lapsus arif serotinus (2)

40
Kata Pengantar Assalamualaikum wr wb, Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah swt atas segala nikmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul ”Kehamilan Serotinus”. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu obstetri dan ginekologi, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran untuk penyempurnaan kami perlukan, semoga telaah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua. Amin. Wassalamualaikum wr wb, Malang, Juni 2013 Penulis 1

Upload: lathifatulfikriyah

Post on 26-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Arif Serotinus (2)

Kata Pengantar

Assalamualaikum wr wb,

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah swt atas segala nikmat dan

karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat,

dan para pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul

”Kehamilan Serotinus”.

Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu obstetri dan

ginekologi, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan

saran untuk penyempurnaan kami perlukan, semoga telaah ini dapat berguna dan memberikan

manfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamualaikum wr wb,

Malang, Juni 2013

Penulis

1

Page 2: Lapsus Arif Serotinus (2)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 3

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 4

BAB II Status Obstetri dan Ginekologi 5

BAB III Tinjauan Pustaka

A. Definisi 11

B. Epidemiologi 11

C. Etiologi 12

D. Patofisiologi 13

E. Diagnosa 16

F. Pemeriksaan Penunjang 17

G. Pengelolaan 19

H. Komplikasi 25

I. Pencegahan 25

BAB III Penutup

1. Kesimpulan 26

2. Saran 27

Daftar pustaka 28

2

Page 3: Lapsus Arif Serotinus (2)

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pengetahuan tentang usia gestasi janin penting untuk diketahui pada setiap kehamilan

terutama jika kehamilan tersebut bermasalah untuk menghindari kesalahan dalam pengelolaan

selanjutnya. Usia gestasi janin dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Naegele, dimana

tanggal persalinan yang diperkirakan didapat dari tanggal HPHT ditambah 7, bulan dikurangi

3 dan tahun ditambah 1. Untuk itu dipastikan bahwa siklus haid teratur, lama haid dalam batas

normal dan perdarahan haid terakhir bulan merupakan akibat dari metode kontrasepsi yang

digunakan sebelum kehamilan.

Usia kehamilan atau usia gestasi janin pada umumnya berlangsung selama 40 minggu atau

280 hari, jika dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Perhitungan ini, dengan

simpang baku sekitar 2 minggu, dengan asumsi bahwa ovulasi dan konsepsi terjadi pada hari

ke 14 dari siklus hais, dimana siklus haid umunya berlangsung selama 28 hari.

Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294 hari)

atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Pada umumnya

KLB dianggap berkaitan erat dengan kesakitan pada janin maupun ibunya. Terdapat dua

pilihan macam pengelolaan KLB yaitu dengan pengelolaan aktif/progresif dengan melakukan

induksi persalinan secara rutin pada umur kehamilan 41 atau 42 minggu, atau pengelolaan

ekpektatif/pasif dengan pemeriksaan kesejahteraan janin dan induksi persalinan dilakukan

apabila serviks sudah matang atau timbul komplikasi obstetri yang menjadi indikasi untuk

mengakhiri kehamilan.

2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana etiologi dan patofisiologi pada kehamilan lewat bulan?

Bagaimana diagnosis dan pengelolaan pada kehamilan lewat bulan?

3. TUJUAN

Mengetahui etiologi dan patofisiologi pada kehamilan lewat bulan.

Mengetahui cara mendiagnosis dan pengelolaan pada kehamilan lewat bulan.

3

Page 4: Lapsus Arif Serotinus (2)

4. MANFAAT

Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu kebidanan dan

kandungan pada khususnya

Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan

klinik bagian ilmu kebidanan dan kandungan

4

Page 5: Lapsus Arif Serotinus (2)

BAB II

STATUS PASIEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

I. IDENTITAS PASIEN

No. Reg : 322101

Identitas pribadi :

Nama penderita : Ny. S Nama Suami : Tn. S

Umur penderita : 36 tahun Umur suami : 40 tahun

Alamat : Ngajum

Pekerjaan penderita : Swasta Pekerjaan suami : Swasta

Pendidikan penderita : SLTA Pendidikan suami : SLTA

Anamnesa :

1. Masuk rumah sakit tanggal : 10 Juni 2013

2. Keluhan utama : Hamil 42 minggu belum melahirkan terasa kenceng-kenceng

3. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang pada tanggal 10-6-2013 dengan keluhan

perut kenceng- kenceng mulai 2 minggu yang lalu, kemarin pada jam 16.00 periksa ke

bidan, pada pemeriksaan ditemukan portio menutup, dan umur kehamilan telah lewat

bulan yaitu 42-43 Minggu.

4. Riwayat kehamilan yang sekarang : Ini merupakan kehamilan keempat pasien, pada

saat trisemester I & II tidak ada keluhan, mual muntah (+). Pasien rutin kontrol

kehamilan di bidan 1x tiap bulan, kehamilan 9 bulan 4x dalam sebulan.

5. Riwayat menstruasi : Menarche umur 15 tahun, menstruasi teratur tiap bulan dengan

lama sekitar 6-7 hari, HPHT 15-08-2012, TPL 22-05-2013.

6. Riwayat perkawinan : pasien menikah 2 x, lama pernikahan yang sekarang 3 tahun,

umur pertama menikah 17 tahun.

7. Riwayat persalinan sebelumnya :

Anak 1 = Saat umur 17 tahun pasien melahirkan anak laki-laki, lahir normal di bidan

dengan UK 39-40 minggu. BBJ= 3000 gram. Coitus (-), jatuh (-), kuret (-), di bidan.

