laporan tutorial blok 15 kel14 modul 4

Upload: miselia-sandhika

Post on 17-Jul-2015

574 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL Blok 15-16 SISTEM REPRODUKSI MODUL IV

Kelompok 14 0710174 0810014 0810021 0810045 0810067 0810073 0810088 0810138 0810155 0810187 0810198 Ira Mutia Rachmawati Elissa Evanti W. Feby Febriana Baginda Aflah Ludwig Melino T. Vicka Levia S. Miselia Sadhika N. Yunita Indah Dewi Renny Anggraeni Johanis Edward R. Theodorus Rinaldo

Tutor : dr. Djusena

istilah-istilah sulit : 1. Sindroma HELLP :

Sindroma HELLP adalah pre eklampsia dan eklampsia yang disertai dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia. (H = Hemolisis; EL = Elevated Liver Enzim; LP = Low Platelets Count) Diagnosis sindroma HELLP : 1. Tanda dan gejala yang tidak khas : mual, muntah, nyeri kepala, malaise, kelemahan. (Semuanya mirip tanda dan gejala infeksi virus). 2. Tanda dan gejala pre eklampsia : hipertensi, proteinuria, nyeri epigastrium, edema, dan kenaikan asam urat. 3. Tanda-tanda hemolisis intravaskuler : a. Kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirek. b. Penurunan haptoglobin. c. Apusan darah tepi : fragmentasi eritrosit. d. Peningkatan urobilinogen dalam urine. 4. Tanda kerusakan / disfungsi sel hepatosit : Kenaikan ALT, AST, LDH. 5. Trombositopenia : Trombosit 150.000/ml atau kurang. Semua wanita hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala pre eklampsia harus dipertimbangkan sindroma HELLP. 2. Konvulsi besifat tonik klonik :

Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan fenomena psikologis lainnya. Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi (ayan). Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure. 1. Kejang Generalisata Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak

mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang. Kejang ini i muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa tipe kejang generalisata antara lain kejang absence, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik, kejang tonik dan kejang klonik.

a. Kejang tonik-klonik ( grand mal ) Kejang tonik-klonik adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang tonikklonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuara menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks atau abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan inkontenesia urin atau alvi ( atau keduanya ), disertai disfungsi autonom. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase klonik memperlihatkan kelompokkelompok otot yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan- gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit; hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien ( spasme rahang da lidah ). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit sampai selama 30 menit. Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor, atau bengong. Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian kejangnya. Kejang tonik-klonik demam, yang sering disebut sebagai kejang demam, paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipernatremia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan anak mungkin mengalami kejag non demam pada kehidupan selanjutnya. b. Kejang mioklonik

Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot atau tungkai, cenderung singkat. c. Kejang atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh. d. Kejang klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau multipel di lengan, tungkai, atau torso. e. Kejang tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah dan tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas. f. Kejang absence ( petit mal ) Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong, atau berkedip-kedip dengan cepat. Pasien mungkin mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak; awitan jarang dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang setelah pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang tonik-klonik. 3. Blur vision : Penglihatan kabur yang disebabkan oleh beberapa penyakit.

HIPERTENSI PADA KEHAMILAN Klasifikasi National High Blood Pressure Education Program :1. Gestational hypertension :

BP 140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan Tidak ada proteinuria BP kembali normal 1.2 mg/dL Trombosit > 3. Menyebabkan produksi testosteron pada fetus laki-laki

Progesteron Fungsi : 1. perubahan sel decidua untuk nutrisi fetus 2. menurunkan kontraktilitas uterus untuk mencegah abortus 3. meningkatkan sekresi tuba dan uterus 4. mempersiapkan mammae untuk laktasi

Estrogen Fungsi : 1. pembesaran uterus, genitalia externa, mammae 2. Perkembangan kelenjar mammae

3. relaksasi ligamentum pelvik

Human Chorionic Somatomammotropin Mulai disekresi setelah minggu ke-5 kehamilan Efek : 1. Laktogenik 2. Deposit protein jaringan 3. Metabolisme glukosa dan lemak untuk nutrisi fetus

MINGGU 3-4 Dibentuk rongga amnion Embryoblast akan terus berproliferasi membentuk embryo yang terdiri dari 3 lapisan germinal yang akan menjadi bakal jaringan dan organ:1. Ectoderm kulit, rambut, kuku, gigi, susunan saraf

terbentuk pula yolk sac akan menjadi tractus intestinalis2. Endoderm melapisi yolk sac, akan membentuk usus, saluran napas, kandung

kencing, hati3. Mesoderm otot, tulang, jar. ikat, jantung, PD, limfa

ketiga lapisan ini disebut discus embryonale di bagian ini janin akan terbentuk embryo dapat terlihat oleh Doppler Ultrasound sebagai bintik berwarna terang dalam ruangan gelap berisi cairan yang disebut gestational sac. Pada akhir minggu keempat dapat terlihat bakal2 organ (neural tube, somit: bakal skeleton dan otot) Panjang embryo: 4mm

