li 1 meningens

40
LI 1 Meningens 1.1 Makroskopik

Upload: retma-rosela-nurkayanty

Post on 14-Dec-2015

253 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

meningens

TRANSCRIPT

Page 1: LI 1 Meningens

LI 1 Meningens

1.1 Makroskopik

Page 2: LI 1 Meningens

Meninges berfungsi untuk melindungi otak atau medulla spinalis dari benturan atau pengaruh gravitasi. Fungsi ini diperkuat oleh LCS yang terdapat dalam spatium subarachnoidea.Meninges terdiri dari:

A. DuramaterDura = keras, mater = ibu

Merupakan pembungkus SSP plaing luar yang terdiri dari jaringan ikat padat. Dalam otak membentuk 5 sekat:

1. Falx cerebri2. Tentorium cerebelli3. Falx cerebelli4. Diphragma sellae5. Kantung Meckelli

Ditempat tertentu, antara lapisan luar dan dalam dura terbentuk ruang yaitu sinus (venosus) duraematris yang termasuk dalam sistem pembuluh darah bail.Berdasarkan bagian SSP yang dibungkusnya, dibedakan atas:

1) Duramater Encephali

1. Lapisan luar (lapisan endosteal = lapisan periosteal)Melekat erat ke periosteum tengkorak (terkuat pada sutura dan basis cranii).

Terdapat jonjot jaringan ikat dan vasa ke periosteum.Melekat erat pada foramen magnum dan tidak berhubungan dengan lapisan luar

medulla spinalis. Pada tempat tertentu, celah yang terbentuk antara lapisan duramater dengan periosteum dinamakan cavum epidural.

Isi cavum epidural encephali tidak berhubungan dengan cavum epidural spinalis, isi cavum epidural:

– Jaringan ikat jarang– Sedikit lemak– Plexus venosus– Vena– Arteri– Vasa lymphatica

Antara lapisan dalam dan luar dapat terjadi: Pembentukan celah sinus (venosus) duramatris Pembentukan sekat:

Falx cerebri:Memisahkan kedua hemispaherum cerebri yang melekat mulai dari sutura

sagitalis memasuki fissura longitudinalis melekat pada crista galli didepan ke protuberantia occipitale interna dilanjtkan sebagai tentorium cerebelli.

Sinus (venosus dura) yang dibentuk adalah:- Pada tepi atas sinus sagitalis superior- Pada tepi bawah sinus sagitalis inferior

Page 3: LI 1 Meningens

- Pada lanjutan ke tentorium cerebelli ikut membentuk sinus rectus

Tentorium cerebelli

Memisahkan cerebellum dengan bagian occipitale hemicerebri dan ke atas menyambung menjadi falx cerebri

Pada tepi depan terdapat lobang yang ditembus oleh mesencephalon. Sinus dura yang dibentuk adalah:- Kelateral dan belakang sinus transvesus- Kedepan sinus petrosus superior

Falx cerebelli

Berbentuk segitiga, memisahkan haemispaherum cerebeli kiri dan kanan.

Diphragma sellae

Membentang sepanjang processus clinoidea menutupi hypofisis yang terletak pada cekungan sella turcica

Ditengahnya terdapat lobang tempat keluarnya infundibulum hypofisis yang dikelilingi oleh sinus cavernosa atau sinus circularis

Kantung MeckelliMembungkus ganglion semilunare N. Trigeminus

2. Lapisan dalam– Menghadap ke arachnoidea– Dilapisi mesotel (sama dengan mesotel pleura, pericardium pars serosa

dan peritoneum). Menghasilkan serosa yang berfungsi untuk lubrikasi permukaan dalam duramater dengan permukaan luar arachnoid sehingga gesekan keduanya dapat diredam dan mencegah kerusakan

– Lanjut menjadi lapis dalam duramater spinalis– Antara duramater dengan arachnoid terdapat cavum subdura,

mengandung: Cairan serosa untuk meredam Bridging nein menghubungkan antara vena cerebri superior ke

sinus sagitalis superior

2) Duramater spinalis

– Lapisan luar melekat pada: Foramen occipitale magnum, lanjut menjadi dura encephali Perioceum vertebra cervicalis 2-3 Lig. Longitudinale posterius

– Cavum epidural dan subdural

Page 4: LI 1 Meningens

– Setinggi os sacrale 2, dura spinalis membungkus fillim terminale dan akhirnya melekat pada os. Coccygeus

– Antara L2 dengan S2 cavum epidural diisi oleh cauda equina yang merupakan untaian Nn. Spinalis sebelum keluar melalui foramen intervertebralis yang sesuai. Perlu diketahui, ujung paling bawah medulla spinalis adalah setinggi vertebra lumnal 2 sehingga banyak sekali Nn. Spinalis yang terbentuk diatas dan harus turun untuk mencapai foremen intervertebralis yang sesui.