Anak 2 = Saat umur 22 tahun pasien melahirkan anak laki-laki, lahir normal di bidan

dengan UK 39-40 minggu. BBJ = 2600 gram.

5

Page 6: Lapsus Arif Serotinus (2)

Anak 3 = Saat umur 25 tahun pasien keguguran, UK 8-9 minggu. Coitus (-), jatuh (-),

kuret (-)

Anak 4: hamil ini

8. Riwayat penggunaan kontrasepsi : Pil , selama 1 tahun

9. Riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami : -

10. Riwayat penyakit keluarga : -

11. Riwayat kebiasaan dan sosial : sosial menengah ke bawah, kebiasaan : pijat (-), jamu

(-).

12. Riwayat pengobatan yang telah dilakukan : Pasien mendapat vitamin dari bidan.

Pemeriksaan fisik

A. Status present

Keadaan umum : kesadaran compos mentis

Tekanan darah : 110/80 Nadi : 100x/menit

Suhu: 35,9°C Jumlah pernapasan : 18x/menit

B. Pemeriksaan umum

Kulit : normal

Kepala :

Mata : anemi (-/-) ikterik (-/-) odem palpebra (-/-)

Wajah : simetris

Mulut : kebersihan gigi geligi kurang stomatitis (-)

hiperemi faring (-) pembesaran tonsil (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe di leher (-)

pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax :

Paru :

Inspeksi : hiperpigmentasi areola mammae (+) ASI (-)

pergerakan pernapasan simetris tipe pernapasan normal

retraksi costa -/-

Palpasi : teraba massa abnormal -/- pembesaran kelenjar axila -/-

Perkusi : sonor +/+ hipersonor -/- pekak -/-

Auskultasi : vesikuler +/+ suara nafas menurun -/-

6

Page 7: Lapsus Arif Serotinus (2)

wheezing -/- ronki -/-

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : thrill -/-

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : denyut jantung S1(+) S2(+) reguler

Abdomen :

Inspeksi : flat -/-, distensi -/-, gambaran pembuluh darah kolateral -/-

Palpasi : pembesaran organ -/- nyeri tekan -/-

teraba massa abnormal -/-

Perkusi : timpani

Auskultasi : suara bising usus +/+ metallic sound -/-

Ekstremitas : odem -/-

C. Status obstetri

Pemeriksaan luar

Leopold I : diatas bulat, besar, lunak, kurang lenting

Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah procesus xiphoideus

Bagian teratas dari janin : bokong

Leopold II : Tahanan memanjang disebelah kiri

Punggung janin : sebelah kiri Tunggal/gemelli : tunggal

Leopold III : Di bagian bawah teraba bulat, besar, keras

Bagian terendah dari janin : kepala

Leopold IV : Di bagian bawah teraba bulat, besar, keras

Bagian terendah janin belum masuk ke PAP

Bunyi jantung janin : 145x/menit, regular

Ukuran panggul luar (jika diperlukan) : -

Pemeriksaan Dalam

Vulva / vagina : Taa

Pembukaan waktu his : -

Penipisan portio : -(menutup)

Ketuban : -

7

Page 8: Lapsus Arif Serotinus (2)

Ringkasan :

Anamnesa : Pasien datang pada tanggal 10-6-2013 dengan keluhan perut kenceng- kenceng

mulai 2 minggu yang lalu, kemarin pada jam 16.00 periksa ke bidan, pada pemeriksaan

ditemukan portio menutup, dan umur kehamilan telah lewat bulan yaitu 42-43 Minggu.

Pemeriksaan fisik : keadaan umum : kesadaran compos mentis, tekanan darah : 110/80 nadi :

100x/menit, suhu: 35,9°C, pernapasan : 18x/menit

Pemeriksaan obstetric luar :

Leopold I : diatas bulat, besar, lunak, kurang lenting

Tinggi fundus uteri : 3 jari dibawah procesus xiphoideus

Bagian teratas dari janin : bokong

Leopold II : Tahanan memanjang disebelah kiri

Punggung janin : sebelah kiri Tunggal/gemelli : tunggal

Leopold III : Di bagian bawah teraba bulat, besar, keras

Bagian terendah dari janin : kepala

Leopold IV : Di bagian bawah teraba bulat, besar, keras

Bagian terendah janin belum masuk ke PAP

Bunyi jantung janin : 145x/menit, regular

Pemeriksaan obstetric dalam : Vulva / vagina : taa, pembukaan portio (-)

Diagnosa : GIVP2002Ab100 belum inpartu umur kehamilan 42-43 minggu dengan

kehamilan postterm

Rencana tindakan :

1. Observasi

2. IVFD RL 20tpm

3. DC

4. pro SC

8

Page 9: Lapsus Arif Serotinus (2)

Lembar Follow Up

Nama pasien : Ny. S

Ruang kelas : IRNA B

Dignose : GIVP2002Ab100 belum inpartu umur kehamilan 42-43 minggu

Tanggal/jam Catatan Observasi Keterangan

10 Juni 2012

11 Juni 2012

14 Juni 20112

S : Periksa kehamilan

O : T : 110/80 mmHg

N : 100x/menit,

S : 35,9 °C

DJJ :140 x/mnt

A : GIV P2002 AB100 dengan

Kehamilan Serotinus

P : IVFD RL 20 tpm

DC

Pro SC

S : Pasien post operasi SC MOW

O : T : 110/70 mmHg

N : 80 x/menit,

S : 36,4 °C

A : P3003 AB100 post SC

P : IVFD RL 20 tpm

Injeksi ceftazidime 3x1

Injeksi ketorolac 2x1

S : sakit di tempat bekas

operasi, buang angin (+),

ASI (+).

