PENATALAKSANAAN OMA 28
KOMPLIKASI, PROGNOSIS DAN INDIKASI MERUJUK OMA 31
ULASAN 32
KESIMPULAN 33
DAFTAR PUSTAKA 33
Puji dan syukur senantiasa ke hadirat tuhan atas rahmat dan karuniaNya kepada saya karena
makalah blok special senses system dapat disiapkan pada tempoh yang ditetapkan .
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi - tingginya kepada tutor kelompok B-9 yaitu
Prof. dr. Askaroellah Aboet, SpTHT-KL (K) karena beliau telah banyak membimbing saya
sewaktu tutorial dan bagaimana untuk membuat makalah . Beliau juga telah membantu saya
untuk lebih memahami tentang otitis media. Tanpa pertolongan beliau tidak mungkin saya boleh
menyiapkan makalah ini . Beliau telah banyak memberi dorongan agar saya lebih semangat
untuk menyiapkan makalah ini . Beliau juga menjadikan proses pembelajaran lebih senang
bagi saya dan teman – teman saya kelompok tutorial B-9.
Pada kesempatan ini juga , saya ingin mengucapkan jutaan terima kasih kepada ibu dan bapa
saya karena telah menyokong saya dari segi kewangan yaitu membiayai segala perbelanjaan
sewaktu membuat makalah ini . Mereka juga telah banyak memberi semangat kepada saya
sewaktu membuat makalah ini walaupun tempoh menyiapkan makalah ini sangat berdekatan
dengan waktu ujian . Kata – kata semangat mereka telah menyebabkan saya membuat
makalah ini bersungguh-sungguh . Tidak lupa juga kepada teman – teman saya yang banyak
menolong saya dalam memberi idea untuk membaiki makalah saya dan memberi sokongan
agar makalah ini dapat disiapkan dapat tempoh yang ditetapkan.
3
Medan , 2 DISEMBER 2010
-----------------------------------------------
SHALINI SHANMUGALINGAM
NIM : 080100402
Di tutorial pemicu kedua pada blok special senses system ini yaitu tentang penyakit
otitis media. Sampai saat ini, kasus-kasus sistem pendengaran, penghidu dan tenggorok (THT)
masih cukup tinggi dijumpai di Indonesia. Survey Kesehatan Indera 1993-1996 yang
dilaksanakan di 8 provinsi Indonesia menunjukkan prevalensi morbiditas THT sebesar 38,6%.
Dalam skala yang lebih luas, survey Multi Center Study di Asia Tenggara menunjukkan
Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%. Tidak
boleh dilupakan juga angka kejadian otitis media yang tinggi terutamanya anak yaitu menurut
Bondy 42 % hingga 60 % pada usia 7-36 bulan. Studi lain menunjukkan insidensi lebih banyak
pada usia 6-11 bulan. Komplikasi dari otitis media boleh menyebabkan abses pada otak
sehingga jika tidak diobati dapat menyebabkan kematian anak.
Kemajuan dalam deteksi dini dan penatalaksanaan kelainan dan otitis media dimulai dari
diagnostik, terapi medik, terapi surgikal. Namun hal ini tidak menyelesaikan masalah karena
masyarakat sering membeli obat bebas yang dapat mengobati secara simptomatik sehingga
dapat menyebabkan komplikasi yang serius. Namun jika sudah terjadi perforasi pada
membrane timpani ini dapat meninggalkan sekule pada penderita sehingga mengurangi
produktifitas dan kualitas hidup karena akan terjadi pengurangan pendengaran. Selain itu
dibutuhkan biaya tidak kecil, serta sumber daya manusia yang terampil dalam
penatalaksaannya untuk memperbaiki perforasi.
4
Pencegahan dan penatalaksanaan penyakit otitis media masih perlu ditingkatkan, namun
tidak pentingnya adalah deteksi dini kelainan-kelainan pada telinga yang merupakan tanda-
tanda dini dari penyakit yang lebih berbahaya. Hal ini dapat dilakukan dari tingkat pelayanan
daerah hingga ke rumah sakit pusat sebagai rujukan. Sehingga peran dokter pratek umum
sebagai layanan primer memegang peranan penting dalam penapisan otitis media.
Penulisan loparan hasil diskusi kelompok adalah untuk mengetahui pencapaian
pembelajaran. Sebagai mahasiswa, saya telah mengambil kesempatan untuk belajar sebanyak
mungkin.. Laporan ini menjaring kemampuan mahasiswa dalam mencapai tujuan pembelajaran
mengenai irritable bowel syndrome.Diharapkan makalah ini akan menjadi satu bahan rujukan di
masa akan datang.
1. Nama atau tema blok :
Blok special sense system
2. Fasilitator / Tutor :
Prof. dr. Askaroellah Aboet, SpTHT-KL (K)
3. Data pelaksanaan :
A. Tanggal tutorial :16 November 2010 dan 19 November 2010
B. Pemicu ke-3
C. Pukul : 10.30-13.00, 09.30-12.00 Wib
D. Ruangan : Ruang Tutorial 9
4. Pemicu :
Seorang ibu datang membawa anak perempuannya, yang berusia 5 tahun, ke praktek dokter
umum dengan keluhan telinga kanan berair sejak 1 hari yang lalu, cairan berwarna putih
kekuningan. Sebelumnya pasien mengeluh sakit pada telinga kanan sejak 4 hari yang lalu
disertai demam dan berkurang setelah pasien minum obat parasetamol. Riwayat pilek sejak 1
minggu yang lalu. Ibu pasien mengeluh anak sering tidak mendengar kalau dipanggil.
Apa yang terjadi pada pasien tersebut?
5
More Info 1 :
MORE INFO
Status Lokalisata
Pada pemeriksaan:
Otoskopi telinga kanan: Pada liang telinga dijumpai sekret mukoid, membran timpani tampak
perforasi sentral yang kecil.
Otoskopi telinga kiri: Liang telinga normal, membran timpani utuh, refleks cahaya(+).
Pemeriksaan rinoskopi anterior: mukosa hidung hiperemis, konka inferior dan media eutrofi,
sekret dijumpai
Pemeriksaan rinoskopi posterior dan laringoskopi indirek normal
Pemeriksaan kultur dan sensitifitas: Streptokokkus Sp
Tes pendengaran sederhana:
Telinga kanan: Rinne test (-), Weber lateralisasi ke kanan, Scwabach memanjang
Telinga kiri: Rinne test (+), Scwabach sama dengan pemeriksa.
Play Audiometri:
Telinga kanan: Tuli konduktif ringan 30dB
Telinga kiri: normal
Apakah kesimpulan anda mengenai penyakit pasien ini sekarang?
5. Tujuan pembelajaran :
A. Mengetahui tentang anatomi dan histologi telinga
B. Memahami tentang fisiologi pendengaran dan keseimbangan.
C. Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, faktor resiko dan klasifikasi otitis media.
D. Memahami tentang patogenesis, patofisiologi, manifestasi klinis otitis media.
E. Mengetahui tentang pemeriksaan, diagnosa banding otitis media.
6
F. Mengetahui penatalaksanaan bagi otitis media.
G. Mengetahui prognosis, komplikasi dan indikasi merujuk otitis media.
6. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat:
A. Bagaimana anatomi dan histologi telinga ?
B. Bagaimana fisiologi pendengaran dan keseimbangan?
C. Apakah definisi, epidemiologi, etiologi, faktor resiko dan klasifikasi otitis media ?
D. Bagaimana patogenesis, patofisiologi dan manifestasi klinis otitis media ?
E. Apakah pemeriksaan, diagnosa banding dan otitis media?
F. Apakah penatalaksanaan bagi otitis media ?
G. Apakah prognosis dan komplikasi serta indikasi rujuk otitis media ?
7. Jawaban atas pertanyaan :
A. ANATOMI DAN HISTOLOGI TELINGA
Anatomi telinga
(Richard S. Snell, MD, PhD. The Head and Neck (Chapter 11) in Richard S. Snell, MD, PhD.
Clinical Anatomy By Regions.Philadelphia :Lippincott Williams & Wilkins,2007;706-715)
Telinga dibagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, tengah dan dalam.
a. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari pinna, liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari
tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan
pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalamnya terdiri dari tulang,
panjangnya kira-kira 2½ – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak
kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat apokrin adalah kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam tidak
dijumpai kelenjar serumen. Batas telinga luar dan telinga dalam ialah membrane timpani yaitu
membrane timpani dibagi menjadi pars tensa dan pars flaccid. Pars tensa terdiri dari 3 lapisan.
