laporan tutorial skenario 2

53
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 7 BLOK GASTROINTESTINAL OLEH : ANDINI SARASWATI 1118011005 ANNISA RATYA 1118011011 AYU APRILIA 1118011016 AYU LESTARI N 1118011017 DEVI PUTRI AMALIA S 1118011030 M DWI ARIO 1118011070 PRADILA DESTY S 1118011096 ROZI K WARGANEGARA 1118011117 SEULANGA RACHMANI 1118011125 TRYVANIE R PUTRA 1118011136 YOLANDA FRATIWI 1118011140 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Upload: arri-kurniawan

Post on 16-Jan-2016

177 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

Laporan tutorial skenario 2,

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 2

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 7

BLOK GASTROINTESTINAL

OLEH :

ANDINI SARASWATI 1118011005

ANNISA RATYA 1118011011

AYU APRILIA 1118011016

AYU LESTARI N 1118011017

DEVI PUTRI AMALIA S 1118011030

M DWI ARIO 1118011070

PRADILA DESTY S 1118011096

ROZI K WARGANEGARA 1118011117

SEULANGA RACHMANI 1118011125

TRYVANIE R PUTRA 1118011136

YOLANDA FRATIWI 1118011140

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2014

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 2

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun

laporan tutorial scenario 7.

Selanjutnya, laporan tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi tugas

Blok Gatrointestinal. Kepada semua dosen yang terlibat dalam pembuatan laporan

tutor ini, kami ucapkan terima kasih atas segala pengarahannya sehingga laporan

ini dapat kami susun dengan cukup baik.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi

isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami ingin meminta maaf

atas segala kekurangan tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya

pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu, kritik dan saran dari

pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan laporan ini dan perbaikan

untuk kita semua.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan berupa ilmu

pengetahuan untuk kita semua.

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Bandar Lampung, Oktober 2014

Tim Penulis

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 2

Skenario :

Seorang wanita hamil 7 bulan, Usia 35 tahun datang ke klinik dr. Dara dengan

keluhan BAB berdarah.

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 2

Ananesis:

- KU : BAB berdarah

- KT : mengejan saat BAB (+)

Sulit BAB (+)

Pemeriksaan fisik

- R : 20

- S : 37,8 0C

- Tekanan darah normal

- BB : 95kg

- TB : 165 cm

- Thorax dalam batas normal

- PF rectal : benjolan (+), darah (+)

- Anoskopi : Benjolan (+) jam 1 dan jam 5

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP 2

1. Diagnosis banding kasus pada scenario?

2. Patofisiologi Hemoroid?

3. Faktor resiko hemoroid?

4. Pemeriksaan Penunjang dari hemoroid?

5. Penatalaksanaan hemoroid?

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP 3

1. – Hemoroid Interna

- Hemoroid Eksterna

- Ca Colorektal

2. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada

hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan

perdarahan

3. faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah:

a. Penuaan

b. Kehamilan

c. Hereditas

d. Konstipasi atau diare kronik

e. Penggunaan toilet yang berlama-lama

f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama

g. Obesitas.

4. anoskopi dan sigmoidoskopi

5. konservatif dan pembedahan

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP 4

1. Hemoroid Interna

Hemoroid interna adalah kondisi dimana pleksus v. hemoroidalis superior di atas

garis mukutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan

bantalan vaskuler di dalam jaringan sub mukosa pada rektum sebelah bawah.

Hemoroid interna terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan (jam 11),

kanan belakang (jam 7) dan lateral kiri (jam 3), yang oleh Miles disebut “Three

Primary Haemorrhoidal Areas”. Hemoroid yang lebih kecil tedapat di antara

ketiga letak primer tersebut dan kadang juga sirkuler.

       Hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu :

-         Derajat I        : -    Terdapat perdarahan merah segar pada rectum pasca

defekasi

-       Tanpa disertai rasa nyeri

-       Tidak terdapat prolaps

-       Pada pemeriksaan anoskopi terlihat permulaan dari

benjolan hemoroid yang menonjol ke dalam lumen

-         Derajat II       : -    Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan sesudah defekasi

-       Terjadi prolaps hemoroid yang dapat masuk sendiri

(reposisi spontan)

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 2

Hemorrhoid Grade II

-         Derajat III      : -    Terdapat perdarahan/tanpa perdarahan  sesudah defekasi

-      Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat masuk

sendiri jadi harus didorong dengan jari (reposisi

manual)

-         Derajat IV      : -    Terdapat perdarahan sesudah defekasi

-     Terjadi prolaps hemoroid yang tidak dapat didorong

masuk (meskipun sudah direposisi akan keluar lagi)

Hemorrhoid Grade IV

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 2

Hemoroid eksterna

Hemoroid eksterna merupakan pelebaraan dan penonjolan pleksus hemoroidalis

inferior, terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah

epitel anus.

