lbm 2 tropis

31
LBM 2 BERCAK PUTIH DIKULIT STEP 1 - Otot hipotenar : otot pendek kelingking di antaranya adalah musculus abductor digiti mini , musculus flexor digitimini , musculus oponens digitimini - Claw hand : kecacatan pada tangan yang biasanya disebut dengan jari kiting disebabkan karena lesi d nervus ulnaris dan nervus medianus , dibilang permanen apabila gejala lebiih dari 6 bulan. Merupakan saraf tersbutsaraf yang mempersarafi dari jari jari tersebut - Hipoesthesi : rendah sensibilitas , rangsangan yang diterima menurun kurang peka terhadap rangsangan - Makula hipopigmentasi : kelainan kulit berbatas kulit berupa perubahan warna kulit menjadi sangat putih dikarenakan kekurangan / hilangnya melanin kulit STEP 2 1. Mengapa di dapatkan timbul bercak yang mati rasa di tangan kiri disertai dengan atrofi ? 2. Mengapa pada pasien di dapatkan atrofi otot hipotenar dan claw hand ? 3. Mengapa dokter mempertimbangkan terjadi nya reaksi hipersensitivitas pasca pemberian terapi ? 4. Mengapa dokter melaluka tes sensibilitas ? 5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk mengetahui diagnosis dr skenario ? 6. Apa diagnosis dan DD pada skenario ? 7. Etiologi dan faktor resiko dari skenario ? 8. Mengapa pada pasien di temukan adanya kelemahan otot ? 9. Patogenesis dan patofosiologi dari skenario ? 10. Penatalaksanaan pada diagnosis ? 11. Bagaimana cara penularan dari penyakit tersebut ? 12. Komplikasi dari diagnosis ?

Upload: nurul-ulfa-septa-adiyati

Post on 21-Dec-2015

40 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

tropis

TRANSCRIPT

Page 1: LBM 2 Tropis

LBM 2

BERCAK PUTIH DIKULIT

STEP 1

- Otot hipotenar : otot pendek kelingking di antaranya adalah musculus abductor digiti mini , musculus flexor digitimini , musculus oponens digitimini

- Claw hand : kecacatan pada tangan yang biasanya disebut dengan jari kiting disebabkan karena lesi d nervus ulnaris dan nervus medianus , dibilang permanen apabila gejala lebiih dari 6 bulan. Merupakan saraf tersbutsaraf yang mempersarafi dari jari jari tersebut

- Hipoesthesi : rendah sensibilitas , rangsangan yang diterima menurun kurang peka terhadap rangsangan

- Makula hipopigmentasi : kelainan kulit berbatas kulit berupa perubahan warna kulit menjadi sangat putih dikarenakan kekurangan / hilangnya melanin kulit

STEP 21. Mengapa di dapatkan timbul bercak yang mati rasa di tangan kiri disertai dengan atrofi ?2. Mengapa pada pasien di dapatkan atrofi otot hipotenar dan claw hand ?3. Mengapa dokter mempertimbangkan terjadi nya reaksi hipersensitivitas pasca

pemberian terapi ?4. Mengapa dokter melaluka tes sensibilitas ?5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk mengetahui diagnosis dr skenario ?6. Apa diagnosis dan DD pada skenario ?7. Etiologi dan faktor resiko dari skenario ?8. Mengapa pada pasien di temukan adanya kelemahan otot ?9. Patogenesis dan patofosiologi dari skenario ?10. Penatalaksanaan pada diagnosis ?11. Bagaimana cara penularan dari penyakit tersebut ?12. Komplikasi dari diagnosis ?

STEP 3

1. Mengapa di dapatkan timbul bercak yang mati rasa di tangan kiri disertai dengan atrofi ?

- Mycobacterium leprae organ target sel schwann menyebabkan saraf rusak , saraf sensorik kurang mati rasa

- Saraf motorik -> kekuatan tangan kaki menjadi lemah- Mengenai saraf motorik nervus ulnaris- Bakteri menyerang nervus ulnaris – menyebabkan anastesia ujung jari anterior dan ujung jari

kelingking dan menyebabkan claw hand jari kelingkin dan jari manis

Page 2: LBM 2 Tropis

Merusak fungsi saraf otonom – infiltrasi adneksa kulit – terjadi kekeringan dan alopesia M. Leprae – menyerang hanya menyerang saraf perifer Kerusakn saraf menjadi 3 tingkatan

