lapsus penyalahgunaan zat

Upload: novita-ningtyas

Post on 03-Jun-2018

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    1/31

    Laporan Kasus

    Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol

    Sindrom Ketergantungan Kini Abstinen

    (F10.20)

    Oleh :

    Novita Ningtyas, S.Ked I1A010004

    Dita Irmaya, S.Ked I1A010010

    Pembimbingdr. H. Yulizar Darwis, Sp.KJ, MM

    UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa

    FK Unlam-RSUD Ulin Banjarmasin

    Juli, 2014

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    2/31

    1

    LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama : Tn. AF

    Usia : 22 tahun

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Alamat : Jl. KS Tubun 1 Gg.Tentram

    RT.17 No.35

    Pendidikan : Paket C

    Pekerjaan : -

    Agama : Islam

    Suku : Banjar

    Bangsa : Indonesia

    Status Perkawinan : Belum menikah

    Berobat Tanggal : 4 Juli 2014

    II. RIWAYAT PSIKIATRIK

    Diperoleh dari autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien dan

    Ibu kandung pasien pada hari Selasa tanggal 8 Juli 2014, pukul 14.00

    WITA. Anamnesis dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin Ruang Kenanga.

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    3/31

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    4/31

    3

    Ibu Os menyangkal adanya riwayat demam tinggi, kejang, dan trauma di

    kepala saat Os masih kecil. Ibu Os juga menyangkal bahwa Os terlihat gelisah

    atau cemas. Ibu Os menyangkal adanya perubahan suasana hati yang ekstrim pada

    Os, misal pada suatu saat pasien tertawa dan tiba-tiba menjadi sedih.

    Menurut Ibu Os hubungan dirnya dengan Os cukup baik, begitu pula dengan

    kedua saudaranya. Meskipun begitu, Os lebih akrab dengan ayahnya

    dibandingkan dengan Ibu Os.

    Autoanamnesis

    Menurut pengakuan Os, dirinya mulai mengonsumsi alkohol dan dekstro

    sejak usia 17 tahun. Os mengungkapkan dirinya terbawa oleh ajakan teman-

    temannya. Selain itu, Os juga merasa tidak diperhatikan oleh ibunya, karena

    hanya dirinyalah yang ditinggal di tempat neneknya. Pertama kali Os mengaku

    hanya ingin coba-coba karena ajakan temannya yang mengatakan bahwa dengan

    meminum alkohol dan dekstro pikiran akan terasa nyaman, masalah menjadi

    hilang, dan dapat membangkitkan rasa percaya diri. Awalnya Os hanya meminum

    beberapa gelas alkohol dan sekarang menjadi beberapa botol. Os mengungkapkan

    bahwa dirinya sering mengoplos minuman alkohol tersebut. Dextro awalnya

    dikonsumsi Os sebanyak 20 biji dan terus bertambah tiap harinya. Selain dekstro

    Os juga pernah mengkonsumsi obat lain seperti inex.

    Saat pasien mabuk, Os diberitahu oleh keluargaanya tentang apa yang telah

    dilakukan Os, yaitu mengamuk, marah-marah, memukul dinding, bahkan

    berceramah. Menurut Os dirinya tidak sadar dengan apa yang telah dilakukannya.

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    5/31

    4

    Os mengatakan dirinya sadar bahwa kebiasaannya akan merugikan

    kesehatannya. Os tahu bahwa dirinya harus menghentikan kebiasaan ini namun ia

    tidak berhasil melakukannya. Os sempat mencoba untuk berhenti mengkonsumsi

    alkohol, akan tetapi gagal. Setiap kali, ingin mencoba Os selalu mendengar

    bisikan-bisikan. Selain itu, jika berhenti minum alkohol Os merasa sulit untuk

    tidur. Os menyangkal pernah melihat bayangan selama mengonsumsi dekstro/

    alkohol atau saat berhenti menggunakannya. Os juga menyangkal adanya rasa

    gelisah maupun cemas.

    D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

    Os tidak pernah mengalami sakit yang berat hingga harus dirawat di

    rumah sakit.

    E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

    1. Riwayat Prenatal

    Menurut Ibu Os, selama Os berada dalam kandungan, ibu Os tidak

    pernah mengalami masalah kesehatan yang serius. Ibu tidak

    mengalami muntah yang berlebihan. Ibu tidak mengonsumsi

    alkohol dan obat-obatan. Os lahir cukup bulan, spontan dan

    langsung menangis, tidak ada cacat bawaan. Os lahir dengan

    bantuan bidan.

    2. Riwayat Masa Bayi (0-1,5 Tahun) Basic Trust vs M istrust

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    6/31

    5

    Menurut Ibu Os, tumbuh kembang Os normal seperti bayi

    seusianya. Os diberikan ASI oleh ibunya sampai berumur 1 tahun.

    Selama masa ini Os jarang sakit. Os juga tidak memiliki masalah

    dalam makan, minum, maupun buang air. Os bukan termasuk anak

    yang rewel. Setelah usia 1 tahun Os mulai makan makanan

    keluarga. Frekuensi menyusui dikurangi perlahan-lahan. Os selalu

    diasuh oleh ibunya. Hubungan ayah dan ibu rukun.