O : T : 120/70 mmHg

N: 80 x/menit

Laboratorium :

Hb 11,9 g/dL

Leukosit 10.350

sel/cmm

Trombosit 336.006

sel/cmm

Hct 35 %

Masa perdarahan 1’30’’

Masa pembekuan 9’00’’

GDS=70

SC jam 09.18

Perempuan, A-S 7-8

BB/PB: 3550/54

LK/LD/LLA:

33/33,5/11

Caput (-)Anus (+) Cacat

(-)

Ketuban jernih

Tanda serotinus (-)

9

Page 10: Lapsus Arif Serotinus (2)

S : 36,8°C

A : P3003 AB100 post

SC MOW hari ke-3.

P : IVFD RL 20 tpm

Injeksi ceftazidime 3x1

Injeksi ketorolac 2x1

LAPORAN KELUAR RUMAH SAKIT

KRS tanggal : 10 Des 2011

Keadaan ibu waktu pulang : keadaan umum cukup, tekanan darah110/80 mmHg

Fundus uteri : TFU 3 jari diatas simpisis pubis

His : -

PPV : +

BJA : -

Gerak janin : -

Diagnose saat pulang : P4004Ab100 Post SC MOW

Kondisi Janin :

Lahir SC d/I Serotinus

Tgl 11 Juni 2013

Jam 09.18

Jenis kelamin perempuan

A-S 7-8

BB/PB: 3550/54

LK/LD/LLA: 33/33,5/11

Caput (-)

Anus (+)

Cacat (-)

Ketuban jernih

Tanda serotinus (-)

10

Page 11: Lapsus Arif Serotinus (2)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294

hari) atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Beberapa

penulis juga menyatakan KLB sebagai kehamilan melebihi 42 minggu. Jika ditinjau dari segi

bayi yang dilahirkan maka lebih dianjurkan menggunakan istilah postmatur, dimana istilah ini

merujuk pada fungsi. Jika ditinjau dari segi bayi, maka usia gestasi dilihat dengan memeriksa

tanda-tanda fisik dan laboratorium yang ditemukan pada bayi dan dengan melakukan

penilaian menurut score maturity rating. Istilah kehamilan lewat bulan mempunyai beberapa

sinonim yaitu: post-term pregnancy, kehamilan postdatisme, prolonged pregnancy, extended

pregnancy, kehamilan postmatur, kehamilan serotinus, late pregnancy, post maturity

pregnancy.

Beberapa istilah yang perlu dimengerti antara lain: janin aterm adalah janin pada

kehamilan minggu ke 38-42 setelah HPHT, dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah

HPHT. Preterm dimaksudkan untuk kehamilan dan janin adalah saat sebelum minggu ke 38

dari HPHT, sedangkan bayi prematur adalah bayi yang lahir pada minggu ke 37 atau kurang.

Prematuritas adalah bayi yang lahir hidup dengan berat badan 2.500 gram atau kurang. Istilah

postmature sering digunakan secara keliru sebagai kehamilan yang terus berlangsung melewai

taksiran persalinan. Sebenarnya istilah tersebut digunakan bagi bayi baru lahir dari KLB yang

terbukti terjadi gangguan nutrisi intra uterin dan bayi lahir dengan dismature yaitu dengan

adanya tanda-tanda sindroma postmaturitas.

B. EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian KLB rata-rata 10%, bervariasi antara 3,5%-14% dan 4%-7,3%

diantaranya kehamilan berlangsung melebihi 43 minggu. Perbedaan yang lebar ini disebabkan

perbedaan dalam menentukan umur kehamilan berdasarkan definisi yang dianut, populasi dan

kriteria dalam penentuan umur kehamilan. Karena pada umumnya umur kehamilan

diperhitungkan dengan rumus Naegle, sehingga masih ada faktor kesalahan pada penentuan

siklus haid dan kesalahan dalam perhitungan.

11

Page 12: Lapsus Arif Serotinus (2)

Dengan adanya ultrasonografi maka angka kejadian KLB dari 7,5% berdasarkan HPHT

turun menjadi 2,6% berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi secara dini (pada umur

kehamilan 12-18 minggu) dan turun menjadi 1,1% bila diagnosis ditegakkan berdasarkan

HPHT dan ultrasonografi. Saito dkk dalam penelitian terhadap 110 pasien yang taksiran

tanggal ovulasi diketahui berdasarkan suhu basal, angka kejadian KLB adalah 11%

berdasarkan HPHT dibandingkan 9% berdasarkan tanggal ovulasi.

Menurut Shime et al makin lama janin berada dalam kandungan, maka makin besar

resiko gangguan berat atau asfiksia yang akan dialami janin dan bayi baru lahir demikian juga

ibu. Menurut Eastman, jika dipakai batasan umur kehamilan 43 minggu maka angka kejadian

KLB sebesar 4% saja, sedangkan jika dipakai batasan umur kehamilan 42 minggu maka

angka kejadian KLB sebesar 12%. Tapi mengingat resiko yang dihadapi oleh janin dan ibu,

maka batasan yang digunakan adalah umur kehamilan 42 minggu atau lebih. Untuk itu

penderita perlu dirawat karena termasuk kehamilan resiko tinggi.

