lap.pemupukan
TRANSCRIPT
I. PENDAHALUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan lapisan kerak bumi terluar yang berbatasan dengan
atmosfer sebagai media tumbuh tanaman dan aktifitas biologi. Komponen
tanah tersusun atas bahan mineral, bahan organik, udara tanah, dan bahan cair.
Bahan mineral menyangkut bahan anorganik yang terkandung di dalam tanah
tersusun dari campuran kerikil, pasir, debu, dan tanah liat. Dominasi dari salah
satu bahan anorganik tersebut akan menentukan mutu tanah dan
pengolahannya. Bahan organnik adalah bahan yang tersususn dari campuran
sisa- sisa tumbuhan dan hewan yang sedang atau telah melapuk. Udara tanah
terutama diperlukan sebagai pendukung kehidupan mikrobia sebagai jasad
perombak. Bahan cair terdiri dari air dan garam-garam yang sangat
dibutuhkan oleh mikrobia dan tanaman. Tanah sangat penting khususnya bagi
usaha dibidang pertanian karena kehidupan dan perkembangan tumbuh-
tumbuhan dan segala mahluk hidup di dunia memerlukan tanah. Tanah
merupakan tempat bercocok tanam yang tersusun atas batuan, mineral, dan
bahan organik yang membusuk atau melapuk pada lapisan atas karena waktu.
Tanah juga merupakan faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan hasil
tanaman dengan menyediakan air, udara, dan hara. Tanah tersusun dari udara
tanah (soil air), bahan organik meter, bahan mineral dan oksigen .
Tanah yang paling jelek adalah dengan stuktur liat,tanah ini tersusun
atas partikel-partikel yang cukup kecil. Sangat kecil jika dibandingkan dengan
tanah pasir. Partikel tanah liat kurang lebih sama dengan seperatus tanah pasir.
Kehalusan tanah liat ini cenderung mengumpal, terlebih pada musim hujan
dan amat rakus menghisap air. Kejelekan tanah lia ini akan menahan air sangat
ketat sehingga keadaan menjadi lembab dan udara pun berputar cukup lambat.
Bila nantinya kering kering tanah liat ini akan menggumpal seperti batu dan
sifatnya pun kian kedap terhadap udara. Itu sebabnya kerap kali ditemukan
tanah liat buat keramik dan batu bata tentunya kalau tanaman di tanam pada
tanah tersebut akan menderita karena akar tidak mampu menembus lapisan
tanah padat.
Kesuburan tanah memang ada beberapa macam akan tetapi, yang kita
kehendaki ialah struktur tanah yang remah. Kuntungan stuktur tanah demikan
ialah uadara dan air tanah berjalan lancar temperatur stabil. Keadaan tersebut
sangat memacu pertumbuhan jasad renik tanah yang memegang peranan
penting dalam proses pelapukan bahan organik di dalam tanah. Oleh karena
itu untuk memperbaiki struktur tanah anjurkan untuk memberi pupuk organik
(pupuk kandang,kompos, atau pupuk hijau), karena unsur tersebut tidak
menimbulkan efek sampng seperti jang ka panjang yaitu penurunan atau
kenaikan pH tanah.
Kesuburan tanah dapat dilihat dari kondisi fisik, kimia, maupun biologi
tanah. Dari segi fisik, tanah yang subur dicirikan keadaannya yang gembur.
Untuk menggemburkannya, perlu dilakukan pembalikan, baik dicangkul
maupun dibajak. Unsur kimia yang diperlukan tanaman disebut unsur hara.
Kebutuhan unsur hara setiap tanaman berbeda-beda, kebutuhan unsur hara
dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: dalam jumlah banyak (makro),
sedang (madya), dan sedikit (mikro)Unsur hara makro tersusun atas unsur
hara makro primer yaitu: N, P, K dan unsur hara makro sekunder yaitu: Ca,
Mg, S. Unsur hara mikro terdiri dari Fe, Mn, B, Zn, dan Mo. Kondisi biologi
tanah yang baik dan prodiktif adalah tanah yang banyak mengandung bahan
organik dan jasad hidup (mikro dan makro organisme). Jasad hidup berperan
sebagai jasad perombak bahan organik menjadi bahan organik yang halus dan
dapat diserap oleh tanaman.
Untuk meningkatkan kesuburan tanah maka perlu pemberian pupuk
untuk meningkatkan kandungan unsur hara tanah. Pupuk digolongkan menjadi
2 yaitu: pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk
yang terbut dari sisa-sisa mahkluk hidup yang diolah melalui proses
pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Pupuk anorganik atau
pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu
berbagai bahan kimia sehingga memiliki presentase kandungan hara yang
tinggi
Untuk dapat mengetahui bagaimana keadaan tanah sebelum tanah
ditanami maka jenis tanaman. Tertentu maka kita harus mengetahui bagimana
stuktur maupun tektur tanah tesebut. Yang tidak kalah penting adalah pH
tanah untuk mengetahui hal tersebut maka perludiadakan pengujian di
laboratorium agar hasil tersebut dapat di ketahui dengan valit bukan atas
pengamatan visual saja mengenai kandungan air tanah, ketersediaan N,P,K
dalam tanah yang berguna untuk penambahan unsur hara dalam tanah.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kesuburan dan pemupukan ini adalah :
1. Mengetahui pertumbuhan tanaman sawi pada tanah alfisol.
2. Mengetahui sifat-sifat kimia tanah berbagai jenis tanah (N, P, K, Bahan
Organik).
3. Mengetahui pengaruh perlakuan pemupukan terhadap pertumbuhan
tanamna sawi.
4. Mengrtahui persentase perkecambahan benih sawi pada berbagai jenis
tanah dan cara pemupukan yang berbeda.
5. Menilai tingkat kesuburan dari setiap jenis tanah berdasarkan data – data
diatas.
C. Waktu dan Tempat Praktikum
Hari / tanggal Waktu Kegiatan TempatSabtu, 10 November 2007
06.00 Menanam
Sabtu, 17 November 2007
06.00 Pengamatan
Sabtu, 24 Novermber 2007
06.00 Pengamatan
Sabtu, 1 Desember 2007
06.00 Pengamatan
Sabtu, 8 Desember 2007
07.30 Panen dan analisis berat brangkasan segar
Jum’at 28 Desember 2007 dan Sabtu 29
09.00 Analisis Tanah Laboraturium Kimia Dan
Desember 2007 Kesuburan Tanah
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
1. Tanah Entisols
Sifat unik yang ditemukan pada entisols adalah dominasi bahan
mineral tanah dan tidak adanya perbedaan horizon pedogenetik. Entisols
adalah tanah yang mendukung bagi tanaman, tetapi pada beberapa iklim
dan jenis vegetasi tertentu. Tidak adanya horison pedogenetik merupakan
hasil dari lamanya pelapukan bahan induk, seperti pasir kuarsa, sehingga
tidak mudah terbentuk horizon, pembentukan dari bahan yang sulit, batuan
yang terlarut dengan lambat seperti limestone, yang meninggalkan sedikit
residu. Hilangnya waktu untuk pembentukan horizon karena kekuatan
pengendapan abu/aluvium terjadi pada daerah miring dimana banyaknya
erosi melampaui banyaknya pembentukan horison pedogenetik atau
percampuran horizon karena binatang/pengolahan pada kedalaman
1 atau 2 m (Killham, 1994).
Ciri tanah tidak dapat ditemtukan oleh iklim atau proses
pembentukan tanah, akan tetapi oleh sifat bahan induknya. Biasanya
terdapat pada lereng yang curam. Perkembangannya lemah, umumya
kurang berarti untuk tanah pertanian. Tanah regosol juga sangat muda dan
terdapat di atas endapan mineral yang dalam dan tidak berbatu besar,
sebagian besar terdapat di daerah gumuk pasir loess dan glasial apapun
yang lerengnya curam (Buckman and Brady,1982).
