ltm pemicu ii modul gct (sindrom nefritis)

3
LTM Pemicu II Modul Ginjal dan Cairan Tubuh SINDROM NEFRITIK DAN NEFRITIS LUPUS Adrian Hi mawan Singgih, 0806 323681 SINDROM NEFRITIK Sindrom nefritik merupakan suatu kompleks klinis, biasanya mempunyai awitan akut, dan ditandai dengan: 1.  hematuria dengan eritrosit dismorfik dan silinder eritrosit dalam urin; 2.  beberapa derajat oliguria dan azotemia; 3.  hipertensi. Pada sindrom nefritik ini dapat ditemukan pula proteinuria dan edema, tetapi tidak terlalu mencolok seperti pada sindrom nefrotik. Lesi yang menyebabkan sindrom nefritik memperlihatkan proliferasi sel di dalam glomerulus disertai sebukan leukosit. Reaksi peradangan ini mencederai dinding kapiler darah sehingga eritrosit dapat lolos ke dalam urin, dan menyebabkan perubahan hemodinamik sehingga terjadi penurunan GFR ( Glomerular Filtration Rate) yang bermanifestasi sebagai oliguria, retensi cairan, dan azotemia. Glomerulonefritis Proliferatif Akut (Pascainfeksi) Glomerulonefritis proliferatif (PGN) difus, salah satu penyakit glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebabkan oleh kompleks imun. Antigen pemicu berasal dari eksogen atau endogen. PGN difus pola eksogen biasanya berupa GN pascainfeksi, sedangkan yang disebabkan oleh antigen endogen biasanya berupa nefritis lupus. Infeksi oleh organisme lain, selain streptokokus, juga bisa disebabkan infeksi pneumokokus dan stafilokokus tertentu serta sejumlah infeksi virus umum, seperti campak, gondongan, cacar air, hepatitis B dan C. Patogenesis Pembentukan kompleks imun berperan dalam patogenesis GN pascastreptokokus akut. Ditemukan gambaran tipikal pada penyakit kompleks imun, seperti hipokomplementemia dan endapan granular IgG dan komplemen di GBM. Sifat antigen patogenik masih misterius, dan belum jelas apakah kompleks dalam darah atau yang terbentuk in situ yang merupakan bentuk predominan. Penelitian menunjukkan bahwa C3 mengendap di GBM sebelum IgG mengendap. Oleh karena itu, cedera primer mungkin disebabkan oleh pengaktifan komplemen. Akhirnya, terbentuk kompleks imun. Antigen yang terlibat dalam patogenesis GN pascastreptokokus akut adalah endostreptosin dan protein pengikat plasmin nefritis. Histopatologi Bila dilihat dengan mikroskop cahaya, perubahan paling khas adalah peningkatan selularitas rumpun glomerulus yang merata dan mengenai hampir seluruh bagian glomerulus (difus). Peningkatan selularitas ini disebabkan oleh proliferasi dan pembengkakan sel endotel dan mesangial serta oleh sebukan neutrofil dan monosit. Kadang terdapat trombus di dalam lumen kapiler dan nekrosis dinding kapiler. Pada beberapa kasus juga dapat ditemukan cres cent cells di kapsula Bowman. Jika perubahan tersebut melibatkan sebagian besar glomerulus, polanya akan menyatu dengan yang ditemukan pada GN progresif cepat. Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan kompleks imun tersusun sebagai punuk yang melekat ke GBM di subendotel, intramembranosa, atau subepitel. Kadar komplemen serum rendah selama fase aktif penyakit, dan titer antistreptolisin O serum meningkat pada kasus pascastreptokokus. Gejala Klinis Awitan penyakit ginjal cenderung akut, didahului oleh malaise, demam ringan, mual, dan sindrom nefritik. Pada kasus yang biasa, oliguria, azotemia, dan hipertensi biasanya hanya ringan sampai sedang. Biasanya terdapat hematuria makroskopik, urin tampak coklat berasap dan bukan merah terang. Proteinuria adalah gambaran konstan pada penyakit ini. Proteinuria ini terkadang cukup berat sehingga dapat timbul sindrom nefrotik. Terdapat pula gejala-gejala lainnya seperti diare, nafsu makan menurun, anoreksia, dan edema. Tata Laksana Pengobatan glomerulonefritis pascainfeksi streptokokus ditujukan untuk mengeliminasi infeksi streptokokus dengan antibiotik dan menyediakan terapi suportif hingga terjadi resolusi spontan dari inflamasi glomerulus. Selama fase inflamatoris akut, pasien dianjurkan untuk beristirahat dan berbaring. Diuretik dan obat anti hipertensi digunakan untuk mengontrol volume cairan ekstraselular dan tekanan darah. Jarang digunakan dialisis untuk mengontrol hipervolemia atau sindrom uremik. Prognosis Pada kasus epidemik, sebagian besar anak mengalami pemulihan. Sebagian anak mengalami GN progresif cepat atau penyakit ginjal kronis. Prognosis pada kasus sporadik tidak terlalu jelas. Pada orang dewasa, 15% sampai 50% pasien mengalami penyakit ginjal tahap akhir dalam beberapa tahun atau 1 sampai 2 dekade kemudian, bergantung pada keparahan klinis dan histologis. Pada anak, prevalensi penyakit kronis setelah kasus sporadik GN akut jauh lebih rendah. Glomerulonefritis Progresif Cepat (Rapidly Progressive Glomerulonephritis) Glomerulonefritis progresif cepat (RPGN) merupakan suatu sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik glomerulonefritis. Secara klinis, penyakit ini ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang cepat dan progresif disertai oliguria berat serta kematian akibat gagal ginjal dalam beberapa minggu atau bulan bila tak diterapi. Apapun penyebabnya, gambaran histologik ditandai dengan kenampakan bulan sabit (cres centic cells) di sebagian besar glomerulus akibat proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowman dan sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag. Glomerulonefritis Crescentic (CrGN) CrGN Tipe I (Anti-GBM) Idiopatik Sindrom Goodpasture CrGN Tipe II (Kompleks Imun) Idiopatik Lupus eritematosus sistemik Pascainfeksi Purpura Henoch-Schonlein CrGN Tipe III (Pausi Imun) Terkait ANCA Idiopatik Granulomatosis Wegener Poliarteritis mikroskopik Patogenesis Glomerulonefritis cres centic (CrGN) disebabkan oleh sejumlah penyakit yang berbeda-beda, dimana sebagian terbatas di ginjal dan sebagian lagi bersifat sistemik. Klasifikasi CrGN ini dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan temuan imunologik karena sebagian besar kasus cedera glomerulus disebabkan oleh proses imunologis. 3 kelompok tersebut yaitu: a.  CrGN tipe I CrGN tipe ini biasanya disebut sebagai penyakit anti-GBM (anti- Glomerular Basement Membrane). Pada cedera jenis ini, antibodi ditujukan pada antigen tetap di GBM. Nefritis anti- GBM spontan pada manusia terjadi akibat terbentuknya autoantibodi terhadap GBM. Antibodi secara langsung berikatan dengan molekul kolagen di sepanjang GBM, yang pada pemeriksaan dengan mikroskop imunofluoresens menghasilkan pola linier. Hal ini berbeda dengan kebanyakan bentuk lain nefritis kompleks imun yang menunjukkan pola granular.

