makalah€¦ · nativisme dan kognitivisme dalam makalah ini selanjutnya pemakalah akan membahas...
TRANSCRIPT
MAKALAH
TEORI BELAJAR KOGNITIF
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori-Teori Belajar
Dosen Pengampu : Dr. H. Widodo Supriyono, MA
Oleh :
1. Aufaa (1600118024)
2. Badrul Ahadi (1600118025)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2016
1
TEORI BELAJAR KOGNITIF
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Makalah
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh
individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi
terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan
pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana
melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar
yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi
pribadinya. Definisi lain mengemukakan bahwa belajar merupakan
adanya interaksi antara stimulus dan respon.1 Menurut Omar hamalik
aktivitas belajar tersebut bersifat kompleks karena merupakan suatu
proses yang dipengaruhi oleh banyak faktor dan meliputi berbagai aspek,
baik yang bersumber dari dalam diri maupun dari luar diri manusia.2
Pendapat lain mengemukakan bahwa belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakukan melalui pengalaman.3
Terdapat banyak definisi mengenai belajar dari para pakar
pendidikan, hal ini karena para pakar melakukan penelitian tentang
belajar dan melahirkan teori-teori belajar. Terdapat beberapa aliran yang
berkenaan dengan teori belajar ddiantaranya adalah aliran empirisme,
nativisme dan kognitivisme dalam makalah ini selanjutnya pemakalah
akan membahas teori belajar kognitif yang merupakan turunan dari aliran
kognitivisme.
1 Slavin, R.E, Educational Phychology, theory and Practice (Sixth edition Boston: Allyn
and Bacon, 2000) h. 143
2 Oemar Hamalik. Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. (Bandung : Tarsito,
2002), h. 21
3 Oemar Hamalik. Proses Belajar Mengajar. (Jakarta : Bumi aksara, 2007) h. 27
2
2. Tujuan Penulisan
a. Mahasiswa dapat menjelaskan serta pengertian dari teori belajar
kognitif.
b. Mahasiswa dapat merumuskan pokok-pokok dari teori kognitif.
c. Mahasiswa dapat menyebutkan tokoh-tokoh dari teori kognitif.
d. Mahasiswa mampu mengetahui serta mengimplikasikan teori belajar
kognitif dalam proses belajar mengajar.
B. PERMASALAHAN
1. Apakah Pengertian Teori Belajar Kognitif ?
2. Bagaimana Karakteristik dan Macam Teori Belajar Kognitif ?
3. Siapa Saja Tokoh Teori Belajar Kognitif ?
4. Bagaimana Aplikasi dan Impilkasi Teori Belajar Kognif dalam
Pembelajaran ?
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Teori Belajar Kognitif
Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare”
artinya berfikir.4 Dan istilah kognitf juga berasal dari kata “cognition”
artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition
(kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.5
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi
populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum
yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku
mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,
memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan,
memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
4 Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta, 2011, hal : 17
5 Ecols John dan Hasan Sadzili, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2002 hal. 224
3
Sedangkan secara istilah dalam pendidikan Kognitif adalah salah
satu teori di antara teori-teori belajar di mana belajar adalah
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan
tujuan, dan perubahan tingkah laku, sangat dipengaruhi oleh proses
belajar berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.6
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik,
teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti
model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya
sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan
suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual.
Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku sesorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Perubahan Belajar merupakan
persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah
laku yang nampak.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian bahawa dari
sistuasi saling berhubungan dengan seluruh kontek situasi tersebut.
Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi atau materi pelajaran
menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya
secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan,
retensi, pengolahan infirnasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya.
Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang ssangat
komplek. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus
yang diitrerima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang
6 Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Jakarta
:Perdana Publishing, 2011, hal : 32
4
sudah dimiliki dan sudah terbentuk dalam diri sesorang berdasarkan
pemahman dan pengalaman-pengalaman sebelumnnya. Dalam praktek
pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan
seperti: “tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J.Piaget,
“advance organizer” oleh Ausubel, “pemahaman konsep” oleh Bruner,
“hirarki belajar” oleh gagne, “webteaching” oleh norman dan
sebagainya.7
2. Karakteristik Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada
hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan
tingkah laku yang bisa diamati.
