makalah bea perolehan hak atas tanah dan bangunan & bea materai

25
PENGANTAR PERPAJAKAN Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) & Bea Materai (BM)DISUSUN OLEH : 1. CHOIRUL UMMAH SA’DIYAH (13.322.024) 2. SITI SHOLIKHATIN (13.322.016) 3. KUSMITA (13.322.018) 4. MALIKHATUL ADAWIYAH (13.322.015) 5. SITI KHUSNUL FATIMAH (13.322.034) 6. UMI SULKHAH (13.322.035) 7. FARIZAH MAHMUDAH A. (13.322.009) 8. DEVI RAHMANIAH (13.322.022) 9. EVA RUMAWATI (13.322.005) AKUNTANSI A SORE FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI 2013 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK 2014

Upload: universitas-muhammadiyah-gresik

Post on 22-Jul-2015

2.591 views

Category:

Economy & Finance


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

PENGANTAR PERPAJAKAN

“Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) & Bea

Materai (BM)”

DISUSUN OLEH :

1. CHOIRUL UMMAH SA’DIYAH (13.322.024)

2. SITI SHOLIKHATIN (13.322.016)

3. KUSMITA (13.322.018)

4. MALIKHATUL ADAWIYAH (13.322.015)

5. SITI KHUSNUL FATIMAH (13.322.034)

6. UMI SULKHAH (13.322.035)

7. FARIZAH MAHMUDAH A. (13.322.009)

8. DEVI RAHMANIAH (13.322.022)

9. EVA RUMAWATI (13.322.005)

AKUNTANSI A SORE

FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI 2013

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK

2014

Page 2: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 BPHTB

2.1.1 Pengertian BPHTB

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut

pajak;

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan: adalah perbuatan atau peristiwa

hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang

pribadi atau badan;

Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta

bangunan di tasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah

Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.

2.1.2 Dasar Hukum BPHTB

Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah :

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan.Undang-undang ini menggantikan Ordonasi Bea Balik

Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.

Peraturan Pemerintah No.111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena

waris dan hibah

Peraturan Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena

pemberian Hak Pengelolaan

Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya

NPOPTKP BPHTB.

Dengan diterapkannya Undang-undang ini maka :

Page 3: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

Dapat mengkonpensasikan penurunan penerimaandaerah karna diberlakukannya

Undang-undangmengenai pajak dan retribusi daerah karena 99% penerimaan

BPHTB dikembalikan kepada daerah.

Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan

Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan pengawasan

dan pengamana keuangan Negara.

2.1.3 Obyek Pajak BPHTB

Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB

adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:

1. Pemindahan Hak karena :

a. Jual Beli

b. Tukar Menukar

c. Hibah

d. Hibah Wasiat

yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas

tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu,

yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia

e. Waris

f. Pemasukan dalam Perseroan atau Badan Hukum lainnya

yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau

badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai

penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya

tersebut

g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan

yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh

orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama

h. Penunjukan pembeli dalam Lelang

yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang

tercantum dalam Risalah Lelang

i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap

Page 4: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai

salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim

tersebut

j. Penggabungan Usaha

yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap

mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan

usaha lainnya yang menggabung

k. Peleburan Usaha

yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara

mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang

bergabung tersebut

l. Pemekaran Usaha

yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua

badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan

mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut

yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama

m. Hadiah

yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah

dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum

kepada penerima hadiah

2. Pemberian Hak Baru karena :

a. Kelanjutan Pelepasan Hak

yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari

Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak

b. Diluar Pelepasan Hak

yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan

hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku

Hak atas tanah yang menjadi objek BPHTB adalah :

a. hak milik,

yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang

pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;

b. hak guna usaha (HGU),

Page 5: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara

dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-

undangan yang berlaku;

c. hak guna bangunan (HGB),

yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah

yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria.

d. hak pakai,

yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang

dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi

wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya

oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan

pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian

pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. hak milik atas satuan rumah susun,

yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak

milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda

bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang

tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.

f. hak pengelolaan,

yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya

sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa

perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk

keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah

tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

2.1.4 Pengecualian Obyek Pajak BPHTB

Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak

dikenakan BPHTB yaitu :

