laporan tahunan ppklp big 2014

Upload: ratih-destarina

Post on 08-Jan-2016

130 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

Laporan Tahunan Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai - Badan Informasi Geospasial, Tahun 2014

TRANSCRIPT

  • PenanggungjawabDr.-Ing. Khafid

    PengarahIr. Ida Herliningsih, M.Si

    Ir. Yosef Dwi Sigit Purnomo, M.Si

    KontributorArry Agung Hananto

    NursugiRistiantoSuratno

    Bisma Jaja ZakariaM. Ramdan Angga Permana

    Dimas Hanityawan S.Joko Ananto

    Andrian LibriyonoEka Marliana

    Nadya OktavianiCatur Susilo Ardi

    PenyusunRatih Destarina

    Jawawi

    Desain & LayoutRatih Destarina

  • Cibinong, Februari 2015

    Dr.-Ing. KhafidKepala Pusat PKLP

    Kata PengantarAssalamualaikum Warahmatullahi WabarakatuhSalam Sejahtera Bagi Kita Semua

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi kekayaan alam yang sangat besar dan beragam. Terutama wilayah pesisir dan laut yang selama ini belum optimal dimanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa dan masih menyimpan potensi yang sangat besar dan dapat diandalkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang RI No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2005-2025 yang mempunyai sasaran pokok salah satunya adalah terwujudnya Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.

    Pembangunan merupakan keniscayaan tanpa adanya Informasi Geospasial yang akurat sebagai dasar perencanaannya. Dengan menyadari pentingnya Informasi Geospasial Dasar (IGD) kelautan, Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP) mempunyai tugas utama dalam menyediakan peta dasar Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Lingkungan Laut Nasional (LLN) yang mutakhir dan akurat serta diseleng-garakan secara terpadu. Pembuatan Peta LPI dan LLN sangat diperlukan sebagai peta dasar dalam pembuatan peta tematik kelautan dan untuk mewujudkan kebijakan satu peta (one map policy) pada wilayah pesisir dan laut khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam kelautan dan sumberdaya lainnya serta penanggulangan bencana dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan, kebaikan, serta keberhasilan bagi setiap langkah perjuangan kita.

    Pembuatan peta LPI dan LLN

    sangat diperlukan sebagai peta

    dasar dalam pembuatan peta tematik

    kelautan dan untuk mewujudkan

    kebijakan satu peta (one map policy)

    pada wilayah pesisir dan laut.

  • 4 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    LAPORANDAFTAR ISI

    8

    3 Kata Pengantar

    Sambutan Kepala Pusat PKLP

    4 Daftar Isi

    Peta isi laporan.

    6 Pejabat Struktural

    Profil pejabat struktural Pusat PKLP.

    7 Staf Pusat PKLP

    Profil personil Pusat PKLP.

    10 Sekilas PKLP

    Pengenalan tentang Pusat PKLP.

    12 Urgensi Pemetaan Kelautan

    Pentingnya pemetaan kelautan untuk Indonesia.

    14 Pembuatan Peta LPI

    Kegiatan pemetaan LPI Tahun 2014.

    26 Pembuatan Peta LLN

    Kegiatan pemetaan LLN Tahun 2014.

    28 Status Pemetaan

    Status pemetaan LPI dan LLN hingga Tahun 2014.

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 5

    30 Pemutakhiran Peta

    Peta LPI yang dimutakhirkan Tahun 2014.

    36 Integrasi Data

    Pemetaan dan integrasi informasi geospasial

    kelautan nasional.

    38 Metode Akuisisi Data Hidrografi

    Kajian metode akuisisi data hidrografi

    untuk pemetaan LPI skala 1:10.000.

    42 NODC

    National Oceanographic Data Center.

    46 PORSEC

    Pan Ocean Remote Sensing Conference 2014.

    48 WESTPAC

    Seminar Internasional di Vietnam.

    50 NSPK PKLP

    Kaji ulang SNI Pusat PKLP.

    54 Akuntabilitas Kinerja

    Perbandingan antara rencana kerja dengan

    pencapaian Pusat PKLP.

  • 6 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Dr.-Ing. KhafidKepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai

    Lahir pada tanggal 4 Maret 1967. Mengabdi di Bakosurtanal (sekarang BIG) sejak tahun 1987. Beliau lulus S3 Doktor-Ingienieur pada tahun 1997 dari Technische Universitt Mnchen, Deutschland (Technical University Munich, Germany). Pangkat Pembina Tingkat I Golongan IV/b. Menjabat sebagai Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai sejak 26 September 2014.

