lp perioperatif
DESCRIPTION
oriTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
I. Konsep Dasar Teori Keperawatan Perioperatif
A. Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pembedahan pasien. Istilah
perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pembedahan, yaitu
preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase. Fase perioperatif adalah
waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga sampai ke meja pembedahan, tanpa
memandang riwayat atau klasifikasi pembedahan. Masing- masing fase dimulai pada waktu
tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk
pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan
yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan
standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan
dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga
kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima (Brunner & Suddarth,
2001).
B. Fase Pre Operatif
a. Definisi
Fase pre operatif dimulai ketika keputusan intervensi bedah dibuat dan berakhir
sampai pasien dikirim ke meja operasi
b. Pengkajian Pre Operatif
Point penting dalam riwayat keperawatan preoperative :
1) Umur
2) Alergi terhadap obat, makanan
3) Pengalaman pembedahan
4) Pengalaman anestesi
5) Tembakau, alcohol, obat-obatan
6) Lingkungan
7) Kemampuan self care
8) Support system
c. Persiapan Fisik Pre Operatif
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,
yaitu : persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara
lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap,
antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu
pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien
yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien
wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di
koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca
operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam
dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah
kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal :
3,5-5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan
dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur
mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi
ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal
mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut
maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada
kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan
dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa
dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon
adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan
operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso
gastric tube).
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya
infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun
demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran
sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan
pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan
kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.. Daerah
yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika
yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan
infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat
diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih
seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal
hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka
untuk mengobservasi balance cairan.
d. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan
operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan
penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien.
Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi
berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu
dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama
pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time)
darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan
radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering
dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan
terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh
pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto
tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka
leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin
dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin,
BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit
terkaut dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan
untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis
saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10
jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan
pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
e. Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk
menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa
digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American
Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik
anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan
sistem saraf.
ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal:
penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi
muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05.
ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan
obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus
ringan yang akan mengalami appendiktomi.
Mortality (%) : 0,4.
ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus
dengan komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya: insufisiensi
koroner atau infark miokard.
Mortality (%) : 25.
ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya: insufisiensi
koroner atau infark miokard.
Mortality (%) : 50.
f. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal
lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan
tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat
pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi
aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien
wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun
tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga
mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien
maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan
mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani.
g. Persiapan Mental/Psikis
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas
seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan
adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang
lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering
berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh
pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang
bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan
kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor
pendukung/support system.Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat
dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain:
1. Pengalaman operasi sebelumnya
Berkaitan dengan persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan
operasi, pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik
maupun penunjang.
2. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan
petugas kamar operasi.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post
operasi)
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum
operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas
dalam, batuk efektif, ROM, dll.
h. Obat-Obatan Pre Medikasi
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali.
i. Pendidikan Kesehatan Pre Operatif
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti :
nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang
diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
a. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih
mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur.
Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi
darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam
secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini
segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
b. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan
terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat
bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret
tersebut.
c. Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga
setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion
(ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan
secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus
otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Tujuan dari mobilisasi menurut, antara lain:
Mempertahankan fungsi tubuh
Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka
Membantu pernafasan menjadi lebih baik
Mempertahankan tonus otot
Memperlancar eliminasi urin
Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal
dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.
Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau
berkomunikasi
Manfaat mobilisasi bagi pasien post operasi adalah :
Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan
bergerak, otot –otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot
p[erutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan
demikian pasien merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan,
mempercepat kesembuhan.
Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan
merangsang peristaltic usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu
mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
Mempercepat pemulihan missal kontraksi uterus post secarea, dengan
demikian pasien akan cepat merasa sehat dan bias merawat anaknya
dengan cepat
Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi
sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan
tromboemboli dapat dihindarkan.
Tahap-tahap Mobilisasi Post Operasi
Menurut Rustam Muchtar (1992), meliputi :
1) Pada hari pertama 6-10 jam setelah pasien sadar, pasien bisa
melakukan latihan pernafasan dan batuk efektif kemudian miring
kanan – miring kiri sudah dapat dimulai.
2) Pada hari ke 2, pasien didudukkan selama 5 menit, disuruh latihan
pernafasan dan batuk efektif guna melonggarkan pernafasan.
3) Pada hari ke 3 - 5, pasien dianjurkan untuk belajar berdiri kemudian
berjalan di sekitar kamar, ke kamar mandi, dan keluar kamar sendiri.