       Ada 3 bentuk hemoroid eksterna yang sering dijumpai :

a.      Bentuk hemoroid biasa tapi letaknya distal linea pectinea.

b.     Bentuk trombosis atau benjolan hemoroid yang terjepit

c.      Bentuk skin tags.            

Kanker colorectal

Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon

atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip, oleh karena

itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip

colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara

histopatologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri

atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda.

Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan,

seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe

pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena colon

mengalirkan darah ke sistem portal.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker colorectal yaitu:

a. Umur

Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini

menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70

tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada

orang yang memiliki riwayat colitis ulseratif atau polyposis familial.

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 2

b. Faktor Genetik

Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan oleh faktor

lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi

bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker

colorectal.Risiko terjadinya kanker colorectal pada keluarga pasien kanker

colorectal adalah sekitar 3 kali dibandingkan pada populasi umum. Banyak

kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker colorectal diantaranya

sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung 1% dari

semua kanker colorectal. Selain itu terdapat Hereditary NonPoliposis Colorectal

Cancer (HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker colorectal.

[

c. Faktor Lingkungan

Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik

dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan

penting pada kejadian kanker colorectal. Risiko mendapat kanker colorectal

Universitas Sumatera Utarameningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari

wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah ke wilayah dengan risiko

kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum

perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis.

Faktor Makanan

Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker colorectal.

Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko

timbulnya kanker colorectal sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya

mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang yang banyak mengkonsumsi daging merah

(misal daging sapi, kambing) atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi

atau lebih) akan mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35%

dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu.

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 2

e. Polyposis Familial

Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Insiden pada

populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip bervariasi 100-10.000

dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip ini biasanya mirip dengan polip

adenomatosun bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel tersebar

pada mukosa colon. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai

keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan

kecil yang mengganggu penderita. Polip cenderung muncul pada masa remaja dan

awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak diobati adalah

sekitar 90% pada usia 40 tahun.

f. Polip Adenoma

Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak pada umur

sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada semua umur dan lakilaki

lebih banyak dibanding dengan perempuan. Polip adenomatosum lebih banyak

pada colon sigmoid (60%), ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak

berukuran 1 cm. Polip terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip

dengan ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya adenokarsinoma.

Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan. Perubahan

dimulai dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada

epitel kelenjar, meluas ke bagian badan dan tangkai serta basis polip. Risiko

terjadinya kanker meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan jumlah

polip.

g. Adenoma Vilosa

Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma colon.

Terbanyak dijumpai di daerah rectosigmoid dan biasanya berupa massa papiler,

soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran

basis polip. Adenoma vilosa mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%.

Adenoma dengan diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%.

Semakin besar diameter semakin tinggi pula insiden kanker.

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 2

h. Colitis Ulserosa

Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker colorectal yang berhubungan dengan

colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun, dan 10,8% pada

50 tahun.Colitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa colon

dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul

pseudopolip yaitu penonjolan mukosa colon yang ada diantara ulkus. Perjalanan

penyakit yang sudah lama, berulang-ulang, dan lesi luas disertai adanya

pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus demikian

harus dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah mencegah

terjadinya karsinoma (preventif) dan menghindari penyakit yang sering berulang-

ulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi colitis ulserosa sifatnya lebih

ganas, cepat tumbuh dan metastasis.

Gambaran Klinis

Karsinoma colon dan rectum dapat menyebabkan ulserasi, atau perdarahan,

menimbulkan obstruksi bila membesar, atau menembus (invasi) keseluruh dinding

usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan

menimbulkan abses di peritonium. Keluhan dan gejala tergantung juga dari lokasi

dan besarnya tumor.

Karsinoma Colon Sebelah Kanan

Penting untuk diketahui bahwa umumnya pasien dengan karsinoma pada

caecum atau pada ascending colon biasanya memperlihatkan gejala nonspesifik

seperti kekurangan zat besi (anemia). Kejadian anemia ini biasanya meningkatkan

kemungkinan terjadinya karsinoma colon yang belum terdeteksi, yang lebih

cenderung berada di proksimal daripada di colon distal. Beberapa tanda gejala

yang

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 2

terlihat yaitu berat badan yang menurun dan sakit perut pada bagian bawah yang

relatif sering, tetapi jarang terjadi pendarahan di anus. Pada 50-60% pasien

terdapat massa yang teraba di sisi kanan perut.

Karsinoma colon sebelah kiri

Jika karsinoma terletak pada bagian distal, maka kemungkinan besar akan ada

gangguan pada kebiasaan buang air besar, serta adanya darah di feses. Beberapa

karsinoma pada transversa colon dan colon sigmoid dapat teraba melalui dinding

perut.Karsinoma sebelah kiri lebih cepat menimbulkan obstruksi, sehingga terjadi

obstipasi. Tidak jarang timbul diare paradoksikal, karena tinja yang masih encer

dipaksa melewati daerah obstruksi partial.