- Stage of involment : saraf terjadi penebalan terjadi nyeri tekan , belum disertai gangguan fungsi saraf contoh anastesi dan kelemahan otot

- Stage of the damage : saraf telah rusak , fungsi sarah telah terganggu- Stage of destruction : safar rusak lengkap , tdk bisa di perbaiki lagi

- Laminin 2 terdiri dari gama 1 , beta 1 , alfa 2 . yg spesifik adalah alfa 2 --. Menyebabkn neuritis / nyeri tekan saraf

- M. Lepra memiliki g domen berikatan sel schwan dengan destroglikan MHC 2 CD 4 Th1 dan Th 2 aktifkan makrofag tdk bisa aktifkan karena adanya fenolat glikolipid I Ketidakmampuan makrofag hasilkan sitokin autoimun . ada kerusakan saraf . ada penebalan saraf tepi .

- Membentuk Limfosit- Sel schwan mempunyai fungsi fagosit tanpa mencerna sel schwan tdk mempunyai CD4

untuk menghancurkan M leprae dan tidak berikatan dengan MHC II sel schwan hancur

2. Mengapa pada pasien di dapatkan atrofi otot hipotenar dan claw hand ?

- Claw hand otot yang di metacarpal phalangeal akan hiperekstensi , proximal dan distal intherphalangeal akan flexi ,

- Persayarafan nervus ulnaris – plexus brachialis

CARI GAMBAR SEL SCHWAN !

3. Mengapa dokter mempertimbangkan terjadi nya reaksi hipersensitivitas pasca pemberian terapi ?

Reaksi Kusta : episodik akut yang terjadi pada penyakit kusta kronik Reaksi Kusta 1 dan 2 Reaksi kusta 1 – berpengaruh terhadap pasca terapi , RH tipe 4 : hubungan dengan

limfosit imunitas seluler , terjadi upgrading : pergeseran ke arah tuberkuloid , memberikan rekasi hipersentifitas – ganas – memperburuk keadaan dan

Downgrading : pada awal terapi menyebabkan sistem imun seluler turun – memperparah dari penyakit – mengarah ke lepratomatosa

Reaksi Kusta 2 : menjadi kronik HP 3 ( autoimun ) , kompleks imun mengendap – menyebabkan terpanggilnya neutrofil – menghasilkan lisosom – autoimun / RH 3

Fenomenal lutio : reaksi kusta yang lebih parah dari lepromatosa , karakteristik nekrosis dari epidermis dan superficial dermis , terjadi pembentuka trombus di pembulh darah dermis menjadi fatal menjadi septic bacterima , lesi melebar

Reaksi kusta 1 = PB , BTA - , onset cepat , KU demam subfebris / tanpa demam

Page 3: LBM 2 Tropis

Reaksi kusta 2 = MB , BTA + , onset lama stelah pengobatan , KU demam / ringan

4. Mengapa dokter melalukan tes sensibilitas ?

- Untuk penegakan diagnosis- Periksa kulit : ada bercak / tidak , tes tintagunawan ( pensil tinta dengan tanda gunawan )- Periksa saraf : di sentuh , ada atrofi / tidak ,

5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk mengetahui diagnosis dr skenario ?

- Pemeriksaan bakterioskopik : cek BTA pada daun telingadi goreskan pada object glass warnai dengan Zheil Nelsone , untuk pengamatan dan pemberian pengobtan

- Histopatologi : untuk kelainan jaringan menggunakan biopsi kulit , pada tipe TT ditemukan tuberkel makrogfag datang berlebihan akan berubah menjadi

sel epiteloid yang tdk bergerak / sel datia langerhans, tuberkel : sel yang di kelilingi limfosit , giant cell dan limfosit

pada tipe LL : ditemukan sel busa / virchowcell histiosit tdk bisa menghancurkan antigen di jaringan = sel busa / sel lepra

- Serologi : untuk reaksi virulensi , menggunakan uji MLTA ( Mycobacterium leprae partikel aglutination ) , ELISA , MLDipstick test , ML Flowtest , tes FLA - ABS

