makalah blok 8 p2

Upload: qerina-sushii

Post on 18-Jul-2015

2.005 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb Puji beserta Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan segala Rahmat dan Karunia-Nya. Berkat Rahmat dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul Tumbuh Kembang Gigi-Geligi dan Kelainannya ini tepat pada waktunya. Shalawat bermahkotakan salam kita hadiahkan keharibaan Baginda Rasullullah Muhammad SAW. yang telah membawa ummatnya dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan penerangan islam dan pengetahuan. Ucapan terima kasih tak lupa kami haturkan kepada dosen pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Penulis sadar akan segala kelemahan dan kekurangan, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT semata. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari pembaca agar makalah ini mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca serta bagi penulis sendiri.

Darussalam, 5 Mei 2010

Penulis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlu diketahui bahwa pada setiap individu, pertumbuhan dan perkembangan benih gigi terjadi dimulai pada umur embrio di awal minggu ke -6 intra uterin. Perkembangan tersebut meliputi beberapa tahap, dimulai dari pembentukan kuncup bud , proliferasi, histodiferensiasi dan morfodiferensiasi serta aposisi dan kalsifikasi kemudian erupsi hingga ke atrisi dimana gigi menjadi aus akibat pemakaian dalam waktu yang lama. Pada masa gigi sulung terdapat beberapa karakteristik seperti gigi insisivus yang renggang dan adanya flush terminal plane serta ciri-ciri lainnya. Dalam periode gigi campuran dimana telah erupsinya beberapa gigi permanen dan gigi susu belum tanggal seluruhnya, maka akan terjadi perubahan oklusi, dan hal ini akan terus berlanjut hingga ke periode gigi tetap. Dalam pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi terkadang terjadi kelainan atau penyimpangan. Kelainan pertumbuhan dan perkembangan tersebut bisa menurut struktur, bentuk, ukuran, maupun jumlahnya. Kelainan dapat terjadi akibat kesalahan atau kegagalan pada masing-masing proses pertumbuhan dan perkembangan gigi. Kelainan pada tumbuh kembang gigi juga bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya seperti faktor genetik dan hormonal. Pada pertumbuhan dan perkembangan gigi, praktisi bisa melihat dan mengidentifikasi perkembangan normal gigi pada periode gigi sulung dan gigi campuran melalui interpretasi gambaran radiografik. Kelainan tumbuh kembang gigi geligi juga dapat dilihat melalui gambaran radiografi dengan masing-masing karakteristik kelainan gigi tersebut.

1.2 Batasan Topik 1. Tumbuh kembang gigi-geligi normal 2. Karakteristik yang dijumpai pada masa gigi sulung 3. Kelainan tumbuh kembang gigi-geligi 4. Perkembangan oklusi pada periode gigi sulung, campuran dan tetap 5. Interpretasi radiografis pertumbuhan dan perkembangan normal gigi pada periode gigi sulung dan gigi campur 6. Interpretasi radiografis kelainan tumbuh kembang gigi dan rahang

1.3 Tujuan Tujuan penulis menulis makalah ini adalah agar mampu mengetahui tumbuh kembang gigi-geligi dan kelainannya hingga proses perubahan oklusi pada tahap gigi sulung, campuran dan tetap serta mengetahui interpretasi radiografis pada pertumbuhan dan perkembangan normal gigi sulung dan campuran juga kelainan tumbuh kembang gigi.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Tumbuh Kembang Gigi-Geligi Normal Inisiasi (Bud Stage) Adanya bukti perkembangan gigi manusia bisa diobservasi pada awal minggu ke 6 usia embrio. Sel pada lapisan basal epitelium oral berpoliferasi lebih cepat dibandingkan sel yang berdekatan. Akhirnya epitelia menebal dibagian lengkung gigi. Nantinya yang meluas sepanjang seluruh margin bebas rahang. Hal ini disebut dengan premordium dari bagian ektodermal gigi . Dan hasilnya disebut lamina dental. Pada waktu yang bersamaan, 10 bulatan atau pembengkakan ovoid terjadi pada tiap rahang pada posisi yang akan diduduki oleh gigi sulung. Beberapa sel pada lapisan basal mulai berpoliferasi lebih cepat daripada sel yang berkembang. Sel sel yang berpoliferasi ini mengandung seluruh potensial pertumbuhan gigi. Molar permanent sama hal nya dengan gigi sulung muncul dari lamina dental. Insisor permanent, kaninus, dan premolar berkembang dari bud ( kuncup ) gigi sulung yang sebelumnya. Tidak adanya hubungan kogenital pada gigi merupakan hasil ( akibat ) dari kurangnya inisiasi penangkapan dalam proliferasi sel. Adanya superrnumery gigi merupakan hasil dari organa enamel yang terus berkembang. Proliferasi (Cap Stage) Proliferasi sel berlangsung selama cap stage sebagai akibat pertumbuhan yang tidak merata ( tidak sama ) pada berbagai bagian kuncup, bentuk topi ( caps )terbentuk. Suatu invaginasi yang dangkal muncul pada permukaan dalam kuncup. Sel sel perifer pada cap kemudian membentuk outer enamel dan inner enamel epitelium. Defisiensi pada tahap proliferasi akan berakibat pada gagalnya benih gigi untuk berkembang dan kurangnya jumlah gigi dibandingkan normalnya. Proliferasi yang berlebihan pada sel bisa menghasilkan sisa sisa jaringan epitel. Sisa sisa tersebut bisa tetap tidak aktif atau menjadi teraktivasi sebagai akibat dari iritasi atau stimulus. Jika sel berdiferensiasi sebagian/ terlepasnya dari organa enamel dalam keadaannya yang terdiferensiasi sebagian, sel sel tersebut menganggap fungsi sekretori umum untuk semua sel epitel dan kistapun berkembang. Dan jika sel sel berdiferensiasi sempurna atau terpisah dari organa enamel, maka menghasilkan enamel dan dentiin. Histodiferensiasi dan Morfodiferensiasi (Bell Stage) Epitelium terus berlangsung berinvaginasi dan mendalam hingga organ enamel membentuk bell . Selama tahap ini, terjadi diferensiasi sel sel dental papila menjadi