Adapun ciri-ciri teori belajar kognitif adalah :
a. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c. Mementingkn peranan kognitif
d. Mementingkan kondisi waktu sekarang
e. Mementingkan pembentukan struktur kognitif
3. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif
a. Jean Piaget dengan teorinya “Cognitive Developmental”
Menurut Pieget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan,
yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Asimilasi, adalah proses
penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam
benak siswa. Akomodasi, adalah proses penyesuaian struktur kognitif
7 Asri Budiningsih, Belajar dan pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hal. 34.
5
ke dalam situasi baru. Equilibrasi, adalah proses penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.8
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen
dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya
dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi
dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.9
Menurut Piaget aspek perkembangan kognitif meliputi empat
tahap,10 yaitu:
1) Sensory-motor (sensori-motor)
Selama perkembangan dalam periode ini berlangsung sejak anak
lahir sampai usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut
masih berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku
terbuka. Meskipun primitif dan terkesan tidak penting, intelegensi
sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang
amat berarti karena ia menjadi pondasi untuk tipe-tipe intelegensi
tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
2) Pre operational (praoperasional)
Perkembangan ini bermula pada saat anak berumur 2-7 tahun dan
telah memiliki penguasaan sempurna mengenai objek permanence,
artinya anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya
suatu benda yang ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut
sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi.
8 Siregar, Eveline dan Nara Hartini, Teori Belajar dan pembelajaran (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2015), Hal. 32
9 Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2016/09/20/teori-perkembangan-
kognitif-piaget//
10 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal : 26
6
Jadi, padangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dari
pandangan pada periode sensori-motor, yakni tidak lagi bergantung
pada pengamatan belaka.
3) Concrete operational (konkret-operasional)
Dalam periode konkret operasional ini belangsung hingga usia
menjelang remaja, kemudian anak mulai memperoleh tamnbahan
kemampuan yang disebut sistem of operations (satuan langkah
berfikir). Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk
mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu
dalam sistem pemikirannya sendiri.
4) Formal operational (formal-operasional)
Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah
menjelang atau sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15
tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran.
Dalam pperkembangan kognitif akhir ini seorang remaja telah
memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan
(serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:
(a) kapasitas menggunakan hipotesis
(b) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak
Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat berpengaruh
terhadap kualiatas skema kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-
orang dewasa. Oleh karenanya, seorang remaja pelajar yang telah
berhasil menempuh proses perkembangan formal operasional secara
kognitif dapat dianggap telah mulai dewasa.11
b. Jerome Bruner Dengan teorinya “Discovery Learning”
Bruner menekankan bahwa proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Bruner meyakini
11 Ibid, hal : 26
7
bahwa pembelajaran tersebut bisa muncul dalam tiga cara atau bentuk,
yaitu: enactive, iconic dan simbolic.12
Pembelajaran enaktif mengandung sebuah kesamaan dengan
kecerdasan inderawi dalam teori Piaget. Pengetahuan enaktif adalah
mempelajari sesuatu dengan memanipulasi objek–melakukan
pengatahuan tersebut daripada hanya memahaminya. Anak-anak didik
sangat mungkin paham bagaimana cara melakukan lompat tali
(‘melakukan’ kecakapan tersebut), namun tidak terlalu paham
bagaimana menggambarkan aktifitas tersebut dalam kata-kata, bahkan
ketika mereka harus menggambarkan dalam pikiran. Pembelajaran
ikonik merupakan pembelajaran yang melalui gambaran; dalam bentuk
ini, anak-anak mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambar
dalam benak mereka. Anak-anak sangat mungkin mampu menciptakan
gambaran tentang pohon mangga dikebun dalam benak mereka,
meskipun mereka masih kesulitan untuk menjelaskan dalam kata-kata.
Pembelajaran simbolik, ini merupakan pembelajaran yang dilakukan
melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama
sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut.
Sebagaimana namanya, membutuhkan pengetahuan yang abstrak, dan
karena simbolik pembelajaran yang satu ini serupa dengan operasional
formal dalam proses berpikir dalam teori Piaget.
Jika dikorelasikan dengan aplikasi pembelajaran, Discovery
learningnya Bruner dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Belajar merupakan kecenderungan dalam diri manusia, yaitu Self-
curiousity (keingintahuan) untuk mengadakan petualangan
pengalaman.
2) Belajar penemuan terjadi karena sifat mental manusia mengubah
struktur yang ada. Sifat mental tersebut selalu mengalir untuk
mengisi berbagai kemungkinan pengenalan.
12 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran....., hal. 40-41.
8
3) Kualitas belajar penemuan diwarnai modus imperatif kesiapan dan
kemampuan secara enaktif, ekonik, dan simbolik.
4) Penerapan belajar penemuan hanya merupakan garis besar tujuan
instruksional sebagai arah informatif.
5) Kreatifitas metaforik dan creative conditioning yang bebas dan
bertanggung jawab memungkinkan kemajuan.
c. Ausubel dengan Teori Belajar Bermakna.
Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja
untuk mencari hukum belajar yang bermakna, teori-teori belajar yang
ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau
belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi
siswa.13 Berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.