1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas

perlakuan timbal balik

Page 6: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau

untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak

menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya

4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau

karena perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama

5. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF

6. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH

2.1.5 Pengecualian Tidak Dikenakan Pajak BPHTB

( Pasal 7 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 jo. PP No.113

Tahun 2000 jo. KMK-516/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

PMK-33/PMK.03/2008)

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional

paling banyak Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal

perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih

dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas

atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai

Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp

300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Yang dimaksud dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak

ditetapkan secara regional adalah penetapan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena

Pajak untuk masing-masing Kabupaten/Kota.

Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas

nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena

Pajak (NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000

tanggal 1 Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan

Menteri Keuangan ini kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah

dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari

2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor

Page 7: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek

Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan

sebagai berikut:

a. untuk perolehan hak karena waris , atau hibah wasiat yang diterima orang

pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan

lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah

wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga

ratus juta rupiah)

b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007

tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas

Subsidi Perumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor

7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan

Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi,

ditetapkna sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah)

c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku

usaha kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah

untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan

sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)

d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a,

huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh

juta rupiah)

e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih

besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b,

maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b

ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d

f. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih

besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c,

maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf c

ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d.

Page 8: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah

NPOPTKP tersebut ditetapkan per daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan

mempertimbangkan usulan dari Kepala Daerah yang bersangkutan.

2.1.6 Subyek Pajak BPHTB

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas

tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar

BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.

2.1.7 Tarif Pajak BPHTB

( Pasal 5 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 ). Tarif pajak yang

dikenakan atas objek BPHTB adalah sebesar 5 % (lima persen).

2.1.8 Dasar Perhitungan Pajak BPHTB

BPHTB = ( NPOP - NPOPTKP ) x Tarif

atau bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan :

BPHTB = NPOPKP x Tarif

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak (5%)

dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPKP

adalah NPOP – NPOPTKP. Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun

terjadinya transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pengenaan pajaknya

adalah NJOP PBB.

2.1.9 Dasar Pengenaan Pajak BPHTB

Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau

disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB.

Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jual Beli = Harga Transaksi

2. Tukar Menukar = Nilai Pasar

3. Hibah = Nilai Pasar

4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar

Page 9: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

5. Waris = Nilai Pasar

6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar

7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar

8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar

9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar

10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar

11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar

12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar

13. Hadiah = Nilai Pasar

14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang

2.1.10 Perhitungan Pajak BPHTB

( Pasal 8 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No.20 Tahun 2000 )

Secara umum besarnya BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif

pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) yang diperoleh dari

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak

Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada

rumus dibawah ini:

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) XXXXX

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) XXXXX (-)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) XXXXX

Besarnya BPHTB terutang = 5 % X NPOPKP XXXXX

Contoh :

Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Rp

70.000.000,-. Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku

di kabupaten/ kota tersebut Rp 60.000.000,- .

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Rp 70.000.000

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Rp 60.000.000 (-)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) Rp 10.000.000

Besarnya BPHTB terutang = 5 % Rp 10.000.000,- = Rp 500.000.-

2.1.11 Saat Terutangnya Pajak BPHTB

Page 10: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

Saat yang menentukan terutang nya pajak adalah

1. Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, untuk :

a. Jual beli

b. Tukar menukar

c. Hibah

d. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya

e. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

f. Penggabungan usaha

g. Peleburan usaha

h. Pemekaran usaha

i. Hadiah

2. Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, untuk lelang

3. Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap,

untuk putusan hakim

4. Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya kek kantor

pertanahan, untuk hibah wasiat dan waris

5. Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak,

untuk :

a. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak

b. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak.

2.1.12 Tempat Pajak Terutang

Tempat pajak terutang adalah di wilayah :

1. Kabupaten

2. Kota,atau

3. Propinsi

Tempat tersebut meliputi letak tanah dan atau bangunan.