    3. Riwayat usia 1,5- 3 tahun Autonomy vs Shane and Doubt

    Riwayat tumbuh kembang Os baik seperti anak seusianya. Tidak

    ada keterlambatan dalam tumbuh kembangnya Os mulai berdiri

    pada usia 12 bulan. Orang tua Os tidak membatasi gerak-gerik Os

    secara berlebihan. Ibu Os mengaku hanya akan melarang Os jika

    Os melakukan sesuatu yang berbahaya seperti bermain dengan

    kabel listrik atau berusaha mengambil benda-benda tajam.

    4. Riwayat usia 3 - 6 tahun I ni tiative vs Guil t

    Os suka bermain dengan mainan dan juga dengan teman

    sebayanya. Hubungan Os dengan saudaranya rukun dan tidak

    sering bertengkar.

    5. Riwayat usia 6 12 tahun I ndustry vs I nfer ior ity

    Os mulai bersekolah dan tidak pernah tinggal kelas. Namun, Os

    tumbuh menjadi anak yang pemalu dan mulai jarang bermain

    dengan teman-temannya. Os tidak pernah mengeluh tentang sifat

    gurunya kepada orang tuanya.

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    7/31

    6

    6. Riwayat usia 12 18 tahun I denti ty vs Role Di ff usion

    Pada usia 15 tahun Ayah dan Ibu Os bercerai. Os dititipkan kepada

    neneknya, namun kedua saudaranya tinggal bersama Ibu Os.

    Semenjak kejadian ini Os sering bergaul dengan teman-teman yang

    kurang baik, sehingga ikut terbawa minum alkohol, mengkonsumsi

    dextro, inex, dan obat-obat lain. hinggan akhirnya Os putus

    sekolah. Os mengaku hubungannya dengan keluarga tidak terlalu

    dekat. Ayah dan Ibu Os mengetahui perilaku Os.

    7. Riwayat Pendidikan

    Saat bersekolah prestasi Os biasa saja, dan pada saat kelas 2 Aliyah

    Os memutuskan untuk putus sekolah. Satu tahun kemudian Os

    berkeinginan untuk melanjutkan sekolah di pesantren. Namun,

    setelah 1 tahun di pesantren Os kembali berhenti. Akhirnya Os

    mengikuti penyetaraan jenjang sekolah Paket C. Hubungan Os

    dengan teman-temannya di sekolah juga cuku baik.

    8. Riwayat Pekerjaan

    Os tidak pernah bekerja dimanapun.

    9.

    Riwayat Perkawinan

    Os belum menikah

    F. RIWAYAT KELUARGA

    Os adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Tidak terdapat riwayat

    penyakit jiwa dalam keluarga.

    Genogram:

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    8/31

    7

    Herediter (-)

    Keterangan :

    Laki-laki : Pasien :

    Perempuan :

    G. RIWAYAT SITUASI SEKARANG

    Os tinggal bersama neneknya dalam sebuah rumah yang terletak di

    daerah padat penduduk. Hubungan Os dengan orang yang tinggal

    serumah baik. Orang tua dan saudara Os sering meminta Os berhenti

    mengkonsumsi alkohol dan dekstro namun Os mengaku tidak dapat

    melakukannya. Anggota keluarga mendukung usaha Os untuk berhenti

    mengoknsumsi alkohol dan dekstro dan berobat ke rumah sakit.

    Pergaulan warga di lingkungan rumah Os termasuk kurang baik.

    Ibu Os pernah melihat anak-anak muda mabuk dan mengonsumsi obat-

    obatan terlarang di lingkungan mereka. Os juga sudah ikut terpengaruh

    dengan pergaulan di lingkungan tersebut. Bahkan, Os sekarang dirawat

    di RSUD Ulin akibat luka perkelahian dengan teman di lingkungannya

    tersebut.

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    9/31

    8

    H.. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA

    Os sadar bahwa dirinya sakit dan ingin segera sembuh, Os sangat

    ingin bisa kembali beraktivitas secara normal dengan semangat dan

    percaya diri dalam bekerja tanpa harus mengonsumsi alkohol dan obat

    dekstro. Os mengaku beberapa kali ingin berhenti mengkonsumsi

    alkohol dan dekstro namun tidak pernah berhasil. Alasannya, setiap

    kali ingin berhenti Os selalu merasa cemas, sulit tidur, dan ada suara

    yang membisiki.

    III. STATUS MENTAL

    A. DESKRIPSI UMUM

    1. Penampilan

    Os merupakan seorang pria, memakai kaos berwarna hijau, celana

    pendek selutut bewarna hitam dan tampak terawat. Os tampak

    berperawakan sedang. Os menjabat tangan pemeriksa dengan kuat saat

    bersalaman. Os dapat menyebutkan nama dan usianya dengan tepat.

