laporan uop-02 tray drier kelompok 2

Upload: titen-pinasti

Post on 06-Jan-2016

112 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

tray drier

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PRAKTIKUM UOP 2

    TRAY DRIER

    Disusun Oleh:

    KELOMPOK 02

    M. Hafiz Al Rasyid 1206219161

    Reynaldi Rachmat 1206263300

    Satrio Bimo Wijardono 1206220636

    Titen Pinasti 1306482054

    DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS INDONESIA

    DEPOK 2015

  • i Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI .............................................................................................................. i

    BAB I - PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

    1.2 Tujuan Percobaan ................................................................................................ 2

    BAB II - TEORI DASAR .......................................................................................... 3

    2.1 Definisi dan Mekanisme Pengeringan ................................................................. 3

    2.2 Kurva Pengeringan .............................................................................................. 5

    2.3 Psychrometric Chart ............................................................................................ 9

    BAB III - PERCOBAAN ........................................................................................... 13

    3.1. Alat dan Bahan .................................................................................................... 13

    3.2 Variabel-Variabel dalam Percobaan .................................................................... 13

    3.3 Prosedur Percobaan .............................................................................................. 13

    BAB IV - DATA DAN PENGOLAHAN DATA ...................................................... 15

    4.1 Pengaruh diameter partikel terhadap pengeringan ............................................... 15

    4.2 Pengaruh laju alir udara terhadap pengeringan .................................................... 22

    4.3 Pengaruh Perubahan Temperatur terhadap Pengeringan .................................... 29

    BAB V - ANALISIS .................................................................................................. 37

    5.1 Analisis Percobaan ............................................................................................... 37

    5.2 Analisis alat dan bahan......................................................................................... 39

    5.3 Analisis Hasil Percobaan ..................................................................................... 40

    5.4 Analisis Perhitungan ............................................................................................ 41

    5.5 Analisis Grafik ..................................................................................................... 43

    5.6 Analisis Kesalahan ............................................................................................... 46

    BAB VI - KESIMPULAN ......................................................................................... 47

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 48

    LAMPIRAN ............................................................................................................... 49

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pengeringan adalah metoda atau proses perpindahan yang ditujukan untuk

    memisahkan atau mengurangi kandungan cairan dalam jumlah yang kecil dari zat

    padat dari permukaan bahan sampai batas tertentu sehingga perkembangan

    mikroorganisme maupun kegiatan enzim yang merugikan terhambat atau

    terhenti,dengan bantuan media pengering yang berupa uap panas yang dialirkan

    melewati suatu bahan yang akan dikeringkan. Media pengering biasanya udara,

    karena jumlahnya banyak, mudah digunakan, dan dapat dikendalikan.

    Konsep perpindahan massa dapat diterapkan dalam pengeringan (drying).

    Dalam percobaan ini pengeringan akan dilakukan untuk mengeringkan suatu

    umpan solid/butiran padat berupa pasir dengan berbagai ukuran menggunakan

    unit operasi yang dinamakan tray dryer. Tray dryer adalah alat pengering yang

    dirancang untuk pengeringan bahan yang membutuhkan wadah. Pada alat ini

    terdapat tray yang digunakan sebagai tempat umpan yang dikeringkan. Proses

    pengeringan dilakukan pada tray kedua dari atas. Pengeringan dilakukan dengan

    mengalirkan udara yang dipanaskan dengan heater dan kemudian mengalir ke

    arah tray-tray umpan. Udara panas inilah yang akan menguapkan air yang

    terkandung dalam umpan yang berupa pasir hingga kering.

    Pengeringan (drying) adalah salah satu proses penting dalam industri. Contoh

    industri yang mengaplikasikan proses ini, yaitu industri semen, farmasi, dan susu.

    Pada proses ini terjadi perpindahan massa (mass transfer) dan perpindahan kalor

    (heat transfer) antara udara pengering dengan bahan padat yang akan dikeringkan.

    Perbedaan pengeringan dan evaporasi adalah pada pengeringan, pemisahan air

    (yang relatif sedikit) dari bahan padatan, sedangkan pada evaporasi (penguapan),

    pemisahan air (yang relatif lebih banyak) dari suatu larutan. Keuntungan

    pengeringan adalah sebagai berikut.

    Mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana terjadinya

    perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat

  • 2 Universitas Indonesia

    menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti sehingga bahan yang

    dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama (lebih awet).

    Karena volumenya kecil maka akan mempermudah dan menghemat ruang

    penyimpanan saat pengepakan.

    Lebih ringan karena volume air dalam bahan makin sedikit, sehingga

    memudahkan pengangkutan.

    Biaya produksinya menjadi lebih murah.

    1.2 Tujuan Percobaan

    Praktikan dapat menentukan kondisi variabel-variabel proses operasi

    pengeringan yang diperlukan untuk melakukan operasi pengeringan

    optimum.

    Praktikan mampu menggunakan Psychrometric Chart.

    Praktikan mampu memprediksi laju pengeringan suatu padatan basah

    dalam suatu persamaan empiris.

    Untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel, variasi temperatur, dan

    variasi laju alir udara terhadap laju pengeringan.

    Praktikan mampu menerangkan tahapan-tahapan pengeringan dalam suatu

    kurva pengeringan.

    Praktikan dapat menerangkan dasar-dasar mekanisme pengeringan.

  • 3 Universitas Indonesia

    BAB II

    TEORI DASAR

    2.1 Definisi dan Mekanisme Pengeringan

    Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi

    dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas

    kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber

    panas dan penerima uap cairan (Treybal, 1980). Dalam proses pengeringan terjadi

    pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang

    berlangsung secara serentak. Proses pengeringan melibatkan metode perpindahan

    panas konduksi, konveksi dan atau radiasi. Pada sistem pengering konduksi,

    medium pemanas yang digunakan biasanya uap panas dan terpisah dari bahan

    padat yang akan dikeringkan, contohnya pada drum dryer, yang kadang kala

    dikombinasi dengan sistem vakum. Pada sistem pengering tipe konveksi, medium

    pemanas yang dipakai biasanya udara yang mengalami kontak langsung dengan

    bahan pangan padat yang dikeringkan. Pada sistem ini terjadi difusi uap air dari

    dan di dalam produk. Contoh pengering tipe konveksi misalnya pengering oven,

    pengering semprot (spray dryer), fluidized bed dryer, rotary dryer. Pengering tipe

    radiasi memakai sumber panas dari radiant energy, misalnya alat pengering yang

    menggunakan energi microwave untuk mengeringkan suatu produk.

    Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material.

    Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara

    udara pengering dengan bahan yang dikeringkan. Material biasanya dikontakkan

    dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material ke

    udara pengering. Dalam beberapa kasus, air dihilangkan secara mekanik dari

    material padat dengan cara di-press, sentrifugasi dan lain sebagainya. Cara ini

    lebih murah dibandingkan pengeringan dengan menggunakan panas. Kandungan

    air dari bahan yang sudah dikeringkan bervariasi bergantung dari produk yang

    ingin dihasilkan. Sebagai contoh, garam kering mengandung 0.5% air, batu bara

    mengandung 4% air dan produk makanan mengandung sekitar 5% air. Biasanya

    pengeringan merupakan proses akhir sebelum pengemasan dan membuat beberapa

  • 4 Universitas Indonesia

    benda lebih mudah untuk ditangani. Ketika benda basah dikeringkan secara

    termal, ada dua proses yang berlangsung secara simultan (Rohman, 2008), yaitu :

    1. Perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat

    di permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat

    berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari

    ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban, laju dan

    arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan

    udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal

    pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi

    pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari

    permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara.

    2. Perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan. Ketika

    terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur

    sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke

    permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan

    mekanisme aliran internal air.

    Beberapa mekanisme aliran internal air yang dapat berlangsung diantaranya

    adalah:

    a. Difusi, pergerakan ini terjadi bila kandungan air pada padatan berada di

    bawah titik jenuh atmosferik dan padatan dengan cairan di dalam sistem

    bersifat mutually soluble. Contoh: pengeringan tepung, kertas, kayu, tekstil

    dan sebagainya.

    b. Capillary flow, cairan bergerak mengikuti gaya gravitasi dan kapilaritas.

    Pergerakan ini terjadi bila equilibrium moisture content berada di atas titik

    jenuh atmosferik. Contoh: pada pengeringan tanah, pasir, dll.

    Benda padat basah yang diletakkan dalam aliran gas kontinyu akan kehilangan

    kandungan air sampai suatu saat tekanan uap air di dalam padatan sama dengan

    tekanan parsial uap air dalam gas. Keadaan ini disebut equilibrium dan kandungan

    air yang berada dalam padatan disebut equilibrium moisture content. Pada

    kesetimbangan, penghilangan air tidak akan terjadi lagi kecuali apabila material

  • 5 Universitas Indonesia

    diletakkan pada lingkungan (gas) dengan relative humidity yang lebih rendah

    (tekanan parsial uap air yang lebih rendah).

    Beberapa produk mempunyai kandungan kelembaban awal yang tinggi.

    Karena itu, terjadi pengurangan awal linear dari kandungan kelembaban rata-rata

    produk sebagai fungsi waktu dapat diamati dalam waktu singkat. Jika pengeringan

    dilanjutkan, kemiringan kurva laju pengeringan menjadi kurang tajam (falling rate

    periode) dan pada akhirnya cenderung menjadi horizontal dan pada waktu yang

    sangat panjang menjadi setimbang dengan media dehidrasi. Pada falling rate

    periode, perpindahan air dari produk ke permukaan terjadi karena difusi

    molekular. Hal ini berbarti bahwa air dipindahkan dari zona dengan kelembaban

    yang lebih tinggi menuju ke zona dengan nilai yang lebih rendah, sebuah

    fenomena yang dijelaskan dengan hukum kedua termodinamika.

    2.2 Kurva Pengeringan

    Karakteristik proses pengeringan suatu bahan bergantung pada waktu yang

    diperlukan, sehingga kurva kandungan air bahan terhadap waktu yang diperlukan

    untuk mengeluarkan air dari bahan tersebut dapat digambarkan seperti dalam

    Gambar 2, yang dinamakan kurva pengeringan. Pada proses pengeringan berlaku

    dua proses, yaitu pada permulaan proses air dipermukaan bahan akan diuapkan,

    seperti yang digambarkan pada kurva pengeringan yang berkemiringan rendah,

    kemudian barulah berlaku proses pemindahan air dari bahagian dalam bahan ke

    permukaaannya. Semakin lama semakin sedikit air yang diuapkan. Proses ini

    berlangsung sampai air yang terikat saja yang tinggal di dalam bahan tersebut,

    seperti digambarkan oleh kurva asimptot di sebelah kanan grafik.