    Ir. Ida Herliningsih, M.SiKepala Bidang Pemetaan Kelautan

    Lahir pada tanggal 2 Desember 1959. Mengabdi di Bakosurtanal (sekarang BIG) sejak tahun 1990. Beliau lulus S2 dari Ilmu Geografi Universitas Indonesia pada tahun 2003. Pangkat Pembina Tingkat I Golongan IV/b. Menjabat sebagai Kepala Bidang Pemetaan Kelautan sejak 23 Januari 2014.

    Ir. Yosef Dwi Sigit Purnomo, M.SiKepala Bidang Pemetaan Lingkungan Pantai

    Lahir pada tanggal 19 April 1964. Mengabdi di Bakosurtanal (sekarang BIG) sejak tahun 1992. Beliau adalah alumni Magister Ilmu Geografi Universitas Indonesia lulusan tahun 2003. Pangkat Pembina Tingkat I Golongan IV/b. Menjabat sebagai Kepala Bidang Pemetaan Lingkungan Pantai sejak 23 Januari 2014.

    PEJABAT STRUKTURAL

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 7

    STAF PUSAT PKLP

  • 8 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 9

  • Sejarah

    Pada awalnya Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP) memiliki nama Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK). Pusat PDKK dibentuk melalui Keputusan Kepala Bakosurtanal No. OT.00/06-KA/XII/Tahun 1998 dan disempurnakan dengan SK Kepala Bakosurtanal No. OT.01.01/01-KA/I/Tahun 2001.

    Tahun 2011 merupakan tahun yang bersejarah dengan disahkannya Undang-Undang No. 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial yang menandai transformasi Bakosurtanal menjadi BIG. Sejalan dengan transformasi tersebut, Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan (PDKK) juga mengalami perubahan nomenklatur menjadi Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP).

    1998 PDKK dibentuk

    2001pengukuhan Pusat PDKK

    2012berubah nama menjadi PKLP

    Sekilas PKLPUntuk melaksanakan Pasal 39 Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan

    Informasi Geospasial maka ditetapkan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor

    3 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial. Sesuai dengan

    pasal 37 Peraturan Kepala BIG tersebut, Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai

    berkedudukan dibawah Kedeputian Bidang Informasi Geospasial Dasar.

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 1 1

    TUGAS DAN FUNGSITugas Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai tertuang dalam pasal 50 Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2012, yaitu melaksanakan penyiapan penyusunan rencana dan program, perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, pengum-pulan, pengolahan, penyimpanan, dan penggunaan data dan informasi geospa-sial dasar, serta penyiapan pelaksanaan penelitian dan pengembangan, dan pelaksanaan kerja sama teknis di bidang pemetaan kelautan dan lingkungan pantai termasuk garis pantai.

    VISI DAN MISIDalam melaksanakan program kerjanya, Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai mengacu kepada visi Badan Infor-masi Geospasial, yaitu :

    Menjadi Lembaga Penggerak dan Terdepan Dalam Penyelenggaraan Infor-masi Geospasial yang Andal, Terintegrasi dan Mudah Dimanfaatkan.

    Geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.

    Informasi Geospasial adalah data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengam-bilan keputusan dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan keruangan.

    Andal adalah kondisi IG yang akurat, dapat dipercaya dan dapat dipertang-gungjawabkan.

    Terintegrasi adalah bahwa data dan IG yang berada di Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, dan masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh atau bulat baik dilihat dari segi posisi geometris maupun posisi sebaran objek geospasial.

    Sedangkan misi yang ingin dicapai berdasarkan visi tersebut diatas antara lain :1. Meningkatkan koordinasi dan kapasitas

    kelembagaan, sumberdaya manusia, kualitas penelitian dan pengembangan dalam penyelenggaraan informasi geospasial yang efektif, efisien, dan sistematis serta mendorong pemanfaatan informasi geospasial.

    2. Membangun data dan informasi geospasial yang berkualitas dan berkelanjutan dengan multi-resolusi dan multi-skala dalam satu referensi tunggal, serta mudah dimanfaatkan secara cepat dan dapat dipertang-gungjawabkan untuk mendukung pembangunan nasional.

    TUJUAN DAN SASARANTujuan Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:1. Menyediakan landasan sistem

    pengaturan, pengumpulan, pengo-lahan, penyimpanan, penyebarluasan dan penggunaan IG.

    2. Menyediakan kebijakan teknis dan

    program kerja nasional di bidang IG yang diacu oleh seluruh pemangku kepentingan di bidang IG.

    3. Menyediakan data dan IG yang akurat, dapat dipercaya dan diper-tanggungjawabkan.

    4. Mengoperasionalisasikan jaringan IG antar simpul jaringan nasional yang terhubung secara elektronik.

    5. Meningkatkan peran serta masyarakat dan perguruan tinggi dalam penyeleng-garaan pemanfaatan data dan IG.

    6. Menyediakan sumber daya manusia yang memenuhi kompetensi, penelitian dan pengembangan ilmu pengeta-huan dan teknologi terhadap aplikasi teknologi di bidang IG.