– Ruang subarachnoid mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut sisterna. Salah satu pelebaran terbesar adalah sisterna.

ASPEK KLINIS

Benturan benda keras bridging vein putus perdarahan Hematoma subdural Pada ruang ekstradural/epidural (antara dura dan tulang tengkorak) terdapat alur-alur

A. Meningea media, anterior dan posterior. Jika fraktur melintasi salah satu alur merusak A. Meningea (paling banyak A. Meningea media) hematoma ekstradural/epidural

Pembuluh darah yang menembus jaringan otak darah masuk ke jaringan otak perdarahan intraserebral.

Tambahan:Kulit kepala yang melekat pada tengkorak merupakan jaringan ikat padat fibrosa

yang dapat bergerak dengan bebas disebut “galea aponeurotika” yang membantu meredam kekuatan trauma eksternal.

Diatas galea terdapat lapisan membran, yang mengandung pembuluh darah, lapisan lemak, kulit dan rambut.

Antara galea dan permukaan luar tengkorak terdapat ruang subaponeurotika yang berisi V. Diploika dan V. Emisaria yang bertindak sebagai suatu pengaman apabila terjadi peningkatan intrakranial. Vena ini juga merupakan temoat potensial untuk infeksi intrakranial.

B. ArachnoideaArachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medulla spinalis. Arachnoidea berada dalam balon yang berisi cairan. Ruang sub arachnoid pada bagian bawah serebelum merupakan ruangan yang agak besar disebut sistermagna. Ruangan tersebut dapat dimasukkan jarum kedalam melalui foramen magnum untuk mengambil cairan otak, atau disebut fungsi sub oksipitalis.1) Arachnoidea Encephali

Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita fibrotik halus : TRABEKULA ARACHNOIDEA

Pada beberapa tempat menonjol ke sinus daramater : VILLI ARACHNOIDEA2) Arachnoidea Spinalis

Struktur sama dengan arachnoidea encephali Ke kranial melalui foramen occipetale magnum lanjut mejdai arachnoidea

encephali Kaudal ikt membentuk filum terminale

Page 5: LI 1 Meningens

3) Cavum subarachnoidea encephali

C. PiameterMerupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium memisahkan serebrum dengan serebelum (Willson, 2006).1) Piamater Encephali

Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci dan gyri2) Piameter spinalis

VENTRICULUSTerdiri dari :

1. Ventrikulus lateralis Berbentuk huruf C panjang dan menempati hemisphareum cerebri Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen interventricular(Monroi) yang

terletak di bagian depan dinding medial ventrikulus. Dibedakan :

Corpus : dalam lobus parietalis Cornu anterior (cornu frontalis) Cornu posterior (cornu occipitalis) Cornu inferior (cornu temporalis) Atrium s. Trigonus : bagian yang terletak dekat splenulum

2. Ventrikulus tertiusAntara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui aquaeductus cerebri (Sylvii)

3. Ventrikulus quartus Antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum. Kebawah melanjutkan diri ke canalis centralis di dalam medula spinalis. Keatas ke cavum subarachnoidea melalui 3 lubang diatas ventriculus quartus yaitu 1

foramen magendi dan 2 foramen luscka

4. Ventrikulus terminalisUjung paling bawah caudalis sentralis yang sedikit melebar

Page 6: LI 1 Meningens

1.2 Mikroskopik

1. DuramaterTerdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau disebut juga lapisan

endosteum merupakan jaringan ikat padat dengan banyak pembuluh darah dan saraf. Lapisan dalam atau lapisan fibrosa kurang mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel selapis gepeng di mesoderm.

2. Arachnoid Membran tipis, halus non vaskuler yang melapisi dura Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari serat-serat kolagen halus dan

serat elastis Semua permukaan dilapisi oleh lapisan yang kontinyu terdiri dari epitel selapis

gepeng.

3. Piamater Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat

kolagen, yang berhubungan dengan arachnoid dan lebih nayat pada medulla spinalis. Lapisan dalam terdiri dari serat-serat retikular dan elastin yang halus, lapisan tersebut memberi septum median posterior yang fobrosa ke dalam subtansia medulla spinalis. Permukaan piamater tertutup epitel selapis gepeng, yang melanjutkan diri menjadi sel-sel yang melapisi jaringan arachnoid.

Page 7: LI 1 Meningens

VENTRIKULUS• Sel ependim Melapisi dinding rongga ventriculus di otak dan kanalis sentralis medula

spinalis• Plexus Choroidalis Mrp lipatan2 invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Tdd jar.