Paling luar oleh epithelium skuamous dan bersambung dengan kulit dari saluran auditori
eksterna dan lapisan dalam terdiri dari jaringan fibrous yang terdiri serabut radial dan sirkuler
7
manakala lapisan paling dalam terdiri dari mukosa telinga tengah. Pars falccida hanya
mempunyai lapisan epital luar dan lapisan mukosa dalam. Nervus pada membrane timpani
adalah dari pleksus timpani dan eksterna oleh nervus auriculo temporal sebanyak 1/2 dari
anterior membrane timpani manakala ½ dari posterior membrane timpani oleh nervus vagus
(Alderman’s nerve). Vaskularisasi anterior pinna adalah dari arteri superficial temporal dan
posterior disuplai oleh posterior auricular arteri yang merupakan percabangan dari carotid
externa. Nervus pada 2/3 permukaan anterior superior pinna adalah disuplai oleh nervus
auricular temporal yang merupakan percabangan dari nervus vagus dan 1/3 permukaan
anterior inferior disuplai oleh nervus greater auricular (C2 – C3) . Pada permukaan 2/3 posterior
inferior pinna disuplai oleh nervus greater auricular dan permukaan 1/3 disuplai oleh nervus
lesser occipital.
b. Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani; batas depan tuba
eustachius; batas bawah vena jugularis (bulbus jugularis); batas belakang aditus ad antrum,
kanalis fasialis pars vertikalis; batas atas tegmen timpani (meningen/otak) dan batas dalam
berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam,
yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada
inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.
Sedangkan tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah. Terdapat sel-sel udara atau air cells pada mastoid pada
telinga tengah dan ‘air cell’ yang paling besar disebut ‘mastoid antrum’.Telinga tengah boleh
dibayangkan seperti satu kubus . Telinga tengah disyarafi oleh percabangan dari nervus
fasialis, percabangan dari nervus glossofaringeal, percabangan nervus vagus dan percabangan
dari nervus akessori yang bersambung.
c. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimf skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis
semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perilimf, sedangkan skala media berisi endolimf. Ion dan garam yang terdapat di perilimf
berbeda dengan endolimf. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut
8
sebagai membran vestibuli (membran Reissner) sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan
pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar
dan kanalis corti, yang membentuk organ corti. Vaskularisasi telinga dalam adalah dari arteri
internal auditory yang merupakan percabangan dari arteri serbral yang merupakan
percabangan dari arteri basilar. Organ corti tidak mendapat suplai darah secara langsung dan
berharap suplai darah dari aktivitas metabolism dan diffuse oksigen dari stria vaskularis pada
skala media.
Gambar 1 : anatomi telinga.
Sumber; buku elektronik- Richard S. Snell, MD, PhD. The Head and Neck (Chapter 11) in
Richard S. Snell, MD, PhD. Clinical Anatomy By Regions.Philadelphia :Lippincott Williams &
Wilkins,2007;709
9
Gambar 2- Mastoid antrum dan ‘air cells’. Sumber dari buku elektronik The Sense In: Valerie
C. Scanlon and Tina Sanders . Essentials Anatomy and Physiology 5th edision. Philadelphia, FA
Davis Company, 2007; 231
Gambar 3 - Vaskularisasi telinga. Sumber dari buku elektronik The Sense In: Valerie C.
Scanlon and Tina Sanders . Essentials Anatomy and Physiology 5th edision. Philadelphia, FA
Davis Company, 2007; 232
HISTOLOGI ANUS DAN REKTUM
( Ear in Michael H. Ross, Wojciech Pawlina. Histology A Text and Atlas. 5th edition.
Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006; 866-887)
10
Telinga terdiri atas 3 bagian yakni :
Telinga Luar, telinga tengah, telinga dalam
Ad. 1. Telinga Luar
a. Aurikula (pinna)
Terdiri atas suatu lempeng tulang rawan elastic yang teratur, dikelilingi oleh perikondrium yang
tebal dan ditutupi secara erat oleh kulit di semua sisinya.
b. Meatus Auditorius Eksternus
Suatu pembukaan berbentuk huruf S. Merupakan saluran yang memanjang dari Pinna sampai
ke dalam tulang temporalis, ke permukaan eksternal membrane timpani.Bagian superficialnya
(1/3 dari luar) terdiri dari tulang rawan elastic; 2/3 bagian canal disokong oleh tulang temporal.
Ditutupi dengan kulit (epitelnya berlapis skuamosa) yang mengandung folikel rambut, kelenjar
sebasea, kelenjar ceruminous (modifikasi kelenjar keringat). Kelenjar Ceruminous
merupakan modifikasi dari kelenjar keringat Apokrin. Kelenjar Ceruminous memproduksi
cerumen/lilin telinga berupa campuran lemak dan lilin yang semisolid yang berwarna
kecoklatan. Tampak sel myoepithelial mengeliling sel-sel sekresi di Kelenjar Ceruminosa.
Ad. 2. Telinga Tengah
Terdiri dari: Membran Timpani; Kavum Timpani; Auditorius (Tuba Eustachii); tulang-tulang
pendengaran
a. Membran Timpani
Permukaan luarnya dilapisi oleh lapisan epidermis tipis dan permukaan dalamnya dilapisi oleh
epitel selapis kuboid.Diantara kedua lapisan tersebut (lapisan tengah) terdapat lapisan jaringan
ikat kasar yang terdiri dari serat-serat kolagen, elastin, dan fibroblast.
b. Kavum(Rongga) Timpani
Dilapisi oleh selapis epitel skuamosa, dan semakin mendekati tuba eustachii epitelnya
kolumnar pseudostratified bersilia.Melekat pada dinding tulang, duktus dari kelenjar mukosa
pada tulang rawan bermuara ke kavum timpani.
c. Tuba Auditorius
Telingah tengah bagian anterior berhubungan dengan faring melalui Tuba Auditorius . 1 / 3
bagiannya (dekat kavum timpani) disokong oleh compact Bone dengan dilapisi selapis epitel
columnar; 2 / 3 medial disokong oleh tulang rawan elastis berbentuk J dengan dilapisi epitel
bertingkat silindris bersilia.
d. Tulang-tulang pendengaran
Pada dinding tulang tengah bagian medial terdapat 2 area segi empat berlapis membran dan
tak bertulang, area-area ini adalah tingkap lonjong/oval window dan tingkap bundar/ round
window. Membran timpani berhubungan dengan oval window melalui tulang-tulang 11
pendengaran yakni Maleus, Inkus, dan Stapes. Maleus melekat pada membrane timpani;
Stapes melekat pada oval window. Tulang-tulang diatas memiliki sendi synovial yang ditutupi
epitel selapis gepeng.
Ad. 3 Tulang Dalam
Terdiri atas 2 labirin yakni :
a. Labirin Tulang (oseosa), terdiri :
Koklea, vestibulum, kanalis Semisirkularis
b. Labirin Membranosa
Duktus Koklearis, sakulus dan utrikulus, duktus Semisirkularis, organ Corti
a. Labirin Oseosa
Berisi cairan Perilymph dan terdiri atas rongga-rongga didalam pars petrosa tulang temporalis
1. Kanalis Semisirkularis
Salah satu ujung setiap kanal disebut ampula
Terdapat Duktus Semisirkularis (bagian dari Labirin Membranosa)
2. Vestibulum
Berada di sentral/pusat Labirin Oseosa Terdapat : Oval window (vestibuli fenestra); Round
window (Koklea Fenestra); Sakulus dan Utrikulus (Bagian dari Labirin Membranosa)
3. Koklea : panjangnya sekitar 35 mm, membentuk 2 ½ putaran yang mengelilingi pusat tulang
yang disebut Modiolus. Dari bagian lateral modiulus terjulur suatu rabung tipis yang disebut
lamina spiralis oseosa.
b. Labirin Membranosa
Berisi cairan Endolymph. Melekat pada periosteum labirin oseosa melalui berkas-berkas
halus jaringan ikat yang juga mengandung pembuluh darah (berjalan bersamaan dengan
untaian jaringan ikat) untuk nutrisi epitel labirin membranosa. Merupakan sejumlah rongga
berlapis epitel yang kontiniu dan berasal dari ectoderm.Selama proses embriologinya, di labirin
membranosa terdapat 2 daerah khusus yakni : utrikulus dan sakulus. Dari utrikulus akan
muncul Duktus Semisirkularis dan dari Sakulus akan muncul Duktus Koklearis.