Tempat Pembayaran :

Pajak yang terutang dibayar ke Kas Negara melalui:

1. Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah

2. Kantor Pos dan Giro

3. Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Page 11: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

2.1.13 Tata Cara Pembayaran

Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB

yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang kemudian ditindak lanjuti dengan

Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001 dan Surat Edaran

Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai

berikut :

a. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak.

b. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui

Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk

c. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan

data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan

Kewajiban Bayar pada saat :

1. Dibuat & ditandatanganinya Akta

2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat

3. Ditunjuknya pemenang Lelang

4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru

5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

2.1.14 Ketetapan BPHTB

Direktorat Jenderal Pajak (menurut UU No. 20 Tahun 2000) atau Kepala Daerah

(menurut UU No. 28 Tahun 2009) dalam jangka waktu 5 tahun sesudah terutangnya

BPHTB setelah terlebih dahulu melakukan pemeriksaan lapangan ataupun kantor dan

dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea (SKB) atau Surat Ketetapan Pajak Daerah

(SKPD):

Page 12: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

1. Lebih bayar (LB), apabila pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada

jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak

seharusnya terutang,

2. Nihil (N), apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak

terutang,

3. Kurang bayar (KB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan

lainnya ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.

4. Kurang bayar tambahan (KBT) apabila ditemukan data baru dan atau data

yang semula belum terungkap (novum) yang menyebabkan penambahan

jumlah pajak yang terutang kecuali WP melapor sebelum pemeriksaan.

Terhadap jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam SKBKB tersebut

dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang

atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (sehingga maksimal

48%) terhitung sejak tanggal terutangnya pajak. Sedangkan terhadap kekurangan

pajak yang terutang dalam SKBKBT dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan

sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut, namun demikian jika WP

melaporkan sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan maka kenaikan tersebut tidak

dikenakan. Jangka waktu pelunasan SKB tersebut adalah 1 bulan sejak tanggal

diterbitkannya surat ketetapan.

2.1.15 Surat Tagihan BPHTB (STB)

Menurut UU No. 20 Tahun 2000 Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan STB

apabila;

1. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar,

2. Dari hasil pemeriksaan kantor surat setoran BPHTB terdapat kekurangan

pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung,

3. Wajib pajak dikenakan sanksi berupa denda dan atau bunga,

4. Sanksi administrasi dikenakan bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu

paling lama 24 bulan sejak terutangnya pajak.

Sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama

24 bulan dapat dikenakan apabila hasil pemeriksaan menyatakan kurang bayar, sanksi

Page 13: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

ini dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat

Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB).

2.1.16 Hak WP untuk Keberatan BPHTB

Dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SKP yang dapat dibuktikan dengan

cap pos, Wajib pajak dapat mengajukan keberatan terhadap:

1. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar

(SKBKB),

2. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar

Tambahan (SKBKBT),

3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Lebih Bayar

(SKBLB),

4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Nihil (SKBN).

Syarat pengajuan keberatan;

1. Diajukan secara tertulis dalam bahas Indonesia,

2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan wajib pajak

dengan disertai alasan yang jelas dengan mengemukakan data atau bukti bahwa

jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus

tidak benar,

Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat

keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. DJP harus memberi keputusan atas

keberatan apakah diterima, ditolak atau bahkan menambah besarnya pajak terutang

dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat ketetapan diterima.

2.1.17 Hak WP untuk Banding BPHTB

Apabila permohonan keberatan ditolak, WP masih dapat mengajukan upaya

Banding ke Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SK

Keberatan yang dapat dibuktikan dengan cap pos. Pengadilan Pajak harus memberi

keputusan atas banding apakah diterima, ditolak atau bahkan menambah besarnya

pajak terutang dalam jangka waktu paling lama 12 bulan.

Page 14: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian

atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan dengan

ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling

lama 24 bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan

pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan

Banding tersebut.

2.1.18 Hak WP untuk Pengurangan

Selain hak WP untuk mengajukan keberatan terhadap SKP, WP juga dapat

mengajukan pengurangan dalam hal:

1. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan wajib pajak, yaitu:

2. Wajib pajak orang pribadi yang mempunyai hak baru melalui program

pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara

ekonomis,

3. Wajib pajak badan yang memperoleh hak baru selain hak pengelolaan dan

telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang

dibuktikan dengan pernyataan wajib pajak dan keterangan dari pejabat

pemerintah daerah setempat,

4. Wajib pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang

mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu

derajat ke atas atau satu derajat ke bawah,

5. Wajib pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan

RS dan RSS yang diperoleh lansung dari pengembang.

