makalah bioteknologi
DESCRIPTION
Bioteknologi FarmasiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bioteknologi merupakan suatu kajian yang berhubungan dengan
penggunaan organisme hidup atau produknya dalam proses industri
berskala-besar. Bioteknologi mikroorganisme adalah aspek bioteknologi
industri yang berhubungan dengan proses yang melibatkan
mikroorganisme.
Antibiotika merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, dan dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme
lain. Perkembangan antibiotika sebagai zat untuk pengobatan penyakit
infeksi lebih banyak mempengaruhi penggunaan obat dibandingkan
dengan perkembangan antibiotik itu sendiri (Goodfellow, 1983).
Antibiotika merupakan produk metabolisme sekunder. Meskipun
hasilnya relatif rendah dalam sebagian besar industri fermentasi, tetapi
karena aktivitas terapetiknya tinggi maka menjadi memiliki nilai
ekonomik tinggi, oleh karena itu antibiotika dibuat secara komersial
melalui fermentasi mikroba. Beberapa antibiotika dapat disintesis secara
kimia, tetapi karena kompleksitas bahan kimia antibiotika dan cenderung
menjadi mahal, maka tidak memungkinkan sintesis secara kimia dapat
mampu bersaing dengan fermentasi mikroorganisme lain yang mampu
diproduksi lebih banyak dari berbagai industri mikroorganisme (Madigan,
2003).
Salah satu bakteri penghasil antibiotika adalah Streptomyces
griceus yang termasuk kelompok Actinomycetes. Antibiotika yang
dihasilkan adalah Streptomisin, antibiotika golongan aminoglikosida yang
dapat menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif. Berdasarkan
konsep mutasi, mikroba dapat mengalami mutasi karena pengaruh
bermacam-macam mutagen, antara lain senyawa kimia dan pengaruh
fisika, misalnya radiasi sinar UV. Mutasi dapat pula terjadi secara alami,
karena penyimpanan yang terlalu lama. Manifestasi akibat mutasi
1
bermacam-macam, dapat terjadi perubahan secara morfologis maupun
fisiologis.
Mutasi yang terjadi pada bakteri bisa saja mempengaruhi
kemampuan dalam memproduksi antibiotika dan potensinya menghambat
bakteri sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh
mutasi pada kemampuan bakteri Streptomyces griceus menghasilkan
antibiotika dan menghambat pertumbuhan bakteri lain. Salah satu metode
yang dapat digunakan adalah metode bioautografi. Bakteri yang digunakan
adalah Streptomyces griceus ATCC 10137 yang telah mengalami mutasi
alami setelah disimpan selama 20 tahun.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah mutasi alami pada bakteri Streptomyces griceus ATCC 10137
menyebabkan perubahan kemampuan bakteri memproduksi
antibiotika?
2. Apakah antibiotika yang dihasilkan dari fermentasi bakteri
Streptomyces griceus ATCC 10137 sama dengan antibiotika
Streptomisin?
C. Tujuan
1. Memberikan informasi hasil fermentasi mutan bakteri Streptomyces
griceus ATCC 10137
2. Mengetahui proses pembuatan antibiotika dengan cara fermentasi
3. Mengetahui cara isolasi dan identifikasi antibiotika dengan
bioautografi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah dan Perkembangan Antibiotika
Sejarah perkembangan penemuan antibiotik berawal dari penemuan oleh
Fleming yang terus berkembang sampai sekarang. Sekarang ini telah
ditemukan lebih dari 10.000 senyawa bahan alam yang dihasilkan dari
mikroba. Tahun 1940 sampai dengan awal tahun 1950 merupakan tahun
keemasan yaitu banyak ditemukan senyawa alam antibiotik yang berasal dari
mikroba. Hampir semua antibakteri penting seperti tetrasiklin, sefalosporin,
amiloglikosid, dan makrolida telah ditemukan pada tahun-tahun tersebut.
Menurut Berdy (2005) pada tahun 1940 sekitar 10-20 antibiotik telah
ditemukan, pada tahun 1950-an telah ditemukan 300-400 antibiotik, sekitar
tahun 1960 ditemukan 800-1000 antibiotik, tahun 1970 telah ditemukan 2500,
tahun 1980 telah ditemukan 5000, tahun 1990 telah ditemukan sekitar 10.000,
dan tahun 2000 telah ditemukan sekitar 20.000 antibiotik.
Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan oleh mikroba, dalam
konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroba lain. Setiap antibiotik mempunyai aktivitas penghambatan
pertumbuhan hanya terhadap mikroba patogen spesifik, yang disebut spektrum
penghambat. Mikroba penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri,
actinomycetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kurang lebih 70%
antibiotik dihasilkan oleh actinomycetes, 20% dihasilkan oleh fungi dan 10%
dihasilkan oleh bakteri. Streptomyces merupakan penghasil antibiotik yang
paling besar jenisnya (Berdy 2005).
Antibiotik dan produk alami (natural product) yang sejenis merupakan
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh hampir semua tipe makhluk hidup,
seperti mikroba prokariotik, eukariotik, beberapa tumbuhan dan hewan.
Kemampuan menghasilkan metabolit sekunder sangat bervariasi pada setiap
spesies. Total jenis senyawa aktif yang dihasilkan oleh kelompok bakteri
adalah sebanyak 3.800 atau 17% dari total senyawa aktif yang telah
3
ditemukan. Actinomycetes menghasilkan lebih dari 10.000 senyawa aktif,
7.600 dihasilkan oleh Streptomyces dan 2.500 dihasilkan oleh actinomycetes
langka (Berdy 2005).
Pada siklus hidupnya yang normal, mikroba akan tumbuh dalam medium
yang sesuai dan menghasilkan jumlah sel maksimum. Setelah itu
pertumbuhannya berhenti dan memasuki fase stasioner, dan selanjutnya
masuk pada fase kematian terjadi kematian sel vegetatif (lisis) atau
pembentukan spora. Pada fase stasioner sel-sel berhenti membelah dan
metabolit sekunder mulai diproduksi. Metabolit sekunder sering diproduksi
dalam jumlah besar dan kebanyakan disekresikan ke dalam medium biakan.