    Berdasarkan tujuan di atas, maka sasaran yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:1. Tersedia dan teroperasionalnya

    landasan hukum terkait penyelengga-raan IG yang terdiri dari pengumpulan Data Geospasial (DG), pengolahan DG dan IG, penyimpanan dan pengamanan DG dan IG, penyebarluasan DG dan IG; dan pembinaan pengguna IG.

    2. Berkurangnya prosentase tumpang-

    PKLP mengacu pada visi BIG yaitu Menjadi

    lembaga penggerak dan terdepan dalam

    penyelenggaraan Informasi Geospasial yang

    Andal, Terintegrasi dan Mudah Dimanfaatkan

  • 1 2 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan dan ditunjang oleh kenyataan semakin menipisnya kandungan sumberdaya alam di wilayah darat, maka wilayah pesisir dan lautan akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru sekaligus menjadi tumpuan bangsa Indonesia bagi kesinambungan pembangunan nasional. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang RI No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2005-2025 yang mempunyai sasaran pokok salah satunya adalah terwujudnya Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. Bagaimana menjadikan kawasan pesisir dan laut sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru merupakan tantangan

    yang harus dijawab, tidak hanya dukungan komunitas, namun dukungan data dan Informasi Geospasial (IG) serta penerapan iptek pun sangat diperlukan untuk keberhasilan tujuan ini.

    Urgensi Pemetaan KelautanNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan Negara kepulauan dengan panjang

    garis pantai kurang lebih 99.093 km (PKLP, 2013) dengan kurang lebih 75 % wilayah Negara

    adalah wilayah perairan, yang terdiri dari wilayah laut (perairan pedalaman, kepulauan dan

    laut territorial) kurang lebih 3,351 juta km2 dan wilayah perairan Zona Ekonomi Ekslusif

    dan landas kontinen kurang lebih 2,936 juta km2. Dengan kondisi alamiah tersebut, wilayah

    pesisir dan lautan menjadi bagian integral dari dimensi Negara kepulauan yang mempunyai

    potensi kekayaan alam yang sangat besar dan beragam.

    Wilayah pesisir dan lautan akan menjadi sumber pertumbuhan

    ekonomi baru

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 1 3

    Wilayah pesisir merupakan dua alam yaitu darat dan air yang mempunyai sifat berbeda, tetapi masih saling mempengaruhi. Untuk itu diperlukan sarana perencanaan yang terpadu dan lestari dengan tidak menge-sampingkan perbedaan lingkungan dan ekosistem tersebut. Salah satu sarana tersebut adalah Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) yang merupakan sumber informasi darat dan laut, khususnya wilayah pantai secara simultan dalam satu lembar peta dengan skala dan sistem proyeksi yang sama. Sehingga pada akhirnya diharapkan bisa lebih optimal dalam perencanaan pembangunan nasional di wilayah pantai/ pesisir dan informasi kelautan lainnya.

    PETA LPI & LLNDengan adanya otonomi, masing-masing pemerintah daerah membutuhkan data yang mempresentasikan tentang penggunaan dan potensi wilayah yang dimilikinya. Terutama untuk daerah yang memiliki wilayah pesisir dan pantai, sangatlah penting untuk mengetahui potensi pengelolaan dan tata ruang pesisir.

    Potensi ini dapat diketahui salah satunya ditunjang melalui Peta LPI, yang merupakan peta dasar yang memuat informasi kira-kira 65% data laut dan 35% data darat. Sedangkan Peta LLN merupakan peta yang menyajikan data dan informasi dengan fokus di wilayah laut.

    Pola pergerakan perekonomian di sekitar wilayah pesisir dan pantai sangatlah mempengaruhi kehidupan masyarat sekitar, industri perekonomian yang dapat berkembang yaitu pariwisata, perikanan, garam dan sebagainya. Oleh karena itu dibutuhkan informasi geospasial untuk mengelola dan menata kawasan pesisir dan pantai ini. Data dan informasi geospasial ini tidak lepas dari data batimetri sebagai dasar dalam pembuatan Peta LPI.

    Peta LPI merupakan peta dasar yang dapat digunakan untuk kegiatan inventa-risasi dan evaluasi sumberdaya nasional kelautan, yang merupakan salah satu bagian kegiatan dalam rangka pengelo-laan sumberdaya laut nasional.