  • 6 Universitas Indonesia

    Gambar 2.1. Kurva Pengeringan

    Kurva penting lainnya yang dapat menjelaskan mekanisme pengeringan

    dengan lebih baik adalah kurva kadar pengeringan, seperti ditunjukkan pada

    gambar 3, yang menggambarkan kadar perubahan kandungan air bahan terhadap

    kandungan air bahan mulamula.

    Untuk semua bahan, seperti yang disebutkan di atas, tahap awal pengeringan

    merupakan tahap kadar pengeringan konstan. Pada keadaan ini air pada

    permukaan bahan diuapkan pada kadar yang ditentukan oleh kualitas udara yang

    ditempatinya yaitu suhu, kelembaban relatif, tekanan, dan kadar aliran udara

    seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, oleh sebab itu kadar pengeringan

    tetap. Tahap berikutnya pemindahan air dari bahan ke permukaan luar, air

    dipermukaan bahan diuapkan dan air yang dikandung bahan dialirkan keluar

    melalui proses resapan. Semakin jauh air dipindahkan dari permukaan bahan,

    kadar resapan semakin berkurang sehingga mengakibatkan kadar pengeringan

    berkurang.

    Gambar 3 menunjukkan kadar pengeringan bahan bukan higroskopik

    berkurang pada peringkat kedua pengeringan dan seterusnya sehingga semua air

    yang dikandungnya habis keluar. Untuk bahan higroskopik pula, pada awal

    pengeringan mempunyai bentuk yang sama dengan bahan bukan higroskopik jika

    kualitas udara sama. Kadar pengurangannya juga akan sama sampai semua air

    yang tak terikat menguap. Setelah itu kadar pengeringan akan berkurang lagi

    apabila air yang terikat menguap, sampai tahap air tidak dapat lagi dikeluarkan

  • 7 Universitas Indonesia

    dari bahan tersebut. Pada tahap ini terjadi kesetimbangan antara uap air yang

    dikandung oleh bahan dengan medium udara. Pada Gambar 3 keadaan ini

    ditunjukkan dengan kadar pengeringannya menjadi nol. Untuk bahan higroskopik,

    kadar pengeringan pada tahap ketiga ini harus dikurangi, hal ini penting agar

    permukaan bahan tidak pecah atau retak akibat resapan air ke permukaan yang

    terlalu perlahan. Dimana permukaan bahan kering sedangkan air masih ada di

    dalam bahan. Seandainya hal ini terjadi dalam proses pengeringan hasil pertanian,

    maka mutu bahan yang dihasilkan akan merosot

    Gambar 2.2. Kurva Kadar Pengeringan

    Laju pengeringan suatu bahan yang dikeringkan antara lain ditentukan oleh

    sifat bahan tersebut seperti bulk density, kadar air awal, serta hubungannya

    dengan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan. Laju pengeringan

    maksimum biasanya tidak dipakai. Hal ini untuk mengurangi dan mencegah

    terjadinya pengkerutan, pengerasan permukaan, retak permukaan bahan serta

    akibat lain yang tidak diinginkan terjadi pada pengeringan produk pangan padat.

  • 8 Universitas Indonesia

    Gambar 2.3. Kurva Laju Pengeringan

    Laju pengeringan tetap

    Periode laju pengeringan tetap dicirikan dengan penguapan air dari

    suatu permukaan yang jenuh basah suatu produk atau permukaan air di

    dalam produk yang dikeringkan. Laju pengeringan tetap ini akan

    berlangsung terus selama migrasi air ke permukaan (ke tempat penguapan

    berlangsung) lebih besar dari pada air yang menguap dari permukaan.

    Suhu permukaan bahan yang dikeringkan pada kondisi ini relatif tetap,

    mendekati suhu bola basah udara pengering, dan laju pengeringan tetap ini

    tidak bergantung kepada produk yang dikeringkan.

    Laju pengeringan menurun

    Bila proses pengeringan diteruskan, air di dalam produk akan

    berkurang, migrasi air ke permukaan tidak mampu mengimbangi cepatnya

    air menguap dari permukaan ke udara sekitar. Dimulainya fase ini

    merupakan akhir dari periode pengeringan dengan laju tetap dan disebut

    kadar air kritis (critical moisture content), tanda dimulainya periode laju

    pengeringan menurun pertama. Pada keadaan tersebut, permukaan bahan

    yang dikeringkan sudah tidak jenuh dan mulai kelihatan ada bagian yang

    mengering. Faktor yang mengendalikan laju pengeringan pada periode ini

    adalah hal-hal yang mempengaruhi perpindahan air di dalam bahan padat

  • 9 Universitas Indonesia

    yang dikeringkan. Bergantung dari produk yang dikeringkan, produk

    pangan yang tidak higroskopis biasanya hanya memiliki satu periode laju

    pengeringan menurun, sedangkan produk pangan higroskopis memiliki

    dua periode laju pengeringan menurun. Periode laju pengeringan menurun

    biasanya merupakan periode operasional pengeringan terpanjang. Pada

    pengeringan biji-bijian, kadar air awal biji yang dikeringkan biasanya

    sudah berada di bawah kadar air kritisnya, sehingga hanya periode laju

    pengeringan menurun yang bisa teramati. Pada periode laju pengeringan

    menurun, laju pengeringan terutama bergantung kepada suhu udara

    pengering dan ketebalan tumpukan bahan yang dikeringkan.Pada periode

    laju pengeringan menurun kedua, laju pengeringan dikendalikan oleh

    perpindahan air didalam bahan padat produk, tidak dipengaruhi oleh

    kondisi diluar bahan padat tersebut. Bermacam mekanisme perpindahan

    air dalam produk bisa terjadi karena kombinasi berbagai faktor seperti

    difusi cairan, perpindahan cairan karena tenaga kapiler dan difusi uap air.

    2.3 Psychrometric Chart

    Psychrometric chart adalah sebuah diagram yang menggambarkan

    kesetimbangan sebuah cairang dalam udara/gas yang berdasarkan pada fungsi

    suhu,tekanan dan volume spesifik. Diagram ini dapat digunakan menentukkan

    kandungan cairan yang ada didalam gas tersebut untuk kondisi dan parameter

    tertentu. Psychrometric chart yang sudah paling umum digunakan dan dibuat

    adalah Psychrometric chart uap air-udara. Psikometrik merupakan suatu

    bahasan tentang sifat-sifat campuran udara dengan uap air, dan ini mempunyai

    arti yang sangat penting dalam pengkondisian udara karena udara pada

    atmosfir merupakan percampuran antara udara dan uap air, jadi tidak benar-

    benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan

    harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal

    yang penting, yaitu penguasaan akan dasar-dasar bagan dan kemampuan

    menentukan sifat-sifat pada kelompok-kelompok keadaan lain, misalnya

    tekanan barometrik yang tidak standar. Untuk memahami proses-proses yang

  • 10 Universitas Indonesia

    terjadi pada karta psikometrik perlu adanya pemahaman tentang hukum

    Dalton dan sifat-sifat yang ada dalam karta psikometrik, antara lain:

    Gambar 2.4. Psychrometric Chart

    1. Temperatur bola kering.

    Temperatur bola kering merupakan temperatur yang terbaca pada

    termometer sensor kering dan terbuka, namun penunjukan dari temperatur

    ini tidak tepat karena adanya pengaruh radiasi panas.

    2. Temperatur bola basah.

    Temperatur bola basah merupakan temperatur yang terbaca pada

    termometer dengan sensor yang dibalut dengan kain basah. Untuk

    mengukur temperatur ini diperlukan aliran udara sekurangnya adalah 5

    m/s. Temperatur bola basah sering disebut dengan temperatur jenuh

    adiabatic.

  • 11 Universitas Indonesia

    Gambar 2.5. Termometer Suhu Bola Basah dan Suhu Bola Kering

    3. Titik embun.

    Titik embun adalah temperatur air pada keadaan dimana tekanan uapnya

    sama dengan tekanan uap air dari udara. Jadi pada temperatur tersebut uap

    air dalam udara mulai mengembun dan hal tersebut terjadi apabila udara

    lembab didinginkan. Pada tekanan yang berbeda titik embun uap air akan

    berbeda, semakin besar tekanannya maka titik embunnya semakin besar.

    4. Kelembaban relatif.

    Kelembaban relatif didefinisikan sebagai perbandingan fraksi molekul uap

    air di dalam udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu

    dan tekanan yang sama, atau perbandingan antara tekanan persial uap air

    yang ada di dalam udara dengan tekanan jenuh uap air yang ada pada

    temperatur yang sama. Kelembaban relatif dapat dikatakan sebagai

    kemampuan udara untuk menerima kandungan uap air, jadi semakin besar

    RH semakin kecil kemampuan udara tersebut untuk menyerap uap air.

    Kelembaban ini dapat dirumuskan:

    dimana:

    Pw = Tekanan parsial uap air

    Pws = Tekanan jenuh uap air

  • 12 Universitas Indonesia

    5. Kelembaban spesifik (rasio kelembaban)

    Kelembaban spesifik (w) adalah berat atau massa air yang terkandung

    didalam setiap kilogram udara kering, atau perbandingan antara massa uap

    air dengan massa udara kering yang ada didalam atmosfir. Kelembaban

    spesifik dapat dirumuskan:

    dimana :

    W = Kelembaban spesifik

    Mw = Massa uap air

    Ma = Massa udara kering

    6. Entalpi

    Entalpi merupakan energi kalor yang dimiliki oleh suatu zat pada

    temperatur tertentu, atau jumlah energi kalor yang diperlukan untuk

    memanaskan 1 kg udara kering dan x kg air (dalam fasa cair) dari 0oC

    sampai mencapai t oC dan menguapkannya menjadi uap air (fasa gas).

    7. Volume spesifik

    Volume spesifik merupakan volume udara campuran dengan satuan meter-

    kubik per kilogram udara kering.

  • 13 Universitas Indonesia

    BAB III

    PERCOBAAN

    3.1. Alat dan Bahan

    3.1.1 Alat

    1. Mesin tray Drier

    2. Tray

    3. Timbangan

    4. Psychrometer

    5. Anemometer

    6. Stopwatch

    3.1.2 Bahan

    1. Pasir dengan 3 ukuran (0.3 mm, 0.5 mm, dan 0.7 mm)

    2. Air

    3.2 Variabel-Variabel dalam Percobaan

    1. Diameter Partikel (pasir)

    2. Temperatur

    3. Laju alir udara

    4. Waktu

    3.3 Prosedur Percobaan

    3.3.1 Prosedur Umum

    1. Mengisi tray dengan pasir (bahan non porous granular solid) dengan

    diameter 0.7 mm dengan tebal kira-kira 10 mm.

