laporan tutoral diare

Upload: mohammad-hafidz-ramadhan

Post on 08-Mar-2016

249 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ilmu Kesehatan Anak

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL

Diare akut cair dengan Kejang demam

DisusunOleh:Hafidz Ramadhan-2011730150Inge Dakrisna Daud-2011730043Patimah Tul M-2011730158Dwi Wahyuni-2011730169Dewi Imaniar-2011730021Metta Astiana-2011730065

Pembimbing :dr.H. Jauhari Tri Wasisto , Sp.A

BAGIAN PEDIATRIPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTARSUD CIANJUR2015DIAREA. DefinisiMenurut WHO tahun 1998, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan menurut Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, definisi diare berbeda pada neonatus dan bayi > 1 bulan serta anak. Neonatus dikatakan diare bila frekuensi BAB >4 kali, sedangkan bayi > 1 bulan dan anak dikatakan diare bila frekuensi BAB > 3 kali.Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi BAB lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare tetapi masih bersifat fisiologis atau normal selama berat badan bayi meningkat normal. Hal demikian merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif, definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.Menurut World Gastroenterology Organisation guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). (WHO CDD, 1988)Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu berlangsung lebih dari 30 hari). (IPD, 2006)Di lingkungan masyarakat gastrohepatologi anak di Indonesia digunakan pengertian bahwa ada dua jenis diare yang berlangsung 14 hari, yaitu diare persisten yang mempunyai dasar etiologi infeksi, serta diare kronis yang mempunyai dasar etiologi non-infeksi. B. EpidemiologiSetiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes. diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 29. Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di indonesia adalah laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8%) dan 24-35 bulan (12%). (Biro pusat statistik, 2003)

C. EtiologiDiare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi lagi atas infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis, obat-obatan dan lain-lain. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan non infeksi karena alergi, radiasi. (Lung. McGraw Hill, 2003).Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-oral, dengan air dan makanan yang merupakan penghantar untuk kerjadian terbanyak.Bagan etiologi diare WHO :

Adapun beberapa penyebab diare pada anak yaitu :1. InfeksiA. VirusAda beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain Rotavirus (sebanyak 40-60%), Norwalk virus, Adenovirus. Norwalk virus dan Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada anak besar dan dewasa, sedangkan Rotavirus sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun terutama usia dibawah 2 tahun.10

B. BakteriAda beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak : E.ColiAda 5 subtipe yang menimbulkan diare akut. E. Coli ini merupakan penyebab kedua diare akut setelah Rotavirus dengan frekuensi 20-30%. Subtipe E. Coli tersebut adalah : Entero Pathogenic E. Coli (EPEC)EPEC melekat pada submukosa usus dengan cara khusus. Perlekatan setempat melekat longgar pada mikrovilli sel epitel melalui bangunan seperti tali disebut villi pembentuk berkas,disertai perlekatan pada selepitel melalui kerja gene eae. Perlekatan menyebabkan kenaikan kadar kalsium intraseluler dan polimerisasiaktin padat pada sisi perlekatan. Namun belum ada penjelasan mengapa perubahan sitoskeletal ini menyebabkan diare. Entero Toxigenic E. Coli (ETEC)ETEC merupakan penyebab penting diare cair akut pada anak dan dewasa di negara berkembang. ETEC tidak masuk ke dalam mukosa usus namun diare yang terjadi disebabkan karena toksin. Ada dua jenis toksin ETEC yaitu toksin yang tidak tahan panas (LT) dan toksin yang tahan panas (ST). Toksin LT sangat mirip dengan toksin kolera, yakni akan terikat pada ganglioside GM1 pada dinding sel mukosa usus tapi ikatannya tidak sekuat toksin kolera. Kemudian setelah terikat akan mengaktifkan adenylate cyclase dengan cara mirip toksin kolera sehingga menyebabkan peningkatan sekresi cairan isotonik. Sedangkan toksin ST menimbulkan aksi yang sangat cepat dan tidak terikat pada ganglioside dari dinding sel mukosa, ST bekerja dengan mengaktifkan guanylate cyclase dan menghasilkan cGMP pada sel mukosa yang mengakibatkan peningkatan sekresi caitan isotonik.10 Entero Invasive E. Coli (EIEC)Strain ini menimbulkan diare berdarah karena strain tersebut dapat menembus sel mukosa usus besar sehingga terjadi kerusakan dari mukosa usus. Akibatnya terjadi gangguan absorbsi cairan. Patogenesis EIEC ini hampir sama dengan Shigella. Entero Hemorrhagic E. Coli (EHEC)Dua toksin utama dihasilkan oleh EHEC. Satu identik dengan shigatoksin, exotoksin Shigella Dysentriae serotipe 1 penghambat sintesis protein (SLT-1/VT-1). Kedua toksin lebih jauh terkait dengan Shigatoksin (SLT-II/VT-II). Kedua toksin menghambat sintesis protein dan mengakibatkan kematian sel. Entero Aggregative E. Coli (EAEC)

