laporanindividu modul 2

Upload: dewi-sartika

Post on 30-Oct-2015

287 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIALMODUL 2NYERI EXTERMITASHERNIASI NUKLEUS PULPOSUS

BLOK MUSCULOSKELETAL

Disusun Oleh

Nama

: Dewi Sartika Muliadi

Stambuk

: 11-777-038

Kelompok

: V (Lima)

Pembimbing

: dr. Jenny Sampe, Sp.S

dr. MachyonoFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

PALU

2012BAB IPENDAHULUAN

1. Skenario

2. Kata Kunci1. Laki-laki umur 39 tahun

2. Nyeri bokong yang menjalar ke posterolateral

3. Reflex achilles menurun

4. Nyeri sejak lima hari lalu

5. Nyeri setelah mengangkat barang yang berat

6. Penurunan sensoris pada sisi lateral tungkai bawah dan 3 jari kaki kanan lateral

7. Nyeri bertambah berat saat duduk dan berkurang saat berdiri

3. Pertanyaan

1. Jelaskan anatomi dari Os.Vertebralis,medula spinalis dan topografi saraf ekstremitas inferior !

2. Mengapah nyeri bertambah berat saat duduk dan berkurang saat berjalan atau berdiri ?

3. Mengapah refleks achilles menurun ?

4. Mengapah terjadi nyeri pada bokong dan menjalar ke bagian posterolateral paha,tungkai bawah dan tumit ?

5. Jenis-jenis pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan ?

6. Bagaimana hubungan aktivitas penderita dengan gejala-gejala pada skenario ?

7. Bagaimana fisiologi nyeri ?

8. Apa saja DD dari skenario ?

BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Definisi

Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) adalah protrusi nukleus pulposus bersama dengan beberapa bagian annulus ke dalam kanalis vertebralis akibat degenerasi annulus fibrosus diskus intervertebralis. Akibat herniasi tersebut saraf spinal menjadi tertekan menyebabkan nyeri yang menjalar sepanjang dermatom saraf yang terkena.1.2. Faktor Resiko

Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis, merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor psikososial. Pada laki-laki resiko nyeri pinggang meningkat sampai usia 50 tahun kemudian menurun, tetapi pada wanita tetap terus meningkat. Peningkatan insiden pada wanita berusia lebih dari 50 tahun kemungkinan berkaitan dengan osteoporosis.1.3. Insidens

Nyeri pinggang bawah paling banyak dijumpai pada golongan usia 40 tahun dengan jumlah penderita wanita dan laki-laki sama banyaknya. Secara keseluruhan, nyeri pinggang bawah merupakan keluhan yang paling banyak dijumpai (49 %). Pada negara maju prevalensi orang terkena nyeri pinggang bawah adalah sekitar 70-80 %. Nyeri pinggang bawah merupakan penyebab terbanyak mengapa seseorang menjadi tidak dapat bekerja.Herniasi Nukleus Pulposus paling sering terjadi pada pria dewasa dengan insidens puncak pada dekade ke-4 dan ke-5. Kelainan ini lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang banyak membungkuk dan mengangkat.1.4. Patofisiologi

Perubahan discus dan ligamen intervertebral sebagai akibat dari proses penuaan (degenerasi) dan mungkin tambahan adanya trauma minor mulai terjadi pada tahap pertama dari dekade ketiga. Deposisi kolagen dan elastin serta perubahan glikosaminoglikan menurunkan kandungan air nukleus pulposus, bersamaan dengan end plate kartilago yang kurang vaskular (Hassler). Discus yang mengalami pengurangan kandungan air menjadi tipis dan lebih rapuh. Perubahan serupa terjadi pada anulus discus, yang menjadi longgar seiring dengan perjalanan waktu, yang memungkinkan nukleus pulposus menonjol dan dengan adanya cedera dapat mengalami ekstrusi.Discus yang mengalami proses degeneratif biasanya mengandung kadar sulfation dan kondroitin yang rendah. Perubahan vaskularisasi terjadi pada discus yang mengalami proses degeneratif dimana anastomosis berkurang pada permukaan anterolateral. Ketika tekanan intradiscus meningkat, discus yang mengalami proses degeneratif akan mengalami herniasi pada tekanan yang lebih rendah dibandingkan discus normal. Discus yang mengalami degenerasi mengandung konsentrasi fibronectin yang lebih tinggi dari normal, yang biasanya meningkat sebagai respon terhadap trauma. Hal ini berarti ada peningkatan aktivitas proteolitik. Selain itu, discus yang mengalami herniasi juga menginduksi respon inflamasi, dimana dijumpai makrofag pada herniasi akut maupun kronis.1.5. Gejala Klinis