    Os menyebutkan dirinya ditemani oleh ibunya. Os dapat menyebutkan

    alamat rumahnya dengan tepat dan dapat menunjukkan arah menuju

    kesana. Os dapat mengenali peran pemeriksa sebagai dokter muda dan

    dapat melakukan perhitungan pengurangan 100 dengan angka 3

    sebanyak 5 kali. Os dapat menjelaskan pengertian ungkapan tangan

    panjang dan dapat menyebutkan nama presiden Indonesia saat ini serta

    ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan dengan tepat. Saat diminta

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    10/31

    9

    mengingat deretan angka 34512 Os dapat mengingat kembali angka

    tersebut 15 menit kemudian.

    Selama diberi pertanyaan oleh pemeriksa, Os dapat

    mempertahankan kontak mata. Setiap kali diberi pertanyaan Os selalu

    mendengarkan dengan baik, Os bersikap kooperatif.

    2. Kesadaran

    Jernih

    3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

    Normoaktif

    4. Pembicaraan

    Koheren

    5. Sikap terhadap Pemeriksa

    Kooperatif

    6. Kontak Psikis

    Kontak ada, wajar, dan dapat dipertahankan.

    B. MOOD DAN AFEK

    1. Afek (mood) : Euthym

    2. Ekspresi afektif : Stabil

    3. Keserasian : Serasi

    4. Empati : Dapat dirabarasakan

    5. Pengendalian : Cukup

    6. Arus Emosi : Cukup

    7. Sungguh/tidak : Sungguh

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    11/31

    10

    8. Skala diferensiasi : Luas

    C.

    FUNGSI KOGNITIF

    1.

    Kesadaran : Jernih

    2.

    Orientasi

    - Waktu : Baik

    - Tempat : Baik

    - Orang : Baik

    - Situasional : Baik

    3. Konsentrasi : Baik

    4. Daya Ingat

    Jangka pendek : Baik

    Jangka panjang : Baik

    Segera : Baik

    5. Intelegensi dan Pengetahuan Umum : sesuai tingkat pendidikan

    6. Pikiran abstrak : Baik

    D. GANGGUAN PERSEPSI

    1.

    Halusinasi :

    -

    Auditorik : Ada

    - Visual : Tidak ada

    - Olfaktorik : Tidak ada

    2. Ilusi : Tidak ada

    3. Depersonalisasi dan derealisasi : Tidak ada

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    12/31

    11

    E. PROSES PIKIR

    1.

    Arus pikir

    a.

    Produktivitas : Spontan

    b. Kontinuitas : Jawaban sesuai pertanyaan

    c.

    Hendaya berbahasa : Tidak ada

    2. Isi Pikir

    a. Preokupasi : Tidak ada

    b. Gangguan pikiran : Tidak ada

    F. PENGENDALIAN IMPULS

    Terkendali

    G. DAYA NILAI

    1.

    Daya nilai sosial : Baik

    2. Uji Daya nilai : Baik

    3. Penilaian Realita : Baik

    H. TILIKAN

    Derajat 5 (Os mengetahui penyakitnya dan faktor-faktor yang

    berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam

    perilaku praktisnya (tilikan intelektual))

    I. TARAF DAPAT DIPERCAYA

    Dapat dipercaya

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    13/31

    12

    IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

    1.

    STATUS INTERNUS

    Keadaan umum : Pasien rapi dan terawat

    Gizi : Baik

    Tanda vital :

    TD = 120/90 mmHg

    N = 82 kali/menit

    RR = 20 kali/menit

    T = 36,7oC

    Kepala :

    Mata : Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,

    sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya (+/+).

    Telinga : Bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal.

    Hidung : Bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada tumor.

    Mulut : Bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak

    kering dan tidak pucat, pembengkakan gusi tidak ada

    dan tidak mudah berdarah, lidah tidak tremor. Gigi

    geligi baik.

    Leher :

    Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tekanan tidak meningkat,

    tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

    Thoraks :

    Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    14/31

    13

    Palpasi : Fremitus raba simetris

    Perkusi

    -

    Pulmo : Sonor

    -

    Cor : Batas jantung normal

    Auskultasi

    - Pulmo : Suara napas vesikuler

    - Cor : S1~ S2 tunggal

    Abdomen

    Inspeksi : Cembung

    Palpasi : Tidak nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

    Perkusi : Timpani

    Auskultasi : Bising usus (+) normal

    Ekstemitas : Terdapat hambatan gerakan pada lengan

    sebelah kiri, tonus baik, tidak ada edema dan

    atropi, tremor (-).

    2. STATUS NEUROLOGIKUS

    N IXII : Tidak ada kelainan

    Gejala rangsang meningeal : Tidak ada

    Gejala TIK meningkat : Tidak ada

    Refleks fisiologis : Normal

    Refleks patologis : Tidak ada

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    15/31

    14

    V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA (FORMULASI

    DIAGNOSTIK)

    Anamnesis :

    -

    Os mengonsumsi alkohol dan dekstrometorfan sejak usia 17 tahun.

    Jumlah alcohol yang dikonsumsi awalnya hanya beberapa gelas,

    sekarang sudah mencapai beberapa botol, terkadang Os dan temannya

    mengoplos minuman. Sementara itu, jumlah penggunaan awal dekstro

    20 butir setiap 2-3 hari. Sekarang Os mengonsumsi 50-60 butir

    dekstrometorfan setiap hari.

