liar” ini memiliki dampak yang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Industri Tambak Udang merupakan salah satu Industri yang menjanjikan
dalam peningkatan taraf hidup ekonomi bagi masyarakat luas khususnya
masyarakat berdomisili di wilayah pesisir pantai, tak terkecuali pantai selatan
di pulau Jawa ini. Kabupaten Bantul menjadi salah satu dari sekian banyak
wilayah yang digandrungi untuk pengembangbiakkan budidaya tambak udang.
Industri budidaya tambak udang tergolong masih dini, dimulai dari tahun 2012
hingga menginjak tahun ke-empatnya ini, mulai muncul permasalahan-
pemasalahan. Masalah yang dimaksud adalah tidak berijinnya kegiatan
budidaya tambak udang yang berada di wilayah pesisir pantai selatan.
Akibatnya kegiatan yang dianggap “liar” ini memiliki dampak yang dapat
merusak bagi pengelolaan zona konservasi yang dicanangkan Pemerintah
Kabupaten Bantul. Tumbuh berkembangnya budidaya tambak udang yang
terdapat di kawasan Pantai Kuaru, Pantai Baru, Pantai Pandansimo, Pantai
Glagah dan sebagian Pantai Depok, membuat Pemerintah melakukan
peninjauan langsung seperti yang dilangsir oleh laman resmi Pemerintah
Daerah Kabupaten Bantul dimana pemantauan dilakukan oleh Kepala BLH
Bantul, Drs. Eddy Susanto, beserta Kabid Pengendalian Pencemaran dan
Dokumen Lingkungan, Ir. Priya Haryanta, MMA dan Kabid Pengendalian
Kerusakan dan Konservasi Lingkungan, Sunarso, SH, Msi pada hari selasa, 24
September 2014, diakses peneliti pada pukul 14:08 WIB, Hasil pemantauan:
Pada lokasi pemantuan di desa Parangtritis, Kecamatan Kretek. Kerusakan
yang terjadi antara lain: penebangan tanaman akasia, pandan laut, dan cemara
udang, berkurangnya populasi tanaman perindang di lokasi kegiatan tambak
udang, fungsi tanaman sebagai wind barrier (penahan angin) menjadi
berkurang. Di sisi lain, adanya tambak udang yang berdekatan dengan gumuk
pasir dapat merubah bentuk gumuk pasir, bahkan dapat merusak gumuk pasir.
Pada desa Srigading, Kecamatan Sanden. Kerusakan lingkungan yang terjadi
2
antara lain: berkurangnya populasi tanaman pandan laut, akasia, dan cemara
udang, serta mangrove akibat penebangan untuk kegiatan tersebut,
Lain halnya yang terjadi pada kegiatan yang berlokasi pada laguna Pantai
Samas, terjadi intrusi air limbah ke petak sawah disebelah utara tambak, diduga
tanah menjadi asam, sehingga pertumbuhan tanaman padi kurang subur dan
produksi padi menjadi turun, dalam waktu dekat BLH (Badan Lingkungan
Hidup) akan memeriksa kualitas pH air. Desa Poncosari, Kecamatan
Srandakan, ditemukan beberapa kerusakan. Kerusakan lingkungan yang terjadi
antara lain: terjadi penebangan tanaman glereside, pandan laut, cemara udang
dan akasia, sehingga berkurang populasi tanaman perindang dan tanaman wind
barrier (penahan angin), dimana tanaman ini memiliki fungsi ganda.
Untuk budidaya tambak udang yang berdekatan dengan JJLS (Jalur Jalan
Lintas Selatan) akan menyebabkan jalan menjadi cepat rusak karena disebelah
kiri jalan digali untuk kegiatan tersebut. Dari ketiga desa yang menjadi lokasi
pemantauan, ditemukan fakta bahwa rata-rata setiap tambak tidak memiliki
instalasi pengolahan limbah cair sesuai kaidah teknis pengolahan yang baik,
sehingga dimungkinkan meresap kedalam tanah. Di sisi lain, budidaya tambak
udang memiliki bau yang tidak sedap timbul bau disekitar lokasi beberapa
tambak udang ini yang menyebabkan masyarakat enggan untuk menerima
budidaya tambak udang beridiri di lingkungan mereka. Sumber:
http://blh.bantulkab.go.id/berita/138-pemantauan-tambak-udang-di-pantai-
selatan-bantul
Secara garis besar masalah yang muncul dan dialami oleh masyarakat
pesisir akibat dari pembuatan budidaya tambak udang yang tidak sesuai dengan
aturan, diantaranya :
1. Melanggar garis sempadan pantai
2. Merusak barrier hutan mangrove, tanaman cemara laut
3. Merusak konservasi penangkaran penyu dan pariwisata pesisir
4. Merusak zona konservasi petilasan Hamengkubuwono VII
5. Merusak konservasi badan dan sempadan jalan JJLS
6. Merusak konservasi titik-titik Pusat Listrik Tenaga Bayu (PLTB)
3
Berkaca pada hasil pemantauan tersebut, sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Bantul, gambaran mengenai zona konservasi yang
disinergikan dengan pendirian lahan usaha maupun hunian dapat digambarkan
secara sederhana sebagai berikut (Kajian Akademik Pemerintah Kecamatan
Sanden: 2014).
3000 m
1500 m
300 m
200 m
Figur 1.1
Zonasi Konservasi Pesisir Pantai Selatan Sesuai RTRW Kab. Bantul
Terlihat jelas dalam skema di atas bahwa pendirian usaha budidaya tambak
udang haruslah tidak melebihi kawasan barrier hutan mangrove dan berada
pada jarak 1500 m dari garis sempadan pantai, sebagai point inti yang harus
dipahami oleh masyarakat. Akan tetapi ketidaktahuan masyarakat akan
pemahaman skema diatas mengakibatkan pendirian usaha tambak udang yang
cenderung sembarangan tanpa memperhatikan dampak jangka pendek maupun
panjang (pra-wawancara dengan Pemerintah Kecamatan Sanden).
Uniknya, temuan ini terjadi pada masyarakat yang mempunyai surat alas
hak (kekancingan). “Dari data yang dimiliki Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Bantul, masyarakat yang mempunyai kekancingan sejumlah 10
pembudidaya tambak” pra-wawancara dengan Pemerintah Kecamatan
Sanden).
