makalah pmr

60
D I S U S U N OLEH: KELOMPOK I ERMANSYAH (8146182009) RIDHA HUTAMI (8146182035) TRI ASTARI (8146182041) VIVI UVAIRA HASIBUAN (8146182043) KELAS : B – 1 DIKDAS 1

Upload: 3-astari

Post on 14-Apr-2017

468 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

D

I

S

U

S

U

N

OLEH:

KELOMPOK I

ERMANSYAH (8146182009)

RIDHA HUTAMI (8146182035)

TRI ASTARI (8146182041)

VIVI UVAIRA HASIBUAN (8146182043)

KELAS : B – 1 DIKDAS

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

1

2015KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada hadirat Allah SWT yang telah

memberikan kita rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga bisa menyusun atau

menyelesaikan penyusunan makalah Konsep Dasar Matematika ini yang berjudul

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR).

Shalawat dan rangkaian salam kehadirat nabi Muhammad SAW yang kita

dari alam kegelapan menuju terang benderang.

Pembuatan makalah ini bertujuan sebagai tugas kelompok Konsep Dasar

Matematika dan sebagai bahan perkuliahan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih,

M. Pd yang telah membimbing penulis dan pihak-pihak yang telah membantu

dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini penulis yakini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak

kekurangannya seperti pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak“,

baik isi maupun penyusunnya. Atas semua itu dengan rendah hati penulis

harapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Medan, Mei 2015

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1

A. Latar belakang .............................................................................................1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................................2

C. Pembatasan Masalah ...................................................................................3

D. Rumusan Masalah .......................................................................................3

E. Tujuan Pembahasan ...................................................................................4

F. Manfaat Pembahasan ..................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................5

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) ................................................5

1. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) .......................7

2. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) ............10

3. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) . . .13

4. Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)............16

5. Kaitan Antara Pembelajaran Matematik Realistik dengan

Pengertian.......................................................................................17

6. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Matematika Realistik

(PMR) ............................................................................................18

B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)................................................21

C. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) .................................................................33

BAB III PENUTUP..............................................................................................37

A. Kesimpulam...............................................................................................37

B. Saran ..........................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang semakin dirasakan

interaksinya dengan bidang-bidang ilmu lainnya seperti ekonomi dan teknologi.

Peran matematika dalam interaksi ini terletak pada struktur ilmu dan peralatan

yang digunakan. Ilmu matematika sekarang ini masih banyak digunakan dalam

berbagai bidang seperti bidang industri, asuransi, ekonomi, pertanian,

perdagangan, dan di banyak bidang lain.

Bila dilihat dalam satu bidang seperti perdagangan jelas sangat berkaitan

erat dengan matematika karena dalam perdagangan pasti akan ada perhitungan, di

mana perhitungan tersebut bagian dari matematika. Secara tidak sadar ternyata

semua orang menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari seperti jika

ada orang yang sedang membangun rumah maka pasti orang tersebut akan

mengukur dalam menyelesaikan pekerjaannya itu. Oleh karena itu matematika

sangat bermanfaat sekali dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat

abstrak ini dapat menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam

matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional

belum menggembirakan. Dalam pembelajaran matematika siswa belum bermakna,

sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah.

“Menurut Jenning dan Dunne (1999) mengatakan bahwa, kebanyakan

siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi

kehidupan real.” Hal ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa

adalah karena dalam pembelajaran matematika kurang bermakna, dan guru dalam

pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh

siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide

matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata, anak dengan ide-ide

4

matematika dalam pembelajaran di kelas sangat penting dilakukan agar

pembelajaran matematika bermakna.

Biasanya ada sebagian siswa yang menganggap belajar matematika harus

dengan berjuang mati-matian dengan kata lain harus belajar dengan ekstra keras.

Hal ini menjadikan matematika seperti “monster” yang mesti ditakuti dan malas

untuk mempelajari matematika. Apalagi dengan dijadikannya matematika sebagai

salah satu diantara mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional yang

merupakan syarat bagi kelulusan siswa-siswi SMP maupun SMA, ketakutan siswa

pun makin bertambah. Akibat dari pemikiran negatif terhadap matematika, perlu

kiranya seorang guru yang mengajar matematika melakukan upaya yang dapat

membuat proses belajar mengajar bermakna dan menyenangkan. Ada beberapa

pemikiran untuk mengurangi ketakutan siswa terhadap matematika.

Siswa lebih baik mempelajari sedikit materi sampai siswa memahami,

mengerti materi tersebut dari pada banyak materi tetapi siswa tidak mengerti

tersebut. Meski banyak tuntutan pencapaian terhadap kurikulum sampai daya

serap namun dengan alokasi yang terbatas. Jadi guru harus memberanikan diri

menuntaskan siswa dalam belajar sebelum ke materi selanjutnya karena hal ini

dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman siswa dalam belajar matematika.

Kebanyakan siswa, belajar matematika merupakan beban berat dan

membosankan, jadinya siswa kurang termotivasi, cepat bosan dan lelah. Adapun

beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal di atas dengan

melakukan inovasi pembelajaran melalui PMR yang akan dibahas selanjutnya

dalam makalah ini.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas penulis melalukan pengidentifikasian masalah

sebagai berikut:

1. Dalam pembelajaran matematika siswa belum bermakna, sehingga

pengertian siswa tentang konsep sangat lemah.

5

2. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat

abstrak ini dapat menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam

matematika.

3. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema

yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan

untuk menemukan kembali ide-ide matematika.

4. Biasanya ada sebagian siswa yang memiliki pemikiran negatif terhadap

matematika menganggap belajar matematika harus dengan berjuang mati-

matian dan “monster” yang mesti ditakuti dan malas untuk mempelajari

matematika.