Pengertian belajar bermakna. Menurut Ausubel ada dua jenis
belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar
menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses
belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian
yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar
menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang
diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Sebagai ahli psikologi pendidikan Ausubel menaruh perhatian
besar pada siswa di sekolah, dengan memperhatikan/memberikan
tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar melalui
bahasa (meaningful verbal learning). Kebermaknaan diartikan sebagai
kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila
ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan
saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel
supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak
harus siswa menemukan sendiri semuanya. Malah, ada bahaya bahwa
siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan
13 Ibid, hal. 43.
9
mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti
baginya. Seandainya siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan
penelitian demi untuk menemukan kebenaran baru, bahaya itu tidak
ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan
tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat
mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa.
Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan
mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan
peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang
dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari
peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki
peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan
informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi
bermakna, materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk itu
diperlukan dua persyaratan:14
1) Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan
harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan
masa lalu peserta didik.
2) Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional
memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak
akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak
mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya.
Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari
secara hafalan.
14 Ibid...,
10
Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut
Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat
menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah
dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni
pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan
yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi
oleh motivasi.
Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada
kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.
Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan
(discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan
(reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya
bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan
dihasilkan belajar yang baik.
4. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu
aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi
perceptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpihak
pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam
menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan
pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam
pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna
bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-
prinsip sebagai berikut:15
a. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-
tahap tertentu.
15 Ibid...,
11
b. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar
dengan baik terutama jika mendengarkan benda-benda kongrit.
c. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan,
karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan
akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
d. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan
pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah
memiliki si belajar.
e. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun
dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke
kompleks.
f. Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar mneghafal.
g. Adanya perbedaan individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena
faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
5. Implikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam perkembangan setidaknya ada tiga teori belajar yang
bertitik tolak dari teori kognitivisme ini yaitu: Teori perkembangan
piaget, teori kognitif Brunner dan Teori bermakna Ausubel. Ketiga tokoh
teori penting ini yang dapat mengembangkan teori belajar kognitif.16
Teori Kognitif Piaget Brunner Ausubel, Proses belajar terjadi
menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur
siswa. Proses belajar sebenarnya terjadi terdiri dari tiga tahapan, yaitu :17
a. Asimilasi (Proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif
yang sudah ada)
b. Akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru;)
c. Equilibrasi (Penyesuaian Kesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.
16 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 35.
17 Siregar, Eveline dan Nara Hartini, Teori Belajar dan pembelajaran (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2015), Hal. 32
12
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur
materi pelajaranan bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses belajar
terjadi melalui tahap-tahap:18
a) Enaktif (aktivitas)
b) Ekonik (visual verbal)
c) Simbolik
Dari ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya
implikasi yang berbeda, namun secara umum teori kognitivisme lebih
mengarah pada bagaimana memahami struktur kognitif siswa, dan ini
tidaklah mudah, Dengan memahami struktur kognitif siswa, maka dengan
tepat pelajaran disesuaikan sejauh mana kemampuan siswanya.
D. ANALISIS
1. Analisis Terhadap Teori Belajar Kognitif
Dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran untuk menjelaskan
semua aktivitas mental yang berhubungan dengan presepsi, pikiran,
ingatan, memecahkan masalah, dan semua proses psikologis yang dengan
bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menimbang, menilai, dan memikirkan
lingkungannya.
Dengan belajar teori kognitif ini dapat mengembangkan sikap yang
baik berkaitan dengan proses memahami lingkungan sekita menambah
kepekaan terhadap sesama serta menjadi manusia yang analitik bukan
hanya sekadar penerima informasi saja. Mengenai teori belajar kognitif
secara pemahaman saya, ini merupakan suatu cara belajar yang
memaknainya dengan metode hafalan. Segala pengetahuan yang masuk
sebagai hasil dari proses membaca dan sebagainya yang membutuhkan
proses panjang. Dalam teori ini terlampau mengandalkan proses hafalan
atau mengingat, tanpa hal demikian nampaknya susah untuk menerapkan
pengetahuan kepada peserta didik. Teori ini membentuk sikap kritis siswa
18 Ibid, hlm 34
13
dalam menanggapi sesuatu dan menganalisa secara mendalam serta
mencari jalan keluar atas masalah yang ada.
Mengenai teori belajar kognitif, ada sebuah ayat yang berkaitangan
dengan teori belajar tersebut, yakni dalam Surat An-Nahl ayat 125 sebagai
berikut :
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.
Maksud hikmah disini ialah perkataan yang tegas dan benar yang
dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Jadi seseorang
yang sudah mempunyai kemampuan kognitif yang baik maka seseorang
itu dapat membedakan yang baik dan yang buruk untuk dilakukan.