12
Gambar 4; histologi telinga dalam dengan pembesaran 10 X 100.
Sumber; buku elektronik- Sensory Organs In : Abraham L. Kierszenbaum . Histology and Cell
Biology : An introduction to Pathology.Missouri. Mosby Inc., 2002; 256
Sumber :
Richard S. Snell, MD, PhD. The Head and Neck (Chapter 11) in Richard S. Snell, MD, PhD.
Clinical Anatomy By Regions.Philadelphia :Lippincott Williams & Wilkins,2007;706-715
Buku elektronik The Sense In: Valerie C. Scanlon and Tina Sanders . Essentials Anatomy and
Physiology 5th edition. Philadelphia, FA Davis Company, 2007; 228-235
Stephen L. Liston, MD., dan Arndt J. Duvall, III, M.D. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga
Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 28-38
Anatomy of Ear In: Mohammad Maqbool, Suhail Maqbool. Textbook of Ear Nose and Throat
Disease 11th edition. New Dehli: Jaypee,2007; 7-22
Ear in Michael H. Ross, Wojciech Pawlina. Histology A Text and Atlas. 5th edition. Philadelphia,
Lippincott Williams & Wilkins, 2006; 866-887
13
Buku elektronik- Sensory Organs In : Abraham L. Kierszenbaum . Histology and Cell Biology :
An introduction to Pathology.Missouri. Mosby Inc., 2002; 250-260
Photoreseptor & Audioreceptor Systems In: Luiz Carlos Junqueira and Jose Carneiro. Basic
Histology Text & Atlas 11th edition. Brazil. McGraw-Hill, 2005;469-474
B. FISIOLOGI PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN
FISIOLOGI PENDENGARAN
( The sense of Hearing In: Arthur C. Guyton and John E. Hall. Guyton & Hall Textbook Of
Medical Physiology. Mississippi. Elsevier Saunders, 2006; 651-661)
Gelombang suara ditangkap/ dikumpulkan oleh pinna dan merambat melalui meatus
acusticus externus yang akan menggetarkan membrana tympani yang menyebabkan
pergerakan tulang-tulang pendengaran. Stapes melekat pada oval window, menutupi skala
vestibuli. Bila stapes bergerak akan menyebabkan oval window bergerak terdorong ke arah
depan yang mendorong perilimfe ke depan dan mengelilingi helikotrema hingga ke skala
timpani(kompartemen bawah). Ketika stapes bergerak mundur ini akan menyebabkan oval
window tertarik ke arah telinga bagian tengah ini akan menyebabkan perilimfe bergerak ke arah
yang berlawanan.Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membran
vestibularis yang tipis ke dalam duktus kokhlearis melalui membran.basillaris ke kompatemen
bawah (menyebabkan oval window keluar-masuk). Transmisi gelombang tekanan melalui
m.basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah atau bergetar. Organ
corti dan sel-sel rambut ikut bergerak naik turun sewaktu membran basillaris bergetar o.k
rambut-rambut sel reseptor terbenam di dalam membran tektorial dan menyebabkan sel rambut
bergerak ke depan dan ke belakang. Perubahan maju mundur ini menyebabkan saluran ion
gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian yang akan
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi secara bergantian.
Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membran basillaris bergeser keatas) akan meningkatkan
kecepatan pengeluaran zat perantara dan menaikkan potensial aksi di serat-serat aferen. Pada
saat hyperpolarisasi (sewaktu membran basilaris begerak ke bawah) dan sel-sel rambut
mengeluarkan sedikit zat perantara sehingga kecepatan pembentukan potensial aksi menurun
14
Sel-sel rambut bersinaps membentuk saraf auditorius (koklearis).Penutupan dan pembukaan
saluran di sel reseptor akan menyebabkan perubahan potensial berjenjang direseptor dan
perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi.
FISIOLOGIS KESEIMBANGAN
(Cortical and Brain Stem Control of Motor Function In: Arthur C. Guyton and John E.
Hall. Guyton & Hall Textbook Of Medical Physiology. Mississippi. Elsevier Saunders,
2006; 685-697 ) dan
(Contributions of the Cerebellum and Basal Ganglia to Overall Motor Control In: Arthur C.
Guyton and John E. Hall. Guyton & Hall Textbook Of Medical Physiology. Mississippi.
Elsevier Saunders, 2006; 698-713)
Apparatus vestibularis berfungsi menjaga keseimbangan, menjaga koordinasi pergerakan
kepala dengan mata dan pergerakan postur tubuh. Vestibulus apparatus adalah kanalis
semisirkularis dan organ ottolith (sacculus dan utriculus). Vestibulus apparatus berisi cairan
endolymph dan cairan perilimph dan hairs of hair cell Kinocillium dan stereocilia. Kanalis
semisirkularis dan mendeteksi aksselerasi atau deselarasi atau rotasi kepala seperti ketika
memulai atau berhenti berputar, berjungkir balik atau memutar kepala. Reseptor
keseimbangan (hair cell) terletak di dalam ampula. Hair cell membentuk sinap dengan ujung
terminal saraf afferen yang aksonnya membentuk nervus vestibularis. Vestibular nerve bersatu
dengan nervus auditorius membentuk vestibulocochlear nerve. Organ ottolith memberikan
informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan
dalam kecepatan gerakan linier (bergerak garis lurus tanpa memandang arah) . Utrikulus
adalah untuk pergerakan vertikal dan horizontal. Sakkulus adalah sama dengan utrikulus
namun berespon secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal (mis :
bangun dari tempat tidur). Vestibular mekanisme untuk menstabilkan mata. Pergerakan hair
cells ini akan menyebabkan depolarisasi dan hiperpolarisasi bergantian sehingga membran
potential tercapai dan impuls dihantar ke vestibular nuclei yang akan juga menghantar impuls
ke nervus optic sehingga menstabilkan mata dan impuls juga dihantar ke serebelum yang
menyebabkan rasa stabil atau seimbang.
Sumber:
15
The sense of Hearing In: Arthur C. Guyton and John E. Hall. Guyton & Hall Textbook Of Medical
Physiology. Mississippi. Elsevier Saunders, 2006; 651-661
Cortical and Brain Stem Control of Motor Function In: : Arthur C. Guyton and John E. Hall.
Guyton & Hall Textbook Of Medical Physiology. Mississippi. Elsevier Saunders, 2006; 685-697
Contributions of the Cerebellum and Basal Ganglia to Overall Motor Control In: Arthur C.
Guyton and John E. Hall. Guyton & Hall Textbook Of Medical Physiology. Mississippi. Elsevier
Saunders, 2006; 698-713
John H. Anderson, M.D., Ph.D., dan Samuel C. Levine, M.D. Sistem Vestibularis Dalam:
Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 28-38
Physiology of the Ear In: Mohammad Maqbool, Suhail Maqbool. Textbook of Ear Nose and
Throat Disease 11th edition. New Dehli: Jaypee,2007; 23-28
Hearing & Equilibrium In: William F. Ganong. Review of Medical Physiology 22nd edition. San
Francisco: Mc Graw Hill, 2005; 171-184
C. DEFINISI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, FAKTOR RESIKO DAN KLASIFIKASI OTITIS
MEDIA AKUT
( Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar
Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 88-117)
16
Definisi Otitis Media
(Barry E. Hirsch, M.D. Otitis Media and Eustachian tube Dysfunction.Charles D.
Bluestone, eds. Pediatrics Otolaryngology Volume 1, 4th edition. Philadelphia, Pa:
Saunders Elsevier; 2003: 474)
Peradangan sebagian atau seluruh mukosa telingan tengah, tuba eustachius, antrum mastoid
dan sel – sel mastoid.