Pemukiman Warga (rumah)
Kawasan Pertanian Lahan BasahPesisir
Jalur Jalan Lintas Selatan
Kawasan Budidaya Air Payau
Barrier Hutan Pantai
Sempadan Pantai
Perairan Laut Dangkal
4
Menanggapi beragam permasalahan yang tumbuh perlahan, Pemerintah
Daerah Kabupaten Bantul pada posisinya sebagai regulator dalam
menyampaikan pesan kebijakan, akan berpijak pada RTRW Kabupaten Bantul
(tertuang dalam Perda No. 4 Tahun 2011) untuk mengagas program translokasi
yang memiliki semangat gerakan pemberdayaan masyarakat. Tujuan dari
program ini adalah memperbaiki dan menata kelola tanah sultan (sultan
ground) yang berada di wilayah pesisir dengan tidak merusak zona konservasi
pesisir pantai selatan yang dalam penggunaannya sebagai ruang usaha ataupun
kegiatan masyarakat dalam usahanya memperbaiki kesejahteraan hidup (Kajian
Akademik Yuridis Formal Bappeda Kab Bantul, tahun 2014).
Selama ini diakui atau tidak, berdasarkan sajian arsip data, kebijakan yang
dikembangkan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul sejak tahun 2012 dalam
melakukan kebijakan penertiban budidaya tambak udang “liar” cenderung
parsial, temporer dan diskriminatif. Dikatakan parsial karena kegiatan
penertiban yang dilakukan hanya menyentuh aspek kulitnya saja, yakni sekedar
menyingkirkan budidaya tambak udang yang tidak berijin milik orang-orang
miskin dari wilayah tertentu tanpa ada solusi penanganan sesuai pokok
masalah. Dikatakan temporer karena cenderung hanya untuk sementara waktu
tanpa ada kelanjutan program lagi.
Dalam perjalanannya, proses sosialisasi progam translokasi mendapat
antipati dari masyarakat dan pembudidaya tambak udang. Sebagian besar tidak
mengetahui tentang proses perijinan dalam pendirian tambak sehingga
melanggar zona konservasi yang telah ditetapkan. Petambak yang mempunyai
kekancingan atau alas hak (surat perjanjian masyarakat pengguna tanah sultan
dengan pihak Keraton Yogyakarta) telah “merasa” berijin dalam pendirian
budidaya tambak. Posisi alas hak menjadi salah satu aspek legalitas yang
dimiliki pembudidaya, artinya bahwa, bagi yang mempunyai alas hak, tetap
dapat mendirikan budidaya tambak diatas tanah sultan, padahal pendirian di
atas tanah sultan berada pada area zona konservasi (diolah peneliti, arsip
Kecamatan Sanden – polemik tambak di tanah sultan, berita Harian Kedaulatan
Rakyat, 2014).
5
Dapat pula dikatakan diskriminatif karena obyek penertiban hanya terfokus
pada kelompok marginal di wilayah pesisir pantai selatan. Sementara kekuatan
‘lain’ yang sama-sama melanggar tata tertib zona konservasi pesisir pantai
selatan seolah-olah tidak tersentuh. Kegiatan di wilayah pesisir pantai selatan
yang semata-mata represif-punitif niscaya akan melahirkan perlawanan dan
mekanisme kucing-kucingan yang sama sekali tidak menyelesaikan masalah.
Di sisi lain dalam berbagai kebijakan dan operasi penertiban yang
dilaksanakan Pemerintah Daerah, keberadaan budidaya tambak udang liar
terkesan diposisikan sebagai ‘terdakwa’ dan bukan dianggap sebagai korban
dari model pembangunan wilayah yang sentralistik yang melahirkan
kesenjangan antar desa-kota yang semakin terpolarisasi. Sudah saatnya
penataan budidaya tambak udang liar haruslah meninggalkan cara-cara lama
dan beralih pada tindakan yang lebih humanistik, preventif, berkemanusiaaan,
serta mengedepankan aspek nilai dan norma sesuai budaya ketimuran bangsa
Indonesia, oleh karena itu, hal menarik yang bisa disoroti dari cara penanganan
masalah budidaya tambak udang liar ini yakni tidak lain adalah merujuk pada
proses komunikasi atau penyampaian kebijakan dari pemerintah kepada para
pembudidaya tambak udang “liar” yang berada di pantai selatan.
Maka pada tahun 2015 ini dibentuklah sebuah tim kerja yang bertugas untuk
menyampaikan pesan persuasif perihal program translokasi. Tugas dari tim
yang bernama Tim Kerja Translokasi Tambak Udang dalam memberikan pesan
tentang program translokasi kepada pembubidaya tambak udang agar lebih
mudah dipahami oleh masyarakat pembudidaya tambak udang, pendekatan
yang dilakukan adalah:
1. Pendekatan spiritual,
2. Pendekatan keunggulan program translokasi, dan
3. Pendekatan fungsi kekancingan (sesuai dengan Kajian Akademik
Yuridis Formal Bappeda Kab Bantul, 2015).
Tidak mudah untuk meyakinkan orang lain agar dapat mengikuti saran yang
diberikan, terlebih bila komunikatornya adalah Pemerintah. Pendekatan yang
lazim dilakukan pemerintah adalah pendekatan bersifat top-down di mana
aliran informasi bersumber hanya dari pemerintah saja, tentu ini membawa
6
konsekuensi tertentu terutama bagi masyarakat yang seolah-olah hanya
menjadi objek semata. Kelemahan tersebut diupayakan untuk digantikan
dengan “bottom-up development planning” atau perencanaan pembangunan
yang disusun meliputi program dan proyek yang benar-benar dibutuhkan oleh
masyarakat. Artinya masyarakat lokal akan dilibatkan dalam penyusunan
rencana pembangunan yang akan mengikis kegagalan berkomunikasi yang
lalu. Semangat inilah yang menjadi landasan Pemerintah Kabupaten Bantul
dalam aktifitas persuasif penyampaian pesan perihal implementasi progam
translokasi budidaya tambak udang yang berdiri di tanah sultan (sultan
ground). Posisi penelitian ini akan melihat pendekatan yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Bantul yang sebelumnya cenderung menggunakan
pendekatan top-down menjadi bottom-up yang dilakukan oleh Tim Kerja
Translokasi Tambak (TKTT) sebagai salah satu aktor dalam program
translokasi tambak udang. Di sisi lain muncul asumsi bahwa akan terdapat
aktor-aktor yang sangat berpengaruh dalam proses komunikasi tersebut.
Keberadaan usaha atau tambak-tambak liar dan budaya kuratif merupakan
permasalahan klasik yang terjadi pada daerah tertentu. Hal ini bukannya tidak
bisa diselesaikan, hanya saja membutuhkan kepedulian dan tanggung jawab
bersama. Penggunaan pendekatan dalam berinterkasi, diantaranya pendekatan
sosio-kultural, pendekatan humanistik dan pendekatan komunikasi merupakan
kesatuan strategi terpadu yang dapat diaplikasikan secara adaptif, sehingga hal
ini menjadikan alasan yang kuat bagi penulis untuk melakukan penelitian ini.