6. Apa yang di maskud dengan Makula hipopigmentasi ? etiologi ?

- Ada perubahan warna kulit warna lebih putih di banding sekitar- M. lepreae menghamabt enzim tirosinase - secra normal melanin terbentuk dr asma amino tirosin dengan dibantu tirosinase , enzim tirosinase mengubah tirosin menjadi dopa , dopa dopa quinon Dehidroxy Indol Pigmen kulit- melanin yang berkurang karena :1. terjadi gangguan metabolisme melanin2. tinea versicolor disertai dengan gatal dipengaruhi CO2 , kelembapan , masih mempunyai sensibilitas3. terjadi gangguan pembuluh darah melanin berkurang terjadi hipopigmentasi / vitiligo

7. Apa diagnosis dan DD pada skenario ?- Lepra / MH- Ptiriasis Versicolor

Menurut Klasifikasi - Tipe I : makula hipopigmentasi tinea versicolor , vitiligo , ptiriasis rosea , dermatitis

seboroik , likensimplexkronis- Tipe PT : makula eritematosa dengan pinggir meninggi tinea corporis , psoriasis , LES

discoid , ptiarasis rosea

Page 4: LBM 2 Tropis

- Tipe BT, BB , BL : infiltrat merah tak berbtas tegas selulitis , psoriasis- Tipe LL : bentuk nodular LES , dermatomiositis , erupsi obat

8. Etiologi dan faktor resiko dari skenario ?

- Etio: M. Leprae BTA , gram + , bakteri di temukan di folikel rambuut , ASI , di hidung - Faktor resiko : perpindahan penduduk , keadaan sosial ekonomi dan lingkungan

( kwcendurungan yang rendah di negara yg miskin ), ras dan bangsa asia lebih banyak terjangkit , usia anak lebih besar dibanding dewasa, laki lebih banyak dibanding perempuan , perubahan imunitas , kontak dengan antar kulit , inhalasi .

9. Klasifikasi MH dari WhO ?- PB / pausi basiler : kusta tipe I , BT , BTA -- MB / multi basiler

10. Gejala dan tanda MH ?

11. Faktor yang mempengaruhi pemilihan terapi ?12. Manifestasi klinis dari diagnosis ?13. Bagaimana cara penularan dari penyakit tersebut ?14. Patogenesis dan patofosiologi dari skenario ?15. Penatalaksanaan pada diagnosis ?16. Komplikasi dari diagnosis ?

Page 5: LBM 2 Tropis
Page 6: LBM 2 Tropis

M . leprae

Lepra / Kusta / MH

terapiKerusakan saraf bercak

- Kelemahan saraf

- Atrofi otott hipotenar

- Claw hand- kering

Reaksi kusta 2

HP tipe 3

Reaksi Kusta 1

/ HP tipe 4

- PF- PP- DD

diagnosis

Terapi

Page 7: LBM 2 Tropis

STEP 7

1. Mengapa di dapatkan timbul bercak yang mati rasa di tangan kiri disertai dengan atrofi ?

kerusakan saraf motorik N. ulnaris, maka akan menyebabkan:- anestesia pd ujung jari anterior kelingking dan jari manis- clawing kelingking dan jari manis- atrofi otot hipotenar dan otot interosues serta kedua otot

lumbrikalis medial.

Page 8: LBM 2 Tropis

Gejala-gejala kerusakan saraf karena kusta diantaranya:

N. Ulnaris:

– Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis

– Clawing kelingking dan jari manis

– Atrofi hipotenar dan otot interseus serta kedua otot lumbrikalis medial

N. medianus

– Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah

– Tidak mampu aduksi ibu jari

– Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah

– Ibu jari kontraktur

– Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

N. Radialis

– Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk

– Tangan gantung (wrist drop)

– Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

N. popliteal lateralis

– Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis

– Kaku gantung (foot drop)

– Kelemahan otot peroneus

N. tibialis posterior

– Anestesia telapak kaki

– Claw toes

– Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis

N. fasialis

– Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus

– Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir

N. trigeminus

Page 9: LBM 2 Tropis

– Anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata

– Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37321/4/Chapter%20II.pdf

INTERACTION OF MYCOBACTERIUM LEPRAE WITH PERIPHERAL NERVOUS SYSTEM

The affinity of Mycobacterium leprae by peripheral nerves is known since the first references by Danielssen and Boeck in 1848.51 Later, evidences were gathered towards having Schwann cells in the peripheral nerves as the target of the bacillus 52. Studies have demonstrated that the binding of Mycobacterium leprae to Schwann cells induces to demyelinization 56.