6. Kondisi wajib pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu,

yaitu:

7. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil

ganti rugi pemerintah yang nilai ganti rugi dibawah nilai jual objek pajak,

8. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah

yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan

persyaratan khusus,

9. Wajib pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang

berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga wajib pajak

Page 15: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan

kebijaksanaan pemerintah,

10. Wajib pajak bank mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari

bank bumi daya, bank dagang negara, bank pembangunan Indonesia, bank

ekspor impor dalam rangkaian proses penggabungan usaha,

11. Wajib pajak penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan atau tanpa

terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh persetujuan nilai

buku dalam rangka penggabungan usaha dari DJP,

12. Wajib pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak

berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab

lainnya seperti kebakaran banjir dan tanah longsor paling lama 3 bulan setelah

penandatanganan akta,

13. Wajib pajak orang pribadi veteran, TNI dan pensiunan , janda/dudanya yang

memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah,

14. Tanah atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial dan pendidikan yang

semata-mata tidak untuk mencari keuntungan mislanya tanah dan atau

bangunan yang digunakan antara lain untuk panti asuhan.

Pengurangan akan diproses dalam waktu paling lama 3 bulan (apabila proses

dilakukan di KPP Pratama) dan 6 bulan (apabila proses dilakukan di Kantor Pusat

Dirjen Pajak) sejak tanggal diterima permohonan pengurangan BPHTB. Bagi WP

yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besarnya pengurangan sebelum

melakukan pembayaran BPHTB. Contohnya untuk kasus waris dan hibah wasiat,

dimana pembayaran menggunakan SSB setelah dikurangi dengan pengurangan

dilakukan terlebih dahulu baru pengajukan permohonan pengurangan ke KPP

Pratama.

Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda “pengurangan dihitung sendiri” dan

jumlah setoran BPHTB setelah pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan

permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Bila

permohonan pengurangannya ditolak/dikabulkan namun dalam pembayaran BPHTB-

nya masih kurang bayar maka terhadap WP tersebut akan dikenakan sanksi bunga

sebesar 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut, maksimum 24 bulan. Terhadap

BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali.

Page 16: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

2.1.19 Pengembalian Kelebihan Pembayaran

Wajib pajak dapat mengajukan usul permohonan pengembalian atas kelebihan

pembayaran pajak kepada DJP, antara lain berupa:

1. Pajak yang dibayar lebih besar daripada seharusnya terutang,

2. Pajak yang dterutang yang dibayarkan oleh wajib pajak sebelum akta

ditandatangani, namun perolehan hak atas tanah atau bangunan tersebut batal.

Berdasarkan kondisi di atas maka pengembalian kelebihan pembayaran dapat

diberikan karena:

1. Pengajuan permohonan pengurangan yang dikabulkan baik sebagian ataupun

seluruhnya,

2. Pengajuan keberatan atau banding yang dikabulkan baik sebagian atau

seluruhnya, maka jumlah pengembalian akan ditambahkan bunga 2%/bln

maksimal 24 bulan,

3. Pajak yang dibayar lebih besar dari yang seharusnya terutang atau sudah

terlanjur bayar tetapi proses perolehan haknya dibatalkan, maka terlebih

dahulu akan dilakukan dilakukan proses pemeriksaan (Pasal 22) jumlah

pengembalian akan ditambahkan bunga 2%/bln maksimal 24 bulan apabila

pengembalian telah lewat 2 bulan,

4. Perubahan peraturan perundang-udangan.

Pengajuan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak tersebut

diajukan oleh WP ke DirJen Pajak. Kemudian DirJen Pajak dalam jangka waktu

paling lama 12 bulan sejak diterimanya permohonan harus memberikan keputusan.

Terhadap pengembalian pajak tersebut WP dapat melakukan restitusi atau

kompensasi.