Maka melihat hal tersebut, urgensi dari penelitian ini adalah untuk
memotret, merekam “pendekatan” pemerintah yang terwakili oleh tim kerja
translokasi tambak dalam proses “menyuarakan” progam translokasi tambak
udang dengan berbagai isu yang melatarbelakangi program tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, dapat dirumuskan pokok
pertanyaan dari penelitian ini adalah : “Bagaimana Dinamika Komunikasi
Aktor-Aktor Dalam Program Translokasi Tambak Udang di Kabupaten
Bantul ?”.
7
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut: Untuk mengeksplorasi secara komprehensif dimanika
komunikasi antar aktor dalam isu program translokasi budidaya tambak udang
di Kabupaten Bantul.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terdiri atas manfaat akademis dan manfaat praktis
yang dijabarkan sebagai berikut :
1. Secara akademik, penelitian ini dapat memberikan sumbangan akademik
untuk memperkaya kajian sosial dalam bidang komunikasi, khususnya
mengenai dinamika komunikasi dalam sosialisasi program pemerintah.
2. Secara Praktis, Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi regulator
atau pembuat kebijakan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah,
dalam penyampaian pesan perihal program kebijakan pemerintah kepada
masyarakat dan elemen-elemen pemangku kepentingan yang terlibat di
dalamnya.
E. Kerangka Pemikiran
1. Dinamika Komunikasi: Model Komunikasi Dinamis
Dinamika komunikasi dalam penelitian ini dilihat sebagai interaksi dan
ketergantungan dalam proses yang menekankan pada adanya umpan balik.
Dinamika komunikasi juga berbicara mengenai metode penyampaian pesan.
Pesan-pesan yang telah dirancang oleh organisasi diperlukan teknik untuk
menyampaikan pesan kepada para pemangku kepentingan.
John C. Dunn, Stephen Lewandoskwy dan Kim Kisner (2002) melakukan
studi tentang dinamika komunikasi pada manajemen gawat darurat. Dinamika
komunikasi pada studi ini dilihat berdasarkan faktor tugas khusus (task-
spesific factor) dan situsai faktor spesifik (situasion spesific factor). Artinya
bahwa dinamika komunikasi menjadi salah satu kajian yang mampu
menggambarkan interaksi yang terjadi dalam proses komunikasi pada suatu
organisasi atau kelompok untuk memperoleh umpan balik dari target sasaran.
8
Hasil dari kajian ini dapat diaplikasikan pada banyak bidang, sebut saja
bidang manajemen, komunikasi pemasaran dan keoorganisasian.
Dalam penelitian ini peneliti memperkenalkan model komunikasi
dinamis yang menempatkan komunikan dan komunikator pada posisi yang
sama, artinya bahwa keduanya bersifat dua arah, menitikberatkan pada
adanya proses umpan balik (feedback). Model komunikasi interaksi dan
model komunikasi transaksi merupakan bagian dari model komunikasi
dinamis. Elemen dasar dari sebuah komunikasi yang menawarkan sebuah
interaksi adalah penggabungan dari model komunikasi transaksi dan model
komunikasi interaksi yang terangkum dalam model komunikasi dinamis yang
meliputi seluruh elemen dasar komunikasi seperti sumber, pesan, media, dan
penerima pesan dan umpan balik.
Model komunikasi dinamis, seperti model yang diperkenalkan Liliweri
(2011:79), digunakan untuk mendiskusikan pesan-pesan yang dikirimkan
dalam suatu proses komunikasi, artinya bahwa fokus model ini diletakkan
pada “penerima”. Perspektif yang ditampilkan adalah perspektif interaktif
yang menggunakan prinsip physical yaitu setiap aksi terdapat reaksi (adanya
interaksi dalam prosesnya). Selain berjalan secara interaksional, komunikasi
juga berjalan secara transaksional, pendekatan model ini terfokus pada
“makna” yang dipertukarkan dengan memperhitungkan berbagai faktor yang
mempengaruhi proses komunikasi, pada model ini komunikasi sebagai
transaksi adalah interaksi di dalam komunikasi berjalan secara stimultan.
Materson (1989:11) menegaskan bahwa ketika pesan dilakukan, kita
memonitor tingkat pemahaman lawan bicara, jika lawan bicara tidak mengerti
tentang pesan yang disampaikan, maka dapat dijelaskan kembali pesan yang
dimaksud, dengan kata lain, model komunikasi ini sangat tergantung dengan
lawan bicara.
Dalam penelitian ini dinamika komunikasi yang dimaksud adalah
proses tim kerja translokasi tambak dapat menyampaikan, merespon dan
mengantisipasi setiap perubahan atau dinamika sebagai komunikator, dan
pemangku kepentingan memberikan respon atas pesan yang disampaikan.
Proses ini akan bertumpu pada umpan balik, sehingga dinamika yang
9
dimaksud adalah proses yang terjadi pada saat pendekatan komunikasi
dilakukan. Komunikator dan komunikan yang kemudian disebut aktor yang
terlibat dalam proses penyampaian pesan program translokasi, yang tentu
akan memiliki posisi tawar sendiri dalam program yang digulirkan oleh
pemerintah, maka menarik apabila melihat proses dinamika yang terjadi
dalam proses penyampaian pesan program translokasi. Tidak hanya sebatas
menggambarkan saja, namun dapat menangkap beragam kepentingan yang
disampaikan para aktor-aktor yang terlibat di dalamnya perihal program
translokasi budidaya tambak udang di Kabupaten Bantul.
Aliran pesan akan dibedakan menjadi komunikasi ke atas atau up-ward
communication, komunikasi ke bawah (down-ward communication) dan
komunikasi horizontal (horizontal communication), dalam hal ini bahwa
aliran pesan ataupun aliran informasi yang terjadi melibatkan atasan ke
bawahan, antar anggota maupun terjadi sebaliknya, sehingga proses
komunikasi yang terjadi tidak statis, akan tetapi terus berkembang dan
dinamis. Dalam penyampaian pesan dan aliran pesan yang telah
dikomunikasikan akan muncul umpan balik dimana sebagai pertanda bahwa
pesan yang disampaikan menimpulkan respon tertentu.
Keyton dan Sanchez (2005:80) mengungkapkan, umpan balik
digunakan untuk membantu suatu kelompok dapat berkomunikasi lebih
efektif dan adanya pembelajaran, disebutkan bahwa umpan balik yang
efektif dilakukan dengan metode fokus pada observasi bukan pada hasil
penggambaran daripada penghakiman. Maka posisi umpan balik diberikan
sesegara mungkin dan membatasi umpan balik yang khusus pada proses
komunikasi tatap muka. Proses tersebut tentu dapat dijadikan pilihan oleh
masing-masing pelaku komunikasi dan disesuaikan dengan informasi yang
disampaikan.