odontoblas dan sel sel inner menjadi odontoblast. Histodiferensiasi menandakan akhir dari tahap proliferatif dengan hilangnya kemampuan untuk membelah. Gangguan diferensiasi pada pembentukan sel benih gigi berakibat pada keabnormalan struktur dentin dan enamel. Contohnya : amelogenesis imperfecto. Kegagalan odontoblas berdiferensiasi dengan baik, dan keabnormalan struktur dentin akan membentuk dentinogenesis imperfecta. Pada tahap morfodiferensiasi, sel-sel pembentuk tersusun untuk membatasi bentuk dan ukuran gigi. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks. Pola morfologi gigi menjadi terbentuk saat inner enamel epithelium tersusun sehingga membatasi diantaranya dan odontoblas menguraikan dentinoenamel junction nantinya. Gangguan pada morfodiferensiasi akan berakibat pada keabnormalan bentuk dan ukuran gigi. Contohnya : peg teeth, tipe lain dari mikrodonsia, dan makrodonsia.1 Tahap Aposisi

Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi. Pertumbuhan aposisi dari enamel dan dentin adalah pengendapan yang berlapis lapis dari matriks ekstra seluler. Pertumbuhan aposisi ditandai oleh pengendapan yang teratur dan berirama dari bahan ekstra seluler yang tidak mempunyai kemampuan sendiri untuk pertumbuhan akan dating. Bila terjadi gangguan pada tahap ini maka akan mengakibatkan kelainan/perubahan struktur dari jaringan keras gigi. Misalnya pada hipoplasia enamel,gigi terlihat kecoklatan akibat tetracycline. Tahap Kalsifikasi

Kalsifikasi adalah tahap dimana terjadi pengendapan garam garam kalsium anorganik selama pengendapan matriks. Kalsifikasi dimulai selama pengendapan matriks oleh endapan dari suatu nidus kecil, selanjutnya nidus garam garam kalsifikasi anorganik bertambah besar lapisan lapisan yang pekat. Apabila bila tahap ini terganggu,maka akan terbentuk butir kalsium yang tidak melekat atau tidak menyatu dengan dentin. Kekuranagan seperti ini sangat mudah dikenali di dalam dentin, tetapi itu semua dapat dikenali walaupun tidak jelas dalam kalsifikasi tulang dan enamel. Tahap Erupsi

Tahap ini adalah tahap dimana gigi telah terbentuk sempurna,khususnya mahkota gigi dan gigi melakukan pergerakan ke alah oklusal (erupsi). Dan pada tahap ini juga dimulai perkembangan dari rahang (bertambah panjang dan tinggi).

Disebutkan bahwa erupsi gigi sulung lebih cepat pada anak perempuan dibandingkan anak laki laki. Hal ini merupakan variasi normal, sehingga anak yang kurus memperlihatkan erupsi yang lebih cepat dari anak yang gemuk. Gangguan pada erupsi gigi lebih umum terjadi daripada saat pembentukkan gigi itu sendiri. Biasanya gangguan terjadi karena pencabutan yang belum pada waktunya.2

2.2 Karakteristik yang Dijumpai Pada Masa Gigi Sulung Ciri-ciri gigi sulung normal dan abnormal : 1. Hubungan molar kedua lurus Pada kebanyakan gigi geligi M2, susu berada dalam oklusi cusp to cusp sehingga kedudukan akhir dari gigi tersebut dalam garis lurus Pada keadaan lain M2 rahang bawah berada lebih mesial dari M2 rahang atas mesial step normal Dapat pula terjadi distal step dan hal ini menunjukkan hubungan lengkung rahang kelas 2 2. Spacing insisivus Spacing diantara gigi geligi insisivus susu adalah normal menunjukkan bahwa gigi-gigi tetap mempunyai tempat untuk bererupsi Kurangnya spacing insisivus susu merupakan tanda bahwa insisivus tetap mungkin akan berjejal, bila kelak erupsi 3. Anthropoid spacing (primata) Tempat gigi paling sering digunakan untuk menyediakan ruang pada gigi geligi susu adalah pada region kaninus (foster dan Hamilton 1969) Anthropoid spaces terletak di sebelah masial kaninus rahang atas pada bagian distal pada kaninus rahang bawah Derajat variasi yang nyata terjadi pada overbite dan overjet gigi insisivus dan sulit untuk menyatakan derajat normalnya Gigi geligi susu diantara usia 3-6 tahun Kalau gigi geligi susu telah lengkap, ukuran dan bentuk lengkung berubah sangat sedikit sampai gigi-gigi tetap mulai erupsi, penambahan lebar dan panjang sangatlah sedikit Ruang inpada gigi ggeligi yang jarang tidak bertambah lebarnya atau terjadi celah pada gigi geligi rapat

Akan tetapi, mungkin terlihat 2 perubahan selama periode ini: o Atrisi gigi (anterior) o Pengurangan overbite dan overjet Sehingga insisivus dapat beroklusi secara edge to edge. 3

2.3 Kelainan Tumbuh Kembang Gigi-Geligi Klasifikasi anomali gigi akibat gangguan tumbuh kembang gigi dibagi menjadi : Jumlah gigi Ukuran gigi Bentuk gigi Warna Struktur Erupsi dan eksfoliasi

1. Anomali Jumlah gigi Anomali jumlah gigi menyebabkan masalah pada lengkung dan susunan gigi. Faktor penyebabnya adalah herediter, sisanya tidak diketahui. a. Supernumerary teeth Sinonim : Hiperdontia, distodens, mesiodens, parateeth, peridens, dan supplemental teeth. Definisi Keterangan Ciri Khas : Adanya satu atau lebih elemen gigi yang melebihi jumlah gigi normal. : Lebih umum dijumpai pada rahang atas dan jarang dijumpai pada gigi sulung