Sebagian besar antibotik merupakan metabolit sekunder, akan tetapi ada
antibiotik merupakan metabolit primer, yaitu 14 antibiotik yang terbentuk
selama fase pertumbuhan eksponensial, misalnya antibiotik polipeptida nisin.
B. Bakteri Actinomycetes
Actinomycetes adalah bakteri yang banyak ditemukan ditanah. Bakteri ini
mempunyai miselia bercabang yang menyerupai bentuk cendawan/jamur
berfilamentus. Bakteri actinomycetes dikelompokkan ke dalam bakteri gram
positif, dan dibandingkan dengan kelompok bakteri lain mempunyai
perbedaan yang istimewa yaitu mengalami pembelahan morfologis yang
kompleks dan menghasilkan produk senyawa bioaktif. Menurut Holt et al
(1994) dan Madigan et al (2003) Actinomycetales dan genusnya dapat
dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan ciri morfologi dan kandungan
kimiawi dalam dinding sel yaitu Streptomyces dan Non-Streptomyces (jenis
jarang)
Actinomycetes merupakan suatu mikroba penghasil senyawa aktif
terbanyak dibandingkan dengan bakteri ataupun kapang, baik itu senyawa
aktif sebagai antimikroba, antikanker, antivirus, maupun antikolesterol.
Eksplorasi senyawa aktif dari yang berasal dari mikroba, selama ini diambil
dari sampel tanah (teristorial) atau dari tumbuhan. Namun demikian eksplorasi
4
senyawa aktif dari biota laut seperti hewan, tumbuhan, dan mikroba laut
belum banyak dilakukan.
Actinomycetes tersebar di lingkungan yang berbeda-beda. Pada daerah
kondisi panas, misalnya di daerah yang bersuhu lebih dari 60 °C maka
kemungkinan dapat ditemukannya actinomycetes thermofil menjadi lebih
besar. Di daerah yang berkadar garam tinggi, akan banyak diperoleh jenis
actinomycetes yang tahan terhadap kadar garam tinggi. Menurut Lam (2006)
peluang untuk mendapatkan senyawa aktif baru actinomycetes laut masih
sangat besar. Seperti halnya pada populasi actinomycetes tanah, kondisi
ekosistem laut juga berpengaruh terhadap jenis populasi actinomycetes laut.
Biodiversitas ekosistem laut sangat besar, seperti diketahui tingkat kedalaman
laut, kadar garam, dan pertemuan arus laut berpengaruh terhadap populasi
biota laut.
Pada awalnya actinomycetes digolongkan dalam kelompok fungi, sebab
penampakan morfologi dan perkembangannya yang mirip dengan fungi yang
dilihat dari miseliumnya, sehingga actinomycetes juga disebut ray fungi.
Namun demikian dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, morfologi
actinomycetes lebih dekat dengan bakteri. Dilihat dari ukuran sel, spora serta
miselianya actinomycetes dikategorikan sebagai bakteri yang memiliki
nukleod yang sama dengan bakteri. Chitin dan selulosa sebagai penyusun
dinding sel fungi tidak terdapat pada actinomycetes. Penyusun dinding sel
actinomycetes adalah polimer gula, gula amino, dan beberapa asam amino
seperti halnya bakteri gram positif. Sensitifitas terhadap beberapa antibiotik
menempatkan actinomycetes termasuk dalam golongan bakteri gram positif.
Actinomycetes biasanya dipandang sebagai kelompok bakteri Gram-positif
yang memiliki kandungan Guanin (G) dan Citosin (C) yang tinggi di dalam
DNA-nya (>55%) dengan kemampuan membentuk cabang-cabang hifa pada
tahap-tahap pengembangannya (Locci et al. 1983).
Actinomycetes pada khususnya Streptomyces dikarakterisasi dengan
pertumbuhan koloni yang spesifik. Koloni actinomycetes bukan akumulasi
dari kumpulan sel-sel tunggal dan seragam seperti halnya bakteri, melainkan
5
bentuk masa filamen bercabang (Locci et al. 1983). Koloni yang tumbuh pada
medium padat tersusun secara vegetatif dan dengan miselia berantena atau
bersungut. Pada 8 koloni yang belum tumbuh miselianya, permukaan koloni
terlihat mengkilap. Pada genus Streptomyces, miselium tumbuh secara luas
menempel pada medium padat dan keseluruhan unit mudah diambil dengan
kawat Ose (Cross 1982). Dilain pihak koloni yang dibentuk oleh Nocardia
cenderung mudah terpisah setiap hifanya dan cenderung mudah pecah seperti
tepung. Apabila miselium berkembang, permukaannya cenderung seperti
tepung dan halus. Struktur, bentuk, ukuran dan warna dari koloni sangat
bervariasi dan dapat berubah sesuai dengan kondisi kulturnya. Kebanyakan
Streptomyces mengeluarkan bau yang khas seperti tanah. Asam asetat,
acetaldehida, etanol, isobutanol, dan isobutil asetat sekarang ini sudah
diidentifikasi sebagai aroma senyawa utama yang dihasilkan oleh
Streptomyces. Bahkan hidrogen sulfida dipercaya berperan dalam
pembentukan aroma tanah yang dikeluarkannya (Goodfellow 1983).
Miselium vegetatif actinomycetes berbentuk hifa non-septat yang panjang.
Beberapa hifa membentang dan panjangnya lebih dari 600 μm, bercabang,
melengkung/meliuk-liuk, dan cabangnya berbentuk monopodial. Miselium
vegetatif memiliki karakteristik berwarna, seperti kuning, oranye, merah,
hijau, coklat, atau hitam. Apabila terlarut dalam air, pigmen akan dikeluarkan
dalam medium.