Epidemiologi otitis media
(Kerschner JE. Otitis media. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia, Pa: Saunders
Elsevier;2007:chap 639)
Onset otitis media akut kurang 12 bulan biasanya adanya otitis media akut rekuren. Bondy
menyatakan 42 % ke 60 % pada usia 7-36 bulan. Studi lain menunjukkan insidensi lebih banyak
pada usia 6-11 bulan. 50 % anak mendapatkan otitis media akut pada tahun pertama
kehidupan walaupun dapat sembuh spontan dan hanya 30% hingga 40% yang
persisten.Puncak insidensi otitis media akut pada tahun kedua kehidupan dan lebih sering saat
musim dingin dan berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas.Insidensi otitis media akut
pada anak laki-laki sama dengan anak perempuan.Riwayat keluarga, sosial ekonomi rendah,
paparan anak lain yang menderita infeksi saluran pernapasan atas, kurangnya perawatan
kesehatan, pendeknya masa air susu ibu dan paparan terhadap orang yang merokok
meningkatkan insidensi otitis media akut pada anak.
Etiologi otitis media
(Acute Supprative Otitis Media and Acute Mastoiditis. In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli: Jaypee. 2007.
58-63 ) dan (Gram-Postive Cocci. In: Warren Levinson. Review of Medical Microbiology
and Immunology. 10th edition. California: McGraw-Hill; 112)
17
Perubahan tekanan udara tiba-tiba, alergi, sumbatan yaitu adanya sekret, tampon atau tumor,
infeksi. Penyebab utama otitis media akut bakteri piogenik : streptococcus hemoliticus,
staphylococcus aureus, pneumococcus.Kadang-kadang ditemukan Haemfilus Influenza ( lebih
banyak pada anak di bawah 5 tahun ) , Escherichia Coli, Streptococcus hemoliticus Beta/
Streptococcus Pneumoniae, Proteus Vulgaris, Pseudomonas Aeruginosa.
Faktor resiko otitis media
(Jerome O. Klein and Charles D. Bluestone. Otitis Media In: Ralph D. Feigin, eds.
Textbook of Pediatric Infectious Disease 5th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.
2004. 216)
Kelainan pada craniofacial yang mengganggu fungsi tuba eustachius , contoh adanya ‘cleft
palate’, anak dengan immunodefisiensi kongenital atau didapat, contoh :
hypogammaglobulinemia, immunoglobulin ( Ig )A defeciency, penyakit HIV dan obat-obatan
( kemoterapi dan steroids ), bayi sistem imun belum matur, allergi, obstruksi nasal ( sinusitis,
adenoid hypertrophy, tumor nasal atau nasopharyngeal), disfungsi siliar, intubasi yang
berkepanjangan , penggunaan NGT, dan kemungkinan reflux gastroesophageal, anak dengan
pilek, infeksi saluran pernapasan atas, penyakit campak dan diphteri.
Klasifikasi dan Stadium Otitis Media
(Zainul A Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam Dr. Hendra
Utama, SpFK. Buku ajar ilmu Kesehatan. Telinga hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi keenam. Jakarta.Pa: Balai Penerbit FKUI; 64)
Otitis dibagi menjadi dua yaitu otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Kedua-dua
ini dibagi lagi menjadi akut dan kronis. Berdasarkan durasinya dibagi menjadi akut,subakut dan
kronis. Otitis media akut adalah kurang dari 3 minggu, otitis media subakut adalah lebih dari
3minggu manakala kronis adalah lebih dari 11 minggu.
Stadium oklusi tuba eusthachian
Gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif ditelinga tengah adanya absorpsi
udara. Membran timpani bisa tampak normal atau berwarna keruh pucat.
Stadium hiperemis (pre-supurasi)
18
Pembuluh darah melebar di membran timpai dan seluruh membran timpani hiperemis dan
edem. Dapat terbentuk sekret.
Stadium supurasi
Oedem hebat pada mukosa telinga tengah , hancurnya sel epitel superfisial adanya eksudat
yang purulen di kavum timpani ; sehingga menonjol ( bulging ) ke liang telinga luar. Pasien
tampak sangat sakit, nadi meningkat, suhu meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah.
Tekanan pus meningkat ; terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler ; timbul tromboplebitis
pada vena’’ kecil ; dan nekrosis mukosa dan submukosa.Apabila tidak segera diinsisi
( miringotomi ), membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
Stadium perforasi
Ruptur membran timpani sehinggga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan
mengalir ke liang telinga luar.
Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh : keadaan membran timpani akan normal kembali. Bila
perforasi, sekret berkurang dan mengering.Bila daya tahan tubuh baik / virulensi menurun;
sembuh tanpa pengobatan.Otitis media akut dapat menimbulkan gejala sisa ( sequele ) dapat
menjadi otitis media serosa.
SUMBER :
Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta, EGC,1997; 88-117
Barry E. Hirsch, M.D. Otitis Media and Eustachian tube Dysfunction.Charles D. Bluestone, eds.
Pediatrics Otolaryngology Volume 1, 4th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2003: 474-
598
Kerschner JE. Otitis media. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2007:chap
639
19
Acute Supprative Otitis Media and Acute Mastoiditis. In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli: Jaypee. 2007. 58-
63
Gram-Postive Cocci. In: Warren Levinson. Review of Medical Microbiology and Immunology.
10th edition. California: McGraw-Hill; 111-118
Jerome O. Klein and Charles D. Bluestone. Otitis Media In: Ralph D. Feigin, eds. Textbook of
Pediatric Infectious Disease 5th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2004. 215-232
Zainul A Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam Dr. Hendra Utama,
SpFK. Buku ajar ilmu Kesehatan. Telinga hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam.
Jakarta.Pa: Balai Penerbit FKUI; 64-69
D. PATOGENESIS, MANIFESTASI KLINIK DAN PATOFISIOLOGI OTITIS MEDIA AKUT
(Barry E. Hirsch, M.D. Otitis Media and Eustachian tube Dysfunction.Charles D.
Bluestone, eds. Pediatrics Otolaryngology Volume 1, 4th edition. Philadelphia, Pa:
Saunders Elsevier; 2003: 474-604)
Patogenesis Otitis Media
(Physiology, Pathophysiology and Pathogenesis In: Charles D. Bluestone, Jerome O.
Klein. 4th edition. Hamilton, Pa: BC Decker.2007. 41-70)
Port d’ entrée bakteri Streptococcus sp. adalah melalui saluran pernapasan yang masuk
nasiofaring dan melekat pada epitel mukosa nasiofaring dengan perantara Glc Nac1-3Gal.
Invasi nasofaring dengan faktor virulensi pneumolisin dan autolisin. Pada anak tuba Eustachian
yang pendek dan lebar menyebabkan mudah anak dari infeksi nasofaring yang menyebar ke
telinga tengah melalui tuba Eustachian. Ini akan merangsang sitokinin proinflamasi TNF-α, IL-1,
IL-6, IL-8, IL-18, MIP-2, molekul adhesi , TLR, G-CSF, limfosit yang akan merangsang sitokinin
anti inflamasi IL-4 dan IL-10 sehingga dapat menyebabkan gejala-gejala pada otitis media.
Manifestasi klinis Otitis Media
(Acute Supprative Otitis Media and Acute Mastoiditis. In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli, Pa: Jaypee.
2010. 58-63)
20
Gejala klinis pada pasien otitis media adalah nyeri/otolgia, demam, otorrhea, perforasi sentral
pada membran timpani, dan ketulian konduktif .
Patofisiologi Otitis Media
(History Taking with Symptomatology of Ear Disease In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli, Pa: Jaypee.
2010. 29-31 )
Kenapa terasa nyeri ?
(John C Li, MD, Private Practice in Otology and Neurotology; Medical Director, Balance
Cente. In: Otolagia. Emedicine. 16 march 2010)
Infeksi memicu terjadinya inflamasi yaitu akan menyebabkan pengeluaran IL-10 yang akan
memicu PG sehingga menyebabkan pemeabilitas pembuluh darah meningkat. Sehingga ini
menyebabkan oedem. Namun pada ruangan telinga tengah yang sempit akan menyebabkan
pembengkakan. Ini akan meirritasi syaraf auriculotemporal (percabangan nervus trigeminal),
syaraf timpani (percabangan nervus glossopharyngeal), syaraf auricular (percabangan nervus
vagus). Sehingga menyebabkan serabut syaraf alfa delta membawa impuls ke nukleus pada
spinal cord yang berdekatan dengan medulla yang kemudian dibawa ke medial talamus untuk
persepsi rasa nyeri. Dan impuls dibawa ke somatosensori sehingga menyebabkan rasa nyeri di
telinga / otolgia. Selain itu inflamasi pada bagian tuba eustachian akan menganggu regulasi
tekanan dalam telinga. Peningkatan tekanan dalam telinga tengah akan merangsang
mekanoreseptor yang menyebabkan serabut syaraf alfa delta membawa impuls ke medial
talamus. Impuls kemudian dibawa ke somatosensori sehingga menyebabkan otolgia.