C. ETIOLOGI

Terjadinya KLB sampai sekarang belum jelas diketahui, beberapa teori dicoba untuk

menjelaskan terjadinya KLB. Secara umum teori-teori tersebut menyatakan KLB terjadi

karena adanya gangguan terhadap timbulnya persalinan. Menjelang persalinan terjadi

penurunan hormon progesteron, peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin,

tetapi yang paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang menyebabkan

his adekuat.

Secara garis besar penyebab terjadinya KLB dari beberapa teori tersebut di atas dapat

dirangkum:

1. HPHT tidak jelas terutama pada ibu-ibu yang tidak melakukan pemeriksaan

antenatal yang teratur dan berpendidikan rendah.

2. Ovulasi yang tidak teratur dan adanya variasi waktu ovulasi oleh karena sebab

apapun.

3. Kehamilan ekstrauterin.

4. Riwayat KLB sebelumnya, sebesar 15% beresiko untuk mengalami KLB.

5. Penurunan kadar estrogen janin, dapat disebabkan karena:

- Kurangnya produksi 16-a-hidroksidehidroeplandrosteron-sulfat (prekursor

estrogen) janin, yang sering ditemukan pada anensefalus.

12

Page 13: Lapsus Arif Serotinus (2)

- Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofisis janin yang dapat mengakibatkan

penurunan produksi prekursor estriol sintesis.

- Defisiensi sulfatase plasenta, yang merupakan x-linked inherited disease yang

bersifat resesif, sehingga pemecahan sulfat dari dehidroandrosteron sulfat tidak

terjadi

6. Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin serta peningkatan

reseptor oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi uterus yang kuat, yang

paling berperan adalah prostaglandin.

7. Nwotsu et al menemukan bahwa kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta dan

rendahnya kadar kortisol dalam darah janin akan menimbulkan kerentanan terhadap

tekanan dari miometrium sehingga tidak timbul kontraksi.

8. Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan penyimpanan

glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan penyedia asam arakidonat

pada pembentukan konversi prostaglandin.

9. Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan, diduga gangguan yang

menyebabkan tidak adanya tekanan pada pleksus Frankenhauser oleh bagian tubuh

janin, oleh sebab apapun, dapat mengakibatkan terjadinya KLB.

D. PATOFISIOLOGI

1) Sindrom Postmatur

Deskripsi Clifford 1954 tentang bayi postmatur didasarkan pada 37 kelahiran secara

tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Ia membagi postmatur menjadi

tiga tahapan:

Stadium 1: cairan amnion jernih, kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi

berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.

Stadium 2: kulit berwarna hijau, disertai mekonium.

Stadium 3: kulit menjadi berwarna kuning-hijau pada kuku, kulit dan tali pusat.

Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas. Gambaran ini berupa kulit

keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukkan pengurasan energy, dan

maturitas lanjut karena bayi tersebut bermata terbuka, tampak luar biasa siaga, tua dan cemas.

Kulit keriput dapat amat mencolok di telapak tangan dan telapak kaki. Kuku biasanya cukup

panjang. Kebanyakan bayi postmatur seperti itu tidak mengalami hambatan pertumbuhan

karena berat lahirnya jarang turun di bawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Namun,

13

Page 14: Lapsus Arif Serotinus (2)

dapat terjadi hambatan pertumbuhan berat, yang logisnya harus sudah lebih dahulu terjadi

sebelum minggu 42 minggu lengkap.banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang

sakit berat akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Beberapa bayi yang bertahan hidup

mengalami kerusakan otak.

Insiden sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, 43 minggu masing-masing belum

dapat ditentukan dengan pasti. Shime dkk (1984), dalam satu diantara segelintir laporan

kontemporer tentang kronik postmatur, menemukan bahwa sindrom ini terjadi pada sekitar

10% kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33% pada 44 minggu.

Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.

Trimmer dkk (1990) mendiagnosis oligohidramnion bila kantung cairan amnion vertical

maksimum pada USG berukuran 1 cm atau kurang pada gestasi 42 minggu dan 88% bayi

adalah postmatur.

2) Disfungsi Plasenta

Clifford (1954) mengajukan bahwa perubahan kulit pada postmatur disebabkan oleh

hilangnya efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis keduanya yang terus mempengaruhi

konsep-konsep kontemporer menghubungkan sindrom postmaturitas dengan penuaan

plasenta. Namun Clifford tidak dapat mendemonstrasikan degenerasi plasenta secara

histologis. Memang, dalam 40 tahun berikutnya tidak ditemukan perubahan morfologis dan

kuantitatif yang signifikan. Smith and Barker (1999) baru-baru ini melaporkan bahwa

apoptosis plasenta meningkat secara signifikan pada gestasi 41 sampai 42 minggu lengkap

dibanding dengan 36 sampai 39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut tidak jelas sampai

sekarang.

Jazayeri dkk (1998) meneliti kadar eritropoetin plasma tali pusat pada 124 neonatus

tumbuh normal yang dialhirkan dari usia gestasi 37 sampai 43 minggu. Mereka ingin menilai

apakah oksigenasi janin terganggu, yang mungkin disebabkan oleh penuaan plasenta, pada

kehamilan yang berlanjut melampaui waktu seharusnya. Penurunan tekanan parsial oksigen

adalah satu-satunya stimulator eritropoetin yang diketahui. Setiap wanita yang diteliti

mempunyai perjalanan persalinan dan perlahiran nonkomplikata tanpa tanda-tanda gawat

janin atau pengeluaran mekonium. Kadar eritropoetin plasma tali pusat menindkat secara

signifikan pada kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada skor

apgar dan gas tali darah pusat yang abnormal pada bayi-bayi ini, penulis menyimpulkan

bahwa ada penurunan oksigenasi janin pada sejumlah kehamilan postterm.