Entisols terbentuk dari berbagai bahan induk, dan penyebarannya
mulai dari dataran rendah pada topografi datar atau cekung di lahan basah
sampai dataran tinggi pada topografi berbukit dan bergunung. Entisols
pada "landform" marin dan aluvial masing-masing ter-bentuk dari endapan
bahan marin (endapan laut), dan endapan sungai (fluviatil). Pada lahan
kering dapat terbentuk dari bahan sedimen (batu pasir), batu gamping atau
dari bahan vulkanik (pasir vulkanik). Entisols dari bahan marin tidak
sesuai untuk pertanian tanaman karena mengandung kadar garam yang
tinggi, tetapi berpotensi untuk perikanan air payau. Namun, Entisols yang
terbentuk dari endapan sungai berpotensi untuk pertanian lahan basah
(padi) dan perikanan air tawar. Entisols yang terdapat di lahan kering,
yang terbentuk dari bahan sedimen, batu gamping, terlebih jika dari bahan
vulkanik, cukup berpotensi untuk pertanian tanaman pangan, tanaman
perkebunan, buah-buahan, dan tanaman pakan ternak (Anonim, 1993).
Jenis tanah regosol umumnya belum jelas membentuk deferensiasi
horizon, meskipun pada tanah regosol tua sudah mulai terbentuk horizon
A lemah, bewarna kelabu, mengadnung bahan yang belum atau masih baru
mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasanya kasar, struktur kersai atau
remah, konsistensinya lepas sampai gembur, dan pH 6-7, makin tua tanah
struktur dan konsistensinya padat, bahkan seringkali membentuk padas
dan drainase dan porositas yang terhambat. Umumnya jenis tanah ini
belum membentuk agregat, sehingga peka terhadap erosi. Umumnya
cukup mengandung P dan K yang masih segar dan belum siap untuk
diserap tanaman tetapi kekurangan unsur N (Darmawijaya, 1990).
2. Tanah Alfisols
Tanah ini memiliki lapisan solum tanah yang tebal sampai sangat
tebal, yaitu 130 cm sampai 5 m bahkan lebih, sedangkan batas antara
horizon tidak begitu jelas. Warnanya merah, coklat sampai kekuning-
kuningan. Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 persen tapi
biasanya sekitar 5 persen saja. Reaksi tanah berkisar antara pH 4,5-6,5
yaitu dari asam sampai agak asam. Tekstur seluruh solum tanah ini
umumnya adalah liat, sedangkan strukturnya remah dan konsistensinya
gembur. Dari warna biasanya bisa dilihat kandungan unsur haranya,
semakin merah biasanya semakin miskin. Pada umumnya kandungan
unsur hara ini dari rendah sampai sedang. Mudah sampai agak sukar
merembeskan air, oleh sebab itu infiltrasi dan perkolasi dari agak cepat
sampai agak lambat, daya menahan air cukup baik dan agak tahan erosi.
Pada umumnya tanah ini kadar unsur hara dan organiknya cukup rendah,
sedangkan produktifitas tanahnya dari sedang sampai tinggi. Tanah ini
memerlukan input yang memadai. Ciri morfologi yang umum ialah tekstur
lempung sampai geluh (Sarief, 1979).
Alfisols dapat terbentuk dari lapukan batu gamping, batuan plutonik,
bahan vulkanik atau batuan sedimen. Pe-nyebarannya terdapat pada
"landform" karst, tektonik/struktural, atau volkan, yang biasanya pada
topografi berombak, bergelombang sampai berbukit. Tanah ini
mempunyai sifat fisik, morfologi dan kimia tanah relatif cukup baik, me-
ngandung basa-basa Ca, Mg, K, dan Na, sehingga reaksi tanah biasanya
netral (pH antara 6,50 7,50) dan kejenuhan basa > 35%. Tergantung dari
keadaan topografi, tanah ini berpotensi untuk pengembangan tanaman
pangan lahan kering dan/atau tanaman tahunan (Anonim, 1993)
Tanah Alfisols ini telah mengalami perkembangan yang cukup
lanjut, yang dicerminkan oleh akumulasi liat pada horizon B. Kesuburan
tanah cukup tinggi, karena nilai kejenuhan basanya di atas 50%.
Umumnya tanah jenis ini dalam, bahkan sangat dalam, dan hanya sebagian
kecil kedalaman efektifnya di bawah 30 cm (lithic). Kandungan liatnya
cukup tinggi sehingga pengolahan tanah cukup sulit (Anonim, 2003)
Berdasarkan warnanya, Alfisol dibagai dalam beberapa macam
tanah, antara lain adalah :
a. Alfisol Merah
b. Alfisol Merah kekuningan
c. Alfisol Coklat kemerahan
d. Alfisol coklat
e. Alfisol coklat kekuningan
f. Alfisol Merah ungu (Darmawijaya, 1990)
3. Tanah Vertisols
Ciri-ciri tanah ini sebagai berikut, tekstur lempung dalam bentuk
yang mencirikan, tanpa horizon aluvial dan iluvial. Struktur lapisan atas
granuler, sering terbentuk bunga kubis dan lapisan bawah gumpal atau
pejal, mengadung kapur, pemuaian dan kontraksi tinggi jika diubah ke
kadar airnya, seringkali nilai mikroreliefnya gilgai. Konsistensi luar biasa
liat, bahan induk berkapur dan berlempung sehingga kedap air, dalam
selom rata-rata 75 cm, warna kelam atau chroma kecil
(Darmawijaya, 1990).
Tanah Vertisols memiliki ciri proses percampuran tanah secara
teratur dan terhentinya perkembangan horison diagnostik merupakan ciri
yang dapat ditemukan. Karena tanah mengalami pergerakan, sifat
diagnostiknya memiliki banyak sifat yang mendukung. Diantaranya
kerapatan zarahyang tinggi ketika kering, konduktivitas hidrolik yang
sangat lambat ketika lembab, kelihatan terangkat dan turunnya permukaan
tanah Karena tanah lembab yang menjadi kering dan pengeringan yang
cepat sehingga menyebabkan terbukanya retakan-retakan. Sifat khusus
Vertisols pada umumnya adalah kandungan lempung yang tinggi. Adanya
perubahan volume dengan berubahnya kelembaban dan bukti adanya
pergerakan tanah adalah pembentukan slicken slides, mikrorelief gilgai
dan struktur agregat berbentuk baji dikarenakan kemiringan sudut dari
horisontal. Pada musim tertentu, hujan yang datang pada saat retakan
terbuka mengakibatkan beberapa permukaan tanah terjatuh atau
membasahi retakan sehingga tanah menjadi lembab dan retakan tertutup
(Anonim,2003)
Tanah ini dicirikan dengan tingginya lempung tipe pengembang
yang dalam bulan atau musim kering menyebabkan tanah retak-retak
dalam dan lebar. Karena sangat mengerut, retak dan permukaan
mengalami kelembapan maka pada umumnya tidak mantap dan
menimbulkan masalah jika digunakan untuk fondasi gedung jalan raya
bahkan untuk bidang pertanian (Buckman and Brady, 1982).
Bahan induk tanah ini terbatas pada tanah yang bertekstur halus atai
tersendiri dari bahan-bahan yang sudah mengalami pelapukan seperti batu
kapur, nepal, tuf, alivial dan abu vulkanik. Kandungan bahan organik pada
umumnya antara 1,5-4 %. Warna tanah dipengaruhi oleh jumlah humus
dan kadar kapur. Jenis lempung yang terbanyak adalah monmorilonit
sehingga tanah ini mempunyai daya absorbsi tinggi jika tanah mengering
setelah hujan pertama. Permukaan gumpal tanah ini yang kaya kapur
memperlihatkan “bunga kubis” (Darmawijaya, 1990).
Vertisols sangat sulit untuk dikerjakan karena vertisols memiliki
konsistensi yang sangat keras ketika kering dan sangat liat dan lekat ketika
basah. Maka dari itu dalam mengerjakan tanah ini sering terbatas pada
waktu yang singkat dan keadaan air yang cukup. Tetapi pengolahan dapat
sering dilakukan pada musim kering dengan mesin-mesin berat.
Pengolahan secara mekanik pada musim basah mengakibatkan pemadatan
tanah yang sangat serius. Karena tanah basah tidak dapat dilalui. Vertisols
memiliki drainase yang jelek, pelindian bahan-bahan hasil pelapukan yang
terbatas, kandungan kalsium dan magnesium tinggi dan pH kira-kira 7. hal
ini dikarenakan konduktivitas hidrolik yang rendah pada Vertisols. Pada
saat tanah dalam keadaan kapasitas lapang, praktis tidak ada terjadi
pergerakan air (Anonim,1993).
4. Tanah Andisols
Andisols terbentuk dari abu dan/atau pasir volkan. Penyebarannya
terdapat pada "landform" volkan pada ketinggian lebih dari 900 m dpl.