5. Kebanyakan siswa, belajar matematika merupakan beban berat dan

membosankan, jadinya siswa kurang termotivasi, cepat bosan dan lelah.

C. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah arah pembahasan masalah ini penulis membuat

batasan masalah sebagai berikut:

1. Pengertian dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

2. RPP yang sesuai dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

3. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang sesuai dengan Pembelajaran

Matematika Realistik (PMR).

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan identifikasi masalah yang ada maka rumusan

maslah yang dugunakan adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)?

2. Bagaimana RPP yang sesuai dengan Pembelajaran Matematika Realistik

(PMR)?

6

3. Bagaimana Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang sesuai dengan

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)?

E. Tujuan Pembahasan

Tujuan dari makalah ini, antara lain:

1. Memahami konsep Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

2. Mengetahui bentuk RPP yang sesuai dengan Pembelajaran Matematika

Realistik (PMR).

3. Mengetahui Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang sesuai dengan

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

F. Manfaat Pembahasan

Penulis berharap makalah ini memiliki manfaat bagi kita semua. Dimana

dengan adanya makalah ini dapat membantu semua kalangan baik itu mahasiswa,

pelajar dan masyarakat umum dalam mendalami Pembelajaran Matematika

Realistik (PMR) dengan prinsip, karakteristik, dan langkah-langkah

pembelajarannya. Selain itu dapat menambah wawasan mengenai penerapannya

dalam RPP dan LAS pembelajaran matematika.

BAB II

PEMBAHASAN

7

A. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Kata ‘realistik’ merujuk pada pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

matematika yang telah dikembangkan di Belanda selama kurang lebih 33 tahun

(dimulai tahun 1971). Kata tersebut diambil dari klasifikasi yang dikemukakan

Teffers (Streefland, 1991: 32) yang membedakan pendekatan pembelajaran dalam

pendidikan matematika yaitu mechanistic, empiristic, strukturalistik, dan realistik.

Pendekatan Matematika Realistik mengacu pada pendapat Freudenthal

(Gravenmeijer, 1994) yang mengatakan bahwa matematika merupakan suatu

bentuk aktivitas manusia. Menurut Freudenthal matematika sebaiknya tidak

diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan

sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika.

Freudenthal mengenalkan istilah “guided reinvention” sebagai proses yang

dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika

dengan bimbingan guru. Selain itu, (Freudenthal, 1991) tidak menempatkan

matematika sekolah sebagai suatu sistem tertutup (closed system) melainkan

sebagai suatu aktivitas yang disebut matematisasi.

Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan

matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali

ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.

Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus

diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di

bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui

penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai

segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari,

lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia

nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk

menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan

matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses

mematematikakan dunia nyata (Sudharta, 2004).

Zulkardi (2002), mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik sebagai

berikut:

8

PMR adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi

siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’,

berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas

sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai

kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann

matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun

kelompok.

PMR berdasarkan ide bahwa mathematics as human activity dan

mathematics must be connected to reality, sehingga pembelajaran matematika

diharapkan bertolak dari masalah-masalah kontekstual. Teori ini telah diadopsi

dan diadaptasi oleh banyak negara maju seperti Inggris, Jerman, Denmark,

Spanyol, Portugal, Afrika Selatan, Brazil, USA dan Jepang. Salah satu hasil

positif yang dipcapai oleh Belanda dan negara-negara tersebut bahwa prestasi

siswa meningkat, baik secara nasional maupun internasional.

Dua pandangan penting Freudenthal (dalam Hartono) tentang PMR adalah:

a. mathematics as human activity, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk

belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam

matematika,dan

b. mathematics must be connected to reality, sehingga matematika harus dekat

terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari.

Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan

matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana

meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya

nalar. PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :

Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide

matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya;

Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk

pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;

Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang

meliputi penambahan, kreasi, modifikasi,penghalusan, penyusunan kembali,

dan penolakan;

9

Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri

berasal dari seperangkat ragam pengalaman; setiap siswa tanpa memandang

ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan

matematika.

Konsepsi tentang guru sebagai berikut:

Guru hanya sebagai fasilitator belajar;

Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;

Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara

aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu

siswa dalam menafsirkan persoalan riil;

Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam

kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik

fisik maupun sosial (Hartono).

Implementasi pembelajaran matematika realistik dalam pembelajaran di kelas

tidak dapat dilepaskan dari berbagai karakteristik dan prinsip-prinsip yang

mendasari model pembelajaran ini. Oleh karena itu, sebelum

mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik, guru harus memahami

dengan sungguh-sungguh berbagai karakteristik dan prinsip-prinsip tersebut.

1. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Prinsip utama dalam PMR adalah sebagai berikut (Gravemeijer, 1994:90):

1. Guided Reinvention dan progressive mathematization (Penemuan kembali

terbimbing dan matematisasi progresif)

Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran matematika

perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan

sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru. Seperti

yangdikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa matematika merupakan

aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian, ketika

siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi

proses matematisasi. Terdapat dua macam proses matematisasi, yaitu

matematisasihorizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal

merupakan proses penalaran dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol

matematika.Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran

10

yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya : penemuan

cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-konsep matematis atau

menerapkan rumus-rumus matematika.

2. Didactial phenomenology (Fenomenologi Didaktis)

Yang dimaksud fenomenologi didaktis adalah para siswa dalam

mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait

dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang

mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah

masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah nyata. Dalam hal ini

siswa mendapatkan gambaran matematika formal melalui proses generalisasi dan

formalisasi prosedur penyelesaian masalah pada suatu situasi. Fenomenologi ini

diharapkan dapat menemukan situasi masalah yang mana pendekatan suatu situasi

dapat digeneralisasi.Selain itu juga diharapkan dapat menemukan situasi yang

dapat menimbulkan paradigma prosedur penyelesaian yang dapat diambil sebagai

dasar bagi matematika formal.Oleh karena itu, siswa perlu memulai dari masalah

(fenomena) kontekstual yaitu masalah kehidupan sehari-hari.