14

Page 15: Lapsus Arif Serotinus (2)

Janin postterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa

besar pada saat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukkan bahwa fungsi plasenta tidak

terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat

adalah ciri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu. Nahum dkk (1995) baru-baru ini

memastikan bahwa pertumbuhan janin terus berlangsung sekurang-kurangnya sampai 42

minggu.

3) Gawat Janin dan Oligohidramnion

Alasan-alasan utama meningkatnya resiko pada janin postterm dijelaskan oleh Leveno

dkk. Mereka melaporkan bahwa bahaya pada janin intrapartum merupakan konsekuensi

kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion.

Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42

minggu. Mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion

yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada

sindrom aspirasi mekonium.

Trimmer dkk (1990) mengukur produksi urin janin tiap jam dengan menggunakan

pengukuran volume kandung kemih ultrasonic serial pada 38 kehamilan dengan usia gestasi

42 minggu atau lebih. Produksi urin yang berkurang ditemukan menyertai oligohidramnion.

Namun, ada hipotesis bahwa aliran urin janin yang berkurang mungkin merupakan akibat

oligohiramnion yang sudah ada dan membatasi penelanan cairan amnion oleh janin. Velle dkk

(1993) dengan menggunakan bentuk-bentuk gelombang Doppler berdenyut, melaporkan

bahwa aliran darah ginjal janin berkurang pada kehamilan postterm dengan oligohidramnion.

4) Pertumbuhan Janin Terhambat

Hingga kini makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan yang seharusnya

tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Morbiditas dan mortalitas meningkat secara

signifikan pada bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan . seperempat kasus lahir mati

yang terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan

yang jumlahnya relative kecil.

E. DIAGNOSA

Dalam menegakkan diagnosis KLB sering kita mengalami kesulitan, terutama jika

dihadapkan pada penderita yang tidak mengetahui/memperhatikan siklus haidnnya. Karena itu

banyak diagnosis KLB yang terjadi hanya 10% menunjukkan bayi yang sesuai.

15

Page 16: Lapsus Arif Serotinus (2)

Diagnosis yang tepat bagi KLB memerlukan penentuan HPHT secara hati-hati dan

pemeriksaan klinis awal serta pemeriksaan ultrasonografi untuk mencocokan tanggal haid

terakhir. Penentuan saat terjadi konsepsi adalah sangat penting dalam mengurangi kesalahan

diagnosis KLB dan membantu menentukan kapan resiko kehamilan meningkat. Taksiran

persalinan dianggap dapat lebih diyakini bila umur kehamilan dapat ditentukan secara akurat

pada awal kehamilan.

Untuk menegakkan diagnosis KLB, perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang

teliti, dapat dilakukan saat antenatal maupun postnatal. Anamnesis dan pemeriksaan yang

perlu dilakukan dalam menegakkan diagnosis KLB antara lain:

1. Riwayat haid

2. Denyut jantung janin

3. Gerakan janin

4. Pemeriksaan ultrasonografi

5. Pemeriksaan radiologi

6. Pemeriksaan sitologi

Menurut pernoll, digunakan beberapa parameter, dianggap KLB jika 3 dari 4 kriteria

hasil pemeriksaan ditemukan, yaitu:

1. Telah lewat 36 minggu sejak tess kehamilan urin dinyatakan positif

2. Telah lewat 32 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan

menggunakan fetalphone Doppler.

3. Telah lewat 24 minggu sejak ibu merasakan aktivitas/gerakan janin (quickening)

4. Telah lewat 22 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan

menggunakan stetoskop Laennec.

Parameter yang dapat membantu penentuan umur kehamilan adalah tanggal saat

pertama kali tes kehamilan positif (+_ UK 6 minggu) persepsi ibu akan adanya gerakan janin

(quickening) pada UK 16-18 minggu, waktu saat detk jantung janin pertama kali terdengar

(10-12 minggu dengan fetal phone/Doppler dan 19-20 minggu dengan fetoskop)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan sebagai gold standar dalam membantu

menentukan UK. Ketepatan pemeriksaan ultrasonografi berubah seiring dengan lamanya

umur kehamilan saat diperiksa. Pada trimester I, parameter yang paling sering dipakai adalah

panjang puncak kepala-bokong (CRL=Crown-Rump Lenght), sedangkan pada trimester

16

Page 17: Lapsus Arif Serotinus (2)

kedua digunakan diameter biparetal (BPD-Biparetal Diameter), lingkar kepala (HC=Head

Circumference) dan panjang femur (FL=Femur Lenght).

Berdasarkan pengukuran CRL, 90% dengan interval kepercayaaan ± 3 hari. BPD

sampai UK 20 minggu memeiliki ketepatan 90% interval kepercayaan ± 8 hari, tetapi antara

UK 18-24 minggu ketepatan 90% dengan interval kepercayaan ± 12 hari. Pengukuran BPD

dan FL pada trimester ketiga masing-masing ketepatannya ± 21 hari dan ± 16 hari. Panjang

femur pada umumnya dipakai sebagai pedoman pada UK 14 minggu, dan bila digunakan

sebelum UK 20 minggu ketepatannya ± 7 hari. Waktu yang paling baik untuk konfirmasi UK

dengan ultrasonografi adalah antara 16-20 minggu. Bila perkiraan UK dengan perhitungan

berdasarkan HPHT berbeda lebih dari 10-12 hari dibandingkan pemeriksaan ultrasonografi

tersebut.