Peny. Piamater, dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr neural tube.Menghasilkan cairan cerebrosipnalis (LCS)

LI 2 LCS

1. Menyokong dan melindungi otak dan spinal cord

2. Sebagai shock absorber antara otak dan tulang cranium (otak dan CSF memiliki gaya

berat spesifik yang kurang-lebih sama sehingga otak dapat dengan aman terapung dalam

cairan ini)

3. Menjaga agar otak dan spinal cord tetap basah sehingga memungkinkan pertukaran zat

antara CSF dan sel saraf

4. Mempertahankan tekanan intracranial

5. Transportasi nutrisi bagi jaringan saraf mengangkut produk sisa

6. Sebagai buffer / lingkungan yang baik bagi jaringan saraf

7. Menjaga hemeostatis dengan cara:

o Mechanical protection (sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak & medulla

spinalis.)

o Sirkulasi (sebagai tempat pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah dan

jaringan saraf)

o Chemical protection (melindungi otak & medulla spinalis dari bahan kimia yang

berbahaya)

Normal performance of CSF

Jernih (tidak berwarna) seperti air.

Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 2 – 5 sel/ml dan monosit).

Tidak ditemukan mikroorganisme

Sifatnya basa / alkali

Tidak berbau

Page 8: LI 1 Meningens

Perubahan performa CSF karena infeksi :

1. Infeksi bakteri bakteri mengeluarkan zat kimia yang sesuai dengan reseptor pada

neutrofil neutrofil tertarik kadar neutrofil dalam CSF meningkat

2. Infeksi bakteri bakteri menggunakan glukosa sebagai bahan bakar energi kadar

glukosa dalam CSF menurun

3. Infeksi bakteri terjadi peradangan permeabilitas sawar darah otak terganggu

protein berukuran besar dapat masuk terjadi peningkatan kadar protein dalam CSF

4. Infeksi bakteri terjadi pendarahan warna CSF akan berubah

Tabel Karakteritik CSF Dewasa Normal

kadar CSF relatif terhadap kadar plasma

- Tekanan

- pH

- Protein total

- Imunoglobin

- Albumin / globulin

- Glukosa

75-200 mmH2O

7,32-7,35

15-45 mg/dl

0,75-3,5 mg/dl

8 : 1

40-70 mg/dl

Sedikit lebih rendah

0,2-0,5 %

< 0,1 %

3-4 kali lebih tinggi

50-80 % dari kadar dalam darah 30-60 menit

Page 9: LI 1 Meningens

- Asam Laktat

- Urea (sebagai nitrogen urea)

- Glutamin

- Limfosit

10-20 mg/dl

10-15 mg/dl

< 20 mg/dl

2-5/ml

sebelumnya

Hampir sama

Hampir sama

Hampir sama

Komposisi dan Volume

Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Nilai normal rata-ratanya yang

lebih penting diperlihatkan pada tabel 1. Nilai Normal Cairan Cerebrospinal

Daerah Penampilan Tekanan (dalam mm air)

Sel (per ul) Protein Lain-lain

Lumbal Jernih dan tanpa warna

70-180 0-5 15-45 mg/dl Glukosa 50-75 mg/dl

Ventrikel Jernih dan tanpa warna

70-190 0-5 (limfosit) 5-15 mg/dl Nitrogen non protein 10-35 mg/dl. Tes Kahn dan wasserman (VDRL) negatif

LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor cerebrospinalis internum dan

externum yang saling berhubungan. Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari

ventrikel keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari ventrikel keempat (foramen

Magendie). Pada orang dewasa, volume cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara

normal ± 150 ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira setengah jumlah ini.

Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal diproduksi dan direabsorpsi setiap hari.

Tekanan

Page 10: LI 1 Meningens

Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air; perubahan

yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Takanan meningkat bila

terdapat peningkatan pada volume intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada

perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus) karena tengkorak

dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri

terhadap penambahan volume tanpa kenaikan tekanan.

Sirkulasi LCS

Keterangan:

Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular (Munro) → menuju

ventrikel ke-3 otak (tempat cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid) →

melalui aquaductus cerebral (Sylvius) menuju ventrikel ke-4 (tempat cairan ditambahkan

kembali dari pleksus koroid) → melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel ke-4 →

Page 11: LI 1 Meningens

bersirkulasi melalui ruang subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis → direabsorsi di

vili arakhnoid (granulasi) → ke dalam sinus vena pada duramater kembali ke aliran darah

tempat asal produksi cairan tersebut.

MakroskopisUntuk pemeriksaan makroskopis selalu bandingkan cairan serebrospinal dengan aquadest

untuk melihat kelainan yang ringan.