Beberapa jenis Actinomycetes memiliki miselium aerial. Miselium aerial
merupakan bentuk dan struktur dari miselium vegetatif. Miselium aerial
muncul dari substrat miselium dan menutupi seluruh koloni, sehingga terlihat
seperti kapas atau tepung.Miselium aerial ada yang bersifat steril dan ada yang
fertil. Hifa steril umumnya tipis dan menunjukkan tidak adanya pertambahan
diameter. Hifa sporogenous awalnya tipis tetapi pada tahap akhir
perkembangannya menjadi lebih tebal. Fertil aerial micellium mengandung
sporosphores yang berbentuk panjang, lurus atau bengkok. Hifa pendek
memberikan permukaan koloni yang mirip tepung, sementara hifa panjang
menunjukkan permukaan menyerupai kapas.
6
Karakteristik aerial micellium lain dari Streptomyces adalah pigmentasi yang
dapat memiliki warna dari putih atau abu-abu sampai ke kuning, oranye, lavender,
biru, dan hijau, sehingga sering disebut sebagai ”colour wheel” (Locci et al.1983)
http://www.microbiologyprocedure.com/
Gambar 1 Morfologi aerial micellium Streptomyces
C. Bakteri Streptomyces griceus
Klasifikasi Bakteri Strepromyces griceus
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Famili : Streptomycetaceae
Genus : Streptomyces
Species : S. griseus
Streptomyces griseus adalah bakteri dari genus Streptomyces yang banyak
dijumpai di tanah. Beberapa strain dilaporkan juga ditemukan di sedimen dasar
laut. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif dengan kandungan GC yang
tinggi, dan dikena sebagai penghasil antibiotika dan metabolit sekunder lainnya.
Strain ini dikenal menghasilkan 32 jenis komponen bioaktif yang berbeda tipe
strukturnya. S. griseus pertama kali ditemukan oleh Waksman dan Henrici pada
tahun1948, oleh karena kemampuannya untuk menghasilkan streptomisin, yang
mempunyai aktivitas antibakteri terhadap organisme seperti Yersinia pestis dan
Mycobacterium tuberculosis.
7
Streptomyces griseus dan strainnya bersifat alkalifilik, dan bertumbuh paling
baik pada pH basa. Meskipun organisme ini bertumbuh pada rentang pH yang
luas (5-11), pertumbuhan optimum terjadi pada pH 9. Bakteri ini menghasilkan
massa spora abu-abu dan pigmen abu-abu kuning dalam bentuk koloni. Sporanya
memiliki permukaan yang lembut dan berbentuk rantai lurus.
D. Strain Mikroorgansime Untuk Industri
1. Asal Strain Industri
Sumber utama semua strain mikroorganisme industri adalah lingkungan
alaminya. Tetapi setelah beberapa tahun, sebagai proses mikrobiologi berskala-
besar maka strain dapat menjadi sempurna, sejumlah strain industri disimpan
pada koleksi biakan.
2. Perbaikan Strain Untuk Industri
Seperti kita ketahui, bahwa sumber asal mikroorganisme industri adalah
lingkungan alaminya, tetapi isolat asal tersebut akan dimodifikasi secara besar
besaran di laboratorium. Sebagai akibat modifikasi tersebut, dapat diharapkan
penambahan perbaikan dalam menghasilkan suatu produk. Peningkatan
perbaikan yang paling dramatik, contohnya terjadi pada penisilin, antibiotik
yang dihasilkan oleh fungi Penicillium chrysogenum. Pertamakali dihasilkan
pada skala besar, penisilin diperoleh sebanyak 1-10 mg/ml. Setelah beberapa
tahun, sebagai hasil perbaikan strain dengan merubah kondisi pertumbuhan dan
medium, hasilnya meningkat menjadi 50.000 mg/ml.
Yang menarik ialah, peningkatan hasil sampai 50.000 kali-lipat diperoleh
melalui mutasi dan seleksi; tidak melibatkan manipulasi rekayasa genetika.
Selanjutnya diperkenalkan teknik genetika baru, walaupun lebih sederhana,
hasilnya meningkat.
E. Syarat-syarat Mikrooorganisme Industri
Suatu mikroorganisme dianggap layak digunakan dalam industri, bukan saja
mampu menghasilkan substansi yang menarik, tetapi harus lebih dari itu.
Mikroorganisme harus tersedia sebagai biakan murni, sifat genetiknya harus
8
stabil, dan tumbuh dalam biakan berskala-besar. Bikan juga harus dapat dipelihara
dalam periode waktu yang sangat panjang di laboratorium dan dalam ‘plant’
industri. Biakan tersebut lebih disukai jika dapat menghasilkan spora dan bentuk
sel reproduktif lain sehingga mikroba mudah diinokulasikan ke dalam fermentor
besar.
Karakteristik penting yang harus dimiliki mikroorganisme industri yaitu harus
tumbuh cepat dan menghasilkan produk yang diharapkan dalam waktu yang
relatif singkat, karena alasan sebagai berikut:
1. Alat-alat yang digunakan pada industri berskala besar termasuk mahal, hal
tersebut tidak menjadi masalah (secara ekonomi) jika produk dapat
dihasilkan dengan cepat;
2. Jika mikroorganisme tumbuh dengan cepat, kontaminasi fermentor akan
berkurang;
3. Jika mikroorganisme tumbuh dengan cepat, akan lebih mudah
mengendalikan berbagai faktor lingkungan dalam fermentor.
Sifat penting lain yang harus dimiliki mikroorganisme industri adalah:
a) Tidak berbahaya bagi manusia, dan secara ekonomik penting bagi hewan
dan tumbuhan.
b) Harus non-patogen dan bebas toksin, atau jika menghasilkan toksin, harus
cepat di-inaktifkan. Karena, ukuran populasi besar dalam fermentor
industri, sebenarnya tidak memungkinkan menghindari kontaminasi dari
lingkungan luar fermentor, suatu patogen yang ada akan mampu
mendatangkan masalah.
c) Mudah dipindahkan dari medium biakan. Di laboratorium, sel
mikroorganisme pertamakali dipindahkan dengan sentrifugasi, tetapi
sentrifugasi bersifat sulit dan mahal untuk industri skala-besar.
d) Mikroorganisme lebih disukai jika berukuran besar, karena sel lebih
mudah dipindahkan dari biakan dengan penyaringan (dengan bahan
penyaring yang relatif murah). Sehingga, fungi, ragi, dan bakteri
9
berfilamen, lebih disukai. Bakteri unisel, berukuran kecil sehingga sulit
dipisahkan dari biakan cair.
e) Terakhir, mikroorganisme industri harus dapat direkayasa secara genetik.