Karsinoma Rectum

Sering terjadi gangguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering terjadi

perdarahan yang segar dan sering bercampur lendir, berat badan menurun. Perlu

diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa timbul pada kanker rectum. Kadangkadang

menimbulkan tenesmus dan sering merupakan gejala utama.

Patologi

Pada umumnya, dalam perjalanan penyakit, pertumbuhan adenokarsinoma usus

besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan (caecum,

colon ascenden, transversum sampai batas flexura lienalis), tumor cenderung

tumbuh eksofitik atau polipoid. Pada permulaan, massa tumor berbentuk sesil,

sama seperti tumor colon kiri. Akan tetapi kemudian tumbuh progresif, bentuk

polipoid yang mudah iritasi dengan simtom habit bowel: sakit di abdomen yang

sifatnya lama. Keluhan sakit, sering berkaitan dengan makanan/minuman atau

gerakan peristaltik dan kadang-kadang disertai diare ringan. Berat badan semakin

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 2

menurun dan anemia karena adanya perdarahan kecil tersembunyi. Konstipasi

jarang terjadi, mungkin karena volum colon kanan lebih besar. Suatu saat dapat

dipalpasi massa tumor di rongga abdomen sebelah kanan. Karsinoma usus besar

kiri (colon transversum batas flexura lienalis, colon descenden, sigmoid dan

rectum) tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-ring. Pada permulaan,

tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian tumbuh berbentuk plak

melingkar yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian tengah mengalami

ulserasi yang menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah,

konstipasi dan tenesmus mirip dengan sindrom disentri.

Prognosis dari pasien kanker colorectal berhubungan dengan dalamnya penetrasi

tumor ke dinding colon, keterlibatan kelenjar getah bening regional atau

metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan sistem

staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes.

Skin Tag, Hemorrhoid Grade I - IV

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 2

Pencegahan Primordial

Dilakukan dengan peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dalam

bentuk kampanye cara makan sehat yaitu makan seimbang baik dalam menu

maupun jumlah makanan yang dikonsumsi setiap hari sehingga

mengurangi/mencegah keterpaparan terhadap bahan makanan yang bersifat

karsinogenik dan kokarsinogenik. Selain itu, pengaturan pola makan juga dapat

menghindari obesitas, karena obesitas juga diketahui merupakan faktor risiko

untuk kanker colorectal.

Pencegahan Primer

Pencegahan primer ialah usaha untuk mencegah timbulnya kanker dengan

menghilangkan dan/atau melindungi tubuh dari kontak dengan karsinogen dan

faktorfaktor lain yang dapat menimbulkan kanker. Beberapa cara yang dapat

dilakukan dalam pencegahan primer kanker colorectal yaitu

a. Menghentikan atau mengubah kebiasaan hidup yang memperbesar risiko

terjadinya kanker colorectal seperti menghindari makan makanan yang tinggi

lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat, mengkonsumsi

makanan berserat dengan jumlah cukup dan mengurangi konsumsi daging

merah. Kebalikan dengan daging merah/daging olahan, konsumsi ikan dapat

menurunkan risiko. Untuk mengurangi konsumsi daging merah, para ahli

menganjurkan mengkonsumsi daging unggas (ayam, bebek, dsb) dan ikan.

b. Mengubah kebiasaan mengkonsumsi alkohol karena selain merusak hepar,

konsumsi minuman beralkohol juga berhubungan dengan peningkatan risiko

kanker colorectal.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan skrining. Strategi skrining pada

orang yang tidak memperlihatkan gejala dianjurkan yaitu laki-laki dan perempuan

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 2

berusia lebih dari 40 tahun harus menjalani pemeriksaan rektal digital (rectal

toucher) setiap tahun dan orang yang berusia di atas 50 tahun harus menjalani

pemeriksaan darah samar feses setiap tahun dan pemeriksaan sigmoidoskopi

setiap 3 hingga 5 tahun setelah 2 kali pemeriksaan awal yang berjeda setahun.

Orang yang beresiko tinggi karena memiliki riwayat keluarga terkena kanker

colorectal harus dipantau ketat dengan melakukan skrining teratur.Selain itu, pada

pencegahan sekunder juga dilakukan:

a. Diagnosis

Anamnesis yang teliti Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa

diare ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah

segar), penurunan berat badan, faktor predisposisi (risk factor), riwayat kanker

dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker

payudara/ovarium, ureterosigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat,

banyak lemak).

b. Pemeriksaan Fisik

Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang

airbesar (change of bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi. Semakin distal

letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena semakin ke distal feses

semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang menyempit, bahkan bisa

disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna perdarahan sangat

bervariasi, merah terang, purple, mahogany, dan kadang kala merah kehitaman.

Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai

dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada

colorectal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba

pada fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar.

Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah

metastasis jauh ke hepar.

c. Pemeriksaan laboratorium

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 2

Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis

atau ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic

antigen). Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat

meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirhosis hepatis,

hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa, penyakit crohn, tukak

peptik, serta pada orang sehat yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah

bila diagnosis karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi

yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut.

Double-contrast barium enema (DCBE)

Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan Single contras

procedure (barium saja) atau Double contras procedure (udara dan barium).

Kombinasi udara dan barium menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail.

Akan tetapi barium enema hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan (lebih dari

1 cm).

2. Patofisiologi Hemoroid

Anatomi Anal Canal

Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum hingga

orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel

skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang

dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).

Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior

sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua

pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal

dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka

interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 2

Gambar. Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan

Eksternal.

Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya

ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian

kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal dan

Universitas Sumatera Utaraterdiri dari plexus arteriovenosus terutama antara

cabang terminal arteri rektal superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu

hemoroid juga menghubungkan antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar.

Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian

bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir

percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 2

Patogenesis Hemoroid

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas

dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang

berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan

terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular

tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya

inkontinensia.

Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan

bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta

mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan

mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu

aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan

mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air

besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra

abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh

trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya

disimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional terhadap

patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul

sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan

vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan

leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada

hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel

mast juga melepaskan platelet-activating factorsehingga terjadi agregasi dan

trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.

Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami

rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.

Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma,

heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-αserta interleukin 4

untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan

parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 2

3. Faktor resiko hemoroid

Faktor risiko hemorrhoid antara lain:

a. Kurangnya konsumsi makanan berserat Serat makanan yang tinggi mampu

mencegah dan mengobati konstipasi apabila diiringi dengan peningkatan

intake cairan yang cukup setiap hari. Konsumsi cairan dapat membantu kerja

serat makanan dalam tubuh. Suatu studi meta-analisis di Barcelona

menyimpulkan bahwa kebiasaan mengonsumsi serat akan menurunkan gejala

dan perdarahan pada hemorrhoid.

b. Konstipasi

Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar yang

disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada colon descendenyang

menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan.Pada konstipasi diperlukan

waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat mengejan dapat

mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus hemorrhoidalis sehingga

menyebabkan hemorrhoid. Sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien

hemorrhoid di RS

Beberapa penyebab konstipasi antara lain :

Peningkatan stress psikologis Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan

konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja epinefrin

dan sistem syaraf simpatis. Stress juga dapat menyebabkan usus spastic

(spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon).

Ketidaksesuaian diet

Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak cukup untuk

merangsang refleks pada proses defekasi. Makan makanan yang rendah serat

seperti; beras, telur dan daging segar akan membuat makanan tersebut

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 2

bergerak lebih lambat di saluran cerna. Namun dengan meningkatkan intake

cairan dapat mempercepat pergerakan makanan tersebut di saluran cerna.

Penggunaan obat-obatan

Obat-obatan seperti ; morfin, codein, obat-obatan adrenergik dan

antikolinergik lain dapat memperlambat pergerakan colon melalui mekanisme

kerja sistem syaraf pusat sehingga dapat menyebabkan konstipasi.

Usia lanjut

Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada saluran

cerna. Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan menjadi keras

.

Usia

Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot sphincter

pun juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah maka dapat

timbul prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang

dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut

menyebabkan konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan

berlebihan pada plexus hemorrhoidalis yang dipicu oeh proses mengejan

untuk mengeluarkan tinja.

Keturunan

Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak lahir

akan memudahkan terjadinya hemorrhoid setelah mendapat paparan tambahan

seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-lain.

Tumor abdomen

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 2

Tumor abdomen yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian hemorrhoid

adalah tumor di daerah pelvis seperti tumor ovarium, tumor rektal, dan lain-

lain. Tumor ini dapat menekan vena sehingga alirannya terganggu dan

menyebabkan pelebaran plexus hemorrhoidalis.

Pola buang air besar yang salah

Pemakaian jamban duduk juga dapat meningkatkan insidensi hemorrhoid.

Menurut dr. Eka Ginanjar, dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus

dan anus tidak dalam posisi tegak. Sehingga akan menyebabkan tekanan dan

gesekan pada vena di daerah rektum dan anus. Berbeda halnya pada

penggunaan jamban jongkok. Posisi jongkok saat defekasi dapat mencegah

terjadinya konstipasi yang secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya

hemorrhoid. Hal tersebut dikarenakan pada posisi jongkok, valvula ilicaecal

yang terletak antara usus kecil dan caecum dapat menutup secara sempurna

sehingga tekanan dalam colon cukup untuk

mengeluarkan feses. Selain itu menghindari kebiasaan untuk menunda ke

jamban ketika sudah dirasa ingin buang air besar juga dapat menurunkan

kejadian konstipasi

Kurang intake cairan

Kurangnya intake cairan setiap hari dapat meningkatkan kejadian hemorrhoid.