1. Warna

Page 12: LI 1 Meningens

Cairan otak normalnya jernih seperti aquadest. Jika ada warna kemungkinannya antara lain :

a. Merah Warna merah disebabkan karena adanya darah. Harus dibedakan antara darah

karena trauma pungsi atau perdarahan subarachnoidal. Jika darah berasal dari pungsi, maka dalam tabung pertama terdapat yang terbanyak, tabung kedua dan ketiga makin kurang jumlahnya. Jika dibiarkan atau di sentrifugasi cairan serebrospinal jernih dan darah akan membentuk bekuan. Pada perdarahan subarachnoidal, darah pada ketiga tabung sama jumlahnya dan tidak akan membeku serta cairan serebrospinal berwarna kuning.

b. CoklatWarna coklat menunjukkan adanya perdarahan yang tua dan disebabkan oleh

eritrosit yang mengalami hemolisis. Cairan serebrospinal berwarna kuning setelah disentrifugasi.

c. Kuning (xanthokromi)Disebabkan karena adanya perdarahan tua, mungkin juga karena ikterus berat

oleh kadar protein yang tinggi.

d. Keabu-abuanDisebabkan oleh leukosit dalam jumlah besar seperti didapat pada radang purulen.

2. KekeruhanUntuk menguji kekeruhan, cairan serebrospinal dibandingkan dengan tabung berisi

aqua destillata. Pada keadaan normal, cairan otak sejernih aquadest. Umumnya kekeruhan dapat disebabkan oleh darah, sel-sel peradangan (epitel dan leukosit) dan oleh kuman-kuman. Penambahan jumlah sel (pleiositosis) tidak selalu disertai dengan kekeruhan. Seperti pada ensefalitis, meningitis tuberkulosa, meningitis sifilitika dan poliomyelitis.

Pada umumnya sebanyak 200 sel/ul atau kurang tidak menyebabkan kekeruhan yang dapat dilihat. Kadar 200-500 sel/ul membuat cairan sedikit keruh dan kadar lebih dari 500 sel/ul menimbulkan kekeruhan. Kekeruhan yang jelas terjadi pada meningitis purulenta.

Laporan untuk hasil pemeriksaan : jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh.

3. SedimenCairan otak normal walaupun disentrifugasi tidak akan menimbulkan sedimen

sedikitpun. Adanya sedimen merupakan adanya abnormalitas. Jumlah sedimen berbanding lurus dengan kekeruhan otak.

4. BekuanCairan otak normal walaupun didiamkan tidak akan membentuk bekuan karena tidak

mengandung fibrinogen. Jika terjadi bekuan, laporkan wujud bekuan apakah halus sekali, menyusun keping-keping, menyusun serat-serat, berupa selaput atau ada bekuan yang kasar dan besar. Bekuan terjadi apabila terdapat fibrinogen di cairan serebrospinal dan biasanya disertai dengan bertambanya protein (albumin dan globulin).

Page 13: LI 1 Meningens

Pada meningitis tuberkulosa terbentuk bekuan yang sangat halus dan sangat renggang. Bekuan yang merupakan selaput tipis di atas permukaan juga mungkin didapat pada peradangan yang menahun.

Adanya bekuan yang besar atau kasar mengarah kepada meningitis purulenta. Bekuan en masse, yaitu cairan otak yang membeku seluruhnya ditemukan pada sindroma Froin dan pada perdarahan besar.

Pada ensefalitis dan poliomyelitis biasanya tidak terjadi bekuan.

Mikroskopis

1. Menghitung Jumlah SelPemeriksaan ini harus segera dilakukan sebaiknya dalam waktu setengah jam setelah

mendapat cairan serebrospinal karena leukosit-leukosit sangat cepat rusak. Dalam keadaan normal didapat 0-5 sel/ul cairan karena itu dipakai pengenceran dan kamar hitung yang berlainan dengan cara menghitung leukosit dalam darah. Kamar hitung yang sering dan sebaiknya digunakan ialah menurut Fuchs-Rosenthal, tinggi kamar hitung 0,2 mm dan luasnya 16 mm2. Larutan pengencer adalah larutan Turk pekat.

Dalam keadaan normal didapat 0-5 sel/ul cairan serebrospinal. Jika terdapat eritrosit, eritrosit tersebut tidak dihitung. Bila ditemukan 6-10 sel/ul cairan termasuk batas keadaan abnormal, sedangkan lebih dari 10 sel/ul berarti abnormal. Pada anak-anak di bawah umur 5 tahun sampai 20 sel/ul masih dalam kisaran normal.