Dalam bioteknologi mikroorganisme tradisional peningkatan hasil
diperoleh melalui mutasi dan seleksi. Mutasi akan lebih efektif untuk
mikroorganisme. Dalam bentuk vegetatif dan haploid, dan bersel satu.
Pada organisme diploid dan bersel banyak mutasi salah satu genom tidak
akan menghasilkan mutan yang mudah diisolasi. Untuk fungi berfilamen,
lebih disukai yang menghasilkan spora, karena filamen tersebut tidak
mampu mempermudah rekayasa genetika. Organisme juga diharapkan
dapat direkombinasi secara genetik, juga dengan proses seksual dan
beberapa jenis proses paraseksual. Rekombinasi genetik juga dapat
memungkinkan ada penggabungan genom tunggal sifat genetik dari
beberapa organisme. Teknik yang sering juga digunakan untuk
menciptakan hibrid, bahkan tanpa melalui siklus seksual adalah
fusi/penggabungan protoplasma, menyertai regenasi sel vegetatif dan
seleksi progeni hibrid. Bagaimanapun, beberapa strain industri sudah
diperbaiki secara genetik tanpa menggunakan rekombinasi genetika.
F. Pembuatan Antibiotik
Antibiotik adalah produk metabolisme yang dihasilkan oleh mikroorganisme
tertentu yang mempunyai sifat dapat menghambat pertumbuhan atau merusak
mikroorganisme lain. Antibiotik pertama yang digunakan untuk mengobati
penyakit pada manusia adalah tirotrisin. Antibiotik ini diisolasi dari bakteri
Bacillus brevis (suatu bakteri tanah) oleh Rene Dubois. Penelitian tentang
antibiotik pertama kali dilakukan oleh A. Gratia dan S. Dath pada tahun 1924.
Dari hasil penelitian ini dihasilkan actinomisetin dari Actinomycetes. Pada tahun
1928 Alexander flemming menemukan antibiotik penisilin dari jamur Penicillium
notatum. Antibiotik ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus.
10
Antibiotik digunakan untuk melawan berbagai infeksi mikroorganisme
patogen. Mikroorganisme patogen adalah mikroorganisme yang menyebabkan
penyakit. Antibiotik dibuat dengan cara tertentu. Tahap-tahap pembuatan
antibiotik adalah sebagai berikut.
1. Mikroorganisme penghasil antibiotik dikembangbiakkan
2. Mikroorganisme dipindahkan ke dalam bejana fermentasi yang berisi
media cair. Pada bejana fermentasi ini mikroorganisme dipacu untuk
berkembang biak dengan cepat.
3. Dari cairan biakan mikroorganisme tersebut, antibiotik diekstraksi dan
dimurnikan, kemudian dilakukan pengujian pertama kali dengan cara diuji
di dalam laboratorium menggunakan cawan petri, apakah antibiotik
tersebut dapat mematikan kuman atau tidak. Kedua, antibiotik diujikan
pada hewan percobaan. Ketiga, apabila hasil pengujian pada hewan
percobaan ternyata aman, maka antibiotik ini dapat diujikan pada
sekelompok orang dengan pengawasan ketat dari para ahli.
G. Proses Fermentasi
Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme (enzim, jasad renik
secara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau reaksi kimia lainnya) yang melakukan
perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk akhir.
Fermentasi juga merupakan aplikasi metabolisme mikrobia untuk mengubah
bahan (Industri) bahan baku produk yang bernilai lebih tinggi misalnya: etanol,
asetat, antibiotik, enzim, vitamin, protein sel tunggal dan sebagainya.
Fermentasi biasanya menggunakan satu macam mikroorganisme yang telah
terseleksi. Namun pada fermentasi dual atau multiple digunakan lebih dari satu
mikroorganisme. Organisme ini dapat diinokulasikan ke dalam substrat secara
simultan. Fermentasi ini dilarutkan untuk menghasilkan produk yang tidak dapat
dilakukan hanya dengan semacam mikroorganisme saja, atau untuk menghasilkan
produk fermentasi yang berbeda tetapi mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi.
Sebagai contoh fermentasi untuk memproduksi cuka, pertama yeast diperlukan
11
untuk menghasilkan etil alkohol, kemudian Acetobacter digunakan untuk merubah
alkohol menjadi cuka.
Fermentasi dapat dilakukan dengan cara batch per batch atau secara kontinyu.
Pada fermentasi batch, pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis produk
berlangsung dalam media, kemudian setelah sintesis produk maksimum, semua
substrat diambil bersamaan dan dilakukan proses isolasi produk. Pada fermentasi
kontinu, media nutrien ditambahkan secara terus menerus, diimbangi dengan
pengambilan substrat dari fermentor juga secara terus menerus untuk
mendapatkan sel-sel atau produk fennentasi. Selama fermentasi diperlukan tempat
yang berisi media bernutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga
organisme tersebut dapat berkembang dan menghasilkan produk yang diinginkan.
Di dalam laboratorium, fermentasi antibiotik dapat dilakukan dengan berbagai
cara antara lain:
1. Pada media padat.
Penelitian mikroorganisme penghasil antibiotik biasanya membutuhkan
media padat untuk pertumbuhannya. Misalnya pada waktu skrining, suspensi
mikroorganisme terpilih ditumbuhkan pada media padat, setelah inkubasi
dalam waktu cukup, aktivitas antibiotik yang dihasilkan dapat diuji terhadap
berbagai bakteri indikator. Dalam hal fermentasi antibiotik pada media padat,
temperatur dan komposisi media merupakan faktor yang sangat penting dan
menentukan keberhasilan produksi antibiotik. Untuk mengontrol temperatur
supaya konstan dan sesuai dengan yang dikehendaki, dapat menggunakan
inkubator atau alat lain.