Pemeriksaan laboratorium juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa kehamilan

lewat bulan.

Kadar lesitin/spingomielin

Bila lesitin/spongiomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur kehamilan

sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spongiomielin 28-32 minggu, pada kehamilan

genap bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan

kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah janin cukup

umur/matang untuk dialhirkan yang berkaitan mencegah kesalahan dalam tindakan

pengakhiran kehamilan.

Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)

Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah.

Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42

minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu

didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA antara 42-46 detik

menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.

Sitologi cairan amnion

Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemah dalam cairan amnion. Bila jumlah sel

yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila

50% atau lebih, maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.

Sitologi vagina

17

Page 18: Lapsus Arif Serotinus (2)

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai sensitivitas 75%. Perlu

diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.

Tabel 1. Umur kehamilan menurut terlihatnya inti penulangan

Inti penulangan Umur kehamilan (minggu)

Kalkaneus

Talus

Femur distal

Tibia proksimal

Kuboid

Humerus proksimal

Korpus kapitatum

Korpus hamitatum

Kuneiformis ke-3

Femur proksimal

24-26

26-28

36

38

38-40

38-40

≥ 40

≥ 40

≥ 40

≥ 40

Tabel 2. Gambaran sitologi hormonal kehamilan mendekati genap bulan, genap bulan dan KLB

Sitologi Mendekati genap bulan Genap bulan Lewat bulan

Kelompok dan lipatan sel

Sel navikular

Penyebaran sel tersendiri

Sel superficial tersendiri

Sel intermediate tersendiri

Sel basal eksterna tersendiri

Indeks piknotik

Indeks eosinofil

Sel radang

++

+++

+

0

+

0

< 10%

1%

+

+/0

+/0

++/+++

++

++

0

15-20%

2-15%

+

0

0

+++

+++

+/0

++

>20%

10-20%

++

G. PENGELOLAAN

Terdapat dua pendapat dalam pengelolaan KLB yaitu:

1. Pengelolaan ekspektatif/konservatif/pasif

2. Pengelolaan aktif

Pertimbangan dalam pengelolaan pasif adalah dengan mengingat beberapa hal:

18

Page 19: Lapsus Arif Serotinus (2)

a) Usia gestasi tidak selalu diketahui dengan benar, sehingga janin mungkin kurang

matur.

b) Sulit untuk mengidentifikasi dengan jelas apakah janin akan meninggal atau akan

mengalami morbiditas serius jika tetap dipertahankan.

c) Mayoritas janin lahir dalam keadaan baik.

d) Induksi persalinan tidak selalu berhasil.

e) Bedah Caesar meningkatkan resiko morbiditas ibu, bukan hanya pada kehamilan ini,

tapi juga kehamilan berikutnya.

Tapi mengingat resiko untuk terjadinya kegawatan pada janin cukup besar, dimana resiko

kematian janin dapat terjadi setiap saat antepartum, intrapartum maupun pasca persalinan,

maka dianjurkan pengelolaan secara aktif dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:

a) Terjadinya oligohidramnion tidak dapat diramalkan, bahkan dapat terjadi dalam 24

jam setelah dilakukan pemeriksaan, dimana ditemukan indeks cairan amnion cukup.

b) Induksi persalinan tidak meningkatkan angka bedah Caesar.

c) Resiko morbiditas dan mortalitas yang dihadapi janin cukup besar, dengan makin

lamanya kehamilan berlangsung.

1. Pengelolaan ekspektatif

Kehamilan dibiarkan berlangsung sampai 42 minggu dan seterusnya sampai terjadi

persalinan spontan sepanjang hasil uji kesejahteraan janin masih baik. Induksi dilakukan bila

terjadi: skor Bishop >5 (matang) atau terdapat indikasi obstetri untuk mengakhiri kehamilan

antara lain bila tes tanpa tekanan hasilnya abnormal.

Sejak UK 42 minggu dilakukan uji kesejahteraan janin. Uji kesejahteraan janin dapat

menggunakan metode tes tekanan darah oksitosin CST (contraction stress test) atau tes tanpa

tekanan NST (non stress test), profil biofisik, rasio estrogen-kretinin ibu.

Untuk negara berkembang, Thongsong (1999) mengusulkan pemeriksaan profil biofisik

secara cepat (rapid biophysic profile) yang terdiri atas pemeriksaan gerakan janin yang

terprovokasi suara (sound-provoked foetal movement) dan pengukuran indeks air ketuban

(amnion fluid index=AFI), keduanya dilakukan dengan menggunakan ultrasonografi.

Rapid biophysic profile memiliki kelebihan: sederhana, murah, interpretasi hasil lebih

mudah, waktu yang diperlukan lebih pendek, dan apabila dibandingkan dengan profile

biofisik yang lengkap (NST dan AFI) serta 3 komponen gerakan spontan janin yaitu gerak

19

Page 20: Lapsus Arif Serotinus (2)

nafas, gerak janin dan tonus janin) maupun profil biofisik yang telah dimodifikasi (hanya

NST dan AFI) memiliki ketepatan yang hampir sama.

2. Pengelolaan aktif

Pengelolaan aktif adalah upaya untuk menimbulkan persalinan pada setiap kehamilan

sebelum terjadi kehamilan lewat bulan atau pada UK 42 minggu. Sehingga didapatkan

perbedaan mengenai kapan dilakukan induksi persalinan: pada UK 41 minggu atau 42

minggu. Beberapa penulis menganjurkan suatu tindakan aktif dengan melakukan induksi

persalinan pada UK 41 minggu untuk menghindari kemungkinan akibat buruk dari KLB.