Upload: jody-felizio

Post on 08-Apr-2018

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LTM Pemicu II Modul GCT (Sindrom Nefritis)

8/7/2019 LTM Pemicu II Modul GCT (Sindrom Nefritis)

http://slidepdf.com/reader/full/ltm-pemicu-ii-modul-gct-sindrom-nefritis 1/3

LTM Pemicu II Modul Ginjal dan Cairan Tubuh

SINDROM NEFRITIK DAN NEFRITIS LUPUS

Adrian Himawan Singgih, 0806323681

SINDROM NEFRITIK Sindrom nefritik merupakan suatu kompleks klinis,

biasanya mempunyai awitan akut, dan ditandai dengan:1.  hematuria dengan eritrosit dismorfik dan silinder

eritrosit dalam urin;2.  beberapa derajat oliguria dan azotemia;3.  hipertensi.

Pada sindrom nefritik ini dapat ditemukan pula proteinuriadan edema, tetapi tidak terlalu mencolok seperti pada sindromnefrotik. Lesi yang menyebabkan sindrom nefritik memperlihatkan

proliferasi sel di dalam glomerulus disertai sebukan leukosit. Reaksiperadangan ini mencederai dinding kapiler darah sehingga eritrosit 

dapat lolos ke dalam urin, dan menyebabkan perubahanhemodinamik sehingga terjadi penurunan GFR (Glomerular FiltrationRate) yang bermanifestasi sebagai oliguria, retensi cairan, dan

azotemia.

Glomerulonefritis Proliferatif Akut (Pascainfeksi)

Glomerulonefritis proliferatif (PGN) difus, salah satupenyakit glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebabkanoleh kompleks imun. Antigen pemicu berasal dari eksogen atau

endogen. PGN difus pola eksogen biasanya berupa GN pascainfeksi,sedangkan yang disebabkan oleh antigen endogen biasanya berupa

nefritis lupus. Infeksi oleh organisme lain, selain streptokokus, jugabisa disebabkan infeksi pneumokokus dan stafilokokus tertentuserta sejumlah infeksi virus umum, seperti campak, gondongan,

cacar air, hepatitis B dan C.

Patogenesis

Pembentukan kompleks imun berperan dalam patogenesisGN pascastreptokokus akut. Ditemukan gambaran tipikal padapenyakit kompleks imun, seperti hipokomplementemia dan endapan

granular IgG dan komplemen di GBM.Sifat antigen patogenik masih misterius, dan belum jelas

apakah kompleks dalam darah atau yang terbentuk in situ yangmerupakan bentuk predominan. Penelitian menunjukkan bahwa C3mengendap di GBM sebelum IgG mengendap. Oleh karena itu, cedera

primer mungkin disebabkan oleh pengaktifan komplemen. Akhirnya,

terbentuk kompleks imun. Antigen yang terlibat dalam patogenesisGN pascastreptokokus akut adalah endostreptosin dan protein

pengikat plasmin nefritis.

Histopatologi

Bila dilihat dengan mikroskop cahaya, perubahan palingkhas adalah peningkatan selularitas rumpun glomerulus yangmerata dan mengenai hampir seluruh bagian glomerulus (difus).

Peningkatan selularitas ini disebabkan oleh proliferasi danpembengkakan sel endotel dan mesangial serta oleh sebukan

neutrofil dan monosit. Kadang terdapat trombus di dalam lumenkapiler dan nekrosis dinding kapiler. Pada beberapa kasus juga dapat ditemukan crescent  cells di kapsula Bowman. Jika perubahan

tersebut melibatkan sebagian besar glomerulus, polanya akanmenyatu dengan yang ditemukan pada GN progresif cepat.

Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan kompleksimun tersusun sebagai punuk yang melekat ke GBM di subendotel,intramembranosa, atau subepitel. Kadar komplemen serum rendahselama fase aktif penyakit, dan titer antistreptolisin O serum

meningkat pada kasus pascastreptokokus.

Gejala KlinisAwitan penyakit ginjal cenderung akut, didahului oleh

malaise, demam ringan, mual, dan sindrom nefritik. Pada kasus yang

biasa, oliguria, azotemia, dan hipertensi biasanya hanya ringansampai sedang. Biasanya terdapat hematuria makroskopik, urintampak coklat berasap dan bukan merah terang. Proteinuria adalah

gambaran konstan pada penyakit ini. Proteinuria ini terkadangcukup berat sehingga dapat timbul sindrom nefrotik. Terdapat pulagejala-gejala lainnya seperti diare, nafsu makan menurun, anoreksia,

dan edema.

Tata Laksana

Pengobatan glomerulonefritis pascainfeksi streptokokusditujukan untuk mengeliminasi infeksi streptokokus dengan

antibiotik dan menyediakan terapi suportif hingga terjadi resolusispontan dari inflamasi glomerulus. Selama fase inflamatoris akut,pasien dianjurkan untuk beristirahat dan berbaring. Diuretik dan

obat anti hipertensi digunakan untuk mengontrol volume cairan

ekstraselular dan tekanan darah. Jarang digunakan dialisis untuk mengontrol hipervolemia atau sindrom uremik.