(pada topografi ber-gunung). Tanah ini mempunyai sifat fisik, morfologi
dan kimia tanah yang cukup baik. Tekstur tanahnya ringan (lempung
berdebu), struktur tanah berbutir, konsistensi gembur sehingga mudah
diolah, dan kemampuan meretensi air cukup tinggi. Tanah ini cukup stabil
dan karena umumnya mempunyai kandungan bahan organik yang relatif
tinggi dan struktur tanah yang berbutir (granular) dan konsistensi yang
gembur terutama di lapisan atas (epipedon mollik), tanah ini sangat
berpotensi untuk pertanian, namun tergantung dari keadaan topografinya
(Anonim, 1993).
Andisols merupakan tanah mineral yang tidak mempunyai horison
argilik, natrik, spodik dan oksik, tetapi mempunyai satu atau lebih dari
epidon histik, epidon molik, epidon umbrik, horison kambik, horison
plakik, duripan tau pada jeluk 18 cm setelahdicampur mempunyai
kandungan bahan organik lebih dari 3% (Munir, 1996).
Andosol dijumpai pada daerah yang mempunyai ketinggian lebih
dari 1000 meter dengan topografi bergelombang, agak rata dan dataran
tinggi gunung berapi, dibawah vegetasi hutan tropika basah. Andosol
merupakan tanah yang masih muda, sehingga proses-proses pembentukan
tanah masih lemah. Solum Andosol umumnya agak dalam sampai dalam,
berwarna hitam sampai kekuningan mempunyai horizon A umbrik tetapi
horizon B yang baru berkembang (Handayanto, 1998)
Sifat tanah andosol sebagai berikut :
a. Ciri morfologi : horizon Al yang tebal berwarna kelam, coklat
sampai hitam, sangat poreus, sangat gembur, tak
liat (non-plastik), tak lekat (non-sticky), struktur
remah atau granuler, terasa berminyak karena
mengandung bahan organik antara 8 % sampai
30 % dengan pH 4,5-6.
b. Sifat mineralogi : fraksi debu dan pasir halus berupa gelas vulkanik,
dengan mineral feromagnesium, dan fraksi
lempung sebagian terbesar alofan berkembang
mengandung juga halloysit.
c. Sifat kimia : kejenuhan basa rendah, dengan kapasitas
penukaran kation (cara Na-asetat pH 7) dan
kapasitas penukaran anion tinggi, mengandung C
dan N tinggi tetapi nisbah C/N rendah, kadar P
rendah karena terfiksasi kuat, sukar mengalami
peptisasi, berat jenis kurang dari 0,85 dan pada
kapasitas lapang kelengasan tanah lebih dari
15 % (Darmawijaya,1990).
B. Tanaman
Ada dua jenis penanaman diusahakan: kering dan basah. Dalam
keduanya, sejumlah besar bahan organik (kompos) dan air diperlukan agar
tanaman ini dapat tumbuh dengan subur. Dalam penanaman kering, kangkung
ditanam pada jarak 5 inci pada batas dan ditunjang dengan kayu sangga.
Kangkung dapat ditanam dari biji benih atau keratan akar. Ia sering ditanam
pada semaian sebelum dipindahkan di kebun. Daun kangkung dapat dipanen
setelah 6 minggu ia ditanam (Anonim, 2007).
Jika penanaman basah digunakan, potongan sepanjang 12-inci ditanam
dalam lumpur dan dibiarkan basah. Semasa kangkung tumbuh, kawasan basah
ditenggelami pada tahap 6 inci dan aliran air perlahan digunakan. Aliran air
ini kemudian dihentikan apabila tanah harus digemburkan. Panen dapat
dilakukan 30 hari setelah penanaman. Apabila pucuk tanaman dipetik, cabang
dari tepi daun akan tumbuh lagi dan dapat dipanen setiap 7-10 hari
(Anonim, 2007).
Kangkung diperbanyak dengan stek batang yang panjangnya 20 – 25 cm
atau dengan biji. Kebutuhan stek dalam 1 m2 sekitar 16 batang. Untuk
budidaya kangkung darat, dibutuhkan kurang lebih 50 – 80 kg/Ha. Benih
diambil dari tanaman yang sudah tua berwarna hitam. Untuk mempercepat
perkecambahan diperlukan perendaman benih di dalam air selama satu malam
sebelum benih itu disebarkan (Anonim, 1995).
Tanaman kangkung tidak memerlukan persyaratan tempat tumbuh yang
sulit. Salah satu syarat yang penting adalah air yang cukup. Apabila
kekurangan air pertumbuhannya akan mengalami hambatan. Kangkung baik
ditanam di dataran rendah. Di dataran tinggi, tumbuhnya lambat dan hasil
kurang. Di dataran rendah kangkung biasanya ditanam di kolam atau rawa-
rawa atau di timbunan sampah dan juga tegalan. Di tempat yang mengandung
baham organik tinggi, tanaman akan tumbuh subur sekali. pH yang
dikehendaki adalah 5,5 – 6,5. Tetapi tanaman toleran terhadap tanah asam dan
naungan (Anonim, 1995).
Tanaman kangkung hanya sedikit dikenal di luar asia tropis walaupun
penanamannya sangat mudah, sangat bergizi dan pantas dibudidayakan lebih
luas dimana benih dapat diperoleh dari pedagang dari pedagang-pedagang
Singapura, Hongkong, Taiwan dan Bangkok (William, 1993).
Sawi (Brassica juncea) mudah ditanam didataran rendah dan tinggi.
Namun, sawi lebih banyak ditanam didataran rendah, terutama
dipekarangan karena perawatannya lebih mudah. Jenis sawi huma baik
sekali jika ditanam di tempat yang agak kering atau tegalan. Sawi hijau
kurang disukai karena rasanya agak pahit. Sawi hijau batangnya pendek
dan tegap. Daunnya lebar, berwana hijau tua, bertangkai pipih, kecil dan
berbulu halus (Rukman, 1994).
Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan.
Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi : ada yang mencabut
seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas
permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara
yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama.
Pertumbuhan yang baik dapat menghasilkan 100 kuintal daun/ha.(tanaman
sawi) (Anonim, 2008).
Sawi dapat di tanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah.
Akan tetapi, umumnya sawi diusahakan orang di dataran rendah, yaitu di
pekarangan, di ladang, atau di sawah, jarang diusahakan di daerah
pegunungan. Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan ferhadap hujan.
Sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun, asalkan pada saat musim
kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Keadaan tanah
yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, dan
drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7 (Anonim, 2008).
Persemaian Sawi diperbanyak dengan biji. Biji yang akan
diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Biji sawi sudah
banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapangan, sawi
terlebih dahulu harus disemaikan. Persemaian dapat dilakukan di
bedengan atau di kotak persemaian. Setiap 1 ha lahan dibutuhkan 700
gram biji sawi (Anonim, 2008).
Pengolahan tanah sambil menunggu bibit cukup umur untuk
ditanam, tanah yang akan ditanami diolah dengan bajak atau cangkul,
selanjutnya tanah itu diberi pupuk kandang sekitar 10 ton/ha, dihaluskan,
dan dibuat bedengan-bedengan yang lebarnya 1 m dan panjang sesuai
dengan keadaan lahan. Tinggi bedengan 10-20 cm dan jarak
antarbedengan 35 cm. Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman
berumur 3-4 minggu sejak biji disemaikan. Jarak tanam yang digunakan
umumnya 30 x 40 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada
sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab
(Anonim, 2008).
Pendangiran dan penyiangan biasanya setelah turun hujan, tanah di
sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil
menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-
rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak
perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali.
Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan
perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang
tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang
diberikan sebaiknya mengandung nitrogen. Setiap tanaman diberi pupuk
sebanyak 3 gram atau 60 kg N/ha atau 3 kuintal ZA/ha (Anonim, 2008).
C. Kesuburan Tanah
Pengkajian kesuburan tanah melibatkan pengamatan bentuk unsur hara
tanaman didalam tanah, bagaimana unsur-unsur tersebut menjadi tersedia
untuk tanaman, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur hara
oleh tanaman. Pada gilirannya, tindakan memperbaiki kesuburan tanah dan
produksi tanaman dengan menyediakan unsur hara terhadap sistem tanah dan
tanaman (pupuk, bahan organik dan lain-lain). Kesuburan tanah bersifat “site
specific” dan crop specific”(Handayanto, 1998).
