luang pu dun1a

49

Click here to load reader

Upload: agus-suwung

Post on 03-Jul-2015

216 views

Category:

Documents


44 download

TRANSCRIPT

Page 1: Luang Pu Dun1a

Luang Pu Dun (1888-1983)

Mendiang Luang Pu Dun (Phra Ajaan Dune Atulo) adalah salah satu murid paling senior dari master meditasi legendaris Ajahn Mun. Beliau sangat disegani dikalangan bhikhu2 tradisi hutan Thai. Luang Pu dikenal sangat "pelit" bicara, hampir tak pernah mengajar secara formal, sehingga catatan tentang ajaran beliau hanya ada berupa satu buku tipis berjudul "Atulo." Buku yang hanya 40 an halaman ini isinya sangat tajam dan telak. Meski sudah membaca beberapa kali, toh ketika membacanya lagi kita masih bisa tersedak-sedak--"tendangannya" sungguh terasa :)

Sekarang buku "Atulo" telah diterjemahkan ulang oleh Ajahn Thanissaro dan bisa didownload di internet dg judul baru: Gifts he left behind 

Banyak orang memandang pendekatan beliau mirip dg Zen, sebagaimana diutarakan pada artikel nomer 52 berikut ini:

52. Kebenaran itu pada dasarnya adalah: Satu dan Sama

Banyak orang-orang terpelajar yang mengatakan bahwa Ajaran Luang Pu Dun itu sangatlah mirip dengan Zen atau Sutra Altra (Sutra Weilang dari Chan Patriarkh Huineng). Saya menanyai beliau tentang hal ini berulang kali, dan akhirnya beliau menjawab sebagai berikut,

“Semua kebenaran Dhamma itu memang sudah selalu ada di dunia ini. Setelah Sang Buddha merealisasi akan kebenaran-kebenaran tersebut, beliau kemudian membabarkannya dengan mengajar kepada semua makhluk di jagad raya ini. Nah, oleh karena masing-masing dari setiap makhluk itu punya bakat dan kecenderungan yang berbeda-beda—ada yang kasar, ada yang halus—maka beliau musti menggunakan sedemikian banyak kata-kata, yakni: 84.000 metode Dhamma. Seseorang yang bijak akan memilih kata-kata yang paling cocok buat menjelaskan Dhamma kepada orang yang berminat mencari kebenaran. Mereka harus mengalami sendiri kebenaran Dhamma tersebut dan memeriksa kesesuaiannya sebelum mengajarkannya ke orang-orang lain. Dan orang bijak tidak akan mengukuhi kata-kata Ajaran itu sendiri; mereka juga sama sekali tidak melekat kepada kata-kata tersebut.”

1

Page 2: Luang Pu Dun1a

(diterjemahkan oleh ir.agus santoso)

PENGANTAR

Telah banyak orang yang memohon untuk bisa mendapatkan ajaran Dhamma Luang Pu Dun. Mereka ingin membaca, ataupun mendengarkannya. Sejujurnya, musti saya akui bahwa ceramah Dhamma beliau sangatlah langka. Ini karena Luang Pu tak pernah memberikan ceramah formal atau pengajaran yang panjang. Beliau hanya mengajar meditasi, memberi peringatan ke murid, menjawab pertanyaan, atau membahas Dhamma dengan bhikkhu senior lainnya. Cara bicara beliau: ringkas, hati-hati, dan to the point. Pada upacara-upacara resmi pun beliau tidak memberi ceramah. Beliau dikenal sebagai guru yang pendiam--hanya berbicara ketika benar-benar diperlukan saja.

Menanggapi minat serta permintaan begitu banyak orang terhadap ajaran Dhamma Luang Pu Dun, maka saya menyusun buku kumpulan ajaran-ajaran pendek beliau ini--kebenaran murni tingkat tertinggi, pengajaran dan peringatan beliau kepada murid, tanya-jawab, dan kutipan sutta yang beliau sukai. 

Saya pernah hidup bersama beliau untuk waktu yang cukup lama, hingga akhir hayat beliau, saya telah mengumpulkan kalimat-kalimat ini dari ingatan ataupun dari buku catatan. Ini juga saya lengkapi dengan sedikit latar belakang kejadian, lokasi, dan orang-orang yang berkaitan, agar kisah ini menjadi lebih menarik serta mudah dipahami .

Sungguh menarik--bahkan mencengangkan--kendati Luang Pu sangat jarang berbicara, namun beliau sangat lihay dan cergas--responnya spontan dan tak pernah meleset. Kata-katanya pendek tapi maknanya sangat mendalam. Tiap kalimat, yang meski pendek-pendek itu, isinya penuh dan lengkap. Seolah beliau menghipnotis audiens, memaksa mereka untuk sekian waktu mengkontemplasikan kata-kata beliau, dengan menggunakan kebijaksanaan yang terdalam.

Para pembaca--apabila menyaksikan bahwa kalimat-kalimat di sini mengandung ajaran yang mungkin sebagian biasa-biasa saja,

2

Page 3: Luang Pu Dun1a

sebagian lucu, dan sebagian lagi berupa kebenaran murni ultimit--bisa bertanya-tanya mengapa ajaran ini tidak disusun secara bertingkat, dari yang mudah ke yang lebih sulit, atau dari rendah ke tinggi. Alasan mengapa saya tidak menyusunnya dengan cara seperti itu adalah karena setiap kisah tersebut adalah padat & lengkap pada setiap satu halaman, dan saya ingin membuat variasi dengan atmosfirnya.

Jika sekiranya hal ini kurang layak, kurang pantas, atau malah salah, saya memohon kepada mereka yang terpelajar untuk bersedia memaafkan saya, penyusun yang kurang pandai.

Penyusun:

Phra Khru Nandapaññabharana

(saat ini, Phra Bodhinandamuni)

July 1, 1985

3

Page 4: Luang Pu Dun1a

1. Sambutan Dhamma

Pada tgl 18 Desember 1979, Raja dan Ratu Thailand membuat kunjungan pribadi ke Luang Pu Dun. Setelah menanyakan kesehatan guru meditasi tsb, mereka lalu membahas tentang Dhamma.

Raja mengajukan sebuah pertanyaan: "Dalam menanggalkan klisha, yang mana yang musti ditanggalkan terlebih dahulu?"

Luang Pu menjawab,

"Semua klisha itu bersama-sama terbitnya di pikiran. Curahkan perhatian persis pada pikiran ini. Klisha apapun yg pertama terbit, itulah yang pertama kali ditanggalkan." 

3.Tentang Empat Kebenaran Mulia

Seorang bhikkhu meditator senior datang menghormat kepada Luang Pu Dun pada hari pertama masa vassa (Rains Retreat) tahun 1956.

Setelah memberinya petunjuk tentang beberapa topik yang mendalam, Luang Pu meringkas hal Empat Kebenaran Mulia sbb :

Pikiran yang mengarah ke-luar adalah sebab dari penderitaan.Akibat dari pikiran yang mengarah ke-luar adalah penderitaan.Pikiran yang melihat ke pikiran adalah Jalan.Akibat dari pikiran yang melihat ke pikiran adalah berakhirnya penderitaan. 

5.Luang Pu menegur bhikkhu-bhikkhu yg sembrono

 Seorang bhikkhu bersikap sembrono, ia cuma suka menghitung-hitung Sila-nya sebagaimana yg ada pada buku teks, bangga diri bahwa ia punya sebanyak 227 sila. 

"Nah, kalau sila--yang sungguh-sungguh ia praktikkan--itu jumlahnya ada berapa ?!" 

6.Nyata, tapi tidak nyata

4

Page 5: Luang Pu Dun1a

Adalah jamak bahwa: bagi orang berlatih konsentrasi (samadhi) yang mulai mendapat kemajuan, menjadi bingung tatkala mengalami pelbagai penampakan ataupun menyaksikan bagian-bagian tubuh mereka sendiri. Banyak yang kemudian menghadap ke Luang Pu, mohon penjelasan tentang pengalamannya itu dan minta petunjuk bagaimana cara untuk berlatih lebih lanjut.