MINGGU 5-6

Dapat terlihat diferensiasi lengan atas dan bawah,siku, kemudian tangan. Juga terlihat mata, telinga, dan kaki janin. Untuk pertama kalinya dapat terdengar detak jantung janin pada Doppler Ultrasound. Panjang embryo: 11mm

MINGGU 7-8 Bibir bawah dan atas telah terbentuk sempurna. Telinga mulai naik ke tempat yang seharusnya. Hidung, kelopak mata, bagian mata exterior, dagu dapat diidentifikasi dengan jelas. Setelah 8 minggu, ovarium tidak lagi memproduksi hormon untuk menunjang perkembangan embryo dan placenta. Hormon-hormon akan ditunjang oleh embryo dan placenta sendiri. Umbilical cord mengecil, jari-jari tangan terlihat masih diselimuti membran. Pada akhir minggu 8, jari tangan dan kaki sudah berkembang sempurna, dan ekor hampir tidak terlihat. Panjang embryo : 27-31 mm Merupakan akhir dari perkembangan embryo

Antenatal Care

Antenatal care atau pemeriksaan kehamilan ditujukan untuk menyiapkan baik fisik maupun mental ibu di dalam masa kehamilan dan kelahiran serta menemukan kelainan dalam kehamilan dalam waktu dini sehingga dapat diobati secepatnya. Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan secara teratur dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian baik ibu maupun janin.

Antenatal Care Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit kehamilan dan persalinan Mengenal dan mengangani penyakit yang menyertai kehamilan Pemberian nasihat dan kesiapan mental pada calon keluarga Menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi

Konsep pengawasan antenatal :

ANAMNESA Data Biologis Keluhan Hamil Fisiologis Patologis

PEMERIKSAAN FISIK umum khusus : obstetric, pemeriksaan dalam, USG

PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS kejiwaan dalam menghadapi kehamilan

Rutin : Darah lengkap, urin lengkap, tes kehamilan

Khusus : TORCH, serologis, fungsi hati dan ginjal, protein darah, golongan darah, factor Rh, air ketuban, infeksi AIDS dan hepatitis, estriol dalam urin

6 PILAR SAFE MOTHER HOOD

1. Family planning / KB 2. Antenatal care kurangi kematian 3. Obstetric care petugas dan tempat 4. Postnatal care ibu n bayi baru 5. Postabortion care edukasi kompikasi 6. STI / HIV control / kontrol penyakit menular seksual

Wanita Hamil Harus Memperhatikan . Nutrisi dalam Kehamilan 2. Obat-obatan selama kehamilan 3. Olahraga selama kehamilan 4. Bekerja selama kehamilan 5. Berhubungan seksual selama kehamilan 6. Bepergian selama kehamilan 7.Merokok, alkohol, dan narkotik selama kehamilan

EklamsiaAdalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi oedem dan proteinuria. Eklamsia lebih sering terjadi pada primigravidae dari pada multiparae. (obestetri patologi)

Epidemiologi Salah satu penyulit kehamilan dimana terjadi kematian ibu hamil, janin, dan bayi Solusi nya dengan cara mengakhiri kehamilan jika tidak akan terjadi prematuritas pada bayi Angka motalitas ibu 1/3 kematian. Mortalitas bayi perinatal 20-30% Eklamsia di indonesia merupakan kematian utama ibu hamil. Eclampsia menyebabkan 50.000 kematian ibu setiap tahunnya. Dinegara berkembang, angka kematian sekitar 0-1.8%. Risiko kematian tertinggi terjadi pada minggu < 28 minggu kehamilan. Risiko preeclampsia/eclampsia dan beratnya komplikasi meningkat pada kehamilan yang lebih tua, terutama pada umur > 40 tahun.

Etiologi Teori yang berkaitan dengan etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat menjelaskan mengapa hipertensi lebih sering terjadi pada wanita yang: b. c. d. e. Pertama kali terekspose oleh villi chorionic Terekspose dengan villi chorionic yang berlebihan seperti pada mola hidatidosa atau kembar. Memiliki riwayat penyakit vaskular. Memiliki predisposisi genetik untuk timbulnya hipertensi selama kehamilan.