3. Self developed models (Mengembangkan model sendiri)

Yang dimaksud mengembangkan model adalah dalam mempelajari

konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan

matematika, dengan melalui masalah-masalah konteksual, siswa perlu

mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah

tersebut. Model-model atau cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana

untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling

dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam

pembelajaran guru tidak memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara

penyelesaian masalah, tetapi siswa sendiri yang menemukan penyelesaian

tersebut dengan cara mereka sendiri.

Sedangkan Van den Heuvel-Panhuizen (1996) merumuskan prinsip PMR

sebagai berikut:

a. Prinsip aktivitas, yaitu bahwa matematika adalah aktivitas manusia. Si

pebelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran

matematika. Si pebelajar bukan insan yang pasif menerima apa yang

11

disampaikan oleh guru, tetapi aktif baik secara fisik, teristimewa secara mental

mengolah dan menganalisis informasi, mengkonstruksi pengetahuan

matematika.

b. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogianya dimulai dengan masalah-

masalah yang realistik bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan oleh siswa.

Masalah yang realistik lebih menarik bagi siswa dari masalah-masalah

matematis formal tanpa makna. Jika pembelajaran dimulai dengan masalah

yang bermakna bagi mereka, siswa akan tertarik untuk belajar. Secara gradual

siswa kemudian dibimbing ke masalah-masalah matematis formal.

c. Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematia siswa melewati berbagai

jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah

kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh

insight tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi

suatu masalah matematis secara formal. Model bertindak sebagai jembatan

antara yang informal dan yang formal. Model yang semula merupakan model

suatu situasi berubah melalui abtraksi dan generalisasi menjadi model untuk

semua masalah lain yang ekuivalen.

d. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan

dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah, tetapi terjalin

satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu

secaa lebih baik. Konsep matematika adalah relasi-relasi. Secara psikologis,

hal-hal yang berkaitan akan lebih mudah dipahami dan dipanggil kembali dari

ingatan jangka panjang daripada hal-hal yang terpisah tanpa kaitan satu sama

lain.

e. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagi aktifitas sosial. Kepada

siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya

menyelesai-kan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan

menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan hal itu

serta menanggapinya. Melalui diskusi, pemahaman siswa tentang suatu

masalah atau konsep menjadi lebih mendalam dan siswa terdorong untuk

melakukan refleksi yang memungkinkan dia menemukan insight untuk

memperbaiki strateginya atau menemukan solusi suatu masalah.

12

f. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberikan kesempatan untuk

“menemukan kembali (re-invent)” pengetahuan matematika‘terbimbing’.

Guru menciptakan kondisi belajar yangmemungkinkan siswa mengkonstruk

pengetahuan matematika mereka.

2. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Karakteristik PMR adalah menggunakan konteks ‘dunia nyata’ ,model-

model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment).

(Treeffers dalam Sudharta, 2004).

1. Menggunakan konteks ‘dunia nyata’

Gambar berikut menunjukan dua proses matematisasi yang berupa siklus

di mana ‘dunia nyata’ tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga

sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.

Dunia Nyata

Matematisasi dalam aplikasi Matematisasi dan refleksi

Aplikasi dan Formalisasi

Gambar 1. Konsep Matematisasi (De Lange dalam Sudharta, 2004)

Dalam PMR, pembelajaran diawali dengan masalah konstekstual (‘dunia

nyata’), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya

secara langsung. Proses penyaringan (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi

nyata dinyatakan oleh De Lange (dalam Sudharta, 2004) sebagai matematisasi

konseptual.

Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang

lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matemika

ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk

menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari

perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of

13

everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia

Bonotto dalam Sudharta, 2004).

2. Menggunakan model-model (matematisasi)

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang

dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed

models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau

dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model

sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat

dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan Formalisasi model tersebut akan

berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematika

model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya,

akan menjadi model matematik formal.

3. Menggunakan produksi dan konstruksi

Streefland (dalam Sudharta, 2004) menekankan bahwa dengan pembuatan

“produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang

mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang

berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi

dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi

pengetahuan matematika formal.

4. Menggunakan Interaktif

Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam

PMR. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan,

pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk

mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

5. Menggunakan Keterkaitan (intertwinment)

Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial jika

dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka

akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika,

biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya

aritmatika, aljabar atau geometri tetapi juga bidang lain.

14

Kelima karakteristik tersebut akan dilihat pada aktivitas yang dilakukan oleh guru

maupun siswa. Secara umum implementasi pembelajaran matematika realistik di

kelas dilakukan dengan:

a. Memulai pembelajaran dengan masalah kontekstual yang diambil dari dunia

nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata

bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai

dengan pengalaman mereka.

b. Menjembatani dunia abstak dan nyata dengan model. Model harus sesuai

dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat

berupa keadaan atau situasi nyata kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal

atau bangunanbangunan yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula

berupa alat peraga yang dibuat dari sekitar siswa.

c. Memberi keleluasaan siswa menggunakan strategi, bahasa, atau simbol

mereka sendiri dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa

memiliki kebebasan mengekspresikan hasil kerja dalam menyelesaikan

masalah nyata yang diberikan guru.

d. Membangun proses pembelajaran yang interaktif. Interaksi baik antara guru

dan siswa maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting

dalam pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan

bekerjasama dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta

mengevaluasi pekerjaan.

e. Menghubungkan bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain,

dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang

saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.