Schwann cells from the peripheral nervous system present 2 phenotypes, myelinized and non-myelinized, which present different response to Mycobacterium leprae.57 Even though it binds to both phenotypes of Schwann cells, the binds of non-myelinized cells are stronger. The cells in the second phenotype are the natural niche for the multiplication of bacteria, enabling the microorganism to be protected from immune responses of the host, providing an extremely favorable site for the proliferation and survival in the peripheral nervous system 58. There are evidences that the binding between Mycobacterium leprae and Schwann cells take place at the extracellular matrix basal lamina 59.

Therefore, in the case of leprosy, basal lamina does not represent a protective barrier against the entry of mycobacteria. To the contrary, it is through its structural components that occurs the invasion. There are "in vivo" and "in vitro" studies demonstrating that at molecular level the binding between Mycobacterium leprae and Schwann cells is made through laminin 60.

In fact, the cell wall of Mycobacterium leprae has an external electron-transparent layer which is mainly formed by fitiocerol dimerocerosic acid and glycolipids, especially phenolic glycolipid 1 (PGL-1). It is specific of this mycobacterium and contains a specific trisaccharide not found on the wall of any other mycobacteria 58,60. As shown, in studies with purified PGL-1, glycolipid is specifically binding to γ2 chain of laminin-2. In tissue culture, this binding is mediated by the specific trisaccharide that has been mentioned 61,62.

There is still another protein of molecular mass 21 kDa, associated with the mycobacteria wall named Mycobacterium leprae laminin binding protein (ML-LBP21), capable of binding to laminin-2. Differently from PGL-1, it is similar to proteins found in mycobacteria which are unable to invade Schwann cells, and do not seem to have the same importance 63.

Page 10: LBM 2 Tropis
Page 11: LBM 2 Tropis

M.Leprae memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein laminin 2 yang akan berikatan dengansel schwaan melalui reseptor dystroglikan lalu akan mengaktifkan MHC kelas II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan mengaktifkan makrofag. Makrofag gagal memakan M. Leprae akibat adanya fenolat glikolipid I yang melindunginya di dalam makrofag. Ketidakmampuan makrofag akan merangsang dia bekerja terus-menerus untuk menghasilkan sitokin dan GF yang lebih banyak lagi. Sitokin dan GF tidak mengenelai bagian self atau nonself sehingga akan merusak saraf dan saraf yang rusak akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah penebalan saraf tepi. Sel schwann merupakan APC non professional

2. Mengapa dokter mempertimbangkan terjadi nya reaksi hipersensitivitas pasca pemberian terapi ?

Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sangat kronik

- ENL dan- Reaksi reversal atau upgrading

ENL timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula pada BL, semakin tinggi tingkat multibasilernya semakin tinggi kemungkinan timbulnya ENL Secara imunopatologi ENL merupakan respon imun humoral berupa fenomena kompleks imun akibat reaksi antara antigen antigen M.leprae + antibodi (IgM IgG)+ komplemen kompleks imun.

Page 12: LBM 2 Tropis

ENL termasuk dalam salah satu golongan kompleks imun oleh karena salah satu protein M.leprae bersifat antigenik, maka antibodi dapat terbentuk .ENL lebih banyak terjadi pada saat pengobatan , hal ini terjadi karena banyak kuman kusta yang hancur , berarti banyak antigen yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi serta mengaktifkan sistem komplemen .--> kompleks imun ini dapat beredar ke sirkulasi dan melibatkan berbagai organ.Pada kulit dapat timbul eritema dan nyeri dengan tempat predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan gejala spt iridosiklitis , neuritis akut, limfedenitis, artritis, orkitis

Reaksi reversal hanya terjadi pada tipe borderline . yang memegang peranan utama adalah SIS (sistem Imunitas seluler). Berhubungan dengan rx hipersensivitas tipe lambat . reaksi peradangan terjadi pada tempat-tempat M.leprae berada yaitu pada syaraf dan kulit, terjadi padapengobatan 6 bulan pertama. Tipe kusta yang borderline ini dapat naik turun learah TT dan LL mengikuti SIS.Gejala klinis reversal : sebagian atau seluruhnya lesi yang telah ada bertambah aktif dan atau timbul lesi baru yang relatif singkat.