Barker dan Gaut (1996:60) dalam pemikirannya perihal umpan balik,
diartikan sebagai sebuah pesan yang mengindikasikan tingkat persetujuan
dan pemahaman diantara dua orang atau lebih pada proses komunikasi
dalam merespon pesan. Maka dapat dikatakan efek umpan balik bagi
individual maupun organisasi, memberikan efek untuk meningkatkan
10
pemahaman dalam proses komunikasi. Selain itu, hal yang tidak boleh
dilupakan bahwa memberikan efek untuk konsep diri dan peningkatan
kinerja. Artinya, bahwa umpan balik juga bekerja pada dua efek, yaitu
rewarding effect dan punishing effect, namun bagi organisasi ataupun
kelompok kecil, umpan balik menimbulkan efek yang hanya terkonsentrasi
pada perubahan perilaku.
Dinamika komunikasi pada sebuah tim atau kelompok merujuk pada
aktifitas dalam sebuah tim atau kelompok kecil yang terdiri dari pertukaran
informasi, pengajuan gagasan atau pendapat antar anggota tim serta
membuat keputusan, tidak hanya dalam melakukan tugas pribadi dan
melengkapi kebutuhan personal, tetapi juga untuk mencapai tujuan bersama
(Goldhaber, 1993:243). Artinya bahwa, pembentukan suatu kelompok kecil
atau tim yang baik bukan didasarkan oleh kuantitas anggotanya, namun
pada kualitas hubungan yang terjalin melalui interaksi hubungan yang
terjalin melalui interaksi antar anggota kelompok didalamnya.
Perlu diingat bahwa kelompok ataupun sebuah organisasi yang
menyediakan “ruang” umpan balik bagi anggotanya, dapat digunakan untuk
mengetahui efektifitas komunikasi yang dijalankan. Keyton dalam Gou
Sanchez (2005:80) mengkategorikan bentuk umpan balik sebagai berikut:
Pertama, umpan balik deskriptif, umpan balik yang dapat mengidentifikasi
atau menggambarkan bagaimana seorang individu berkomunikasi, atau bisa
dikatakan sebagai gaya yang dibawa masing-masing individu dalam
menyampaikan pendapat dan berkomunikasi, sehingga orang lain dapat
mengidentifikasi apa yang diinginkan oleh individu tersebut. Kedua, umpan
balik evaluatif, yaitu umpan balik yang memberikan penilaian terhadap
orang yang berkomunikasi dan yang terakhir umpan balik perspektif dimana
umpan balik yang memberikan nasihat tentang bagaimana seseorang harus
bersikap atau berkomunikasi, biasa disebut saran atau kritik yang diberikan
oleh orang lain. Komunikator dapat mengetahui gambaran perihal berhasil
tidaknya informasi yang disampaikan melalui proses umpan balik yang
diberika oleh komunikan dan akan melahirkan eksplorasi dinamika
komunikasi sesuai dengan tujuan penelitan.
11
2. Komunikasi dalam Konteks Pembangunan
Sejenak mengingat kembali tentang pengertian proses komunikasi
berdasarkan pernyataan para pakar ilmu komunikasi yang dapat ditarik titik
tengah bahwa komunikasi adalah ilmu pengetahuan sosial yang membahas
pada proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan sebagai
penerima pesan atau saling bertukar pesan satu sama lainnya.
Komunikasi sebagai ilmu sosial tentu memiliki beberapa bidang kajian,
salah satunya komunikasi pembangunan. Sejarah komunikasi pembangunan
di mulai sejak tahun 60-an, di kalangan ilmu komunikasi telah berkembang
suatu spesialis tentang penerapan program pembanguan. Sejak dari
pengertian tersebut kemudian dikenal dengan sebutan komunikasi
pembangunan (Nasution, 2012:1).
Komunikasi pembangunan menurut Querbal (2006) dan Currin (2002)
dimaknai sebagai seni dan ilmu komunikasi manusia yang diterapkan pada
negara dan masyarakat untuk percepatan transformasi dari kemiskinan
menuju negara dengan pertumbuhan ekonomi yang dinamis, yang
memungkinkan terjadinya kesetaraan sosial dan peningkatan kualitas
manusia. Srampickal (2006:3) juga menjelaskan komunikasi pembangunan
sebagai upaya penginformasian, penyadaran, pendidikan dan pencerahan agar
masyarakat mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Secara substansi dikatakan bahwa komunikasi pembangunan sebagai
kegiatan proses komunikasi dalam penyampaian informasi berupa ide atau
gagasan baru kepada masyarakat. Melihat dari prosesnya, kegiatan
komunikasi pembangunan terdapat peran-peran komunikasi pembangunan,
yang artinya bahwa segala upaya, cara dan teknik penyampaian gagasan dan
keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakasai
pembangunan kepada masyarakat yang menjadi sasaran, agar dapat
memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan. Komunikasi
pembanguan dalam artian luas juga dinyatakan terkait dengan komunikasi
politik, komunikasi sosial budaya, dan kebijakan komunikasi.
Meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu aktifitas pertukaran
pesan secara timbal balik diantara masyarakat dan pemerintah, mulai dari
12
proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Nora C.
Querbal menyatakan tujuan dari komunikasi pembangunan untuk mencapai
pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan menginginkan bahwa
sekelompok massa dengan orang-orang dengan tingkat literasi (melek huruf),
penghasilan rendah, dan atribut-atribut sosio-ekonomi bahwa mereka harus
berubah, sehingga proses penyerapan ide-ide berlangsung relatif cepat
penerimaannya daripada proses yang diambil dalam keadaan normal (Harun
dan Ardianto, 2012:162).
Sehingga dapat ditarik garis lurus bahwa komunikasi pembangunan
dalam perspektif ilmu komunikasi dapat diartikan sebagai berikut:
1. Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang pembangunan.
2. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil
bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan (salah
satunya melalui dialog).
3. Mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan terkait
keterampilan teknis komunikasi.
Proses pembangunan saat ini harus berakar dari bawah (grassroot)
memelihara keberagaman budaya, serta menjunjung tinggi martabat serta
kebebasan bagi manusia dan masyarakat. Dengan kata lain pembangunan
harus menganut paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat. Dengan
demikian, perlu adanya partisipasi secara aktif, penuh inisiatif dan inovatif
dari masyarakat itu sendiri. Tujuannya adalah partisipasi dalam konteks ini
mengandung makna untuk menegakkan demokrasi lokal yang selama ini
terpendam dan dimiliki oleh masyarakat, sehingga proses pemberdayaan
masyarakat harus mengandung makna yang dinamis untuk mengembangkan
diri dalam mencapai kemajuan.
Di Indonesia, partisipasi seringkali dipahami sebagai “mobilisasi” atau
“sosialisasi” Mobilisasi merupakan praktek yang lazim pada era orde baru.