Tanah yang subur lebih disukai untuk usaha pertanian, karena
menguntungkan. Sebaliknya terhadap tanah yang kurang subur dilakukan
usaha untuk menyuburkan tanah tersebut sehingga keuntungan yang diperoleh
meningkat. Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk
menghasilkan produk tanaman yang diinginkan, pada lingkungan tempat tanah
itu berada. Produk tanaman berupa buah, biji, daun, bunga, umbi, getah,
eksudat, akar, trubus, batang. Biomassa, naungan, penampilan dan sebagainya.
Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung sejumlah faktor
pembentuk tanah yang merajai dilokasi tersebut, yaitu: bahan induk, iklim,
relief, organisme atau waktu. Tanah merupakan fokus utama dalam
pembahasan kesuburan tanah, sedangkan tanaman merupakan indikator mutu
kesuburan tanah (Yuwono, 2004).
Kesuburan tanah pertanian diukur berdasarkan hasil tanaman (berat
kering ton.ha-1) dan kualitas (kandungan gula, pati, protein, dan vitamin), yang
variasinya direkam dari tahun ke tahun. Pada prinsipnya, tanah yang subur
adalah tanah yang secara konsisten memberikan hasil yang baik tanpa
penambahan pupuk. Tanah kemungkinan mempunyai kesuburan asli yang
tinggi, tetapi hasil produksinya rendah karena faktor produksi lainnya
menghambat pertumbuhan tanaman. Jenis tanah tertentu mempunyai potensi
kesuburan yang tinggi, tetapi karena tidak dilakukan perbaikan tingkat
kesuburannya maka hanya diperoleh hasil dengan aras sedang. Hasil akan
dapat ditingkatkan dengan cara perbaikan irigasi apabila kondisi iklim terlalu
kering, pemupukan, perbaikan varietas yang berproduksi tinggi, perbaikan
sistem pertanaman, dan perlindungan tanaman (Manahan, 1994).
Evaluasi kesuburan tanah melibatkan pendugaan kemampuan tanah
untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman. Produktivitas tanah adalah suatu
istilah dimana penambahan kombinasi antara aspek unsur hara, aspek fisik
tanah dan faktor tanah lain yang mempengaruhi produksi tanaman. Kesuburan
tanah dapat dievaluasi dengan empat pendekatan, yakni (i) Uji tanah, (ii)
Analisis tanaman, (iii) Percobaan pot, dan (iv) Percobaan pemupukan di
lapangan. Berbagai upaya untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan
kesuburan tanah-tanah pertanian telah lama dilakukan seperti penambahan
pupuk anorganik dan atau bahan organik ke dalam tanah. Namun demikian,
pemakaian pupuk anorganik ternyata kurang baik bagi lingkungan, karena
kelebihan dari pupuk tersebut dapat menjadi bahan pencemar lingkungan.
Oleh karena itu perlu dicari suatu cara peningkatan kesuburan tanah atau suatu
cara untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman dengan prinsip masukan
rendah (“low input”) tanpa harus mencemari lingkungan atau bahkan harus
lebih bersahabat dengan lingkungan (Setijono, 1997).
Pada umumnya, tanah yang baik untuk tanaman sayuran harus
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Kesuburan kimia tanah cukup tinggi, tanah harus banyak mengandung
unsur hara essensial dan tersedia bagi tanaman. Unsur hara yang kritis
harus tersedia, walau dalam kadar yang paling rendah, karena unsurnya
akan menentukan tingkat pertumbuhan dan produksi dari tanaman.
b. Struktur tanah baik, sifat fisik tanah harus stabil, daya tahan air, drainase
dan aerasi cukup baik. Tanah yang baik harus merupakan media yang
cocok untuk aktivitas mikrobia non pathogen, baik untuk pertumbuhan
akar tanaman sampai sekurang-kurangnya pada kedalaman 60 cm
(Hermanto, 2000).
III. CARA KERJA
A. Penanaman Tanaman
1. Persiapan :
a. Pengolah tanah.
Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah pada
kedalaman olah, kemuduan menggemburakan dan meletakkannya dari
sisa – sisa tanaman pengganggu.
b. Pembuatan Petak
Pembuatan petak dengan ukuran 2x2,5 meter dengan jumlah petak
seluruhnya yaitu 4 petak. Masing – masimg petak dikerjakan oleh
sekelompok mahasiswa yang telah ditentukan oleh co-ass.
2. Pemberian pupuk organik pada petak sesuai dengan dosis 1 hari
sebelum tanam.
3. Menanam 3 biji per lubang tanam dengan jarak tanam 20 x 20 cm.
Jadi ada 25 lubang tanam tiap petak.
4. Mengamati tinggi tanaman setiap seminggu sekali.
Setiap praktikan wajib membawa penggaris/meteran dan hasil pengamatan
harus disetujui oleh asisten.
5. Pemeliharaan
- Penyiraman: penyiraman dilakukan tergantung pada musim. Bila
musim pennghujan dirasa berlebih maka kita perlu melakukan
pengurangan air yang ada, tetapi sebaiknya bila mmusim kemarau tiba
kita harus menambah air demi kecukupan tanaman sawi yang kita
tanam. Bila tidak terlalu panas penyiraman dilakukan sehari cukup
sekali sore atau pagi hari.
6. Setelah tanaman berumur 30 hari (1 bulan) dilakukan pemanenan.
7. Ambil seluruh bagian tanaman, dibersihkan kemudian ditimbang
sebagai brangkasan segar tanaman.
Keterangan:
Perlakuan yang digunakan:
A: tanpa pupuk
B: pupuk organik 5 kg/petak
C: pupuk anorganik dengan dosis urea 50kg/petak dan KCl 37kg/petak
D: kombinasi pupuk organik dan anorganik
B. Analisis Tanah
1. Kadar lengas
a. Menimbang botol timbang kosong (a).
b. Meninmbang contoh tanah 5 gr dan memasukkannya dalam
botol timbang.
c. Menimbang botol timbang dan contoh tanah (b).
d. Mengoven selama 4 jam pada suhu 150o C.
e. Mendinginkan dalam eksikator dan menimbang botol timbang
(c).
f. Menghitung kadar lengas tanah.
Kadar lengas= x100%
2. pH H2O tanah
a. Menimbang contoh tanah kering angin 6 gr, memasukkan ke
dalam flakon.
b. Menambah 15 cc aquadest.
c. Mengocok hingga homogen selama 1 menit.
d. Mendiamkan selama 30 menit.
e. Mengukur pH dengan pHmeter.
3. N total tanah
a. Destruksi :
1) Menimbang dengan gelas arloji atau kertas bersih dan kering,
contoh tanah angin diameter 0,5 mm 1 gr.
2) Memasukkan ke tabung Kjeldahl dan menambahkan 3 ml H2SO4
pekat.
3) Menambah campuran serbuk K2SO4 dan CuSO4 1 sendok kecil.
4) Melakukan destruksi hingga campuran homogen yaitu asap hilang
dan larutan menjadi putih kehijauan atau tidak berwarna.
b. Destilasi
1) Menambahkan aquadest 30 ml setelah larutan tabung Kjeidahl
dingin, menambah aquadest 30 ml dan menuangkan dalam tabung
destilasi (tanah tidak ikut) dan menambahkan 2 butir Zn dan 20 ml
NaOH pekat.
2) Mengambil larutan penampung 10 ml (merupakan campuran H2SO4
0,1 N dan 2 tetes metyl red) pada beker gelas atau erlymeyer
(larutan penampung sudah dibuat).
3) Melakukan destilasi hingga volume larutan menampung 40 ml.
c. Titrasi
1) Mengambil larutan penampung 10 ml dan melakukan titrasi pada
larutan dalam beker gelas hasil destilasi, dengan NaOH 0,1 N
sampai warna hampir hilang/kuning bening.
2) Melakukan prosedur diatas untuk blanko.
3) Menghitung nilai N total tanah.