Pada umur kehamilan 41 minggu bila serviks belum matang, maka dialkukan uji

kesejahteraan janin dan dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu.

Vorherr mengusulkan pengelolaan yang individualistik, tidak terpaku pada ketentuan baku

pengelolaan aktif dengan melakukan induksi secara rutin atau pengelolaan ekspektatif.

Pemilihan cara pengelolaan tergantung keadaan klinis, riwayat obstetri, kematangan serviks

dan kesejahteraan janin.

Untuk menentukan pengelolaan perlu dengan jelas diketahui umur kehamilan,

berdasarkan itu pengelolaan KLB dapat ditentukan dengan:

Umur kehamilan diketahui dengan jelas

Jika umur kehamilan dapat diketahui dengan jelas, maka pengelolaan KLB dapat

dilakukan secara pasif. Pengelolaan secara pasif dimana penderita dirawat untuk kemudian

dilakukan pemeriksaan elektronik dan ultrasonografi, untuk melihat kesejahteraan janin,

dengan uji tanpa tekanan (NST). Menurut Benedetti dan Easterling selama uji menunjukkan

hasil normal, dianggap janin terganggu minimal dan tidak dianjurkan dilahirkan. Dengan

mengadakan pemantauan kesejahteraan janin secara serial, maka selama masih dalam keadaan

baik, persalinan dapat ditunggu hingga timbul spontan. Sedangkan secara aktif dengan

melakukan induksi persalinan. Dan jika dalam pemantauan terjadi kegawatan janin maka

dapat diakhiri sesuai dengan indikasi obstetri yang ditemukan.

Umur kehamilan tidak jelas

Jika umur kehamilan tidak diketahui dengan jelas, dianjurkan untuk melakukan

pengelolaan KLB secara pasif/konservatif. Selama kehamilan dilakukan pemeriksaan

kesejahteraan janin secara serial. Intervensi baru dilakukan jika ditemukan gangguan pada

janin berupa kurangnya cairan amnion (oligohidramnion) dan atau gerak janin yang

20

Page 21: Lapsus Arif Serotinus (2)

berkurang. Bentuk intervensi yang dilakukan tergantung indikasi obstetri pada saat itu.

Selama tidak terjadi gangguan pada janin, maka persalinan dapat ditunggu untuk terjadi

secara spontan.

Induksi Persalinan

Induksi persalinan merupakan berbagai macam tindakan untuk menimbulkan

dimulainya persalinan atau merangsang timbulnya his pada ibu hamil yang belum inpartu.

Induksi persalinan merupakan salah satu teknik yang sering digunakan pada pengelolaan

persalinan. Di amerika 16% persalinan pada tahun 1997 dilakukan dengan induksi persalinan

dengan berbagai indikasi. Bahkan pada akhir-akhir ini terjadi penurunan agka bedah caesar

dan angka induksi persalinan meningkat.

Coonrod et al dalam studi retrospektifnya menemukan angka induksi persalinan sebesar

20,3%. Bahkan angka induksi persalinan pada bekas bedah Caesar mencapai 38,4% dan

induksi persalinan dapat dilakukan pada umur kehamilan 37-42 minggu. Untuk keberhasilan

induksi persalinan, umumnya dilakukan pemeriksaan kematangan serviks dengan sistem skor

menurut Bishop.

Induksi persalinan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik operatif/tindakan maupun

dengan menggunakan obat-obatan/medisinal. Untuk menentukan cara induksi persalinan yang

dipilih beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, perlu dipertimbangkan yaitu: paritas,

kondisi serviks, keadaan kulit ketuban dan adanya parut uterus.

Tabel 3. Sistem skoring menurut Bishop

Kriteria 0 1 2 3

Dilatasi serviks (cm)

Pendataran serviks (%)

Penurunan kepala dari H III (cm)

Konsistensi serviks

Posisi serviks

0

0-30

-3

Keras

Posterior

1-2

40-50

-2

Sedang

Medial

3-4

60-70

-1 – (0)

Lunak

Anterior

5-6

80

+1 – (+2)

Induksi persalinan secara operatif/tindakan, yaitu:

Melepas kulit ketuban dari bagian bawah rahim

Amniotomi

21

Page 22: Lapsus Arif Serotinus (2)

Rangsangan pada puting susu

Stimulasi listrik

Pemberian bahan-bahan ke dalam rahim/rektum dan hubungan seksual

Induksi persalinan secara medisinal, yaitu:

Tetes oksitosin

Pemakaian prostaglandin

Cairan hipertonik intrauterin/extra-amniotic normal saline.

Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan bermacam-macam indikasi, dapat karena

indikasi dari ibu maupun dari janin.

Indikasi ibu:

Kehamilan dengan hipertensi

Kehamilan dengan diabetes melitus

Perdarahan antepartum tanpa kontaindikasi persalinan pervaginam

Indikasi janin:

Kehamilan lewat bulan

Ketuban pecah dini

Kematian janin dalam rahim

Pertumbuhan janin terhambat

Isoimunisasi-Rhesus

Kelainan kongenital mayor

Kontraindikasi

Pada keadaan ini induksi persalinan tidak dapat dilakukan, atau jika terpaksa dilakukan

diperlukan pengamatan yang sangat berhati-hati:

Malposisi dan malpresentasi janin

Insufisiensi plasenta

Disproporsi sefalopelvik

Cacat rahim

Grandemultipara

Gemeli

Distensi perut berlebihan

Plasenta previa

22

Page 23: Lapsus Arif Serotinus (2)

Komplikasi induksi persalinan

Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi persalinan meupun setelah bayi

lahir. Pada penggunaan infus oksitosin dianjurkan untuk meneruskan pemberian hingga 4 jam

setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan adalah:

Hiponatremia

Atonia uteri

Hiperstimulasi

Fetal distress

Prolaps tali pusat

Solusio plasenta

Ruptura uteri

Hiperbilirubinemia

Perdarahan postpartum

Kelelahan ibu dan krisis emosional.