2. Pada media cair dengan shaker
Fermentasi antibiotik biasanya menggunakan fermentor untuk
pertumbuhan biakan submerged. Namun jika fermentor tidak tersedia, teknik
shake flask dapat dipakai untuk menggantikannya, tetapi dengan kondisi lebih
terbatas dan kontrol parameter kurang optimum dibandingkan dengan
fermentor. Teknik ini biasanya digunakan untuk berbagai percobaan fermentasi
pendahuluan sebelum menggunakan fermentor sebenarnya. Sebagai con toh,
12
setelah organisme diperoleh sebagai biakan murni, maka perlu memeriksa
karakteristik biokimia atau morfologi mereka dengan menumbuhkannya pada
kondisi biakan submerged. Untuk tujuan tersebut teknik shake flask dapat
digunakan karena sederhana dan dapat memberikan informasi yang hetguna.
lnformasi yang dapat diperoleh dri percobaan dengan teknik ini antara lain,
komposisi medium, tingkat aerasi, pola pH dan parameter-parameter yang
berkaitan dengan pertumbuhan dan produk yang dihasilkan.
Pengaturan temperatur dapat dilakukan dengan menggunakan inkubator
shaker atau dengan meletakkan shaker pada ruangan yang dikontrol
temperaturnya misalnya dengan menggunakan heater dan termostat untuk
mengontrol temperatur yang diperlukan.
Flask dapat menggunakan baffled flask atau plain flask. Pada baffled flask
laju transfer oksigen akan lebih tinggi dan biasanya menyebabkan terjadinya
buih. Agitasi pada shake flask selain memberikan aerasi juga memungkinkan
transfer substrat dan organisme. Pada waktu fermentasi menggunakan shake
flask, biasanya akan terjadi kehilangan air dari medium karena evaporasi.
Seperti pernah diamati oleh Solomons (1969) pada medium biakan 100 ml
dalamflask. 1000 ml dengan waktu inkubasi 48 jam pada temperatur 37�C,
agitasi menggunakan reciprocating shaker laju transfer oksigen ï½ 55 mMO2/
1 /jam, maka kehilangan air mencapai 20%. Untuk mengimbangi kehilangan
air ini, ke dalam medium dapat ditambahkan akuades.
Teknik shake flask pertama kali dilakukan oleh Kluyver dan Perquin
(1933). Pada dasarnya ada dua macam mekanisme dari teknik ini.
- Reciprocating shaker.
Variasi dapat dilakukan dengan mengatur panjang stroke. Keuntungan alat
ini, secara mekanis lebih sederhana dibandingkan rotary shaker.
Kecepatannya dapat diatur misalnya 60 � 120 stroke per menit. Panjang
stroke juga dapat diatur misalnya 4 � 8 cm. Alat ini paling sesuai
digunakan untuk menumbuhkan organisme uniseluler bakteri dan yeast.
- Rotary shaker, bergerak dengan arah melingkar.
13
Variasi dapat dilakukan dengan mengatur panjang radius orbit. Alat ini
dianggap sebagai tipe standar karena dapat digunakan untuk menumbuhkan
semua mikroorganisme termasuk sel tanaman dan hewan. Alat ini selain
mempunyai kekuatan senfrifugal juga harus mampu beroperasi pada
kecepatan tinggi. Kecepatan dapat diatur misalnya antara 100 - 400 rpm
dan radius orbit juga dapat diatur misalnya 1½ - 5 cm
3. Pada media cair dengan fermentor
Teknik shake flask dengan rotary shaker atau reciprocating shaker
merupakan cara konvensional dan berguna pada tahap pendahuluan proses
fermentasi, penelitian dan pengembangan dalam laboratorium fermentasi.
Namun cara ini akan memberikan estimasi kondisi fermentasi skala besar
yang kurang baik mengenai potensi mikroorganisme dalam mensintesis
produk. Oleh karena itu untuk mendapatkan estimasi kondisi fermentasi
yang ideal perlu menggunakan fermentor volume kecil. Karena kondisi
fermentasi dalarn fermentor kecil ini akan lebih menggambarkan kondisi
fermentasi skala besar yang sebenarnya.
Fermentor berfungsi menyediakan lingkungan bagi pertumbuhan
organisme atau sel di bawah kondisi terkontrol. Dalam industri fermentasi,
fermentor harus memungkinkan pertumbuhan dan biosintesis paling baik
bagi biakan mikroba (yang bermanfaat bagi industri) dan memberikan
kemudahan untukmanipulasi semua operasi yang berhubungan dengan
penggunaan fermentor. Fermentor harus dilengkapi pengontrol dan
pengatur kondisi fermentasi misalnya kontrol temperatur dengan mengatur
pemanas atau pendingin, kontrol pH dengan menambah asam atau alkali,
kontrol agitasi dengan mengatur kecepatan stirrer dan ukuran impeller,
kontrol aerasi dengan mengatur aliran gas dan kecepatan stirrer dan
sebagainya. Bejana biakan merupakan bagian pokok dari setiap
fermentasi, karena di dalam bejana inilah proses biologis akan
berlangsung. Oleh karena itu bejana ini harus terjamin keamanannya
selama proses berlangsung dan tahapan operasional dapat dilakukan
14
dengan mudah. Bejana harus cukup kuat untuk menahan tekanan dari
media dan udara. Penyusunannya harus tidak terkoreksi oleh produk
fermentasi dan tidak melepaskan ion toksik ke media pertumbuhan.