N total tanah=
4. P tersedia tanah
a. Mengencerkan larutan standart P
b. Menimbang 1 gram tanah kering angin kemudian
memeasukkan ke dalam tabung reaksi.
c. Menambahkan 7 ml larutan Bray I (0,025 N HCl + 0,03 N
NH4F), lalu menggojognya selama 1 menit.
d. Menyaring dengan kertas whatman sampai jernih.
e. Menganbil 2 ml filtrat dan menambah 5 ml aquadest.
f. Menambahkan 2 ml amonium molybdat hingga homogen.
g. Menambahkan 1 ml SnCl2 dan menggojognya.
h. Mengukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 660 nm
ppmP=
5. K tersedia tanah
a. Menimbang contoh tanah 2,5 gr
b. Menambahkan amonium asesat 25 ml dan
menggojognya selama 30 menit.
c. Menyaring ekstrak dan mengambil 5 ml.
d. Menambahkan 5 ml LiCl2 dan menjadikan volume
50 ml dengan aquadest.
e. Menembak dengan flamefotometer.
PpmP=
6. Bahan Organik
a. Menimbang ctka (contoh tanah kering angin)
0,5 gr dan memasukkan dalam labu takar.
b. Menambahkan K2Cr2O7 1N sebanyak 1 ml.
c. Menambahkan 10cc H2SO4
d. Menggojog selama 1 menit, kemudian
mendiamkan selama 30 menit
e. Menambahkan H2SO4 pekat sebanyak 10 ml
(lewat dinding labu).
f. Warna harus merah jingga jika menjadi hijau
tambahkan K2Cr2O7 dan H2SO4 pekat, dan penambahan inin harur
dicatat.
g. Kemudian mendiamkan selama 30 menit.
h. Menambahkan H3PO4 85% ini dan
mengencerkan dengan aquadest sampai 50 ml atau sampai tanda garis.
i. Menggojognya sampai homogen.
j. Mengambil larutan bening 5 ml dan
menambahkan 2 tetes indikator DPA dan 15 ml aquadest.
k. Mengocok sampai homogen kemudian
melakukan titrasi dengan FeSO4 1 N hingga warna menjadi hijau
cerah.
l. Membuat blanko atau tanpa contoh tanah
dengan langkah sama seperti di atas.
C. Analisis Pupuk
1. N Pupuk
a. Destruksi
1) Menimbang contoh pupuk dengan gelas arloji bersih dan kering
sebanyak 0,1 gram
2) Memasukkan ke tabung Kjeldahl dan menambahkan 3ml H2SO4 pekat
3) Menambah campuran serbuk K2SO4 dan CuSO4 1 sendok kecil
4) Melakukan destruksi hingga campuran homogen yaitu asap hilang
dan larutan menjadi putih kehijauan atau tidak berwarna
b. Destilasi
1) Setelah larutan dalam tabung Kjeldahl dingin, menambahkan aquades
330 ml dan menuangkan dalam tabung destilasi (tanah tidak ikut),
tambahkan 2 butir Zn dan 20 ml NaOH pekat
2) Mengambil larutan penampung 10 ml (merupakan campuran H3BO3
4% + indikator campuran) pada beker glass atau elenmeyer (larutan
penampung sudah dibuatkan)
3) Melakukan destilasi hingga volume larutan penampung 40 ml
c. Titrasi
1) Mengambil larutan penampung 10 ml dan melakukan titrasi pada
larutan dalam bekerglass hasil destilasi, dengan HCl 0,1 N sampai
warna hampir hilang/kuning bening
2) Melakukan prosedur diatas unutk blanko
3) Menghitung nilai N Pupuk
4) N Pupuk =
Keterangan:
A: Baku
B: Blangko
2. P Pupuk
a. Mengencerkan larutan standar P
b. Menimbang 0,2 gram sampel pupuk kemudian
memasukannya ke dalam tabung reaksi
c. Menambahkan 2 ml HNO3 pekat dan HClO4 0,6 ml
d. Memanaskan diatas pemanas sampai larutan jernih dan
jangan sampai kering lalu mendinginkannya
e. Menambahkan aquadest samai volume menjadi 10 ml
f. Menyaring larutan dengan kertas whatman
g. Mengambil 2 ml filtrat dan memasukkannya dalam
tabung reaksi lalu menambahkan 2ml HNO3 2 N
h. Mengencerkan larutan sampai 9 ml
i. Menambahkan 1 ml vanadium molybdat, gojog, dan mendiamkan selama
30 menit
j. Menembak dengan spektrofotometer dan menghitung kadar P
ppmP= y x pengenceran
Keterangan:
y= hasil perhitungna dengan persamaan regresi larutan standar P
(persamaan regresinya adalah y=a+bx yang didapatkan dari data larutan
standar)
X = hasil pembacaan pada spektrofotometer
Y = besarnya konsentrasi P
3. K Pupuk
a. Mengencerkan larutan standar P
b. Menimbang 0,2 gram sampel pupuk kemudian
memasukannya ke dalam tabung reaksi
c. Menambahkan 2 ml HNO3 pekat dan HClO4 0,6 ml
d. Memanaskan diatas pemanas sampai larutan jernih dan
jangan sampai kering lalu mendinginkannya
e. Menambahkan aquadest samai volume menjadi 10 ml
f. Menyaring larutan dengan kertas whatman
g. Mengambil 2 ml filtrat dan mengencerkannya hingga 10
ml
h. Mengamati dengan flamfometer dan menghitung K
Ppm K= y x pengenceran
Keterangan:
y= hasil perhitungna dengan persamaan regresi larutan standar K (persamaan
regresinya adalah y=a+bx yang didapatkan dari data larutan standar)
X = hasil pembacaan pada spektrofotometer
Y = besarnya konsentrasi K
IV. HASIL DAN ANALISIS PRAKTIKUM
A. Analisis tanah
1. pH Tanah
Tabel 4.1 pengaruh perlakuan terhadap pH tanah
Perlakuan pH
Tanpa pupuk (A) 6,8
Pupuk organic (B) 6,6
Pupuk anorganik (C) 6,9
Kombinasi pupuk organic dan pupuk anorganik (D) 7
Sumber: Data Rekapan
2. Kadar Lengas Kering Angin
Tabel 4.2 pengaruh perlakuan terhadap kadar lengas kering angin
tanah
Perlakuan KLtanah
(%)
Tanpa pupuk (A) 2,88
Pupuk organic (B) 6,60
Pupuk anorganik (C) 5,52
Kombinasi pupuk organic dan pupuk anorganik (D) 6,56
Sumber: Data Rekapan
Analisis Hasil Praktikum
a. Tanpa pupuk
a = 56,86
b = 61,86
c = 61,73
b. Pupuk organic
a = 54,5
b = 59,5
c = 59,19
c. Pupuk anorganik
a = 53,84
b = 58,81
c = 58,55
d. Kombinasi pupuk organic dan anorganik
a = 50,10
b = 54,59
c = 55,59
Tabel 4.3 pengaruh perlakuan terhadap kadar lengas kering angin
pupuk
Perlakuan KLpupuk
(%)
Tanpa pupuk (A) 44,509
Pupuk organic (B) 25,2
Pupuk anorganik (C) 30,9
Kombinasi pupuk organic dan pupuk anorganik (D) 80,5
Sumber: Data Rekapan
Analisis Hasil Praktikum
a. Tanpa pupuk
a = 53,25
b = 58,25
c = 56,71
b. Pupuk organic
a = 30,62
b = 36,78
c = 35,54
c. Pupuk anorganik
a = 52,89
b = 57,93
c = 56,74
d. Kombinasi pupuk organic dan anorganik
a = 53,64
b = 58,57
c = 56,34
3. Bahan Organik Tanah
Tabel 4.4 pengaruh perlakuan terhadap bahan organik tanah
Perlakuan C organik
(%)
Bahan organik
(%)
Tanpa pupuk (A) 0,32 0,55
Pupuk organic (B) 0,7 1,2
Pupuk anorganik (C) 0,3 0,55
Kombinasi pupuk organic dan
pupuk anorganik (D)
0,7 1,2
Sumber: Data Rekapan
Analisis Hasil Praktikum
a. Tanpa pupuk
B = 1,5
A = 1,42
Berat tanah = 500 mg
NNaOH = 0,5
KLtanah = 2,88 %
b. Pupuk organik
B = 1,5
A = 1,7
Berat tanah = 500 mg
NNaOH = 0,5
KLtanah = 6,6 %
c. Pupuk anorganik
B = 1,5