Dengan mencermati karakteristik PMR, pengertian PMR dibatasi

penentuan masalah kontekstual dan lingkungan yang pernah dialami siswa dalam

kehidupan sehari-hari agar siswa mudah memahami pelajaran matematika

sehingga mudah mencapai tujuan.

Menurut Sudharta (2004), dalam pengajaran matematika realistik,

dibutuhkan upaya:

15

1. Penemuan kembali terbimbing dan matematisasi progresif, artinya

pembelajaran matematika realistik harus diberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada siswa untuk mengalami sendiri proses penemuan matematika.

2. Fenomena didaktik, artinya pembentukan situasi dalam pemecahan

masalah matematika realistic harus menetapkan aspek aplikasi dan

mempertimbangkan pengaruh proses dari matematisasi progresif.

3. Mengembangkan model-model sendiri, artinya pemecahan masalah

matematika realistik harus mampu dijembatani melalui pengembangan model-

model yang diciptakan sendiri oleh siswa dari yang konkrit menuju situasi

abstrak, atau model yang diciptakan sendiri oleh siswa untuk memecahkan

masalah, dapat menciptakan kreasi dalam kepribadian siswa melalui aktifitas

di bawah bimbingan guru.

3. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan PMR dapat digambarkan

sebagai berikut (Sudharta, 2004):

Berdasarkan gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa pembelajaran

matematika realistik diawali dengan fenomena yang ada di dalam dunia nyata,

kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali

dan mengkonstruksi dalam model matematika kemudian membuat jawaban atas

16

Dunia Nyata

Masalah Konkrit

Dunia

Model Matematika

Jawaban Atas Masalah Jawaban Model

model matematika tersebut. Setelah itu diaplikasikan dalam masalah sehari-hari

atau dalam bidang lain.

Dalam pembelajaran, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih

dahulu siswa dibawa ke ‘situasi informal’, misalnya pembelajaran pecahan dapat

diawali dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue)

sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep

matematika (pengetahuan matematika formal). Setelah siswa memahami

pembagian menjadi bagian yang sama, baru dikenalkan istilah pecahan. Ini sangat

berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan PMR) di mana siswa sejak

awal sudah dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Jadi, Pembelajaran matematika realistik diawali dengan fenomena,

kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan menemukan kembali

dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah

sehari-hari atau dalam bidang lain. Jika digambarkan dalam bagan, sebagai

berikut:

Berdasarkan uraian tersebut langkah-langkah pembelajaran matematika

dengan PMR yang akan diterapkan dalam RPP adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Memahami masalah kontekstual

Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dalam kehidupan sehari-hari

dan diminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Pada tahap ini karakteristik

pembelajaran matematika realistik tergolong dalam langkah ini adalah

17

Pengaplikasian Konsep

Penguasaan Konsep

menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai starting point dalam

pembelajaran untuk menuju ke amtematika formal sampai pentukan konsep.

Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual

Jika situasi siswa dalam menyelesaikan masalah, maka guru menjelaskan

situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau

berupa saran seperlunya (bersifat terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang

belum dipahami oleh siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud

soal. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran matematika realistik yang

tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik yang keempat yaitu adanya

interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.

Langkah 3: Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara

mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan.

Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal dalam tingkat

kesulitan yang berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah

dengan cara mereka sendiri berupa pemberian petunjuk atau pertanyaan seperti,

bagaimana kamu tahu itu, bagaimana mendapatkannya, mengapa kamu berfikir

demikian dan lain-lain atau berupa saran. Pada tahap ini, beberapa dari prinsip

pembelajaran matematika realistik akan muncul dalam langkah ini, mislanya

prinsip self developed mpdels. Sedangkan karakteristik pada pembelajran

matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik kedua

yaitu menggunakan model.

Langkah 4: Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk

membandingkan dan mendiskusikan jawaban soal secara berkelompok, untuk

selanjutnya dibandingkan (memeriksa, memperbaiki) dan didiskusikan di dalam

kelas. Sementara di tahap ini sebagai ajang melatih siswa mengeluarkan ide dari

kontribusi siswa di dalam berinteraksi anatara siswa dengan siswa, siswa dengan

guru dan siswa dengan pra-sarana untuk mengoptimalkan pembelajaran. Pada

tahap ini karakteristik pembelajaran matematika dalam realistik yang tergolong

dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga dan keempat yaitu menggunakan

18

kontribusi siswa dan terdapat interaksi antara siswa yang satu dengan siswa yang

lain.

Langkah 5: Meyimpulkan

Dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan

suatu konsep dasar atau prosedur. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran

matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah adanya interaksi

antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.

4. Implementasi pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran

matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di

sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada siswa sebaiknya

pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bilangan yang

sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk

yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa

benar-benar memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi

bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat

berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa sejak

awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat

memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan

guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika.

Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.

5. Kaitan Antara Pembelajaran Matematik Realistik dengan Pengertian

Kalau kita perhatikan para guru dalam mengajarkan matematika senantiasa

terlontar kata “bagaimana, apa mengerti?” siswa pun buru-buru menjawab

mengerti. Siswa sering mengeluh, seperti berikut,”pak…pada saat di kelas saya

mengerti penjelasan bapak,tetapi begitu sampai dirumah saya lupa,”atau” pak…

pada saat dikelas saya mengerti contoh yang bapak berikan, tetapi saya tidak bisa

menyelesaikan soal-soal latihan”.

19

Apa yang dialami oleh siswa pada ilustrasi diatas menunjukkan bahwa

siswa belum mengerti atau belum mempunyai pengetahuan konseptual. Siswa

yang mengerti konsep dapat menemukan kembali konsep yang mereka lupakan.