    - Os pernah mengonsumsi inex dan NAPZA

    - Os sering mengamuk, marah-marah, memukul dinding, bahkan

    berceramah saat sedang mabuk

    -

    Os mengaku mendengar suara bisikan

    Pemeriksaan Psikiatri :

    Perilaku dan aktifitas psikomotor : normoaktif

    Kontak : Ada, wajar, dan dapat dipertahankan

    Pembicaraan : Koheren

    Afek : Euthym

    Ekspresi afektif : Stabil

    Penilaian realita : baik

    Tilikan : 5

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    16/31

    15

    VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

    Aksis I : Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat

    Multipel dan Penggunaan Zat Psikoaktif Lainnya

    Sindrom Ketergantungan Kini Abstinen (F19.20)

    Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunan

    Alkohol Sindrom Ketergantungan Kini Abstinen

    (F10.20)

    Aksis II : None

    Aksis III : Cedera akibat perkelahian di lengan kiri

    Aksis IV : None

    Aksis V : GAF scale 80-71 (Pada skala penilaian fungsi secara

    global, ditemukan hendaya sementara pada fungsi

    sosial dan pekerjaan OS)

    VII. DAFTAR MASALAH

    1. ORGANOBIOLOGIK

    Tidak ada

    2. PSIKOLOGIK

    Afek euthym, ekspresi stabil, kontak mata dapat dipertahankan, tilikan

    derajat 5. Os sadar harus berhenti namun tidak dapat melawan

    keinginan kuat untuk kembali mengonsumsi alcohol dan dekstro

    3. SOSIAL/KELUARGA

    Os tinggal bersama neneknya dan merasa dirinya diabaikan oleh kedua

    orangtuanya, karena hanya dirinya yang dititipkan.

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    17/31

    16

    VIII. PROGNOSIS

    Diagnosa penyakit : Dubia ad bonam

    Perjalanan Penyakit : Dubia ad bonam

    Ciri kepribadian : Dubia ad malam

    Stressor psikososial : Dubia ad bonam

    Usia saat menderita : Dubia ad malam

    Pola keluarga : Dubia ad malam

    Aktivitas pekerjaan : Dubia ad bonam

    Perkawinan : Dubia ad bonam

    Ekonomi : Dubia ad bonam

    Lingkungan sosial : Dubia ad malam

    Organobiologik : Dubia ad bonam

    Pengobatan psikiatrik : Dubia ad bonam

    Ketaatan berobat : Dubia ad bonam

    Kesimpulan : Dubia ad bonam

    IX. RENCANA TERAPI

    Psikofarmaka

    Po. Kalxetin 10 mg 2 X 1 Caps

    Clozaril 25 mg 1X 1 tab

    Haloperidol 1,5 mg 3x1 tab

    Psikoterapi : support terhadap penderita dan keluarga.

    Rehabilitasi : Sesuai bakat dan minat Os

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    18/31

    17

    Usul pemeriksaan penunjang : Laboratorium darah dan urin (pemeriksaan

    NAPZA)

    X. DISKUSI

    Berdasarkan hasil anamnesa serta pemeriksaan status mental, dan

    merujuk pada kriteria diagnostik dari PPDGJ III, penderita dalam kasus ini

    dapat didiagnosa sebagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan

    alkohol sindrom ketergantungan kini abstinen (F10.20) serta gangguan

    mental dan perilaku akibat penggunaan zat dengan sindrom ketergantungan

    kini abstinen (F19.20)

    Penyalahgunaan zat adalah suatu perilaku mengonsumsi atau

    menggunakan zat-zat tertentu yang dapat mengakibatkan bahaya pada diri

    sendiri maupun orang lain. Menurut DSM, penyalahgunaan zat melibatkan

    pola penggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang merusak.

    Konsekuensi yang merusak bisa termasuk kegagalan untuk memenuhi

    tanggung jawab utama seseorang (misalnya: sebagai pelajar, sebagai

    pekerja, atau sebagai orang tua), menempatkan diri dalam situasi di mana

    penggunaan zat secara fisik berbahaya (contoh mencampur minuman dan

    penggunaan obat), berhadapan dengan masalah hukum berulang kali yang

    meningkat karena penggunaan obat. Memiliki masalah sosial atau

    interpersonal yang kerap muncul karena penggunaan zat (contoh: berkelahi

    karena mabuk) (1).

    Dalam DSM-IV-TR ketergantungan dan penyalahgunaan merupakan

    manifestasi fisik dan psikologis dari penyakit akibat penggunaan obat-

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    19/31

    18

    obatan yang menyebabkan ketergantungan atau disalahgunakan. Kedua hal

    tersebut merupakan masalah perilaku. Dengan kata lain, masalahnya bukan

    terletak pada obat-obatan tersebut, tapi pada cara orang yang memakai obat-

    obatan tersebut.

    Bahan-bahan yang digunakan dapat disalahgunakan atau

    menyebabkan ketergantungan, jika bahan tersebut menjadi masalah dalam

    hidupnya. Seseorang dapat dikategorikan mengalami substance dependence

    / ketergantungan obat-obatan jika memenuhi 3 kriteria dari 7 kriteria berikut

    ini (2):

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    20/31

    19

    Suatu pola penggunaan zat yang maladaptif mengarah pada gangguan atau

    penderitaan yang bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 3 (tiga) atau lebihhal-hal berikut yang terjadi pada tiap saat dalam periode 12 bulan:

    1.