    Demikian juga peta dasar LLN sangat dibutuhkan dalam perencanaan, pengelo-laan dan penataan wilayah laut secara regional. Dengan data dan informasi geospasial di dalamnya akan dapat mendukung kebijakan dalam penataan dan pengelolaan wilayah laut dengan lebih efisien. Salah satunya adalah dapat menjadi pertimbangan solusi alternatif permasalahan infrastruktur laut untuk mendukung program pemerintah di bidang kelautan melalui penataan trans-portasi laut secara menyeluruh melalui data dan informasi geospasial kelautan dan lingkungan pantai.

    Badan Informasi Geospasial (BIG) khususnya Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP) mempunyai tugas menye-diakan data dasar yang diwujudkan dalam Peta LPI dan Peta LLN, sebagaimana tersirat dalam dalam Pasal 7 UU No. 4 Tahun 2011. Perbedaan peta dasar kelautan dengan peta dasar darat adalah kandungan informasi, diantaranya adalah data kedalaman laut atau data batimetri yang termuat dalam peta dasar kelautan. Oleh karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, luas laut, panjang garis pantai dan informasi geospasial dasar untuk wilayah pantai dan laut di negara kepulauan Indonesia yang besar sampai saat ini belum dapat terliput seluruhnya dalam Peta Dasar LPI dan Peta Dasar LLN dalam SIG (Sistem Informasi Geografis).

    ONE MAP POLICYSebagai peta dasar yang meliputi wilayah pantai, peta LPI menyajikan informasi laut maupun darat dalam satu lembar peta. Penyediaan peta LPI diharapkan

    dapat membantu program pengelo-laan dan pemanfaatan sumberdaya alam khususnya wilayah pesisir dan kegiatan perencanaan pembangunan di wilayah pantai. Dengan mengacu pada Undang-undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, maka peta dasar Peta LPI terdiri atas berbagai skala yaitu 1:250.000, 1:50.000, 1:25.000 dan 1:10.000. Sedangkan Peta LLN terdiri atas skala 1:500.000, 1:250.000 dan 1:50.000.

    Pembuatan Peta LPI dan LLN yang merupakan salah satu bentuk peta dasar wilayah perairan, merupakan tugas

    Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam menyediakan peta laut yang sangat diperlukan sebagai peta dasar dalam pembuatan peta tematik kelautan dan untuk mewujudkan kebijakan satu peta (one map policy) pada wilayah pesisir dan laut di berbagai wilayah dan sektor.

    Dengan menyadari pentingnya Informasi Geospasial Dasar (IGD) kelautan, peta dasar LPI dan LLN harus dijamin kemutakhiran dan keakuratannya serta diselenggarakan secara terpadu. Peta LPI dan LLN diper-lukan dalam mengelola sumberdaya alam kelautan dan sumberdaya lainnya serta dapat dimanfaatkan untuk peta dasar dalam rangka penanggulangan bencana dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Peta LPI dan LLN sangat diperlukan sebagai peta dasar dalam pembuatan peta tematik

    kelautan dan untuk mewujudkan kebijakan satu peta (one map policy)

    pada wilayah pesisir dan laut

  • 1 4 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Pembuatan Peta LPI Tahun 2014 PEMETAAN LINGKUNGAN PANTAI

    Survei hidrografi dilaksanakan untuk memperoleh data kelautan seperti data batimetri sampai kedalaman 200 meter, data pasang surut laut (temporal untuk survei hidrografi) dan garis pantai di kawasan pesisir. Data ini pada umumnya dimanfaatkan oleh para pelaku survei tematik, pengelola, perencana dan pembina kawasan pesisir dan laut, penentuan batas maritim dan keperluan teknis lainnya. Untuk wilayah yang perairan lautnya dangkal maka kedalaman 200 meter sudah mencakup wilayah yang cukup luas sehingga dapat dipakai untuk pembuatan peta dasar kelautan misalnya peta dasar Lingkungan Pantai Indonesia (LPI). Sedangkan untuk wilayah dengan perairan dalam dan pantai relatif curam maka kedalaman 200 meter hanya menutup sepanjang koridor pantai tidak terlalu jauh ke laut. Oleh karena itu, untuk kedalaman lebih dari 200 meter data batimetri untuk pemetaan dasar LPI ditambahkan dari data sekunder.

    Wilayah pesisir merupakan wilayah dengan karakteristik dua alam yaitu darat dan laut yang mempunyai sifat berbeda, tetapi masih saling mempengaruhi. Untuk itu diperlukan sarana perencanaan yang terpadu dan lestari dengan tidak mengesampingkan perbedaan lingkungan dan ekosistem tersebut. Salah satu sarana tersebut adalah peta dasar LPI yang merupakan sumber informasi darat dan laut, khususnya wilayah pantai secara simultan dalam satu lembar peta dengan skala dan system proyeksi yang sama. Sehingga pada akhirnya diharapkan bisa lebih optimal dalam perencanaan pemban-gunan nasional di wilayah pantai/pesisir.