Bagaimana terjadi demam ?
21
(Charles A. Dinarello, Reuven Porat. Fever and hyperthermia in Fauci, Braunwald,
Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s Principles of Internal Medicine
volume I . United States of America: McGraw-Hill Companies. 2008; 245-254)
Infeksi (Pirogen eksogen yaitu Kompleks lipopolisakarida pada dinding sel gram positif bakteri
streptococcus sp. ) yang memicu makrofag dan monosit untuk melakukan fagositosis terhadap
mikroorganisme. Makrofag dan monosit menyebabkan produksi (Pirogen endogen à IL-1,IL-6,
TNF-a , IFN-g). Pirogen endogen bersirkulasi sistemik dan menembus masuk
hematoencephalic barrier dan bereaksi terhadap hipotalamus dalam pengaturan suhu pada
bagian anterior hipotalamus. Efek sitokinin pirogen pada hipotalamus menyebabkan produksi
PGE2 yang menyebbkan cAMP mengubah set point pada hipotalamus. Menstimulasi
mekanisme perifer seperti vasokonstriksi unutk menghasilkan panas dan mengkonservasi
panas. Menyebabkan peningkatan suhu tubuh akibat dari respon febrile sehingga
menyebabkan demam.
Bagaimana terjadi otorrhea/ discharge ?
(Professor I Friedmann (Department of Pathology, Institute of Laryngology & Otology,
London). The Pathology of Secretory Otitis Media, 19 : 695-699, july 1998.) Dan
(Bauer CA, Jenkins HA. Otologic symptoms and syndromes. In: Cummings CW, Flint PW,
Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, eds. Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 4th
ed. Philadelphia, PA: Mosby Elsevier; 2005:chap 126.
Cairan berwarna putih kekuningan berarti adalah discharge mukopurulent. Ini adalah tanda dari
benign acute supprative otitis media. Infeksi streptococcus (bakteri piogenik) akan memicu
neutrofil yang akan menyebabkan fagositosis berlaku. Neutrofil yang mati akan membentuk
pus. Manakala infeksi Streptococcus akan menyebabkan transformasi mukosa telingah tengah.
Mukosa yang mengalami inflamasi akan ditutupi oleh sel kolumnar bersilia yang tinggi dan sel
goblet. Ini akan menyebabkan sekresi mukus meningkat dan akan bercampur dengan pus
menjadi mukopurulent. Terjadi pengumpulan mukopurulent pada telinga tengah yang
menyebabkan tekanan meningkat pada telinga tengah. Terjadi pengeluaran cairan putih
kekuningan apabila terjadi perforasi pada membran timpani. Sehingga terjadi otorrhea.
Bagaimana terjadi perforasi sentral pada membrane timpani ?
(Physiology, Pathophysiology and Pathogenesis In: Charles D. Bluestone, Jerome O.
Klein. 4th edition. Hamilton, Pa: BC Decker.2007. 41-70 )
22
Peradangan pada tuba eustachian akan menyebabkan gangguan dari pengaturan tekanan dan
ventilasi pada telinga. Menurut Boyle apabila tekanan meningkat volume menurun. Volume
udara menurun dalam telinga. Sehingga ini menyebabkan tuba eustachian tidak mampu
mengadakan ventilasi memadai atau tetap terbuka sepanjang waktu. Ini akan menyebabkan
udara dapat keluar masuk telinga tengah selama respirasi. Dan ini menyebabkan iskemia dan
nekrosis lapisan tengah fibrosa sehingga menyebabkan perforasi membran timpani. Tekanan
terhadap membran timpani bagian tengah paling tinggi menyebabkan vaskularisasi tergangu
sehingga menyebabkan iskemia dan nekrosis pada membrane timpani sehingga menyebabkan
perforasi.
Bagaimana terjadi tuli konduktif?
(William L. Meyerhoff, Bradley F. Marple, and Peter S. Roland. Tympanic membrane,
Middle Ear, and Mastoid. In: Peter S. Roland, William L. Meyerhoff, eds. Hearing Loss.
New York, Pa: Thieme. 1997; 155-162)
Infeksi akan menyebabkan peradangan sehingga menyebabkan peningkatan IL-10 yang akan
menyebabkan peningkatan prostagladin yang akan menyebabkanpemeabilitas pembuluh darah
meningkat. Ini akan menyebabkan oedem pada bagian telinga tengah. Ini akan menganggu dari
penghanatan gelombang bunyi dari telinga luar. Oedem pada bagian telinga tengah akan
menurunkan getaran dari stapes sehingga menurunkan dari pendengaran. Ketulian semakin
bertambah pada peringkat suppurativa karena terjadi perforasi membran timpani. Sehingga ini
menyebabkan pengurangan area dari membran timpani untuk menangkap gelombang suara. Ini
akan menyebabkan pengurangan getaran dari membran timpani. Sehingga ini akan
menyebabkan pengurangan hantaran impuls ke corteks temporal untuk persepsi bunyi yang
menyebabkan anak tidak mendengar pada 20 dB. Sehingga menyebabkan anak menjadi tuli
konduktif 30 dB.
SUMBER :
Michael M. Paparella,M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid dalam: Adams, Boies, Higler, eds. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta, Pa: EGC.1994: bab 6; 88-99
History Taking with Symptomatology of Ear Disease In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli, Pa: Jaypee. 2010.
29-31
23
John C Li, MD, Private Practice in Otology and Neurotology; Medical Director, Balance Cente.
In: Otolagia. Emedicine. 16 march 2010
Barry E. Hirsch, M.D. Otitis Media and Eustachian tube Dysfunction.Charles D. Bluestone, eds.
Pediatrics Otolaryngology Volume 1, 4th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2003: 474-
604
Kerschner JE. Otitis media. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2007:chap
639
Acute Supprative Otitis Media and Acute Mastoiditis. In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli, Pa: Jaypee. 2010.
58-63
Physiology, Pathophysiology and Pathogenesis In: Charles D. Bluestone, Jerome O. Klein. 4th
edition. Hamilton, Pa: BC Decker.2007. 41-70
Bauer CA, Jenkins HA. Otologic symptoms and syndromes. In: Cummings CW, Flint PW,
Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, eds. Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 4th ed.
Philadelphia, PA: Mosby Elsevier; 2005:chap 126.
Professor I Friedmann (Department of Pathology, Institute of Laryngology & Otology, London).
The Pathology of Secretory Otitis Media, 19 : 695-699, july 1998.
Jerome O. Klein and Charles D. Bluestone. Otitis Media In: Ralph D. Feigin, eds. Textbook of
Pediatric Infectious Disease 5th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2004. 215-232
Robert F. Pass Respiratory Virus Infection and Otitis Media. 1998;102;400-401. DOI:
10.1542/peds.102.2.400 Pediatrics
Jane M. Gould and Paul S. Matz. Otitis Media. Pediatr. Rev. 2010;31;102-116. DOI:
10.1542/pir.31-3-102.
William L. Meyerhoff, Bradley F. Marple, and Peter S. Roland. Tympanic membrane, Middle
Ear, and Mastoid. In: Peter S. Roland, William L. Meyerhoff, eds. Hearing Loss. New York, Pa:
Thieme. 1997; 155-162
Charles A. Dinarello, Reuven Porat. Fever and hyperthermia in Fauci, Braunwald, Kasper,
Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s Principles of Internal Medicine volume I .
United States of America: McGraw-Hill Companies. 2008; 245-254 24
Sue E. Huether. Pain, Temperature Regulation, Sleep, and Sensory Function in Kathryn L.