Mereka bertanya, "Saya bermeditasi dan melihat surga, neraka, dewa-dewi dan kadang bahkan citra Sang Buddha. Apakah semua yang saya lihat itu nyata?"

Luang Pu menjawab,

"Penglihatan-nya memang nyata, tapi apa yang kamu lihat di dalam penglihatan itu: tidak [nyata]". 

7.Melepas Pengalaman-Penampakan (nimitta)

Mereka kemudian bertanya lagi, "Luang Pu, Anda bilang bahwa: semua penampakan hanyalah sesuatu yang eksternal, bahkan tidak ada gunanya; dan jika saya mandeg pada pengalaman penampakan itu, maka praktik saya takkan bisa maju.

Mohon tanya: kenapa saya jadi macet pada penampakan-penampakan itu dan tak bisa melewatinya? Setiap saya duduk bermeditasi, begitu pikiran mulai mengendap--segera batin ini kecemplung dalam keadaan itu. Mohon Luang Pu berkenan memberi petunjuk tentang bagaimana cara yang paling effektif untuk lepas dari penampakan-penampakan itu sehingga saya bisa melanjutkan praktik saya?"

Luang Pu menjawab,

"Eh, tahukah kamu, beberapa dari pengalaman-penampakan itu memang bisa sungguh asyik dan memikat. Akan tetapi kalau kamu mandeg tinggal di situ --- itu cuma buang-buang waktu saja. Cara penyelesaiannya sangatlah mudah: Jangan perhatikan apa yang kamu lihat di dalam penampakan itu, akan tetapi arahkanlah perhatian kepada SIAPA ini yang sedang melihat (observe the observer). Maka hal-hal yang tak ingin kamu lihat itu bakal hilang dengan sendirinya."

5

Page 6: Luang Pu Dun1a

8.Itu Cuma Eksternal 

Pada tanggal 10 Desember 1981, Luang Pu menghadiri perayaan tahunan Vihara Wat Dhammamongkon, di jalan Sukhumvit, Bangkok. Di situ ada banyak umat wanita--samaneri-sementara--dari sebuah perguruan di dekat situ yang ikut datang membahas pelbagai pencapaian latihan vipassana metode Burma mereka.

Mereka menyampaikan ke Luang Pu bahwa tatkala batin mereka mengendap, mereka mulai menyaksikan citra Sang Buddha di hati. Beberapa juga bilang: telah menyaksikan surga beserta istana buat mereka kelak bisa tinggal. Ada pula yang bilang telah menyaksikan Stupa Culamani (sebuah tempat peringatan buat menyimpan relik Sang Buddha di surga).

Semua nampak puas dan bangga oleh kesuksesan praktik vipassana-nya.

Luang Pu berkata,

"Seluruhnya---yang nampak terlihat bagi kalian itu---cuma hal-hal eksternal. Kalian sama sekali tidak bisa memakainya sebagai sebuah tempat berlindung yang permanen."

9.Berhenti Untuk Mengetahui

Pada bulan Maret 1964, ada sejumlah besar bhikkhu cendekiawan dan meditator--sebuah kelompok Dhamma Duta yang pertama--datang memberi hormat ke Luang Pu. Mereka mohon petunjuk & ajaran yang akan dipergunakan dalam tugas mereka menyebarkan Dhamma.

Luang Pu mengajarkan tentang Dhamma yang level ultimit--buat dipraktikkan mereka supaya mencapai level tersebut, dan untuk dibabarkan ke oranglain.

Setelah selesai berbicara, Luang Pu menutupnya dengan satu kalimat,

"Meski kamu berpikir sekeras apapun, kamu tidak bakalan tahu. Hanya ketika kamu berhenti berpikir, maka kamu bisa tahu --

6

Page 7: Luang Pu Dun1a

namun toh, untuk mencapainya kamu tetap musti memakai pemikiran (thought)."

10.Bisa Maju atau malah Hancur

Pada kesempatan itu, Luang Pu juga memberi peringatan kepada para bhikkhu Dhamma Duta itu,

"Ketika kalian pergi menyebarkan ajaran Sang Buddha, ini bisa membawa kemajuan atau mungkin malah merusaknya. Saya berkata demikian karena pribadi si bhikkhu penyebar Dhamma adalah faktor yang sangat menentukan. Apabila ia berperilaku layak, menjaga batin yang kontemplatif, dengan sikap serta perilaku yang sejalan dengan hidup kontemplatif, maka orang-orang yang menyaksikannya, jika mereka belum mempunyai keyakinan akan tumbuh keyakinan; jika mereka sudah memiliki keyakinan, maka keyakinannya pun akan lebih menguat. Akan tetapi, jika kamu berperilaku sebaliknya, itu bakal menghancurkan kepercayaan orang yang sudah mempunyai kepercayaan, dan mereka yang belum mempunyai kepercayaan pun malah bakal menyingkir jauh-jauh. Jadi, saya minta agar kalian selalu menjaga penerapan baik dalam pengetahuan maupun perilaku anda. Jangan sembrono.

Apapun yang Anda ajarkan ke orang lain, maka kamu -- ya, kamu sendiri itu -- harus ngelakoni-nya sendiri sebagai teladan."  

11.Di level ultimit, tiada lagi hasrat pribadi

Sebelum masa vassa tahun1953, Luang Phaw Thaw--seorang famili Luang Pu yang ditahbiskan pada usia agak lanjut--pulang dari perjalanan kelananya bersama Ajahn Thate dan Ajahn Saam di propinsi Phang-nga. Ia bermaksud memberi hormat kepada Luang Pu serta hendak belajar lebih lanjut tentang meditasi. 

Luang Phaw Thaw lalu berbincang dengan Luang Pu tentang hal yang lazim, dengan mengatakan, "Sekarang engkau telah merampungkan pembangunan aula penahbisan beserta  Dhammasala-nya yang bagus dan luas. Dengan ini, tentulah engkau telah menimbun karma baik yang luarbiasa besar."

Luang Pu menjawab,

7

Page 8: Luang Pu Dun1a

"Yang aku bangun ini adalah untuk kebaikan orang banyak, untuk kebaikan dunia, vihara, dan agama--dah, itu saja. Soal timbunan karma baik--punya beginian ini bagiku mau untuk apa?"

12.Memberi Pelajaran?

Enam tahun setelah Perang Dunia II berakhir, dampak perang tersebut masih nampak begitu jelas dalam bentuk susah pangan serta sulitnya bahan kebutuhan pokok lain. Lebih khusus, adalah langkanya bahan pakaian. Maka, jika seorang bhikkhu atau samanera bisa punya satu setel jubah lengkap, ia sudah sangat beruntung.

Saya adalah salah satu dari sekian banyak samanera yang tinggal bersama Luang Pu Dun.

Suatu hari, Samanera Phrom--yang adalah keponakan Luang Pu--menyaksikan Samanera Chumpon memakai jubah baru yang bagus. Ia lalu menanyainya, "Kamu dapat jubah itu dari mana?" 

Samanera Chumpon menerangkan, "Saya bergilir melayani Luang Pu. Ketika beliau melihat jubah saya robek, beliau memberiku satu jubah baru."

Keesokannya, saat tiba giliran Samanera Phrom buat memijat kaki Luang Pu, ia sengaja mengenakan satu jubah koyak, dengan harapan bakal diberi satu jubah baru pula. Sewaktu ia selesai memijat dan hendak keluar, Luang Pu melihat jubahnya yang sobek, beliau pun iba kepada keponakannya itu. Luang Pu lalu bangkit, membuka laci, dan menyodorkan sesuatu ke Samanera Phrom, sembari berkata,

"Nih. Dijahit tuh. Jangan kemana-mana memakai jubah robek begitu !"