Menurut Sibai (2003) hal-hal yang mungkin menyebabkan eclampsia adalah: a. b. Invasi tropoblastik yang abnormal, pada pembuluh darah uterus. Intoleransi imunologik antara jaringan maternal dan fetoplacental.

c. d. e.

Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflammasi yang seharusnya terjadi pada kehamilan normal. Defisiensi nutrisi Pengaruh genetik : Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Placental Growth Factor (PlGF) Soluble fms-like tyrosine kinase 1 receptor (sFlt-1) Soluble endoglin (sEng)

Faktor resiko Sistem imun Hipertensi Hypoxia Hypoglikemi Gangguan metabolit misalnya DM

Klasifikasi Menurut saat terjadinya, dapat dibedakan atas : Eklampsi antepartum, terjadi sebelum persalinan Eklampsi intrapartum, terjadi sewaktu persalinan Eklampsi pascapersalinan, terjadi setelah persalinan Eklampsi pascapersalinan dapat; terjadi segera (early postpartum), yaitu setelah 24 jam sampai 7 hari pascapersalinan; atau lambat (late postpartum) setelah 7 hari pascapersalinan selama masa nifas (jarang). Serangan kejang eklampsi dibagi dalam 4 tingkatan : Tingkat Invasi (tingkat permulaan) mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak, dan kejang-kejang halus terlihat pada muka, berlangsung beberapa detik Tingkat Kontraksi (tingkat kejang tonis) seluruh badan menjadi kaku, kadang terjadi epistotonus, lamanya 15-20 detik Tingkat Konvulsi (tingkat kejang klonis) terjadi kejang hilang-timbul, rahang dan mata membuka-menutup, otot muka dan badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sanat kuat hingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercampur darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka biru, berangsur kejang berkurang, dan akhirnya berhenti, lamanya 1 menit.

Tingkat Koma setelah kejang klonis ini, pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini bervariasi dari beberapa menit sampai berjam-jam. Jika pasien sadar kembali, ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi (amnesi retrograd)

Klasifikasi Berdasarkan Etiologi hipertensi dibagi menjadi; Hipertensi yang tak diketahui penyebabnya/ Hipertensi esensial (Hipertensi Primer) dengan frekuensi 95-98% Hipertensi yang penyebabnya diketahui/ Hipertensi sekunder

Hipertensi yang Menurut JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Preassure) 2003 dan NIH (National Heart, Lung, and Blood Institute, November 2008 Category Normal Prehypertension High blood pressure Stage 1 Stage 2 140159 160 or higher Or Or 9099 100 or higher Systolic (top number) Less than 120 120139 And Or Diastolic (bottom number) Less than 80 8089

Menurut WHO (World Health Organitation) 2003 Category Optimal Normal High normal Systolic (mm Hg) 160/110 mmHg) harus diatasi untuk mencegah perdarahan serebrovaskular. Penatalaksanaannya termasuk pemberian hidralazin (5 mg IV, diikuti dengan pemberian 5-10 mg bolus sesuai kebutuhan dalam waktu 20 menit) atau labetalol (10-20 mg IV, diulang setiap 10-20 menit dengan dosis ganda, namun tidak lebih dari 80 mg pada dosis tunggal, dengan dosis kumulatif total 300 mg). Pada keadaan yang tidak menunjukkan perbaikan dengan segera setelah mendapat terapi untuk kejang dan hipertensinya atau mereka yang memiliki kelainan neurologis harus dievaluasi lebih lanjut.ANTIHYPERTENSIVE DRUG USE DURING PREGNANCY Safety of Use during Pregnancy Comments

Medication

CENTRAL SYMPATHOLYTIC Methyldopa ++++ Extensive use, most studied, and best safety record of any antihypertensive used during pregnancy. It reduces vascular resistance while preserving maternal cardiac output and uteroplacental perfusion. Considered safe to use when breastfeeding Not assessed for chronic hypertension during pregnancy. No adverse effects when used for hypertension during the third trimester. Potential for rebound when discontinued abruptly

Clonidine

+++

- AND -BLOCKERS Labetalol ++++ Used in several trials without adverse effects. -Blocking results in vasodilation (including uteroplacental blood vessels), and -blockade prevents reflex tachycardia. Cardiac output is unchanged. Low concentration in breast milk

-BLOCKERS

Medication

Safety of Use during Pregnancy Comments Probably safe for third-trimester use, but neonatal bradycardia, respiratory distress, and hypoglycemia have been reported. Use earlier in gestation may result in intrauterine growth retardation. Atenolol and metoprolol are concentrated in breast milk; propranolol has low concentrations in breast milk