McCance, Sue E. Huether, Valentina L. Brashers, Neal S. Rote. Pathophysiology The biologic
Basis for Disease in Adults and Children. Philadephia. Mosby Elsevier. 2010 ; 481-501
E. PEMERIKSAAN, DIAGNOSA BANDING OTITIS MEDIA AKUT
(Zainul A Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam Dr. Hendra
Utama, SpFK. Buku ajar ilmu Kesehatan. Telinga hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi keenam. Jakarta.Pa: Balai Penerbit FKUI; 67-68)
DIAGNOSA OTITIS MEDIA
(Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar
Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 88-117)
Diagnosis otitis media akut harus memenuhi tiga hal berikut yaitu ; penyakit muncul
mendadak (akut), ditemukannya tanda efusi (efusi : pengumpulan cairan disuatu rongga tubuh)
di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu diantara tanda berikut
mengggembungnya gendang telinga, terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga, adanya
bayangan cairan dibelakang gendang telinga dan cairan yang keluar dari telinga. Adanya
tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara
tanda berikut kemerahan pada gendang telinga, nyeri telinga yg mengganggu tidur dan aktivitas
normal.
PEMERIKSAAN OTITIS MEDIA
(Zainul A Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam Dr. Hendra
Utama, SpFK. Buku ajar ilmu Kesehatan. Telinga hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi keenam. Jakarta.Pa: Balai Penerbit FKUI; 66-67)
Otoskopi (alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas). Efusi telinga tengah.
Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yg menggembung, perubahan warna
gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dgn otoskop utk melihat gendang telinga yg
dilengkapi dgn pompa udara kecil utk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara). Gerakan gendang telinga yg berkurang atau tdk sama sekali dapat dilihat
dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun,
umumnya diagnosis OMA dpt ditegakkan dgn otoskopi biasa.
25
Otoskopi bertenaga baterai
Uji Rinne (membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran pasien)
Tangkai penala yg bergetar ditempelkan pd mastoid pasien /hantaran tulang) hingga bunyi
tidak lagi terdengar; penala kemudian dipindahkan ke dekat telinga sisi yg sama (hantaran
udara).
Rinne positif (HU>HT) berarti telinga normal masih akan mendengar penala melalui hantaran
udara,.
Rinne negatif (HU<HT) berarti pasien tidak dapat mendengar melalui hantaran udara setelah
penala tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang.
Hasil Uji Rinne Status Pendengaran Lokus
Positif HU≥HT Normal atau gangguan
sensorineural
Tidak ada atau
koklearis-retrokoklearis
Negatif HU<HT Gangguan konduktif Telinga luar atau
tengah
Uji Weber (mendengarkan suara sendiri lebih keras bila satu telinga ditutup). Gagang penala yg
bergetar ditempelkan ditengah dahi dan pasien diminta melaporkan apakah suara terdengar
ditelinga kiri, kanan atau keduanya.Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dgn
konduksi tulang yg lebih baik atau dgn komponen konduktif yg lebih besar. Jika nada terdengar
pd telinga yg dilaporkan lebih buruk, maka tuli konduktif perlu dicurigai pd telinga tersebut. Jika
terdengar pd telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli sensorineural pd telinga yg terganggu
Uji Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut sebagai efek oklusi, dmn penala terdengar lebih
keras bila telinga normal ditutup. Bila liang telinga ditutup dan dibuka bergantian saat penala yg
bergetar ditempelkan pd mastoid, maka telinga normal akan menangkap bunyi yang mengeras
dan melemah (Bing positif).Hasil serupa akan didapat pd gangguan pendengaran sensorineural
namun pada pasien dgn perubahan mekanisme konduktif seperti penderita OMA/otosklerosis,
tidak menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut ( Bing negatif).
Audiometer nada murni adalah suatu alat elektronik yg menghasilkan bunyi yg relatif bebas
bising ataupun energi suara pada kelebihan nada, karenanya disebut nada murni. Audiometer
26
memiliki 3 bag.ptg : suatu osilator dgn berbagai frekuensi untuk menghasilkan bunyi, suatu
peredam yg memungkinkan berbagai intensitas bunyi (umumnya dgn peningkatan 5dB), dan
suatu tranduser (earphone atau penggetar tulang dan kadang-kadang pengeras suara)untuk
mengubah energi akustik. Audiometrik nol adalah median ambang bunyi yang didapat dari
suatu sampel yang sangat besar dari kelompok dewasa muda tanpa keluhan pendengaran,
telinga dan tidak menderita penyakit flu akhir-akhir ini.
Audiometri Nada Murni
Adalah suatu alat elektronik yang menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising.Tujuan :
menentukan tingkat intensitas terendah dalam desibel (dB) dari tiap frekuensi yang masih dapat
didengar dengan kata lain ambang pendengaran bunyi tersebut.Tingkat ambang pendengaran
yang dapat dari pemeriksaan pasien dibandingkan dengan audiometrik “nol”
Audiometri Tutur (Speech Audiometry)
Tes ini dipakai kata2 yang sudah disusun dalam suku kata.Caranya : Pasien diminta untuk
mengulangi kata2 yang didengar melalui kaset tape recoder. Tujuan : untuk menilai
kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari – hari dan untuk menilai pemberian alat bantu
dengar
Brainsterm Evoked Response Audiometry (BERA)
Tujuan : untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi Nervus VIII. Caranya : dengan merekam
potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama menempuh perjalanan mulai telinga dalam
hingga inti – inti tertentu dibatang otak
Derajat Ketulian : 0 – 2 dB - Normal
> 25 – 40 dB - Tuli Ringan
> 40 – 55 dB - Tuli Sedang
> 55 – 70 dB - Tuli Sedang Berat
> 70 – 90 dB - Tuli Berat
> 90 dB - Tuli Sangat Berat
DIAGNOSA BANDING
27
(Barry E. Hirsch, M.D. Otitis Media and Eustachian tube Dysfunction.Charles D.
Bluestone, eds. Pediatrics Otolaryngology Volume 1, 4th edition. Philadelphia, Pa:
Saunders Elsevier; 2003: 600-604)
Otitis media dengan effuse adanya infeksi pada telinga tengah dengn efusi non purulen.
Etiologi: S pneumoniae is found in 35%, H influenzae is found in 20%, Disruptions in the normal
opening of the eustachian tube orificice Gejala klinis:Effusi non-purulen (mucoid/serous), Tiada
inflamasi ekstensif. Otoscopic: Tiada pengurangan mobilitas membrane timpani, kekuningan
atau kemerahan (hipervaskuler). Efusi tidak purulen.
Otitis Eksterna adanya Inflamasi atau infeksi pada telinga luar (meatus akustikus
eksterna).Etiologi: Trauma telinga, infeksi bakteri, jamur. Gejala Klinis: nyeri apabila struktur
telinga luar disentuh.Otoscopic: Meatus akustik eksterna terlihat eritema, edema dan
menyempit.
Faringitis akut adanya Inflamasi atau iritasi pada faring atau/dan tonsil. Etiologi: Infeksi virus,
bakteri. Gejala Klinis: Demam, nyeri ke telinga (refered pain), dysphagia, tonsillopharyngeal
exudates, Tonsillopharyngeal/palatal petechiae
Trauma telinga ditandai dengan nyeri pada telinga, tergantung penyebab atau jenis trauma.
SUMBER:
Zainul A Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam Dr. Hendra Utama,
SpFK. Buku ajar ilmu Kesehatan. Telinga hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam.
Jakarta.Pa: Balai Penerbit FKUI; 66-67
Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta, EGC,1997; 88-117
Examination of the Ear. In: Mohammad Maqbool and Suhail Maqbool.Textbook of Ear Nose and
Throat Disease. 11th edition. New Dehli: Jaypee. 2007. 58-63
Leighton G. Siegel, M.D. Anamnesis dan Pemeriksaan Kepala dan Leher. Dalam: Adams,
Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 4-23
Barry E. Hirsch, M.D. Otitis Media and Eustachian tube Dysfunction.Charles D. Bluestone, eds.
Pediatrics Otolaryngology Volume 1, 4th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2003: 600-
604
28
F. PENATALAKSAAN OTITIS MEDIA AKUT
(Acute Supprative Otitis Media and Acute Mastoiditis. In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli, Pa: Jaypee.
2010. 58-63)
Penatalaksaan farmakologi Otitis Media
(Zainul A Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam Dr. Hendra
Utama, SpFK. Buku ajar ilmu Kesehatan. Telinga hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi keenam. Jakarta.Pa: Balai Penerbit FKUI; 68)
Stadium Oklusi
Tujuan: membuka kembali tuba Eustachius, shg tekanan negatif di telinga tengah
hilang.Terapi untuk infeksi saluran nafas atas; nasal dekongestan: *lokal-obat tetes hidung;
*sistemik-efedrin.HCL efedrin 0,5% dlm larutan fisiologik utk anak < 12 tahun; HCL efedrin 1%
dlm larutan fisiologik utk anak > 12 tahun & org dewasa.Sumber infeksi harus diobati:
Antibiotik Amoksisilin dan jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin
Stadium Hiperemis
Antibiotika, obat tetes hidung, steroid (hanya diberikan jika membrane timpani masih
utuh), analgetika. AB golongan penisilin atau ampisilin minimal 7 hari. Alergi penisilin diganti
dengan eritromisin.Terapi awal beri penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yg
adekuat dalam darah.