ShigellaDi negara berkembang diperkirakan insidensi shigella sekitar 10% dari oenyebab diare akut tetapi di Indonesia hanya sekitar 1-2% saja. Ada 4 spesies yang sering menyebabkan diare akut yaitu : Shigella flexneri Shigella sonnei Shigella dysentriae Shigella boydiiShigella sp. menimbulkan diare berdarah (dysentriform diarrhea).

Campylobacter yeyuniDi negara berkembang insidensinya berkisar antara 5-14%, di RSCM menemukan 5% penyebab diare akut pada tahun 1981. Campylobacter yeyuni juga menyebabkan diare berdarah (dysentriform diarrhea).

Salmonella sp.Golongan Salmonella sp. yang menyebabkan diare akut disebut non Thyphoidal salmonellosis dan paling sering disebabkan oleh Salmonella paratyphii. Lima persen golongan Salmonella sp. ini menimbulkan diare berdarah.

YersiniaMerupakan bakteri penyebab diare akut berdarah atau dysentriform,di Indonesia belum diketahui frekuensinya karena belum ada penelitian mengenai hal ini karena susanya media untuk perbenihan.

VibrioVibrio sering menimbulkan kejadian luar biasa diare akut. Ada 2 biotipe yaitu tipe ELTOR dan Classic dengan dua serotipe Ogawa dan Inaba. Insidensinya berkisar 1-2% dari diare akut.10

C. Parasit Entamoeba Histolytica.Insidensinya kurang dari 1% Giardia Lamblia. Biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun. Crytosporidium. Di negara berkembang frekuensinya antara 4-115. Sering terjadi pada penderita AIDS.

2. Malabsorbsi Karbohidrat Disakarida (laktosa, maltosa, sukrosa) Monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) Lemak Terutama Long Chain TriglycerideBiasanya malabsorbsi karbohidrat disebabkan oleh defisiensi enzim laktase sehingga terjadi intoleransi laktosa. Malabsorbsi tersebut menyebabkan diare osmotik karena terjadi peningkatan tekanan osmotik lumen usus sehingga cairan tertarik dari intraseluler ke lumen usus. Jarang sekali diare akut disebabkan oleh malabsorbsi lemak atau protein. Malabsorbsi lemak bisa disebabkan karena lipolisis yang tidak memadai misalnya akibat insufisiensi pankreas, dan juga disebabkan penurunan garam-garam empedu terkonjugasi.

3. AlergiDiantaranya yaitu : Alergi susu Alergi makanan CMPSE (cows milk protein enteropathy).

4. Keracunan Makanan yang mengandung zat kimia beracun Makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, misalnya : Clostridium spp, Staphylococcus spp.

5. ImunodefisiensiDiare sering terjadi pada penderita AIDS.

D. Klasifikasi Diare a) Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%. b) Diare persisten Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik. c) Diare kronik Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut (Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare persisten dan berlangsung 2 minggu lebih. d) Diare Disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinjanya.Akibat diare disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

E. PatofisiologiMenurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010).

Diare osmotikTerjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg, Glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.

Diare sekretorikDikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabropsi seperti reseksi ileum, penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan enterotoksin E.Coli atau Cholera. Berbdeda dengan negara berkembang di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas, hormon sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang.

Diare karena gangguan motilitas ususMeskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis, malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi, post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.

Mekanisme primer yang menyebabkan diare akut adalah1. Rusaknya vili-vili disekitar daerah brush border usus halus, yang menyebabkan malabsorbsi yang menyebabkan diare karena gangguan osmotik.2. Kuman yang melepaskan toksin yang berkaitan dengan enterosit reseptor yang spesifik yang menyebabkan terlepasnya ion klorida ke dalam membran intestinal sehingga menyebabkan gangguan absorbsi kemudian diare. (Santoso, 2001).

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.