2.1.20 Kewajiban Ber NPWP dalam proses BPHTB

Sebagai upaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam kewajiban

perpajakan maka salah satu upaya yang dilakukan oleh DJP adalah melalui transaksi

jual beli properti. Untuk itu DJP perlu memonitor setiap pemenuhan kewajiban

perpajakan WP yang akan dipantau melalui mekanisme pencantuman NPWP. Dasar

Page 17: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

hukum proses ini adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-35/PJ/2008 tanggal 9

September 2008 tentang Kewajiban Pemilikan NPWP Dalam Rangka Pengalihan Hak

Atas Tanah/Bangunan.

Dalam hal ini berarti bahwa baik penjual maupun pembeli wajib memiliki

NPWP kecuali:

— Bagi pembeli, tidak wajib mencantumkan NPWP jika NJOP atau NPOP di

bawah Rp60.000.000,-

— Bagi penjual, tidak wajib mencantumkan NPWP jika PPh Final terutangnya

di bawah Rp3.000.000,-.

Page 18: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

2.2 Bea Materai

2.2.1 Pengertian Bea Materai

"Bea Materai adalah pajak tidak langsung yang dipungut secara insidentil

(sekali pungut) atas dokumen yang disebut oleh Undang-Undang Bea Materai yang

digunakan masyarakat dalam lalu lintas hukum sehingga dokumen tersebut dapat

digunakan sebagai alat bukti dimuka pengadilan."

Dengan kata lain, Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan

dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga,

dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan

ketentuan dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

2.2.2 Dasar Hukum Bea Materai

Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea

Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea

Meterai.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005 tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 Tentang Bentuk,

Ukuran, Warna, Dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan

Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain.

Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122b/PJ./2000 tentang Tatacara

Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas

dengan Mesin Teraan.

Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122c/PJ./2000 tentang Tatacara

Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan

Teknologi Percetakan.

Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-122d/PJ./2000 tentang Tatacara

Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan Tanda Bea Meterai dengan

Sistem Komputerisasi.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 476/KMK.03/2002 tentang Pelunasan

Bea Meterai dengan Cara Pemeteraian Kemudian.

Page 19: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-02/PJ./2003 tentang Tatacara

Pemeteraian Kemudian.

Surat Edaran Nomor 29/PJ.5/2000 tentang Dokumen Perbankan yang

dikenakan Bea Meterai.

2.2.3 Obyek Bea Materai

Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen

menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan

dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan

sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat

perdata.

b. Akta-akta notaris termasuk salinannya.

c. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-

rangkapnya.

d. Surat yang memuat jumlah uang yaitu:

- yang menyebutkan penerimaan uang;

- yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening

bank;

- yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank

- yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi

atau diperhitungkan.

e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.

f. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan

digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan

surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea

Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan

oleh orang lain, lain dan maksud semula.

Page 20: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

2.2.4 Pengecualian Obyek Bea Materai

Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang

berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran

pajak dan dokumen Negara.

Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:

1. Dokumen yang berupa:

- surat penyimpanan barang;

- konosemen;

- surat angkutan penumpang dan barang;

- keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan

barang, konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang;

- bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;

- surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;

- surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas.

2. Segala bentuk ijazah

3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya

yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk

mendapatkan pembayaran itu.

4. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan

bank.

5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat

disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.

6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.

7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada

penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang

Page 21: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

tersebut

8. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan bentuk

apapun.

2.2.5 Pengecualian Tidak Dikenakan Pajak Bea Materai

Apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai tidak lebih dari

Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), maka atas dokumen tersebut

tidak terutang Bea Meterai.

Dokumen yang berupa, antara lain: surat penyimpanan barang, konosemen,

surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman dan dan penerimaan

barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, surat-

surat lainnya yang disamakan dengan surat-surat tersebut di atas.

Segala bentuk Ijasah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tanda

Tamat Belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu

pendidikan, latihan, kursus, dan penataran.

Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran

lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang

diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.

Tanda bukti penerimaan uang negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah,

dan Bank.

Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan

dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan Bank.

Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan internal organisasi.

Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayarn uang tabungan kepada

penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang

tersebut.

Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.

Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam

bentuk apapun.

Page 22: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

2.2.6 Subyek Pajak Bea Materai

Subjek Bea Materai adalah pihak yang menerima atau pihak yang mendapat

manfaat dari dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

2.2.7 Tarif Pajak Bea Materai

1. Tarif Bea Meterai Rp 6.000,00 untuk dokumen sebagai berikut:

a. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk

digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau

keadaan yang bersifat pendata

b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya

c. Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep selama nominalnya lebih dan

Rp1.000.000,00.;

d. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan,

yaitu:

- surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan.

- surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya,

jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dan

tujuan semula.

2.

Untuk dokumen yang menyatakan nominal uang dengan batasan sebagai berikut:

- nominal sampai Rp250.000,- tidak dikenakan Bea Meterai

- nominal antara Rp250.000,- sampai Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai

Rp3.000,-

- nominal diatas Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 6.000,-

3.

Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,- tanpa

batas pengenaan besarnya harga nominal.

4. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal

sampai dengan Rp1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,- sedangkan yang

mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp

Page 23: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

6.000,-.

5. Sekumpulan Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam

surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp

1.000.000,- dikenakan Bea Meterai Rp 3.000,-, sedangkan yang mempunyai harga

nominal lebih dan Rp 1.000.000,- dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp

6.000,-.

2.2.8 Dasar Pengenaan Pajak Bea Materai

Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun

1985 atau disebut juga Undang-Undang Bea Meterai. Undang-Undang ini berlaku

sejak tanggal 1 Januari 1986. Selain itu untuk mengatur pelaksanaannya, telah

dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea

Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai.

Bea Meterai dikenakan atas dokumen (merupakan pajak atas dokumen).

Satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai.

Rangkap/tindasan (yang ikut ditandatangani) terutang Bea Meterai sama

dengan aslinya.

2.2.9 Cara Pelunasan Bea Materai

Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata cara pelunasan

bea meterai. Pada dasarnya pelunasan bea meterai dapat ditempuh dengan dua cara

yaitu :

1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas meterai.

2. Cara pelunasan bea meterai dengan cara lain yang ditetapkan menteri keuangan,

yaitu :

a. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan

Meterai.

Dasar Hukum :

133b/KMK.04/2000

KEP - 122b/PJ./2000 Jo SE - 07/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001

Page 24: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai

diperbolehkan bagi penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan

jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen.

b. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Teknologi Percetakan

Dasar Hukum :

133b/KMK.04/2000

KEP - 122c/PJ./2000 Jo SE - 04/PJ.5/2001 Jo SE - 28/PJ.5/2001

c. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Sistem

Komputerisasi

Dasar Hukum :

133b/KMK.04/2000

KEP - 122d/PJ./2000 Jo SE - 05/PJ.05/2001

2.2.10 Denda Administrasi

Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985

Dokumen yang terutang bea meterai tetapi bea meterainya tidak atau kurang

dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda sebesar 200% dari bea

meterai yang tidak atau kurang di bayar.

Pelunasan bea meterai yang terutang berikut dendanya dilakukan dengan cara

pemeteraian kemudian

Page 25: Makalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan & Bea Materai

DAFTAR PUSTAKA

Prof Dr. Mardiasmo, MBA. Perpajakan. AK Andi. Yogyakarta

http://dispenda.badungkab.go.id/obyek-pajak/pajak-bphtb-bea-perolehan-hak-atas-

tanah-dan-bangunan/

http://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukung-

pembangunan/bea-perolehan-hak-atas-tanah-dan-bangunan-bphtb/

http://jovi-joe.blogspot.com/2012/01/blog-post.html

http://pajaktaxes.blogspot.com/p/bphtb.html

http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/04/bphtb.html

http://sharing-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-objek-pajak-dan-subjek-

pajak.html

https://sites.google.com/site/referensipajak/Pengertian-Obyek-Subyek-Tarif-Cara-

Contoh-Menghitung-Pembayaran-Penetapan-Penagihan-Keberatan-Banding-Bea-

Perolehan-Hak-Atas-Tanah-Dan-Bangunan-BPHTB

http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&cat=bphtb