Sedangkan dalam Surat Shaad ayat 20 :
Artinya : Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya
hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.
Pada tafsir ayat ini, hikmah yang dimaksud adalah kenabian,
kesempurnaan ilmu dan ketelitian amal perbuatan. Selain kedua ayat di
atas, ada beberapa ayat lagi yang berbeda penafsiran mengenai kata
hikmah, di ayat lain hikmah bisa berarti kefahaman Al-Qur’an dan
sunnah, pendalaman agama, dan pelajaran dari kisah-kisah terdahulu.
Namun pada intinya kesemua penafsiran itu tetap merujuk kepada satu
14
makna; hikmah adalah kepahaman yang diberikan oleh Allah swt kepada
seseorang untuk memustuskan atau mengajarkan sesuatu dengannya
Selain itu, orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang
sudah barang tentu karena memiliki kelebihan dalam hal kemampuan otak,
apabila tidak disertai dengan iman akan cenderung memanipulasi
(mengubah seenaknya) kebenaran dari Allah yang semestinya
dipertahankan. Adanya orang-orang seperti ini telah ditegaskan oleh Allah
dalam Al-Qur’an, Q.S Al-Baqarah : 75
ث م أفتطمعون أن يؤمنوا لكم وقد كان فريق منهم يسمعون كلام الل
فونه من بعد ما عقلوه وهم يعلمون يحر“Maka apakah kamu (wahai kaum muslim) sangat mengharapkan mereka
akan percayakepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar
firman Allah, lalu merekamengubahnya setelah memahaminya, padahal
mereka mengetahui?. (75)
Dari sinilah maka pendidikan dan pengajaran perlu diupayakan
sedemikian rupa agar ranah kognitis para siswa dapat berfungsi secara
positif dan bertanggungjawab dalam arti tidak menimbulkan nafsu
serakah dan kedustaan yang tidak hanya akan merugikan diri sendirinya
saja, tetapi juga merugikan orang lain.
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan
proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia
yang berupa mengamati, melihat, menyangka, memperhatikan, menduga
dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang
pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi
karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi seseorang.
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk
perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Dari beberapa teori belajar
kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil
15
sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan
kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran.
Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam
ranah psikologi kognitif, makadisisi lain juga memiliki perbedaan jika
diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal,
Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner
memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna
Ausubel memandang bahwa justru ada bahaya jika siswa yang kurang
mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar
discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk
mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh
karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral
sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang
hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran
yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah
bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama
mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan
pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebihuntuk
menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan
sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan
antara karakter masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan
tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan
persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang
dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori adalah bahwa setiap orang
telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam
bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan
16
dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan
struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Di antara para tokoh teori kognitif, paling tidak ada tiga yang
terkenal yaitu piaget, Bruner, dan Ausubel. Menurut Piaget, kegiatan
belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan
umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi dan
equilibrasi. Sedang kan Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih
ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan dan informasi, dan bukan
ditentukan oleh umur. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap
anaktif, ikonik, dan simbolik. Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa
proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan
pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses
belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus,
memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi
yang sudah dipahami.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat
dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar
perlu mengaitkan pengetahuan beru dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau
logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Pebedaan individual pada
diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar siswa.
2. Saran
Hendaknya pengetahuan tentang kognitif siswa perlu dikaji secara
mendalam oleh para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses
pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif siswa, guru
akan mengalami kesulitan dalam membelajarkannya di kelas, yang pada
akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang
dilakukan oleh guru di kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh
siswa merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran di kelas. Faktor kognitif merupakan
17
jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan siswa melalui kegiatan
belajar baik secara mandiri maupun secara kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Supriyono Widodo , Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta,
2008
Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Jakarta
:Perdana Publishing, 2011
Baharuddin, dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogjakarta:
Ar- Ruzz Media, 2007.
Budiningsih, Asri. Belajar dan pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005),
hal. 34.
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Mekar Surabaya,
2006.
Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2016/09/20/teori-perkembangan-
kognitif-piaget// diakses tanggal 20 September 2016
Ecols John dan Hasan Sadzili, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2002.
Hamalik, Oemar . Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. (Bandung :
Tarsito, 2002), h. 21
_________ , Proses Belajar Mengajar. (Jakarta : Bumi aksara, 2007) h. 27
Ecols John dan Hasan Sadzili, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2002 hal. 224
Nasution, Fauziah. Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta, 2011
Siregar, Eveline dan Nara Hartini, Teori Belajar dan pembelajaran. Bogor:
Ghalia Indonesia, 2015
Slavin, R.E, Educational Phychology, theory and Practice, Sixth edition Boston:
Allyn and Bacon, 2000
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003
18