    Toleransi yang didefinisikan sebagai berikut :

    a. Peningkatan nyata jumlah kebutuhan zat untuk mendapatkan efek

    yang didamba atau mencapai intoksikasi.

    b.

    Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan kontinyu jumlah

    yang sama dari zat.

    2. Withdrawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari:

    a.

    Sindroma withdrawal khas untuk zat penyebab (criteria A dan B dari

    gejala withdrawal zat).

    b. Zat yang sama atau sejenis digunakan untuk menghilangkan atau

    menghindari gejala-gejala withdrawal.

    3.

    Zat yang dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar atau

    melewati batas pemakaiannya.

    4. Adanya hasrat menetap atau ketidakberhasilan mengurangi atau

    mengendalikan pemakaian zat

    5. Adanya aktivitas yang menyita waktu untuk mendapatkan zat (misalnya

    mendatangi berbagai dokter atau sampai melakukan perjalan jauh),

    untuk menggunakan zat (merokok tiada sela) atau untuk pulih dari efek-

    efeknya.

    6. Kegiatan-kegiatan sosial yang tidak penting, pekerjaan atau rekreasi

    dilalaikan atau dikurangi karena penggunaan zat.

    7.

    Penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa problem-

    problem fisik dan fisiologis menetap atau berulang disebabkan oleh

    penggunaan zat tersebut.

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    21/31

    20

    Santrock (1999) menyebutkan jenis ketergantungan menjadi 2 jenis,

    meliputi (3):

    a.

    Ketergantungan psikologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai

    dengan stimulasi kognitif dan afektif yang mendorong konatif (perilaku).

    Stimulasi kognitif tampak pada individu yang selalu membayangkan,

    memikirkan, dan merencanakan untuk dapat menikmati zat tertentu.

    Stimulasi afektif adalah rangsangan emosi yang mengarahkankan individu

    untuk merasakan kepuasan yang pernah dialami sebelumnya. Kondisi

    konatif merupakan hasil kombinasi dari stimulasi kognitif dan afektif.

    Dengan demikian, ketergantungan psikologis ditandai dengan

    ketergantungan pada aspek-aspek kognitif dan afektif. Os termasuk dalam

    tipe ketergantungan ini, saat tidak mengonsumsi dekstro Os akan merasa

    depresi dan tidak bersemangat.

    b. Ketergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai

    dengan kecendrungan putus zat. Kondisi ini seringkali tidak mampu

    dihambat atau dihalangi pecandu mau tidak mau harus memenuhinya.

    Dengan demikian orang yang mengalami ketergantungan secara fisiologis

    akan sulit dihentikan atau dilarang untuk mengonsumsinya.

    Penyalahgunaan zat terbagi menjadi coba-coba, rekreasional, situasional

    dan ketergantungan. Pada awalnya Os masuk ke dalam kategori coba-coba

    saat dirinya diajak oleh temannya. Kemudian Os masuk ke dalam tingkatan

    situasional, Os hanya menggunakan dekstro pada saat-saat tertentu saja.

    Penggunaannya pun tidak dilakukan setiap hari. Setelah beberapa lama

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    22/31

    21

    akhirnya Os masuk ke dalam tingkatan ketergantungan. Kriteria DSM-IV TR

    dan PPDSGJ III yang terpenuhi untuk menegakkan diagnosis ketergantungan

    adalah:

    1.

    Adanya toleransi (dari 20 butir menjadi per pemakaian)

    2.

    Adanya gejala withdrawal/ putus zat (depresi, merasa tidak

    bersemangat, tidak enak badan) yang menghilang setelah

    penggunaan zat dilanjutkan.

    3. Adanya keinginan kuat menggunakan zat walaupun Os sadar

    dampaknya bagi kesehatan.

    Dekstrometorfan adalah kandungan aktif yang biasa ditemukan pada

    obat-obat batuk. Obat ini sering disalahgunakan karena efek disosiatif yang

    dimilikinya. Obat ini hampir tidak memiliki efek psikoaktif pada dosis yang

    direkomendasikan. Saat digunakan melewati dosis terapeutiknya zat ini akan

    memiliki efek disosiatif yang kuat (4).

    Pada dosis tinggi dekstrometorfan diklasifikasikan ke dalam agen

    anestetik disosiatif dan halusinogen seperti ketamin dan pensiklidin (5).

    Dekstrometorfan termasuk antagonis reseptor NMDA (N metil D aspartat)

    pada dosis tinggi akan menyebabkan efek euphoria, peningkatan mood,

    disosiasi pikiran dari tubuh dan peningkatan sensasi taktil (6,7). Umumnya

    dektrometrofan tidak menimbulkan gejala putus zat, tetapi penurunan

    mendadak dosis dekstrometrofan pada kasus ketergantungan akan

    menimbulkan gejala fisiologis dan psikologis. Efek yang ditimbulkan serupa

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    23/31

    22

    dengan efek withdrawal SSRI yaitu depresi, iritabilitas, sakit pada otot,

    perasaan tidak nyaman diperut serta kejang (8,9).