F. Tata laksana DiarePengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku emas. Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi15. Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 40-60mEq/L.11 Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur6. Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO tahun 2005, penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana terapi yakni rencana terapi A untuk penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk dehidrasi ringan/sedang, terapi C untuk dehidrasi berat.Rencana Terapi A Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari : < 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB >2 tahun : 100-200ml tiap BAB Beri tablet ZinkPada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari

Rencana Terapi B(Dehidrasi Ringan Sedang)Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah.17Beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit mislanya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan intravena secepatnya.Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut : Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam(Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO, 2009) Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu12 :1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral ) 2. Cairan hipotonik 3. Rehidrasi oral cepat 3 4 jam 4. Realiminasi cepat dengan makanan normal 5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan 7. ASI diteruskan 8. Suplemen dengan CRO ( CRO rumatan ) 9. Anti diare tidak diperlukan Rencana Terapi CPenderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 12,15,17 :Usia 12 bln: 30ml/kgbb/1/2 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2 jam Pada keadaan dehidrasi berat dan syok maka dilakukan rehidrasi parenteral 20 -30 ml/kg BB, kemudian evaluasi 30 - 60 menit, bila hemodinamik stabil maka rehidrasi sesuai dehidrasi berat. (Depkes RI)

Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.

Rencana Terapi C (Dehidrasi berat)

Pemilihan jenis cairan Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa syok, sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta memperbaiki renjatan hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan dimetabolisme menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis cairan parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN 3B.16 Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 268 mmol/1 dengan Na berkisar 50 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi pada diare anak dengan kolera atau tanpa kolera.Pengobatan DietetikPemeberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan kaya nutrient sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak diare, nafsu makan akan timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrient, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung pada umur, makanan yng disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada bayi yang minum ASI harus diteuskan sesering mungkin dan selama anak mau. Jika bayi yang tidak minum ASI maka diberikan susu formula bebas laktosa paling tidak setiap 3 jam. Setelah diare behenti, pemeberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu formula yang biasa diminum secara bertahap 2-3 hari.

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, maka makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy diit harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering dan dibujuk untuk makan. Untuk meningkatkan energinya dapat ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan tahu tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisangg baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandungbanyak gula seperti sari buah manis yang dipedagangkan, minuman ringan sebaiknya dihindari.

G. Komplikasi Diare Dehidrasi Hipoglikemi Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)Asidosis metabolik terjadi karena beberapa hal, yakni : Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. (Suraatmaja, 2005)

Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan yakni pernapasan cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan Kusmaul. Pernapasan ini merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. (Suraatmaja, 2005).

Gangguan elektrolit HipernatremiaPenderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastik meenggunakan oralitadalah cara terbaik dan paling aman.Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline 55 dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normallanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline 5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti. HiponatremiaAnak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L). hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremia. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam. HiperkalemiaDisebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.

HipokalemiaDikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB)Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.

KejangPada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebutdapat disebabkan oleh karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.

Gangguan sirkulasiSebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan/syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat mengakibatkan perdarahan di otak yang menimbulkan penurunan kesadaran dan bila tidak diatasi dengan segera maka pasien dapat meninggal.

MUNTAHA. Definisi Muntah Muntah adalah dikeluarkannya isi lambung melalui mulut secara ekspulsif. Usaha mengeluarkan isi lambung akan terlihat sebagai kontraksi otot dinding perut. Secara klinis, kadang-kadang sulit dibedakan dengan refluks gastroesofagus dan regurgitasi. Refluks gastroesofagus (RCE) didefinisikan sebagai kembalinya isi lambung kedalam esofagus tanpa adanya usaha dari bayi atau anak. Apabila isi lambung tersebut dikeluarkan melalui mulut, maka keadaan ini disebut sebagai regurgitasi. Oleh karena itu, muntah pada bayi atau anak harus dipikirkan pula kemungkinan suatu RCE.Muntah merupakan reflek protektif tubuh karena dapat berfungsi melawan toksin yang tidak sengaja tertelan. Muntah merupakan usaha mengeluarkan racun dari tubuh dan bisa mengurangi tekanan akibat adanya sumbatan atau pembesaran organ yang menyebabkan penekanan pada saluran pencernaanB. Jenis-Jenis MuntahBerdasarkan gambaran dari isi lambung (yang dapat berubah sesuai waktu dan perjalanan penyakit), maka tipe muntahan dapat diidentifikasi menjadi: Alimentary VomitingMerupakan muntahan yang berisi makanan yang belum dicerna atau baru sebagian dicerna, terkadang dalam jumlah yang berlebih. Tipe ini yang paling sering didapatkan dan dapat terjadi segera atau beberapa jam setelah makan. Muntahan ini paling sering disebabkan karena refluks esofagus, malformasi anatomi dari saluran cerna bagian atas, atau karena intoleransi makanan. Komplikasi utama akibat tipe muntahan ini adalah malnutrisi. Acid VomitingBiasanya tampak sebagai sejumlah kecil cairan mukus berwarna keputihan dan mengandung material busa dengan pH41,5C yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).