Anak:
Ampisilin 50-100 mg/kg BB/hari dlm 4 dosis
Amoksisilin 40 mg/kg BB/hari dlm 3 dosis
Eritromisin 40 mg/kg BB/hari
Stadium Suppurasi
Antibiotika, *miringotomi (bila membran timpani masih utuh agar gejala klinis lebih cepat
hilang dan ruptur dapat dihindari, dan bila terjadi bulging).
29
Stadium Perforasi
Sekret banyak keluar dan kadang sekret keluar secara berdenyut (pulsasi).Obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari, antibiotika.Sekret akan hilang dan perforasi menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.Jangan beri obat tetes telinga steroid !!! (akan menghambat
epitelisasi pada tempat terjadi berperforasi).
Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, perforasi membrane timpani
menutup. Bila tidak terjadi resolusi sepenuhnya antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu
dan apabila pengobatan sudah 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak
kemungkinan adanya mastoiditis.Otitis media akut berlanjut lebih dari 3 minggu adalah otitis
media subakut. Apabila perforasi menetap dan secret tetap keluar lebih dari 1,5 atau 2 bulan
adalah otitis media kronis.
Penatalaksaan non-farmakologi
(Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar
Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 108-109 )
Miringotomi (penyayatan gendang telinga untuk mengeluarkan cairan) : Tujuan adalah agar
kerusakannya tidak sampai ke telinga dalam yang bisa mengakibatkan tuli saraf. Dengan
tindakan ini, luka sayatan nantinya akan sembuh dan gendang telinga kembali utuh.
Timpanotomi (teknik bedah rekonstruksi timpanoplasti, gendang telinganya diperbaiki.) .
Robekan gendang telinga. Cairan nanah akan mengalir dari telinga tengah ke luar.
Mastoidektomi (Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses
infeksi pada tulang mastoid. Tujuan mastoidektomi adalah menghindari kerusakan lebih lanjut
terhadap organ telinga dan sekitarnya.)
Pencegahan Otitis Media Akut
(Jerome O. Klein and Charles D. Bluestone. Otitis Media In: Ralph D. Feigin, eds.
Textbook of Pediatric Infectious Disease 5th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.
2004. 240)
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko otitis media akut adalah:
1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
30
2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
SUMBER :
Acute Supprative Otitis Media and Acute Mastoiditis. In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli, Pa: Jaypee. 2010.
58-63
Zainul A Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam Dr. Hendra Utama,
SpFK. Buku ajar ilmu Kesehatan. Telinga hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam.
Jakarta.Pa: Balai Penerbit FKUI; 68
Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta, EGC,1997; 108-109
Mastoid and Middle Ear Surgery In: Mohammad Maqbool and Suhail Maqbool.Textbook of Ear
Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli, Pa: Jaypee. 2010. 82-87
Otitis Media In: Anil K. Lalwani, et al. Current diagnosis and Treatment Otolaryngology Head
and Neck Surgery 2nd edition. United States of America,Pa: McGraw-Hill.2008.660-662
Jerome O. Klein and Charles D. Bluestone. Otitis Media In: Ralph D. Feigin, eds. Textbook of
Pediatric Infectious Disease 5th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2004. 240
G. KOMPLIKASI, PROGNOSIS DAN INDIKASI RUJUK OTITIS MEDIA AKUT
31
(Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar
Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 109-116)
Komplikasi
(Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar
Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 109-116)
Komplikasi Otitis Media Akut diklasifikasikan berdasarkan lokasi penyebaran penyakit dari
telinga tengah. Intratemporal : Perforasi membran timpani, Mastoiditis Koalesens Akut, facial
nerve palsy, labirintitis akut, acute necrotic otitis, Otitis Media Supuratif kronik.Intracranial :
meningitis, encephalitis, abses otak, otitis hidrosefalus, abses subaraknoid, abses subdural,
sigmoid sinus thrombosis.Sistemik : bakteremia, septic arthritis, bacterial endocarditis.
Prognosis
(Mark Lepore, MD, Robert Anolik, MD, Michael Glick, DMD. Disease of Respiratory Tract
In: Lester William Burket,Martin S. Greenberg,Michaël Glick. Bucket’s Oral Medicine
Diagnosis and Treatment. Ontario. Pa: Bc Decker, 2003; 345)
Perforasi dapat tertutup dan kontur membrane dapat kembali normal pada stadium
penyembuhan. Pendengaran dapat kembali normal.
Indikasi merujuk
(Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta. Departmen Kesehatan
Republik Indonesia (DEPKES) 3 62 .11 Ind P)
Otitis media akut kompetensi dokter umum adalah 3A
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
Harus segera dirujuk jika terjadi komplikasi seperti meningitis atau komplikasi intrakranial
lainnya, kelemahan saraf fasialis, vertigo dan mastoiditis.
Semi-urgent referral (2-3 hari) jika terjadi kegagalan terhadap antibiotik dengan tanda dan
gejala OMA yang berat seperti demam tinggi.
Non-urgent jika terjadi perforasi dengan otorrhea yang menetap.
SUMBER :
32
Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Jakarta, EGC,1997; 109-116
Mark Lepore, MD, Robert Anolik, MD, Michael Glick, DMD. Disease of Respiratory Tract In:
Lester William Burket,Martin S. Greenberg,Michaël Glick. Bucket’s Oral Medicine Diagnosis and
Treatment. Ontario. Pa: Bc Decker, 2003; 345
Jerome O. Klein and Charles D. Bluestone. Otitis Media In: Ralph D. Feigin, eds. Textbook of
Pediatric Infectious Disease 5th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2004. 240
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta. Departmen Kesehatan Republik
Indonesia (DEPKES) 3 62 .11 Ind P
8. ULASAN :
A. Ditemukan perbedaan antara Acute Supprative Otitis Media and Acute Mastoiditis. In:
Mohammad Maqbool and Suhail Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th
edition. New Dehli: Jaypee. 2007. 61-62 dan buku Michael M. Paparella, M.D., George L.
Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam:
Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 108 tentang
penatalaksanaan otitis media tipe perforasi, dimana buku Acute Supprative Otitis Media and
Acute Mastoiditis. In: Mohammad Maqbool and Suhail Maqbool.Textbook of Ear Nose and
Throat Disease. 11th edition. New Dehli: Jaypee. 2001. 61-62 menyatakan bahwa
penatalaksanaan untuk tipe perforasi jangan dibersihkan memakai H2O2 karena dapat
menyebabkan irritasi pada telinga tengah dan harusnya dilakukan miringtomi. Manakala , buku
Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit
THT. Jakarta, EGC,1997; 108 menyatakan dapat diberikan hydrogen peroksida atau alkohol
dapat digunakan untuk membersihkan liang telinga dengan bertujuan mengangkat jaringan yang
sakit dan supurasi yang tak berhasil keluar.Setelah merujuk buku lain seperti Zainul A Djaafar,
Helmi, Ratna D. Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam Dr. Hendra Utama, SpFK. Buku ajar
ilmu Kesehatan. Telinga hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta.Pa: Balai
Penerbit FKUI; 68 bahwa dapat otitis media perforasi dapat dicuci dengan hydrogen peroksida .
Perbedaan maklumat ini menunjukkan penggunaan hydrogen peroksida belum ada EBM
(evidence based medicine) dan harus dilakukan miringotomi untuk perforasi membrane untuk
mengeluarkan sekret dan mengurangi nyeri (otolgia).