    Ketika digunakan pada dosis rendah (100-200 mg) dekstrometorfan

    menimbulkan efek euphoria. Jika dosis ditingkatkan (sekitar 400 mg)

    euphoria akan semakin meningkat disertai halusinasi. Pada dosis tinggi (600

    mg) penurunan kesadaran dapat muncul disertai gejala psikotik sementara

    dan penurunan respon sensoris (10,11)

    William E. White dalam The DXM FAQ mengelompokkan efek dosis

    tinggi dekstrometorfan ke dalam 4 atau 5 plateu. Setiap plateu memiliki

    kisaran dosis (mg/kgbb) tertentu. Pembagian efeknya adalah sebagai berikut

    (12):

    Plateu pertama : 1,5-2,5 mg/kgBB menimbulkan efek tidak mudah

    capek, meningkatnya detak jantung, suhu tubuh, emosi, euphoria, dan

    hilangnya keseimbangan tubuh.

    Plateu kedua : 2,5-7,5 mg/kgBB menimbulkan efek yang sama dengan

    plateu pertama namun disertai intoksikasi, penurunan kesadaran, perasaan

    terlepas dari dunia dan halusinasi.

    Pleteu ketiga : 2,5-7,5 mg/kgBB menimbulkan penurunan fungsi

    sensoris kesulitan mengenali orang atau objek, kebutan sementara, kesulitan

    memahami bahasa, halusinasi abstrak, penurunan waktu reaksi, kehilangan

    koordinasi motorik, gangguan memori jangka pendek dan perasaan terlahir

    kembali.

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    24/31

    23

    Pleteu keempat : 15,0 mg/kgBB atau lebih menimbulkan hilangnya

    kontrol terhadap tubuh, delusi, peningkatan denyut jantung, kebutaan total,

    dan gejala pleteu ketiga yang lebih berat.

    Pleteu sigma : 2,5-7,5 mg/kgBB setiap 3 jam selama 9-12 jam. Gejala

    psikotik disertai halusinasi visual dan akustik. Halusinasi biasanya bersifat

    tidak menyenangkan dan memaksa pecandu mengikuti perintah halusinasi

    tersebut.

    Penyalahgunaan alkohol merupakan gangguan terkait zat yang paling

    umum terjadi (13). Penyalahgunaan alkohol (alkoholisme) mengakibatkan

    berbagai manifestasi klinis, psikiatri, dan sosial. Manifestasi psikiatrik yang

    bisa timbul adalah (14) :

    Depresi : semua bentuk depresi dapat dicetuskan oleh alkohol. Sebaliknya

    depresi juga dapat memicu seseorang untuk mengonsumsi alkohol untuk

    mengurangi gejala-gejala depresi.

    Ansietas : ansietas merupakan gejala mengonsumsi alkohol berlebihan

    sebagai usaha mengurangi gejala.

    Perubahan kepribadian : penurunan standar kepekaan sosial dan perawatan

    diri.

    Disfungsi seksual : impotensi dan masalah ejakulasi.

    Halusinasi : dapat berupa auditorik maupun visual, umumnya terjadi pada

    keadaan putus zat.

    Menurut Jellinek progresifitas alkoholisme terbagi dalam 3 fase (15) :

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    25/31

    24

    1. Fase dini ditandai dengan bertambahnya toleransi terhadap alkohol,

    amnesia, timbulnya rasa bersalah karena mengonsumsi alcohol dan terhadap

    perilaku yang diakibatkannya.

    2.

    Fase krusial ditandai dengan hilngnya kendali terhadap kebiasaan

    mengonsumsi alkohol, perubahan kepribadian, kehilangan teman dan

    pekerjaan.

    3. Fase kronis ditandai kebisaan mengonsumsi alkohol di pagi hari, tremor

    serta halusinasi.

    Berbagai kondisi yang mendasari ganggan penggunaan NAPZA akan

    memengaruhi jenis pengobatan yang akan diberikan kepada pasien,

    kebijakan untuk merawat dan memulangkan pasien, hasil yang akan

    memberikan pelayanan, dan sikap terhadap perilaku pasien. Dibawah ini

    akan diuraikan beberapa model yang popular dilaksanakan pada masalah

    gangguan penggunaan NAPZA (16).

    1. Therapeuti c Communi ty -TC Model, model ini merujuk pada keyakinan

    bahwa gangguan penggunaan NAPZA adalah gangguan pada seseorang

    secara menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma perilaku diterapkan secara

    nyata dan ketat yang diyakinkan dan diperkuat dengan memberikan reward

    dan sangsi yang spesifik secara langsung untuk mengembangkan

    kemampuan mengontrol diri dan sosial/ komunitas. Pendekatan yang

    dilakukan meliputi terapi individual dan kelompok, sesi encounter yang

    intensif dengan kelompok sebaya dan partisipasi dari lingkungan

    terapeutik dengan peran yang hirarki, diberikan juga keistimewaan

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    26/31

    25

    (privileges) dan tanggung jawab. Pendekatan lain dalam program termasuk

    tutorial, pendidikan formal dan pekerjaan sehari-hari. TC model biasanya

    merupakan perawatan inap dengan periode perawatan dari dua belas

    sampai delapan belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka

    pendek.