    Survei Hidrografi dan Pembuatan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dalam format

    Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu tugas Badan Informasi Geospasial

    dalam pengadaan data dasar untuk kepentingan Pembangunan Nasional yang berkesinam-

    bungan di bidang kelautan, khususnya wilayah pesisir/pantai yang mempunyai sumberdaya

    alam yang berlimpah dan perlu digali untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat

    pesisir yang mempunyai keunikan tersendiri.

    Program pengelolaan sumberdaya kelautan dan peren-canaan pembangunan wilayah pesisir/pantai Indonesia, membutuhkan sarana berupa peta dasar. Bakosurtanal (sekarang BIG) sejak 1993 telah berkontribusi aktif dalam upaya pemetaan sistematis sumber daya pesisir dan laut melalui berbagai program antara lain Marine Resources Evaluation Project (MREP) dan Digital Marine Resource Mapping (DMRM) untuk keperluan pemetaan wilayah terito-rial dan yurisdiksi nasional. Selanjutnya kegiatan pemetaan kelautan dan wilayah pesisir secara sistematis dilaksanakan oleh Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai yang khususnya memiliki tugas dan fungsi dalam pemetaan dasar daerah pesisir dan laut, yaitu dengan menyediakan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI).

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 1 5

  • 1 6 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Peta Lingkungan Pantai Indonesia adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir (UU No. 4 Tahun 2011). Peta Dasar LPI merupakan gabungan peta rupabumi (topografi) dengan peta laut dalam satu sistem proyeksi dan digunakan sebagai peta dasar dalam pembuatan peta-peta tematik lainnya di wilayah pantai.

    ACUAN PETA LPI Beberapa dokumen teknis yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan pekerjaan pembuatan peta dasar LPI adalah sebagai berikut : SNI 19-6726-2002 tentang Peta Dasar Lingkungan Pantai

    Indonesia skala 1:50.000 sebagai acuan untuk penyajian secara kartografis : pembuatan layout peta, layering data, grid, legenda, simbolisasi, teks dan pewarnaan.

    SNI 19-56-02.1-2000 tentang Peta Rupabumi sebagai acuan untuk penentuan unsur data darat.

    International Chart Series INT1, Symbol Abbreviations Terms Used on Chart, IHO. Digunakan sebagai acuan dalam membuat simbolisasi untuk penyajian peta secara kartografis.

    IHO Standards for Hydrographic Surveys 5th edition Special Publication No.44.

    Special Publications Models S-57 IHO, sebagai acuan untuk menentukan unsur-unsur laut.

    AUSLIG Topographic Data and Map Specifications, sebagai acuan untuk penentuan unsur data darat yang tidak tercakup dalam model data S-57.

    Hasil validasi pembakuan nama-nama pulau di Indonesia, sebagai acuan untuk gazeteer.

    PRIORITAS PEMETAAN LPIBerdasarkan pasal 18 ayat 2 UU No. 4 Tahun 2011, bahwa Peta LPI diselenggarakan pada skala 1:250.000, 1:50.000 , 1: 25.000 dan 1:10.000. Prioritas Pemetaan LPI berbagai skala adalah sebagai berikut : Untuk pemetaan peta LPI skala 1:10.000 akan dipetakan

    berdasarkan area prioritas, terutama pada kawasan yang akan dikembangkan, misalnya pengembangan pelabuhan, dermaga, obyek wisata pesisir dan berbagai pembangunan di wilayah pesisir. Data batimetri yang disajikan pada Peta LPI skala 1:10.000 dihasilkan dari hasil survei hidrografi.

    Untuk pemetaan peta LPI skala 1:25.000 akan dipetakan berdasarkan area prioritas, terutama untuk mendukung kawasan yang akan dikembangkan untuk berbagai pembangunan di wilayah pesisir. Data batimetri yang disajikan pada Peta LPI skala 1:25.000 dihasilkan dari hasil survei hidrografi.

    Untuk peta LPI skala 1:50.000, tidak menutupi seluruh daerah laut Indonesia tetapi hanya mencakup sepanjang pantai saja. Basisdata LPI 1:50.000 akan disusun secara utuh (seamless) meskipun area cakupannya terpisah. Data batimetri yang disajikan pada Peta LPI skala 1:50.000 dihasilkan dari hasil survei hidrografi.

    Untuk peta LPI 1:250.000, model penyusunan peta LPI pada skala ini dilakukan melalui kompilasi dari data sekunder (peta LPI skala lebih besar, ditambahkan dengan peta laut lainnya (enrichment) dari hasil survei di lepas pantai maupun laut dangkal (< 200m).