Sementara istilah sosialisasi lebih merupakan penyebaran informasi atau
semacam penyuluhan telah dianggap sebagai partisipasi. Partisipasi dapat
berupa:
13
1. Pengawasan dan pemantauan dari luar oleh kelompok-kelompok
warga Negara (citizen based initiatives) terhadap kinerja dari
kebijakan sosial dan layanan-layanan dasar pemerintah dan badan-
badan swasta.
2. Peningkatan kinerja dan ketanggapan lembaga pemerintah dengan
berbagai langkah (public sector initiatives).
3. Sinergi antara pemerintah yang terbuka dan responsives dengan warga
negara dan kelompok warga negara yang aktif (active citizenship)
dan well informed.
Pemerintah dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 telah memulai
adanya pengembangan otonomi pemerintah desa dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Secara tegas hal ini tersurat dalam Pasal 95 mengenai
Pemerintahan Desa. Dari sini pemerintah telah membuka peluang tumbuhnya
partisipasi dalam kerangka pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pasal 102,
terlihat bahwa penduduk desa telah diletakkan pada porsi yang sebenarnya
sebagai titik sentral pemerintahan desa, sebagai wujud pemerintahan yang
berpusat pada masyarakat, serta menghargai prakarsa masyarakat beserta
adapt istiadatnya.
Orientasi pembangunan seperti ini tentu akan lebih berhasil dan berdaya
guna, karena masyarakat diberi kesempatan yang sama untuk berperan serta
dalam proses pembangunan dan menikmati hasil pembangunan tersebut
sesuai dengan kemampuannya. Joseph Stiglitz (dalam Zulkarnaen, 2002)
menyatakan bahwa partisipasi warga negara tidak saja dalam hal ikut serta
dalam pemilu, namun juga berperan serta dalam pengambilan keputusan
kepada masalah-masalah yang menjadi hajat hidup orang banyak.
Komunikasi pembangunan merupakan hasil sinergi yang seharusnya
dimiliki oleh setiap pihak yang terkait dengan satu tujuan dan misi yang
sama. Dalam hal ini pembangunan di Indonesia tentu terletak pada ranah
pemberdayaan masyarakat yang dalam prakteknya bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat dari keterpurukan dan beratnya beban hidup
yang terus menghimpit. Meskipun paradigma pemberdayaan “dianggap”
sebagai sebuah pencerahan dalam proses pembangunan.
14
3. Strategi Komunikasi Pembangunan
Kegagalan maupun keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan
infrastruktur dari aspek sosial terletak pada penolakan dan penerimaan
masyarakat sasaran terhadap ide pembangunan yang ditawarkan serta produk
yang dihasilkan. Apabila masyarakat menolak ide dan produk pembangunan
berarti program pembangunan tersebut gagal, sebaliknya jika mereka
menerima maka program pembangunan itu dinilai berhasil.
Penolakan dan penerimaan masyarakat terhadap ide yang ditawarkan dan
produk pembangunan yang dihasilkan akan sangat mempengaruhi tingkat
partisipasi mereka dalam proses implementasi kebijakan program maupun
pascaproduksi programnya. Tingkat partisipasi dari masyarakat tersebut
merupakan indikator yang menunjukkan rasa kebutuhan dan rasa memiliki
mereka terhadap produk pembangunan yang dihasilkan. Dengan demikian
penemuan, ide, dan program pembangunan sebaik apapun tidak akan
mengubah sikap dan perilaku masyarakat sebagaimana diharapkan oleh
pemerintah.
Setiap ide dan program pembangunan, secara teoritis, harus dipandang
sebagai sebuah upaya pembaruan (inovasi), baik secara teknis maupun sosial.
Oleh karena itu, langkah awal untuk mewujudkan penerimaan dan tingkat
partisipasi masyarakat secara optimal yang perlu dilakukan adalah upaya-
upaya yang mengarah pada perubahan pengetahuan, sikap mental, dan
perilaku masyarakat ke arah yang dikehendaki oleh otoritas penyelenggaraan
program pembangunan (pemerintah). Secara konsesional, langkah-langkah
itu disebut difusi inovasi (penyebaran ide-ide baru), yang dalam bahasa
politik dikenal dengan istilah sosialisasi.
Perencanaan komunikasi merupakan sebuah keharusan dan merupakan
bagian tak terpisahkan dari perencanaan dan pelaksanaan program
pembangunan itu sendiri. Perencanaan komunikasi (communication
planning) yang pertama kali harus dibuat adalah perencanaan yang bersifat
strategis, yang nantinya akan menjadi dokumen dan panduan dalam
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan komunikasi pembangunan (sosialisasi)
dalam tataran taktis dan teknis operasional.
15
Penyusunan perencanaan komunikasi pembangunan (development
communication) memerlukan kajian ilmiah tentang kondisi-kondisi ideal dan
kondisi objektif yang berkaitan dengan sumberdaya komunikasi yang relevan
dengan kepentingan dan tujuan proses komunikasi (sosialisasi) yang akan
dilakukan. Sumberdaya komunikasi yang perlu diidentifikasi di antaranya
menyangkut unsur-unsur proses komunikasi, mulai dari khalayak sasaran
komunikasi atau komunikan (receivers atau communicate), pesan-pesan yang
akan disampaikan (messages), saluran komunikasi yang akan digunakan
(channel atau media), sampai pada sumber atau penyampai pesannya (source
atau communicators). Atas dasar kajian analitis terhadap unsur-unsur proses
komunikasi tersebut, selanjutnya dapat ditentukan model komunikasi dan
strategi komunikasi seperti apa yang perlu digunakan sebagai landasan atau
panduan pelaksanaan proses komunikasi yang akan dilakukan.
Perlu disadari bahwa model komunikasi linier menjadi tidak tepat untuk
mengatasi masalah pembangunan yang semakin kompleks. Pendekatan yang
dibutuhkan adalah komunikasi yang memungkinkan pertukaran informasi
antara komponen-komponen dengan banyak dimensi. Pendekatan ini sering
disebut dengan model partisipasi (participatory model) atau model interaksi
(interchange model). Model partisipatori memliki pertanyaan utama “who is
talking back to the who talk to them ?”. Dari pernyataan diatas, dapat
dikatakan semakin banyak dimensi yang akan diperhatikan, berarti bahwa
tekanannya bukan saja pada komunikator yang ingin mencapai sasaran tetapi
terutama kepada reaksi komunikan terhadap usul komunikator (Setyowati,
2005:87).
Komunikasi partisipatoris akan membuat orang tidak hanya sekedar
menjadi penerima, melainkan menjadi pelaku dari pembangunan mereka
sendiri (Howley, 2010:184) hal ini kembali ditegaskan bahwa komunikasi
partisipatoris akan memunculkan semangat memiliki dan keterlibatan
terhadap program pembangunan oleh komunitas. Setidaknya dari pernyataan
diatas, ada dua tujuan utama dari komunikasi partisipatoris. Pertama,
menumbuhkan kesadaran komunitas akan sumber daya dan kemampuan
mereka untuk meningkatkan kapasitas dalam membuat perubahan. Kedua,
16
mendorong komunitas untuk melakukan tindakan, membangun, dan
mematangkan relasi sosial guna mendukung adanya perubahan tersebut.
