ltm pemicu ii modul gct (sindrom nefritis)
TRANSCRIPT
8/7/2019 LTM Pemicu II Modul GCT (Sindrom Nefritis)
http://slidepdf.com/reader/full/ltm-pemicu-ii-modul-gct-sindrom-nefritis 1/3
LTM Pemicu II Modul Ginjal dan Cairan Tubuh
SINDROM NEFRITIK DAN NEFRITIS LUPUS
Adrian Himawan Singgih, 0806323681
SINDROM NEFRITIK Sindrom nefritik merupakan suatu kompleks klinis,
biasanya mempunyai awitan akut, dan ditandai dengan:1. hematuria dengan eritrosit dismorfik dan silinder
eritrosit dalam urin;2. beberapa derajat oliguria dan azotemia;3. hipertensi.
Pada sindrom nefritik ini dapat ditemukan pula proteinuriadan edema, tetapi tidak terlalu mencolok seperti pada sindromnefrotik. Lesi yang menyebabkan sindrom nefritik memperlihatkan
proliferasi sel di dalam glomerulus disertai sebukan leukosit. Reaksiperadangan ini mencederai dinding kapiler darah sehingga eritrosit
dapat lolos ke dalam urin, dan menyebabkan perubahanhemodinamik sehingga terjadi penurunan GFR (Glomerular FiltrationRate) yang bermanifestasi sebagai oliguria, retensi cairan, dan
azotemia.
Glomerulonefritis Proliferatif Akut (Pascainfeksi)
Glomerulonefritis proliferatif (PGN) difus, salah satupenyakit glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebabkanoleh kompleks imun. Antigen pemicu berasal dari eksogen atau
endogen. PGN difus pola eksogen biasanya berupa GN pascainfeksi,sedangkan yang disebabkan oleh antigen endogen biasanya berupa
nefritis lupus. Infeksi oleh organisme lain, selain streptokokus, jugabisa disebabkan infeksi pneumokokus dan stafilokokus tertentuserta sejumlah infeksi virus umum, seperti campak, gondongan,
cacar air, hepatitis B dan C.
Patogenesis
Pembentukan kompleks imun berperan dalam patogenesisGN pascastreptokokus akut. Ditemukan gambaran tipikal padapenyakit kompleks imun, seperti hipokomplementemia dan endapan
granular IgG dan komplemen di GBM.Sifat antigen patogenik masih misterius, dan belum jelas
apakah kompleks dalam darah atau yang terbentuk in situ yangmerupakan bentuk predominan. Penelitian menunjukkan bahwa C3mengendap di GBM sebelum IgG mengendap. Oleh karena itu, cedera
primer mungkin disebabkan oleh pengaktifan komplemen. Akhirnya,
terbentuk kompleks imun. Antigen yang terlibat dalam patogenesisGN pascastreptokokus akut adalah endostreptosin dan protein
pengikat plasmin nefritis.
Histopatologi
Bila dilihat dengan mikroskop cahaya, perubahan palingkhas adalah peningkatan selularitas rumpun glomerulus yangmerata dan mengenai hampir seluruh bagian glomerulus (difus).
Peningkatan selularitas ini disebabkan oleh proliferasi danpembengkakan sel endotel dan mesangial serta oleh sebukan
neutrofil dan monosit. Kadang terdapat trombus di dalam lumenkapiler dan nekrosis dinding kapiler. Pada beberapa kasus juga dapat ditemukan crescent cells di kapsula Bowman. Jika perubahan
tersebut melibatkan sebagian besar glomerulus, polanya akanmenyatu dengan yang ditemukan pada GN progresif cepat.
Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan kompleksimun tersusun sebagai punuk yang melekat ke GBM di subendotel,intramembranosa, atau subepitel. Kadar komplemen serum rendahselama fase aktif penyakit, dan titer antistreptolisin O serum
meningkat pada kasus pascastreptokokus.
Gejala KlinisAwitan penyakit ginjal cenderung akut, didahului oleh
malaise, demam ringan, mual, dan sindrom nefritik. Pada kasus yang
biasa, oliguria, azotemia, dan hipertensi biasanya hanya ringansampai sedang. Biasanya terdapat hematuria makroskopik, urintampak coklat berasap dan bukan merah terang. Proteinuria adalah
gambaran konstan pada penyakit ini. Proteinuria ini terkadangcukup berat sehingga dapat timbul sindrom nefrotik. Terdapat pulagejala-gejala lainnya seperti diare, nafsu makan menurun, anoreksia,
dan edema.