Samanera bergegas menerima jarum dan benang dari tangan Luang Pu, sambil berlalu dengan kecewa.  

13.Mengapa mereka Menderita?

Seorang ibu separuh baya memberi hormat kepada Luang Pu Dun.

8

Page 9: Luang Pu Dun1a

Ia datang menceritakan keadaan hidupnya; dikatakanlah bahwa status sosialnya sangat baik dan ia tiada pernah kekurangan suatu apa.

Namun ia merasa sedih, sehubungan dengan anak laki-lakinya, yang tidak mau menurut, kacau, serta kecanduan aneka hiburan yang jahat. Anak tersebut menghambur-hamburkan harta benda serta menghancurkan hati kedua orangtuanya sampai mereka kewalahan, tak tahu lagi harus bagaimana.

Maka si ibu memohon petunjuk ke Luang Pu tentang cara meredakan penderitaannya, serta bagaimana cara memperlakukan si anak agar bisa sadar.

Luang Pu memberikan beberapa saran, petunjuk, dan mengajarkan cara untuk menentramkan batin serta agar dapat melepas. 

Setelah ibu itu berlalu, Luang Pu berkomentar,

"Orang jaman sekarang banyak menderita oleh karena pemikiran-pemikirannya sendiri ... "

14.Kaya dalam Dhamma

Luang Pu kemudian melanjutkan pembicaraannya dengan berkata, "Hal-hal materi di dunia ini sebenarnya ada begitu banyak tersedia. Orang-orang yang kurang pintar dan yang kurang mampu tak bisa memperolehnya sehingga mereka menghadapi kesulitan hidup serta kemiskinan. Mereka yang pandai, mampu menumpuknya sampai berkelimpahan, sehingga hidupnya selalu enak di sepanjang waktu. Sedang para suci, mereka berlatih jusru agar terbebas dari semuanya itu, mencapai suatu keadaan dimana mereka tiada lagi memiliki apapun jua, karena--

Di area duniawi, "punya" itu berarti seseorang "memiliki"; sedang di dalam Dhamma, "punya" berarti "tidak-memiliki."

16.Bhikkhu Sejati

9

Page 10: Luang Pu Dun1a

Ketika seseorang mencukur rambut dan jenggotnya, lalu kemudian mengenakan jubah-coklat, itu adalah simbol statusnya sebagai "bhikkhu"--namun ini baru level eksternal saja. Dan hanya apabila ia telah mencukur habis semua belitan mental--segala kekusutan rendah--dari hatinya, barulah engkau boleh menyebutnya sebagai bhikkhu pada level internal. 

"Ketika kepala sudah digundul, serangga perayap seperti kutu tak lagi bisa tinggal di situ. Sama halnya, ketika batin telah terbebas dari obyek-obyek serta bentukan-bentukan mental, maka kepedihan pun tak lagi bisa tinggal. Dan ketika ini menjadi keadaan alami-mu, barulah engkau boleh disebut bhikku sejati."

17.Mengharap Penegasan

 Pada tahun 1961, Asosiasi Buddhist Surin mengundang Bhante Pannananda untuk memberi ceramah di balairung gubernuran. Dalam ceramah, sang Bhante mengritik keras orang-orang yang memberi persembahan nginang serta rokok kepada para bhikkhu. Dikatakan bahwa umat tersebut samasekali takkan mendapat pahala karena barang-persembahannya menimbulkan kecanduan, dan para bhikkhu pun musti menghindarinya. Luang Pu Dun kadang merokok sesekali.Pada suatu petang, ketika sekelompok murid hendak memijat kaki Luang Pu, Bhante Maha Samer menggunakan kesempatan untuk bertanya [dengan mengharap Luang Pu bakal menegaskan hal itu], "Ketika Bhante Pannananda berkata bahwa dengan memberi persembahan rokok kepada bhikkhu, maka umat takkan beroleh pahala samasekali, apa betul bahwa umat tersebut tidak akan mendapat pahala?" Luang Pu spontan menimpali, "Kalau ndak dapat pahala, ya, ndak usah ngasih !"

18. Cara Pasti Memperoleh Sesuatu-Yang-Istimewa

10

Page 11: Luang Pu Dun1a

Di awal bulan Sepetember, 1983, serombongan ibu-ibu dari Departemen Dalam Negeri, diketuai oleh nyonya Juap Jirarote, pergi ke Thailand Timur Laut guna melakukan aksi sosial. Pada suatu petang, jam 18.20, mereka menyempatkan diri berkunjung memberi hormat kepada Luang Pu Dun.

Mereka lalu melakukan penghormatan, menanyakan kesehatan beliau serta memohon berkah. Karena beliau nampak sedang kurang sehat, maka mereka pun cepat-cepat berlalu. Akan tetapi, sementara yang lain sudah pergi, ada satu orang ibu yang masih saja bertahan. Ia menggunakan kesempatan langka itu untuk mengajukan permohonan, "Saya mohon Luang Pu berkenan memberi sesuatu-yang-spesial [istilah halus dari jimat]."

Luang Pu berkata, "Kamu musti bermeditasi agar memperoleh sesuatu-yang-spesial. Kalau engkau berlatih meditasi, batinmu akan tenteram. Ucapan dan tindakanmu bakal bajik dan damai. Dengan demikian engkau akan hidup bahagia, cukuplah itu."

Ibu tersebut berkata dengan kurang puas, "Kerjaan saya banyak sekali, tak ada waktu untuk meditasi. Tugas pemerintahan itu sibuknya luarbiasa, kapan saya bisa bermeditasi?"

Luang Pu menjawab,

"Kalau kamu punya waktu untuk bernafas, maka artinya kamu punya waktu untuk bermeditasi." 

19. Putus-Hubungan

Tahun 1979, Luang Pu Dun pergi tetirah ke Propinsi Chantaburi sembari mengunjungi Ajahn Somchai. Kebetulan di situ ada seorang bhikkhu senior bekas perwakilan Sangharaja untuk daerah Thailand Selatan bernama Phra Dhammavaralankan dari Vihara Wat Buppharam, Bangkok. Bhikkhu tersebut sudah purna-tugas dan berlatih meditasi pada usianya yang telah lanjut, cuma setahun lebih muda ketimbang Luang Pu.

11

Page 12: Luang Pu Dun1a

Mengetahui bahwa Luang Pu adalah seorang bhikkhu meditator, ia jadi tertarik lalu berbincang lama dengan beliau tentang manfaat meditasi. Ia menceritakan tentang tugas-tugasnya terdahulu, menyebut bahwa ia telah menyia-nyiakan masa hidupnya banyak untuk studi dan kesibukan administratif sampai tua.

Ia lalu mendiskusikan beberapa aspek praktik meditasi; dan akhirnya bertanya kepada Luang Pu, "Apakah Anda masih punya kemarahan?"

Luang Pu langsung menjawab,

"Ya masih, tapi saya sudah putus-hubungan dengannya."

 20. Menyadari Terus Menerus

Tatkala Luang Pu sedang menjalani perawatan di RS Chulalongkorn, Bangkok, ada banyak orang berdatangan memberi hormat serta untuk mendengar ajaran Dhamma.

Tuan Bamrungsak Kongsuk adalah salah satu di antara tamu yang berminat pada praktik meditasi. Ia murid Ajahn Sanong dari Wat Sanghadana di Propinsi Nothaburi--sebuah biara pusat meditasi yang masa itu terkenal dengan praktik kerasnya. Ia membahas praktik Dhamma, dan kemudian bertanya, "Luang Pu, bagaimanakah cara memutus kemarahan?"

Luang Pu Dun menjawab,

"[Sebenarnya] tidak ada yang memutusnya. Yang ada hanya ke-awas-an terus menerus. Ketika engkau mengawasinya terus menerus, suatu saat ia akan hilang dengan sendirinya."  