Suatu rencana atau desain untuk mengubah perilaku manusia dalam
jumlah berskala besar melalui penyampaian ide-ide baru, inilah yang menjadi
tujuan Pemerintah Kabupaten Bantul dalam program translokasinya. Strategi
ini digunakan untuk menelaah dan mengakomodir informasi yang diperoleh
dari Opinion Leader. Kemudian ditindak lanjuti dengan melakukan beberapa
upaya lanjutan yang terstruktur dalam strategi desain instruksional, strategi
pendekatan dalam menyampaian pesan mengenai program pembangunan
adalah strategi partisipatori.
Komunikasi partisipatoris memiliki kesamaan dengan pemberdayaan
komunitas (community empowerment), yaitu proses meningkatkan kontrol
bagi mereka sendiri terhadap segala sesuatunya (Gudykunts dan Mody, 2002:
499). Model pemberdayaan ini terfokus pada relasi yang simetris antara aktor
dalam komunikasi. Fokus dari komunikasi dalam pembangunan dengan
perspektif modernisiasi ini menekankan pada proses pemberdayaan pada
masyarakat marginal, baik level individu, kelompok maupun organisasi.
Berbasis pada pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat, pola
komunikasi berjalan dua arah (two ways communication).
Strategi partisipatori dipilih untuk melihat pendekatan yang dilakukan
oleh aktor yang terlibat di dalamnya sehingga akan terlihat proses dinamika
komunikasi. Sehingga strategi komunikasi yang dimaksudkan di awal
paragraf ini, dikaji dengan menitikberatkan pada respon dari masing-masing
aktor yang ada. Dari pengertian ini jelas bahwa keterlebitan aktif stakeholder
dapat meningkatkan kepercayaan publik.
Salah satu aspek yang paling penting adalah menjadikan stakeholder
memperlakukan mereka sebagai partner yang sejajar dengan melibatkannya
dalam program kebijakan yang biasa disebut dengan stakeholder involment
(pada konteks ini hubungan antara stakeholder dengan pemerintah). Proses
partisipasi yang saling menguntungkan tersebut dalam konteks pembangunan
akan mampu mendeskripsikan kebijakan program translokasi budidaya
tambak udang secara berimbang dan berujuan untuk berimplikasi positif.
17
F. Model Penelitian
Komponen dalam penelitian dinamika komunikasi di dalam proses
sosialisasi translokasi dikaji secara deskriptif dengan memperhatikan dalam
penciptaan pesan, pemilihan saluran/medium yang digunakan untuk
menyampaikan pesan tersebut, serta teknik penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan sampai pada umpan balik yang terjadi
dalam bingkai komunikasi pembangunan. Maka dari kerangka pemikiran
dapat digambarkan pada model penelitian sebagai berikut:
DINAMIKA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM TRANSLOKASI
BUDIDAYA TAMBAK UDANG
Topik Topik
Topik Topik
Gambar 1.1
Model Penelitian
Tim Kerja SosialisasiTranslokasi Tambak
Pemangku Kepentingan
PesanProgram Translokasi
Media
Teknik PenyampaianPesan
Umpan Balik (respon)
Tim Kerja Translokasipada Pemangku
Kepentingan
Pemangku Kepentinganpada Tim Kerja
Translokasi
Pro, Kontra,Pendapat, Kritik,
Saran
18
G. Konsep Penelitian
Penelitian merupakan usaha yang sistematis dan ilmiah untuk
menemukan jawaban dari permasalahan tertentu. Dengan demikian sebuah
penelitian membutuhkan kerangka konsep yang jelas. Hal tersebut akan
menjadi arahan bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Berdasarkan
elaborasi kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini,
penjabaran kerangka pemikiran yang ada kemudian dirumuskan dalam
konsep-konsep besar, diantaranya: komunikasi pembangunan, dinamika
komunikasi dan strategi komunikasi pembangunan.
Komunikasi Pembangunan pada penelitian ini menggunakan konsep
Howley (2010:181) yang didefinisikan sebagai proses untuk mengubah
kondisi kehidupan masyarakat melalui strategi komunikasi, praktik
komunikasi, dan teknologi. Pada penelitian ini komunikasi pembangunan
menjadi bingkai besar untuk melihat proses komunikasi yang terjadi dalam
penyampaian pesan program translokasi tambak udang.
Konsep dari EM. Grifin (2012) menyatakan bahwa komunikasi adalah
proses yang terus berkelanjutan dimulai dari sumber dan tidak berakhir pada
penerima saja, bahkan mungkin bereaksi kembali kepada sumber dan
dimungkinkan untuk meneruskan pesan kepada orang lain artinya bahwa ada
proses ini melahirkan interaksi dan transaksi didalamnya. Dinamika
komunikasi pada penelitian dimaknaikan sebagai proses komunikator untuk
menyampaikan pesan program translokasi kepada elemen-elemen pemangku
kepentingan yang akan berjalan dinamis dengan adanya interaksi dan
transaksi didalamnya.
Dalam proses penyampaian pesan, penelitian ini akan melihat strategi
komunikasi sebagai pendekatan-pendekatan komunikasi yang dilakukan
komunikator. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud, adalah keunikan dalam
membangun proses komunikasi, yaitu komunikasi partisipatoris dengan
menjadikan masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses tersebut. Diharapkan
dengan strategi ini, masyarakat yang diposisikan sebagai subjek dari program
ini akan melahirkan suatu proses komunikasi yang berjalan dinamis.
19
Untuk menguji konsep yang telah dipaparkan, diturunkan dalam
beberapa point. Berikut disampaikan pengertian masing-masing objek yang
akan diteliti pada penelitian ini guna melihat proses dinamika komunikasi
yang terjadi dan untuk memahami batasan permasalahan yang akan dikaji:
1. Komunikator
Aktor yang akan menyampaikan pesan terkait dengan program
translokasi budidaya tambak udang. Sebagai sebuah tim kerja, akan
mengirimkan berbagai jenis pesan yang terkait dengan program
translokasi budidaya tambak udang dengan menggunakan saluran
komunikasi dan teknik penyampaian pesan kepada kelompok sasaran
atau pemangku kepentingan. Tim yang dimaksud adalah Tim Kerja
Translokasi Tambak (TKTT).