    2. Model Medik, model ini berbasis pada biologik dan genetik atau

    fisiologik sebagai penyebab adiksi yang membutuhkan pengobatan dokter

    dan memerlukan farmakoterapi untuk menurunkan gejala-gejala serta

    perubahan perilaku. Program ini dirancang berbasis rumah sakit dengan

    program rawat inap sampai kondisi bebas dari rawat inap atau kembali ke

    fasilitas di masyarakat.

    3. Model Minnesota, model ini dikembangkan dari Hazelden Foundation

    dan Johnson Institute. Model ini fokus pada abstinen atau bebas NAPZA

    sebagai tujuan utama pengobatan. Model Minessota menggunakan

    program spesifik yang berlangsung selama tiga sampai enam minggu

    rawat inap dengan lanjutan aftercare, termasuk mengikuti program self

    help group (Alcohol Anonymous atau Narcotics Anonymous) serta

    layanan lain sesuai dengan kebutuhan pasien secara individu. Fase

    perawatan rawat inap termasuk ; terapi kelompok, terapi keluarga untuk

    kebaikan pasien dan anggota keluarga lain, pendidikan adiksi, pemulihan

    dan program 12 langkah. Diperlukan pula staf profesional seperti dokter,

    psikolog, pekerja sosial, mantan pengguna sebagai addict counselor.

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    27/31

    26

    4. Model Eklektik, model ini menerapkan pendekatan secara holistik dalam

    program rehabilitasi. Pendekatan spiritual dan kognitif melalui penerapan

    program 12 langkah merupakan pelengkap program TC yang

    menggunakan pendekatan perilaku, hal ini sesuai dengan jumlah dan

    variasi masalah yang ada pada setiap pasien adiksi.

    5. Model Multi Disiplin, program ini merupakan pendekatan yang lebih

    komprehensif dengan menggunakan komponen disiplin yang terkait

    termasuk reintegrasi dan kolaborasi dengan keluarga dan pasien

    6. Model Tradisional, tergantung pada kondisi setempat dan terinspirasi dari

    hal-hal praktis dan keyakinan yang selama ini sudah dijalankan. Program

    bersifat jangka pendek dengan aftercare singkat atau tidak sama sekali.

    Komponen dasar terdiri dari : medikasi, pengobatan alternatif, ritual dan

    keyakinan yang dimiliki oleh sistem lokal contoh : pondok pesantren,

    pengobatan tradisional atau herbal.

    7. Faith Based Model, sama dengan model tradisional hanya pengobatan

    tidak menggunakan farmakoterapi.

    Berdasarkan Kepmenkes RI No 420 tentang Pedoman Layanan Terapi dan

    Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan NAPZA berbasis rumah

    sakit, tindakan penanganan pada pasien dengan penyalahgunaan zat meliputi

    Gawat darurat NAPZADetoksifikasiRehabilitasiRawat jalan/rumatan (16).

    Pada fase gawat darurat NAPZA , hal yang umumnya dilakukan adalah

    penanganan intoksikasi opiod, benzodiazepin, dan amfetamin. Terkadang pasien

    datang dengan gejala intoksikasi alkohol dan halusinogen. Pada fase ini diberikan

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    28/31

    27

    terapi suportif pada pasien hingga keadaannya stabil. Untuk intoksikasi NAPZA

    lain seperti dekstrometrofan, fase gawat darurat NAPZA bertujuan untuk

    menangani kondisi akut termasuk gaduh gelisah.

    Pasien yang telah menunjukkan perbaikan setelah ditangani di unit gawat

    darurat dapat dilanjutkan dengan perawatan rawat inap atau detoksifikasi untuk

    kasus putus NAPZA atau berobat jalan untuk suatu kondisi yang sudah

    memungkinkan untuk pulang.

    Pada fase rawat jalan, terapi yang digunakan umumnya berfungsi untuk

    penanganan simptomatis dilakukan di rumah sakit rawat inap. Detoksifikasi

    bertujuan untuk menghilangkan gejala putus zat. Lama fase ini berkisar 1-3

    minggu tergantung jenis zat dan gejala pasien. Khusus untuk detoksifikasi heroin

    (opioid) selain simptomatis juga ada yang mempunyai pengalaman tapering off

    dengan metadon dan buprenorpin.

    Pada kasus ini, Os mendapatkan terapi kalxetin (fluxetin) 10 mg 2x1 cap.

    Kalxetin termasuk dalam antidepresan golongan SSRI. Pemberian SSRI akan

    meningkatkan kadar serotonin dalam otak sehingga dapat menurunkan kecemasan

    dan kegelisahan Os. Selain itu penggunaan SSRI dapat mengurangi gejala putus

    zat pada Os karena diduga dekstrometorfan mendadak akan menimbulkan gejala

    seperti mual, muntah, rasa tersengat listrik dan rasa sakit di otot yang serupa

    dengan gejala putus zat SSRI.