Mitzell (1982) mengatakan bahwa, hasil belajar siswa secara langsung

dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan faktor internal. Pengalaman belajar siswa

dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Bila siswa dalam belajarnya bermakna atau

terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi, maka siswa akan

mendapatkan suatu pengertian. Mengembangkan pengertian merupakan tujuan

pengajaran matematika. Karena tanpa pengertian orang tidak dapat

mengaplikasikan prosedur, konsep, ataupun proses. Dengan kata lain, matematika

dimengerti bila representasi mental adalah bagian dari jaringan representasi

(Hieber dan carpenter,1992). Matematika bukan hanya dimengerti tapi harus

benar-benar memahami persoalan yang sedang dihadapi. Umumnya sejak anak-

anak orang telah mengenal ide matematika. Melalui pengalaman dalam kehidupan

sehari-hari mereka mengembangkan ide-ide yang lebih kompleks, misalnya

tentang bilangan, pola, bentuk, data, ukuran,dan sebagainya. Anak sebelum

sekolah belajar ide matematika secara alamiah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa

datang kesekolah bukanlah dengan kepala “kosong” yang siap diisi dengan apa

saja. Pembelajaran disekolah akan lebih bermakna bila guru mengaitkan dengan

apa yang telah diketahui anak. Pengertian siswa tentang ide matematika dapat

dibangun melalui sekolah, jika mereka secara aktif mengaitkan dengan

pengetahuan mereka. Hanna dan yackel (NCTM, 2000) mengatakan bahwa

belajar dengan pengertian dapat ditingkatkan melalui interaksi kelas dan interaksi

sosial dapat digunakan untuk memperkenalkan keterkaitan di antara ide-ide dan

mengorganisasikan pengetahuan kembali. Dalam pembelajaran guru haruslah

berinteraksi dengan siswa, agar siswa lebih mudah memahami apa yang telah

diajarkan, tentunya dalam pembelajaran harus dikaitkan dengan kehidupan nyata

untuk memudahkan siswa dalam belajar.

Pembelajaran matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menemukan kembali dan memahami konsep-konsep matematika

berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru. Situasi realistik

dalam masalah memungkinkan siswa menggunkan cara-cara informal untuk

20

menyelesaikan masalah. Cara-cara informal siswa yang merupakan produksi

siswa memegang peranan penting dalam penemuan kembali dan memahami

konsep. Hal ini berarti informasi yang diberikan kepada siswa telah dikaitkan

dengan skema anak. Melalui interaksi kelas keterkaitan skema anak akan menjadi

lebih kuat. Dengan demikian, pembelajaran matematika realistik akan mempunyai

kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.

6. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Matematika Realistik

(PMR)

Menurut Suwarsono (2001: 5) terdapat beberapa kelebihan dari

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) anatara lain:

1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa

tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari – hari

(kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi

manusia.

2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa

bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan

dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut

pakar dalam bidang tersebut.

3. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa

bahwa cara penyelesaian suatu masalah tidak harus tunggal dan tidak

harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang

bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu

bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut.

Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan

cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang

paling tepat, sesuai dengan tujuan dan proses penyelesaian soal atau

masalah tersebut.

4. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa

bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan

sesuatu yang utama, dan untuk mempelajari matematika orang harus

menjalani prose situ dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-

21

konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tau

(misalnya guru).

Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat

muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya.

Kesulitan-kesulitan tersebut dapat juga dikatakan kelemahan dari PMR. Menurut

Suwarsono terdapat beberapa kelemahan PMR, yaitu:

1. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan yang sangat

mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekan,

misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan kontekstual. Di dalam PMR

siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu

yang sudah jadi tetapi dipandang sebagai pihak aktif mengkontruksi

konsep-konsep matematika. Guru tidak lagi sebagai pengajar, tetapi lebih

sebagai pendamping bagi siswa. Disamping itu peranan soal kontekstual

tidak sekedar dipandang sebagi wadah untuk menerangkan aplikasi dari

matematika, tetapi justru digunakan sebagai titik tolak untuk

mengkonstruksi konsep-knsep matematika itu sendiri.

2. Pencarian soal – soal kontekstual yang memenuhi syarat – syarat yang

dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik yang akan dipelajari,

terlebih lagi karena soal – soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan

berbagai macam cara.

3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk

menyelesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh

guru.

4. Proses pengembangan kemampuan berfikir siswa, melalui soal-soal

kontekstual, proses matematisasi horizontal, dan proses matematisasi

vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan

mekanisme berfikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa

membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep-

konsep matematika tertentu.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa PMR adalah suatu

pendekatan yang ditempuh dalam mengajarkan matematika dengan memadukan

proses matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dengan demikian, 22

dalam proses pembelajaran pendekatan ini memiliki karakteristik: memakai

konteks dunia riil, menggunakan model, mengoptimalkan kontribusi siswa,

interaktif, dan keterkaitan dengan materi atau bidang lain.

B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

( RPP )

Sekolah : Sekolah Dasar (SD)

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/semester : IV (Empat) /1I (Dua)

Pokok Bahasan : Pembagian

Sub Pokok Bahasan : Pembagian Bilangan yang terdiri dari empat angka

dengan bilangan yang terdiri dari satu angka.

Alokasi waktu : 2 x 35 menit (1 pertemuan)

A. Standar Kompetensi

Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam

pemecahan masalah.

B. Kompetensi Dasar

Melakukan operasi perkalian dan pembagian.

23

C. Indikator

1. Menyelesaikan masalah kontekstual yang mengandung pembagian

bilangan yang terdiri dari empat angka dengan bilangan yang terdiri dari

satu angka dengan cara bersusun pendek.

2. Menyelesaikan pembagian biasa bilangan yang terdiri dari empat

angka dengan bilangan yang terdiri dari satu angka dengan cara bersusun

pendek.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Siswa dapat menyelesaikan masalah kontekstual yang mengandung

pembagian bilangan yang terdiri dari empat angka dengan bilangan yang

terdiri dari satu angka dengan cara bersusun pendek.