Hal tersebut dikarenakan, kurangnya intake cairan dapat menyebabkan tinja

menjadi keras sehingga seseorang akan cenderung mengejan untuk

mengeluarkan tinja tersebut. Sementara itu, proses mengejan tersebut dapat

meningkatkan tekanan pada plexus hemorrhoidalis. Dengan intake cairan yang

cukup setiap harinya dapat membantu melunakkan tinja dan membersihkan

usus. Sehingga tidak perlu mengejan untuk mengeluarkan tinja.

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 2

Kurang aktivitas fisik

Kebiasaan melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi untuk

duduk dan merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan hemorrhoid.

Selain itu dengan melakukan olahraga yang ringan seperti berenang dan

menggerakkan daerah perut diharapkan dapat melemaskan dan mengurangi

ketegangan dari otot. Namun dengan melakukan aktivitas yang terlalu berat

seperti mengangkat benda berat akan meningkatkan risiko kejadia hemorrhoid.

Hal tersebut dikarenakan terjadi peregangan musculus sphincter ani yang

berulang sehingga ketika penderita mengejan akan terjadi peregangan yang

bertambah buruk.

Kehamilan

Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan

peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi.

Sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem vena.

Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh penekanan bayi atau

fetus pada rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga dapat

menyebabkan hemorrhoid karena adanya penekanan yang berlebihan pada

plexus hemorrhoidalis.

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 2

4. Pemeriksaan penunjang hemoroid

 Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur)

Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba

sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.

Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps,

selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat

dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan

kemungkinan karsinoma rektum.

Anoskopy

Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.

Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi

litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,

penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna

terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila

penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan

penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya,

letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor

ganas harus diperhatikan.

Pemeriksaan Proktosigmoidoskopy

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan

disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena

hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses

harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

 Rontgen (colon inloop) atau Kolonoskopy

Laboratorium : - Eritrosit

-     Leukosit

-     Hb

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 2

5. penatalaksanaan Hemoroid

Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan

penatalaksanaan bedah.

1. Penatalaksanaan Medis

Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat

hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.

a. Non-farmakologis

Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki

defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan

minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel

Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin

feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting).

Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam

air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja

yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat

menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.

b. Farmakologi

Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan

gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:

1. Obat yang memperbaiki defekasi

Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja

(stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain

psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang

berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi

bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan

meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 2

kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).

2. Obat simptomatik

Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau

kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan

Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi

radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC,

Scheriproct.

3. Obat penghenti perdarahan

Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena

hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari

jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh

darah.

4. Obat penyembuh dan pencegah serangan

Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2

tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala

inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

c. Minimal Invasif

Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan

tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi

hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan

farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.

2. Penatalaksanaan Tindakan Operatif

Ada 2 prinsip dalam melakukan operasi hemoroid :

a. Pengangkatan pleksus dan mukosa

b. Pengangkatan pleksus tanpa mukosa

Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 3 metode :

a. Metode Langen-beck (eksisi atau jahitan primer radier)

Dimana semua sayatan ditempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu

memanjang dari rectum.

b. Metode White head (eksis atau jahitan primer longitudinal)

Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 2

c. Metode Morgan-Milligan

Semua primary piles diangkat

3. Penatalaksanaan Tindakan non-operatif

Dilakukan pada hemoroid derajat I dan II

a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar

b. Mempergunakan obat-obat flebodinamik dan sklerotika

c. Rubber band ligation yaitu mengikat hemoroid dengan karet elastis kira-kira 1

minggu.

Page 28: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP 5

1. Komplikasi hemoroid?

2. Prolaps anus?

3. Proktitis?

4. Limfoma?

Page 29: Laporan Tutorial Skenario 2

STEP 7

1. Komplikasi Hemoroid

Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis,dan

strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai

darah dihalangi oleh sfingter ani. Komplikasi hemoroid antara lain :

1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan

dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat

luka di anus.

2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak

normal) dari selaput lendir usus/anus.

3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.

4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur

sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin

sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk

Page 30: Laporan Tutorial Skenario 2

2. Prolaps anus

Prolaps Recti adalah kondisi medis yang ditandai dengan terabanya benjolan

pada anus akibat turunnya rektum (bagian dari usus besar yang mengarah ke

anus, dimana materi tinja melaluinya untuk keluar dari tubuh) sebagai akibat

melemahnya otot-otot dan ligamen-ligamen yang menahan di tempatnya.