2. Pesan
Pesan dalam peneitian ini adalah kebijakan program translokasi
yang dikomunikasikan melalui proses sosialisasi kepada kelompok
sasaran atau pemangku kepentingan. Pesan yang disampaikan terdiri
dari isi kebijakan yang terkait dengan keseluruhan maksud dan tujuan
program translokasi, aliran pesan dimana pesan disampaikan atau
dialirkan ke atas, ke bawah, dan horizontal secara bersamaan,
beurutan atau kombinasi darikeduanya, serta jenis dari kebijakan
dalam program translokasi.
3. Media
Pada penelitian ini media adalah penggunaan jenis saluran untuk
menyampaikan pesan yang terkait dengan pesan program translokasi
yang tertuang dalam proses komunikasi yang terjadi. Media yang
digunakan terdiri dari metode personal, kelompok, atau media massa
dan gambar ataupun alat bantu dalam penyampaian pesan program
translokasi tambak udang
20
4. Teknik penyampaian pesan
Teknik penyampaian pesan dalam peneltian ini merupakan cara
yang digunakan komunikator sebagai tim dalam menyampaikan pesan
kepada kelompok sasaran atau pemangku kepentingan terkait dengan
program translokasi budidaya tambak udang. Cara penyampaian pesan
dilakukan melalui sosialisasi (diskusi, pertemuan (rapat), pengajian,
eksperimental, partisipasi) dengan tiga pendekatan utama yaitu
pendekatan spiritual, pendekatan keunggulan program translokasi dan
pendekatan fungsi alas hak (kekancingan).
5. Elemen-Elemen Pemangku Kepentingan
Adalah aktor yang akan menerima pesan terkait dengan program
translokasi budidaya tambak udang di wilayah pesisir pantai selatan,
dalam penelitian ini adalah pemangku kepentingan. Jenis yang
termasuk dalam elemen-elemen pemangku kepentingan adalah
kelompok-kelompok yang terkait erat dengan program translokasi
budidaya tambak udang. Pada ranah ini peneliti ingin mengetahui
siapa saja pemangku kepentingan yang dikenakan program translokasi
dan sikap (respon) pemangku kepentingan adalah perilaku, tanggapan
yang ditunjukkan oleh para pemangku kepentingan terhadap pesan
mengenai program translokasi budidaya tambak udang.
6. Umpan balik
Respon yang diberikan atas pesan yang disampaikan tim kerja
translokasi tambak pada elemen-elemen pemangku kepentingan dalam
proses komunikasi yang dijalankan dan respon balik yang diberikan
tim kerja translokasi tambak udang dalam menanggapi pernyataan
elemen-elemen pemangku kepentingan. Umpan balik dilihat dari
respon pro terhadap program translokasi, yang artinya menyetujui,
respon kontra terhadap program translokasi yang artinya menolak, dan
negosiasi terhadap isi pesan dari kebijakan program translokasi serta
pernyataan-pernyataan penting dari kedua belah pihak.
21
H. Metodologi
Metodologi penelitian yang digunakan untuk membedah fenomena
tentang dinamika komunikasi dalam kegiatan penyuluhan program
translokasi budidaya tambak udang dengan menjelaskan jenis penelitian,
metode penelitian, metode pengambilan data, teknik pengumpulan data,
teknis analisis data, validitas data sampai pada limitasi penelitian yang
digunakan pada penelitian ini.
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan tujuan dan rumusan masalah pada penelitian ini, maka
jenis penelitian yang dipilih adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Menurut Creswell (2013:4-5), penelitian kualitatif merupakan metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna-makna yang disampaikan sejumlah
individu atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial
kemanusiaan. Peneliti memilih jenis penelitian kualitatif untuk penelitian
komunikasi dimaksudkan agar dapat menghadirkan gambaran-gambaran dan
pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa sesuatu itu terjadi.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti ini adalah studi kasus.
Studi kasus adalah pengujian intensif menggunakan berbagai sumber bukti,
baik kualitatif, kuantitatif atau keduanya, terhadap satu kejadian atau realitas
yang dibatasi oleh ruang dan waktu (Daymon,2008:162). Tujuan studi kasus
adalah meningkatkan pengetahuan mengenai peristiwa-peristiwa komunikasi
kontemporer yang nyata.
Pada penelitian ini, kasus yang diambil menjadi fokus adalah dinamika
komunikasi pada program translokasi budidaya tambak udang yang dilakukan
oleh tim kerja translokasi tambak yang akan Pemilihan isu ini terletak pada
pendekatan yang dilakukanoleh pemerintah Kabupaten Bantul untuk pertama
kalinya dalam mensosialisasikan program pembangunan, sehingga menarik
untuk dikaji bagaimana dinamika yang terjadi dalam prosesnya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kritis yang akan mengeksplorasi tujuan penelitian.
22
I. Metode Pengambilan data
1. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan
metode purposive atau secara sengaja oleh peneliti berdasarkan
pertimbangan tertentu. Penelitian dilakukan di Kecamatan Sanden,
Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan lokasi
penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa Kecamatan Sanden,
merupakan lokasi pelaksanaan kegiatan penyampaian pesan untuk program
translokasi budidaya tambak udang, dengan demikian lokasi tersebut
menjadi representasi proses dinamika komunikasi yang dilakukan oleh tim
kerja translokasi tambak kepada elemen-elemen pemangku kepentingan.
2. Partisipan Penelitian
Lodico, Spaulding dan Voegtle dalam Emzir (2010:7) menjelaskan
bahwa partisipan atau subjek penelitian merupakan individu yang dipilih
melalui metode non-random berdasarkan kemampuan individu dalam
memberikan informasi penting dari pertanyaan yang diajukan dalam
penelitian. Partisipan penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu tim kerja
translokasi tambak dan elemen-elemen pemangku kepentingan.
Untuk mendapatkan data yang akan mencakup keseluruhan dan
mendalam, peneliti akan melakukan wawancara dengan beberapa informan.
Pengambilan informan dilakukan dengan metode purposive yang dipilih
dengan pertimbangan tertentu. Informan tersebut ialah orang yang dapat
menjelaskan tentang proses komunikasi penyampaian pesan tentang
kebijakan program translokasi budidaya tambak udang.