2. Siswa dapat menyelesaikan pembagian biasa bilangan yang terdiri dari

empat angka dengan bilangan yang terdiri dari satu angka dengan cara

bersusun pendek.

E. Materi Ajar

Pembagian bilangan yang terdiri dari empat angka dengan bilangan terdiri dari

satu angka dengan cara bersusun pendek.

F. Pendekatan dan Metode Pembelajaran

Pendekatan : Realistik

Metode : Tanya Jawab, Diskusi dan Penugasan

G. Langkah-langkah Pembelajaran

a. Pendahuluan

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Keterangan

Guru membuka dan mengaitkan Memperhatikan Siswa sudah

24

pelajaran dengan pelajaran

terdahulu. (buku petunjuk guru).

Guru memotivasi siswa (misalnya

materi ini berguna pada saat di

kelas IV khususnya dalam

kehidupan sehari-hari) dan

mengkomunikasikan tujuan

pembelajaran dengan cara

membacakan. (Petunjuk guru).

penjelasan guru

dan menjawab

pertanyaan-

pertanyaan guru.

dikelompokkan

5 atau 6 orang.

Masing-masing

kelompok

duduk sesuai

dengan tempat

duduknya.

b. Kegiatan Inti

Langkah Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Langkah ke-1

(Memahami

masalah)

Karakteristik

ke-1

(Problem

kontekstual)

Guru memberikan LKS-1 dan

memberi keterangan kepada siswa

(masalah kontekstual). Guru

meminta siswa untuk memahami

soal di LKS-1 siswa (dengan cara

meminta salah seorang siswa untuk

membacakan soal dengan keras,

siswa yang lain mendengarkan).

Memahami soal

LAS.

Langkah ke-2

(Menjelaskan)

Guru memberikan kesempatan

bertanya kepada siswa yang belum

memahami soal.

Siswa yang belum

memahami bertanya

kepada guru.

Langkah ke-3

(Menyelesaikan)

Prinsip ke-1,

ke-2, dan ke-3

Guru meminta siswa secara

individual untuk menyelesaikan soal

dengan cara mereka sendiri dan

mengisi LKS-1 yang telah

disediakan. Guru memberikan

kebebasan penuh kepada siswa

untuk menyelesaikan masalah

menurut prosedur atau cara mereka

Siswa

menyelesaikan soal

menurut caranya

sendiri dan mengisi

LKS.

25

sendiri.

Beberapa penyelesaian soal pada

LKS-1:

1. Kue dihitung sebanyak = 25 kue

Banyak tetangga = 5

255 5

25 -

0

Jadi setiap tetangga mendapat kue

sebanyak 5 kue.

2. Kue dihitung sebanyak = 25 kue

Banyak tetangga = 5

25 : 5 = 5 kue

Jadi setiap tetangga mendapat kue

sebanyak 5 kue.

3. Kue dihitung sebanyak = 25 kue

Banyak tetangga = 5

25 : 5 = ....

5 x .... = 25

5 x 5 = 25

Maka 25 : 5 = 5 kue

4. Kue dihitung sebanyak = 25 kue

Banyak tetangga = 5

25 – 5 – 5 – 5 – 5 -5 = 0

Jadi setiap tetangga mendapat kue

sebanyak 5 kue.

5. Kue dihitung sebanyak = 25 kue

Banyak tetangga = 5

Setiap tetangga mendapat satu kue

pada setiap jenis kue. Namun ada

satu orang tetangga yang mendapat

26

Karakteristik 2

(Memerlukan/

menggunakan

model)

2 kue dengan jenis yang sama.

Sehingga setiap tetangga mendapat

kue sebanyak 5 kue.

Kebebasan penuh yang dimaksud

adalah siswa bekerja dalam batas

tidak keluar dari konteks atau

rambu-rambu yang sedang

dibicarakan. Artinya siswa bekerja

tidak menyimpang dari apa yang

digariskan oleh pembimbing (guru).

Guru berjalan berkeliling untuk

melihat pekerjaan siswa, jika ada

siswa yang belum menemukan cara

atau jawaban untuk menjawab soal,

maka guru memotivasi siswa untuk

menyelesaikan masalah menurut

cara mereka sendiri dengan

memberikan pertanyaan, dan

petunjuk/ saran.

Siswa mendengar,

memperhatikan

saran/ petunjuk dari

guru dan menjawab

pertanyaan guru.

Langkah ke-4

(Membandingkan

dan

mendiskusikan)

Karakteristik

ke-4

(Interaktivitas)

Guru meminta siswa untuk

mendiskusikan/ membandingkan

(memeriksa, memperbaiki, dan

menyeleksi) jawabannya dengan

teman sekelompoknya (diskusi

kelompok).

Guru menfasilitasi diskusi dengan

kelompok dengan cara mengarahkan

siswa untuk memilih satu jawaban

benar dan paling ”efektif” (yang

dianggap oleh siswa efisiensi dan

mudah dalam menjawab soal) untuk

ditampilkan di depan kelas.

Siswa

mendiskusikan/

membandingkan

jawabannya dengan

jawaban teman

sekelompoknya.

27

Guru meminta beberapa siswa

mewakili kelompoknya untuk

menampilkan hasil pekerjaanya.

Siswa menampilkan

hasil pekerjaannya.

Langkah ke-5

(Membandingkan

dan

mendiskusikan)

Karakteristik

ke-3

(menggunakan

kontribusi siswa).

Melalui diskusi kelas jawaban

(strategi) siswa dibahas/

dibandingkan.

Guru membantu siswa menganalisa

dan mengevaluasi ragam jawaban/

hasil pekerjaannya. Jenis

penyelesaian yang mungkin muncul

adalah benar semua, sebagian salah,

dan sebagian benar, atau salah

semua.