: Cleidocranial dysostosis, yaitu ketidakadaan klavikula, keterlambaran gigi permanen tumbuh dan gigi berlebih tumbuh impaksi. Klasifikasi : - Parateeth atau paramolar adalah keadaan gigi berlebih pada area molar - Distodens atau distomolar teeth adalah keadaan gigi berlebih yang tumbuhnya kearah distal dari M3 - Peridens adalah gigi yang berlebih tumbuh ektopik baik di bukal maupun lingual dari lengkung rahang normal - Supernumerary teeth yang terdapat diantara gigi I1 RA disebut Mesiodens. - Jika gigi yang berlebih mempunyai morfologi normal maka disebut supplemental teeth. Efek : Supernumerary tooth dapat menganngu erupsi normal, oleh karena itu radiograf sering memperlihatkan gigi permanen yang tidak erupsi yang didekatnmya terdapat supernumerary teeth.

b. Agenesis Sinonim Definisi

: Hypodontia, oligodontia, anodontia :- Hipodontia : Tidak adanya satu atau sejumlah kecil gigi. - Oligodontia : Tidak adanya sejumlah besar gigi. - Anodontia : Kegagalan semua gigi berkembang.

Etiologi : - Kelainan ini dapat terjadi sebagai akibat banyaknya mekanisme patologik independen yang mempengaruhi formasi dental lamina. - Karena akibat kegagalan benih gigi untuk tumbuh pada waktu optimal. - Kekurangan tempat yang dibutuhkan akibat malformasi rahang - Karena genetic yang ditentukan dengan adanya disproporsi antara massa gigi dan ukuran rahang. Ciri Khas : - Hipodontia lebih sering terjadi pada gigi permanen - gigi yang sering hilang adalah M3, P2, I2 RA, dan I1 RB - ketidakhadiran gigi tersebut dapat unilateral maupun bilateral - pada gigi sulung, gigi yang sering hilang adalah insisif RA - pada syndrome down, agenesis sering dijumpai pada insisif lateral atas Etiologi : - Adanya factor herediter berupa ektodermal dysplasia dengan cirri khas kelenjar keringat berkurang, kulit kering, dan rambut jarang. Efek : - Adanya kelainan ini dapat menganggu pertumbuhan fasial sehingga tampakan wajah menjadi lebih cekung.

2. Anomali Ukuran Gigi a. Makrodonsia Definisi : gigi geligi yang lebih besar dari normal Klasifikasi : - Jika dijumpai pada satu sisi, disebut unilateral hyperplasia, biasanya ada pada daerah yang terkena congenital hipertrofi hemifisial. b. Mikrodonsia Definisi : gigi geligi yang lebih kecil dari normal Klasifikasi : - Mikrodonsia relative adalah gigi dengan ukuran normal berkembang pada rahang yang besar. - Mikrodonsia total sangat jarang terjadi, walaupun dapat terjadi pada penderita pituitary dwarfism, supernumerary teeth, biasanya juga mikrodonsia.

Ciri Khas : - Sering dijumpai pada gigi congenital missing - dapat dijumpai pada Syndroma Down atau ektodermal dysplasia - ukuran akar yang abnormal pendek, disebabkan oleh factor genetic, dapat dijumpai padsa dentin dysplasia,osteoporosis, dan hipoparatyroid. - jika dijumpai akar gigi pendek pada satu gigi, penyebabnya adalah trauma, atau karena pengaruh radiasi pada saat pertumbuhan gigi - ukuran akar gigi yang lebih panjang jarang dijumpai, biasanya pada gigi caninus. - akar gigi yang lebih besar dari normal biasanya karena hipersementosis yang disebabkan oleh deposit semen yang berlebihan di permukaan luar akar. - dijumpai pada Pagets disease, hiperpituitarism

3. Anomali Bentuk Gigi a. Dens Invaginatus Sinonim : Dens invaginatus, dilated odontome, dan gestant odontome Definisi : Kelainan gigi dengan tampakan khas berupa variasi dari pit yang dalam pada singulum sampai terlihatnya seperti bentuk gigi.

Ciri Khas : - Dijumpai pada gigi insisif permanent atas - Invaginasi ringan masih sebatas email gigi - Keadaan ini akan menyebabkan infeksi ke pulpa yang menyebabkan abses dentoalveolar atau cellulitis akut pada gigi yang baru erupsi b. Supernumerary Cusp Definisi : Cusp berlebih yang dapat dijumpai berupa tonjolan di singulum gigi insisiif atau tuberkel di tuberkel di permukaan oklusal. Klasifikasi : - Dens Evaginatus, berupa tonjolan tuberkel di permukaan oklusal gigi, biasanya juga pada molar dan kaninus permanen. - Talon Cusp, tonjolan di singulum insisif yang memiliki email, dentin dan tanduk pulpa.Ini dapat menyebabkan gangguan oklusi sehingga menyebabkan karies. - Cusp Carabelli, tonjolan berlebih atau accessory cusp pada gigi M1 permanen. Di mahkota gigi molar sulung dapat dijumpai mirip dengan cusp carabelli di area cusp mesiobukal. c. Geminasi Sinonim Definisi

: Twinning (jika pembelahan mengenai mahkota dan akar) : Kelainan yang terjadi ketika kuncup dari gigi tanggal berusaha membagi diri

Etiologi

: Genetik, Terjadi karena pembelahan benih gigi mengenai sebagian mahkota.

Ciri Khas : - Ukuran mahkota lebih besar dari normal - Tepi insisal terbelah disertai groove di labial dan palatal gigi insisif yang terkena. - Gigi yang terkena umumnya gigi insisif dan caninus d. Fusion Sinonim Definisi

: Syndontia : Pertumbuhan menjadi satu, dentin dan email dari dua elemen menjadi satu elemen selama pembentukan. : Adanya gaya fisik atau tekanan terjadi selama perkembangan yang disebabkan oleh berkontaknya kuncup gigi yang berdekatan.