21. Tidak Membuang Waktu Sedikit pun

Banyak bhikkhu dan samanera yang malam hari menjagai Luang Pu di RS Chulalongkorn bingung dan heran manakala beberapa kali, setelah jam 1-an tengah malam, mereka bisa mendengar Luang Pu membabarkan Dhamma kira-kira selama sepuluh menit lalu diikuti

12

Page 13: Luang Pu Dun1a

lantun pemberkahan--terkesan seolah ada banyak hadirin di kamar beliau.

Mula-mula mereka tidak ada yang berani bertanya. Tapi kemudian peristiwa itu terjadi berulang-ulang, maka mereka pun tak bisa menahan kebingungannya lagi lalu menanyai beliau.

Luang Pu menjawab,

"Kebimbangan dan pertanyaan-pertanyaan ini bukan Jalan praktik Dhamma."    

22.Hemat Bicara

Serombongan praktisi Dhamma dari propinsi Buriram -- dengan dipimpin oleh seorang jaksa propinsi -- Letnan Polisi Bunchai Sukontamat -- datang untuk memberi hormat, mendengarkan Dhamma, dan minta petunjuk kepada Luang Pu agar mereka bisa lebih maju di dalam praktik.

Kebanyakan dari mereka sudah pernah belajar pada guru-guru meditasi (ajahn) yang terkenal. Guru-guru tersebut mengajarkan beragam cara praktik yang satu dengan yang lain kadang tidak sejalan -- ini menimbulkan banyak kebingungan. Maka mereka minta petunjuk dari Luang Pu tentang cara praktik yang paling jitu, mudah serta simpel karena mereka itu tidak punya banyak waktu untuk berlatih.

Luang Pu menjawab,

"Lihat pikiran, memakai pikiran."

23. Simpel, Tapi Sulit

Komunitas Duangporn Tharichat dari Radio Angkatan Udara Stasiun 01 Bang Syy, diketuai oleh Mr. Akhom Thannithate, pergi ke Thailand Timur Laut untuk berdana serta memberikan penghormatan kepada para guru meditasi di biara-biara di daerah itu. Ketika menyambangi Luang Pu, mereka menyampaikan donasi dan kemudian mereka pun menerima beberapa souvenir kecil. Sehabis itu rombongan lalu pergi berbelanja, dan sebagian mencari tempat beristirahat.

13

Page 14: Luang Pu Dun1a

Di antara mereka ada empat atau lima orang yang tetap tinggal dan mohon petunjuk dari Luang Pu tentang bagaimanakah metode paling simpel guna terbebas dari stress dan depressi, dimana hal ini telah menjadi masalah lama bagi mereka. Mereka menginginkan metode yang "paling cepat".

Luang Pu menjawab,

"Jangan mengirim batinmu ke-luar."

24. Kebenaran Duniawi

Seorang ibu keturunan China, sehabis menghormat kepada Luang Pu, bertanya, "Saya harus pindah ke Distrik Prakhonchai, Propinsi Buriram, mendirikan toko di dekat tempat tinggal sanak-keluarga saya. Mereka semua masing-masing saling menyarankan agar saya berjualan ini, itu, beda ragam barang yang menurut mereka bakal laris. Saya jadi bingung tentang jualan apa yang bakal laku, maka saya menghadap Luang Pu mohon saran sebaiknya saya berjualan apa?."

Luang Pu mengatakan,

Jualan apapun oke, selama ada yang beli."

25. Buanglah

Seorang ibu profesor, setelah mendengarkan Luang Pu mengajar praktik Dhamma, bertanya tentang bagaimana cara yang sesuai dengan Dhamma dalam "mengenakan-dukacita" (istilah Thai untuk menghormati masa berdukacita).

Ibu tersebut berkata, "Jaman sekarang orang-orang tak lagi mengenakan-dukacita dengan cara yang benar yang sesuai adat kelaziman, meski sebenarnya Raja Rama VI telah menentukan standar baku semasa pemerintahannya. Ketika keluarga dekat, atau sesepuh keluarga jauh kita meninggal, mestinya kita harus berdukacita selama 7 hari, 50 hari, atau 100 hari. Namun akhir-akhir ini orang tak lagi mengikuti adat tersebut. Maka saya ingin bertanya: Bagaimanakah cara yang tepat untuk berdukacita?"

Luang Pu menjawab,

14

Page 15: Luang Pu Dun1a

"Dukacita itu adalah sesuatu untuk dipahami. Ketika kamu telah paham sepenuhnya, kamu lepaskan. Jadi, mengapa kamu malah ingin mengenakannya terus?"

26. Tujuannya Bukan Itu

Tanggal 8 Mei 1979, agak malam, sekelompok petinggi tentara datang menghormat Luang Pu sebelum kemudian kembali menuju Bangkok. Di antara rombongan ada dua Letnan Jendral yang setelah berbicara dengan Luang Pu, mereka melepas kalung jimatnya, diletakkan pada nampan mohon agar diberkahi dengan kekuatan samadhi Luang Pu. Beliau menurutinya dan kemudian mengembalikan jimat itu kepada kedua pejabat tersebut. Salah satu dari mereka bertanya, "Kami mendengar bahwa Luang Pu telah membuat banyak macam jimat di beberapa waktu lalu, yang manakah dari mereka yang paling termashyur?"

Luang Pu menjawab,

"Tak satu pun."

27. Bedanya Langit dan Bumi

Suatu hari, ada serombongan tiga atau empat orang yang berasal dari propinsi jauh datang mengunjungi Luang Pu manakala beliau sedang duduk-duduk di teras Dhammasala. Dari polahtingkahnya--cara mereka duduk dan bicara yang sembrono--terlihat kemungkinan besar mereka biasa campur dengan bhikkhu gadungan dari daerah lain. Lebih parah lagi, mereka sangka Luang Pu juga suka akan jimat, dimana mereka kemudian ngomong tentang beberapa guru meditasi tersohor yang telah memberi mereka jimat dengan aneka ragam kekuatan gaibnya. Terakhir, mereka merogoh jimat masing-masing dan mulai saling pamer di hadapan Luang Pu. Yang satu punya taring celeng, yang lain mengeluarkan kuku macan, satunya lagi cula badak. Masing-masing saling berdebat menyombongkan kesaktian jimatnya, lalu akhirnya ada satu tanya ke Luang Pu, "Hei, Luang Pu. Yang mana menurutmu yang paling ampuh dan hebat, heh?

Luang Pu nampak sangat geli dan bilang sambil tersenyum,

15

Page 16: Luang Pu Dun1a

"Nggak ada yang ampuh sama sekali, nggak ada yang istimewa. Semua cuma dari bangkai hewan."

28. Esensi Buddhadhamma

Luang Pu suatu kali berkata, "Di masa vassa tahun 1952 saya telah membuat ikrar untuk membaca tuntas seluruh Ti Pitaka guna menemukan letak kunci Ajaran Buddha--untuk menemukan kunci dari Kebenaran Mulia, letak kunci dari pengakhiran dukkha--untuk menemukan bagaimana kesimpulan akhir dari Sang Buddha. Saya baca Ti Pitaka sampai habis, sembari terus mengontemplasikannya, namun tiada satu bait pun yang bisa sungguh menyentuh hatiku, yang bisa membuatku yakin bahwa, 'Inilah akhir dari penderitaan. Inilah tujuan dari Jalan Dhamma dan buahnya, atau yang disebut Nibbana.'

Terkecuali satu bait ini. Ketika Bhante Sariputta yang baru saja keluar dari pencapaian akhir-dari-penderitaan (nirodha samapatti), dan Sang Buddha lalu bertanya, 'Sariputta, kulitmu nampak luarbiasa terang, penampilannya begitu jernih. Apa tempat di mana batinmu tinggal?"

Sariputta menjawab,

'Tempat batin dimana saya tinggal adalah shunyata.'

"Inilah, satu ini saja, yang telah menyentuh hatiku."