Jika ada penyelesaian yang benar

maka guru hendaknya memilih

penyelesaian yang benar itu dan

menegaskannya kembali

penyelesaian tersebut adalah benar

untuk dijadikan pedoman/

kesepakatan dalam menyelesaikan

masalah selanjutnya.

Untuk penyelesaian sebagian salah,

dan sebagian benar, maka guru

secara tidak langsung memberi tahu

kesalahan siswa (yaitu dengan

mengajukan petanyaan yang bersifat

membimbing kearah jawaban

kepada siswa yang menjawab atau

kepada siswa yang lainnya).

Jika penyelesaian siswa salah, maka

guru memberitahu siswa secara tidak

Siswa mengikuti

jalannya diskusi

dengan aktif, dengan

cara memberikan

tanggapan terhadap

hasil pekerjaan

kelompok lain, serta

menjawab

pertanyaan guru.

28

langsung letak kesalahan yang

dilakukan dan meminta siswa

tersebut yang menjawab soal atau

siswa lainnya untuk memperbaiki.

Langkah ke-6

(Menyimpulkan)

Dari hasil diskusi kelas, guru

mengarahkan siswa untuk menarik

suatu kesimpulan bahwa pengerjaan

pembagian dapat ditempuh dengan

berbagai cara, salah satunya dengan

pembagian cara bersusun pendek.

Guru memberikan kesempatan

bertanya kepada siswa yang belum

mengerti.

Selanjutnya guru meminta siswa

untuk mengerjakan soal LKS-2

Beberapa penyelesaian soal pada

LKS-2:

1. Jumlah seluruh buku tulis = 15 x

10 = 150

Setiap anak mendapat buku tulis =

150 : 3 = 50

2. Jumlah seluruh buku tulis = 10 +

10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 +

10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 + 10 =

150

Siswa menarik

kesimpulan bahwa

pengerjaan

pembagian dapat

ditempuh dengan

cara bersusun

pendek dan mencatat

penyelesaian yang

benar itu untuk

dijadikan pedoman

dalam memecahkan

masalah selanjutnya.

Siswa yang belum

mengerti bertanya

kepada guru.

Siswa mengerjakan

soal di LKS-2 siswa.

29

Setiap anak mendapat buku tulis =

150 : 3 = …

3 x … = 150

3 x 50 = 150

Maka setiap anak mendapatkan buku

sebanyak 50 buku tulis.

3. Jumlah seluruh buku tulis = 15 x

10 = 150

Setiap anak mendapat buku tulis =

150 : 3 = ….

1503 5 0

15 -

0

Jadi setiap anak mendapatkan buku

sebanyak 50 buku tulis.

Langkah ke-7

(Menyimpulkan)

Dari hasil diskusi kelas, guru

mengarahkan siswa untuk menarik

suatu kesimpulan bahwa pengerjaan

pembagian dapat ditempuh dengan

berbagai cara, salah satunya dengan

pembagian cara bersusun pendek.

Guru memberikan kesempatan

bertanya kepada siswa yang belum

mengerti.

Selanjutnya guru meminta siswa

Siswa menarik

kesimpulan bahwa

pengerjaan

pembagian dapat

ditempuh dengan

cara bersusun

pendek dan mencatat

penyelesaian yang

benar itu untuk

dijadikan pedoman

dalam memecahkan

masalah selanjutnya.

Siswa yang belum

mengerti bertanya

kepada guru.

30

untuk mengerjakan soal LKS-3

Beberapa penyelesaian soal pada

LKS-3:

1. Diketahui:

Harga Jeruk = Rp. 7.875,-setiap

kilogram

Setiap kilogram = 7 buah jeruk

Ditanya:

Berapakah harga 1 buah jeruk?

Penyelesaian:

7. 875 : 7 = ….

7 x ….. = 7. 875

7 x 1. 125 = 7. 875

Maka 7. 875 : 7 = 1. 125

Maka harga 1 buah jeruk adalah Rp.

1. 125.

2. Diketahui:

Harga Jeruk = Rp. 7.875,-setiap

kilogram

Setiap kilogram = 7 buah jeruk

Ditanya:

Berapakah harga 1 buah jeruk?

Penyelesaian:

875.77 1. 125

7 -

8

7 -

1 7

1 4 -

3 5

Siswa mengerjakan

soal di LKS-3 siswa.

31

3 5 -

0

Maka harga 1 buah jeruk adalah Rp.

1. 125.

3. Diketahui:

Harga Jeruk = Rp. 7.875,-setiap

kilogram

Setiap kilogram = 7 buah jeruk

Ditanya:

Berapakah harga 1 buah jeruk?

Penyelesaian:

7. 875 : 7 = 1. 125

Maka harga 1 buah jeruk adalah Rp.

1. 125.

c. Penutup

Langkah Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Guru menegaskan kembali materi

pelajaran. Guru membagikan

kelengkapan 2 yaitu memberikan tugas.

Siswa

memperhatikan

penjelasan guru.

H. Alat/Bahan dan Sumber Belajar

Buku Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar Kelas 4

Buku lain yang relevan

Lembar Aktivitas Siswa (LAS)

Tes Hasil Belajar

32

I. Penilaian

No Soal Tes Hasil BelajarKunci

JawabanSkor

1.

2.

3.

Ayah membeli 10 buku tulis yang akan diberikan

kepada 2 orang anaknya. Berapakah setiap anak

mendapat buku tulis?

Ibu membuat kue bakwan sebanyak 88 buah dan

berencana membagikannya kepada 11 tetangga sekitar.

Berapakah setiap tetangga Ibu mendapat kue bakwan?

Dalam waktu 3 hari terdapat 3.171 orang yang

mengunjungi kebun binatang di Medan. Jika setiap hari

banyaknya pengunjung sama, maka berapa pengunjung

kebun binatang setiap hari?