Fermentasi biasanya memerlukan waktu lama. Operasinya dapat berlangsung
beberapa hari, bahkan pada fermentasi kontinu dapat berlangsung beberapa
minggu. Fermentasi berlangsung pada kondisi aseptik, jadi fermentor harus
menjamin sterilitas kandungannya dan terpeliharanya kondisi aseptik selama
periode operasi. Demikian juga alat-alat penambah inokulum, antifoam, nutrien,
asam atau alkali dan sebagainya harus menjamin kondisi aseptik dan mencegah
terjadinya kontaminasi mikroba yang tak dikehendaki. Berdasarkan proses
penyebaran organisme dan media dalam bejana, Bull et.al. mengelompokkan jenis
fermentor ke dalam 3 grup :
- Reaktor dengan agitasi internal.
Merupakan biorekator yang paling lazim digunakan di berbagai industri
fermentasi. Grup ini termasuk stirred tank reactor.
- Bubble column bioreactor.
Merupakan bioreaktor paling sederhana. Terdiri dari tabung panjang dengan
beberapa sparger di bagian dasarnya. .
- Loop reactor.
Merupakan collumn reactor di tnana percampuran dan sirkulasi diinduksi
dengan alat-alat tertentu.
Berdasarkan penggunaan alat tersebut, fermentor ini dikelompokkan atas tiga
jenis:
a ) Air lift loop reactor .
b) Pro peller'loop reactor.
c) Jet loop reactor .
Semua sistem fermentasi memerlukan homogenitas media maupun
mikroorganisme. Sistem agitasi memungkinkan distribusi tersebut dengan
meniadakan gradien konsentrasi seperti unsur media, pH, temperatur dan
sebagainya. Sistem fermentasi aerob, merupakan proses industri fermentasi yang
15
sangat penting. Dalam fermentasi aerob, selain tugas tersebut sistem agitasi
mempunyai tugas tambahan memecah gelembung udara besar menjadi gelembung
yang lebih kecil untuk menambah area permukaan gas dan membantu mentransfer
oksigen ke dalam biakan serta menyebarkann oksigen. Impeller mempunyai
peranan penting untuk menyelesaikan tugas tersebut dan keberhasilannya
tergantung pada beberapa faktor antara lain kekuatan atau kecepatan rotasi,
ukuran dan desain impeller, densitas dan viskositas substrat, kecepatan aliran gas
dan sebagainya. Ada beberapa tipe impeller yang biasanya digunakan dalam
fermentor antara lain disc turbine, vaned disc, open turbine dan marine propeller.
Disc turbine merupakan tipe impeller yang paling lazim digunakan di berbagai
industri fermentasi.
Cara bekerjanya untuk melakukan aerasi dan agitasi dapat dikelompokkan ke
dalam dua kelompok:
1) Impeller bekerja tanpa baffle.
Jika impeller cukup cepat, maka akan terjadi vortex dari permukaan substrat,
sehingga menarik udara ke dalam sistem. Tipe sistem fermentor ini juga
disebut sebagai vortex aeration. Keuntungan sistem ini aerasinya efisien yaitu
aerasi berlangsung cukup baik tanpa tenaga relatif besar. Sedang kerugiannya
yaitu kesukaran untuk scale up karena kesulitan mendapatkan kesamaan aliran
pada dua ukuran bejana yang berbeda.
2) Impeller bekerja menggunakan baffle.
Tipe ini paling lazim digunakan dan biasanya baffle diletakkan vertikal
untuk menghalangi arus perputaran cairan sehingga memungkinkan substrat
mengalami turbulensi. Sistem fermentasi aerob memerlukan udara steril yang
dimasukkan ke dalam fermentor. Cara yang biasa digunakan dengan
melewatkan udara melalui filter steril. Udara memasuki fermentor biasanya
melalui pipa yang terletak di bawah impeller dan udara mengalir melalui
sparger. Gas yang memasuki fermentor dapat menimbulkan tekanan positif di
dalam fermentor, maka laju aliran udara harus dikontrol, demikian juga sistem
pengeluaran gas.
16
Setiap mikroorganisme mempunyai temperatur pertumbuhan berbeda dan
kadang-kadang suatu organisme mempunyai temperatur pertumbuhan berlainan
dengan temperatur untuk produksi antibiotik. Supaya pertumbuhan dan produksi
antibiotik optimum maka temperatur optimum dalam fermentor harus
dipelihara/dipertahankan. Organisme yang aktif metabolismenya, biasanya
menghasilkan panas yang terakumulasi pada fermentor. Karena itu kontrol
temperatur harus dilakukan dengan mengalirkan air pendingin.
Pada waktu mikroorganisme mensintesis produk metabolit, pH substrat
dapat mengalami perubahan karena hasil metabolit mungkin sangat alkali atau
asam. Tentu perubahan pH ini tidak disukai oleh mikroorganisme tersebut, karena
dapat mengganggu pertumbuhannya dan pada gilirannya dapat mempengaruhi
pembentukan produk. Untuk menjaga kemungkinan tersebut, selama proses
fermentasi berlangsung ke dalam substrat sering ditambahkan penyangga untuk
memperlambat atau mengurangi perubahan pH yang terlalu besar. Buffer mungkin
hanya sebagai penyangga pH tapi dapat juga berperan ganda yaitu sebagai
penyangga pH dan sumber nutrien.
Suatu antibiotika yang dihasilkan secara komersial, pada awalnya harus
berhasil diproduksi pada fermentor industri berskala-besar. Salah satu gugus-tugas
penting adalah pengembangan efisiensi metode pemurnian. Metode elaborasi
(yang terperinci) sangat penting dalam ekstraksi dan pemunian antibiotika, karena
jumlah antibiotika yang terdapat dalam cairan fermentasi hanya sedikit
Jika antibiotika larut dalam pelarut organik yang tidak dapat bercampur
dengan air, maka pemurniannya relatif lebih mudah, karena memungkinkan untuk
mengekstraksi antibiotika ke dalam suatu pelarut bervolume kecil, sehingga lebih
mudah mengumpulkan antibiotika tersebut. Jika antibiotika tidak larut dalam
pelarut, selanjutnya harus dipindahkan dari cairan fermentasi melalui adsorpsi,
pertukaran ion, atau presipitasi secara kimia. Pada semua kasus, tujuannya untuk
memperoleh produk kristalin yang sangat murni, meskipun sejumlah antibiotika
tidak mudah terkristalisasi dan sulit dimurnikan.