29. Yang Tidak Perlu dan Yang Perlu Dipelajari

Ven. Ajahn Suchin Sucinno--yang di waktu lampau mendapatkan gelarnya Sarjana Hukum dari Universitas Dhammasaat--punya keyakinan tinggi terhadap Buddhadhamma. Ia dahulu adalah murid Luang Pu Lui selama beberapa tahun dan kemudian, setelah mendengar reputasi Luang Pu Dun, lalu ikut berlatih di bawah bimbingannya. Belakangan ia ditahbiskan menjadi bhikkhu. Setelah belajar pada Luang Pu beberapa waktu, ia lalu pamit untuk pergi berkelana buat menjalani penyunyian diri.

Luang Pu memberinya nasehat,

"Dalam urusan Vinaya, engkau musti mempelajari dan membaca kitabnya hingga paham dengan persis masing-masing dan setiap

16

Page 17: Luang Pu Dun1a

aturan sampai tingkat dimana engkau bisa menerapkannya tanpa kesalahan. Sedang untuk urusan Dhamma, apabila engkau membaca terlalu banyak, kau malah bakal berspekulasi terlalu banyak, jadi tidak harus membacanya semua. Tumpahkanlah saja seluruh semangatmu pada praktik semata, itu sudah cukup.”

30. Yang Musti Diperhatikan

Luang Taa Naen ditahbiskan menjadi bhikkhu setelah setengah umur. Meski buta huruf dan tidak bisa berbahasa Thai Tengah, ia mempunyai kelebihan yakni: berniat kuat, rajin dan tak pernah lalai dalam tugas, ia mudah dinasehati hingga sulit bagi orang untuk bisa menemukan kesalahannya. Ketika ia melihat beberapa bhikkhu lain mulai pamit untuk berkelana atau pergi belajar ke guru meditasi (ajahn) lain, ia lalu memutuskan ingin pergi pula. Maka ia maju untuk mohon pamit, dan memang kemudian diijinkan oleh Luang Pu. Tapi ia agak risau, "Saya tak bisa baca tulis, saya juga tidak paham bahasa mereka. Jadi bagaimana saya bisa berlatih bersama dengan mereka?"

Luang Pu menasehatinya,

"Praktik itu bukanlah soal huruf atau abjad dari kata-kata. Kenyataan bahwa kamu tahu bahwa kamu tidak tahu--itu adalah suatu titik awal yang bagus. Jalan praktik adalah sbb.: Dalam urusan Vinaya, perhatikanlah contoh yang diberikan, contoh yang dikerjakan oleh gurumu. Jangan menyimpang sedikit pun dari apa yang Guru kerjakan. Sedang dalam hal Dhamma, sekedar jaga perhatianmu tepat kepada pikiran-mu sendiri. Berpraktiklah persis pada pikiran. Ketika engkau bisa paham akan pikiranmu sendiri, itu, sudah cukup semata-mata dengan itu saja, bakal membuatmu paham akan seluruh segala sesuatu lainnya."

31. Tugas dan Masalah

Salah satu masalah sehubungan dengan mengelola Sangha, di samping mesti menangani pelbagai urusan besar atau kecil yang muncul, adalah kurang tersedianya bhikkhu berkwalitas buat menjadi kepala biara. Kadang kita mendengar kabar ada beberapa bhikkhu berebut untuk menjadi kepala dari sebuah biara, namun di

17

Page 18: Luang Pu Dun1a

kalangan murid-murid Luang Pu kejadiannya justru terbalik, mereka butuh dibujuk atau bahkan dipaksa agar mau mengemban tugas sebagai kepala biara. Setiap tahun tanpa kecuali, beberapa rombongan orang bakal datang menghadap Luang Pu, memohon beliau agar mengirim murid-muridnya untuk menjadi kepala di biara mereka. Apabila Luang Pu memandang bahwa bhikkhu tertentu perlu pergi, beliau akan menyuruhnya pergi, akan tetapi kebanyakan murid tidak mau. Yang sering dijadikan alasan adalah, "Saya tidak paham soal pekerjaan konstruksi, saya tidak tahu bagaimana cara melatih bhikkhu lain, saya tidak bisa berceramah, saya kurang bisa melayani atau menerima tamu. Maka dari itu saya tak ingin pergi."

Luang Pu akan menjawab,

"Hal-hal tersebut tidaklah terlalu pokok. Tugas utamamu adalah sekedar: ikuti jadwal harian, yakni: berpindapatta, makan ketika makan, duduk bermeditasi, meditasi jalan, bersih-bersih vihara, disiplin dalam melaksanakan Vinaya. Begitu sudah cukup. Sedang soal pekerjaan pembangunan, itu tergantung para umat. Apa mau dilaksanakan atau tidak, itu terserah mereka."

32. Rasa Puas

Hingga sampai penghujung hidupnya, Luang Pu punya kebiasaan mandi air hangat di setiap petang jam 5, dengan dibantu oleh seorang bhikkhu murid atau samanera. Setelah mengeringkan tubuh dan merasa segar, beliau akan mengucapkan beberapa patah kata Dhamma yang terlintas kala itu. Misal, suatu waktu beliau bilang,

"Kita ini para bhikkhu, apabila dalam hati kita bisa membangun rasa puas akan status kita sebagai bhikkhu, maka yang kita jumpai bakal: damai dan bahagia semata. Sebaliknya jika sebagai seorang bhikkhu, tapi kita malah mengidamkan situasi atau kesibukan-kesibukan yang lain, maka kita bakal tenggelam dalam penderitaan di sepanjang waktu. Manakala engkau bisa berhenti haus, berhenti mencari-cari, itulah kebhikkhuan sejati (the true state of a bhikkhu).”

33. Yang Penting

Meski seandainya engkau telah rampung membaca seluruh isi kitab Tipitaka dan mampu mengingat banyak sekali Ajaran Dhamma;

18

Page 19: Luang Pu Dun1a

meski engkau mampu menguraikannya secara memikat sehingga banyak umat tertarik dan memberimu hormat; meski engkau membangun banyak vihara atau bisa menjelaskan anicca, dukkha, anatta secara mendetil -- namun jika engkau masih saja tidak punya perhatian-penuh, berarti engkau sama sekali masih belum mencicipi rasa Ajaran ini sedikitpun. Karena semuanya tadi hanyalah hal-hal eksternal. Hal-hal tersebut memang berguna untuk urusan eksternal: bermanfaat bagi masyarakat, membantu orang lain, membantu generasi penerus, atau sebagai simbol agama. Sedang satu-satunya manfaat utama bagi tujuan sejatimu adalah: berhentinya penderitaan.

"Dan engkau hanya akan terbebas dari penderitaan apabila engkau bisa memahami tentang pikiran manunggal (the one mind)."

34. Tidak Terpikir

Di salah satu cabang kecil biara meditasinya Luang Pu Dun, terdapat sejumlah lima atau enam bhikkhu yang berniat berlatih dengan ketat. Mereka berikrar untuk tidak berbicara di sepanjang Retret Musim Hujan (masa Vassa). Takkan ada kata-kata yang terucapkan kecuali pada waktu kebaktian rutin serta pelafalan disiplin Patimokkha setiap dua minggu sekali. Di akhir masa Vassa mereka mengunjungi Luang Pu untuk memberi hormat dan melaporkan latihan ketatnya dengan berkata, "Kecuali hanya waktu kebaktian, kami telah bisa terus menerus menjaga keheningan dan sama sekali tidak berbicara di sepanjang masa Vassa."

Luang Pu tersenyum simpul dan berkata,

"Bagus juga. Ketika tidak ada yang berbicara, maka takkan ada ucapan buruk. Akan tetapi kalau bilang bahwa kalian bisa sama sekali berhenti bicara, itu benar-benar mustahil. Hanya para Ariya -- mereka yang telah memasuki penghentian sempurna, mereka yang telah melepas total segala vedana (perasaan) dan sanna (persepsi) -- yang benar-benar bisa berhenti bicara. Selain para Ariya, semua orang itu sebenarnya selalu omong terus-menerus siang dan malam. Terlebih lagi khususnya yang berikrar untuk tidak bicara: Mereka ini justru bakal omong jauh lebih banyak ketimbang orang lain, Cuma kali ini tidak pakai suara yang kedengaran orang."