    2. Menimbang dulu berat pasir kering sebelum dijenuhkan dengan air.

    3. Menyemprotkan air ke pasir sampai agak basah, kemudian menimbang

    berat nya.

    4. Mengatur pengontrol kecepatan udara pengering dan pemanas

    5. Mencatat berat pasir pada tiap interval waktu 3 menit selama 15 menit,

    selama operasi pengeringan.

  • 14 Universitas Indonesia

    6. Setiap 3 menit mengukur dan mencatat suhu wet bulb dan dry bulb di titik

    upstream dan titik downstream.

    7. Mengukur dan mencatat laju alir udara keluar dan temperaturnya pada 5

    titik ( tengah, kanan atas, kiri atas, kiri bawah, dan kanan bawah)

    3.3.2 Pengaruh ukuran partikel

    1. Mengisi tray dengan pasir (bahan non porous granular solid) dengan

    diameter 0.5 mm dengan tebal kira-kira 10 mm.

    2. Menimbang dulu berat pasir kering sebelum dijenuhkan dengan air.

    3. Menyemprotkan air ke pasir sampai agak basah, kemudian menimbang

    berat nya.

    4. Mengatur pengontrol kecepatan udara pengering dan pemanas

    5. Mencatat berat pasir pada tiap interval waktu 3 menit selama 15 menit

    selama operasi pengeringan.

    6. Setiap 3 menit mengukur dan mencatat suhu wet bulb dan dry bulb di titik

    upstream dan titik downstream.

    7. Mengukur dan mencatat laju alir udara keluar dan temperaturnya pada 5

    titik ( tengah, kanan atas, kiri atas, kiri bawah, dan kanan bawah).

    8. Melakukan percobaan diatas untuk pasir dengan diameter 0.3 mm.

  • 15 Universitas Indonesia

    BAB IV

    DATA DAN PENGOLAHAN DATA

    4.1 Pengaruh diameter partikel terhadap pengeringan

    Percobaan 1: Diameter partikel = 0,7 mm.

    Skala laju alir = 8

    Skala temperatur = 5

    Berat tray kosong = 221 g

    Berat tray dengan pasir = 569 g

    Berat pasir = 348 g

    Luas Tray = 600 cm2

    Tabel 4.1. Tabel Data Pengamatan Percobaan 1 Variasi Diameter (0,7 mm)

    t

    (min)

    W

    (g)

    T

    downstream

    (oC)

    T

    Upstream

    (oC)

    v (m/s)

    Wet Dry Wet Dry 1 2 3 4 5 Average

    0 596 27 28,5 27 28,5 3,1 3,5 3,3 3,4 3,1 3,28

    3 593 27 28,5 26,7 28 3,1 3,6 3,4 3,5 3,1 3,34

    6 592 27 28,5 26,5 28 3,1 3,6 3,5 3,5 3 3,34

    9 590 27 28,5 26,5 28 3,1 3,6 3,5 3,5 3 3,34

    12 590 27 28,5 26,5 28 2,9 3,5 3,5 3,3 2,9 3,22

    15 590 27 28,5 26,5 28 3 3,5 3,5 3,4 3 3,28

    Keterangan

    t = waktu

    W = berat tray + pasir + air

    T = suhu

    v = laju alir udara

  • 16 Universitas Indonesia

    Dari data diatas, maka pertama dapat ditentukan kandungan air terhadap

    waktu dengan menggunakan persamaan berikut:

    Dengan

    Xi = kandungan air dalam pasir (g H2O/g padatan kering)

    Wi = berat pasir dalam tray selama pengamatan (g)

    Wst = berat pasir kering dengan tray (g)

    Ws = padatan kering (g)

    Setelah itu, dicari nilai laju pengeringan melalui metode penurunan berat.

    Laju pengeringan diukur dari berat massa air yang berpindah selama proses

    pengeringan. Laju pengeringan mengikuti persamaan berikut:

    | |

    | |

    Dengan

    Ri = laju pengeringan (g/m2s)

    W = perubahan berat pasir dalam tray selama pengamatan (g)

    t = interval pengambilan data (s)

    As = luas permukaan tray = 600 cm2

    Sebagai perbandingan, diukur pula laju pengeringan dengan metode

    perubahan kelembaban. Pada metode ini, laju pengeringan diukur berdasarkan

    suhu wetbulb dan drybulb pada downstream dan outstream yang memiliki

    hubungan terhadap kelembapan yang dapat dicari dari psychometric chart. Laju

    pengeringan mengikuti persamaan berikut:

    Dengan

    m = laju pengeringan (g/s)

    v = kecepatan rata-rata udara pengering (m/s)

  • 17 Universitas Indonesia

    = densitas udara (g/m3)

    A = luas permukaan tray = 600 cm2

    H = selisih kelembaban pada downstream dan upstream

    Untuk mencari nilai densitas udara, dapat digunakan melalui persamaan gas ideal,

    yaitu sebagai berikut

    Dengan

    P = tekanan sistem (atm)

    Mr = berat molekul udara (g/mol)

    = konstanta gas ideal (l.atm/mol.K)

    T = suhu (yang digunakan adalah suhu inlet/suhu drybulb upstream) (K)

    Seluruh perhitungan ditabulasikan ke dalam tabel berikut:

    Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Percobaan 1 Variasi Diameter (0,7 mm)

    t Wi Xi Ri Hin Hout m

    0 596 0,077586 0 1172,997 0,00206 0,00206 0

    3 593 0,068966 0,000798 1172,997 0,00206 0,02173 4,623799

    6 592 0,066092 0,000266 1172,997 0,00206 0,02138 4,541525

    9 590 0,060345 0,000532 1172,997 0,00206 0,02138 4,541525

    12 590 0,060345 0 1172,997 0,00206 0,02138 4,378356

    15 590 0,060345 0 1172,997 0,00206 0,02138 4,45994

    Percobaan 2: Diameter partikel = 0,5 mm.

    Skala laju alir = 8

    Skala temperatur = 5

    Berat tray kosong = 221 g

    Berat tray dengan pasir = 446 g

    Berat pasir = 225 g

    Luas Tray = 600 cm2

  • 18 Universitas Indonesia

    Tabel 4.3. Tabel Data Pengamatan Percobaan 2 Variasi Diameter (0,5 mm)

    t

    (min)

    W

    (g)

    T

    downstream

    (oC)

    T

    Upstream

    (oC)

    v (m/s)

    Wet Dry Wet Dry 1 2 3 4 5 Average

    0 457 27,5 32 27,5 32 3,2 3,8 3,2 3,1 2,2 3,1

    3 457 27,5 32 27 30 3,3 3,7 3,3 3 2,2 3,1

    6 456 27,5 32 27 30 3,3 3,8 3 3 2,3 3,08

    9 456 27,5 32 27 30 3,2 3,8 3,1 2,9 2,4 3,08

    12 455 27,5 32 27 30 3,4 2,7 3,3 2,9 2,4 2,94

    15 454 27,5 32 27 30 3,3 4,1 3 2,8 2,1 3,06

    Keterangan

    t = waktu

    W = berat tray + pasir + air

    T = suhu

    v = laju alir udara

    Menggunakan algoritma seperti pada percobaan 1, maka dapat dihitung

    nilai kandungan air dalam pasi (Xi) yang kemudian dapat digunakan untuk

    menghitung laju pengeringan dengan metode perubahan berat (Ri). Hasil Ri

    kemudian dibandingkan dengan laju pengeringan yang dihitung dari perubahan

    kelembaban (mi). Perhitungan ditabulasikan ke dalam tabel berikut:

    Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Percobaan 2 Variasi Diameter (0,5 mm)

    t Wi Xi Ri Hin Hout m

    0 457 0,048889 0 1159,536 0,02148 0,02148 0

    3 457 0,048889 0 1159,536 0,02148 0,02142 0,01294

    6 456 0,044444 0,000412 1159,536 0,02148 0,02142 0,012857

    9 456 0,044444 0 1159,536 0,02148 0,02142 0,012857

    12 455 0,04 0,000412 1159,536 0,02148 0,02142 0,012273

    15 454 0,035556 0,000412 1159,536 0,02148 0,02142 0,012773

  • 19 Universitas Indonesia

    Percobaan 3: Diameter partikel = 0,3 mm.

    Skala laju alir = 8

    Skala temperatur = 5

    Berat tray kosong = 221 g

    Berat tray dengan pasir = 558 g

    Berat pasir = 337 g

    Luas Tray = 600 cm2

    Tabel 4.5. Tabel Data Pengamatan Percobaan 2 Variasi Diameter (0,5 mm)

    t

    (min)

    W

    (g)

    T

    downstream

    (oC)

    T

    Upstream

    (oC)

    v (m/s)

    Wet Dry Wet Dry 1 2 3 4 5 Average

    0 581 27 29,5 27 29,5 2,9 4,1 3,5 3,8 2,7 3,4

    3 580 27 29 26,5 29 3,1 4,2 3,6 3,7 3,7 3,66

    6 579 26,5 29 26,5 29,5 3,1 3,8 3,5 3,6 3,7 3,54

    9 578 27 29 26,5 31 3 3,7 3,5 3,6 3 3,36

    12 578 27 29 27 31,5 3,1 4,2 3,7 4 3,1 3,62

    15 578 27 29 25 30 3,1 3,9 3,6 3,6 3,1 3,46

    Keterangan

    t = waktu

    W = berat tray + pasir + air

    T = suhu

    v = laju alir udara

    Menggunakan algoritma seperti pada percobaan 1, maka dapat dihitung

    nilai kandungan air dalam pasi (Xi) yang kemudian dapat digunakan untuk

    menghitung laju pengeringan dengan metode perubahan berat (Ri). Hasil Ri

    kemudian dibandingkan dengan laju pengeringan yang dihitung dari perubahan

    kelembaban (mi). Perhitungan ditabulasikan ke dalam tabel berikut:

  • 20 Universitas Indonesia

    Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Percobaan 3 Variasi Diameter (0,3 mm)

    t Wi Xi Ri Hin Hout m

    0 581 0,068249 0 1169,119 0,02163 0,02163 0

    3 580 0,065282 0,000275 1171,055 0,02184 0,02095 0,228876

    6 579 0,062315 0,000275 1171,055 0,02095 0,02074 0,052234

    9 578 0,059347 0,000275 1171,055 0,02184 0,0201 0,410787

    12 578 0,059347 0 1171,055 0,02184 0,02078 0,269614

    15 578 0,059347 0 1171,055 0,02184 0,01797 0,940839

    Dari hasil ketiga percobaan variasi diameter ini, dapat dibuat hubungan

    kandungan air terhadap waktu, kandungan air terhadap laju penguapan (dengan

    metode perubahan berat), dan kandungan air terhadap laju penguapan (dengan

    metode perbedaan kelembaban) yang disajikan dalam grafik berikut:

    Gambar 4.1. Grafik hubungan kandungan air terhadap waktu untuk setiap

    diameter partikel

    0

    0,01

    0,02

    0,03

    0,04

    0,05

    0,06

    0,07

    0,08

    0,09

    0 5 10 15 20

    X

    t (menit)

    0,7 mm

    0,5 mm

    0,3 mm

  • 21 Universitas Indonesia

    Gambar 4.2. Grafik hubungan kandungan air terhadap laju pengeringan dihitung

    dengan metode perubahan berat untuk setiap diameter partikel

    -0,0001

    0

    0,0001

    0,0002

    0,0003

    0,0004

    0,0005

    0,0006

    0,0007

    0,0008

    0,0009

    0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1

    R

    X

    0,7 mm

    0,5 mm

    0,3 mm

    0

    0,1

    0,2

    0,3

    0,4

    0,5

    0,6

    0,7

    0,8

    0,9

    1

    0,058 0,06 0,062 0,064 0,066 0,068 0,07

    0,3 mm

  • 22 Universitas Indonesia

    Gambar 4.3. Grafik hubungan kandungan air terhadap laju pengeringan dihitung

    dengan metode perubahan kelembaban untuk setiap diameter partikel

    4.2 Pengaruh laju alir udara terhadap pengeringan

    Percobaan 1: Skala laju udara 5

    Diameter partikel = 0,7 mm

    Skala temperatur = 2

    Berat tray kosong = 221 g

    Berat tray dengan pasir = 558 g

    0

    0,002

    0,004

    0,006

    0,008

    0,01

    0,012

    0,014

    0,016

    0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06

    0,5 mm

    0

    0,02

    0,04

    0,06

    0,08

    0,1

    0,12

    0,14

    0,16

    0,18

    0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1

    0,7 mm

  • 23 Universitas Indonesia

    Berat pasir = 337 g

    Luas Tray = 600 cm2

    Tabel 4.7. Tabel Data Pengamatan Percobaan 1 Variasi Skala Laju Udara (5)

    t

    (min)

    W

    (g)

    T

    downstream

    (oC)

    T

    Upstream

    (oC)

    v (m/s)

    Wet Dry Wet Dry 1 2 3 4 5 Average

    0 591 26 27,5 26 27,5 1,9 2 2,3 2,2 2 2,08

    3 591 26 27,5 26 27,5 1,8 2,1 2,3 2,2 1,9 2,06

    6 591 26 27,5 26,5 27,5 1,8 2,1 2,5 2,2 1,9 2,1

    9 590 26 27,5 26,5 28 1,9 2,2 2,5 2,3 1,8 2,14

    12 590 26 27,5 26,5 28 1,7 2,1 2,2 2 1,9 1,98

    15 590 26 27,5 26,5 28 1,7 2,2 2,1 2 1,8 1,96

    Keterangan

    t = waktu

    W = berat tray + pasir + air

    T = suhu

    v = laju alir udara

    Dari data diatas, seperti pada percobaan variasi diameter, pertama dapat

    ditentukan kandungan air terhadap waktu dengan menggunakan persamaan

    berikut:

    Dengan

    Xi = kandungan air dalam pasir (g H2O/g padatan kering)

    Wi = berat pasir dalam tray selama pengamatan (g)

    Wst = berat pasir kering dengan tray (g)

    Ws = padatan kering (g)

  • 24 Universitas Indonesia

    Setelah itu, dicari nilai laju pengeringan melalui metode penurunan berat.

    Laju pengeringan diukur dari berat massa air yang berpindah selama proses

    pengeringan. Laju pengeringan mengikuti persamaan berikut:

    | |

    | |

    Dengan

    Ri = laju pengeringan (g/m2s)

    W = perubahan berat pasir dalam tray selama pengamatan (g)

    t = interval pengambilan data (s)

    As = luas permukaan tray = 600 cm2

    Sebagai perbandingan, diukur pula laju pengeringan dengan metode

    perubahan kelembaban. Pada metode ini, laju pengeringan diukur berdasarkan

    suhu wetbulb dan drybulb pada downstream dan outstream yang memiliki

    hubungan terhadap kelembapan yang dapat dicari dari psychometric chart. Laju

    pengeringan mengikuti persamaan berikut:

    Dengan

    m = laju pengeringan (g/s)

    v = kecepatan rata-rata udara pengering (m/s)

    = densitas udara (g/m3)

    A = luas permukaan tray = 600 cm2

    H = selisih kelembaban pada downstream dan upstream

    Untuk mencari nilai densitas udara, dapat digunakan melalui persamaan

    gas ideal, yaitu sebagai berikut

    Dengan

    P = tekanan sistem (atm)

    Mr = berat molekul udara (g/mol)

  • 25 Universitas Indonesia

    = konstanta gas ideal (l.atm/mol.K)

    T = suhu (yang digunakan adalah suhu inlet/suhu drybulb upstream) (K)

    Seluruh perhitungan ditabulasikan ke dalam tabel berikut:

    Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Percobaan 1 Variasi Skala Laju Udara (5)

    t Wi Xi Ri Hin Hout m

    0 591 0,063218 0 1176,9 0,02072 0,02072 0

    3 591 0,063218 0 1176,9 0,02072 0,02072 0

    6 591 0,063218 0 1176,9 0,02072 0,02159 0,129012

    9 590 0,060345 0,000266 1176,9 0,02072 0,02138 0,099735

    12 590 0,060345 0 1176,9 0,02072 0,02138 0,092278

    15 590 0,060345 0 1176,9 0,02072 0,02138 0,091346

    Percobaan 2: Skala laju udara 8

    Diameter partikel = 0,7 mm

    Skala temperatur = 2

    Berat tray kosong = 221 g

    Berat tray dengan pasir = 558 g

    Berat pasir = 337 g

    Luas Tray = 600 cm2

    Tabel 4.9. Tabel Data Pengamatan Percobaan 2 Variasi Skala Laju Udara (8)

    t

    (min)

    W

    (g)

    T

    downstream

    (oC)

    T

    Upstream

    (oC)

    v (m/s)

    Wet Dry Wet Dry 1 2 3 4 5 Average

    0 592 27 28 27 28 3,4 3,4 3,6 3,3 3,3 3,4

    3 592 27 28 26,5 28 3,1 3,6 3,6 3,6 3 3,38

    6 591 27 28 26,5 28 3,2 3,7 3,6 3,5 3,2 3,44

    9 590 27 28 26,5 28 3,2 3,5 3,5 3,5 3,4 3,42

    12 590 27 28 26,5 28 3 3,5 3,5 3,5 3,1 3,32

    15 590 27 28 26,5 28 3,4 3,1 3,5 3,4 3,2 3,32

  • 26 Universitas Indonesia

    Keterangan

    t = waktu

    W = berat tray + pasir + air

    T = suhu

    v = laju alir udara

    Menggunakan algoritma seperti pada percobaan 1, maka dapat dihitung

    nilai kandungan air dalam pasi (Xi) yang kemudian dapat digunakan untuk

    menghitung laju pengeringan dengan metode perubahan berat (Ri). Hasil Ri

    kemudian dibandingkan dengan laju pengeringan yang dihitung dari perubahan

    kelembaban (mi). Perhitungan ditabulasikan ke dalam tabel berikut:

    Tabel 4.10. Hasil Perhitungan Percobaan 2 Variasi Skala Laju Udara (8)

    t Wi Xi Ri Hin Hout m

    0 592 0,066092 0 1174,945 0,02227 0,02227 0

    3 592 0,066092 0 1174,945 0,02227 0,02138 0,212068

    6 591 0,063218 0,000266 1174,945 0,02227 0,02138 0,215833

    9 590 0,060345 0,000266 1174,945 0,02227 0,02138 0,214578

    12 590 0,060345 0 1174,945 0,02227 0,02138 0,208304

    15 590 0,060345 0 1174,945 0,02227 0,02138 0,208304

    Percobaan 3: Skala laju udara 11

    Diameter partikel = 0,7 mm

    Skala temperatur = 2

    Berat tray kosong = 221 g

    Berat tray dengan pasir = 558 g

    Berat pasir = 337 g

    Luas Tray = 600 cm2

  • 27 Universitas Indonesia

    Tabel 4.11. Tabel Data Pengamatan Percobaan 3 Variasi Skala Laju Udara (11)

    t

    (min)

    W

    (g)

    T

    downstream

    (oC)

    T

    Upstream

    (oC)

    v (m/s)

    Wet Dry Wet Dry 1 2 3 4 5 Average

    0 592 26,5 28 26,5 28 4 4,1 4,3 4,5 4,4 4,26

    3 583 26,5 28 26 28 4,1 4,8 4,6 4,6 4,2 4,46

    6 583 26,5 28 26 28 4 4,7 4,6 4,5 4,4 4,44

    9 583 26,5 28 26 28 4,1 4,5 4,3 4,4 4,1 4,28

    12 582 26,5 28 26 28 4,4 4,8 4,7 4,6 4,2 4,54

    15 581 26,5 28 25,5 28 4,2 4,7 4,7 4,5 4,2 4,46

    Keterangan

    t = waktu

    W = berat tray + pasir + air

    T = suhu

    v = laju alir udara

    Menggunakan algoritma seperti pada percobaan 1, maka dapat dihitung

    nilai kandungan air dalam pasi (Xi) yang kemudian dapat digunakan untuk

    menghitung laju pengeringan dengan metode perubahan berat (Ri). Hasil Ri

    kemudian dibandingkan dengan laju pengeringan yang dihitung dari perubahan

    kelembaban (mi). Perhitungan ditabulasikan ke dalam tabel berikut:

    Tabel 4.12. Hasil Perhitungan Percobaan 3 Variasi Skala Laju Udara (8)

    t Wi Xi Ri Hin Hout m

    0 592 0,066092 0 1174,945 0,02138 0,02138 0

    3 583 0,04023 0,002395 1174,945 0,02138 0,0205 0,276686

    6 583 0,04023 0 1174,945 0,02138 0,0205 0,275445

    9 583 0,04023 0 1174,945 0,02138 0,0205 0,265519

    12 582 0,037356 0,000266 1174,945 0,02138 0,0205 0,281648

    15 581 0,034483 0,000266 1174,945 0,02138 0,0205 0,276686

  • 28 Universitas Indonesia

    Dari hasil ketiga percobaan variasi skala laju udara ini, dapat dibuat

    hubungan kandungan air terhadap waktu, kandungan air terhadap laju penguapan

    (dengan metode perubahan berat), dan kandungan air terhadap laju penguapan

    (dengan metode perbedaan kelembaban) yang disajikan dalam grafik berikut:

    Gambar 4.4. Grafik hubungan kandungan air terhadap waktu untuk setiap skala

    laju alir udara

    Gambar 4.5. Grafik hubungan kandungan air terhadap laju pengeringan dihitung

    dengan metode perubahan berat untuk setiap skala laju alir udara

    0

    0,01

    0,02

    0,03

    0,04

    0,05

    0,06

    0,07

    0 5 10 15 20

    5

    8

    11

    -0,0005

    0

    0,0005

    0,001

    0,0015

    0,002

    0,0025

    0,003

    0,03 0,04 0,05 0,06 0,07

    5

    8

    11

  • 29 Universitas Indonesia

    Gambar 4.6. Grafik hubungan kandungan air terhadap laju pengeringan dihitung

    dengan metode perubahan kelembaban untuk setiap skala laju alir udara

    4.3 Pengaruh Perubahan Temperatur terhadap pengeringan

    Tabel 4.13. Tabel Data Pengamatan Percobaan Pengaruh Perubahan Temperatur

    Skala (suhu) Laju alir Berat Tray

    (gram)

    Ukuran

    partikel

    (mm)

    Berat pasir

    kering +

    Tray (gram)

    2 8 221 0,7 569

    5 8 221 0,7 569

    11 8 221 0,7 569

    Tabel 4.14. Tabel Data Pengamatan Percobaan Pengaruh Perubahan

    Temperatur skala 2

    T

    (menit)

    Wts

    (gram)

    V (m/s) V

    rata-

    rata

    T

    downstream

    (oC)

    T

    upstream

    (oC)

    1 2 3 4 5 Wet Dry Wet Dry

    0 592 3,4 3,4 3,6 3,3 3,3 3,40 27 28 27 28

    3 592 3,1 3,6 3,6 3,6 3,0 3,38 27 28 26,5 28

    6 591 3,2 3,7 3,6 3,5 3,2 3,44 27 28 26,5 28

    9 590 3,2 3,5 3,5 3,5 3,4 3,42 27 28 26,5 28

    12 590 3,0 3,5 3,5 3,5 3,1 3,32 27 28 26,5 28

    15 590 3,4 3,1 3,5 3,4 3,2 3,32 27 28 26,5 28

    -0,05

    0

    0,05

    0,1

    0,15

    0,2

    0,25

    0,3

    0,35

    0,03 0,04 0,05 0,06 0,07

    5

    8

    11

  • 30 Universitas Indonesia

    Tabel 4.15. Tabel Data Pengamatan Percobaan Pengaruh Perubahan

    Temperatur skala 5

    T

    (menit)

    Wts

    (gram)

    V (m/s) V

    rata-

    rata

    T

    downstream

    (oC)

    T

    upstream

    (oC)

    1 2 3 4 5 Wet Dry Wet Dry

    0 596 3,1 3,5 3,3 3,4 3,1 3,28 27 28,5 27 28,5

    3 593 3,1 3,6 3,4 3,5 3,1 3,34 27 28,5 26,7 28

    6 592 3,1 3,6 3,5 3,5 3,0 3,34 27 28,5 26,5 28

    9 590 3,1 3,6 3,5 3,5 3,0 3,34 27 28,5 26,5 28

    12 590 2,9 3,5 3,5 3,3 2,9 3,22 27 28,5 26,5 28

    15 590 3,0 3,5 3,5 3,4 3,0 3,28 27 28,5 26,5 28

    Tabel 4.16. Tabel Data Pengamatan Percobaan Pengaruh Perubahan

    Temperatur skala 11

    T

    (menit)

    Wts

    (gram)

    V (m/s) V

    rata-

    rata

    T

    downstream

    (oC)

    T

    upstream

    (oC)

    1 2 3 4 5 Wet Dry Wet Dry

    0 596 2,0 3,7 3,4 4,0 3,0 3,22 28 38 28 38

    3 595 3,3 4,1 3,8 3,8 3,1 3,62 32 43 29 40

    6 593 3,3 3,8 3,7 3,1 2,4 3,26 32 43 30 41

    9 591 3,3 4,0 3,6 3,0 2,3 3,24 32 43 30 41

    12 589 3,3 3,8 3,7 3,0 2,3 3,22 32 43 30 41

    15 588 3,2 3,8 3,6 3,0 2,5 3,22 32 43 30 41

    Mencari banyaknya kandungan air dalam pasir (xi)

    Kandungan air dalam pasir dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

    Dimana:

    = kandungan air dalam pasir (gram air/ gram padatan kering)

    = berat pasir dalan tray selama pengamatan (gram)

    = berat pasir kering dengan tray (gram)

    = padatan kering (gram)

  • 31 Universitas Indonesia

    Data kandungan air dalam pasir:

    Tabel 4.17. Tabel Kandungan Air dalam Pasir pada saat

    Temperatur skala 2

    T (menit) Wst (g) Ws (g) Wi (g) Xi

    0 569 348 592 0,0661

    3 569 348 592 0,0661

    6 569 348 591 0,0632

    9 569 348 590 0,0603

    12 569 348 590 0,0603

    15 569 348 590 0,0603

    Tabel 4.18. Tabel Kandungan Air dalam Pasir pada saat

    Temperatur skala 5

    T (menit) Wst (g) Ws (g) Wi (g) Xi

    0 569 348 596 0,0776

    3 569 348 593 0,0690

    6 569 348 592 0,0661

    9 569 348 590 0,0603

    12 569 348 590 0,0603

    15 569 348 590 0,0603

    Tabel 4.19. Tabel Kandungan Air dalam Pasir pada saat

    Temperatur skala 11

    T (menit) Wst (g) Ws (g) Wi (g) Xi

    0 569 348 596 0,0776

    3 569 348 595 0,0747

    6 569 348 593 0,0690

    9 569 348 591 0,0632

    12 569 348 589 0,0575

    15 569 348 588 0,0546

    Dari data tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik hubungan kandungan air

    (xi) terhadap waktu, sebagai berikut:

  • 32 Universitas Indonesia

    Gambar 4.7. Grafik hubungan kandungan air untuk setiap skala temperatur

    Mencari laju pengeringan yang terjadi

    Persamaan yang digunakan untuk mencari besarnya laju pengeringan adalah:

    | |

    | |

    Dimana:

    = laju pengeringan (gram air/ menit. cm2)

    = luas permukaan pengeringan (cm2)

    t = waktu pengamatan (menit)

    Tabel 4.20. Tabel laju pengeringan air dalam Pasir pada saat temperatur skala 2

    T (menit) Wi (g) As (cm2) R (gram air/ menit. cm

    2)

    0 592 588 -

    3 592 588 0

    6 591 588 0,00057

    9 590 588 0,00057

    12 590 588 0

    15 590 588 0

    Tabel 4.21. Tabel laju pengeringan air dalam Pasir pada saat temperatur skala 5

    T (menit) Wi (g) As (cm2) R (gram air/ menit. cm

    2)

    0 596 588 -

    3 593 588 0,00170

    0,0500

    0,0550

    0,0600

    0,0650

    0,0700

    0,0750

    0,0800

    0 5 10 15 20

    Xi

    waktu (menit)

    skala temperatur 2

    skala temperatur 5

    skala temperatur 11

  • 33 Universitas Indonesia

    6 592 588 0,00057

    9 590 588 0,00113

    12 590 588 0

    15 590 588 0

    Tabel 4.22. Tabel laju pengeringan air dalam Pasir pada saat temperatur skala 11

    T (menit) Wi (g) As (cm2) R (gram air/ menit. cm

    2)

    0 596 588 -

    3 595 588 0,00057

    6 593 588 0,00113

    9 591 588 0,00113

    12 589 588 0,00113

    15 588 588 0,00057

    Hubungan antara laju pengeringan terhadap waktu digambarkan oleh kurva

    dibawah ini:

    Gambar 4.8. Grafik laju pengeringan untuk setiap skala temperatur

    Menghubungkan kandungan air dengan laju pengeringan

    Tabel 4.23. Tabel hubungan kandungan air dengan laju pengeringan

    untuk setiap skala temperatur

    Skala temperatur 2 Skala temperatur 5 Skala temperatur 11

    Xi R (gram air/

    menit. cm2)

    Xi R (gram air/

    menit. cm2)

    Xi R (gram air/

    menit. cm2)

    0,0661 - 0,0776 - 0,0776 -

    -0,0002

    0

    0,0002

    0,0004

    0,0006

    0,0008

    0,001

    0,0012

    0,0014

    0,0016

    0,0018

    0 5 10 15 20

    laju

    pe

    nge

    rin

    gan

    waktu (menit)

    skala temperatur 2

    skala temperatur 5

    skala temperatur 11

  • 34 Universitas Indonesia

    0,0661 0 0,069 0,0017 0,0747 0,00057

    0,0632 0,00057 0,0661 0,00057 0,069 0,00113

    0,0603 0,00057 0,0603 0,00113 0,0632 0,00113

    0,0603 0 0,0603 0 0,0575 0,00113

    0,0603 0 0,0603 0 0,0546 0,00057

    Gambar 4.8. Grafik hubungan kandungan air dengan laju pengeringan

    Mencari laju penguapan yang terjadi

    Persamaan yang digunakan untuk mencari laju penguapan:

    Dimana:

    m = laju penguapan (g/s)

    vi = kecepatan rata-rata udara pengering (cm/s)

    = densitas udara (g/L)

    A = luas penampang (cm2)

    H = selisih kelembapan upstream dan downstream

    Nilai densitas udara (), diperoleh melalui perhitungan berikut:

    -0,0002

    0

    0,0002

    0,0004

    0,0006

    0,0008

    0,001

    0,0012

    0,0014

    0,0016

    0,0018

    0,05 0,055 0,06 0,065 0,07 0,075 0,08

    R

    xi

    skala temperatur 2

    skala temperatur 5

    skala temperatur 11

  • 35 Universitas Indonesia

    Tabel 4.24. Tabel laju penguapan air dalam Pasir pada saat temperatur skala 2

    t

    (menit)

    V

    rata-

    rata

    T

    downstream

    (oC)

    T

    upstream

    (oC)