Produksi antibakteri melalu proses fermentasi dapat menggunakan sel utuh
(whole cells) atau menggunakan sel amobil (immobilized cells). Amobilisasi sel
17
didefinisikan sebagai suatu metode untuk menjebak atau menempatkan sel
mikroba secara fisik pada suatu ruang tertentu dan pada kondisi ini sel masih
memiliki aktivitas, serta dapat dipergunakan secara kontinyu dan berulang kali.
Implementasi sel amobil banyak digunakan baik di bidang industri obat antara
lain untuk produksi antibiotika, enzim maupun industri makanan.
Teknik amobilisasi sel dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu ikatan
dengan carrier, ikatan silang dan metode penjebakan. Metode penjebakan
biasanya dilakukan dalam matrik polimer dan merupakan metode yang paling
sering dipelajari untuk dikembangkan.
H. Isolasi Streptomyces griceus
Isolasi mikroba dari alam merupakan tahap awal dalam penapisan
metabolit mikroba seperti antibiotik. Pada prinsipnya tujuan isolasi mikroba yaitu
untuk mendapatkan mikroba yang dikehendaki sebanyak-banyaknya. Untuk
maksud tersebut dapat digunakan teknik medium diperkaya dan sistem
pengenceran. Untuk mendapatkan Streptomyces telah digunakan medium khusus
yaitu Medium International Streptomyces Project (ISP). Fungi dapat dihilangkan
dengan menambahkan antifungi seperti nistatin atau sikloheksimid ke dalam
medium, dan bakteri dapat dieliminiasi dengan menambahkan beberapa
antibiotika ke dalam medium. Selain itu parameter kondisi lingkungan juga harus
diperhatikan seperti pH, suhu dan sebagainya. Sebagian besar bakteri lebih peka
terhadap pH asam, sedangkan fungi lebih tahan terhadap rentang pH yang lebih
lebar. Suhu inkubasi dapat meningkatkan isolasi mikroba yang dikehendaki.
Isolasi anggota aktinomisetes pada umumnya menggunakan suhu inkubasi 28 –
30 N C.
Streptomyces griceus merupakan bakteri yang efektif dalam menggunakan
substrat. Sebagai organisme heterotrof, bakteri ini memerlukan bahan organik
sebagai sumber karbon bagi kelangsungan hidupnya.
I. Identifikasi Antimikroba menggunakan Bioautografi
18
J.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Produksi biomassa Streptomyces griseus
Kultur pada media persediaan Potato Dextrose Agar dipindahkan ke
dalam 10 mL media pertumbuhan ISP-4 cair, dikocok 180 putaran per menit
(PPM) selama 24 jam pada suhu 28ºC. Sebanyak 5 mL suspensi dipindahkan
ke dalam 50mL media pertumbuhan ISP-4 cair, dikocok 180 PPM pada suhu
28º C dan pH awal 7,3. Pengambilan sampel untuk membuat kurva
pertumbuhan dilakukan setiap tiga jam, disentrifugasi, supernatan dibuang, sel
dicuci dengan air suling, dikeringkan pada suhu 105ºC sampai diperoleh berat
konstan. Kecepatan pertumbuhan dinyatakan sebagai berat kering sel per
satuan waktu (hari).
B. Produksi AAG dari mutan Streptomyces griseus
Kultur pada media persediaan PDA dipindahkan ke dalam 25 mL media
pertumbuhan cair, dikocok 180 PPM selama 24 jam pada suhu 28ºC.
Sebanyak 20 mL suspensi dipindahkan ke dalam 200 mL media pertumbuhan
Sg2, diinkubasi pada rotary shaker dengan kecepatan pengocokan 180 PPM
pada suhu 28ºC sampai awal fase stasioner, disentrifugasi 6000 PPM selama
10 menit, supernatan dibuang, sel dicuci dua kali masing-masing dengan 2,5
mL NaCl 0,9%, disentrifugasi 6000 PPM selama 10 menit. Supernatan
dibuang, sel dimasukkan dalam media SgP1 sebanyak 10% (b/v), diinkubasi
pada rotary shaker dengan kecepatan pengocokan 180 PPM pada suhu 28ºC
selama empat hari.
C. Pemisahan dan karakterisasi antibiotika Streptomyces griseus
Dari kaldu fermentasi dilakukan dengan penyerapan menggunakan arang
aktif, diikuti dengan kromatografi kolom penukar kation Amberlite CG-50
(NH4+) menurut Isnaeni (1998), merupakan modifikasi metode isolasi yang
telah dilakukan oleh Okachi and Nara (1977).
20
D. Penapisan AAG mutan Streptomyces griseus
Penapisan AAG ditujukan untuk mengetahui adanya inti streptidin dan 2-
DOS dalam antibiotika mutan Streptomyces griseus . Eluat kromatografi
kolom filtrat hasil fermentasi ditotolkan pada kertas kromatografi, dikeringkan
dan disemprot dengan pereaksi warna Sakaguchi dan Na-nitroprusid untuk
identifikasi gugus guanidin dalam inti streptidin. Warna ungu kemerahan akan
tampak setelah kertas dikeringkan. Sebagai penampak noda untuk 2-DOS
digunakan ninhidrin. Warna biru keunguan akan tampak setelah kertas
dipanaskan pada suhu 110ºC selama 10 menit (Isnaeni, 1998).