FENOMENA LUCIO Terjadi pada kusta yang sngat berat yaitu tipe LL non-noduler difus.Gambaran klinik : plak atau infiltrat difus, berwarna merah muda, bentuk tak teratur danterasa nyeri. Lesi di ektremitas kemudian meluas ke seluruh tubuh, lesi lambat menyembuh dan terbentuklah jar parut.Gambaran histopatologis : nekrosis epidermal iskemik dengan nekrosis pembuluh darah superfisial, edema, dan proliferasi endotelial pembuluh darah lebih dalam. Didapatkan banyak basil M.leprae di endotel kapiler

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FK UI EDISI KEENAM.

Page 13: LBM 2 Tropis

3. Mengapa dokter melalukan tes sensibilitas ?

- Untuk penegakan diagnosis- Periksa kulit : ada bercak / tidak , tes tintagunawan ( pensil tinta dengan tanda gunawan )- Periksa saraf : di sentuh , ada atrofi / tidak ,

Kusta yang mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan ialah pembesaran, konsitensi, ada atau tidaknya nyeri spontan dan nyeri tekan, Kelainan kulit pada penyakti kusta tanpa komplikasi dapat hanya berbentuk makula saja, infiltrat saja atau keduaya. Kalau secara inspeksi mirip penyakit lain ada tidaknya anestesia sangat banyak membantu penentuan diagnosis, mesikpun tidak selalu jelas.

Page 14: LBM 2 Tropis

Tanda Gunawan (pensil tinta)Untuk mengetahui adanya kerusakan fungsi saraf otonom di daerah lesi yang dapat jelas dan dapat pula tidak, yang dipertegas dengan menggunakan pensil tinta (tanda Gunawan). Cara menggoresnya mulai dari tengah lesi ke arah kulit normal. Bila ada gangguan, goresan pada kulit normal akan lebih tebal bila dibandingkan dengan bagian tengah lesi. Dapat pula diperhatikan adanya alopesia di daerah lesi, yang kadang-kadang dapat membantu, tetapi bagi penderita yang memiliki kulit berambut sedikit sangat sukar menentukannya. Gangguan fungsi motoris diperiksan dengan menggunakan Voluntary Muscle Test (VMT).1

4. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk mengetahui diagnosis dr skenario ?

Page 15: LBM 2 Tropis

Pemeriksaan bakterioskopik (kerokan jaringan kulit)

Pemeriksaan bakterioskopin digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai degan pewarnaan terhadap basil tahan asam (BTA), yaitu Ziehl-Neelsen. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung kuman M. leprae.1

Pertama-tama harus ditentukan lesi di kulit yang diharapkan paling padat oleh kuman, setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tempat yang akan diambil. Mengenai jumlah lesi juga ditentukan oleh tujuannya yaitu untuk riset atau rutin. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin minimmal 2-4 lesi lain yang paling aktif, berarti yang paling eritamtosa dan paling infiltratif. Pemilihan kedua cuping telinga tersebut tanpa menghiraukan ada tidaknya lesi di tempat tersebut oleh karena atas dasar pengalaman tempat tersebut diharapkan mengandung kuman paling banyak. Perlu diingat bahwa setiap tempat pengambilan harus dicatat, guna pengambilan ditempat yang sama pada pegamatan pengobatan untuk dibandingkan hasilnya.1

Cara pengambilan bahan dengan menggunakan skapel steril. Setelah lesi tersebut didesinfeksi kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi iskemik, sehingga kerokan jaringan mengadung sedikit mungkin darah yang akan menganggu gambaran sediaan. Irisan yang dibuat harus sampai di dermis melampaui subepidermal clear zone  agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengadung sel Virchow (sel lepra) yang didalamnya mengandung kuman M. leprae. Kerokan jaringan itu dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api, kemudian diwarnai dengan pewarnaan yang klasik, yaitu Ziehl-Neelsen dan cara-cara lain.

Sediaan mukosa hidung diperoleh dengan cara nose blows, terbaik dilakukan pagi hari yang ditampung dengan sehelai plastik. Perhatikan sifat cairang hidung tersebut apakah cair, serosa, bening, mukoid, mukopurulen, purulen, ada darah atau tidak. Cara lain mengambil bahan kerokan mukosa hidung dengan alat semacam skalpel kecil tumpul atau bahan olesan dengan kapas lidi. Sebaiknya diambil di daerah septum nasi, selanjutnya dikerjakan seperti biasa.