Jika ada lesi setempat yang bersifat menahun dan degeneratif yang tidak disertai radang atau radang yang sangat ringan, jumlah sel tidak meningkat atau hanya meningkat sedikit saja. Misalnya pada keadaan meningismus, tumor otak tanpa komplikasi dan sklerosis multipel.

Poliomyelitis, ensefalitis dan neurosifilis disertai pleiositosis ringan sampai 200 sel/ul, begitu juga dengan meningitis tuberkulosa. Jumlah sel yang besar sekali didapat pada meningitis acuta purulenta.

2. Menghitung Jenis Sel

Meskipun dalam cairan serebrospinal ada lebih dari dua jenis sel, namun hanya dibuat perbedaan antara sel yang berinti satu (limfosit) dan yang polinuklear (segmen). Jika jumlah sel tidak terlalu banyak, yaitu kurang dari 50/ul sudah cukup untuk membuat hitung jenis dari kamar hitung saja dengan hanya membedakan limfosit dari segmen. Jika jumlahnya lebih besar, cara tersebut tidak dapat digunakan.

Dalam keadaan normal hanya ditemukan limfosit saja. Pada infeksi ringan yang menahun dan disertai pleiositosis sedang, meningitis tuberkulosa dan meningitis sifilitika ditemukan terutama sel limfosit. Pada peradangan mendadak oleh causa manapun (misalnya meningococci dan pneumococci) ditemukan sel-sel segmen. Jumlah segmen besar dapat ditemukan pula pada infeksi pyogen setempat seperti abses serebral atau ekstradural.

Jumlah segmen yang meningkat menandakan proses sedang menghebat sedangkan bila limfosit bertambah maka proses tersebut mereda.

Page 14: LI 1 Meningens

3. BakterioskopiKuman yang paling sering terdapat di dalam cairan serebospinal adalah M.

tuberculosis, meningococci, pneumococci, streptococci dan H. influenzae.Pemeriksaan bakteriologi berguna untuk mengetahui etiologi radang. Pewarnaan

yang dipakai adalah pulasan menurut Gram dan Ziehl-Nielsen atau Kinyoun. Sedimen merupakan bahan pemeriksaan.

Pulasan terhadap batang tahan asam baik dilakukan dengan bekuan halus atau dengan selaput permukaan sebagai bahan pemeriksaan pada meningitis tuberkulosa.

II.3. Pemeriksaan BakteriologiPemeriksaan bakteriologi yang baik adalah dengan langsung menampung cairan

serebrospinal dari jarum pungsi ke dalam medium biakan. Jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, segera kirim bahan tersebut dalam tabung steril ke laboratorium secepatnya. Jika terpaksa menunggu, simpan tabung di dalam lemari pengeram 37oC.

II.4. Pemeriksaan Kimia1. Protein

Pemeriksaan protein dalam cairan serebrospinal adalah yang paling penting di antara pemeriksaan kimia. Pemeriksaan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

Jika ada darah dalam cairan serebrospinal, hasil pemeriksaan tidak ada artinya lagi (dengan cara manapun).a. Tes Busa

Merupakan tes kasar terhadap kadar protein yang sangat meningkat. Jika cairan serebrospinal normal dikocok kuat-kuat, maka busa yang muncul hanya sedikit dan menghilang lagi setelah didiamkan 1-2 menit. Jika kadar protein sangat tinggi, lebih banyak busa yang terbentuk dan tidak hilang setelah didiamkan selama 5 menit.

b. Tes PandyReagens Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air bereaksi dengan globulin

dan albumin. Tes Pandy mudah dilakukan pada waktu pungsi dan sering dijalankan sebagai bedside test.

Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang sangat ringan berupa kabut halus. Semakin tinggi kadar protein, semakin keruh hasil reaksi. Penilaian harus segera dilakukan setelah pencampuran cairan serebrospinal dengan reagens.

Hasil negatif bila tidak terdapat kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa kabut. Hasil positif bila terdapat kekeruhan yang lebih berat.

c. Tes Nonne

Page 15: LI 1 Meningens

Reagens yang digunakan adalah larutan jenuh amoniumsulfat. Tes Nonne digunakan untuk mengukur kadar globulin dalam cairan serebrospinal. Tes Nonne juga sering digunakan sebagai bedside test pada waktu mengambil cairan serebrospinal dengan pungsi.

Hasil negatif apabila tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan. Hasil positif apabila terbentuk cincin keruh pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang terjadi.

Tes Nonne lebih bermakna dibandingkan Tes Pandy karena cairan serebrospinal dalam keadaan normal pada Tes Nonne menunjukkan hasil negatif.

d. Penetapan Protein KuantitatifKadar protein dapat diukur dengan cara :

FotokolorimetriDengan mengukur absorbansi larutan setelah membuat warna dengan reaksi

biuret atau mengukur warna hasil reaksi warna dengan tirosin atau triptofan.