Benjolan biasanya terasa sewaktu bersin atau batuk, berdiri atau berjalan atau

sewaktu defekasi. Pada kasus berat, rektum dapat timbul di luar anus,

menyebabkan nyeri dan konstipasi. Hal ini sering disebabkan karena terlalu

banyak mengedan sewaktu di toliet, suatu komplikasi persalinan atau suatu

kondisi kongenital. Prolaps recti juga seringkali ditemukan pada anak muda

dan orang tua. Untungnya, rektum yang prolaps dapat dikoreksi secara mudah

melalui prosedur bedah.

Prolapsus Rektum adalah turunnya rektum melalui anus.

Prolapsus yang bersifat sementara dan hanya mengenai lapisan rektu

(mukosa), sering terjadi pada bayi normal, mungkin karena bayi mengedan

selama buang air besarnya dan jarang berakibat serius. Pada orang dewasa,

prolapsus lapisan rektum cenderung menetap dan bisa memburuk, sehingga

lebih banyak bagian dari rektum yang turun.Prosidensia adalah prolapsus

rektum yang lengkap. Paling sering terjadi pada wanita di atas usia 60 tahun.

Prolapsus rektum seringkali berhubungan dengan berbagai keadaan berikut: 

- Enterobiasis 

- Trikuriasis 

- Fibrosis kistik 

- Malnutrisi dan malabsorbsi (misalnya penyakit seliak) 

- Sembelit.

Page 31: Laporan Tutorial Skenario 2

Prolapsus rektum menyebabkan rektum berpindah keluar, sehingga lapisan

rektum terlihat seperti jari berwarna merah gelap dan lembab yang keluar dari

anus.

Untuk menentukan luasnya prolapsus, dilakukan pemeriksaan pada saat

penderita berdiri atau jongkok dan mengedan.  Melalui perabaan otot

melingkar anus (otot sfingter ani) dengan menggunakan sarung tangan, sering

ditemukan adanya penurunan dari tonus (ketegangan) otot. Melalui

pemeriksaan sigmoidoskop dan barium enema usus besar, bisa ditemukan

penyakit yang mendasarinya (misalnya adanya kelainan pada saraf dari otot

sfingter ani).

Pada bayi dan anak-anak, pelunak tinja akan mengurangi kebutuha mengedan

selama buang air besar. Melilit bokong dengan tali pengikat diantara waktu

buang air besar, biasanya membantu prolapsus sembuh dengan sendirinya.

Pada orang dewasa, diperlukan pembedahan untuk mengatasi masalah ini.

Pembedahan sering menyembuhkan prosidensia. Pada pembedahan perut,

rektum diangkat, ditarik dan ditempelkan pada tulang ekor. Pada jenis

pembedahan yang lainnya, sebagian dari rektum dibuang. Untuk orang yang

terlalu lemah untuk menjalani operasi karena usia lanjut atau kesehatan yang

buruk, lingkaran dari kawat atau plastik dapat dimasukan mengelilingi otot

sfingter ani, cara ini disebut prosedur Thiersch.

Page 32: Laporan Tutorial Skenario 2

3. Limfoma

Limfoma merupakan salah satu jenis kanker di mana sel-sel getah bening

memperbanyak diri dengan tidak terkendali. Limfoma dibedakan menjadi dua

kategori yaitu limfoma Hodgkin tanda yang khas dari penyakit ini ialah

ditemukannya sejenis sel yang disebut sel Reed-Steinberg, dan jenis lainnya

adalah limfoma non-Hodgkin (Non-Hodgkin’s lymphoma–NHL). Kasus NHL di

kalangan Odha berkembang tetap sejak tahun 1989 hingga 1995. Penelitian terus

menyelidiki terlibatnya virus dalam memproduksi jenis kanker ini. Namun,

penelitian klinis mengenai limfoma pada jaringan otak akibat AIDS masih sangat

sedikit. NHL adalah salah satu kanker yang menyerang sel-sel terutama di

kelenjar getah bening dan limpa. Leukemia dan limfoma merupakan nama yang

biasa/lazim digunakan untuk kanker yang menyerang sel darah putih. Kanker bisa

mengubah sel darah putih pada tahap perkembangan apa pun mulai dari bentuk sel

induk di sumsum tulang sampai menjadi sel T dan sel B dewasa. NHL dapat

timbul kapan saja pada tahap penyakit HIV. Kasus Odha yang mengalami NHL

terus meningkat sampai tahun 1995, ketika terapi antiretroviral yang sangat aktif

mulai meluas. Kenaikan jumlah Odha yang mengalami NHL tampaknya

sebanding dengan besar dan lamanya penekanan sistem kekebalan tubuh mereka.

Limfoma muncul ketika ada satu limfosit (sel getah bening) mengalami sejumlah

mutasi genetik dan kehilangan kendali terhadap reproduksinya. Sel yang

memperbanyak diri ini terus bermutasi dan berkembang menjadi tumor kemudian

menyerang jaringan getah bening seperti kelenjar getah bening atau pun limpa.

Bahaya yang paling besar dari limfoma adalah penyebarannya ke jaringan atau

organ lainnya.