PrognosisPada kasus epidemik, sebagian besar anak mengalami

pemulihan. Sebagian anak mengalami GN progresif cepat ataupenyakit ginjal kronis. Prognosis pada kasus sporadik tidak terlalu

jelas. Pada orang dewasa, 15% sampai 50% pasien mengalamipenyakit ginjal tahap akhir dalam beberapa tahun atau 1 sampai 2dekade kemudian, bergantung pada keparahan klinis dan histologis.

Pada anak, prevalensi penyakit kronis setelah kasus sporadik GNakut jauh lebih rendah.

Glomerulonefritis Progresif Cepat (Rapidly ProgressiveGlomerulonephritis)

Glomerulonefritis progresif cepat (RPGN) merupakan suatu

sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik glomerulonefritis. Secaraklinis, penyakit ini ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

cepat dan progresif disertai oliguria berat serta kematian akibat gagal ginjal dalam beberapa minggu atau bulan bila tak diterapi.

Apapun penyebabnya, gambaran histologik ditandai

dengan kenampakan bulan sabit (crescentic cells) di sebagian besarglomerulus akibat proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowmandan sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag.

Glomerulonefritis Crescentic (CrGN)

CrGN Tipe I (Anti-GBM)

Idiopatik 

Sindrom Goodpasture

CrGN Tipe II (Kompleks Imun)

Idiopatik 

Lupus eritematosus sistemik 

Pascainfeksi

Purpura Henoch-Schonlein

CrGN Tipe III (Pausi Imun) Terkait ANCA

Idiopatik 

Granulomatosis Wegener

Poliarteritis mikroskopik 

PatogenesisGlomerulonefritis crescentic (CrGN) disebabkan oleh

sejumlah penyakit yang berbeda-beda, dimana sebagian terbatas diginjal dan sebagian lagi bersifat sistemik. Klasifikasi CrGN ini dibagi

menjadi 3 kelompok berdasarkan temuan imunologik karenasebagian besar kasus cedera glomerulus disebabkan oleh prosesimunologis. 3 kelompok tersebut yaitu:

a.  CrGN tipe ICrGN tipe ini biasanya disebut sebagai penyakit anti-GBM(anti- Glomerular Basement Membrane). Pada cedera jenis ini,

antibodi ditujukan pada antigen tetap di GBM. Nefritis anti-GBM spontan pada manusia terjadi akibat terbentuknyaautoantibodi terhadap GBM. Antibodi secara langsung

berikatan dengan molekul kolagen di sepanjang GBM, yangpada pemeriksaan dengan mikroskop imunofluoresensmenghasilkan pola linier. Hal ini berbeda dengan kebanyakan

bentuk lain nefritis kompleks imun yang menunjukkan pola

granular.

Page 2: LTM Pemicu II Modul GCT (Sindrom Nefritis)

8/7/2019 LTM Pemicu II Modul GCT (Sindrom Nefritis)

http://slidepdf.com/reader/full/ltm-pemicu-ii-modul-gct-sindrom-nefritis 2/3

Terkadang antibodi anti-GBM ini bereaksi silang denganmembran basal alveolus paru, sehingga terjadi lesi di parudan ginjal secara bersamaan. Kelainan ini disebut juga

sindrom Goodpasture.Nefritis anti-GBM ini merupakan penyebab cedera padasindrom Goodpasture. Antigen membran basal yang berperan

dalam nefritis anti-GBM klasik pada sindrom Goodpastureadalah komponen dari domain nonkolagen dari rantai 3kolagen tipe IV. CrGN tipe I ditandai dengan endapan linier

IgG dan C3 di GBM.

b.  CrGN tipe II

CrGN tipe ini merupakan penyakit yang diperantarai oleh

kompleks imun. Penyakit ini dapat merupakan penyulit semua nefritis kompleks imun, termasuk GNpascastreptokokus, SLE (Sy stemic Lupus Er y thematosus),nefropati IgA, dan purpura Henoch-Schönlein. Pada beberapa

kasus, kompleks imun dapat dibuktikan, tetapi penyebabyang mendasarinya tidak diketahui. Pemeriksaanimunofluoresens menunjukkan pola granular khas (lumpy  

bumpy ) pada semua kasus CrGN tipe II.

c.  CrGN tipe IIICrGN tipe ini disebut juga CrGN tipe pausi-imun. Padapemeriksaan mikroskop imunofluoresens dan elektron, tidak 

ditemukan antibodi anti-GBM atau kompleks imun. Sebagianbesar pasien memiliki antibodi antisitoplasma neutrofil(ANCA) di dalam serumnya (ANCA berperan dalam sebagian

vaskulitis). Sebagian kasus CrGN tipe III merupakankomponen suatu vaskulitis sistemik, seperti poliarteritisnodosa mikroskopik atau granulomatosis Wegener. Sebagian

kasus CrGN tipe III juga ada yang terbatas di ginjal, sehinggadisebut idiopatik.