Etiologi

Ciri khas `

: - Mahkota yang terlihat ganda - Dapat mengenai pulpa atau hanya sebagian pulpa yang menyatu. - Gigi tidak berada dalam lengkung gigi sehingga jumlah gigi berkurang. - Sering dijumpai pada gigi sulung. - Biasanya mengenai gigi sulung insisif lateral dan kaninus dan sering diikuti dengan ketidakadanya benih gigi permanen. - Mahkota gigi tampak lebih besar karena merupakan gabungan dari 2 mahkota gigi.

e. Concrescence Definisi : Bergabungnya akar akar dua elemen karena selubung sementumnya tumbuh menjadi satu. Etiologi : - keterbatasan tempat pada waktu perkembangan - Trauma oklusal karena crowding yang menyebabkan dislokasi benih gigi saat pembentukan akar belum selesai. - Tekanan oklusal yang terlalu besar. - Infeksi lokal setelah perkembangan. Klasifikasi : - Jika kondisi ini terjadi selama perkembangan, disebut true concrescence - Jika setelah perkembangan disebut acquired concrescence

Ciri khas

: Gigi molar rahang atas adalah gigi yang paling sering, khususnya molar 3 dan supernumerary tooth. Gigi yang mengalami kelainan ini dapat gagal erupsi atau tumbuh tidak sempurna.

f. Taurodonsia Definisi

: Suatu anomali dengan rongga pulpa sangat membesar. Mahkota gigi berbentuk dan berukuran normal. Tapi badannya mengalami pemanjangan dan akarnya pendek. Ruang pulpa meluas dari posisi normal pada mahkota sepanjang badan yang menunjang, menimbulkan pertambahan jarak antara CEJ dan furkasi. : Genetik. Terjadi pada tahap morfodiferensiasi akar oleh epitel root sheath of Hertwig.

Etiologi

Ciri khas

: - Taurodontisme dapat terjadi pada gigi permanen atau gigi sulung ( atau keduanya ) - Dapat dilihat beberapa gigi, biasanya secara penuh terjadi pada gigi molar dan jarang terjadi pada premolar - Gigi tunggal atau mulitipel dapat menunjukkan ciri ciri taurodontisme, unilateral atau bilateral dan beberapa kombinasi dari kuadran gigi. - Kamar pulpa koronapikal memanjang karena jarak percabangan akar, furkasi mendekati apikal.

g. Kynodonsia Kebalikan dari taurodonsia. Kamar pulpa mengecil karena akar menyebar langsung dari mahkota dan furkasi mendekati servikal gigi. Biasanya dijumpai pada molar sulung.

h. Dilaserasi Definisi Etiologi Efek

: Gangguan formasi gigi yang memproduksi belokan tajam atau kurva pada gigi. : Cedera dan trauma yang mengenai akar atau mahkota gigi. : Gigi dilaserasi erupsinya dapat terhambat, sehingga menyulitkan proses ekstraksi.

4. Anomali Warna Gigi a. Kuning stain tetrasikilin, amelogenesis imperfeta. b. Coklat stain tetrasikilin, lahir premature, amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfcta, dentinogenesis imperfect, cystic fibrosis, phorphyria. c. Biru atau biru kehijauan erythroblastosis fetalis, penyakit hemolitik saat bayi baru lahir. d. Putih opak amelogenesis imperfect e. Bercak putih fluorisis idiopatik 5. Anomali Struktur Gigi a. Karena gangguan fungsi ameoblast : Hipoplasia email Karena gangguan herediter peletakan matriks email pada tahap aposisi, menyebabkan defek pada email, pada bagian tertentu email lebih tipis. Defek dapat berupa pit, atau groove kecil pada permukaan email. Hipokalsifikasi email Karena gangguan pada tahap kalsifikasi atau mineralisasi matriks email, ketebalan email normal, namun kepadatan berkurang. b. Karena faktor herediter : Amelogenesis imperfecta, ada 3 tipe yaitu hipoplastik, hipokalsifikasi, dan hipomineralisasi. Dentinogenesis imperfecta ( opalescent teeth ) Faktor herediter menyebabkan mineralisasi dentin terganggu. Gigi menjadi mudah fraktur. Dentin dysplasia c. Karena faktor lingkungan : Hipoplasia email karena gangguan peletakan matriks email karena faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut antara lain : - Fluorosis - Demam tinggi, scarlet fever - Sifilis congenital - Radiasi - Lahir premature - Defisiensi nutrisi - Hipotiroid

d. Karena faktor lokal : Turner teeth hipoplasia email yang hanya mengenai satu gigi. Disebakan oleh faktor lokal seperti trauma gigi sulung atau infeksi periapikal kronis gigi sulung yang tidak dirawat. Trauma pada gigi sulung berupa intrusi atau avulse dapat menyebabkan cedera pada benih gigi permanen dibawahnya. Infeksi periapikal kronis menyebakan gangguan pada tahap aposisi / mineralisasi gigi permanen dibawahnya.

6. Anomali Erupsi dan Eksfoliasi a. Erupsi premature dijumpai pada gigi natal gigi yang ditemui pada bayi yang baru lahir diregion insisif bawah. b. Erupsi gigi permanen lebih cepat biasanya idiopatik, dapat dijumpai pada hipertiroidism. Bisa juga karena gigi sulung tanggal premature. c. Erupsi gigi permanen yang terlambat ( delayed eruption ) sering karena ankylosis gigi sulung atau impaksi gigi lebih. Etiologi : idiopatik, sistemik ( rickets ). d. Erupsi ektopik gigi erupsi diluar lengkung gigi pada umumnya dijumpai pada molar tiga dan kaninus. e. Eksfoliasi gigi sulung terlalu awal dijumpai paa hipophosphatasia, acrodyna, syndrome hand schuller Christian disease. f. Eksfoliasi gigi sulung yang terlamabat gigi permanen telah erupsi namun gigi sulung belum tanggal. Dapat disebabkan karena gigi sulung ankylosis, yaitu tidak adanya sementum, akar langsung berkontak dengan tulang alveolar.1