33
B. Ada beberapa hal masih belum jelas dalam hal ini karena keterbasan kepustakaan dan
kesulitan materi yaitu tentang perbedaan timpanoplasti dan miringoplasti. Setelah mendapat
penjelasan dari narasumber dalam pleno disimpulkan bahwa timpanoplasti adalah prosedur
operasi yang dapat dibagi menjadi 5 tipe; tipe 1 termasuk miringoplasti tetapi juga melibatkan
ekspolarisasi telinga tengah. Tipe 2 adalah rekontruksi membrane timpani dan malleus manakala
tipe 3 adalah rekontruksi membrane timpani, malleus dan incus. Tipe IV pula adalah rekontruksi
termasuk round window, membrane timpani , malleus dan incus . Tipe V pula rekontruksi stapes,
round window, malleus dan incus. Manakala miringoplasti cuman perbaikan perforasi pada
membrane timpani berarti operasi timpanoplasti lebih kompleks.
9. KESIMPULAN :
A. Anak mengalami otitis media stadium perforasi.
B . Harus diberi terapi awal dan dirujuk ke spesialis THT untuk langkah selanjutnya.
10. DAFTAR PUSTAKA :
1. Richard S. Snell, MD, PhD. The Head and Neck (Chapter 11) in Richard S. Snell, MD, PhD.
Clinical Anatomy By Regions.Philadelphia :Lippincott Williams & Wilkins,2007;706-715
2. Buku elektronik The Sense In: Valerie C. Scanlon and Tina Sanders . Essentials Anatomy
and Physiology 5th edition. Philadelphia, FA Davis Company, 2007; 228-235
3. Stephen L. Liston, MD., dan Arndt J. Duvall, III, M.D. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi
Telinga Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta,
EGC,1997; 28-38
4. Anatomy of Ear In: Mohammad Maqbool, Suhail Maqbool. Textbook of Ear Nose and Throat
Disease 11th edition. New Dehli: Jaypee,2007; 7-22
5. Ear in Michael H. Ross, Wojciech Pawlina. Histology A Text and Atlas. 5th edition.
Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006; 866-887
6. Buku elektronik- Sensory Organs In : Abraham L. Kierszenbaum . Histology and Cell
Biology : An introduction to Pathology.Missouri. Mosby Inc., 2002; 250-260
34
7. Photoreseptor & Audioreceptor Systems In: Luiz Carlos Junqueira and Jose Carneiro. Basic
Histology Text & Atlas 11th edition. Brazil. McGraw-Hill, 2005;469-474
8. The sense of Hearing In: Arthur C. Guyton and John E. Hall. Guyton & Hall Textbook Of
Medical Physiology. Mississippi. Elsevier Saunders, 2006; 651-661
9. Cortical and Brain Stem Control of Motor Function In: : Arthur C. Guyton and John E. Hall.
Guyton & Hall Textbook Of Medical Physiology. Mississippi. Elsevier Saunders, 2006; 685-
697
10. Contributions of the Cerebellum and Basal Ganglia to Overall Motor Control In: Arthur C.
Guyton and John E. Hall. Guyton & Hall Textbook Of Medical Physiology. Mississippi.
Elsevier Saunders, 2006; 698-713
11. John H. Anderson, M.D., Ph.D., dan Samuel C. Levine, M.D. Sistem Vestibularis Dalam:
Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 28-38
12. Physiology of the Ear In: Mohammad Maqbool, Suhail Maqbool. Textbook of Ear Nose and
Throat Disease 11th edition. New Dehli: Jaypee,2007; 23-28
13. Hearing & Equilibrium In: William F. Ganong. Review of Medical Physiology 22nd edition.
San Francisco: Mc Graw Hill, 2005; 171-184
14. Michael M. Paparella, M.D., George L. Adams, M.D. dan Samuel C. Levine, M.D. Penyakit
Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Adams, Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit
THT. Jakarta, EGC,1997; 88-117
15. Barry E. Hirsch, M.D. Otitis Media and Eustachian tube Dysfunction.Charles D. Bluestone,
eds. Pediatrics Otolaryngology Volume 1, 4th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2003: 474-598
16. Kerschner JE. Otitis media. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2007:chap
639
35
17. Acute Supprative Otitis Media and Acute Mastoiditis. In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli: Jaypee. 2007.
58-63
18. Gram-Postive Cocci. In: Warren Levinson. Review of Medical Microbiology and Immunology.
10th edition. California: McGraw-Hill; 111-118
19. Jerome O. Klein and Charles D. Bluestone. Otitis Media In: Ralph D. Feigin, eds. Textbook
of Pediatric Infectious Disease 5th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2004. 215-
232
20. Zainul A Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti. Kelainan Telinga Tengah dalam Dr. Hendra
Utama, SpFK. Buku ajar ilmu Kesehatan. Telinga hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi
keenam. Jakarta.Pa: Balai Penerbit FKUI; 64-69
21. History Taking with Symptomatology of Ear Disease In: Mohammad Maqbool and Suhail
Maqbool.Textbook of Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli, Pa: Jaypee.
2010. 29-31
22. John C Li, MD, Private Practice in Otology and Neurotology; Medical Director, Balance
Cente. In: Otolagia. Emedicine. 16 march 2010
23. Barry E. Hirsch, M.D. Otitis Media and Eustachian tube Dysfunction.Charles D. Bluestone,
eds. Pediatrics Otolaryngology Volume 1, 4th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2003: 474-604
24. Charles A. Dinarello, Reuven Porat. Fever and hyperthermia in Fauci, Braunwald, Kasper,
Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Harrison’s Principles of Internal Medicine volume I .
United States of America: McGraw-Hill Companies. 2008; 245-254
25. Sue E. Huether. Pain, Temperature Regulation, Sleep, and Sensory Function in Kathryn L.
McCance, Sue E. Huether, Valentina L. Brashers, Neal S. Rote. Pathophysiology The
biologic Basis for Disease in Adults and Children. Philadephia. Mosby Elsevier. 2010 ; 481-
501
26. Kerschner JE. Otitis media. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF,
eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;2007:chap
639
36
27. Physiology, Pathophysiology and Pathogenesis In: Charles D. Bluestone, Jerome O. Klein.
4th edition. Hamilton, Pa: BC Decker.2007. 41-70
28. Bauer CA, Jenkins HA. Otologic symptoms and syndromes. In: Cummings CW, Flint PW,
Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, eds. Otolaryngology: Head & Neck Surgery. 4th ed.
Philadelphia, PA: Mosby Elsevier; 2005:chap 126.
29. Professor I Friedmann (Department of Pathology, Institute of Laryngology & Otology,
London). The Pathology of Secretory Otitis Media, 19 : 695-699, july 1998.
30. Jerome O. Klein and Charles D. Bluestone. Otitis Media In: Ralph D. Feigin, eds. Textbook
of Pediatric Infectious Disease 5th edition. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier. 2004. 215-
232
31. Robert F. Pass Respiratory Virus Infection and Otitis Media. 1998;102;400-401. DOI:
10.1542/peds.102.2.400 Pediatrics
32. Jane M. Gould and Paul S. Matz. Otitis Media. Pediatr. Rev. 2010;31;102-116. DOI:
10.1542/pir.31-3-102.
33. William L. Meyerhoff, Bradley F. Marple, and Peter S. Roland. Tympanic membrane, Middle
Ear, and Mastoid. In: Peter S. Roland, William L. Meyerhoff, eds. Hearing Loss. New York,
Pa: Thieme. 1997; 155-162
34. Examination of the Ear. In: Mohammad Maqbool and Suhail Maqbool.Textbook of Ear Nose
and Throat Disease. 11th edition. New Dehli: Jaypee. 2007. 58-63
35. Leighton G. Siegel, M.D. Anamnesis dan Pemeriksaan Kepala dan Leher. Dalam: Adams,
Boies, Higler et al. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta, EGC,1997; 4-23
36. Mastoid and Middle Ear Surgery In: Mohammad Maqbool and Suhail Maqbool.Textbook of
Ear Nose and Throat Disease. 11th edition. New Dehli, Pa: Jaypee. 2010. 82-87
37. Otitis Media In: Anil K. Lalwani, et al. Current diagnosis and Treatment Otolaryngology Head
and Neck Surgery 2nd edition. United States of America,Pa: McGraw-Hill.2008.660-662
38. Mark Lepore, MD, Robert Anolik, MD, Michael Glick, DMD. Disease of Respiratory Tract In:
Lester William Burket,Martin S. Greenberg,Michaël Glick. Bucket’s Oral Medicine Diagnosis
and Treatment. Ontario. Pa: Bc Decker, 2003; 345
39. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Jakarta. Departmen Kesehatan Republik
Indonesia (DEPKES) 3 62 .11 Ind P
37
38