Sebagian besar penyakit CrGN ini bersifat idiopatik. Bilapenyebabnya dapat diidentifikasi, sekitar 12% pasien mengidap

CrGN tipe I dengan atau tanpa keterlibatan paru; 44% mengidapCrGN tipe II; 44% sisanya mengidap CrGN tipe III pausi-imun.

Awitan RPGN mirip dengan yang ditemukan pada sindrom

nefritik, kecuali oliguria dan azotemia yang terlihat lebih mencolok pada CrGN. Proteinuria terkadang mendekati rentang nefrotik.Sebagian pasien mengalami anuria dan memerlukan dialisis jangka-

panjang atau transplantasi.

HistopatologiGinjal tampak membesar dan pucat, sering dengan

perdarahan petekiae di permukaan korteksnya. Glomerulus mungkin

memperlihatkan nekrosis dan trombosis fokal, proliferasi endotelfokal atau difus, dan proliferasi sel mesangial, bergantung padastadium penyakit yang mendasarinya. Gambaran histologik didominasi oleh pembentukan struktur bulan sabit yang khas, yangterbentuk dari proiliferasi sel epitel dan migrasi monosit ke ruangBowman, kadang disertai sel raksasa berinti banyak. Kadang-kadang

ditemukan sel T di bulan sabit dan ruang Bowman. Pada tipe pausi-imun, sel ini diperkirakan berperan merekrut makrofag keglomerulus. Bulan sabit akhirnya menyebabkan obliterasi ruang

Bowman dan menekan glomerulus. Serat fibrin tampak mencolok diantara lapisan sel di bulan sabit. Pada semua kasus ditemukan ruptur

GBM. Seiring dengan waktu, bulan sabit dapat menjadi jaringan

parut.

Tata Laksana

a.  CrGN tipe ISebelum adanya terapi imunosupresif, 80% pasien dengan

nefritis anti-GBM mengalami penyakit ginjal tahap akhir dalam

waktu 1 tahun, dan banyak pasien yang meninggal karenaperdarahan paru atau komplikasi uremia. Dengan terapiplasmaferesis dini dan rutin, ketahanan hidup pasien dan kondisi

ginjal meningkat secara dramatis. Plasmaferesis darurat dilakukantiap hari atau berselang-seling hingga antibodi anti-GBM tidak terdeteksi lagi di sirkulasi darah (1 hingga 2 minggu). Untuk 

menekan sintesis baru dari antibodi anti-GBM, digunakanprednisone (1 mg/kg/ hari) yang dikombinasikan dengansiklofosfamid (2-3 mg/kg/hari) atau azatioprin (1-2 mg/kg/hari).

Pasien yang membutuhkan dialisis jarang mengalami pemulihan

pada fungsi ginjalnya. Titer anti-GBM dimonitor secara periodik untuk mengukur respons terhadap terapi. Pada pasien dengangangguan ginjal tahap akhir, transplantasi ginjal merupakan pilihanyang tepat.

b.  CrGN tipe IIIGlukokortikoid dan siklofosfamid merupakan obat lini

pertama dalam pengobatan glomerulonefritis tipe pausi-imun danmemperbaiki penyakit ini secara dramatis. Pada 3 hari pertamasecara berturutan diberikan steroid intravena yang kemudian diikutidengan steroid per oral sekitar 1 mg/kg BB. Siklofosfamid diberikanper oral dengan dosis harian 1-2 mg/kgBB. Untuk mencegah

toksisitas siklofosfamid, pengobatan dapat dialihkan darisiklofosfamid menjadi azatioprin atau mikofenolat setelah 6 bulan.Pengobatan ini dilanjutkan hingga minimal 1 tahun.