    % relative humidity

    H m

    Wet Dry Wet Dry downstream upstream

    0 3,4 27 28 27 28 92,6 92,6 0 0

    3 3,38 27 28 26,5 28 92,6 89 3,6 8,94348

    6 3,44 27 28 26,5 28 92,6 89 3,6 9,10224

    9 3,42 27 28 26,5 28 92,6 89 3,6 9,04932

    12 3,32 27 28 26,5 28 92,6 89 3,6 8,78472

    15 3,32 27 28 26,5 28 92,6 89 3,6 8,78472

    Tabel 4.25. Tabel laju penguapan air dalam Pasir pada saat temperatur skala 5

    t

    (menit)

    V

    rata-

    rata

    T

    downstream

    (oC)

    T

    upstream

    (oC)

    % relative humidity

    H m

    Wet Dry Wet Dry downstream upstream

    0 3,28 27 28,5 27 28,5 89,1 89,1 0 0

    3 3,34 27 28,5 26,7 28 89,1 89 0,1 0,24549

    6 3,34 27 28,5 26,5 28 89,1 89 0,1 0,24549

    9 3,34 27 28,5 26,5 28 89,1 89 0,1 0,24549

    12 3,22 27 28,5 26,5 28 89,1 89 0,1 0,23667

    15 3,28 27 28,5 26,5 28 89,1 89 0,1 0,24108

    Tabel 4.26. Tabel laju penguapan air dalam Pasir pada saat temperatur skala 11

    t

    (menit)

    V

    rata-

    rata

    T

    downstream

    (oC)

    T

    upstream

    (oC)

    % relative humidity

    H m

    Wet Dry Wet Dry downstream upstream

    0 3,22 28 38 28 38 47 47 0 0

    3 3,62 32 43 29 40 46,79 44,62 2,17 5,773719

    6 3,26 32 43 30 41 46,79 45,37 1,42 3,402462

    9 3,24 32 43 30 41 46,79 45,37 1,42 3,381588

    12 3,22 32 43 30 41 46,79 45,37 1,42 3,360714

    15 3,22 32 43 30 41 46,79 45,37 1,42 3,360714

  • 36 Universitas Indonesia

    Gambar 4.10. Grafik laju penguapan untuk setiap skala temperatur

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    0 5 10 15 20

    m

    t

    skala temperatur 2

    skala temperatur 5

    skala temperatur 11

  • 37 Universitas Indonesia

    BAB V

    ANALISIS

    5.1 Analisis Percobaan

    Berdasarkan modul Tray Dryer, terdapat 2 prosedur percobaan dengan masing-

    masing percobaan memvariasikan variabelnya. Percobaan yang pertama yaitu

    pengeringan dengan variasi suhu dan laju udara dan yang kedua yaitu variasi ukuran

    partikel. Pada prosedur percobaan pertama variabel yang divariasikan adalah laju alir

    udara dan temperatur. Laju alir udara yang divariasikan adalah 5, 8, 11 dan temperatur

    yang divariasikan adalah 2, 5, dan 11. Tujuan dari adanya perbedaan laju alir udara

    tersebut adalah mengetahui pengaruh laju alir udara terhadap penegringan. Langkah

    awal yang dilakukan adalah menimbang tray kosong, dari hasil penimbangan ini

    diperoleh berat tray kosong. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan

    digital. Selanjutnya, mengisi tray yang sudah ditimbang dengan pasir yang berukuran

    0,7 mm lalu menimbang kembali tray yang berisi pasir. Dari penimbangan tray tersebut,

    akan diperoleh berat pasir kering dengan selisih berat tersebut dan tray kosong. Setelah

    itu, menyemprotkan air secara merata ke seluruh permukaan pasir dan menimbang

    kembali tray tersebut untuk diperoleh berat basah pasir. Penimbangan tray yang berisi

    pasir basah dilakukan setelah mengontrol skala temperatur dan laju udara pengering

    pada alat tersebut. Setelah mengontrol skala temperatur dan laju udara pengering pada

    alat, maka dilakukan pengambilan data pada waktu ke-0. Data yang diambil pada waktu

    tersebut yaitu wet bulb temperature, dry bulb temperature pada posisi upstream dan

    downstream, serta laju udara dan temperatur pengering di 5 titik pada alat tersebut dan

    juga berat pasir. Pengambilan data pada waktu ke-0 bertujuan untuk mengetahui kondisi

    awal percobaan. Selanjutnya, percobaan dimulai dengan interval waktu 3 menit dan

    berakhir pada menit ke-15. Di setiap interval waktu dilakukan hal yang sama dalam

    mengambil data seperti pada waktu ke-0. Hal ini bertujuan untuk mengamati kenaikan

    atau penurunan temperatur yang terjadi pada posisi upstream dan downstream, karena

    penurunan dan kenaikannya sangat sedikit sehingga membutuhkan waktu lebih lama

    agar diperoleh temperatur yang akurat. Di saat yang sama juga dilakukan pengambilan

    data laju udara pengering dan berat yang dihasilkan selama proses berlangsung pada

  • 38 Universitas Indonesia

    waktu tersebut.. Dalam percobaan ini, kami mengatur skala temperatur dan laju udara

    pengering. Dengan laju udara pengering yang cepat mengakibatkan aliran menjadi

    turbulen atau terjadi turbulensi pada aliran sehingga proses pengeringan meningkat dan

    laju pengeringan pun lebih cepat. Sedangkan dengan laju udara pengering yang lambat

    mengakibatkan pola aliran laminer sehingga laju pengeringan tidak secepat pada aliran

    turbulen. Data yang diambil pada percobaan kedua sama seperti percobaan pertama.

    Analisis percobaan ini berdasarkan hasil percobaan akan dibahas lebih lanjut pada sub-

    bab berikutnya.

    Selanjutnya, percobaan kedua yaitu pengeringan dengan variasi ukuran partikel.

    Pada prosedur ini variabel yang divariasikan adalah ukuran partikel. Prosedur yang

    dilakukan sama seperti pada percobaan pertama. Tetapi, pada percobaan kedua ini

    menggunakan ukuran partikel pasir kecil yaitu 0,5 dan 0.3 mm. Tujuannya adalah

    mengetahui seberapa besar ukuran diameter partikel terhadap laju pengeringan.

    Berdasarkan teori, ukuran partikel pasir yang kecil yaitu 0,3 mm memiliki luas

    permukaan yang besar sehingga memungkinkan untuk mengalami pengeringan jauh

    lebih besar dan laju pengeringan menjadi labih cepat. Sedangkan untuk ukuran partikel

    pasir 0,5 dan 0,7 mm memliki luas permukaan yang kecil sehingga air yang terdapat di

    dalam partikel pasir tersebut sukar mengalami pengeringan yang cepat dan laju

    pengeringan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan laju pengeringan ukuran

    partikel pasir yang kecil. Berdasarkan percobaan ini, kami dapat mengetahui seberapa

    besar laju pengeringan yang terjadi terhadap variasi ukuran partikel pasir tersebut. Bila

    berdasarkan teori, seharusnya laju pengeringan dengan ukuran partikel pasir kecil

    menghasilkan laju pengeringan yang labih cepat dibandingkan dengan laju pengeringan

    dengan ukuran partikel besar. Analisis percobaan ini berdasarkan hasil percobaan akan

    dibahas

    Pada percobaan ini terdapat variasi temperatur pada percobaan pertama. Variasi

    temperatur pemanas ini berhubungan dengan titik didih. Dengan temperatur pemanas

    yang tinggi maka air yang terkandung pada bahan padat akan lebih cepat mencapai titik

    didihnya. Sehingga proses pengeringan berlagsung cepat dan laju pengeringan

    meningkat. Sedangkan untuk temperatur pemanas yang lebih rendah, maka air yang

    terkandung pada bahan padat untuk mencapai titik didihnya membutuhkan waktu yang

    lebih lama. Sehingga proses pengeringan berlangsung lama dan laju pengeringannya

  • 39 Universitas Indonesia

    rendah. Analisis percobaan ini berdasarkan hasil percobaan akan dibahas lebih lanjut

    pada sub-bab berikutnya.

    Selain dengan prosedur percobaan di atas, adapun pengaruh humidity terhadap laju

    pengeringan. Humidity ini berpengaruh terhadap kejenuhan air yang terkandung di

    dalam udara. Semakin tinggi humidity maka kandungan uap air yang terdapat di udara

    semakin banyak. Sehingga kondisi udara pada alat tray dryer manjadi jenuh. Kondisi

    yang baik itu adalah dengan humidity rendah sehingga masih terdapat tempat untuk air

    menguap karena uap air yang terkandung di udara masih sedikit.

    5.2 Analisis alat dan bahan

    Pada praktikum ini digunakan sebuah mesin pengering dengan jenis tray dryer

    yang merupakan salah satu alat pengeringan yang tersusun dari beberapa buah tray di

    dalam satu rak. Alasan tray dryer digunakan karena tray dryer penggunaannya cocok

    untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran, dan sering digunakan untuk produk yang

    jumlahnya tidak terlalu besar dan sesuai untuk percobaan praktikum. Selain itu bahan

    yang akan dikeringkan berkontak langsung dengan udara panas.

    Tray dryer termasuk kedalam sistem pengering konveksi menggunakan aliran

    udara panas untuk mengeringkan bahan. Proses pengeringan terjadi saat aliran udara

    panas ini bersinggungan langsung dengan permukaan bahan yang akan dikeringkan.

    Bahan ditempatkan pada setiap rak yang tersusun sedemikan rupa agar dapat

    dikeringkan dengan sempurna. Waktu pengeringan yang dibutuhkan bervariasi

    tergantung dari dimensi alat yang digunakan dan banyaknya bahan yang dikeringkan.

    Bagian-bagian dari tray dryer antara lain :

    Rak berfungsi sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan.

    Blower berfungsi untuk mengalirkan udara ke seluruh ruangan rak.

    Panel control blower berfungsi menentukan kecepatan udara yang dialirkan.

    Panel control suhu berfungsi untuk menentukan suhu pengeringan.

    Dry bulb temperature berfungsi mengukur suhu dry bulb.

    Wet bulb temperature berfungsi mengukur suhu wet bulb.

  • 40 Universitas Indonesia

    Pada praktikum ini juga digunakan anemometer untuk mengukur laju udara saat

    proses pengeringan. Stopwatch diperlukan untuk menentukan selang wajtu selama 3

    menit setiap pengambilan data. Tray sebagai penampang bahan yang akan dikeringkan

    dan timbangan untuk mengukur berat bahan sebelum dan sesudah pengeringan.