Sediaan mukosa hidung sudah jarang dilakukan karena kemungkinan adanya M. atipik, M. leprae tidak pernah positif kalau pada kulit negatif, bila diobati, hasil pemeriksaan mukosa hidung negatif terlebih dahulu, rasa nyeri saat pengambilan.1

M. leprae tergolong BTA, akan tampak merah pada sediaan, dibedakan bentuk utuh (solid), batang terputus (fragmented) dan butiran (granuler). Bentuk solid adalah kuman hidup, sedangkan fragmented dan granuler merupakan bentuk mati. Secara teori penting untuk membedakan bentuk solid dan nonsolid, berarti membdekan antara M. leprae yang hidup dan yang mati. Dalam praktik susah untuk membedakan bentuk yang solid dan yang tidak solid karena  dipengaruhi banyak faktor.

Page 16: LBM 2 Tropis

Kepadatan M. leprae tanpa membedakan solid atau nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan Indek Bakteri (IB) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley.

0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang

1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP

2+ bila 1-10 BTA dalam 10 LP

3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 100LP

4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP

5+ bila 101-1000 BTA dalam 1 LP

6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LP

Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi pada pembesaran lensa obyektif 100x. IB seseorang adalag IB rata-rata semua lesi yang dibuat sediaan.

Indeks Morfologi (IM) adalah persentase bentuk solid dibandingkan denan jumlah solid dan nonsolid.

Rumus :

Syarat perhitungan:

–        Jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA

–        IB 1+ tidak perlu dibuat IM-nya karena untuk mendapatkan 100 BTA harus mencapai dalam 1000 sampai 10.000 lapangan pandang

–        Mulai dari IB 3+ harus dihitung IM-nya, sebab dengan IB 3+ maksimum harus dicari dalam 100 lapangan.

Ada pendapat bahwa jika jumlah BTA kurang dari 100, dapat pula dihitung IM-nya tetapi tidak dinyatakan dalam % tetap dalam pecahan yang tidak boleh diperkecil atau diperbesat.

Pemeriksaan Histopatologik

Salah satu tugas makrofag adalah melakukan fagositosis, kalau ada kuman M leprae masuk, tergantung pada sistem kekebalan seluler orang tersebut bila sistem imunitas selulernya baik maka makrofag akan mampu memfagosit M. leprae. Datangnya histiosit ketempat kuman disebabkan karena proses imunologik dengan adanya faktor kemotaktik. Kalau datangnya berlebihan dan tidak ada lagi yang harus difagosit, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak dapat bergerak dan kemudian akan dapat berubah menjadi sel datia Langhans. Adanya massa epiteloid yang berlebihan dikelilingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. Pada penderita dengan SIS rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M. leprae yang sudah ada

Page 17: LBM 2 Tropis

didalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sel Virchow atau sel lepra atau sel busa dan sebagai alat pengangkut penyebarluasaan.

Granuloma adalah akumulasi makrofag dan atau derivat-derivatnya. Gambaran histopatologik tipe tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada kuman atau hanya sedikit dan non-solid. Pada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannnya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak kuman. Pada tipe borderline, terdapat campuran unsur-unsur tersebut.

Pemeriksaan serologik

Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M. leprae yaitu antibodi anti phenolic glycolipid (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.

Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-lipoarabinomanan (LAM) yang juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis.

Kegunaan pemeriksaan serologik ini ialah dapat membantu diagnosis kusta yang meragukan karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas. Disamping itu dapat membantu menentukan kusta subklinis, karena tidak didapati lesi kulit misalnya pada narakontak serumah. Macam-macam pemeriksaan serologik kusta lainnya adalah:

–        Uji MLPA (mycobacterium leprae particle aglutination)

–        Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent assay)

–        ML dipstick test (Mycobacterium leprae dipstick)

–        ML flow test (Mycobacterium leprae flow test)

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Cetakan ketiga. Jakarta: FK UI; 2008.h.34, 92-4, 129-47, 189-91, 334-5.

7.6 Pemeriksaan LeprominTes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra tapi tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M.leprae. O,1 ml lepromin dipersiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal. Kemudian dibaca setelah 48 jam/ 2hari ( reaksi Fernandez) atau 3 – 4 minggu ( reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritema yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae yaitu respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test ( PPD) pada tuberkolosis.