Tata Laksana
Pengobatan glomerulonefritis pascainfeksi streptokokusditujukan untuk mengeliminasi infeksi streptokokus dengan
antibiotik dan menyediakan terapi suportif hingga terjadi resolusispontan dari inflamasi glomerulus. Selama fase inflamatoris akut,pasien dianjurkan untuk beristirahat dan berbaring. Diuretik dan
obat anti hipertensi digunakan untuk mengontrol volume cairan
ekstraselular dan tekanan darah. Jarang digunakan dialisis untuk mengontrol hipervolemia atau sindrom uremik.
PrognosisPada kasus epidemik, sebagian besar anak mengalami
pemulihan. Sebagian anak mengalami GN progresif cepat ataupenyakit ginjal kronis. Prognosis pada kasus sporadik tidak terlalu
jelas. Pada orang dewasa, 15% sampai 50% pasien mengalamipenyakit ginjal tahap akhir dalam beberapa tahun atau 1 sampai 2dekade kemudian, bergantung pada keparahan klinis dan histologis.
Pada anak, prevalensi penyakit kronis setelah kasus sporadik GNakut jauh lebih rendah.
Glomerulonefritis Progresif Cepat (Rapidly ProgressiveGlomerulonephritis)
Glomerulonefritis progresif cepat (RPGN) merupakan suatu
sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik glomerulonefritis. Secaraklinis, penyakit ini ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
cepat dan progresif disertai oliguria berat serta kematian akibat gagal ginjal dalam beberapa minggu atau bulan bila tak diterapi.
Apapun penyebabnya, gambaran histologik ditandai
dengan kenampakan bulan sabit (crescentic cells) di sebagian besarglomerulus akibat proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowmandan sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag.
Glomerulonefritis Crescentic (CrGN)
CrGN Tipe I (Anti-GBM)
Idiopatik
Sindrom Goodpasture
CrGN Tipe II (Kompleks Imun)
Idiopatik
Lupus eritematosus sistemik
Pascainfeksi
Purpura Henoch-Schonlein
CrGN Tipe III (Pausi Imun) Terkait ANCA
Idiopatik
Granulomatosis Wegener
Poliarteritis mikroskopik
PatogenesisGlomerulonefritis crescentic (CrGN) disebabkan oleh
sejumlah penyakit yang berbeda-beda, dimana sebagian terbatas diginjal dan sebagian lagi bersifat sistemik. Klasifikasi CrGN ini dibagi
menjadi 3 kelompok berdasarkan temuan imunologik karenasebagian besar kasus cedera glomerulus disebabkan oleh prosesimunologis. 3 kelompok tersebut yaitu:
a. CrGN tipe ICrGN tipe ini biasanya disebut sebagai penyakit anti-GBM(anti- Glomerular Basement Membrane). Pada cedera jenis ini,
antibodi ditujukan pada antigen tetap di GBM. Nefritis anti-GBM spontan pada manusia terjadi akibat terbentuknyaautoantibodi terhadap GBM. Antibodi secara langsung
berikatan dengan molekul kolagen di sepanjang GBM, yangpada pemeriksaan dengan mikroskop imunofluoresensmenghasilkan pola linier. Hal ini berbeda dengan kebanyakan
bentuk lain nefritis kompleks imun yang menunjukkan pola
granular.
8/7/2019 LTM Pemicu II Modul GCT (Sindrom Nefritis)
http://slidepdf.com/reader/full/ltm-pemicu-ii-modul-gct-sindrom-nefritis 2/3
Terkadang antibodi anti-GBM ini bereaksi silang denganmembran basal alveolus paru, sehingga terjadi lesi di parudan ginjal secara bersamaan. Kelainan ini disebut juga
sindrom Goodpasture.Nefritis anti-GBM ini merupakan penyebab cedera padasindrom Goodpasture. Antigen membran basal yang berperan
dalam nefritis anti-GBM klasik pada sindrom Goodpastureadalah komponen dari domain nonkolagen dari rantai 3kolagen tipe IV. CrGN tipe I ditandai dengan endapan linier
IgG dan C3 di GBM.