    PETA LPI SKALA 1:25.000Pada tahun 2014, dilaksanakan Survei Hidrogafi dan Pembuatan Peta LPI berbasis SIG beserta penyajian kartografis Peta LPI skala 1:25.000 untuk wilayah Pantai Teluk Jakarta (DKI Jakarta dan Jawa Barat) sejumlah 4 NLP yang dilaksanakan oleh PT. Adicon Mulya.

    Tabel 1. Pemetaan LPI skala 1:25.000 Tahun 2014

    No. NLP Judul Peta

    1 LPI 1210-031 Pulau Damar Besar

    2 LPI 1210-032 Muara Gembong

    3 LPI 1210-033 Ancol

    4 LPI 1210-034 Tanjung Priok

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 1 7

    LPI 1210-031Pulau Damar Besar

    PETA LPI SKALA 1:50.000Pemetaan LPI skala 1:50.000 pada tahun 2014 dilaksanakan melalui survei hidrogafi dan pembuatan peta LPI berbasis SIG beserta penyajian kartografis untuk wilayah Pantai Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara. Jumlah total Peta LPI skala 1:50.000 yang dihasilkan dari kegiatan ini berjumlah 40 NLP yang terbagi dalam 5 paket kegiatan. Indeks lokasi kegiatan yang dilakukan dapat dilihat dalam gambar berikut.

    LPI 1210-032Muara Gembong

    LPI 1210-033Ancol

    LPI 1210-034Tanjung Priok

    Tabel 2. Pemetaan LPI skala 1:50.000 Tahun 2014

    No. NLP Judul Peta

    1 LPI 2216 - 03 Tilamuta

    2 LPI 2216 - 04 P. Limba

    3 LPI 2217 - 04 Kwandang

    4 LPI 2316 - 01 Gorontalo

    5 LPI 2316 - 02 Atinggola

    6 LPI 2316 - 03 Bilunggala

    7 LPI 2316 - 04 Pimpi

    8 LPI 2316 - 05 Molibagu

    9 LPI 2316 - 06 Maelang

    10 LPI 2316 - 07 Bolaanguki

  • 1 8 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Tabel 3. Pemetaan LPI skala 1:50.000 (lanjutan)

    No. NLP Judul Peta

    11 LPI 2316 - 08 Lolaak

    12 LPI 2014 - 02 Pasangkayu

    13 LPI 2015 - 01 Manimbaya

    14 LPI 2015 - 02 Sarjo

    15 LPI 2015 - 03 Sinduetobata

    16 LPI 2015 - 04 Balaesang

    17 LPI 2015 - 05 Palu

    18 LPI 2016 - 03 Pasoso

    19 LPI 2016 - 05 Sabang

    20 LPI 2012 - 01 Malunda

    21 LPI 2012 - 06 Galung-galung

    22 LPI 2013 - 01 Mamuju

    23 LPI 2013 - 02 Uluserang

    24 LPI 2013 - 03 Kamansi

    25 LPI 2013 - 04 Paniki

    26 LPI 2014 - 01 Pontobatu

    27 LPI 2014 - 03 Karosa

    28 LPI 2212 - 02 P. Labengke

    29 LPI 2212 - 03 Pohara

    30 LPI 2212 - 05 P. Masadian

    31 LPI 2212 - 06 Kendari

    32 LPI 2212 - 07 P. Koikoila

    33 LPI 2212 - 08 P. Wowonii

    34 LPI 2312 - 02 Manombo 2

    35 LPI 2211 - 09 Pulau Campada

    36 LPI 2211 - 10 Tanjung Lambiko

    37 LPI 2311 - 01 Munse

    38 LPI 2311 - 02 Tanjung Lakansae

    39 LPI 2311 - 04 Tanjung Watutimba

    40 LPI 2311 - 05 Pulau Ocintonga

    Paket 1Dilaksanakan oleh PT. Tigenco Graha Persada, berjumlah 11 NLP yang meliputi wilayah Pantai Sulawesi Utara dan Gorontalo (Gorontalo Utara, Bolaangmongondow Utara, Bolaangmon-gondow, Bolaangmongondow Selatan, Bonebolango, Kota Gorontalo, Gorontalo, Boalemo).

    LPI 2216-03Tilamuta

    LPI 2216-04P. Limba

    LPI 2217-04Kwandang

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 1 9

    LPI 2316-01Gorontalo

    LPI 2316-02Atinggola

    LPI 2316-03Bilunggala

    LPI 2316-04Pimpi

    LPI 2316-05Molibagu

    LPI 2316-06Maelang

    LPI 2316-07Bolaanguki

    LPI 2316-08Lolaak

  • 2 0 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Paket 2Dilaksanakan oleh PT. Geotrav Bhuana Survey, sejumlah 8 NLP meliputi Wilayah Pantai Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat (Donggala, Kota Palu, Mamuju Utara).