Reaksi Mitsuda bernilai :0Papul berdiameter 3 mm atau kurang+ 1 Papul berdiameter 4 – 6 mm

Page 18: LBM 2 Tropis

+ 2Papul berdiameter 7 – 10 mm+ 3 papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi

5. Apa yang di maskud dengan Makula hipopigmentasi ? etiologi ?

Makula hipoigmentasi adalah kelainan kulit yang mengalami perubahan warna yang lebih putih dan tidak diserta penojolan kulit dan tidak ada lekukan pada kulit, makula biasanya bergaris tengah kurang dari 1 cm.

MELANOGENESIS

Pigmen terpenting yang menentukan warna kulit manusia adalah melanin. Melanin disintesis oleh melanosome, suatu organel yang terletak pada melanosit pada lapisan basale epidermis. Melanin ditransfer menuju keratinosit terdekat dengan perantara dendrite pada melanosit. Proses pembentukan melanin (melanogenesis) diawali dengan oksidasi dari asam aminotirosin menjadi L-dihidroksifenilalanin (L-DOPA) dan kemudian menjadi dopakuinon. Tahap ini dipercepat oleh enzim tirosinase dan merupakan tahap kritis dalam melanogenesis.

Proses selanjutnya adalah polimerisasi dari dopakinon menjadi melanin, yaitu berupa eumelanin dan feomelanin yang dapat terjadi secara spontan pada pH fisiologis. Pigmentasi dapat diregulasi dengan mengontrol proses melanogenesis. Salah satu caranya adalah dengan menambahkan senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim tirosinase.

Di bawah mikroskop, melanin berwarna coklat, dengan butiran-butiran kecil yang non-refractile (tidak dapat dibiaskan) .Melanin memiliki garis tengah kurang dari 800 nanometer. Ini membedakan melanin dari pigmen darah yang umumnya adalah lebih besar, pendek, tebal dan refractile.

mycobacterium leprae yang menginvasi kulit dapat mengurangi atau mengganggu produksi dari enzim tyrosinase sehingga proses melanogenesisnya pun akan terganggu.

Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom, ditransfer dalam lumer reticulum endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi

Page 19: LBM 2 Tropis

gambar: Diagram Melanosit. Juluran melanosit meluas hingga ke antara keratonosit. Granul melanin disintesis di dalam melanosit, kemudian bermigrasi ke dalam keratinosit.

Page 20: LBM 2 Tropis

sumber:

junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. Basic Histology. 10thedition, Washington, Lange, 2003: 316-23

Bloom & Fawcett. Buku Ajar Histologi. Edisi ke-12, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 11994 : 536-46

6. Apa diagnosis dan DD pada skenario ?

Page 21: LBM 2 Tropis

selulitis

erisepelas

Page 22: LBM 2 Tropis

sumber: Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta : Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2012 pdf

DD :- Saraf : sarkoidosis

7. Etiologi dan faktor resiko dari skenario ?

EtiologiPenyebab kusta adalah M. leprae, yang ditemukan pada tahun 1873 oleh G.Amauer Hansen di Norwegia. Kuman bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 µm, lebar 0,3 µm dan bersifat obligat intraselluler. Kuman kusta tumbuh lambat, untuk

Page 23: LBM 2 Tropis

membelah diri membutuhkan waktu 12-13 hari dan mencapai fase plateau dari pertumbuhan pada hari ke 20-40. Tumbuh pada tempratur 27-30o C (81-86o F).

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33611/4/Chapter%20II.pdf

faktor yang mempengaruhi :a. Agent

Mycobacterium leprae yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri M. leprae yang menyerang kulit, saraf tepi di tangan maupun kaki, dan selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan mata. (1,11)

Kuman ini satu genus dengan kuman TB dimana di luar tubuh manusia, kuman kusta hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan terhadap sinar matahari. Kuman kusta dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab, gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanya. Kuman Tuberculosis dan leprae jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu. Seperti halnya bakteri lain pada umumnya, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi. Air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan hal esensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk yang memiliki rentang suhu yang disukai, merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25-400C, tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-370C.