Sarkoma Kaposi (KS) pada Odha merupakan infeksi ganda dari HIV dan virus

herpes penyebab sarkoma Kaposi (Kaposi’s sarcoma-associated herpesvirus–

KSHV) yang baru dikenal. Bagaimana dengan limfoma pada Odha? Penelitian

baru-baru ini menegaskan peranan aktif virus Epstein-Barr (EBV) dalam

perkembangan limfoma. Salah satu jenis NHL yaitu limfoma Burkitt, terbukti

berkaitan dengan EBV. Di seluruh dunia, EBV berperan pada sekitar separuh dari

seluruh kasus kanker pada tenggorokan atas, serta lebih dari 30% dari semua

Page 33: Laporan Tutorial Skenario 2

kasus penyakit Hodgkin dan 10% NHL. Hipotesis bahwa HIV memberdayakan

virus lainnya untuk menyebabkan kanker tertentu tampaknya baik untuk diteliti

lebih jauh. Penelitian diperlukan untuk menjelaskan peranan EBV pada limfoma

akibat AIDS, walaupun hubungan antara KSHV dan KS serta peranan virus

papilloma manusia dalam kanker anogenital tampaknya lebih bisa dimengerti.

Penelitian itu juga diperlukan untuk mengetahui hubungan antara virus herpes

yang baru ditemukan dengan limfoma. Penelitian semacam itu dapat

menghasilkan cara baru dalam memprediksi dan mengobati limfoma.

Di lain pihak, sebuah penelitian berskala kecil menyatakan bahwa ada hubungan

antara kadar racun dan pestisida tertentu di dalam tubuh seseorang dengan risiko

NHL. Karena sedikitnya jumlah peserta dalam penelitian ini, maka dibutuhkan

penelitian yang lebih lanjut untuk menguatkannya.

Gejala NHL yang dirasakan oleh pasien meliputi pembengkakan kelenjar getah

bening di daerah leher dan pangkal paha tanpa rasa sakit, gatal-gatal di sekujur

badan, kehilangan berat badan, demam dan berkeringat hebat di malam hari.

Orang dengan HIV positif seharusnya berhati-hati bila ada pembengkakan di luar

kelenjar getah bening. Pemeriksaan fisik pada orang yang mengalami NHL akan

memperlihatkan pembesaran hati dan limpa, dan tes laboratorium rutin sering

menunjukkan anemia (rendahnya kadar sel darah merah) yang terlihat dari kadar

Hb yang rendah.

Diagnosa NHL mengacu pada lebih dari 24 jenis kanker pada sistem getah bening.

Untuk menemukan pengobatan yang tepat atau pun memprediksi hasilnya, para

dokter pertama-tama harus menemukan sel getah bening mana yang diserang

limfoma. Langkah pertama adalah dengan mengambil sampel jaringan (biopsi)

yang terkena limfoma untuk dianalisa. Sel itu kemudian diberi pewarna khusus

dan diamati melalui mikroskop untuk membandingkan ukuran dan bentuk sel

serta penampakan nukleus dan sitoplasmanya. Sel itu digolong-golongkan dalam

beberapa tingkatan yaitu: tingkat rendah untuk penyebaran yang lambat, tingkat

sedang untuk penyebaran yang agak cepat dan tingkat tinggi untuk penyebaran

yang sangat cepat. Diagnosa dikuatkan dengan CT-scan (computerized

tomography scan) dan gambar MRI (magnetic resonance imaging).

Page 34: Laporan Tutorial Skenario 2

NHL bisa menyerang berbagai organ tubuh. Seseorang dengan HIV

berkemungkinan lebih besar mengalami limfoma pada lebih dari satu organ tubuh.

Ronsen dada akan memperlihatkan apakah paru-paru juga terkena. Biopsi

sumsum tulang berguna untuk mengetahui apakah limfoma itu menjalar ke

sumsum tulang, tempat produksi sel darah merah dan sel darah putih caranya ialah

dengan mengambil sedikit sumsum tulang, yang kemudian diamati dengan

mikroskop untuk melihat ada-tidaknya ketidaknormalan sel. Yang terakhir,

gambaran beberapa ronsen khusus dapat berguna untuk melihat struktur kelenjar

getah bening yang membengkak dan memeriksa suplai darah dan getah bening

pada kelenjar tersebut. Proses ini disebut lymphangiography, memerlukan cairan

berwarna biru yang dapat terlihat dengan sinar X. cairan itu disuntikkan pada

pembuluh darah di antara jari kaki dan kemudian dengan menggunakan sinar X

akan terlihat gambaran kelenjar getah bening ketika cairan itu melewatinya.