19

Page 20: Luang Pu Dun1a

35. Jangan Salah Arah

Selain wisdom yang lahir langsung dari hatinya, Luang Pu sesekali juga mengutip kalimat dari Kitab Suci. Frasa yang dipandang penting, petunjuk praktik yang singkat dan langsung, akan beliau ulang lagi buat kami. Sebagai contoh, salah satu ajaran Sang Buddha yang suka beliau kutip adalah, "Wahai para bhikkhu, kehidupan suci ini dijalani bukanlah demi untuk mengelabui masyarakat, bukan untuk mencari kehormatan, bukan untuk mendapat keuntungan, persembahan, ataupun kemashyuran; bukan pula untuk menaklukkan kaum lain. Kehidupan suci ini dijalani semata-mata demi untuk pengendalian, meninggalkan, pelepasan dan berhentinya penderitaan."

Luang Pu lalu menambahkan,

"Mereka yang ditahbiskan dan mereka yang menjalankan praktik musti mengarah ke tujuan tunggal ini. Segala tujuan lain selain yang ini adalah salah."

36. Kata-Kata Sang Buddha

Luang Pu pernah berkata, "Orang, selama masih dikuasai kebodohan batin, akan punya harga-diri dan opini. Selama masih ada harga-diri, mereka bakal sulit untuk bisa selaras dengan orang lain. Ketika pandangannya tidak selaras dengan orang lain, mereka jadi bertengkar dan berselisih pendapat. Sedang bagi para suci yang telah merealisasi Dhamma, tiada satu hal pun yang perlu mereka pertengkarkan. Entah bagaimanapun orang lain punya pandangan, ia akan membiarkan hal itu sebagai urusan mereka sendiri. Sebagaimana kata-kata Sang Buddha berikut ini,

"Wahai para bhikkhu, apapun yang orang bijak-duniawi nyatakan sebagai ada, saya juga menyatakannya ada. Dan apapun yang orang bijak-duniawi nyatakan sebagai tidak-ada, saya juga menyatakan bahwa itu tidak-ada. Saya tidak berdebat dengan dunia; justru adalah dunia yang mendebat saya."

37. Mereka Yang Ucapannya Tiada Cela

Pada tanggal 21 Pebruari 1983, ketika Luang Pu Dun sakit keras dan mondok di RS Chulalongkorn, Bangkok, datanglah Luang Pu Saam Akincano membezuk. Saat itu Luang Pu sedang beristirahat. Luang Pu Saam duduk mendekat serta beranjali memberi hormat. Luang

20

Page 21: Luang Pu Dun1a

Pu Dun juga beranjali membalas hormat. Keduanya lalu duduk, diam sempurna, untuk waktu yang lama. Akhirnya, setelah waktu yang luar biasa lamanya, Luang Pu Saam mengangkat tangan lagi dan beranjali seraya berkata, "Saya pamit."

"Baik," jawab Luang Pu.

Untuk sepanjang seluruh waktu 2 jam, hanya kata-kata itu saja yang mereka ucapkan. Setelah Luang Pu Saam pergi, saya pun tak tahan dan bertanya, "Luang Pu Saam tadi berkunjung dan duduk di sini untuk jangka waktu yang lama. Kenapa Anda tidak berkata apa-apa kepadanya?"

Luang Pu menjawab,

"Seluruh tugas t'lah terselesaikan, tidak ada yang perlu dikatakan lagi."

38. Khanti Parami

Selama bertahun-tahun saya hidup di dekat Luang Pu, saya tidak pernah melihat gelagat yang mengindikasikan bahwa beliau sangat terganggu oleh sesuatu hingga sampai tak tertahankan lagi. Saya juga sama sekali tak pernah mendengar beliau itu mengeluh. Sebagai contoh, ketika bertugas sebagai bhikkhu senior, beliau tak pernah rewel ataupun menuntut tuan rumah agar mengubah segala sesuatu supaya mencocoki kemauannya. Kapan saja dan di mana pun ketika mendapat undangan dan perlu duduk untuk waktu yang lama atau tatkala cuacanya panas dan lembab, beliau tak pernah mengeluh. Ketika tidak sehat dan kesakitan, atau makannya telat, meskipun sangat lapar, beliau tak pernah menggerutu. Apabila hidangannya hambar tak berasa, beliau tiada pernah minta apapun untuk penyedap. Sebaliknya, apabila melihat bhikkhu senior yang rewel, yang meminta perlakuan spesial dari orang lain, beliau akan berkata,

"Kau tak bisa sabar menghadapi urusan kecil begini? Kalau yang begini saja engkau tak mampu bersabar, bagaimana mungkin engkau bisa menaklukkan klisha dan tanha?"

39. Suci dalam Ucapan

21

Page 22: Luang Pu Dun1a

Ucapan Luang Pu Dun itu selalu murni, oleh karena beliau hanya akan mengutarakan segala sesuatu yang punya manfaat. Beliau tiada pernah bikin masalah--baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain--lewat kata-katanya. Kendatipun, misalnya, ada orang yang memancing-mancing beliau agar mencela orang lain, itu tak pernah mempan.

Banyak orang kadang datang dan bilang, "Luang Pu, kenapa ya, kok beberapa penceramah terkenal negeri ini suka menyerang orang atau meremehkan masyarakat ataupun malah mengkritik bhiku-bhiku senior lain? Meski misalnya dibayar pun, saya takkan bisa menghormati bhiku-bhiku macam begitu."

Luang Pu menjawab,

"Itu semua adalah tingkat pengetahuan dan pemahaman mereka. Mereka berbicara sesuatu yang sejalan dengan tingkat pengetahuannya. Lagian, nggak ada tuh orang yang mau bayar kamu. Kalau kalian tidak mau menghormati, ya nggak usah hormati. Mereka pun, mungkin, juga tidak peduli."

40. Bhikkhu yang Makan dari Para Arwah

Lazimnya, Luang Pu suka mendorong para bhikkhu dan samanera untuk menjalankan praktik dhutanga--mengembara bermeditasi di hutan-hutan serta menjalankan laku asketik. Suatu waktu, manakala sejumlah besar murid-murid beliau--yang senior maupun yang yunior--hadir dalam suatu persamuan, Luang Pu menyarankan agar mereka pergi mengasingkan diri di rimba-rimba belantara, hidup di gunung atau di dalam gua-gua guna menggiatkan intensitas latihan mereka. Beliau berkata bahwa tempat-tempat semacam itu akan meningkatkan spirit mereka.

Lalu ada satu orang bkikkhu nyeletuk, "Luang Pu, saya tidak berani pergi ke tempat-tempat semacam itu. Saya takut dimangsa hantu."

Luang Pu langsung menyergah,

"Mana pernah ada hantu memangsa bhikkhu? Yang terjadi justru adalah para bhikkhu yang memangsa hantu--dan ini terjadi secara besar-besaran. Camkanlah. Hampir semua barang persembahan dari umat itu tujuannya adalah untuk dana parami bagi para arwah keluarga dan leluhur mereka: para orangtua, kakek-nenek, kakak-adik dari umat-umat tersebut. Sedangkan kita ini apa? Apakah kita

22

Page 23: Luang Pu Dun1a

para bhikkhu sudah bertindak layak? Kwalitas batin apa yang kita miliki agar bisa layak berbagi parami (pahala) dengan para arwah tersebut? Hati-hati, jangan sampai kalian itu malah jadi bhikkhu yang memangsa para arwah."