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi Post Operasi dilakukan secara bertahap
berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi Post Operasi pada pasien post
operasi seksio sesarea :
1) Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi seksio
sesarea harus tirah baring dulu. Mobilisasi Post Operasi yang bisa
dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung
jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki
2) Setelah 6-10 jam, diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan
mencegah trombosis dan trombo emboli
3) Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk
duduk
4) Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan
Sedangkan menurut Beyer, 1997:
1) Tahap I : mobilisasi atau gerakan awal : nafas dalam dan batuk,
ekstremitas
2) Tahap II : mobilisasi atau gerak berputar
3) Tahap III : mobilisasi atau gerakan duduk tegak
4) Tahap IV : mobilisasi atau gerakan turun dari tempat tidur (3x/hari)
5) Tahap V : mobilisasi atau gerakan berjalan dengan bantuan (2x/hari)
6) Tahap VI : mobilisasi atau gerakan naik ke tempat tidur
7) Tahap VII : mobilisasi atau gerakan bangkit dari duduk ditempat tidur.
d. Kontrol dan Medikasi Nyeri
Disamping penyuluhan diatas pasien di berikan penjelasan tentang anastesi
(bagian anastesi akan menjelaskan lebih rinci), diberikan penjelasan mengenai
obat-obatan untuk mengontrol nyeri dan mungkin akan diberikan antibiotik
profilaksis sebelum pembedahan.Kontrol kognitif atau strategi kognitif dapat
bermanfaat untuk menghilangkan ketegangan, ansietas yang berlebihan dan
relaksasi, strategi yang di gunakan seperti “Imajinasi”,pasien dianjurkan
untuk berkonsentrasi pada pengalaman yang menyenangkan atau
pemandangan yang menyenangkan. “Distraksi”, Pasien di anjurkan untuk
memikirkan cerita yang dapat dinikmati atau berkesenian, puisi dan lain-
lain.“Pikiran optimis-diri” Menyatakan pikiran pikiran optimistik semua akan
berjalan lancar di anjurkan.
e. Nutrisi
Nutrisi adalah makanan yang mengandung cukup nilai gizi dan tenaga
untuk perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan secara optimal. Diet pasca
operasi adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada
macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.
Karena tujuan diet pasca-operasi adalah untuk mengupayakan agar
status gizi pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses
penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara
sebagai berikut:
1) Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energy, protein).
2) Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain.
3) Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.
4) Mencegah dan menghentikan perdarahan.
Jenis Makanan Yang Baik Untuk Penyembuhan Luka Post Operasi
Diantara makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, mineral dan air yang cukup, maka yang paling penting untuk
penyembuhan luka adalah protein dan vitamin C.
Alasannya: protein dan vitamin C sangat penting peranannya dalam
proses penyembuhan luka. Selain itu vitamin C punya peranan penting untuk
mencegah terjadinya infeksi dan perdarahan luka.
Contoh makanan yang perlu diperhatikan untuk penyembuhan luka
o Protein; terbagi menjadi: nabati dan hewani. Contoh nabati yaitu tempe,
tahu, kacang-kacangan dll. Contoh protein hewani, hati, telur, ayam,
udang dll.
o Vitamin C adalah kacang-kacangan, jeruk, jambu, daun papaya, bayam,
tomat, daun singkong dll
Tata Cara Pelaksanaan untuk Pemenuhan Nutrisi
1) Tingkatan konsumsi makanan yang mengandung protein dan vitamin
C.
2) Bila mual:
a) Makanlah dengan porsi sedikit tapi sering
b) Sajikan ketika masih hangat
c) Sebelum makan, minum air hangat
d) Hindari makanan dengan berbumbu tajam
Tahapan diet pasca bedah
1) Diet Pasca-Bedah I (DPB I)
Diet ini diberikan kepada semua pasien pascabedah :
Pasca-bedah kecil : setelah sadar dan rasa mual hilang
Pasca-bedah besar : setelah sadar dan rasa mual hilang serta
ada tanda-tanda usus mulai bekerja
Cara Memberikan Makanan
Selama 6 jam sesudah operasi, makanan yang diberikan berupa air
putih, the manis, atau cairan lain seperti pada makanan cair jernih.
Makanan ini diberikan dalam waktu sesingkat mungkin, karena
kurang dalam semua zat gizi. Selain itu diberikan makanan parenteral
sesuai kebutuhan.