5

8

1.057

20

20

20

33

4.

5.

Seorang pedagang buah mempunyai 2.475 buah salak

pondok, akan ditempatkan di 15 keranjang sama

banyak. Berapa buah salak pondok disetiap keranjang?

Sebuah SD terdiri dari 1 kelas yang berisi 41 siswa. SD

tersebut menerima hadiah buku tulis sebanyak 8.241

buah dari panitia lomba gerak jalan dan dibagikan sama

banyak kepada semua siswa. Berapa buah buku tulis

diterima setiap siswa?

165

201

20

20

Skor maksimum 100

Mengetahui Medan, .................... 2015

Kepala Sekolah Guru Mapel Matematika

.................................. .....................................

34

C. Lembar Aktivitas Siswa (LAS)

LEMBAR AKTIVITAS SISWA

( LAS )

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : IV (Empat) /II (Dua)

Pokok Bahasan : Pembagian

Alokasi waktu : 2 x 35 menit (1 pertemuan)

Petunjuk:

Di bawaha ini terdapat beberapa tugas yang harus anda kerjakan, kegiatan yang

harus dilakukan pada setiap bagian tugas itu adalah:

1. Membaca dengan teliti setiap permasalahan, diharapkan kamu dapat

menyelesaikan apa yang ditanya, membuat model matematika serta

kemungkinan cara penyelesaiannya yang berhubungan dengan masalah

kontekstual yang diberikan.

2. Setelah itu didiskusikan dengan kelompokmu, setiap orang dalam

kelompok harus mendapat giliran mengeluarkan pendapat serta

mendengarkan dengan seksama ide dari temanmu. Jika dalam

kelompokmu mendapat masalah yang tidak dapat kamu selesaikan, kamu

dapat bertanya pada guru.

3. Setelah selesai, setiap kelompok masing-masing menuliskan jawaban pada

bagian yang telah disediakan.

4. Lembar aktivitas ini harus tetap bersih dan diserahkan kembali kepada

guru.

5. Selamat bekerja.

35

Kelompok: …………… Kelas: ………… Sekolah: ………….

Lembar Kegiatan Siswa-1 (LKS -1)

Cobalah dijawab masalah diatas menurut caramu sendiri!

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

36

1. Ibu membeli kue jajanan pasar, bantulah ibu menghitung banyak kue tersebut

(perhatikan gambar)!

2. Ibu akan membagikan kue tersebut pada 5 tetangga sekitarnya. Berapa

banyakkah setiap tetangga mendapat kue tersebut?

Kelompok: …………… Kelas: ………… Sekolah: ………….

Lembar Kegiatan Siswa-2 (LKS -2)

Cobalah dijawab masalah diatas menurut caramu sendiri!

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

37

Ibu membeli buku tulis sebanyak 15

bungkus, disetiap bungkusnya berisi

10 buku tulis. Buku tulis tersebut

akan diberikan kepada 3 orang

anaknya.

1. Hitunglah jumlah seluruh buku

tulis yang dibeli Ibu?

2. Berapakah setiap anak

mendapatkan buku tulis?

Kelompok: …………… Kelas: ………… Sekolah: ………….

Lembar Kegiatan Siswa-3 (LKS -3)

Cobalah dijawab masalah diatas menurut caramu sendiri!

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

38

Pak Selamat petani buah-buahan dan

memiliki kebun jeruk yang buahnya

sangat lebat. Pada hari minggu, Pak

Selamat memetik buah jeruk. Jeruk-jeruk

tersebut dijual ke pedagang dengan harga

Rp. 7. 875,-setiap kilogram. Jika setiap

kilogram ada 7 buah jeruk, maka berapa

harga sebuah jeruknya?

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

PMR merupakan teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’

bagi siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi

dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat

menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher telling’)

dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan masalah

baik individual maupun kelompok. Karakteristik PMR adalah menggunakan

konteks ‘dunia nyata’ ,model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan

keterkaitan (intertwinment).

Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa PMR adalah suatu

pendekatan yang ditempuh dalam mengajarkan matematika dengan memadukan

proses matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dengan demikian,

dalam proses pembelajaran pendekatan ini memiliki karakteristik: memakai

konteks dunia riil, menggunakan model, mengoptimalkan kontribusi siswa,

interaktif, dan keterkaitan dengan materi atau bidang lain.

B. Saran

Diharapkan bagi guru yang hendak melaksanakan PMR dalam

pelaksanaan pembelajaran benar-benar memahami kajian tentang prinsip utama

PMR, melibatkan semua siswa agar berinteraksi secara positif, menuangkan

masalah–masalah kontekstual, memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mempresentasikan model dan mengaitkannya dengan konsep lain.

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) seharusnya diterapkan dalam

pengajaran matematika karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan

membuat siswa lebih memahami konsep matematika.

39

DAFTAR PUSTAKA

Al khan, Yustian Yusuf dan Muhammad Usman Hakim Fajar Alam. “Model

Pembelajaran Realistik Indonesia (PMRI)”. 07 Mei 2015.

http://www.slideshare.net/hsoczerozerothree/model-pembelajaran-

matematika-realistik-indonesia-pmri-jadi.

Suwarsono, St. 2001. Beberapa Permasalahan yang Terkait dengan Upaya

Implementasi Pendekatan Matematika Realistik Di Indonesia. Sanata

Dharma. Makalah.

Tung, M. Sc. Ed, M. Pd., Dr. Ir. Drs. Khoe Yao. 2015. Pembelajaran dan

Perkembangan Belajar. Jakarta: PT Indeks.

Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Zahra. “Mengajar Matematika Dengan Pendekatan Realistik”. 07 Mei 2015.

http://www.slideshare.net/citrassiipin1/zahra-31021119?related=1

40