    Sedangkan bahan yang digunakan adalah pasir (butiran) dengan alasan mudah

    didapat, harga dapat dijangkau, dan sesuai dengan keperluan laboratorium. Pasir yang

    digunakan mempunyai diameter bervariasi yaitu 0,3 mm, 0,5 mm, dan 0,7 mm. Hal ini

    bertujuan untuk mengetahui hubungan diameter partikel dengan laju pengeringan.

    5.3 Analisis Hasil Percobaan

    Pada percobaan variasi diameter, hasil yang diperoleh pada setiap diameter

    berbeda. Pada diameter 0,3 mm, terjadi fluktuasi suhu yang lebih besar dibandingkan

    dengan percobaan pada diameter yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh luas

    permukaan yang terjadi lebih besar pada diameter yang lebih kecil, sehingga

    menyebabkan transfer panas yang lebih sensitif terhadap diameter yang kecil. Namun,

    karena percobaan dilaksanakan pada skala laju alir dan skala temperatur yang sama,

    fluktuasi suhu drybulb dan wetbulb pada downstream dan upstream dan fluktuasi laju

    alir fluida yang terjadi tidak terlalu besar. Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa

    berat pasir turun seiring dengan berjalannya proses drying. Hal ini disebabkan oleh

    proses perpindahan massa dan perpindahan kalor yang terjadi pada sistem, sehingga air

    berpindah dari pasir ke udara.

    Pada pecobaan variasi laju alir, hasil yang diperoleh pada setiap laju alir juga

    berbeda. Perbedaan yang paling signifikan terjadi pada laju alir fluida yang disebabkan

    oleh skala laju alir fluida. Suhu drybulb dan wetbulb pada upstream dan downstream

    juga tidak terlalu berbeda karena skala suhu yang digunakan sama untuk setiap

    percobaan. Laju alir fluida yang berbeda ini akan mempengaruhi hasil laju pengeringan

    berdasarkan metode perbedaan kelembaban, karena laju pengeringan berbanding lurus

    dengan laju alir fluida.

    Pada percobaan variasi suhu pangering, hasil yang diperoleh pada setiap suhu

    berbeda. Perbedaan tersebut karena skala temperatur yang digunakan berbeda yaitu

    semakin besar. Skala temperatur udara pengering yang digunakan adalah 2, 5 dan 11.

    Perubahan suhu akan mempengaruhi temperatur bola basah dan bola kering pada saat

  • 41 Universitas Indonesia

    percobaan sehingga akan berpengaruh terhadap perhitungan laju pengeringan dari

    sampel. Laju pengeringan seharusnya berbanding lurus dengan temperatur udara

    pengering. Semakin besar temperatur udara pengering maka laju pengeringannya akan

    semakin cepat. Namun, yang terjadi pada percobaan ini tidak sesuai dengan teori.

    Hasil berat tray kosong, berat tray dengan pasir, dan berat tray dengan pasir

    dan air didapatkan dari hasil penimbangan langsung dengan menggunakan timbangan

    yang tersedia. Berat pasir kering didapatkan dari pengurangan berat tray dengan pasir

    dengan berat tray kosong. Luas permukaan tray telah disediakan besarannya, yaitu 600

    cm2. Waktu yang digunakan adalah sebanyak 15 menit dengan komposit selama 3 menit

    interval.

    5.4 Analisis Perhitungan

    Perhitungan yang dilakukan pada setiap percobaan kurang lebih sama, yaitu

    menghitung kandungan air dalam padatan kering, laju pengeringan yang dihitung

    dengan metode perubahan massa, dan laju pengeringan yang dihitung dengan metode

    perubahan kelembaban. Kandungan air dalam padatan kering dihitung dengan

    mengurangi berat selama pengamatan dengan berat tray dengan pasir lalu membagi

    hasil substraksi dengan berat pasir. Pada percobaan variasi diameter, nilai delta

    kandungan air terbesar berada pada diameter 0,7 mm. Hal ini disebabkan oleh pada

    diameter yang lebih besar, ruang yang dihasilkan untuk air akan semakin besar,

    sehingga air dapat lebih mudah berpindah dari fasa cair ke fasa gas karena kontak yang

    dialami juga semakin besar pada diameter yang lebih besar. Pada variasi laju alir, skala

    laju alir 11 menghasilkan delta kandungan air yang terbesar. Hal ini disebabkan oleh

    pada kecepatan fluida yang besar, terjadi kontak yang lebih baik antara fasa cair dan

    fasa gas. Selain itu, kecepatan fluida yang besar juga memperbesar kalor yang terjadi,

    sehingga perpindahan kalor yang terjadi pada skala laju alir 11 lebih baik dibandingkan

    dengan pada skala yang lebih kecil, sehingga delt kandungan air yang terjadi semakin

    besar.

    Perhitungan yang dilakukan selanjutnya adalah menghitung laju pengeringan

    dengan metode perbedaan massa. Hal ini dilakukan dengan membandingkan perbedaan

    berat pada saat pengamatan dengan inteval pengambilan data dan kemudan

    membaginya dengan luas permukaan tray. Hasil yang didapatkan adalah fluks massa

  • 42 Universitas Indonesia

    yang berpindah. Pada percobaan variasi diameter, laju pengeringan yang tertinggi

    didapatkan pada diameter 0,7 mm. Sama seperti sebelumnya, ruang yang dihasilkan

    untuk air pada diameter yang besar akan semakin besar, sehingga memudahkan kontak

    antara fasa cair dan udara yang akan menyebabkan perpindahan massa lebih baik. Pada

    variasi laju alir, laju pengeringan tertinggi didapatkan pada skala laju alir 11 dengan

    alasan sama seperti pada percobaan sebelumnya, yaitu terjadinya kontak yang lebih baik

    pada laju alir yang lebih besar dan juga memperbesar perpindahan kalor yang terjadi.

    Perhitungan yang dilakukan selanjutnya adalah menghitung laju pengeringan

    dengan metode perbedaan kelembaban. Hal ini dilakukan dengan mengalikan kecepatan

    fluida rata-rata, dengan densitas udara, luas permukaan tray, dan perbedaan kelembaban

    pada downstream dan upstream. Nilai densitas udara dicari dengan persamaan gas ideal

    pada suhu downstream (Tdownstream,dry), dengan nilai berat molekul yang digunakan

    adalah 29 g/mol dan tekanan 1 atm. Nilai densitas udara yang dihasilkan adalah dalam

    g/dm3 sehingga butuh dikonversi ke dalam g/m

    3 untuk dapat digunakan dalam

    menghitung laju pengeringan (yang satuannya dalam g/s). Pada perhitungan laju

    pengeringan dengan variasi diameter, laju pengeringan terbesar dihasilkan pada

    diameter 0,3 mm. Hal ini didapatkan dari delta suhu yang terlalu besar pada suhu

    wetbulb dan drybulb pada upstream dibandingkan dengan pada downstream. Namun,

    hal ini menurut penulis tidak bersesuaian dengan hasil yang seharusnya, karena

    seharusnya laju pengeringan tertinggi didapatkan pada diameter 0,7 mm. Hal ini

    disebabkan oleh pada diameter 0,7 mm, rongga yang dihasilkan antar partikel besar,

    sehingga air menempati rongga-rongga yang lebih besar yang kemudian akan

    menyediakan kontak antarfasa yang lebih besar dan menyebabkan laju pengeringan

    semakin besar. Kesalahan ini akan dibahas lebih dalam pada subbab analisis kesalahan.

    Pada percobaan variasi laju alir, laju pengeringan terbesar didapatkan pada skala laju

    alir 11. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kontak yang lebih baik pada laju alir yang

    lebih besar dan juga besar kalor yang terpindahkan semakin besar karena gesekan yang

    terjadi pada kecepatan fluida yang besar. Pada variasi suhu, laju pengeringan terbesar

    dihasilkan oleh skala suhu 5. Seharusnya nilai laju pengeringan terbesar ini dihasilkan

    oleh skala suhu 11. Hal tersebut karena semakin besar temperatur udara pengering maka

    semakin besar laju pengeringan. Namun, terjadi kesalahan pada saat percobaan.

    Kesalahan ini akan dibahas pada subbab analisis kesalahan.

  • 43 Universitas Indonesia

    5.5 Analisis Grafik

    Dalam praktikum Tray Drier, secara umum akan dihasilkan 3 buah grafik,

    yaitu grafik waktu versus kandungan air, kandungan air versus laju pengeringan yang

    diukur dengan metode perubahan berat, dan kandungan air versus laju pengeringan yang

    diukur dengan metode perubahan kelembaban. Untuk percobaan variasi diameter, pada

    grafik waktu versus kandungan air, terlihat penurunan kandungan air seiring dengan

    berjalannya waktu. Hal ini menunjukan perpindahan massa terjadi pada fasa cair ke fasa

    gas akibat adanya gradien konsentrasi dan gradien temperatur (driving force

    perpindahan massa dan perpindahan kalor). Hal ini sesuai dengan tujuan tray drier yaitu

    untuk mengeringkan dengan mengurangi kandungan air pada suatu padatan dalam

    waktu tertentu. Sesuai dengan hasil, penurunan terbanyak terjadi pada partikel dengan

    diameter 0,7 mm karena pada diameter ini terbentuk rongga yang paling besar diantara

    partikel, yang menyebabkan area kontak fasa cair dan fasa gas menjadi semakin besar,

    sehingga proses perpindahan massa yang terjadi akan semakin besar. Pada grafik

    kandungan air versus laju pengeringan yang diukur dengan metode penurunan berat,

    terjadi kejanggalan berupa tidak dapat ditentukannya daerah constant rate period dan

    falling rate period dari grafik yang dihasilkan. Constant rate period adalah waktu

    dimana laju pengeringan konstan dan falling rate period adalah waktu dimana laju

    pengeringan menurun. Hal ini disebabkan oleh kandungan unbounded water yang ada

    pada sistem. Apabila masih terdapat unbounded water, maka pengeringan akan selalu

    konstan hingga titik kering kritis. Apabila melewati titik kering ritis, maka seluruh

    unbounded water telah menguap dan laju pengeringan akan menurun bounded water.