2. 4 Perkembangan Oklusi pada Periode Gigi Sulung, Campuran dan Tetap Periode Gigi Sulung Pertumbuhan dan perkembangan dari gigi geligi seperti halnya organ lainnya telah dimulai sejak 4 5 bulan dalam kandungan. Pada waktu lahir, maksila dan mandibwula merupakan tulang yang telah dipenuhi oleh benih-benih gigi dalam berbagai tingkat perkembangan. Tulang alveolar hanya dilapisi oleh mucoperiosteum yang merupakan bantalan dari gusi. Pada saat lahir, tulang maksila dan mandibula terlihat mahkota gigi-gigi sulung telah terbentuk dan mengalami kalsifikasi, sedangkan benih gigi-gigi tetap masih berupa tonjolan epitel. Pada umur 6 7 bulan telah terjadi erupsi dari gigi sulung dan pada umur 12 bulan gigi

insisif pada maksila dan mandibula telah erupsi. Pada umur 2 3 tahun semua gigi sulung telah erupsi dan email gigi-gigi sulung telah terbentuk sempuna. Gigi Sulung Rahang Gigi Pembentukan Erupsi Akar lengkap

Atas Insisif pertama 4 bl inutero 7 bl 1 th Insisif kedua 4 bl inutero 9 bl 2 th Caninus 5 bl inutero 18 bl 3 th Molar pertama 5 bl inutero 14 bl 2 th Molar kedua 6 bl inutero 24 bl 3 th Bawah Insisif pertama 4 bl inutero 7 bl 1 th Insisif kedua 4 bl inutero 7 bl 1 th Caninus 5 bl inutero 16 bl 3 th Molar pertama 3 bl inutero 12 bl 2 th Molar kedua 6 bl inutero 20 bl 3 th

Gigi Tetap Rahang Gigi Mulai Terbentuk Erupsi Akar lengkap

Atas Insisif pertama 3 4 bl 7 8 th 10 tahun Insisif kedua 10 12 bl 8 9 th 11 tahun Caninus 4 5 bl 11 12 th 13 15 th Premolar pertama 18-21 bl 10 12 th 12 14 th Premolar kedua 3033 bl 10 12 th 12 14 th Molar pertama 0 3 bl 6 7 th 9 10 th Molar kedua 27 36 bl 12 13 th 14 16 th Molar ketiga 7 9 th 17 21 th 18 25 th Bawah Insisif pertama 3 4 bl 6 7 th 9 th Insisif kedua 3 4 bl 7 8 th 10 th Caninus 4 6 bl 9 10 th 12 14 th Premolar pertama 18 24 bl 10 12 th 12 13 th Premolar kedua 24 30 bl 11 12 th 13 14 th Molar pertama 0 3 bl 6 7 th 9 10 th Molar kedua 2 3 th 11 13 th 14 15 th Molar ketiga 8 10 th 17 21 th 18 25 th

Periode Gigi Campuran 1. Periode transisional pertama Ditandai oleh kemunculan gigi M permanen dan pergantian insisivus decidui dengan permanen incisor pada usia 6 tahun. M1 merupakan penanda (guided) dental arch dengan permukaan distal m2 sulung. Hubungan antara permukaan distal upper dan louer m2 sulung dapat dibagi menjadi 3 tipe : Flush terminal plane Bagian distal m2 atas dan bawah berada pada satu garis vertical. Ini normal pada gigi sulung, relasi kelas I. Mesial step terminal plane Mesial dari m2 atas , paling sering terjadi selama pertumbuhan mandibula. Dapat menjadi relasi kelas IIIjika terlalu ke mesial, jika sedikit dapat termasuk kedalam relasi kelas I. Distal step terminal plane Bagian distal m2bawah lebih lebih kedistal dari m2 atas, oklusi kelas II. 2. Periode Inter-transisional Pada periode ini mandibula dan maxilla dari gigi decidui dan permanen. 3. Periode transisional kedua Ditandai oleh pergantian gigi molar decidui dan caninus oleh premolar dan caninus permanen. Lebar mesio-distal permanen kaninus dan premolar biasanya kurang dari kaninus dan molar decidui.4

Periode Gigi Tetap Dari usia 6 tahun keatas, gigi geligi susu akan mulai digantikan oleh gigi geligi tetap. Insisivus, kaninus, premolar susu akan digantikan oleh insisivus, kaninus, premolar tetap, ditambah molar tetap yang bererupsi sebagai gigi tambahan. Gigi-gigi susu dengan gigi tetap penggantinya berbeda ukurannya. Insisivus tetap dan kaninus biasanya lebih besar daripada gigi susu yang digantikanya,sedangkan premolar biasanya lebih kecil daripada gigi molar susu yang digantikannya. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Van der Linden (1983) menunjukkan bahwa perbedaan ukuran secara keseluruhan antara kedua gigi geligi ini tidaklah terlalu besar, rata-rata adalah 3mm pada gigi atas dan kurang dari 1mm pada gigi bawah. Meskipun demikian, tidak ada korelasi yang erat antara ukuran gigi geligi susu dengan gigi geligi tetap penggantinya, khususnya untuk insisivus bawah dan disini umumnya ada variasi individual yang cukup besar. Disamping itu, ada kebutuhan untuk mengakomodasikan tiga gigi tambahan, yaitu gigi molar tetap, pada masing-masing kuadran kuadran rahang, dan kecenderungan bagi gigi untuk bergerak ke depan untuk menyediakan ruangan agar tidak berjejal.

Pada perkembangan yang ideal, ukuran gigi tetap yang lebih besar bisa diakomodasikan melalui 2 faktor, yaitu: 1. Gigi geligi susu bercelah Jika gigi-gigi susu bererupsi dengan insisivus yang tersusun renggang-renggang, akan kemungkinan yang lebih baik bahwa gigi-gigi tetap tidak akan berjejal ketimbang jika gigi-gigi susu berurupsi tanpa adanya celah diantara insisivus 2. Lengkung gigi membesar Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pembesaran lengkung gigi berkaitan dengan erupsi gigi. Bertambahnya ukuran semacam itu jelas dengan membesarnya pertumbuhan rahang ke semua dimensi, khusunya ke dimensi lateral dan antero-posterior.