PrognosisSecara kasar, prognosis sebanding dengan jumlah bulan

sabit: pasien dengan bulan sabit kurang dari 80% glomerulusmemiliki prognosis sedikit lebih baik daripada mereka yangpersentase bulan sabitnya lebih besar.

NEFRITIS LUPUSLupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit 

multiorgan yang didasarkan kelainan imunologik. Organ yang seringterkena yaitu sendi, kulit, ginjal, otak, hati dan lesi dasar pada organtersebut adalah suatu vaskulitis yang terjadi oleh karena

pembentukan dan pengendapan kompleks antigen-antibodi. Apabilaorgan yang terkena ginjal disebut nefritis lupus. Nefritis lupusbiasanya mengikuti penyakit LES yang telah muncul sebelumnya,

tetapi sekitar 3-6% mendahului gejala-gejala lupus yang lainsehingga ketika diagnosis LES ditegakkan, kelainan ginjalnya sudahlanjut.

Nefritis lupus (NL) ditemukan pada 90% pasien lupuseritematosus sistemik. Gambaran klinis NL sangat bervariasi, mulai

dari tanpa kelainan pada urinalisis atau hanya proteinuria/hematuria ringan sampai gambaran klinis yang berat yaitu sindromnefrotik atau glomerulonefritis yang disertai penurunan fungsi ginjal

yang progresif.

Angka Kejadian

NL maupun LES pada umumnya terutama ditemukan padaanak perempuan. Umumnya ditemukan setelah umur 10 tahun,

sangat jarang pada anak kurang dari 5 tahun. Perbandingan anak perempuan dan lelaki adalah 5 : 1, sedangakan umur rata-rata padasaat diagnosis ditegakkan adalah 11,7 (8-18) tahun.

DiagnosisDiagnosis ditegakkan bila ditemukan 4 dari 11 kriteria

diagnostik LES menurut  American College of Rheumatology  yangdirevisi pada tahun 1982 :

1.  Ruam kupu-kupu di muka (butterfl y rash) 

2.  Ruam diskoid di kulit 3.  Fotosensitif 4.  Ulkus di mulut 

5.  Artritis6.  Serositis (pleuritis atau perikarditis)  

7.  Kelainan ginjal (proteinuria >0,5 gram/hari atau atausilinder selular: sel darah merah/Hb/granular/tubular

8.  Kelainan neurologik: kejang atau psikosis

9.  Kelainan hematologik: anemia hemolitik dengan

retikulositosis atau leukopenia (<4000/µl pada 2

Page 3: LTM Pemicu II Modul GCT (Sindrom Nefritis)

8/7/2019 LTM Pemicu II Modul GCT (Sindrom Nefritis)

http://slidepdf.com/reader/full/ltm-pemicu-ii-modul-gct-sindrom-nefritis 3/3

pemeriksaan) atau limfopenia (<1500/µl) atautrombositopenia (<100.000/µl) 

10.  Kelainan imunologik: sel LE positif atau titer abnormal anti

DNA terhadap DNA tubuh atau anti-Sm positif atau ujiserologi sifilis positif palsu (dalam 6 bulan terakhir) 

11.  Pemeriksaan antibodi antinuklir (ANA) positif 

EtiologiPenyebab berbagai kelainan imunologi yang ditemukan

pada LES yaitu disfungsi sel T, produksi autoantibodi, pembentukan

kompleks imun, hipokomplementemia yang akhirnya menyebabkan

kerusakan jaringan sampai saat ini belum dapat dipastikan. Didugakuat bahwa etiologi LES, dan juga NL, bersifat multifaktorial.

Beberapa hal yang disepakati berperan pada LES adalah:1.  Faktor genetik sebagai predisposisi

Hal ini didukung oleh beberapa fakta, yaitu:

y  LES ditemukan pada 63% kembar identik 

y  Frekuensi penemuan genotipe HLA-DR3 dan DR2meningkat 

y  Frekuensi pasien LES pada anggota keluarga yanglain juga meningkat 

2.  Faktor hormonal

Hal ini didukung oleh fakta bahwa:

y  Pasien perempuan jauh lebih banyak, terutamapada masa pubertas dan pasca pubertas

y  Pada binatang percobaan yaitu tikus NZB/W yang

dibuat menderita LES. Bila pada yang betinadiberi hormon androgen gejala lupus akan

membaik. Sebaliknya pada tikus jantan bila diberiestrogen akan menyebabkan gejala LESbertambah buruk.