41. Bagus, tapi...

Sekarang ini ada banyak peminat meditasi yang jadi meluap-luap semangatnya ketika ada guru-guru atau pusat-pusat meditasi baru. Sebagaimana para penggemar lotere yang jadi bersemangat ketika ada bhikkhu peramal nomor, atau penggemar jimat yang meluap-luap terhadap para bhikkhu pembuat jimat sakti, begitu pula para penggemar vipassana jadi meluap-luap terhadap guru vipassana. Banyak sekali dari mereka ini, manakala berguru pada satu guru tertentu, lalu menyanjung-nyanjung sang guru dan kemudian membujuk orang-orang untuk mengikutinya serta memuja guru tersebut. Dan akhir-akhir ini, malah banyak penceramah terkenal yang merekam ceramah Dhammanya dan dijual ke seluruh penjuru negeri.

Suatu kali ada satu wanita yang membawa banyak sekali kaset rekaman dari seorang penceramah terkenal agar bisa diperdengarkan ke Luang Pu, namun beliau tidak pernah mendengarkannya. Salah satu alasannya adalah karena beliau itu dari semenjak lahir tiada pernah punya tape ataupun radio. Atau, kendatipun misalnya beliau punya, beliau takkan paham bagaimana cara menghidupkannya. Sampai akhirnya suatu saat ada seseorang datang, membawa sebuah tape dan memutar kaset-kaset rekaman itu untuk didengarkan oleh Luang Pu. Setelah itu ia meminta komentar Luang Pu.

Beliau lalu berkata,

"Manis. Penceramah ini punya cara cantik dalam mengekspresikan dirinya, dan ia juga punya begitu banyak kata-kata. Akan tetapi, kok saya sama sekali tidak bisa menjumpai isinya. Setiap kali engkau mendengar ceramah, kau harus bisa menangkap citarasa studi, praktik dan realisasi (pencapaian) dari ceramah itu. Kalau bisa demikian, barulah ceramah itu ada isinya."

23

Page 24: Luang Pu Dun1a

42.Tujuan Berpraktik

Ada satu hal yang lazimnya para praktisi meditasi gemar omongkan, yaitu

apakah ia bisa melihat suatu penampakan (visions) atau sama sekali tidak

melihat meski sudah sekian lama berlatih, “Apa yang kamu jumpai ketika

dalam duduk meditasi? Apa yang tampak kalau kamu bermeditasi?” Mereka

lalu akan mengeluh jika sudah lama berlatih ternyata tidak ada satu pun

penampakan yang bisa terlihat. Atau, ada yang bilang bahwa mereka selalu

bisa melihat ini atau itu, sehingga menyebabkan orang lain salah paham dan

percaya bahwa kala seseorang bermeditasi, ia akan melihat apa yang ingin

mereka lihat.

Luang Pu memperingatkan bahwa semua angan-angan demikian ini adalah

salah karena meditasi itu dilakukan dengan tujuan untuk memasuki prinsip-

prinsip Dharma sejati.

"Prinsip sejati dari Dhamma itu adalah pikiran (the heart). Jadi, sekedar

curahkanlah perhatian pada pikiran ini. Seseorang mesti memahami seluk

beluk pikirannya sendiri. Bilamana seseorang telah memahami pikirannya

sendiri, maka itu adalah prinsip Dhamma—ya itulah tujuannya."

43.Praktisi yang Bingung

Praktisi meditasi Vipassana jaman sekarang sering jadi bingung dan ragu

terhadap metode praktiknya. Ini terjadi terutama pada para pemula karena

masing-masing guru Vipassana kadang memberikan metode praktik yang

saling bertentangan. Yang bikin lebih parah, bukannya menjelaskan secara

fair dan obyektif, guru-guru itu kadang malah suka mencela guru yang lain.

Mereka tak hanya tak mau mengakui bahwa yang lain mungkin saja benar,

namun kebanyakan justru merendahkan pusat-pusat meditasi lain. Banyak

orang kemudian meminta nasehat Luang Pu tentang masalah ini dan beliau

selalu menjawabnya dengan mengatakan,

"Di awal praktik Vipassana-Bhavana, seseorang dapat menggunakan metode

apapun karena hasilnya akan sama saja. Alasan dari adanya begitu banyak

jenis praktik ialah karena kepribadian tiap orang itu berbeda-beda. Oleh

karenanya acapkali diperlukan penggunaan pelbagai citra untuk fokus,

ataupun kata-kata untuk dilafal seperti "buddho" atau "araham" sehingga ada

suatu landasan di mana batin ini dapat berlabuh. Ketika batin sudah

mencapai titik tunggal dan tenang, kata atau obyek meditasi tersebut akan

lenyap dengan sendirinya. Seluruh praktik ini akan sampai ke gol yang sama

dengan citarasa yang sama, yakni: kebijaksanaan yang mengungguli

segalanya, dan kebebasan sebagai intinya."

24

Page 25: Luang Pu Dun1a

44.Tinggallah di Kediaman yang Tertinggi

Mereka yang datang untuk memberi hormat pada Luang Pu sering memuji

tentang penampilan dan kondisinya yang sehat, bahkan ketika beliau sudah

mendekati usia seratus tahun. Bahkan menurut mereka yang sudah tinggal

bersamanya sepanjang hidup, wajah beliau itu sangat jarang terlihat masam,

loyo, ataupun bersungut-sungut kesal atau kesakitan. Dalam sehari-hari

beliau itu selalu cerah dan tenang. Suasana hatinya selalu baik namun tak

pernah girang berlebihan, tidak terpengaruhi oleh sanjungan maupun celaan.

Ada suatu waktu, di tengah percakapan antar bikkhu-bikkhu senior tentang

Vipassana dan praktik Dhamma yang membahas tentang seperti apakah sifat

dari batin yang telah melampaui dukkha, Luang Pu berkata,

"Tidak risau, tidak melekat. Itulah tempat-tinggal batin seorang praktisi."

45.Praktisi Petualang

Orang berlatih Dhamma di jaman sekarang ada dua macam. Jenis pertama:

mereka yang setelah mempelajari prinsip-prinsip dan mendapat petunjuk dari

gurunya, lalu bertekad serta berusaha menjalani latihan dengan sepenuh hati.

Jenis yang lain adalah mereka yang tidak begitu tertarik dengan praktik,

meskipun sudah mempunyai seorang guru yang memberi petunjuk-petunjuk

yang baik. Usaha mereka kurang dan pada saat yang sama sukanya

berpetualang ke pelbagai guru yang berbeda di pelbagai vihara. Tiap kali

mendengar bahwa ada center yang bagus, mereka akan segera berangkat.

Jenis yang terakhir ini adalah yang lebih banyak terjadi. Luang Pu menasehati

murid-muridya,

"Dengan bepergian ke banyak guru dan aneka pusat meditasi seseorang tak

akan memperoleh hasil apapun dari praktiknya. Keluyuran ke berbagai pusat

belajar ini ialah seperti mengulangi semuanya dari nol terus menerus. Kamu

takkan bisa mencapai prinsip-prinsip yang mantap di dalam praktikmu.

Terkadang malah bisa bingung, kacau dan bimbang. Batin tidak kokoh.

Praktikmu pun malah jadi merosot—tidak ada kemajuan."

46.Bukannya Melepas Tapi Malah Melekat

Terdapat dua jenis orang berlatih Dhamma, yang pertama: mereka belajar dan

berlatih agar dapat benar-benar mengatasi dukkha; sedang jenis yang kedua:

belajar hanya agar bisa mempamerkan pengetahuannya ke orang lain, jadi

mereka hanya berdebat melulu seharian. Ia yang paling hafal kitab suci atau

25

Page 26: Luang Pu Dun1a

bisa mengutip dari banyak guru merasa bahwa dirinya adalah orang penting.