Perkembangan ideal dari oklusi gigi geligi tetap Perkembang oklusi gigi geligi tetap bisa dianggap melalui 3 tahapan berikut ini. 1) Erupsi dari molar pertama dan insisivus tetap 2) Erupsi dari kaninus, premolar, dan molar kedua 3) Erupsi dari molar ketiga Tahap 1 Tahap pertama dari perkembangan berhubungan dengan penggantian gigi-gigi insivus susu dan penambahan keempat molar pertama tetap pada susunan gigi geligi. Keadaan ini biasanya berlangsung pada usia 6-8 tahun. Insisivus tetap akan bererupsi sedikit lebih proklinasi daripada insisivus susu, dank arena itu membentuk overbite insisal yang l;ebih kecil bila gigi tersebut berkontak oklusal.proklinasi ini juga berperan dalam menambah ukuran lengkung rahang. Erupsi dari molar pertama tetap berlangsung pada perkembangan oklusi gigi tetap, biasanya pada usia 6 tahun. Gigi ini pada mulanya beroklusi pada posisi dimana permukaan distal dari molar atas berada pada bidang vertikalyang sama dengan permukaan distal molar bawah. Nantinya, dengan tanggalnya gigi molar kedua susu, gigi molar eprtama bawah tetap akan bergeser ke depan lebih jauh pada molar pertama atas tetap, sehingga permukaan molar pertama bawah tetap sedikt lebih anterior daripada molar atas, dan tonjol antero-bikal dari molar atas akan beroklusi dengan groove mio-bukal gigi molar bawah. Tahap 2 Tahap perkembangan oklusi gigi geligi tetap yang keduan berkaitan dengan penggantian molar susu dan kaninus atas oleh premolar dan kaninus atas tetap, dan penambahan molar kedua. Tahap ini biasanya berlangsung pada usia 10-13 tahun. Gigi premolar pertama biasanya merupakan gigi yang pertama kali bererupsi pada tahap ini,dan beroklusi dengan lereng mesial dari permukaan oklusal premolar atas. Gigi premolar kedua selanjutnya akan bererupsi ke hubungan yang sama, dan pada kira-kira waktu yang sama,

gigi kaninus akan bererupsi ke hubungan oklusi sehingga ujung tonjolnya berada pada bidang yang sama pada permukaan distal kaninus bawah. Akhirnya, molar kedua akan bererupsi ke oklusi sama seperti molar pertama. Molar kedua atas akan tumbuh tinggi pada prosessus alveolaris, tepat dibawah antrum maksila. Pada awalnya, molar kedua sedikit miring kedistal dan mempunyai jalur erupsi yang lebih panjang daripada molar kedua bawah. Molar kedua bawah biasanya berkembang pada posisi tegak lurus atau sedikit miring ke mesial. Tahap 3 Erupsi dari molar ketiga pada awal kehidupan dewasa melengkapi perkembangan oklusi dari gigi geligi tetap. Usia dari erupsi gigi molar ketiga yang umumnya adalah 18-25 tahun. Meskipun gigi ini bisa saja erupsi lebih cepat atau lebih lambat dari batas usia ini.\ Gigi molar ketiga berkembang pada posisi yang sama seperti molar kedua dan ketiga atas berkembang, dibawah sudut posterior-inferior dari antrum maksila, dan biasanya dengan sedikit inklinasi ke distal. Molar ketiga bawah mempunyai erupsi yang lebih pendek daripada molar ketiga atas,dan pada awalnya memduduki posisi lebih vertical, atau dengan sedikit inklinasi ke mesial. Kedua gigi ini bererupsi kehubungan oklusi dalam hubungan yang mirip seperti untuk molar pertama dan kedua.5 2.5 Interpretasi Radiografis Pertumbuhan dan Perkembangan Normal Gigi pada Periode Gigi Sulung dan Gigi Campur Informasi yang bisa didapatkan dari radiograf : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Lesi karies tahap awal Anomali Perubahan kalsifikasi Gigi Perubahan tumbuh kembang perubahan pada membran periodontal perubahan pada tulang pendukung Perubahan kebutuhan gigi Evaluasi pulpa

Evaluasi Radiografi Beberapa hal yang harus diperhatikan saat evaluasi radiograf anak pada periode Mixed Dentition : 1. Identifikasi Missing Teeth dan Supernumerary teeth 2. Masalah erupsi yang potensial, seperti ectopic erution, posisi kaninus yang terlalu ke labial atau ke palatal. 3. ukuran palatum yang kecil mungkin menyusahkan pengambilan fhoto radiografi periapikal, Maxilla, Via Lonh-Cone film Stabilizing apparatus.

Pada Periode mixed dentition, radiograf sebaiknya dilakukan untuk mengetahui supernumerary atau Missing teeth pada anterior Maxilla. Semua Tooth Wearing Area disurvey selama tahun-tahun awal Mixed Dentition. Survey ini terdiri dari panoramic radiograf dan posterior Bite Wing. IntraOral Film survey pada usia 6-12 tahun terdiri dari setidaknya satu periapikal view disetiap kuadran posterior dan bite wing. Biasanya 12 Fil survey 4 Posterior apical, 6 anterior periapikal, 2 posterio bite wing.1