J. Teknik Pengumpulan Data
Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa penelitian ini
menggunakan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data yang akan
dilakukan untuk melihat proses dinamika yang terjadi maka akan dilakukan
beberapa tahapan diantaranya:
23
1. Observasi atau pengamatan lapangan, jadwal dan waktu
bedasarkan jadwal dari tim kerja translokasi tambak, yaitu:
Observasi I : 18 Juli 2015 – Dusun Ngepet
Observasi II : 9 Agustus 2015 – Desa Srigading
Observasi III : 30 Agustus 2015 - Dusun Wonoroto
Observasi IV : 12 September 2015– Balai kec. Sanden
2. Wawancara mendalam dengan informan yang memiliki kriteria
yang telah ditentukan oleh peneliti
3. Focus Group Discussion (FGD) dengan partisipan yang dipilih
secara terbuka yang melibatkan seluruh unsur yang terlibat
dalam penyampaian pesan program translokasi budidaya
tambak udang, difokuskan dengan panitikismo untuk
membahas tentang kekancingan
Berikut adalah teknik pengumpulan data yang diterapkan pada penelitian
ini dengan mempertimbangan rumusan masalah dan sifat dari kekhususan
partisipan penelitian :
1. Wawancara
Metode wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui tanya
jawab secara lisan. Wawancara dilakukan dalam bentuk pertanyaan
yang telah disiapkan sebelumnya oleh peneliti ataupun pertanyaan yang
keluar secara spontan pada saat proses wawancara. Data yang diperoleh
dari wawancara mendalam (indepth interview) diharapkan menjadi
sumber data utama dalam penelitian. Selain wawancara, penelitian ini
juga melakukan Focus Group Discussion (FGD) akan dilakukan dalam
teknik pengumpulan data wawancara melalui diskusi kelompok terarah
atau wawancara yang dilakukan secara berkelompok.
Informan merupakan aktor-aktor yang terlibat proses penyampaian
dan diskusi atas pesan kebijakan progam translokasi tambak udang di
kabupaten Bantul, khususnya di kecamatan Sanden. Adapun informan
kunci dalam penelitian ini untuk dilakukan proses wawancara
mendalam (indepth interview) adalah:
24
Tabel 1.1
Daftar Informan
No Informan Peran/Posisi/Jabatan
1 Yuswarseno Kepala Bidang Perikanan dan
Kelautan Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Bantul
2 Fatoni Camat Kecamatan Sanden
3 Wijayaa Tunggali FKDM/ Tim Translokasi Tambak
4 KGPH Hadiwinoto Panitikismo/ Tim Translokasi
Tambak
5 Wahyono Lurah Desa Srigading
6 Dwiyanto Dukuh Wonoroto
7 Bedo Petambak Udang
8 Sudarno Ketua Asosisasi Tambak Udang
9 Harjono Kepala Seksi Bappeda Bantul
11 Rino Caroko Pegiat Kawulo Bantul
12 Informan lain Dsb
2. Observasi
Merupakan suatu bentuk dari pengamatan lapangan yang dilakukan
oleh peneliti dimana peneliti bertujuan untuk menangkap sense dan
kunci dari penerapan kegiatan penyampaian pesan program translokasi
tambak udang dengan melakukan pengamatan, pencatatan, merekam
berbagai kegiatan yang terkait dengan dinamika komunikasi. Pada
teknik ini, menjadi teknik utama dalam menangkap fenomena yang
terjadi.
3. Studi Kepustakaan
Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan mencari data atau informasi melalui dokumen, jurnal ilmiah,
buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia.
Penulusuran dokumen untuk pengumpulan data dari kegiatan atau
25
program dari dokumen tersebut merupakan kegiatan lapangan dan
konten informasi yang diunggah dalam media online. Kolaborasi dari
ketiga teknik tersebut membantu penulis menemukan data yang
komprehensif.
K. Teknik Analisis Data
Penelitian ini akan mendeskripsikan tentang dinamika komunikasi pada
program translokasi yang dilakukan tim kerja translokasi tambak terhadap
elemen-elemen pemangku kepentingan. Maka, penelitian ini hanya mengkaji
bagaimana interaksi yang terjadi. Tahap analisis data adalah proses
mengurutkan, menyusun dan memaknai data yang telah disusun secara masal.
Pada penelitian dengan metode studi kasus ini penulis menggunakan teknik
analisis deskriptif (descriptive case study). Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yakni menangkap
fenomena, pemrosesan data dan kategorisasi data.
Langkah pertama dalam proses analisis data kualitatif adalah menangkap
segala hal yang ditemukan pada saat di lapangan, seperti tatanan tempat
(setting), dan interaksi yang terjadi antara peneliti dengan partisipan
penelitian lalu memisahkannya dengan data yang telah dikumpulkan
(Keyton,2006:291). Langkah ini melibatkan interaksi dan transaksi
wawancara, men-scanning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-
milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda
tergantung pada sumber informasi. Langkah kedua yang dilakukan adalah
memproses data ke dalam unit-unit yang bermakna. Pada point ini peneliti
melakukan pengurangan dan penataan data menjadi per permasalahan, judul,
tema atau interaksi (Keyton, 2006:291).
Langkah ketiga yang dilakukan adalah mengkategorisasikan data.
Pengkategorisasian data juga berguna untuk mengurangi data yang tidak
berhubungan dengan penelitian. Peneliti membuat kode-kode untuk
mendeskripsikan dan menganalisa, mengidentifikasikan tema-tema dengan
kutipan dan menginterpretasikan maknanya yang berasal dari hasil penelitian
dengan informasi yang berasal dari literatur.
26
L. Sistematika Penulisan
Penjabaran secara komprehensif pada penelitian tentang
penerapan dinamika komunikasi yang terjadi, peneliti membagi
laporannya ke dalam lima bab yang secara lugas menjelaskan sebagai
berikut:
Bab I, Bagian pertama ini akan menjelaskan tentang pendahuluan
dan desain penelitian. Pada bagian ini akan membahas latar belakang dan
permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini.
Bab II, Bagian ini menjelaskan tentang konteks yang menjadi
lokus penelitian. Yaitu pada perkembangan komunikasi pembangunan di
Indonesia, Dinamika Komunikasi dan strategi komunikasi pembangunan.
Maka akan terlihat konteks komunikasi dalam proses pembangunan di
Indonesia yang menjadi kajian teori dari penelitian ini.
Bab III, Menjelaskan tentang konteks yang lebih spesifik dalam
kaitannya mengelaborasi objek penelitian. Pada bab ini akan menceritakan
mengenai seluk beluk program Translokasi yang telah dilaksanakan sejak
tahun 2014 sampai dengan perkembangan dalam melakukan pendekatan
yang berbeda untuk menyampaikan pesan perihal program tersebut.
Bab IV penulis menjabarkan temuan hasil lapangan dan hasil
analisis data dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis. Bagian ini
merupakan fokus utama dari penelitian ini. Bab ini berisi tentang
pembahasan terhadap dinamika komunikasi pada program translokasi
budidaya tambak udang. Hal tersebut dilanjutkan dengan kajian kritis
terhadap konten dalam pesan program itu. Pembahasan dilanjutkan dengan
melihat reaksi berbagai pihak, berdasarkan hal tersebut maka akan
dibangun sebuah kerangka berpikir mengenai pola hubungan yang terjadi
di dalam program tersebut.
Bab V akan memperlihatkan dan menjabarkan kesimpulan dari
penelitian ini secara komprehensif. Bab ini merupakan hasil penarikan
kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan pada bab sebelumnya.
Bagian tersebut juga menampilkan saran serta kekurangan dari penelitian
ini.