Terkadang jenis yang kedua ini mengunjungi Luang Pu dan mereka bukannya

mendengar untuk memetik kebijaksanaan, kebanyakan malah memuntahkan

pengetahuan dan hafalan 'fantastik'nya agar didengarkan Luang Pu. Luang Pu

biasanya akan mendengar, dengan sabar menunggu sampai mereka selesai

dan kemudian dengan enteng menambahkan,

"Orang yang terobsesi dalam kitab suci dan guru-guru tak akan bisa

mencapai pembebasan dari dukkha. Namun demikian, ia yang hendak

mencapai pembebasan dari dukkha toh tetap harus mengandalkan kitab suci

dan guru-guru juga."

47. Batin yang Sulit Mengendap

Dalam berlatih pengembangan samadhi, laju praktik setiap orang memang

tidak bisa sama. Beberapa orang berhasil dalam waktu singkat, sedang yang

lain tidak bisa berhasil dengan seketika. Namun demikian, janganlah putus

asa. Meski nampaknya tidak menunjukkan hasil, tapi laku upaya di kawasan

batin ini pahalanya adalah lebih luhur ketimbang sekedar dana dan sila.

Banyak murid bertanya kepada Luang Pu, „Saya telah praktik meditasi untuk

jangka waktu lama namun saya tetap saja tak bisa tenang. Hati saya terus

saja kelayapan keluar di sepanjang waktu. Apakah ada metode lain yang lebih

manjur buat saya praktikkan?“

Luang Pu menganjurkan metode lain sebagai berikut,

„Kendati hati tak juga bisa tenang, namun paling tidak kamu kan bisa

membuatnya agar jangan keluyuran terlalu jauh. Gunakan perhatian-penuh

untuk sekedar mengamati tubuh. Saksikan ini anicca, dukkha, anatta. Kamu

mengembangkan persepsi bahwa tubuh ini sebenarnya tidak menarik dan

tiada substansinya sama sekali. Ketika pikiran bisa melihat hal demikian

dengan jelas, maka akan terbit rasa capek, tidak selera dan tidak-berminat

terhadap segala kesia-siaan duniawi. Ini, juga, akan bisa memutus kelekatan

pada panca-skandha.

48. Jangan Sembrono

Terhadap bhikhu atau samanera yang perilakunya serampangan, Luang Pu

akan memperingatkan mereka dengan kata-kata pedas,

„Orang umum itu pada bekerja keras mencari nafkah guna memenuhi

kebutuhan materi, makan, serta menyokong keluarga dan sanak-kadangnya.

Tak perduli betapa lelah dan susahnya, mereka tetap harus terus berjuang.

26

Page 27: Luang Pu Dun1a

Pada saat yang sama, mereka juga berharap agar bisa menanam pahala, oleh

karena itu mereka bersedia mengorbankan sebagian dari harta-bendanya.

Mereka berusaha meluangkan waktu, bangun lebih awal di pagi hari,

memasak lauk dan menaruhnya ke dalam mangkuk para bhikhu. Sebelum

memasukkan makanan ke dalam mangkuk kita, umat akan mengangkatnya

ke atas kepala dan dengan tulus membisikkan do’a serta pengharapan.

Sesudah itu, mereka akan melangkah mundur, jongkok, dan sekali lagi

beranjali sebagai tanda penghormatan. Mereka melakukan semua ini karena

mengharap akan dapat pahala dan kebajikan dari menyokong praktik kita.

Lalu, pahala apa dari praktik kita yang bisa kita persembahkan balik ke

mereka? Apakah kalian semua sudah berlaku layak sehingga pantas

menerima dan menyantap persembahan tersebut?“

49.Beberapa Kata-Kata KerasAjahn Samret sudah menjadi bikkhu semenjak masih bocah hingga sampai ia berusia hampir 60 tahun. Ia adalah seorang guru meditasi yang tersohor, praktiknya dikenal keras, reputasinya luhur dan disegani oleh banyak orang. Namun belakangan ia jadi bermasalah. Praktiknya berantakan karena jatuh cinta kasmaran kepada perempuan anak dari satu umat penyokongnya. Maka ia pun pamit ke Luang Pu untuk lepas-jubah dan menikah. Semua orang tergoncang oleh kabar tersebut dan tidak bisa paham bagaimana itu bisa terjadi. Menganggap bahwa praktik beliau sudah begitu tinggi, mereka meyakini bahwa ia mesti bakal menjadi pertapa hingga akhir hayatnya. Lagian, apabila berita tersebut ternyata memang benar, ini akan menjadi tamparan keras bagi para praktisi di komunitas meditasi. Bhikkhu-bhikkhu senior beserta murid-murid berusaha sebisanya mengupayakan segala cara agar ia mau membatalkan niat untuk lepas-jubah. Luang Pu juga secara khusus memanggil dan mencoba berbicara dengannya--namun toh sia-sia.  Akhirnya Ajahn Samret berkata, “Saya tak bisa lagi tinggal. Setiap kali duduk bermeditasi, hanya wajahnya yang terbayang di hadapanku sepanjang waktu ...” Luang Pu membentaknya dengan keras, 

27

Page 28: Luang Pu Dun1a

“Itu karena di dalam meditasi kamu tidak menatap pikiranmu sendiri. Yang kamu meditasikan cuma bokongnya, ya tentu saja yang terlihat cuma bokongnya ! Dah, minggat ! Minggat sana sesuka-sukamu !"  

50. Tidak Menyimpang

Saya telah hidup bersama Luang Pu selama lebih dari 30 tahun, melayani segala keperluan beliau hingga akhir hayatnya. Saya mengamati praktik beliau itu selalu sejalan dengan Dharma dan Vinaya, selalu satu garis dengan Jalan yang semata-mata membawa kepada pembebasan dari dukkha. Beliau tiada pernah menyimpang ke urusan guna-guna, jimat, atau kegiatan samar lain—sesekalipun tak pernah. Ketika orang memohon agar beliau meniup kepala mereka, beliau akan tanya, „Kenapa saya musti meniup kepalamu?“ Ketika orang minta agar beliau memberi berkah pada mobil mereka, beliau akan bilang, „Kenapa perlu diberkahi?“ Ketika orang memohon hari atau bulan keramat bagi aktifitas mereka, beliau akan bilang, „Semua hari itu baik“ Atau ketika beliau sedang mengunyah kinang, kadang ada saja orang yang meminta muntahannya, maka beliau akan bilang,

„Kenapa kau minta begitu? Itu kotor.“

51. Sekedar Gerak

Ada kalanya saya merasa tak enak, khawatir salah ketika ada orang-orang yang berusaha membujuk Luang Pun untuk melakukan hal yang beliau tidak sukai. Kejadian yang pertama adalah ketika Luang Pu menghadiri upacara peresmian museum Ajahn Mun di Wat Pa Sutthaavaa, propinsi Sakon Nakhorn. Waktu itu ada hadir banyak sekali guru-guru meditasi dan banyak sekali orang maju memberi hormat serta mengajukan permintaan-permintaan. Banyak orang memohon Luang Pu agar meniup kepala mereka. Manakala saya melihat beliau cuma diam tak bereaksi, saya bilang ke beliau, “Mohon dituruti saja, biar segera selesai.” Beliau lalu mengabulkan dan meniup kepala mereka. Setelah itu, karena tak dapat meloloskan diri, beliau pun lalu juga memberkahi mobil. Ketika kewalahan atas permohonan-permohonan mereka akan jimat, maka beliau pun membiarkan mereka untuk membuat sendiri jimat atas nama beliau. Dan akhirnya beliau juga menghadiri upacara pemberkatan jimat baru di Wat Thumongkol.

Saya merasa luarbiasa lega ketika akhirnya Luang Pu berkata,

28

Page 29: Luang Pu Dun1a

„Segala tindakan saya tadi itu hanyalah sekedar gerak luar dari aktifitas fisik dalam mengikuti adat masyarakat. Sama sekali tidak berkaitan dengan gerak batin yang membawa pada bhava atau mempengaruhi magga, phala, ataupun nibbana.

29