Ada dua jenis terapi yang ditawarkan untuk orang yang terserang NHL. Yang

pertama adalah kemoterapi yang terdiri dari obat-obatan yang membunuh dan

merusak sel kanker. Yang kedua adalah terapi radiasi yang mengunakan sinar X

yang diatur untuk membunuh sel kanker dan menciutkan tumor. Biasanya kedua

terapi tersebut dikombinasikan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan si pasien.

Ada kontroversi seputar kemoterapi yang paling baik untuk NHL akibat AIDS.

Rangkaian obat yang disebut CHOP, yang terdiri dari cyclophosphamide,

doxorubicin, vincristine dan prednisone, diusulkan untuk pengobatan limfoma

akibat AIDS karena dipandang sebagai pengobatan standar untuk Odha.

Pendukung kombinasi ini mengakui bahwa setiap individu harus membuat pilihan

sendiri baik mengenai obat yang akan digunakan maupun jumlah pengurangan

dosisnya, yang didasarkan pada keadaan kekebalannya dan kemampuan individu

itu untuk mentoleransi pengobatan yang sebenarnya banyak mengandung racun

ini. Semua peserta dalam debat mengenai pilihan kombinasi kemoterapi mengakui

bahwa terapi antiretroviral yang efektif mungkin memiliki efek yang baik bagi

daya tahan tubuh secara keseluruhan.

Baik kemoterapi maupun radiasi merusak sejumlah besar sel sistem kekebalan.

Neutropenia (penurunan neutrofil, sejenis sel darah putih) bisa dicegah sebelum

Page 35: Laporan Tutorial Skenario 2

menjalani kemoterapi atau pun radiasi dengan menggunakan granulocyte colony

stimulating factor. Setelah kemoterapi dan radiasi, pencangkokan sumsum tulang

secara autologous (diambil dari pasien sebelum diobati) seringkali perlu dilakukan

untuk membangkitkan kembali sistem kekebalan. Pencangkokan sumsum tulang

lebih sering dilakukan pada orang HIV negatif, di antaranya memiliki 75% NHL

tingkat rendah setempat yang hidup sedikitnya lima tahun; 40-50% dari mereka

yang mengalami sakit lebih parah hidup dua tahun atau lebih.

Palliation–Perawatan Ketika Tidak Ada Kemungkinan untuk Sembuh

Pengobatan untuk NHL sangat menekan sistem kekebalan. Setelah kemoterapi

dan radiasi seringkali diperlukan glucocorticoid, obat anti-serangan jantung dan

mengandung zat penghilang rasa sakit yang kuat. Penanggulangan yang cukup

(mencapai sasaran) dari pembengkakan dan rasa sakit dengan obat-obatan

biasanya diperbolehkan dan jarang terjadi adanya ketergantungan obat. Bila

limfoma tidak dapat dikendalikan dengan kemoterapi dan radiasi, maka si pasien

harus merasa nyaman dengan mendapatkan dukungan dari dokter, keluarga dan

sahabatnya.

NHL pada Otak–Kasus Istimewa

Limfoma pada otak jarang dialami oleh orang dengan kadar sel CD4 yang tinggi.

Gejala utama dari limfoma susunan saraf pusat (SSP) adalah sakit kepala dan

demam. Perasaan seperti meningkatnya tekanan di dalam kepala atau bahkan

serangan sakit kepala yang hebat juga sering terjadi. Sepertiga orang yang

mengalami limfoma SSP merasakan gangguan bicara (aphasia), pandangan kabur

dan gangguan kepekaan atau pun koordinasi gerakan pada satu sisi tubuh.

Menurut klinik Mayo, tanda awal limfoma SSP bisa dideteksi di mata. 11% dari

orang yang belakangan diketahui terserang limfoma SSP ternyata mengalami

uveitis (radang pada selaput pelangi mata dan bagian di sekeliling mata) yang

didahului dengan gejala lainnya selama berbulan-bulan sampai tahunan. Jika

terapi kortikosteroid tidak menyembuhkan uveitis, maka diperlukan sebuah biopsi

cairan vitreus pada mata yang akan menunjukkan adanya infiltrasi (radang sel dan

puing) sehingga diagnosa limfoma SSP dengan secepatnya diketahui dan dapat

Page 36: Laporan Tutorial Skenario 2

segera diobati dengan memeriksakan mata secara rutin. Maka limfoma SSP akan

lebih cepat dideteksi dibandingkan dengan pemeriksaan khusus yang bisa saja

terlambat. Lagipula pemeriksaan mata tidaklah begitu menakutkan bila

dibandingkan dengan biopsi otak.

Page 37: Laporan Tutorial Skenario 2

Daftar pustaka

Sudoyo, W. Aru, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

Price, A. Sylvia & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :

EGC.

Sabiston. Buku ajar bedah(Essentials of surgry). Bagian 2, cetakan I : Jakarta,

penerbit buku kedokteran EGC. 1994. 

Schwartz. et al. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.Ed. 6. Jakarta: penerbit buku

kedokteran EGC, 2000.