    LPI 2014-02 Pasangkayu LPI 2015-01 Manimbaya

    LPI 2015-02 Sarjo LPI 2015-03 Sinduetobata

    LPI 2015-04 Balaesang LPI 2015-05 Palu

    LPI 2016-03 Pasoso LPI 2016-05 Sabang

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 2 1

    Paket 3Dilaksanakan oleh PT. Citra Lahan Utama, sejumlah 8 NLP meliputi wilayah Pantai Sulawesi Barat (Mamuju Utara, Mamuju Tengah, Mamuju, Majene).

    LPI 2012-01 Malunda LPI 2012-06 Galung-galung

    LPI 2013-01 Mamuju LPI 2013-02 Uluserang

    LPI 2013-03 Kamansi LPI 2013-04 Paniki

    LPI 2014-01 Pontobatu LPI 2014-03 Karosa

  • 2 2 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Paket 4Dilaksanakan oleh PT. Wahyudi Andy Laksito Setiarso (WALS), sejumlah 7 NLP meliputi wilayah Pantai Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara (Morowali, Konawe Utara, Konawe, Kota Kendari, Konawe Kepulauan).

    LPI 2212-06 Kendari

    LPI 2212-02 P. Labengke

    LPI 2212-03 Pohara

    LPI 2212-05 P. Masadian

    LPI 2212-07 P. Koikoila

    LPI 2212-08 P. Wowonii

    LPI 2312-02 Manombo 2

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 2 3

    Paket 5Dilaksanakan oleh PT. Wahyudi Andy Laksito Setiarso (WALS), sejumlah 6 NLP meliputi wilayah Pantai Sulawesi Tenggara (Kota Kendari, Konawe Selatan, Konawe Kepulauan, Buton Utara, Muna).

    LPI 2211-09 Pulau Campada

    LPI 2211-10 Tanjung Lambiko

    LPI 2311-01 Munse

    LPI 2311-02Tanjung Lakansae

    LPI 2311-04Tanjung Watutimba

    LPI 2311-05 Pulau Ocintonga

  • 2 4 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    PETA LPI SKALA 1:250.000Pada tahun 2014, dilaksanakan Pembuatan Peta LPI berbasis SIG beserta penyajian kartografis Peta LPI skala 1:250.000 untuk wilayah pantai Selat Makassar, Nusa Tenggara Timur, Pulau Halmahera, dan Papua Barat sebanyak 10 NLP yang dilaksanakan oleh PT. Citra Rupabumi Konsultan. Peta LPI skala 1:250.000 yang akan dibuat berdasarkan telah tersedianya Peta LPI skala 1:50.000 dan/atau Survei Hidrografi yang dilakukan antara tahun 2004 2012.

    LPI 1811 Pulau Matasirih LPI 2207 Maumere

    LPI 1814 Balikpapan LPI 2307 Pulau Lembata

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 2 5

    Tabel 4. Pemetaan LPI skala 1:250.000 Tahun 2014

    No. NLP Judul Peta

    1 LPI 1811 Pulau Matasirih

    2 LPI 1814 Balikpapan

    3 LPI 2207 Maumere

    4 LPI 2307 Pulau Lembata

    5 LPI 2515 Pulau Kasiruta

    6 LPI 2516 Ternate

    7 LPI 2517 Jailolo

    8 LPI 2617 Tobelo

    9 LPI 2715 Pulau Gag

    10 LPI 2815 Sorong

    LPI 2515 Pulau Kasiruta

    LPI 2516 Ternate

    LPI 2715 Pulau Gag

    LPI 2815 Sorong

    LPI 2517 Jailolo

    LPI 2617 Tobelo

  • 2 6 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Peta Lingkungan Laut Nasional adalah peta dasar yang memberikan informasi secara khusus

    untuk wilayah laut. Sesuai dengan amanat Undang-undang No. 4 Tahun 2011 tentang Infor-

    masi Geospasial, Peta LLN terdiri atas skala 1:50.000, 1:250.000 dan 1:500.000.

    Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai instansi milik negara yang terkait dengan bidang survei dan pemetaan, memiliki tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan, pengelolaan, pembinaan dan koordinasi di bidang survei dan pemetaan termasuk didalamnya untuk menyelenggarakan pemetaan dasar seperti peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan peta Lingkungan Laut Nasional (LLN). Pembuatan berbagai macam peta tersebut dilakukan dengan mengacu pada Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013 dan memperhatikan aspek geodetis.