A = 1,42
Berat tanah = 500 mg
NNaOH = 0,5
KLtanah = 2,88 %
d. Kombinasi pupuk organic dan anorganik
B = 1,5
A = 1,7
Berat tanah = 500 mg
NNaOH = 0,5
KLtanah = 6,6 %
4. N Total Tanah
Tabel 4.5 pengaruh perlakuan terhadap N total tanah
Perlakuan N Total Tanah
(%)
Tanpa pupuk (A) 0,123
Pupuk organic (B) 0,060
Pupuk anorganik (C) 0,010
Kombinasi pupuk organic dan pupuk anorganik (D) 0,350
Sumber: Data Rekapan
Analisis Hasil Praktikum
a. Tanpa pupuk
B = 0,2
A = 1,08
KLtanah = 2,88 %
NNaOH = 0,1
Berat tanah = 1000 mg
b. Pupuk organik
B = 0,2
A = 0,66
KLtanah = 6,6 %
NNaOH = 0,1
Berat tanah = 1000 mg
c. Pupuk anorganik
B = 0,2
A = 0,28
KLtanah = 5,52 %
NNaOH = 0,1
Berat tanah = 1000 mg
d. Kombinasi antara pupuk organic dan pupuk anorganik
B = 0,2
A = 2,38
KLtanah = 6,56 %
NNaOH = 0,1
Berat tanah = 1000 mg
5. P Tersedia tanah
Tabel 4.6 pengaruh perlakuan terhadap P tersedia tanah
Perlakuan P Tersedia Tanah
(%)
Tanpa pupuk (A) 0,0011
Pupuk organic (B) 0,0009
Pupuk anorganik (C) 0,0032
Kombinasi pupuk organic dan
pupuk anorganik (D)
0,0010
Sumber: Data Rekapan
Analisis Hasil Praktikum
Larutan standar
0 0
0,1 317
0,2 0,75
0,4 1,075
0,6 1,401
0,8 1,965
1 1,617
Persamaan regresi
Y = a+bx
a= 0,203
b= 1,655
x=hasil pembacaan pada spektrofotometer
a. Tanpa pupuk
X = 0,072
KLtanah = 2,88 %
Berat tanah = 1 gram
1 ppm = 0,0001 %
Persamaan regresi:
Y = ppm Plarutan tanah
b. Pupuk organik
X = 0,138
KLtanah = 6,6 %
Berat tanah = 1 gram
1 ppm = 0,0001 %
Persamaan regresi:
Y = ppm Plarutan tanah
c. Pupuk anorganik
X = 0,406
KLtanah = 5,52 %
Berat tanah = 1 gram
1 ppm = 0,0001 %
Persamaan regresi:
Y = ppm Plarutan tanah
d. Kombinasi antara pupuk organik dengan pupuk anorganik
X = 0,4
KLtanah = 6,56 %
Berat tanah = 1 gram
1 ppm = 0,0001 %
Persamaan regresi:
Y = ppm Plarutan tanah
6. K Tersedia Tanah
Tabel 4.7 pengaruh perlakuan terhadap K tersedia tanah
Perlakuan K Tersedia Tanah
Me (%)
Tanpa pupuk (A) 0,19
Pupuk organic (B) 0,01
Pupuk anorganik (C) 0,46
Kombinasi pupuk organic dan
pupuk anorganik (D)
0,38
Sumber: Data Rekapan
Analisis Hasil Praktikum
Larutan standar
0 0
0,25 2,44
0,50 4,60
0,75 6,60
1,00 8,40
Persamaan regresi
Y = a+bx
a = 1,875
b = 2,5
X =hasil pembacaan pasa spektrofotometer
a. Tanpa pupuk
X = 2,11
Berat tanah = 2500 mg
KLtanah = 6,6 %
Y = ppm Klarutan tanah
b. Pupuk organik
X = 3,59
Berat tanah = 2500 mg
KLtanah = 6,6 %
Y = ppm Klarutan tanah
c. Pupuk anorganik
X = 6,42
Berat tanah = 2500 mg
KLtanah = 5.52 %
Y = ppm Klarutan tanah
d. Kombinasi antara pupuk organik dan pupuk anorganik
X = 5,2
Berat tanah = 2500 mg
KLtanah = 6,56 %
Y = ppm Klarutan tanah
B. Analisis pupuk organik
Tabel 4.8 karakteristik pupuk organik
Variabel Pengamatan Kandungan Hara
(%)
N total 0,49
P2O5 0,26
K2O 0,69
C organik 4,47
Bahan organic 7,71
C/N ratio 9,12
Sumber: Data Rekapan
Analisis Hasil Praktikum
a. N total
B = 0,2
A = 3,2
KLpupuk = 44,5%
Berat tanah = 1.000 mg
Ntotalpupuk=
Ntotalpupuk=
Ntotalpupuk=0,49%
b. P2O5
Larutan standar
2,5 0,379
5,0 0,543
7,3 0,749
10 1,242
Persamaan regresi
Y = a+bx
a= 2,542
b= 2,913
x=hasil pembacaan pada spektrofotometer
x = 0,915
pengenceran = 500
y=2,542+2,915(2,915)
y=5,21
ppmP=5,21x500
ppmP=
ppmP=0,26%
c. K2O
Larutan standar
0 0
0,25 2,44
0,50 4,60
0,75 6,60
1,00 8,40
Persamaan regresi
Y = a+bx
a= 1,875
b= 2,5
x=hasil pembacaan pada spektrofotometer
x= 4,79
pengenceran = 500
y=1,875+2,5(4,79)
y=13,85
ppmK= 13,85x500
ppmK=6,925ppm
ppmK=0,69%
d. C organik dan bahan organic
B = 1,5
A = 0,6
KLpupuk = %
Berat tanah = 500 mg
KadarC= x10x x100%
KadarC=
KadarC=4,47%
KadarBo=
KadarBo=1,72x4,48
KadarBo=7,71%
e. C/N ratio
C organic pupuk = kadar C
Kadar C = 4,47%
Ntotal = 0,49%
C/N ratio =
C/N ratio = 9,12%
C. Analisis tanaman
1. Tinggi Tanaman
Tabel 4.9 pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman
Perlakuan 7 HST
(cm)
14 HST
(cm)
21 HST
(cm)
28 HST
(cm)
Tanpa pupuk (A) 1,575 6,025 8,635 14,225
Pupuk organic (B) 1,565 5,475 11,965 19,050
Pupuk anorganik (C) 2,780 5,460 7,930 14,020
Kombinasi pupuk organic dan
pupuk anorganik (D)
2,130 7,925 13,430 21,475
Sumber: Data Rekapan
Grafik 4.1 hubungan anatara waktu dengan tinggi tanaman sawi
2. Berat Berangkasan segar
Tabel 4.10 pengaruh perlakuan terhadap berat brangkasan segar
Perlakuan Berat brangkasan segar
Tanpa pupuk (A) 6,022
Pupuk organic (B) 9,203
Pupuk anorganik (C) 6,196
Kombinasi pupuk organic dan pupuk
anorganik (D)
14,434
Sumber: Data Rekapan
V. PEMBAHASAN
Pengkajian kesuburan tanah melibatkan pengamatan bentuk unsur hara
tanaman didalam tanah, bagaimana unsur-unsur tersebut menjadi tersedia untuk
tanaman, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur hara oleh
tanaman. Pada gilirannya, tindakan memperbaiki kesuburan tanah dan produksi
tanaman dengan menyediakan unsur hara terhadap sistem tanah dan tanaman
(pupuk, bahan organik dan lain-lain).
Tanah yang subur lebih disukai untuk usaha pertanian, karena
menguntungkan. Sebaliknya terhadap tanah yang kurang subur dilakukan usaha
untuk menyuburkan tanah tersebut sehingga keuntungan yang diperoleh
meningkat. Produk tanaman berupa buah, biji, daun, bunga, umbi, getah, eksudat,
akar, trubus, batang. Biomassa, naungan, penampilan dan sebagainya. Tanah
memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung sejumlah faktor pembentuk
tanah yang merajai dilokasi tersebut, yaitu: bahan induk, iklim, relief, organisme
atau waktu. Tanah merupakan fokus utama dalam pembahasan kesuburan tanah,
sedangkan tanaman merupakan indikator mutu kesuburan tanah. Tanah yang baik
ialah tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Kesuburan tanah yang
ideal apabila sifat fisika, kimia dan biologi tanahnya seimbang. Selain faktor
tanah, pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh iklim dan lingkungan
pertumbuhan. Kesuburan tanah secara singkat merupakan kandungan hara yang
terdapat di dalam tanah, baik hara makro maupun mikro. Adanya jenis tanah yang
berbeda-beda baik dari sifat fisika, kimia maupun biologinya maka kandungan
atau ketersediaan hara dalam tanah juga berbeda-beda antara tanah yang satu
dengan jenis tanah yang lain.
Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan
produk tanaman yang diinginkan, pada lingkungan tempat tanah itu berada.
Kesuburan tanah dalam arti sempit adalah ketersediaan hara tanaman pada waktu
tertentu.makin tinggi ketersediaan hara, maka tanah tersebut makin subur dan
sebaliknya status hara dalam tanah selalu berubah-ubah, tergantung pada musim,
pengelolaan tanah dan jenis tanaman. Problematika kesuburan tanah yang sering
terjadi adalah pengurasan unsur hara pada saat pemanenan, pemberian pupuk yang
tidak proporsional atau berlebihan dan siklus pengharaan terbuka. Sebelum
melakukan penanaman hendaknya dilakukan analisis tanah terlebih dahulu
terutama sifat kimia tanah, dimana analisis kimia tanah bertujuan untuk
mengetahui status ketersediaan hara pada tanah tersebut sehingga memberikan
indikasi yang jelas tentang adanya kelebihan dan kekurangan unsur hara yang
mungkin terjadi pada tanaman dan dapat memberikan rekomendasi kebutuhan
pupuk yang diperlukan.
Pada pengamatan tinggi tanaman yang dilakukan pada tanaman sawi
(Brassica sinensis L.) satu minggu setelah penanaman, dapat diketahui tinggi rata-
rata tanaman pada tanaman sawi tanpa perlakuan (A) adalah 1,575cm. Pada
tanaman saei dengan perlakuan pupuk organik (B) mempunyai tinggi 1,565cm.
Tinggi tanaman sawi dengan perlakuan pupuk anorganik(C) adalah 2,780cm dan
pada tanaman sawi dengan perlakuan kombinasi pupuk organik dan pupuk
anorganik (D) mempunyai tinggi 2,130cm.
Pada minggu kedua setelah penanaman atau 14 hari setelah tanam (HST),
pertumbuhan tinggi rata-rata tanaman sawi tanpa perlakuan (A) adalah 6,025cm.
Sementara pada tanaman sawi dengan perlakuan B bertambah tinggi hingga
5,675cm. Pada tanaman sawi dengan perlakuan C memiliki tinggi rata-rata
tanaman 5,460cm dan pada tanaman sawi dengan perlakuan D memiliki tinggi
rata-rata tanaman 7,925cm.
Pada minggu ketiga setelah tanam, tinggi rata-rata tanaman sawi dengan
perlakuan A adalah 8,635cm. Pada tanaman sawi dengan perlakuan B tinggi rata-
rata tanamannya adalah 11,965cm. Sementara pada tanaman sawi dengan
perlakuan C tinggi rata-ratanya sebesar 7,930cm dan pada tanaman sawi dengan
perlaukan D memiliki tinggi rata-rata 13,430cm.
Pada minggu terakhir setelah penanaman, tanaman sawi dengan perlakuan
A memiliki tinggi rata-rata 14,22cm. Pada tanaman dengan perlakuan B tinggi
rata-ratanya adalah 19,050cm. Pada tanaman dengan perlakuan C memiliki tinggi
rata-rata 14,20cm dan tanaman dengan perlakuan D tinggi rata-ratanya adalah
21,475cm.
Dari analisis tinggi tanaman yang dididapat dari minggu pertama setelah
penanaman sampai minggu terakhir setelah penanaman, dapat diketahiu bahwa
tanaman dengan perlakuan A atau tanpa perlakuan pertumbuhannya lebih lambat
dibanding yang lain. hal ini disebabkan oleh ketersediaan hara tanah tidak dapat
diserap seutuhnya oleh tanaman. Tanaman yang tidak diberi pupuk, terutama
pupuk anorganik, akan kesulitan menyerap hara tersedia pada tanah karena hara
tersebut seperti N,P, dan K pada tanah meskipun beberapa diantaranya bersifat
mobil atau mudah bergerak, namun hara tersebut tidak mencukupi kebutuhan
tanaman. Sehingga pada minggu terakhir atau minggu keempat setelah
penanaman, ditemukan tanaman dengan beberapa lubang-lubang pada daun dan
bebarapa tanaman daunnya berwarna hijau kekuningan. Dari kondisi tersebut,
tanaman mungkin kekurangan N sehingga terjadi klorosis dan tanaman rentan
terserang hama dan penyakit. Pada tanah tanpa perlakuan memiliki pH tanah 6,8.
Berat brangkasan segar tanaman sawi tanpa perlakuan adalah 6,022.
Pada tanaman sawi dengan perlakuan pemaikan pupuk organik intensitas
pertambahan tingginya terus mengalami kenaikan. Pada minggu pertama setelah
penanam yaitu 1,565cm, kemudian minggu selanjutnya 5,675cm, 11,965cm, dan
pada minggu terakhir adalah 19,050cm. Pada minggu pertama tanaman hanya
tumbuh setinggi 1,565cm, hampir setara dengan tinggi tanaman sawi tanpa
perlakuan (A). Hal ini disebabkan karena tanaman belum mampu menyerap secara
maksimal unsur hara yang ada, baik yang tersedia di tanah maupun yang berasal
dari pupuk organik karena perakaran tanaman masih sangat pendek dan kecil
sehingga unsur hara yang diserap hanya disekitar daerah perakaran saja. Begitu
pula dengan minggu kedua. Namun pada minggu ketiga kondisi tanaman
mengalami peningkatan. Selain bertambah tinggi, perkembangan tanaman juga
baik. Hal ini ditunjang dengan berat brangkasan segar tanaman dan kandungan
hara tanah. Berat brangkasan segar tanaman sawi dengan perlakuan ini adalah
9,203. Sementara pH tanah pada lahan dengan perlakuan pupuk organik ini adalah
6,6. Sesuai teori, tanaman akan hidup nyaman pada kondisi pH tanah antara 6,5-
6,6.
Pada perlakuan dengan pupuk anorganik (C), tinggi tanaman pada minggu
pertama adalah 2,780cm. Dilanjutkan pada minggu kedua, ketiga,dan terakhir atau
keempat yaitu 5,675cm, 11,965cm, dan 14,20cm. Meski pada minggu pertama,
tanaman dengan perlakuan ini rata-rata tingginya paling tinggi dibanding dengan
yang lain, namun pada minggu-minggu selanjutnya, intensitas pertumbuhan
tingginya semaki menurun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara
lain faktor tanah, cuaca, dan kandungan pupuk anorganik itu sendiri. Pupuk
anorganik, dimana pada praktikum kali jenis pupuk anorganik yang digunakan
yang adalah pupuk urea dan KCl, selain memiliki beberapa kelebihan juga
memiliki beberapa kelemahan. Pupuk urea yang memiliki kandungan N yang
berfungsi selain membantu dalam fotosintesis, juga berperan dalam pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. namun sayangnya, selain pengambilan N oleh
tanaman tidak dilakukan begitu saja, namun harus melalui beberapa tahapan atau
proses, kangan N yang terdapat pad pupuk urea tersebut juga tidak dapat
berfungsi dengan baik karena salah satu penunjang keberhasilan metabolisme N
adalah adanya peranan Mg. Namun, pupuk anorganik hanya mengandung unsur
makro saja. Sementara Mg adalah unsur mikro. Faktor lainnya adalah cuaca. Pada
saat ini, di daerah Palur sering sekali turun hujan. Hal itu menyebabkan
kandungan K yang tersedia didalam tanah mengalami proses leaching (pencucian)
karena kalium adalah salah satu unsur yang sifatnya sangat dinamis dan mudah
bergerak. Pada tanaman sawi dengan perlakuan ini memillikiberat brangkasan
segar 6,196 dan pH tanah 6,9.
Pada tanaman sawi dengan perlakuan kombinasi pupuk organik dan pupuk
anorganik memiliki hasil, baik dari tinggi tanaman dan perkembangan tanaman
serta berat segar brangkasan segar tanaman, paling baik diantara tanaman dengan
perlakuan lainnya. Tinggi rata-rata tanaman pada kondisi pH 7 dengan perlakuan
kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik dari minggu pertama hingga
minggu keempat adalah 2.130cm, 7,925, 13,430, dan 21,475. Sedang berat
brangkasan segar tanaman ini setelah ditimbang adalah 14,434. Dari analisis
tersebut dapat disimpulkan bahwa tanaman ini dapat tumbuh subur pada pH 7.