    Clozaril (clozapin) termasuk dalam golongan antipsikotik atipikal. Obat ini

    diberikan karena pada penggunaan dekstrometorfan jangka panjang dapat muncul

    gejala psikotik seperti halusinasi akustik dan visual. Selain itu penggunaan

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    29/31

    28

    antipsikosis dosis rendah dapat mengatasi gejala depresi yang biasa muncul pada

    keadaan putus zat. Vitamin B kompleks diberikan karena pada penyalahgunaan

    alkohol sering terjadi gangguan penyerapan vitamin B.

    Pada fase rehabilitasi dilakukan penyesuaian perilaku pasien agar tidak

    kembali menggunakan NAPZA. Fase rehabilitasi diawali dengan program jangka

    pendek (1-3 bulan) dengan fokus penanganan masalah medis, psokologis dan

    perubahan perilaku. Apabila program ini sukses, fase rehabilitasi dilanjutkan

    dengan aftercaredengan terapi berbasis komunitas (16).

  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    30/31

    29

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Nevid, Jeffreys, Rhatus, Sphencer dan Greene, 2002. Psikologi Abnormal,

    Jakarta: penerbit Erlangga.

    2.

    American Association, 2000. Diagnostic and statisticl manual of mental

    disorder DSM-IV-TR. New York: American Psychiatric Pub.

    3.

    John W. Santrock, 1999. Psychology: Paperback, Student Edition of

    Textbook. Philadelphia: Mc Graw Hill.

    4.

    DEA, Drugs and Chemichal of Concern: Dextromethorphan. RetrievedMaret 27, 2014, at

    http:www.deadiversion.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/summary.htm

    5. Anonymous. Dextromethorphan. Retrieved Maret 27, 2014. At

    http://www.deadiverson.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/dextro_m.htm

    l

    6.

    Wrigley, H. 2006. Former Minot Man And Internet Chemical Company

    Sentenced For Selling Designer And Misbranded Drugs And Violating

    Federal Custom Laws. Dakota : Us Attorney

    7. Erowld. DXM Effect. Retrieved Maret 27, 2014. At

    http://www.erowid.org/chemicals/dxm_effects.shtml

    8. Anonymous. DXM addiction, abuse and treatment. Retrieved Maret 27,

    2014. Athttp://www.drugsbusehelp.com/drugs/dxm/

    9. Anonymous. DXM addiction, abuse and treatment. Retrieved Maret 27,

    2014. Athttp://www.info-drug-rehab-rehab.com/dxm.html

    10.Bornstein, S; Czermak, M; Postel, J., (1968). Apropos of a case of

    voluntary medicinal intoxication with dextromethorphan hydrobromide.

    Annales Medico-Psychologiques 1 (3): 447-451. PMID 5670018.

    11.

    Dodds A, Revai E (1967). Toxic psychosis due to dextromethorphan

    Med J Aust 2: 231. Bornstein, S; Czermak, M; Postel, J., (1968). Apropos

    of a case of voluntary medicinal intoxication with dextromethorphan

    hydrobromide. Annales Medico-Psychologicues 1 (3); 447-451. PMID

    5670018

    12.White E.W. DXM FAQ. Retreived Maret 27, 2014 at

    http://www.erowid.org/chemicals/dxm/faq/dxm_experience.shtml

    http://www.deadiverson.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/dextro_m.htmlhttp://www.deadiverson.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/dextro_m.htmlhttp://www.deadiverson.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/dextro_m.htmlhttp://www.erowid.org/chemicals/dxm_effects.shtmlhttp://www.erowid.org/chemicals/dxm_effects.shtmlhttp://www.drugsbusehelp.com/drugs/dxm/http://www.drugsbusehelp.com/drugs/dxm/http://www.drugsbusehelp.com/drugs/dxm/http://www.info-drug-rehab-rehab.com/dxm.htmlhttp://www.info-drug-rehab-rehab.com/dxm.htmlhttp://www.info-drug-rehab-rehab.com/dxm.htmlhttp://www.erowid.org/chemicals/dxm/faq/dxm_experience.shtmlhttp://www.erowid.org/chemicals/dxm/faq/dxm_experience.shtmlhttp://www.erowid.org/chemicals/dxm/faq/dxm_experience.shtmlhttp://www.info-drug-rehab-rehab.com/dxm.htmlhttp://www.drugsbusehelp.com/drugs/dxm/http://www.erowid.org/chemicals/dxm_effects.shtmlhttp://www.deadiverson.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/dextro_m.htmlhttp://www.deadiverson.usdoj.gov/drugs_concern/dextro_m/dextro_m.html
  • 8/11/2019 Lapsus penyalahgunaan zat

    31/31

    13.Sadock BJ, 2007. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry 10th ed.

    Phildelpia: Lippincott Williams and Wilkins

    14.Daives T and Craig TKJ. 2009. ABC of Mental Health. Jakarta: EGC.

    15.Joewana, Satya. 2005. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan

    Zat Psikoaktif. Jakarta: EGC.

    16.Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan

    Republik Indonesia, 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik.

    Indonesia Nomer 420/Menkes/Sk/Iii/2010 Tentang Pedoman Layanan

    Terapi dan Rehabilitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan

    NAPZA berbasis Rumah Sakit.