Atenolol, metoprolol, pindolol, +++ propranolol

DIRECT ARTERIAL VASODILATOR Hydralazine ++++ Extensively used during pregnancy. It causes vascular dilation and reflex tachycardia. Primarily used parenterally for acute management of hypertension or with methyldopa or a -blocking agent

CALCIUM-CHANNEL BLOCKERS Nifedipine (most commonly used because of its primarily peripheral effects), diltiazem, verapamil DIURETICS Hydrochlorothiazide, chlorthalidone, furosemide ++ Use during pregnancy is controversial and often discontinued as blood pressure decreases early in pregnancy. If used before pregnancy, it can be continued, but its use should not be initiated during pregnancy. Concentrations in breast milk are low. May reduce milk production +++ Probably safely used in the third trimester. Their use maintains uteroplacental perfusion; may also have tocolytic effects. Sublingual nifedipine has been associated with hypotension and fetal distress. Avoid use with magnesium sulfate because combination risks profound hypotension

ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS AND ANGIOTENSIN II RECEPTOR BLOCKERS Captopril, lisinopril, benazepril, 0 enalapril, losartan, valsartan, candesartan Use is contraindicated during pregnancy because it affects renal development in the second and third trimesters. Miscarriage, fetal death, malformations, and neonatal renal failure can result. No reports of adverse effects from brief use, limited to the first trimester. Few data on the effects of angiotensin II receptor antagonists, but presumed similar and also contraindicated

Drugs listed have established effects during pregnancy. Antihypertensive agents not listed may be safe during pregnancy; however, until safety is known, those drugs should be switched to one of the safely used listed agents.

C. Pencegahan kejang berulang Sekitar 10% wanita eklampsia akan mengalami kejang berulang walaupun telah ditanggulangi secara semestinya. Ada kesepakatan umum bahwa wanita dengan eklampsia membutuhkan terapi anti konvulsan untuk mencegah kejang dan komplikasi dari berulangnya aktivitas kejang tersebut, seperti: asidosis, pnemonitis aspirasi, edema pulmonal, neurologik dan kegagalan respirasi.

Namun, pemilihan jenis obat untuk keadaan ini masih kontroversial. Ahli obstetrik telah lama menggunakan MgSO4 sebagai obat pilihan untuk mencegah berulangnya eklampsia, sementara ahli neurologi memilih anti konvulsan tradisional yang digunakan pada wanita yang tidak hamil seperti fenitoin atau diazepam. Permasalahan ini telah disepakati oleh sejumlah penelitian klinis terakhir dengan hasil seperti dibawah ini: The Eclampsia Trial Collaborative Group melakukan penelitian prospektif terhadap 905 wanita eklampsia yang secara random dipilih untuk mendapat Magnesium atau Diazepam dan 775 wanita eklampsia yang dipilh secara random menerima Magnesium atau Fenitoin. Pengukuran keluaran primer adalah kejang rekuren dan kematian maternal. Wanita dengan terapi Magnesium mendapatkan separuh angka kejang rekuren dibandingkan dengan diazepam (13% dan 28%). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada kematian maternal atau perinatal atau angka komplikasi diantara kedua kelompok. Wanita yang diberi magnesium memiliki sepertiga angka kejang rekuren dibandingakan dengan fenitoin (6% dan 17%). Dalam rangkaian penelitian ini wanita yang menerima magnesium 600 U per L (10.02 kat per L) Elevated liver AST (SGOT) elevated* enzymes ALT (SGPT) elevated* Low platelet count < 100,000 per mm3 (100 109 per L) or Class 1: 50,000 per mm3 (50 109 per L) Class 2: > 50,000 but 100,000 per mm3 Class 3: > 100,000 but < 150,000 per mm3 (150 109 per L) ALT = alanine transaminase; AST = aspartate transaminase; HELLP = hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count; LDH = L-lactate dehydrogenase; SGOT = serum glutamic-oxaloacetic transaminase; SGPT = serum glutamicpyruvic transaminase. *-There is no standard definition for degree of transaminase elevation to be diagnostic for HELLP syndrome.33 Some criteria use any elevation, whereas others use a twofold elevation in either AST or ALT levels. Information from references 33 through 35. 10. Kelainan Ginjal Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal. 11. Komplikasi lain

Lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascullar Coagulation).

12. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

Pencegahan Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan ibu hamil serta usahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda. Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu pada tiap2 pemeriksaan kehamilan diamati tanda-tanda preeklamsi dan mengobatinya sedini mungkin Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu keatas, apabila setelah dirawat setelah dirawat inap tanda-tanda tidak menghilang. Table 34-6. Some Methods to Prevent Preeclampsia That Have Been Evaluated in Randomized Trials Dietary manipulationlow-salt diet, calcium supplementation, fish oil supplementation Cardiovascular drugsdiuretics, antihypertensive drugs Antioxidantsascorbic acid (vitamin C),aspirin + ketanserin

-tocopherol (vitamin E)

Antithrombotic drugslow-dose aspirin, aspirin/dipyridamole, aspirin + heparin,

Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : ad bonam

HELLP SYNDROME

DEFINISI merupakan komplikasi dari pre-eklamsia dan eklamsia yang terdiri dari 1. Hemolysis 2. Elevated Liver enzymes 3. Low Platelet count ETIOLOGI belum diketahui INSIDENSI kulit putih > 25 tahun riwayat masalah kehamilan sering terjadi pada kehamilan trimester III EPIDEMIOLOGI

0,2 0,6 % dari seluruh kehamilan 4 12 % dari penderita eclamsia / pre-eclamsia 69 % antepartum 31 % postpartum KLASIFIKASI Berdasarkan banyaknya ketidaknormalan yang terlihat :

Partial HELLP syndrome : 1-2 abnormalities Full HELLP syndrome: 3 abnormalities

Berdasarkan hitung platelet :

Class I Class II Class III

: < 50.000 / mm3 : 50.000 100.000 / mm3 : 100.000 150.000 / mm3

PATOFISIOLOGI

deposit fibrin menumpuk di pembuluh darah kecil microangiopathy hemolytic anemia destruksi sel darah merah hal ini terjadi di liver liver cells ischaemia periportal necrosis, intrahepatic haemorrhage (jika parah), hepatic rupture

GEJALA KLNIK c). malaise ci). nausea & vomit cii). nyeri epigastrium ciii). sakit kepala civ). oedem pemeriksaan: hepatomegali liver enzymes meningkat platelet count menurun KOMPLIKASI perdarahan kerusakan hati permanen kematian PENATALAKSANAAN SINDROM HELLP Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35 minggu). 1. Menilai dan menstabilkan kondisi ibu a.Jika ada DIC, atasi koagulopati b.Profilaksis anti kejang dengan MgSO c.Terapi hipertensi berat d.Rujuk ke pusat kesehatan tersier e.Computerised tomography (CT scan) atau Ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga hematoma subkapsular hati 2. Evaluasi kesejahteraan janin a.Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST) b.Profil biofisik c.USG

3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan < 35 minggu a.Jika matur, segera akhiri kehamilan b.Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

-

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO420% sebagai dosis awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus Dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv. Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg di samping penggunaan MgSO4 Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine (Apresoline) iv dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol (Normodyne) dan nifedipin juga digunakan dan memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.

-

-

Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada pasien tanpa risiko perdarahan Jika tanpa bukti laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat diberikan 2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan kehamilan diakhiri 48 jam kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara kontinu selama periode ini.

-

-

Pemberian Deksametason l0 mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan dengan betametason 12 mg/24 jam im, karena deksametason tidak hanya mempercepat pematangan paru janin tapi juga menstabilkan sindrom HELLP. Pasien yang diterapi dengan deksametason mengalami penurunan aktifitas AST yang lebih cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan peningkatan produksi urin yang cepat, sehingga pengobatan anti hipertensi dan terapi cairan dapat dikurangi. Tanda vital dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri epigastrium hilang dengan tekanan darah stabil 50 ml/jam. Ruptur hematom subkapsular hati merupakan komplikasi yang mengancam jiwa.

-

Ruptur hematom subkapsuler hati yang berakibat syok, memerlukan pembedahan emergensi dan melibatkan multidisiplin. Resusitasi harus terdiri dari transfusi darah masif, koreksi koagulasi dengan plasma segar beku (FFP) dan trombosit serta laparatomi segera. Pilihan tindakan pada laparatomi meliputi : packing & draining, ligasi segmen yang mengalami perdarahan, embolisasi arteri hepatika pada segmen hati yang terkena dan atau penjahitan omentum atau penjahitan hati. Walaupun dengan penanganan tepat, kematian ibu dan bayi lebih dari 50% terutama karena eksanguinisasi dan pembekuan. Risiko berikutnya adalah sindrom gangguan pernafasan, udem paru, dan gagal ginjal akut pasca operasi-

Transfusi trombosit diindikasikan baik sebelum maupun sesudah persalinan, jika hitung trombosit Hasan Sadikin Bagian pertama. Bandung : RS Hasan Sadikin bagian pertama (obstetric), FK Unpad.