Gejala klinis HNP berupa :

1. Nyeri pada regio sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, dan kadang-kadang betis dan kaki

2. Kekakuan atau postur spinal yang tidak biasa

3. Kombinasi parestesia, kelemahan, dan gangguan refleks

Nyeri pada HNP bervariasi mulai nyeri ringan hingga nyeri seperti ditusuk pisau yang menjalar di sepanjang tungkai. Pada nyeri yang sangat berat biasanya penderita menolak untuk tidur, dan tidak dapat mentoleransi batuk, bersin, atau peregangan. Biasanya penderita merasa nyaman dengan posisi berbaring dengan tungkai fleksi pada lutut dan pinggang, serta bahu dinaikkan ke bantal. Tes Lasegue, dimana terjadi elongasi akar saraf dengan fleksi tungkai pada sendi pinggang dan ekstensi pada sendi lutut merupakan salah satu tes yang paling sering memicu nyeri. Tanda kompresi saraf spinal yang berat termasuk gangguan sensasi, hilangnya refleks tendon, dan kelemahan otot. Hipotonus pada bokong dan betis sering dijumpai pada pemeriksaan fisik, dan refleks tendon Achilles menurun. Parestesia sering dirasakan pada tungkai biasanya pada bagian kaki. Prostrusi discus sentral yang sangat besar dapat menekan kauda equina menimbulkan sindrom berupa nyeri pinggang bawah, sciatic pain, paraparesis tidak komplit, hilangnya refleks patella, serta retensi dan inkontinensia urin.

Gambar 2.1 Herniasi Diskus pada Kanal Spinal

1.6. Diagnosis

A. Anamnesis

Dalam membuat diagnosis HNP harus diperhatikan juga kemungkinan lain yang dapat menyebabkan keluhan nyeri pinggang (back pain). Terdapat beberapa tipe nyeri yang sering menjadi keluhan penderita nyeri pinggang yaitu :1. Nyeri lokal yang disebabkan regangan struktur yang peka nyeri dan menekan atau mengiriritasi hujung saraf sensoris. Nyeri biasanya terlokalisasi di tempat yang terkena.

2. Nyeri yang menjalar ke pinggang mungkin berasal dari visera abdomen atau pelvis. Pada awalnya nyeri hanya dirasakan di abdomen atau pelvis kemudian diikuti dengan nyeri pinggang dan tidak dipengaruhi oleh postur tubuh.

3. Nyeri yang berasal dari tulang belakang biasanya terlokalisasi di pinggang atau dapat menjalar ke bokong atau kaki. Nyeri yang menjalar sesuai dengan lokasi dermatom.

4. Nyeri radikular tipikal dengan nyeri yang tajam dan menjalar dari tulang belakang ke daerah yang dipersarafi. Batuk, bersin atau kontraksi otot volunteer akan memperberat nyeri.

5. Nyeri yang berhubungan spasme otot biasanya berkaitan dengan kelainan tulung belakang. Spasme diikuti dengan postur yang abnormal , otot taut paraspinal dan nyeri tumpul.

Nyeri yang disebabkan oleh HNP adalah nyeri yang terlokalisasi dan dapat menjalar sesuai dengan daerah yang dipersarafi .B. Pemeriksaan fisik

Pada palpasi pemeriksa harus memeriksa dari kepala sampai kaki untuk mengeliminasi penyebab yang lain. Pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan1i. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.ii. Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.iii. Pemeriksaan reflex : Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.iv. Test Laseque

Tanda Laseque atau modifikasinya yang positif menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Test Laseque (+), makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Adanya tanda Laseque lebih menandakan adanya lesi pada L4-5 atau L5-S1 daripada herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes ini hanya positif pada 73,3% penderita. Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (50 tahunPinggang bawah tungkai bawah,bilateralNyeri menyucukMemberat ketika berjalan terutama menaiki tangga, berkurang dengan dudukBerkurang ketika mengekstensi tulang belakang,refleks asimetris