Pengetahuan mengenai sifat-sifat agent sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit, sifat-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan berkembangbiak, kematian agent atau daya tahan terhadap pemanasan atau pendinginan.

b. Host Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman seperti Mycobacterium tuberculosis dan morbus Hansen, kuman tersebut dapat menularkan pada 10-15 orang. Menurut penelitian pusat ekologi kesehatan (1991), tingkat penularan kusta di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya. Di dalam rumah dengan ventilasi baik, kuman ini dapat hilang terbawa angin dan akan lebih baik jika ventilasi ruangannya menggunakan pembersih udara yang bisa menangkap kuman. Hal yang perlu diketahui tentang host atau penjamu meliputi karakteristik; gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan tubuh, hygiene pribadi, gejala dan tanda penyakit dan pengobatan. Karakteristik host dapat dibedakan antara lain : umur, jenis kelamin, pekerjaan , keturunan, pekejaan, ras dan gaya hidup.(1,13)

c. Environment Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua

Page 24: LBM 2 Tropis

elemen-elemen termasuk host yang lain. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik, lingkungan fisik terdiri dari : keadaan geografis (dataran tinggi atau rendah, persawahan dan lain-lain), kelembaban udara, suhu, lingkungan tempat tinggal. Adapun lingkungan non fisik meliputi : sosial (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turun temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan local) dan politik (suksesi kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit).

Menurut APHA (American public helath Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Memenuhi kebutuhan fisiologis; Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan

agar kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.

Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10% dari jumlah luas lantai.

Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup untuk proses pergantian udara.

Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.

Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruangan makan, ruang tidur, dan lain-lain.

Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari lima tahun minimal 4,5 m3 , artinya dalam suatu ruangan anak yang berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume ruangan 4,5 m3 (1,5 x 1 x 3 m3 ) dan di atas lima tahun menggunakan ruangan 9 m3 (3 x 1 x 3 m3 ).

Perlindungan terhadap penularan penyakit; Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas

maupun kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia air untuk memelihara kebesihan rumah, pakaian dan penghuninya.

Harus ada tempat penyimpanan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.

Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi permukaan sumber air bersih.

Page 25: LBM 2 Tropis

Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan gangguan binatang serangga dan debu.

Dengan mikroskop elektron, tampak M. Leprae mempunyai dinding yang terdiri dari

2 lapisan, yakni lapisan peptidoglikan padat pada bagian dalam dan lapisan

lipopolisakarida pada bagian luarnya.Dinding polisakarida ini adalah suatu arabinogalaktan

yang diesterifikasi oleh asam mikolik dengan ketebalan 20 nm. . Dinding sel basil mengandung

rangka peptidoglikan yang berhubungan dengan arabinogalactan dan asam mycolic.Protein

imunogenik terdapat baik di dinding sel maupun sitoplasmanya.

Untuk kriteria identifikasi, ada lima sifat khas M. Leprae, yakni:

a) M. Leprae merupakan parasit intraselular obligat yang tidak dapat dibiakkan pada media

buatan.

b) Sifat tahan asam M. Leprae dapat diekstraksi oleh piridin.

c) M. Leprae merupakan satu-satunya mikobakterium yang mengoksidasi D-Dopa (D-

Dihydroxyphenylalanin).

d) M. Leprae adalah satu-satunya spesies mikobakterium yang menginvasi dan bertumbuh

dalam saraf perifer.

e) Ekstrak terlarut dan preparat M. Leprae mengandung komponen antigenik yang stabil

dengan aktivitas imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif pada penderita tuberkuloid

dan negatif pada penderita lepromatous.

8. Klasifikasi MH dari WhO ?

A. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta : Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988)· Pausibasiler (PB) hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan pemeriksaan BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid· Multibasiler (MB) à termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan pemeriksaan BTA positif

PB MBLesi kulit - 1-5 lesi

- hipopigmentasi/eritema- distribusi tidak simetris- hilangnya sensasi jelas

- >5 lesi- Distribusi lebih simetris- Hilangnya sensasi kurang jelas

Kerusakan saraf Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

Page 26: LBM 2 Tropis

9. Gejala dan tanda MH ?10. Faktor yang mempengaruhi pemilihan terapi ?11. Manifestasi klinis dari diagnosis ?12. Bagaimana cara penularan dari penyakit tersebut ?13. Patogenesis dan patofosiologi dari skenario ?14. Penatalaksanaan pada diagnosis ?15. Komplikasi dari diagnosis ?