TurbidimetriDiukur kekeruhan yang timbul oleh reaksi antara protein dan asam sulfosalisilat

atau reagens lain yang mengendapkannya.

Batas-batas normal kadar protein dipengaruhi oleh tempat pengambilan cairan otak. Semakin kranial, semakin kurang kadar protein.

Lokasi Kadar Protein

Ventriculi 5-15 mg/dL

Cisterna Magna 10-25 mg/dL

Lumbal 15-40 mg/dL

Dalam keadaan normal terdapat protein terutama albumin yang ada di dalam cairan serebrospinal. Pada keadaan patologik globulin-globulin juga akan muncul beserta fibrinogen. Dalam cairan serebrospinal juga terdapat fraksi-fraksi protein yang diukur dengan menggunakan elektroforesis dan imunoelektroforesis sebagai berikut :

Fraksi Protein Kadar

Prealbumin 4,6 ± 1,3%

Albumin 49,5 ± 6,5%

α-1-globulin 6,7 ± 2,1%

Page 16: LI 1 Meningens

α-2-globulin 8,3 ± 2,1%

β-globulin 18,5 ± 4,8%

γ-globulin 8,2 ± 2,7%

Perubahan dalam konsentrasi fraksi-fraksi protein dapat dihubungkan dengan kelainan neurologis tertentu.

Pada banyak keadaan abnormal kadar protein total meningkat. Kadar protein yang sangat tinggi (200-1000 mg/dL) ditemukan pada meningitis purulenta, perdarahan subarachnoidal dan jika ada suatu penyumbatan. Hampir semua macam penyakit organik pada susunan saraf pusat disertai meningginya kadar protein, derajat meningkatnya protein sesuai dengan beratnya lesi.

2. GlukosaPenetapan glukosa harus dikerjakan dengan cairan serebrospinal segar karena sel-sel dan

mikroorganisme akan mengurangi jumlahnya. Kadar normal glukosa 50-80 mg/dL atau kira-kira setengah dari kadar dalam plasma, maka sebaiknya selalu melakukan penetapan kadar glukosa darah.

Indikasi terutama untuk pasien dugaan meningitis. Pada meningitis bakterial kadar glukosa menurun. Kadar normal disertai pleiositosis ditemukan pada peradangan nonbakterial. Pada meningitis purulenta kadar glukosa turun, mungkin hingga mencapai nol. Kadar glukosa biasanya tidak berubah pada ensefalitis, tumor otak dan neurosifilis.

Pemakaian metode carik celup pada pemeriksaan glukosa cairan serebrospinal tidak dianjurkan.

3. Klorida

Seperti glukosa, kadar klorida dalam cairan serebrospinal turut naik turun dengan kadar klorida dalam plasma darah, maka perlu penetapan kadar klorida serum.

Dalam keadaan normal kadar klorida dalam cairan serebrospinal 720-750 mg/dL (disebut sebagai NaCl). Sedangkan nilai normal dalam serum 550-620 mg/dL (sebagai NaCl).

Penetapan kadar klorida berguna pada diagnosis meningitis. Pada meningitis akuta kadar akan menurun hingga kurang dari 680 mg/dL. Pada meningitis tuberkulosa terjadi penurunan sangat drastis, biasanya sampai kurang dari 600 mg/dL.

Peradangan setempat, peradangan nonbakterial, tumor otak, ensefalitis, poliomyelitis dan neurosifilis tidak disertai perubahan kadar klorida.

4. KoloidApabila cairan serebrospinal normal diencerkan secara berderet dengan larutan garam

kemudian dicampur dengan suatu suspensi koloidal maka keadaan koloid tidak akan terganggu olehnya. Tetapi jika cairan serebrospinal abnormal, keadaan akan berubah dan

Page 17: LI 1 Meningens

akan terlihat perubahan warna atau presipitasi dalam koloid itu. Perubahan yang terjadi dalam larutan koloid tidak secara uniform dengan semua pengenceran, melainkan akan memperlihatkan perubahan maksimal pada pengenceran rendah, yang pertengahan atau yang tinggi (first zone, mid zone atau end zone).

Dasar reaksi ini berkaitan dengan kadar protein dan dengan perubahan kuantitatif dan kualitatif pada fraksi-fraksi protein.

Derajat perubahan dalam suspensi koloid biasanya dinilai dengan angka 0 (tanpa perubahan) sampai 5 (perubahan total).