Infeksi intrauterin.

Tabel 4. Penanganan Kehamilan Postterm

Kategori Kehamilan postterm tanpa kelainan

Kehamilan postterm dengan kelainan

Penilaian:- Skor bishop- Pemantauan janin- Letak janin

Skor Bishop >5Baiknormal

Skor Bishop <5Ada kelainanAda kelainan

PENANGANANPolindes dan Puskesmas Penilaian umur kehamilan

Riwayat obstetri yang laluTinggi fundus uteriFaktor resikoKehamilan >41 minggu

HPHT

(rujuk)Rumah Sakit Penilaian ulang umur kehamilan

Penilaian skor Bishop Pemeriksaan fetal assessment USG NST (kalau perlu CST)Skor bishop <5: Skor bishop >5:

23

Page 24: Lapsus Arif Serotinus (2)

a) - NST normal- USG oligohidramnion- Bayi tidak makrosia

induksi persalinanb) Deselari variabel

induksi persalinan dengan observasi

c) - volume amnion normal- NST non reaktif- CST baik induksi

persalinand) Kehamilan lebih dari 42

minggu sebaiknya diterminasi.

Seksio sesarea dilakukan bila ada kontra indikasi induksi persalinan.

Anak tidak besarNST reaktifPenempatan normalLakukan induksi (sambil observasi)

H. KOMPLIKASI

1. Anak besar dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik.

2. Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janinsampai bayi

meninggal.

3. Keluarnya mekoneum yang dapat menyebabkan aspirasi mekoneum.

I. PENCEGAHAN

1. Konseling antenatal yang baik

2. Evaluasi ulang umur kehamilan bila ada tanda-tanda berat badan tidak naik,

oligohidramnion, gerak anak menurun. Bila ragu periksa untuk konfirmasi umur

kehamilan dan mencegah komplikasi.

24

Page 25: Lapsus Arif Serotinus (2)

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294 hari)

atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Beberapa penulis

juga menyatakan KLB sebagai kehamilan melebihi 42 minggu. Jika ditinjau dari segi bayi

yang dilahirkan maka lebih dianjurkan menggunakan istilah postmatur, dimana istilah ini

merujuk pada fungsi. Jika ditinjau dari segi bayi, maka usia gestasi dilihat dengan memeriksa

tanda-tanda fisik dan laboratorium yang ditemukan pada bayi dan dengan melakukan

penilaian menurut score maturity rating.

Secara garis besar penyebab terjadinya KLB dari beberapa teori dapat dirangkum:

1) HPHT tidak jelas

2) Ovulasi yang tidak teratur

3) Kehamilan ekstrauterin.

4) Riwayat KLB sebelumnya

5) Penurunan kadar estrogen janin,

6) Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin serta peningkatan

reseptor oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi uterus yang kuat, yang

paling berperan adalah prostaglandin.

7) Oligohiramnion.

8) Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan penyimpanan

glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan penyedia asam arakidonat pada

pembentukan konversi prostaglandin.

9) Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan dapat mengakibatkan

terjadinya KLB.

Selain itu KLB juga dapat terjadi karena pengaruh disfungsi plasenta, sindrom

postmaturitas, gawat janin dan oligohidramnion, serta pertumbuhan janin yang terhambat.

Penatalaksanaan KLB dengan menggunakan dua metode yaitu dengan pengelolaan

ekspektatif atau dengan pengelolaan aktif.

25

Page 26: Lapsus Arif Serotinus (2)

2. SARAN

Mahasiswa diharapkan lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang pentingnya

pemeriksaan rutin kehamilan untuk mengurangi terjadinya kehamilan lewat bulan.

26

Page 27: Lapsus Arif Serotinus (2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kristanto, Herman; Mochtar Anantyo B. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono

Prawirohardjo Edisi: 4. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

2. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Paduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

3. Cunningham, Gary dkk. 2005. Obsetri Williams Edisi 21 Vol.1. EGC. Jakarta

4. Muarif, Yanis Samsul. 2002. Perbandingan Keberhasilan Misoprostol dan Tetes

Oksitosin Untuk Induksi Persalinan Pada Kehamilan Lewat Bulan. Program Pendidikan

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.

Semarang.

5. Tjahjanto, Hari. 2000. Prediksi Skor Bishop Dalam Menentukan Keberhasilan Induksi

Persalinan Kehamilan Lewat Bulan. Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

6. Saifudin, Abdul B. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

7. Pasaribu, Hotma Partogi. 2005. Kehamilan Lewat Bulan. Fakultas Kedokteran

Universitaas Sumatera Utara.

8. Winkjosastro Hanifa. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta.

9. Rusianto, Nuky. 2007. Kelainan Lamanya Kehamilan. Surabaya

10. Norwitz E, Robinson J, Repke J. Labor and delivery. In: Gabbe SG, Niebyl JR,

Simpson JL, eds. 2002. Obstetrics: normal and problem pregnancies.4th ed. New York:

Churchill Livingstone.

27