2) Diet Pasca-Bedah II (PDB II)
Diet pasca-bedah II diberikan kepada pasien pascabedah besar saluran
cerna atau sebagai perpindahan dari Diet Pasca Bedah I
Cara Memberikan Makanan:
Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa kaldu jernih,
sirup, sari buah, sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama
pasien tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan
dan kondisi pasien. Selain itu dapat diberikan makanan parenteral bila
diperlukan. DPB II diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena
zat gizinya kurang. Makanan yang tidak boleh diberikan pada diet
pasca-bedah II adalah air jeruk dan minuman yang mengandung
karbondioksida.
3) Diet Pasca-Bedah III
Diet Pasca-Bedah III diberikan kepada pasien pascabedah besar
saluran cerna atau sebagai perpindahan dari diet pasca-bedah II.
Cara Memberikan Makanan:
Makanan yang diberikan berupa makanan saring ditambah susu dan
biscuit. Cairan hendaknya tidak melebihi 2000 ml sehari. Selain itu
dapat memberikan makanan parenteral bila diperlukan. Makanan yang
tidak dianjurkan adalah makanan dengan bumbu tajam dan minuman
yang mengandung karbondioksida.
4) Diet Pasca-Bedah IV
Diet Pasca-Bedah IV diberikan kepada :
Pasien pasca bedah kecil, setelah diet pasca-bedah
Pasien pascabedah besar, setelah diet Pasca-Bedah III
Cara Memberikan Makanan:
Makanan diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam 3 kali
makanan lengkap dan 1 kali makanan selingan.
C. Fase Intra Operatif
a. Definisi
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk ruang operasi dan berakhir
saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Tim intra operatif:
1) Ahli bedah
Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli bedah yang sudah
melakukan operasi.
2) Asisten pembedahan (1orang atau lebih) asisten bius dokter, risiden, atau
perawat, di bawah petunjuk ahli bedah. Asisten memegang retractor dan suction
untuk melihat letak operasi.
3) Anaesthesologist atau perawat anaesthesi.
Perawat anesthei memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat lain untuk
mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.
4) Circulating Nurse
Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan.
Tugas :
Set up ruangan operasi
a) Menjaga kebutuhan alat
b) Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan
c) Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
d) Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien.
Selama pembedahan :
a) Mengkoordinasikan aktivitas
b) Mengimplementasikan NCP
c) Membenatu anesthetic
d) Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll.
5) Surgical technologist atau Nurse scrub; bertanggung jawab menyiapkan dan
mengendalikan peralatan steril dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten.
Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi
instrumen apa yang dibutuhkan.
b. Persiapan kamar dan team pembedahan.
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi.
Dua factor penting yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan : lay out
kamar operasi dan pencegahan infeksi.
1) Lay Out pembedahan.
Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan
pelayanan pendukung (bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan
bagian logistik).
Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal
yang bersih dan terkontaminasi design (protektif, bersih, steril dan kotor).
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya :
a) Kamar terima
b) Ruang untuk peralatan bersih dan kotor.
c) Ruang linen bersih.
d) Ruang ganti
e) Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat.
f) Scrub area.
Ruang operasi terdiri dari :
a) Stretcher atau meja operasi.
b) Lampu operasi.
c) Anesthesia station.
d) Meja dan standar instrumen.
e) Peralatan suction.
f) System komunikasi.
2) Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan.
Sumber utama kontaminasi bakteri team pembedahan dengan hygiene kurang
dan kesehatan menurun (kulit, rambut, saluran pernafasan).
Pencegahan kontaminasi :
a) Cuci tangan.
b) Handscoen.
c) Mandi.
d) Perhiasan (-).
3) Pakaian bedah.
Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK.
Tujuan: Menurunkan kontaminasi.
4) Surgical Scrub.
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :
a) Ahli Bedah
b) Semua asisten
c) Scrub nurse.
sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril.
Alat-alat:
a) Sikat cuci tangan reuable / disposible.
b) Anti microbial : betadine.
c) Pembersih kuku.
Waktu : 5 – 10 menit dikeringkan dengan handuk steril.
c. Anasthesia
Anasthesia menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial atau total,
dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran. Tujuan anasthesia adalah untuk
memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks, meningkatkan relaksasi otot.
Pemilihan anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah
dan factor klien.
1) Anasthesia Umum.
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi
impulse saraf otak. Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif.
Stadium Anesthesia :
a) Stadium I : Relaksasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahab.
b) Stadium II : Excitement.