LI.3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KEJANG DEMAM

A. DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh tinggi (suhu rektal > 38oC) disebabkan oleh suatu proses kelainan ekstrakranial.1,3,6

B. EPIDEMIOLOGI

Kejang demam terjadi pada 2% - 4 % populasi anak usia 6 bulan - 5 tahun. Kejang demam sederhana (80-90%), kejang demam kompleks (20%).3 Di AS antara 2% dan 5% anak mengalami kejang demam saat usia 5 tahun. Hal serupa ditemukan di Eropa Barat, namun di dunia bervariasi antara 5% dan 10% India, 8,8% Jepang, 14 % Guam, 0,35% Hong Kong dan 0,5% - 1,5 % Cina.7

C. ETIOLOGI

Faktor - faktor yang berperan dalam risiko kejang demam yaitu, faktor demam, usia dan riwayat keluarga (faktor risiko utama), dan riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat lahir rendah).4

1. UmurBatas umur yang umum adalah 6 bulan – 5 tahun. Kejang yang terjadi sebelum usia 5

bulan lebih dikenal sebagai akibat dari infeksi pada sistem saraf pusat.

2. DemamInfeksi pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih adalah

penyebab utama kejang demam. Penyebab lainnya adalah imunisasi pertusis dan campak. Kejang biasanya terjadi selama 24 jam pertama demam.

3. Faktor KeturunanKejang demam dengan riwayat pada keluarga memegang peranan penting untuk

terjadinya kejang demam

Ada beberapa faktor lain yang berperan terhadap terjadinya kejang, antara lain yaitu :1

1. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman, virus) terhadap otak

Page 18: LI 1 Meningens

2. Respons alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi3. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit4. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau

ensefalopati toksisk sepintas

D. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel - sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut “Potensial Membran Sel Neuron”.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Gambar 1. Potensial Membran Sel

Page 19: LI 1 Meningens

Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi.

Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga mengembalikan potensial membran lebih negatif atau ke potensial membrane istirahat.

Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel neuron, terdapat celah yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron pre-sinaps dan dendrite neuron post sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari suatu neurotransmitter.

Page 20: LI 1 Meningens

Gambar 3. Celah SinapsAda dua tipe neurotransmitter, yaitu :

1. Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membran lebih positif dan mengeksitasi neuron post sinaps

2. Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negatif sehingga menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh : GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Dalam medis sering digunakan untuk pengobatan epilepsi dan hipertensi.Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang

atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung kepada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Neuron - neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan

apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi)

yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C sudah terjadi kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah.

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang

Page 21: LI 1 Meningens

mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.

Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (>1jam)Meningkatnya kecepatan denyut jantung

Menurunnya tekanan darah

Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrumMeningkatnya tekanan

darahMenurunnya gula darah

Meningkatnya kadar glukosa

Disritmia Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema serebrum

Meningkatnya suhu pusat tubuh

Edema paru nonjantung

Meningkatnya sel darah putih

Tabel 1. Efek Fisiologis KejangRangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada

kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan udem otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.

E. KLASIFIKASI

Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 bagian. Kriteria untuk penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut menyangkut jenis kejang, tinggi demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak dan lainnya.Klasifikasi menurut Prichard dan Mc Greal

1. Kejang demam sederhana2. Kejang demam tidak khas

Ciri – ciri kejang demam sederhana : Kejang bersifat simetris yaitu tangan dan tungkai kiri kejang sama seperti pada bagian

sebelah kanan. Usia penderita antara 6 bulan – 4 tahun Suhu 100 oF (37,78 oC) atau lebih Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit Keadaan neurologis (fungsi saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal EEG (Electro Encephalography) setelah tidak demam hasilnya normal

Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai kejang demam tidak khas.Klasifikasi menurut Livingston

1. Kejang demam sederhana

Page 22: LI 1 Meningens

Kejang bersifat umum Lamanya kejang berlangsung singkat ( < 15 menit) Usia waktu kejang demam pertama < 6 tahun Frekuensi seranag 1- 4 kali dalam 1 tahun EEG normal

2. Epilepsi yang dicetuskan oleh demam Kejang bersifat fokal dan berlangsung lama Usia saat kejang demam pertama > 6 tahun Frekuensi serangan > 4 kali dalam 1 tahu EEG yang dibuat saat anak tidak demam hasilnya normal

Klasifikasi menurut Fukuyama

1. Kejang Demam Sederhana2. Kejang Demam Kompleks

Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut :

Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy Sebelumnnya tidak ada riwayat cedera otak oleh sebab apapun Serangan yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit Kejang bersifat umum Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang Sebelumnya tidak terdapat kelainan neurologis atau abnormalitas perkembangan. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

Bila tidak memenuhi kriteria diatas tersebut, maka digolongkan sebagai kejang demam jenis kompleks.