2.6 Interpretasi Radiografis Kelainan Tumbuh Kembang Gigi 1). Supernumerary Teeth Ciri-ciri radiografis supernumerary teeth bisa bervariasi dari tampilan normal struktur gigi hingga ke bentuk gigi yang kerucut. Pada kasus yang serius, perubahan struktur gigi terlihat nyata. Ukuran bervariasi tetapi gigi biasanya lebih kecil daripada gigi-geligi di sekitranya. Bisa diidentifikasi dengan mudah dengan menghitung dan mengidentifikasi semua gigi. Supernumerary teeth bisa mengganggu dengan erupsi normal, oleh karena itu radiografi sering memperlihatkan gigi permanen yang tidak erupsi yang berdekatan dengan supernumerary teeth. 2). Missing Teeth Bisa diketahui dengan mengidentifikasi dengan menghitung jumlah gigi yang ada. Biasanya ada gigi yang bergeser posisinya karena menggantikan posisi gigi yang tidak ada. 3). Macrodontia Radiograf memperlihatkan pertambahan ukuran gigi makrodonsia yang erupsi maupun tidak erupsi. Gigi berjejal (crowded) bisa menyebabkan impaksi yang lain. Bentuk gigi biasanya normal, tetapi pada beberapa kasus bisa memperlihatkan sedikit penyimpangan morfologi gigi. 4). Microdontia Bentuk gigi kecil ini bisa saja normal, tetapi lebih sering gagal terbentuk (malformasi). 5). Transposisi Radiograf menunjukkan transposisi (perubahan posisi) ketika gigi tidak pada posisi / rangkaian yang sebenarnya pada lengkung gigi. 6). Fusion Radiografi memperlihatkan bentuk yang tidak wajar/lazim atau ukuran dari keseluruhan gigi. Gigi yang fusi lebih mudah ditentukan melalui radiograf dibandingkan pemeriksaan klinis.

Gigi yang fusi menunjukkan konfigurasi yang tidak lazim pada kamar pulpa. Saluran akar atau mahkota. 7) Concrescence Pemeriksaan radiograf tidak selalu bisa membedakan antara concrescence dengan gigi yang kontaknya berdekatan atau sedikit berlapis. Concrescence terjadi jika dua gigi disatukan oleh massa sementum. 8). Gemination Radiograf menunjukkan perubahan bentuk jaringan keras dan kamar pulpa dari gigi yang geminasi. Radiopak enamel membatasi celah pada mahkota dan berinvaginasi. Kamar pulpa biasanya tunggal dan membesar dan bisa saja terpisah sebagian. 9). Taurodontism Morfologi khusus dari gigi taurodonsia benar-benar jelas terlihat pada radiograf. Ciri-ciri khasnya adalah perluasan kamar pulpa membesar hingga ke badan gigi. Akar yang memendek dan saluran akar berfungsi sepanjang badan gigi dan panjangnya normal. Ukuran mahkotanya normal. 10). Dilaceration Kondisi ini paling sering terjadi pada premolar permanen maksila, satu atau lebih gigi bisa terkena. Jika akar membengkok ke mesial atau distal, kondisi ini benar-benar jelas pada radiograf periapikal. Jika akar membengkok ke bukal (labial) atau lingual, sinar sentral melewati kira-kira parallel dengan bagian akar yang membelok. Bagian yang berdilaserasi muncul pada bagian ujung apical dari akar yang tidak berubah seperti area bulat yang opak dengan bayangan gelap pada bagian tengahnya disebabkan karena foramen apical dan saluran akar. Ruang ligament periodontal disekitsr bagian yang berdilaserasi terlihat seperti radiolusen halo, dan radiopasitas pada segmen akar ini lebih opak daripada sisa akarnya. 11). Dens in Dente Garis enamel yang menyelimuti lebih radiopak daripada yang disekeliling struktur gigi dan bisa dengan mudah diidentifikasi. Invaginasi radikular tampak tidak tegas, sedikit strukutr radiolusen berada dalam gigi secara membujur. Kelainan, biasanya pada varietas mahkota, dalam ukuran dan bentuk, dari kecil dan superficial hingga besar dan dalam. 12) Dens Evaginatus Radiografi menunjukkan perluasan tuberkel dentin pada permukaan oklusal, kecuali tuberkel sudah terpakai (aus). Bagian tengah dentin biasanya diselimuti oleh enamel yng opak. Tanduk pulpa bisa meluas hingga ke tuberkel tetapi bisa saja ini tidak terlihat di radiografi.

13). Amelogenesis Imperfecta Identifikasi pada amelogenesis imperfect secara promer ditentukan melalui pemeriksaan klinis. Meskipun kondisi ini bermanifestasi secara radiografis, cirri radiografis memperkuat cirri klinis. Tanda radiografis dari amelogenesis imperfecta hipoplastik meliputi bentuk petak pada mahkota, terlihat lapisan opak enamel yag relative tipis dan sedikit atau tidak adanya cusp. Densitas enamelnya normal. Bintik-bintik enamel muncul sebagai area yang terlokalisir dengan tajam dari bercak-bercak densitas, berbeda dengan densitas dabn bentuk gigi pada normalnya. Bentuk hipomaturasi menunjukkan ketebalan enamel normal, tetapi densitasnya sama seperti dentin. Pada hipokalsifikasi, ketebalan enamel normal, tetapi densitasnya kurang dari dentin (lebih radiolusen daripada dentin). 14). Dentinogenesis Imperfecta Mahkota gigi dengan dentinogenesis imperfect biasanya berukuran normal, tetapi konstriksi pada bagian servikal gigi membuat gigi tampak membulat. Radiograf menunjukkan atrisi pada bagian permukaan oklusal. Akar biasanya pendek dan ramping. Tipe I dan II menunjukkan kehilangan kamar pulpa sebagian atau seluruhnya. Awal dalam perkembangan, gigi tampak memiliki pulpa yang besar. 15). Osteogenesis Imperfecta Kelainan herediter yang bercirikan fraktur tulang. Pasien memiliki deformitas skeletal danosteopenia yang progresif. 16). Dentin Dysplasia Pada tipe I (dysplasia dentin radikular) akar dari seluruh gigi, baik sulung maupun permanen sama pendeknya atau bentuknya abnormal. Akar gigi sulung mungkin hanya spikula tipis. Kamar pulpa dan saluran akar benar-benar berisi sebelum erupsi. Perluasan kehilangan kamar pulpa dan saluran bervariasi. Disamping itu, sekitar 20% gigi dengan penyakit tipe I memiliki radiolusen periapikal yang dideskripsikan sebagai kista atau granuloma. Pada tipe II (dysplasia dentin koronal), kehilangan kamar pulpa dan reduksi pada caliber saluran akar terjadi setelah erupsi (sekurang-kurangnya 5-6 tahun). Perubahan ini tidak terlihat sebelum erupsi. Sebagaimana terisinya ruang pulpa pada molar dengan hipertropik dentin, kamar pulpa menjadi berbentuk nyala api dan memiliki banyak batu pulpa. 17). Regional Odontodysplasia Gambar radiografi dari gigi dengan regional odontodyspalsia memiliki tampilan seperti gigi hantu. Kamar pulpanya besar dan saluran akarnya lebar karena hipoplastik dentinnya tipis.