Etiologi demam Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis,ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioidesimitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis,2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson& Baltimore, 2007).Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupu erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgk in, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama 1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009).

Patofisiologi demamDemam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello& Gelfand, 2005).Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah put ih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimiayang dikenal dengan pirogen endogen(IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal& Zhuko vsky, 2006).

Penatalaksanaan demamDemam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus.Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu: non-farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur 38C, penderita dengan umur 3-12 bulan dengan suhu >39C, penderita dengan suhu >40,5C, dan demam dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam (Kaneshiro & Zieve, 2010)

Terapi non-farmakologiAdapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan demam:1.Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan beristirahat yang cukup.2.Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.3.Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti (Kaneshiro & Zieve, 2010).

Terapi farmakologi Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak (Kaushik,Pineda, & Kest, 2010). Dosis parasetamol juga dapat disederhanakan menjadi:

Selain pemberian antipiretik juga perlu diperhatikan mengenai pemberian obat untuk mengatasi penyebab terjadinya demam. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi bakteri. Pemberian antibiotik hendaknya sesuai dengan tes sensitivitas kultur bakteri apabila memungkinkan (Graneto, 2010).

Komplikasi Demam1. Adanya dehidrasi Demam dapat menyebabkan adanya dehidrasi oleh karena banyaknya cairan elektrolit yang keluar selama demam sehingga menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel. Kondisi dehidrasi yang yang diakibatkan oleh demam dapat membahayakan bila tidak teratasi (Guyton, 1994).2. Menggigil atau akral dinginMenggigil karena demam dapat disebabkan oleh karena adanya hipotalamus yang memicu menggigil agar produksi panas segera meningkat dan mendorong vasokonstriksi kulit untuk segera mengurangi pengeluaran panas. (Sherwood, 2007) 3. Kejanga. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang/imatur.b. Timbul dehidrasi, sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel.c. Adanya metabolisme basal yang meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron.d. Demam meningkatkan cerebral blood flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel.Definisi KejangKejang adalah manifestasi klinis akibat adanya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak. Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten yang dapat berupa gangguan kesadaran, perubahan perilaku, emosi, motorik, sensorik dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Etiologi Kejang 1. Adanya demama. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang/imatur.b. Timbul dehidrasi, sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel.c. Adanya metabolisme basal yang meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron.d. Demam meningkatkan cerebral blood flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel.2. Adanya infeksi Organisme masuk kedalam aliran darah dan menyebabkan adanya reaksi radang yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Sehingga jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat adanya eksudat. Eksudat purulen ini dapat menyebar kemudian mengakibatkan adanya peningkatan intrakranial akibat kurangnya aliran darah di otak sehingga aktivitas neuron berkurang kemudian terjadilah kejang.contohnya pada meningitis dan ensefalitis3. Adanya gangguan metabolik Timbul dehidrasi, sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan Gangguan metabolik ini dapat terjadi oleh karena adanya gangguan permeabilitas membran sel yang kemudian akan menimbulkan terjadinya metabolisme basal yang meningkat, sehinggan akan merusak dan menganggu fungsi neuron.4. Trauma kepala, Perdarahan intrakranial dan Tumor kepalaTrauma kepala dapat menyebabkan terjadi kurangnya aliran darah di otak sehingga suplai oksigen ke otak pun ikut berkurang kemudian setelah itu akan terjadi aktivitas neuron yang berkurang selanjutnya terjadilah kejang.5. Keracunan oleh karena alkoholKejang karena keracunan dapat dijumpai 7-48 jam setelah pengehentian minum. Jenis kejangnya adalah kejang tonik-klonik. Hal ini terjadi oleh karena adanya gangguan metabolik seperti hipokalemia dan hipomagnesemia. Gangguan metabolik ini dapat terjadi oleh karena adanya gangguan permeabilitas membran sel yang kemudian akan menimbulkan terjadinya metabolisme basal yang meningkat, sehinggan akan merusak dan menganggu fungsi neuron.

Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yangdidapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 danair. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid danpermukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui denganmudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolitlainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dankonsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karenaperbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensialyang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensialmembran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na K ATPase yang terdapat padapermukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun,sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan darimembran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natriummelalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik inidemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganyadengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.Penatalaksanaan KejangApabila pasien datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikankejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak denganberat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejangberhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya. Algoritma pengobatan medikamentosa saat terjadi kejang

a. Pemberian Obat Rumat 0. Indikasi pemberian obat rumatPengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salahsatu) :1. Kejang lama > 15 menit.1. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis,paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.1. Kejang fokal.1. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.1. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.1. Kejang demam > 4 kali per tahun.Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang > 15 menit merupakan indikasi pengobatan rumat.Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik.

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatPemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resikoberulangnya kejang.Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapatmenyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajarpada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15 40 mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3 4mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis.

Prognosis dan KomplikasiDengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian.0. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologisKejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, didugabiasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi :1. Kejang berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya terjadipada 6 bulan pertama.1. Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.1. Kelainan motorik1. Gangguan mental dan belajar0. Kemungkinan mengalami kematianKematian akibat kejang tidak pernah dilaporkan .

0. Kemungkinan Berulangnya KejangKejang akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang adalah :0. Riwayat kejang dalam keluarga0. Usia kurang dari 12 bulan0. Temperatur yang rendah saat kejang0. Cepatnya kejang setelah demamBila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %, sedangkanbila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %.Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama.

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang pertama.1. Kejang kompleks.1. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandungMasing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %,kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %.Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ismail R dan Wahyu H. Muntah Pada Anak. Dalam: Suharyo, ed. Gastroenterologi Anak Praktis. 1988. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 109-115.

2. Markum AH, Ismael S, Alatas H. Muntah Pada Bayi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Jakarta: Infomedika. Hal. 311.

3. Suraatmaja, Sudaryat. Gastroenterologi Anak. 2005. Jakarta: Sagung Seto. Hal. 155-169.

4. Putra, Deddy S. Muntah Pada Anak. Diunduh dari: www.dr-deddy.com/artikel-kesehatan/4-muntah-pada-anak.pdf. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010.

5. Sudarmo, Subijanto M. Penatalaksanaan Muntah pada Bayi dan Anak. Diunduh dari: www.pediatrik.com/buletin/20060220-hw0gpy-buletin.pdf. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010.

6. Ravelli, Alberto. Recurrent Vomiting. Dalam: Guandalini, Stefano ed. Essential Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition. 2005. USA: McGraw-Hill Medical Publishing. Hal. 3-14.

7. Laney, Wayne. The Gastrointestinal Tract & Liver. Dalam: Rudolph, Abraham ed. Rudolphs Fundamentals of Pediatrics. 2002. USA: McGraw-Hill Medical Publishing. Hal. 466-472.

8. Sondheimer, Judith. Vomiting. Dalam: Walker, Allan ed. Pediatrics Gastrointestinal Disease. 2004. USA: BC Decker. Hal. 203-209.9. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM. Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak diagnosa dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2002 : Salemba Medika hal 73-10310. Norasid H,Surratmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare ) akut dalam: Gastroenterologi anak praktis, Ed Suharyono, Aswitha B,EM Halimun : edisi ke2 Jakarta 1994: Balai penerbit FK-UI hal 51-7611. Boediarso, Aswitha dkk. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare Buku Ajar Diare Pegangan mahasiswa. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I DITJEN PPM dan PLP. 1999. Hal 10

PENATALAKSANAAN KEJANGKEJANGA,B,CKEJANGDiazepam rektal (5 menit)KEJANGDiazepam IV (3-5 menit)(kecepatan 0,5-1 mg/menit)KEJANGFenitoin bolus IV 15-20 mg/kgBB(Drip dalam NaCl selama 20-30 menit)KEJANGTransfer ke ICUDiazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBBA) < 12 bulan : 2-4 mg 12-36 bulan : 5 mg B) Berat badan < 10 kg : 5 mg Berat badan > 10 kg : 10 mg2. Diazepam IV 0,2-0,5 mg/kgBBSTOP(lihat keterangan)STOP(lihat keterangan)STOP(lihat keterangan)