    Tidak dapat ditentukannya constant rate period dan falling rateperiod disebabkan oleh

    kondisi-kondisi pada sistem yang tidak dapat dipenuhi. Menurut Treybal (1981), untuk

    memperoleh kurva pengeringan yang sempurna, kondisi-kondisi seperti ukuran partikel

    yang tidak terlalu kecil, penyanggaan padatan yang serupa pada tray di seluruh

    permukannya (padatan tersebar rata), rasio permukaan drying dan nondrying yang sama,

    kondisi perpindahan panas secara radiasi yang sama, dan kesamaan suhu, kelembaban,

    dan kecepatan udara harus terpenuhi. Pada percobaan, padatan tidak tersebar secara

    merata pada tray, yang kemudian menyebabkan perpindahan panas tidak sama disemua

    titik, dan mengakibatkan hasil yang fluktuatif sehingga ketika di plot, tidak dapat

    ditentukan periode contant rate dan periode falling rate dari sistem. Pada grafik

  • 44 Universitas Indonesia

    kandungan air versus laju pengeringan yang dihitung berdasarkan metode perubahan

    kelembaban, hasil yang fluktuatif didapatkan. Namun, variasi diameter membentuk tren

    grafik yang sama, yaitu akan naik pesat pada awal pengambilan data dan kemudian akan

    stabil. Kejanggalan diamati pada grafik kandunagn air versus laju pengeringan pada

    diameter 0,3 mm. Kejanggalan ini berhubungan dengan yang terjadi pada perhitungan

    laju pengeringan dengan metode perubahan kelembaban yang dilakukan yang telah

    dibahas pada subbab sebelumnya. Kesalahan akan dijelaskan dengan lebih merinci pada

    subbab Analisis Kesalahan

    Pada percobaan variasi laju alir, grafik waktu versus kandungan air yang

    terbentuk serupa dengan yang seharusnya, yaitu terlihat adanya penurunan kandungan

    air terhadap waktu akibat adanya pengeringan. Hal ini menunjukan perpindahan massa

    terjadi pada fasa cair ke fasa gas akibat adanya gradien konsentrasi dan gradien

    temperatur (driving force perpindahan massa dan perpindahan kalor). Hal ini sesuai

    dengan tujuan tray drier yaitu untuk mengeringkan dengan mengurangi kandungan air

    pada suatu padatan dalam waktu tertentu. Penurunan kandungan air terbanyak terdapat

    pada skala laju alir 11 dan hal ini sesuai karena pada skala laju alir 11, kecepatan fluida

    lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, sehingga kontak antara fasa gas dan cair yang

    terjadi semakin baik. Disamping itu, pengaruh gesekan juga memberikan kalor sehingga

    proses perpindahan kalor berlangsung lebih baik pada kecepatan fluida yang tinggi.

    Pada grafik kandungan air versus laju pengeringan yang dihitung dengan metode

    perubahan berat, terdapat kejanggalan berupa tidak dapat ditentukannya constant rate

    period dan falling rate period dari sistem pengeringan. Seperti pada percobaan variasi

    diameter, tidak dapat ditentukannya periode-periode tersebut disebabkan oleh tidak

    meratanya padatan yang tersebar pada tray, sehingga menyebabkan perpindahan kalor

    yang tidak merata dan menyebabkan hasil yang fluktuatif sehingga ketika di plot,

    periode constant rate dan periode falling rate tidak dapat ditentukan. Di luar hal

    tersebut, laju pengeringan terbesar terdapat pada sistem pengeringan dengan skala laju

    alir fluida 11. Pada grafik kandungan air versus laju pengeringan yang dihitung dengan

    metode perubahan kelembaban, hasil yang fluktuatif didapatkan. Dari ketiga variasi

    skala laju alir, ketiga grafik yang dihasilkan memiliki tren yang sama, yaitu akan naik

    pesat pada awal pengambilan data dan kemudian akan stabil. Laju pengeringan terbesar

  • 45 Universitas Indonesia

    yang diamati terdapat pada sistem pengeringan yang berada pada skala laju alir udara

    11.

    Pada percobaan variasi temperatur udara pengering dihasilkan 3 grafik yaitu

    grafik kandungan air vs waktu, grafik laju pengeringan dan grafik laju penguapan.

    Grafik kandungan air vs waktu menggambarkan banyaknya kandungan air yang

    berkurang seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan. Untuk kandungan air pada

    skala temperatur 2, kandungan air yang berkurang tidak begitu signifikan sedangkan

    pengurangan kandungan air pada skala temperatur 11 berkurang begitu banyak.

    Setelah menghitung kandungan air dilakukan perhitungan laju pengeringan. Laju

    pengeringan ditentukan oleh laju transfer panas ke permukaan atau dapat dihitung pula

    dengan menggunakan rumus pengurangan berat sampel pada percobaan per satuan

    waktu. Kurva laju pengeringan menggambarkan perbandingan laju pengeringan dengan

    kandungan air selama proses pengeringan. Kurva laju pengeringan yang benar

    ditunjukan pada kurva untuk skala temperatur 2 dan skala temperatur 11 dimana kurva

    akan naik, tetap kemudian turun. Hal seperti ini menggambarkan laju pengeringan naik,

    laju pengeringan tetap dan laju pengeringan menurun. Pada skala temperatur 5 kurva

    yang terbentuk tidak beraturan sehingga kemungkinan terjadi kesalahan pada saat

    pengambilan data percobaan. Semakin tinggi suhu udara pengering, maka semakin tingi

    pula laju pengeringannya karena semakin tinggi suhu udara pengering menyebabkan

    kelembapan relatif udara semakin kecil sehingga dapat meningkatkan besarnya gaya

    pendorong perpindahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara.

    Kurva laju penguapan air untuk setiap perbedaan skala temperatur. Semakin

    besar temperatur udara pengering seharusnya semakin besar laju penguapannya,

    sedangkan yang terjadi pada percobaan ini adalah laju penguapan yang didapatkan tidak

    beraturan. Laju penguapan untuk skala temperatur 2 sangat tinggi dibandingkan dengan

    laju penguapan skala temperatur 5 yang hampir mendekati nol. Hal tersebut dikarenakan

    terjadi kesalahan pada saat pengambilan data percobaan. Hal ini akan dibahas pada

    analisis kesalahan.

  • 46 Universitas Indonesia

    5.6 Analisis Kesalahan

    Dari seluruh rangkaian percobaan diatas, dapat terjadi beberapa kesalahan-

    kesalahan yang menyebabkan data yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang

    seharusnya. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:

    Pembacaan suhu drybulb dan suhu wetbulb yang kurang tepat. Selain karena

    faktor teknis pembacaan (skala yang terlalu kecil, dan sebagainya), kesalahan

    mungkin terjadi karena pada saat mengambil data, suhu pada permukaan bola

    termometer belum mencapai kondisi steady, sehingga masih ada perubahan suhu

    (walaupun kecil) yang seharusnya teramati

    Tray yang tergoyang saat percobaan dilaksanakan. Tray tergoyang karena aliran

    fluida yang mengalir pada saat proses pengeringan menyebabkan adanya

    sebagian permukaan pasir yang terpindah sehingga menyebabkan permukaan

    padatan tida merata. Hal ini kemudian menyebabkan tidak dapat ditentukannya

    periode constant rate dan falling rate pada grafik kandungan air versus laju

    pengeringan yang dihitung dengan metode perubahan massa.

    Pengukuran suhu wetbulb dan drybulb yang tidak terautomasi sehingga ketika

    alat pengukur suhu diletakan pada tray drier, terjadi perubahan profil aliran

    fluida yang dapat mengganggu proses perpindahan massa dan perpindahan

    kalor. Selain itu, hal ini juga berpengaruh terhadap pembacana suhu wetbulb dan

    drybulb.

    Timbangan yang tidak terkalibrasi dengan baik. Timbangan yang digunakan

    terkadang mengalami fluktuasi dalam pembacaan berat pada saat percobaan

    dilaksanakan. Fluktuasi yang dihasilkan tak jarang besar, hingga mencapai

    satuan. Hal ini menyebabkan pembacaan massa kurang presisi.

    Bola pada wetbulb yang tidak terbasahi secara sempurna. Untuk menghitung

    suhu wetbulb, maka bola termometer harus berada pada kondisi jenuh (terbasahi

    100%) karena pengukuran suhu wetbulb merepresentasikan suhu pada saat

    keadaan lembab jenuh. Ketika pengukuran bola termometer wetbulb tidak

    berada pada kondisi jenuh, maka hasilnya akan berpengaruh terhadap tidak

    tepantnya pembacaan psychrometric chart.

  • 47 Universitas Indonesia

    BAB VI

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

    1. Pengaruh perubahan ukuran partikel menghasilkan kenaikan laju pengeringan.

    Semakin besar ukuran pastikel, semakin besar pula laju pengeringan. Pada

    perhitungan dengan menggunakan metode perpindahan massa, ukuran partikel

    0,7 mm memiliki laju pengeringan paling besar dibandingkan dengan 0,3 mm

    dan 0,5 mm. Hal ini sesuai dengan teori, sedangkan perhitungan dengan

    menggunakan metode kelembapan, laju pengeringan terbessar dihasilkan oleh

    ukuran partikel 0,3 mm.

    2. Pengaruh perubahan laju alir menghasilkan kenaikan laju pengeringan. Semakin

    besar laju alir maka semakin besar laju pengeringan. Pada hasil percobaan

    didapatkan laju pengeringan terbesar pada skala laju alir 11. Hal ini disebabkan

    oleh terjadinya kontak yang lebih baik pada laju alir yang lebih besar dan juga

    besar kalor yang terpindahkan semakin besar karena gesekan yang terjadi pada

    kecepatan fluida yang besar.

    3. Pengaruh perubahan temperatur udara pengering menghasilkan kenaikan laju

    pengeringan. Semakin tinggi temperatur udara pengering akan menghasilkan

    laju pengeringan yang semakin besar. Pada hasil percobaan, laju pengeringan

    terbesar didapatkan pada skala temperatur 5, hal ini tidak sesuai dengan teori

    yang ada. Seharusnya skala temperatur 11 memiliki laju pengeringan yang

    terbesar. Sedangkan untuk kandungan air, semua skala temperatur menyebabkan

    penurunan kandungan air selama proses pengeringan berlangsung

  • 48 Universitas Indonesia

    DAFTAR PUSTAKA

    Hasibuan, Rosdanelli. 2004. Mekanisme Pengeringan. USU Digital Library.

    Dryer. A STEMPJE Analysis of the drum dryer used in the potato flake line

    manufactured by Tummers Methodic. Eindhowen, Netherland.

    TIM PENYUSUN. 1995. Buku Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik II.

    Fakultas Teknik: Teknik Gas & Petrokimia.

    Treybal, Robert. 1981. Mass-Transfer Operation 3rd Edition, Singapire, McGraw-Hill

    Book Co.

  • 49 Universitas Indonesia

    LAMPIRAN

    Gambar A.1. Kelompok 2 pada saat praktikum Tray Drier

    Gambar A.2. Alat Tray Drier