Akarnya pendek. Enamel tipis dan kuarng padat dari biasanya, terkadang sangat tipis dan mineralisasinya buruk sehingga tidak terlihat pada radiograf. 18). Enamel Pearl Tampak halus, bulat, dan dapat dibandingkan derajat radiopasitasnya dengan enamel yang menyelimuti mahkota. Terkadang dentin terlihat kecil, bulat, dan bayangan radiolusen pada tengah bidang radiopak enamel. 19). Talon Cusp Ganbar radigrafik talon cusp berlapis (superimposisi) pada mahkota pada insisivus yang terlibat. Garis luar nya halus, dan selapis enamel ayng normal biasanya dapat dibedakan. Radiografi bisa tidak memperlihtkan tanduk pulpa. Cusp nya sering terlihat nyata pada radiograf sebelum erupsi dan bisa menstimulasi adanya supernumerary tooth. 20). Turner Hypoplasia Ketidakteraturan enamel berhubungan dengan Turner Hypopalsia merubah kontur normal dari gigi yang terkena dan sering nyata terlihat pada radiograf. Daerah mahkota yang terlibat tampak seperti daerah radiolusen yang tidak sehat. Bintik-bintik hipomineralisasi mungkin tidak nyata karena adanya perbedaan yang tidak cukup dalam derajat radiopasitas antara bintik dan mahkota gigi. Bagian terhipomineralisasi menjadi teremineralisasi dengan kelangsungan kontak dengan saliva. 21). Congenital Syphilis Bentuk dari insisivus yang terkena dan mahkota moalr bisa diidentifikasi pada radiograf. Karena mahkota gigi ini terbentuk sekitar umur 1 tahun, radiograf menunjukkan cirri-ciri dental dari congenital sifilis 4-5 tahun sebelum gigi erupsi.6

KESIMPULAN Pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi dimulai pada awal umur embrio 6 bulan. Tumbuh kembang tersebut meliputi beberapa tahap yaitu inisiasi (bud stage), proliferasi (cap stage), histodiferensiasi dan morfodiferensiasi (bell stage), aposisi, kalsifikasi, erupsi serta atrisi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan dental lamina dan sel-sel terus berproliferasi hingga nantinya akan membentuk enamel dan dentin. Pada tahap morfodiferensiasi terjadi diferensiasi sel sel dental papila menjadi odontoblas dan sel sel inner enamel epitel menjadi odontoblast. Setelah mengalami tahap morfodiferensiasi maka gigi akan mengalami aposisi, yaitu pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi serta kalsifikasi pengendapan garam garam kalsium anorganik pada gigi. Apabila gigi telah terbentuk sempurna, khususnya mahkota gigi maka gigi melakukan pergerakan ke arah oklusal (erupsi). Dalam kurun waktu tertentu seiring lamanya pemakaian gigi, maka gigi akan mengalami keausan pada bagian oklusal atau insisal yang disebut atrisi. Kelainan yang timbul pada gigi seperti kelainan jumlah, struktur, bentuk, ukuran, dapat terjadi apabila terdapat kegagalan atau kesalahan pada proses tumbuh kembang gigi. Adanya kelainan jumlah disebabkan oleh organa enamel yang terus berkembang. Defisiensi pada tahap proliferasi menyebabkan gagalnya terbentuk benih gigi, sedangkan proliferasi yang berlebihan menyisakan sel epitel yang dapat teriritasi apabila mendapat stimulus. Keabnormalan pada struktur enamel dan dentin terjadi karena gangguan diferensiasi pada pembentukan sel benih gigi, jika gangguan terjadi pada tahap morfodiferensiasi maka akan berakibat pada keabnormalan bentuk gigi. Karakteristik yang dijumpai pada masa gigi sulung berupa hubungan molar kedua lurus (flush terminal plane), anthropoid spacing (primata), dan spacing insisivus. Pada oklusi gigi campuran terdapat tiga periode, yaitu periode transisional pertama, periode inter-transisional, dan periode transisional kedua. Pada periode transisional pertama terhadap 3 jenis bidang oklusi, yaitu flush terminal plane, distal terminal plane, dan mesial terminal plane. Perkembang oklusi gigi geligi tetap bisa dianggap melalui 3 tahapan, yaitu erupsi dari molar pertama dan insisivus tetap, erupsi dari kaninus, premolar, dan molar kedua, erupsi dari molar ketiga. Pada perkembangan normal gigi dalam tiap-tiap periode dapat diidentifikasi melalui interpretasi radiografi, misalnya radiografi panoramik. Selain itu, anomaly gigi juga dapat dilihat secara radiografis dengan melihat kelainannya berdasarkan karakteristi radiografinya masingmasing.

DAFTAR PUSTAKA

1.

McDonald, Ralph E, Avery, David R. Dentistry for The Child and Adolescent. 7th Ed. Mosby. St. Louis, Missouri. 1999. 52-3, 108-38, 648 Wangidjaj, Itjingningsih Harshanur. Anatomi Gigi. EGC. 1991. 233 236 Andlaw, R. J, Rock, W.P. Perawatan Gigi Anak. 2nd Ed. Widya Medika. 1992. 129-30 Bhalajhi, S.I, Orthodontic Art in Science. 3rd Ed. 2006. 39-48

2. 3. 4.

5. Foster, T.D. Buku AjarOrtodonsi.3rd Ed. EGC.Jakarta. 1997. 48-59 6. C. White, Stuart, J. Pharoah, Michael. Oral Radiology, Principles and Interpretation. 5th Ed. Mosby. St. Louis. 2004.