b. CrGN tipe II
CrGN tipe ini merupakan penyakit yang diperantarai oleh
kompleks imun. Penyakit ini dapat merupakan penyulit semua nefritis kompleks imun, termasuk GNpascastreptokokus, SLE (Sy stemic Lupus Er y thematosus),nefropati IgA, dan purpura Henoch-Schönlein. Pada beberapa
kasus, kompleks imun dapat dibuktikan, tetapi penyebabyang mendasarinya tidak diketahui. Pemeriksaanimunofluoresens menunjukkan pola granular khas (lumpy
bumpy ) pada semua kasus CrGN tipe II.
c. CrGN tipe IIICrGN tipe ini disebut juga CrGN tipe pausi-imun. Padapemeriksaan mikroskop imunofluoresens dan elektron, tidak
ditemukan antibodi anti-GBM atau kompleks imun. Sebagianbesar pasien memiliki antibodi antisitoplasma neutrofil(ANCA) di dalam serumnya (ANCA berperan dalam sebagian
vaskulitis). Sebagian kasus CrGN tipe III merupakankomponen suatu vaskulitis sistemik, seperti poliarteritisnodosa mikroskopik atau granulomatosis Wegener. Sebagian
kasus CrGN tipe III juga ada yang terbatas di ginjal, sehinggadisebut idiopatik.
Sebagian besar penyakit CrGN ini bersifat idiopatik. Bilapenyebabnya dapat diidentifikasi, sekitar 12% pasien mengidap
CrGN tipe I dengan atau tanpa keterlibatan paru; 44% mengidapCrGN tipe II; 44% sisanya mengidap CrGN tipe III pausi-imun.
Awitan RPGN mirip dengan yang ditemukan pada sindrom
nefritik, kecuali oliguria dan azotemia yang terlihat lebih mencolok pada CrGN. Proteinuria terkadang mendekati rentang nefrotik.Sebagian pasien mengalami anuria dan memerlukan dialisis jangka-
panjang atau transplantasi.
HistopatologiGinjal tampak membesar dan pucat, sering dengan
perdarahan petekiae di permukaan korteksnya. Glomerulus mungkin
memperlihatkan nekrosis dan trombosis fokal, proliferasi endotelfokal atau difus, dan proliferasi sel mesangial, bergantung padastadium penyakit yang mendasarinya. Gambaran histologik didominasi oleh pembentukan struktur bulan sabit yang khas, yangterbentuk dari proiliferasi sel epitel dan migrasi monosit ke ruangBowman, kadang disertai sel raksasa berinti banyak. Kadang-kadang
ditemukan sel T di bulan sabit dan ruang Bowman. Pada tipe pausi-imun, sel ini diperkirakan berperan merekrut makrofag keglomerulus. Bulan sabit akhirnya menyebabkan obliterasi ruang
Bowman dan menekan glomerulus. Serat fibrin tampak mencolok diantara lapisan sel di bulan sabit. Pada semua kasus ditemukan ruptur
GBM. Seiring dengan waktu, bulan sabit dapat menjadi jaringan
parut.
Tata Laksana
a. CrGN tipe ISebelum adanya terapi imunosupresif, 80% pasien dengan
nefritis anti-GBM mengalami penyakit ginjal tahap akhir dalam
waktu 1 tahun, dan banyak pasien yang meninggal karenaperdarahan paru atau komplikasi uremia. Dengan terapiplasmaferesis dini dan rutin, ketahanan hidup pasien dan kondisi
ginjal meningkat secara dramatis. Plasmaferesis darurat dilakukantiap hari atau berselang-seling hingga antibodi anti-GBM tidak terdeteksi lagi di sirkulasi darah (1 hingga 2 minggu). Untuk
menekan sintesis baru dari antibodi anti-GBM, digunakanprednisone (1 mg/kg/ hari) yang dikombinasikan dengansiklofosfamid (2-3 mg/kg/hari) atau azatioprin (1-2 mg/kg/hari).
Pasien yang membutuhkan dialisis jarang mengalami pemulihan
pada fungsi ginjalnya. Titer anti-GBM dimonitor secara periodik untuk mengukur respons terhadap terapi. Pada pasien dengangangguan ginjal tahap akhir, transplantasi ginjal merupakan pilihanyang tepat.
b. CrGN tipe IIIGlukokortikoid dan siklofosfamid merupakan obat lini
pertama dalam pengobatan glomerulonefritis tipe pausi-imun danmemperbaiki penyakit ini secara dramatis. Pada 3 hari pertamasecara berturutan diberikan steroid intravena yang kemudian diikutidengan steroid per oral sekitar 1 mg/kg BB. Siklofosfamid diberikanper oral dengan dosis harian 1-2 mg/kgBB. Untuk mencegah
toksisitas siklofosfamid, pengobatan dapat dialihkan darisiklofosfamid menjadi azatioprin atau mikofenolat setelah 6 bulan.Pengobatan ini dilanjutkan hingga minimal 1 tahun.