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan yang
iregular dan pergerakan anggota badan tidak teratur.
c) Stadium III : Ansethesi pembedahan..
Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran
dan sensasi nyeri.
d) Stadium IV : Bahaya.
Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian.
2) Anestesi Local atau Regional
Anestesi local atau regional secara sementara memutus transmisi impuls
saraf menuju dan dari lokasi khusus. Luas anestesi tergantung:
a) Letak aplikasi
b) Volume total anestesi
c) Kosentrasi dengan kemampuan penetrasi obat
Penggunaan regional anestesi :
a) Kontra indikasi general anestesi
b) Klien mengalami reaksi yang merugikan dengan general anestesi
c) Pilihan klien
Komplikasi :
a) Over dosis
b) Teknik pemberian yang salah
c) Sensitifitas klien terhadap anestesi
Tanda :
a) Stimulasi Central Nervous System diikuti depresi CNS dan cardio: Gelisah,
pembicaraan incoherent, sakit kepala, mata kabur, rasa metalik, mual,
muntah, tremor,konfulsi dan peningkatan nadi respirasi , tekanan darah
b) Komplikasi local : Edema, peradangan, abses, necrosis,ganggren.
d. Pengkajian
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi :
a) Memvalidasi identitas klien.
b) Memvalidasi inform concent.
Chart Review :
a) Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual
dan potensial selama pembedahan.
b) Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.
Perawat menanyakan :
a) Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi darah.
b) Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
c) Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
d) Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
e) Kateterisasi.
D. Fase Pasca Operatif
a. Definisi
Dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Stadium ketiga dan terakhir
dari preoperasi adalah bila klien masuk ruang pulih sadar, ruang PAR, atau PACU.
Selama periode post operative, klien dirawat oleh perawat di ruang PAR ( Post
Anesthesia Recovary ) dan unit setelah di pindah dari ruang pemulihan.
Waktu yang diperlukan tergantung umur dan kesehatan fisik, type pembedahan,
anesthesia dan komplikasi post operasi. Perawat sirkulasi, anesthesiologist / perawat
anesthesia dan ahli bedah mengantar klien ke area recovery awal periode post
operasi.
b. Pengkajian
Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat
mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan
emosi, sebelum pembedahan dan alergi.
Pemeriksaan Fisik Dan Manifestasi Klinik
1) System Pernafasan
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien:
a) Patency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
b) Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovasculair atau
rata-rata metabolisme yang meningkat.
c) Auscultasi paru keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
d) Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
e) Thorax Drain.
2) Sistem Cardiovasculer.
a) Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit
(4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil.
b) Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung depresi miocard, shock,
perdarahan atau overdistensi.
c) Nadi meningkat shock, nyeri, hypothermia.
d) Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran
ektremitas).
e) Homan’s sign trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema,
kemerahan, nyeri).
3) Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
a) Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
b) Ukur cairan NG tube, out put urine, drainage luka.
c) Kaji intake / out put.
d) Monitor cairan intravena dan tekanan darah.
4) Sistem Persyarafan
a) Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran semua klien dengan anesthesia
umum.
b) Klien dengan bedah kepala leher : respon pupil, kekuatan otot, koordinasi.
Anesthesia umum depresi fungsi motor.
5) Sistem Perkemihan.
a) Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-
buli).
b) Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam
komplikasi ginjal.
6) Sistem Gastrointestinal.
a) Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada
bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.
b) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
c) Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
d) Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung. Fungsinya untuk meningkatkan istirahat,
memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah, memonitor
perdarahan, mencegah obstruksi usus, irigasi atau pemberian obat,
mengetahui jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
7) Sistem Integumen.
a) Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma,
malnutrisi, obat-obat steroid.
b) Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.
c) Ketidakefektifan penyembuhan luka dapat disebabkan :
· Infeksi luka.
· Diostensi dari udema / palitik ileus.
· Tekanan pada daerah luka.
· Dehiscence.
· Eviscerasi.
8) Drain dan Balutan
Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR, (Jumlah,
warna, konsistensi dan bau cairan drain dan tanggal observasi), dan minimal tiap
8 jam saat di ruangan.
9) Pengkajian Nyeri
Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah, drain dan posisi intra
operative.
Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi,
diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian
analgetika.
10) Pemeriksaan Laboratorium.
Dilakukan untuk memonitor komplikasi .
Pemeriksaan didasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat kesehatan dan
manifestasi post operative. Test yang lazim adalah elektrolit, Glukosa, dan darah
lengkap.