SpondilolisthesisSemua umurPinggang,posterior pahaNyeriMemberat dengan aktivitasTerjadi perubahan pd kurva spinal

Ankylosing spondilitis15-40 tahunSendi sakroiliaka, tulang lumbarNyeriKaku di pagi hariBerkurangnya pergerakan pinggang,tegang di sendi sakroiliaka

InfeksiSemua umurTulang lumbar, sacrumNyeri tajamBervariasiDemam,nyeri tekan, kelainan neurologis, berkurangnya pergerakan

Keganasan>50 tahunTulang yang terlibatNyeri tumpul, progresif lambatMeningkat dengan batukTegang yang terlokalisir, demam, tanda neurologis

Tabel 2.1 Diagnosis Banding Low Back Pain1.9. Komplikasi

Jika nyeri pinggang hanya disebabkan oleh back strain atau kelainan yang tidak melibatkan saraf, biasanya tidak menimbulkan komplikasi. Jika disebabkan oleh penekanan pada serabut saraf dapat menimbulkan sindroma kauda ekuina di mana penderita mengeluhkan nyeri hebat walau dengan pemicu yang ringan, nyeri menjalar yang akut atau kronik, abnormaltas motorik atau sensorik dari tungkai bawah unilateral maupun bilateral dan disfungsi dari usus atau kandung kemih.1.10. PenatalaksanaanPasien harus diberi penerangan yang jelas tentang perjalanan penyakitnya, tes-tes diagnostik yang dilakukan, cara-cara pencegahan, peran pembedahan sehingga pasien dapat menilai keadaan dirinya dan mengerti tindakan yang diambil oleh dokter dengan konsekuensi dari terapi yang dipilih. Secara garis besar tatalaksana HNP dapat dibagi menjadi 2 yaitu terapi konservatif dan terapi operatif. Pada umumnya para praktisi memulai dengan terapi konservatif dan bila nyeri tidak hilang setelah terapi maksimal baru direkomendasikan terapi operatif.a. Terapi Konservatif

Sekitar 80-90% pasien dengan HNP akut akan mengalami perbaikan tanpa dioperasi. Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, menghilangkan nyeri dan melakukan restorasi fungsional. Yang termasuk dalam terapi konservatif, yaitu : Tirah baringTirah baring di atas kasur yang keras dan rata maksimal dalam waktu 1-2 hari. Tidak dianjurkan tirah baring yang berkepanjangan meskipun hal ini dapat mengurangi rasa nyeri tetapi juga dapat menyebabkan sendi-sendi menjadi kaku dan otot menjadi lemah yang menyebabkan aktivitas menjadi terganggu sehingga fungsi fisik dan psikis penderita menjadi terganggu. Obat antiinflamasiObat yang dapat diberikan seperti NSAID ataupun golongan steroid untuk mengurangi pembengkakan pada saraf akibat iritasi. Obat analgesikObat ini diberikan untuk mengontrol rasa nyeri, analgesik diberikan hanya sebagai terapi simtomatis. Analgesik yang dapat diberikan berupa NSAID, analgetik golongan opioid serta analgetik adjuvant seperti trisiklik antidepresan, karbamazwpin, fenitoin, dan gabapentin. Bila disertai dengan spasme otot dapat diberikan muscle relaxant. Epidural steroid injection therapyEpidural steroid injection therapy pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1952. Pertimbangan penggunaan steroid secara lokal ini adalah karena efek antiinflamasi sehingga dapat menghambat fungsi-fungsi dari leukosit, termasuk didalamnya yaitu mencegah agregasi leukosit pada daerah yang mengalami inflamasi, degranulasi dari granulosit, sel mast dan makrofag dan menstabilisasi lysosomal dan membran sel. Selain itu steroid dapat menghambat aktivitas enzim phospolipase 2 (PLA2) sehingga menghambat kaskade pembentukan mediator-mediator inflamasi akibat pelepasan asam arakhidonat dari membrane sel. Epidural steroid injection therapy merupakan alternatif dengan resiko yang lebih rendah bila dibandingkan dari intervensi bedah. namun Epidural steroid injection therapy tidak seefektif intervensi bedah. Rehabilitasi Fisik