PrognosisSecara kasar, prognosis sebanding dengan jumlah bulan
sabit: pasien dengan bulan sabit kurang dari 80% glomerulusmemiliki prognosis sedikit lebih baik daripada mereka yangpersentase bulan sabitnya lebih besar.
NEFRITIS LUPUSLupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit
multiorgan yang didasarkan kelainan imunologik. Organ yang seringterkena yaitu sendi, kulit, ginjal, otak, hati dan lesi dasar pada organtersebut adalah suatu vaskulitis yang terjadi oleh karena
pembentukan dan pengendapan kompleks antigen-antibodi. Apabilaorgan yang terkena ginjal disebut nefritis lupus. Nefritis lupusbiasanya mengikuti penyakit LES yang telah muncul sebelumnya,
tetapi sekitar 3-6% mendahului gejala-gejala lupus yang lainsehingga ketika diagnosis LES ditegakkan, kelainan ginjalnya sudahlanjut.
Nefritis lupus (NL) ditemukan pada 90% pasien lupuseritematosus sistemik. Gambaran klinis NL sangat bervariasi, mulai
dari tanpa kelainan pada urinalisis atau hanya proteinuria/hematuria ringan sampai gambaran klinis yang berat yaitu sindromnefrotik atau glomerulonefritis yang disertai penurunan fungsi ginjal
yang progresif.
Angka Kejadian
NL maupun LES pada umumnya terutama ditemukan padaanak perempuan. Umumnya ditemukan setelah umur 10 tahun,
sangat jarang pada anak kurang dari 5 tahun. Perbandingan anak perempuan dan lelaki adalah 5 : 1, sedangakan umur rata-rata padasaat diagnosis ditegakkan adalah 11,7 (8-18) tahun.
DiagnosisDiagnosis ditegakkan bila ditemukan 4 dari 11 kriteria
diagnostik LES menurut American College of Rheumatology yangdirevisi pada tahun 1982 :
1. Ruam kupu-kupu di muka (butterfl y rash)
2. Ruam diskoid di kulit 3. Fotosensitif 4. Ulkus di mulut
5. Artritis6. Serositis (pleuritis atau perikarditis)
7. Kelainan ginjal (proteinuria >0,5 gram/hari atau atausilinder selular: sel darah merah/Hb/granular/tubular
8. Kelainan neurologik: kejang atau psikosis
9. Kelainan hematologik: anemia hemolitik dengan
retikulositosis atau leukopenia (<4000/µl pada 2
8/7/2019 LTM Pemicu II Modul GCT (Sindrom Nefritis)
http://slidepdf.com/reader/full/ltm-pemicu-ii-modul-gct-sindrom-nefritis 3/3
pemeriksaan) atau limfopenia (<1500/µl) atautrombositopenia (<100.000/µl)
10. Kelainan imunologik: sel LE positif atau titer abnormal anti
DNA terhadap DNA tubuh atau anti-Sm positif atau ujiserologi sifilis positif palsu (dalam 6 bulan terakhir)
11. Pemeriksaan antibodi antinuklir (ANA) positif
EtiologiPenyebab berbagai kelainan imunologi yang ditemukan
pada LES yaitu disfungsi sel T, produksi autoantibodi, pembentukan
kompleks imun, hipokomplementemia yang akhirnya menyebabkan
kerusakan jaringan sampai saat ini belum dapat dipastikan. Didugakuat bahwa etiologi LES, dan juga NL, bersifat multifaktorial.
Beberapa hal yang disepakati berperan pada LES adalah:1. Faktor genetik sebagai predisposisi
Hal ini didukung oleh beberapa fakta, yaitu:
y LES ditemukan pada 63% kembar identik
y Frekuensi penemuan genotipe HLA-DR3 dan DR2meningkat
y Frekuensi pasien LES pada anggota keluarga yanglain juga meningkat
2. Faktor hormonal
Hal ini didukung oleh fakta bahwa:
y Pasien perempuan jauh lebih banyak, terutamapada masa pubertas dan pasca pubertas
y Pada binatang percobaan yaitu tikus NZB/W yang
dibuat menderita LES. Bila pada yang betinadiberi hormon androgen gejala lupus akan
membaik. Sebaliknya pada tikus jantan bila diberiestrogen akan menyebabkan gejala LESbertambah buruk.