Selain itu, dapat disimpulkan bahwa perlakuan kombinasi pupuk organik dan
pupuk anorganik adalah perlakuan paling tepat untuk tanaman sawi pada tanah
jenis incepticol. Kombunasi kedua jenis pupuk ini baik untuk tanaman karena
kedua sifat pupuk yang berbeda dan masing-masing memiliki keunggulan dan
kelebihan sehingga saling menutupi. Pada pupuk organik memiliki kandungan
unsur makro dan mikro yang lengkap namun kandungan unsur haranya kecil,
sementara pada pupuk anorganik hanya mengandung unsur makro saja namun
kandungan unsur haranya besar. Selain itu, pada pupuk organik unsurnya lambat
tersedia unutk tanaman, dan pada pupuk anorganik unsurnya mudah tersedia
untuk tanaman sehingga tanaman mudah menyerap sehingga hara yang
dibutuhkan terpenuhi.
Pada praktikum ini, perbandingan ph tanah dari kelompok tanpa perlakuan
(A), perlakuan pupuk organik (B), perlakuan pupuk anorganik (C), dan kombinasi
kedua pupuk (D) adalah 6,8:6,6:6,9:7. Pada perbandingan tersebut dapat diketahui
bahwa tanah yang memiliki pH tertinggi adalah tanah dengan perlakuan D
(kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik). Jika dibandingkan dengan tanah
tanpa perlakuan sebagai variable konstan, maka tanah yang diberi perlakuan
kombinasi pupuk organik dan anorganik menyebabkan pH tanah menjadi netral.
Sementara pada tanah dengan perlakuan B (penambahan pupuk organik saja) jika
dibandingkan dengan tanah tanpa perlakuan (A), pH tanah turun dari 6,8 menjadi
6,6. Pada perlakuan C (menggunakan pupuk anorganik) memiliki pH tanah 6,9.
Dengan demikian, maka penambahan pupuk anorganik akan menyebabkan pH
tanah menjadi naik. Hal ini sesui dengan teori, yauti penggunaan pupuk anorganik
akan meyebabkan tanah menjadi bertambah masam.
Untuk perbandingan bahan organik antara kelompok 1 (perlakuan A),
keompok 2 (perlakuan B), kelompok 3 (perlakuan C), dan kelompok 4 (perlakuan
D) adalah 0,55% : 1,2% : 0,55% : 1,2%. Dari perbandingan tersebut dapat
diketahui bahwa tanah yang memiliki kandungan bahan oeganik tertinggi adalah
tanah dengan perlakuan B dan D, yaitu 1,2%. Sedang tanah dengan perlakuan A
dan B memiliki kandungan bahan organik 0,55%
Pada perbandingan N total tanah dari kelompok 1 (perlakuan A), keompok
2 (perlakuan B), kelompok 3 (perlakuan C), dan kelompok 4 (perlakuan D) adalah
0,123% : 0,060% : 0,010% : 0,350%. Dari perbandingan tersebut dapat diketahui
bahwa tanah dengan perlakuan D (kombinasi pupuk organik dan pupuk
anorganik) memiliki kandungan N yang tersedia didalam tanah lebih besar
dibanding tanaman dengan perlakuan lainnya.
Pada perbandingan P tersedia tanah dari kelompok 1 (perlakuan A),
keompok 2 (perlakuan B), kelompok 3 (perlakuan C), dan kelompok 4 (perlakuan
D) adalah 0,0011% : 0,0009% : 0,0032% : 0,0010%. Dari perbandingan tersebut
dapat diketahui bahwa tanah yang memiliki unsur P tersedia tanah lebih tinggi
dibanding yang lain. Sedang tanah dengan perlakuan B unsur P tersedia tanahnya
lebih rendah.
Pada perbandingan K tersedia tanah dari kelompok 1 (perlakuan A),
keompok 2 (perlakuan B), kelompok 3 (perlakuan C), dan kelompok 4 (perlakuan
D) adalah 0,19% :0,01% : 0,46% : 0,38%. Dari hasil analisis ini dapat
disimpulkan bahwa kandungan K tersedia tanah tertinggi adalah pada tanah
dengan perlakuan C (penambahan pupuk anorganik), dan tanah dengan perlakuan
B memiliki kandungan K tersedia tanah terendah, yaitu 0,01%.
Untuk pupuk organik, hasil yang didapat dari kelompok 1 (dengan
perlakuan A/tanpa perlakuan) adalah N total sebesar 0,49%, kandungan P2O5
adalah 0,26%, kandungan K2O sebesar 0,69%, kandungan C organik adalah
4,47%, dan kandungan bahan organiknya adalah 9,12%.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Rata – rata tanaman sawi pada minggu ke-1 terbesar didapat pada
perlakuan SP1N1 dan terkecil didapat pada perlakuan SP1N2.
b. Rata – rata tanaman sawi pada minggu ke-2 terbesar didapat pada
perlakuan SP1 dan terkecil didapat pada perlakuan SP1N1 dan
SP1N3.
c. Rata – rata tanaman sawi pertumbuhan paling tinggi minggu ke-3
pada perlakuan SN1N1 dan yang paling rendah pada perlakuan
SP1N3.
d. Pada tanaman sawi berat brangkasan paling tinggi pada perlakuan SN1
seberat 8,86 kg dan terendah pada perlakuan SN2 seberat 5 kg.
e. Kadar lengas tertinggi adalah pada tanah Entisol yaitu sebesar 45,28%
dan yang terendah pada tanah Alfisol sebesar 7,16 %.
f. pH tanah tertinggi adalah pada tanah Alfisol yaitu sebesar 5,524 dan
terendah pada tanah Ultisol sebesar 4,634
g. N total tanah yang tertinggi pada tanah Ultisol sebesar 0,51 % dan
terendah pada tanah Entisol sebesar 0,05 %
h. P tersedia di tanah terbesar terdapat pada tanah entisol sebesar 730,88
ppm dan terendah pada tanah untisol sebesar 165,45 ppm.
i. K tersedia di tanah terbesar pada tanah entisol sebesar 0,01% dan
terendah pada tanah Entisol sebesar 1,27 % karena terjadi ketidak
telitian praktikan dalam melaksanakan praktikum.
j. Kadar bahan organik yang tertinggi pada tanah Untisol sebesar
17,415% dan terendah pada tanah entisol sebesar 0,4128 %.
B. Saran
Perlu dilakukan analisis lagi dengan tanaman yang berbeda sehingga
bisa membandingkan tingkat kesuburan tanah yang berbeda dengan tanaman
yang berbeda pula. Dalam melakukan praktikum dilapangan harus dengan
seksama agar data yang diperoleh valit dan pada praktikum laboraturium
dibutuhakan ketelitian agar memperoleh data yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1993. Soilorders. Soils.ag.uidaho.edu/soilorders/htm.
_______. 1995. Budidaya Tanaman Sayur – mayur . www.iptek.co.id. Diakse tanggal 15 Januari 2008.
_______.2007. Budidaya Kangkung. http:// agroline.moa.my/doa/bdc/vege/ka_tek_bm.html. Diakses tanggal 15 Januari 2008
_______.2003. Kondisi Biofisik. Buletin Teknik Pertanian Vol. 8 No. 2, ©Badan Litbang Pertanian Jakarta, Indonesia.
_______. 2008. Budidaya Sawi . www.iptek.co.id. Diakse tanggal 15 Januari 2008.
Buckman, H.O and N.C Brady. 1982. The Nature and Properties of Soil (terjemahan Soegiman). Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Darmawijaya, M Isa., Dr., Ir., 1990. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Handayanto, E. 1998. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Hermanto. 2000. Laporan Tahuanan Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Killham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press. Cambridge, UK.
Manahan, S.E., 1994. Environmental Chemistry. Sixth edition. Lewis Publisher. London, Tokyo, Boca Raton, Florida. USA.
Munir, Moch. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka jaya. Jakarta.
Rukman, Rahmat, 1994. Bertanam Betrai dan Sawi. Kasius. Jogjakarta
Sarief. 1979. Ilmu Tanah Umum. Bagian Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian UNPAD. Bandung.
Setijono, S. 1997. Intisari Kesuburan Tanah. Penerbit IKIP Malang. Malang.
Yuwono, NW. 2004. Kesuburan Tanah. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Williams C. et. al. 1993. Vegetable Production In The Tropics. Longman Group Limited. London