E. Bioautografi Antibiotika Mutan Streptomyces griceus ATCC 10137
Fraksi aktif hasil kromatografi kolom dikumpulkan, dipekatkan dengan
liofilisasi menggunakan freeze dryer. Sebanyak 6 µL konsentrat ditotolkan
pada lempeng KLTKT, dielusi dengan larutan KHPO4 5%. Bioautogram
dibuat dengan cara meletakkan hasil KLTKT (yang telah dikeringkan dengan
aliran udara untuk menghilangkan sisa eluen) di atas permukaan media agar
perbenihan dalam cawan petri yang berisi media Nutrient Agar mengandung
bakteri uji Bacillus subtilis PCI-219 (0,5 µL/15 mL media), kemudian
disimpan di dalam lemari es selama dua jam agar proses difusi senyawa dalam
noda kromatogram ke dalam media sempurna. Cawan petri dikeluarkan dari
lemari es, lempeng KLTKT diangkat dari permukaan agar, biakan diinkubasi
pada suhu 30N C selama 24 jam. Zona yang terbentuk pada posisi noda
diamanti dan diukur diameternya.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi biomassa mencapai puncak pada jam ke 24 dengan jumlah sel
6,40 g/10 mL, sehingga untuk pemindahan biomassa ke dalam fermentasi
atau produksi antibiotika dilakukan 24 jam setelah inokulum awal dikocok
dalam media pertumbuhan. Bentuk kurva mengikuti bentuk kurva
pertumbuhan secara umum; yaitu bell shape, seperti kurva pertumbuhan S.
Fradiae dan S. kanamyceticus.
Hubungan antara produksi biomassa dengan produksi antibiotika ternyata
mengikuti pola non-assiciated. Potensi antibiotika (dinyatakan sebagai diameter
zona hambat) mencapai puncak pada jam ke-66, pada saat jumlah sel mulai
22
menurun karena lisis dan pH optimal untuk fermentasi pada saat itu adalah 8,28.
Fermentasi dihentikan pada jam ke-66, untuk selanjutnya diisolasi dan identifikasi
antibiotika. Pembentukan antibiotika aminoglikosida dalam streptomyces terjadi
antara fase sporulasi dan germinasi, untuk melindungi hifa yang masih muda dari
pengaruh lingkungannya.
Hasil penapisan menunjukkan bahwa fraksi aktif hasil kromatografi kolom
menunjukkan daya hambat terhadap Bacillus subtilis, Eschericia coli dan
Staphylococcus aereus. Fraksi aktif juga memberikan reaksi positif terhadap Na-
nitroprusid suatu reaksi identifikasi untuk menunjukkan adanya inti guanidin.
23
Untuk memastikan apakah inti guanidin tersebut merupakan bagian molekul
streptomisin atau senyawa lain, dilanjutkan identifikasi dengan KLTKT.
Salah satu keuntungan metode bioautografi adalah selain untuk pemisahan
dan identifikasi, juga dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas biologis secara
langsung dari matrik yang kompleks, terutama terkait dengan kemampuan suatu
senyawa menghambat pertumbuhan mikroba. Bioautografi secara langsung pada
KLT ekstrak tanaman untuk uji antifungi telah dilakukan menggunakan beberapa
jamur patogen sebagai mikroba uji. Dari kromatogram KLTKT dapat diketahui
jumlah komponen dalam sampel yang ditotolkan berdasarkan jumlah noda
(dengan penampak noda yang sesuai), sedangkan data bioautogram memberikan
informasi jumlah komponen sampel yang memiliki aktivitas terhadap mikroba uji
baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Bioautogram KLTKT fraksi aktif hasil kromatografi kolom filtrat hasil
fermentasi antibiotika mutan Stretomyces griceus ATCC 10137 menunjukkan dua
noda dengan harga Rf yang jauh berbeda. Streptomisin standar (S) menghasilkan
Rf 0,15, sedangkan antibiotika dalam filtrat hasil fermentasi (F1) memberikan
harga Rf 0,65. Kedua noda memberikan daya hambat terhadap bakteri uji, sedang
fraksi F2 dan F3 tidak menunjukkan aktivitas. Untuk meyakinkan bahwa noda F1
hanya terdiri dari satu komponen dan untuk menentukan struktur senyawa
tersebut, perlu dilakukan identifikasi lanjut dengan mengunakan instrumen lain,
misalnya HPLC dan GC-MS. Hasil identifikasi lanjut akan memberikan
informasi, apakah antibiotika yang dihasilkan mutan Streptomyces griseus ATCC
10137 termasuk antibiotika baru. Penelitian ini hanya melakukan identifikasi
secara kualitatif, untuk membandingkan potensi antibiotika hasil fermentasi
dengan streptomisin perlu dicari terlebih dahulu Konsentrasi Hambat Minimum
(Minimum Inhibition Concentration). Selanjutnya dibuat suatu seri konsentrasi
baku streptomisin yang mewakili konsentrasi rendah, menengah dan tinggi untuk
menentukkan rasio potensi antibiotika analit.
24
BAB V
KESIMPULAN
1. Mutasi bisa menyebabkan perubahan komposisi senyawa yang dihasilkan
oleh bakteri Streptomyces griceus ini dibuktikan dengan perbedaan harga
Rf pada kromatogram dimana senyawa yang dihasilkan berbeda dengan
streptomisin.
2. Bioautografi dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa, juga
mengetahui aktivitas biologis secara langsung dari senyawa tersebut
25
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, A. Muhtadi. F. 2012. Peranan Bakteri Actinomycetes dalam Industri
Antibiotik. Jurnal Online Biosains Volume 1. Universitas Airlangga.
Surabaya. Diakses tanggal 21 Oktober 2013.
www.aguskrisno.wordpress.com
Isnaeni. 2005. Bioautografi Antibiotika Hasil Fermentasi Mutan Streptomyces
griceus ATCC 10137. Majalah Farmasi Airlangga Vol.5 No.1. Diakses
tanggal 21 Oktober 2013.
Isnaeni,dkk. 2006. Aktivitas Antibakteri Sel Amobil Streptomyces Sp-1 dalam
Matrik Ca-alginat dan Ba-alginat terhadap terhadap Staphylococcus
aureus. Majalah Farmasi Airlangga 2006. Diakses tanggal 22 Oktober
2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Streptomyces Diakses tanggal 22 Oktober 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Streptomyces-griceus Diakses tanggal 22 Oktober
2013.
26