Patogenesis
LES adalah penyakit autoimun yang mengenai multipleorgan. Gambaran klinis yang ditemukan terjadi akibat terbentuknyaautoantibodi terhadap berbagai macam antigen jaringan.
Autoantibodi yang paling banyak ditemukan adalah terhadap inti selyaitu terhadap DNA tubuh sendiri berupa anti DNA double stranded (dsDNA), juga anti DNA single stranded (ssDNA). Keduanya dapat
diekstraksi dari deposit atau endapan kompleks imun di glomeruluspasien NL.
Kompleks imun juga ditemukan dalam sirkulasi pasien NL
yaitu komplek DNA-anti DNA yang kemudian terperangkap /menyangkut di daerah membran basal glomerulus berupa
endapan/deposit. Namun, di samping itu kompleks imun juga dapat terbentuk insitu di glomerulus yaitu karena adanya DNA dalamsirkulasi yang mengendap di glomerulus kemudian disusul dengan
pembentukan antibodi anti-DNA. Belum jelas mana di antara keduamekanisme itu yang berperan pada NL. Setelah terjadi endapankompleks imun akan terjadi aktivasi sistem komplemen yang
kemudian menyebabkan kerusakan jaringan glomerulus yangmenimbulkan gejala-gejala nefritis. Deposit komponen komplemenjuga ditemukan di glomerulus.
Jenis antibodi lain yang banyak ditemukan terhadap inti seladalah anti-RNA (asam ribonukleat ), anti Sm, anti Ro, anti La, anti
Histon, anti fosfolipid. Antibodi antifosfolipid sering dihubungkandengan risiko terjadinya trombosis dan pada wanita hamil dengan
kematian janin. Selain itu juga ditemukan berbagai macam antibodipermukaan antigen spesifik terhadap jaringan tertentu yaitu:
y Antibodi terhadap sel darah merah yang dapat menyebabkan terjadinya anemia hemolitik autoimun
y Antibodi terhadap glikoprotein trombosit yangmenyebabkan trombositopenia
y Antibodi terhadap leukosit menyebabkan leukopenia
y Antibodi terhadap lemak jaringan otak yang mungkinsebagai penyebab kerusakan jaringan otak
y Antibodi terhadap kardiolipin yang menyebabkan reaksiW asserman (sifilis) positif palsu
Antibodi terhadap limfosit semula hanya dianggapmenyebabkan terjadinya leukopenia saja, tetapi ternyata terdiri atasbeberapa jenis antibodi dan yang sangat penting adalah antibodi
terhadap sel T supresor. Antibodi inilah yang diperkirakan
menyebabkan pembentukan antibodi oleh sel B tidak bisa
dikendalikan (overaktif ) dan menyebabkan peningkatan IgG danberbagai macam autoantibodi yang kemudian mengendap sebagaikompleks imun di berbagai organ tubuh.
Tata LaksanaPada dekade terakhir angka mortalitas pada pasien NL
telah mengalami banyak perbaikan. Hal ini terutama disebabkankarena penggunaan obat kortikosteroid dan sitostatik. Gejalaekstrarenal akan cepat menghilang pada pemberian kortikosteroid.
Pada pasien dengan gejala ekstrarenal yang ringan tanpa adanyagejala renal tidak perlu diberi kortikosteroid, cukup diberikan obat salisilat, anti malaria atau obat NSAID.
PrognosisSetelah pengobatan kortikosteroid dan sitostatik, prognosis
NL ataupun SLE pada umumnya mengalami perbaikan yangdramatis. Angka hidup pada pengamatan 1 tahun adalah 90%, pada
10 tahun adalah 85%, dan pada 15 tahun 77%. Penyebab kematianyang terbanyak adalah gagal ginjal, sepsis, dan kelainan susunansaraf pusat.
Daftar Pustaka 1. Kasper DL. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th
ed. USA: McGraw-Hill; 2005. P. 1681-8.2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Vol. 2. Ed. 6. Jakarta: EGC;
2006. P. 924-9.3. OCallaghan, CA. The renal system at a glance. 2nd ed.
Victoria: Blackwell Publishing; 2006. P. 75-78.