Klasifikasi yang dibuat oleh Prichard dan Mc Greal, Livingston dan Fukuyama antara lain mengacu kepada kemungkinan anak menjadi epilepsi dikemudian hari.

F. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik - 5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.5

Page 23: LI 1 Meningens

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. 5

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :1. Anak hilang kesadaran2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak3. Sulit bernapas4. Busa di mulut5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.7

G. DIAGNOSIS1. Anamnesis 8

- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran sebelum dan sesudah kejang , lama kejang- Suhu sebelum / saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval kejang, keadaan anak pasca

kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat ( gejala infeksi saluran napas akut / ISPA, infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut (OMA) dll,

- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga,- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)- Singkirkan penyebab kejang yang lain ( misalkan diare, muntah yang mengakibatkan

gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemik.

2. Pemeriksaan Fisik6

- Tanda vital terutama suhu - Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah

atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti

nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

- Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.

- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

Page 24: LI 1 Meningens

- Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)

- Pemeriksaan refleks patologis - Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

3. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan laboratorium6

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaa laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.

- Pungsi lumbal 6,8

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk menyingkirkan menigitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Sangat dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan pada anak usia 12 - 18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak di atas 18 bulan yang dicurigai menderita meningitis

Bayi < 12 bulan: diharuskan Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda menigitis

- CT Scan atau MRI 6,8

Jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya diindikasikan pada keadaan:a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah

berulang, fontanel anterior menonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)

- EEG (Electro Encephalography)EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak normalan gelombang

dan dipertimbangkan pada kejang demam kompleks. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis, EEG ini tidak dapat memprediksi berulangnya kejang tau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pasien kejang demam.

H. DIAGNOSIS BANDING

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.

Page 25: LI 1 Meningens

Tabel 2. Diagnosa Banding

No Kriteri Banding Kejang Demam

Epilepsi Meningitis Ensefalitis

1. Demam Pencetusnya demam

Tidak berkaitan dengan demam

Salah satu gejalanya demam

2. Kelainan Otak (-) (+) (+)

3. Kejang berulang (+) (+) (+)

4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

I. PENATALAKSANAAN

PEMBERIAN OBAT SAAT KEJANG Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah

berhenti. Apabila datang dalam keadaaan kejang, obat paling cepat unutuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1-2 mg / menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rekatal adalah 0,5 – 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. atau diazepam rektal dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke Rumah Sakit. Di Rumah Sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB.

Bila kejang tetap belum berhenti dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bila dengan fenitoin kejang masih belum berhenti maka pasien harus dirawat diruangan intensif. Bila kejang telah berhenti maka pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis demam.

PEMBERIAN OBAT PADA SAAT DEMAM 6

1. Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya

kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap diberikan. Dosisi parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg /kgBB/kali diberikan 3 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 - 4 kali sehari.

2. Antikonvulsan

Page 26: LI 1 Meningens

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30% - 60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosisi 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 – 39 % kasus.

PEMBERIAN OBAT RUMATANIndikasi pemberian obat rumatan

Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukan cirri sebagai berikut : (salah-satu)

1) Kejang demam lama > 15 menit2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya

hemiparesis, paresisi todd, cerebral palsy, retradasi mental dan hidrosefalus3) Kejang fokal4) Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila :

o Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 2 jamo Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulano Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatanPemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan

risiko berulangnya kejang.Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat

dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan hati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 -3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4 mh/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.

Lama pengobatan rumatanPengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara ertahap selama 1 – 2 bualn.

ALOGARITMA 1. PENATALAKSANAAN KEJANG

Page 27: LI 1 Meningens

J. KOMPLIKASI

1. Kerusakan sel otak2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral3. Kelumpuhan

K. PROGNOSIS

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang demam lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

Kemungkianan mengalami kematian Kematian karena demam kejang tidak pernah dilaporkan

Kemugkianan berulangnya kejang demamKejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Factor risiko berulangnya

kejang demama adalah :

Page 28: LI 1 Meningens

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga2. Usia kurang dari 12 bulan3. Temperature yang rendah saat kejang4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 – 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadi epilepsiKejang demam dapat menjadi epilepsy dikemudian hari dengan syarat ada faktor risiko

sebagai berikut :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama,2. Kejang demam kompleks,3. Riwayat epilepsy pada orang tua atau sudara kandung.

Masing – masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsy sampai 4 % - 6%. Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam

LI 4 Meningitis

4.1 Definisi

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur(Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme Pneumococcus, Meningococcus, Stafilococcus, Streptococcus, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

Page 29: LI 1 Meningens