Apabila nyeri sudah mulai mereda, pasien sebaiknya memulai program olahraga bertahap untuk memperkuat otot pinggang dan abdomen. Pasien perlu membatasi tindakan mengangkat barang yang berat serta menggunakan mekanika tubuh secara benar, teknik-teknik yang benara antara lain adalah menjaga agar tulang belakang tetap tegak (hindari membungkuk), menekuk lutut, dan menjaga agar berat tetap dekat dengan tubuh untuk menggunakan otot-otot tungkai yang kuat dan menghindari pemakaian otot-otot pinggang.Bentuk fisioterapi yang dilakukan dapat berupa TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation), terapi termal (panas dan dingin), lumbar traction, pemakaian korset lumbar yang lunak dan penguat pinggang yang fleksibel. Meskipun semua hal ini tidak mengatasi herniasi diskus tetapi mampu mengurangi rasa nyeri tersebut. b. Terapi Operatif

Tujuan dari terapi operatif adalah membuat diskus yang mengalami herniasi berhenti menekan dan mengiritasi saraf yang menyebabkan rasa nyeri dan kelemahan. Indikasi melakukan operasi adalah :

Kegagalan memberikan respon terhadap terapi konservatif selama 1 bulan

Terdapat Syndrome Cauda Equina, dimana herniasi diskus telah menekan Cauda Equina dengan gejala berupa inkotinensia urin dan inkotinensia alvi dan deficit neurologis pada kedua tungkai

Bila terdapat kompresi radiks saraf yang disertai dengan deficit motorik terutama kelumpuhan kuadriseps atau tidak terdapat dorsofleksi kaki. Terdapat iskialgia yang berat dan lebih dari 4-6minggu.

Prosedur bedah yang biasanya dilakukan adalah microdiscectomy dengan cara membuat insisi kecil dan dengan bantuan operating microscope dilakukan hemilaminotomy untuk mengekluarkan fragmen diskus yang menimpa saraf. Selain itu dapat juga dengan menggunakan teknik minimal invasive yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu central decompression dan directed fragmentectomy. Central decompression dapat dilakukan secara kimiawi dengan menggunakan Chymopapain dengan menggunakan laser dan dilakukan ablasi atau dengan cara mengaspirasi. Directed fragmentectomy hampir sama debgan open microdiscectomy, prosedur ini dilakukan dengan menggunakan sebuah arthroscope (sejenis teleskop yang dimasukkan ke sensi melalui insisi kecil) dan sebuah probe kedalam diskus intervetebralis menuju ke annulus posterior dan dilakukan fragmentectomy.1.11. Prognosis

Dengan Discectomy 85-90% pasien menunjukkan hasil yang bagus dan kembali pada fungsi yang normal. BAB III

PENUTUPAN

Dari skenario diatas dengan gejala-gejala yang ditunjukkan maka saya menyimpulkan bahwa diagnosis dari skenario ini adalah Herniasi Nukleus Pulposus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S, Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC, Jakarta, 19972. Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 20003. Mardjono Mahar,Sidharta Priguna.Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat,Jakarta 20124. Apley Graham & Louis Solomon.Buku Ajar Ortopedi Dan Fraktur.Widya Medika,Jakarta 1995.Gambar 2.8 Sequestration Disc pada L5-S1

Gambar 2.7 Potongan Axial pada MRI

Gambar 2.3 Foto Polos Vertebra Normal

seorang laki-laki berumur 39 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada bokong yang menjalar ke bagian posterolateral paha, tungkai bawah dan tumit. Hal ini dirasakan sejak 5 hari yang lalu setelah penderita mengangkat barang berat di kantor. Nyeri ini bertambah berat bila penderita duduk dan berkurang bila penderita berdiri atau berjalan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunan sensoris pada sisi lateral tungkai bawah dan kaki serta 3 jari lateral kaki kanan. Reflex Achilles juga menurun.

29

MIND MAP

NYERI

Defenisi

klasifikasi

Mekanisme

penatalaksaaan

Durasi

Asal nyeri

Non medikamentosa

medikamentosa

HNP

Defenisi

Epidemiologi

Etiologi

Klasifikasi

DD

Diagnosis

Patofisiologi

Penatalaksanaan

Anamnesis

Pemfis

Penunjang

Konservatif

Non medikamentosa

Medikamentosa

Spondilolistesis

Spondilosis