Patogenesis

LES adalah penyakit autoimun yang mengenai multipleorgan. Gambaran klinis yang ditemukan terjadi akibat terbentuknyaautoantibodi terhadap berbagai macam antigen jaringan.

Autoantibodi yang paling banyak ditemukan adalah terhadap inti selyaitu terhadap DNA tubuh sendiri berupa anti DNA double stranded  (dsDNA), juga anti DNA single stranded  (ssDNA). Keduanya dapat 

diekstraksi dari deposit atau endapan kompleks imun di glomeruluspasien NL.

Kompleks imun juga ditemukan dalam sirkulasi pasien NL

yaitu komplek DNA-anti DNA yang kemudian terperangkap /menyangkut di daerah membran basal glomerulus berupa

endapan/deposit. Namun, di samping itu kompleks imun juga dapat terbentuk insitu di glomerulus yaitu karena adanya DNA dalamsirkulasi yang mengendap di glomerulus kemudian disusul dengan

pembentukan antibodi anti-DNA. Belum jelas mana di antara keduamekanisme itu yang berperan pada NL. Setelah terjadi endapankompleks imun akan terjadi aktivasi sistem komplemen yang

kemudian menyebabkan kerusakan jaringan glomerulus yangmenimbulkan gejala-gejala nefritis. Deposit komponen komplemenjuga ditemukan di glomerulus.

Jenis antibodi lain yang banyak ditemukan terhadap inti seladalah anti-RNA (asam ribonukleat ), anti Sm, anti Ro, anti La, anti

Histon, anti fosfolipid. Antibodi antifosfolipid sering dihubungkandengan risiko terjadinya trombosis dan pada wanita hamil dengan

kematian janin. Selain itu juga ditemukan berbagai macam antibodipermukaan antigen spesifik terhadap jaringan tertentu yaitu:

y  Antibodi terhadap sel darah merah yang dapat menyebabkan terjadinya anemia hemolitik autoimun

y  Antibodi terhadap glikoprotein trombosit yangmenyebabkan trombositopenia

y  Antibodi terhadap leukosit menyebabkan leukopenia

y  Antibodi terhadap lemak jaringan otak yang mungkinsebagai penyebab kerusakan jaringan otak 

y  Antibodi terhadap kardiolipin yang menyebabkan reaksiW asserman (sifilis) positif palsu

Antibodi terhadap limfosit semula hanya dianggapmenyebabkan terjadinya leukopenia saja, tetapi ternyata terdiri atasbeberapa jenis antibodi dan yang sangat penting adalah antibodi

terhadap sel T supresor. Antibodi inilah yang diperkirakan

menyebabkan pembentukan antibodi oleh sel B tidak bisa

dikendalikan (overaktif ) dan menyebabkan peningkatan IgG danberbagai macam autoantibodi yang kemudian mengendap sebagaikompleks imun di berbagai organ tubuh.

Tata LaksanaPada dekade terakhir angka mortalitas pada pasien NL

telah mengalami banyak perbaikan. Hal ini terutama disebabkankarena penggunaan obat kortikosteroid dan sitostatik. Gejalaekstrarenal akan cepat menghilang pada pemberian kortikosteroid.

Pada pasien dengan gejala ekstrarenal yang ringan tanpa adanyagejala renal tidak perlu diberi kortikosteroid, cukup diberikan obat salisilat, anti malaria atau obat NSAID.

PrognosisSetelah pengobatan kortikosteroid dan sitostatik, prognosis

NL ataupun SLE pada umumnya mengalami perbaikan yangdramatis. Angka hidup pada pengamatan 1 tahun adalah 90%, pada

10 tahun adalah 85%, dan pada 15 tahun 77%. Penyebab kematianyang terbanyak adalah gagal ginjal, sepsis, dan kelainan susunansaraf pusat.

Daftar Pustaka 1.  Kasper DL. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th 

ed. USA: McGraw-Hill; 2005. P. 1681-8.2.  Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Vol. 2. Ed. 6. Jakarta: EGC;

2006. P. 924-9.3.  OCallaghan, CA. The renal system at a glance. 2nd ed.

Victoria: Blackwell Publishing; 2006. P. 75-78.