    Berdasarkan Pasal 18 ayat 2 Undang-undang No. 4 Tahun 2014 tentang Informasi Geospasial, Peta LLN terdiri atas skala 1:500.000, 1:250.000 dan 1:50.000. Peta LLN dapat dimanfaatkan untuk perencanaan, pengelolaan dan penataan wilayah laut secara regional. Dengan data dan informasi geospasial di dalamnya akan dapat mendukung kebijakan dalam penataan dan pengelolaan wilayah laut secara lebih efisien. Salah satunya adalah dapat menjadi pertimbangan solusi alternatif

    permasalahan infrastruktur laut melalui penataan transportasi laut secara menyeluruh melalui data dan informasi geospasial kelautan dan lingkungan pantai.

    ACUAN PEMBUATAN PETA LLNPembuatan peta LLN dilakukan dengan mengacu pada : SNI No. 19-56-02.1-2000 tentang Peta Rupabumi. SNI 19-6726-2002 tentang Peta Dasar Lingkungan Pantai

    Indonesia Skala 1:50.000. SNI 19-6727-2002 tentang Peta Dasar Lingkungan Pantai

    Indonesia Skala 1:250.000. International Chart Series INT1, Symbols Abbreviations

    Terms Used on Chart, IHO. IHO Standards for Hidrographic Surveys 5th edition Special

    Publication No. 44. Special Publications Model S-57 IHO. Hasil Kerja Pembakuan Nama Pulau-pulau di Indonesia.

    PRIORITAS PEMETAAN LLNPembuatan Peta LLN ditentukan berdasarkan prioritas menurut

    Pembuatan Peta LLNTahun 2014 PEMETAAN KELAUTAN

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 2 7

    skala petanya. Secara rinci dijabarkan sebagai berikut :1. Peta LLN skala 1:50.000

    mencakup wilayah pulau kecil, wilayah terpencil (remote area) yang berpenduduk, bagian dari pulau kecil terluar atau pulau kecil lainnya, punya nilai ekonomi dan bisa dikembangkan, pulau yang akan dibangun dan memerlukan tata ruang wilayah. Selain itu peta ini merupakan area prioritas dari peta LLN skala 1:250.000 atau 1:500.000. Pembuatan peta LLN dari data

    batimetri disajikan dari hasil survei hidrografi.

    2. PetaLLN 1:250.000model penyusunan peta LLN pada skala ini dilakukan melalui kompilasi dari data sekunder. Area peta LLN tidak overlap dengan peta LPI 1:250.000 dan merupakan inset dari peta LLN 1:500.000. Data batimetri merupakan data sekunder.

    3. Peta LLN skala 1:500.000telah selesai dipetakan sejumlah 44 NLP mencakup seluruh wilayah Indonesia. Sebagai informasi pada

    Tabel 5. Pemetaan LLN Tahun 2014

    No. NLP Judul Peta

    1 LPI 1410 - 01 Pulau Parang

    2 LPI 1410 - 02 Pulau Kemujan

    3 LPI 1410 - 03 Pulau Krakal Besar

    4 LPI 1410 - 04 Pulau Karimun

    tahun 2006 s.d 2010 telah dilakukan pemutakhiran peta LLN skala 1:500.000.

    PEMETAAN LLN TAHUN 2014Pada tahun 2014, dilaksanakan Survei Hidrogafi dan Pembuatan Peta LLN berbasis SIG beserta penyajian kartografis Peta LLN skala 1:50.000 untuk wilayah Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah sejumlah 4 NLP yang dilaksanakan oleh PT. Inomata Konsultama.

    LPI 1410-01 Pulau Parang

    LPI 1410-02 Pulau Kemujan

    LPI 1420-03 Pulau Krakal Besar

    LPI 1410-04 Pulau Karimun

  • 2 8 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Status Pemetaan LPI & LLN STATUS

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 2 9

    Dengan adanya hasil kegiatan tahun 2014, status pemetaan LPI dan LLN yang telah dilakukan oleh Pusat PKLP pun bertambah. Status Peta LPI dan LLN yang telah dipetakan oleh Pusat PKLP hingga Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 6. Status Pemetaan LPI dan LLN s.d Tahun 2014

    No. Jenis Peta Rencana Total

    Hasil 2014

    NLP s.d 2014

    Belum Dipetakan

    Prosentase

    1 LPI 1:10.000 300 0 0 299 0.33%

    2 LPI 1:25.000 2.536 4 8 2.476 2.37 %

    3 LPI 1:50.000 1.050 40 498 530 49.52 %

    4 LPI 1:250.000 212 10 147 55 74.06 %

    5 LLN 1:50.000 248 4 8 236 4.84%

    6 LLN 1:250.000 150 0 0 140 6.67%

    7 LLN 1:500.000 44 0 44 0 100%

  • 3 0 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 3 1

    Pemutakhiran Peta LPIDalam rangka mendukung pembangunan khususnya

    wilayah pesisir dan laut, diperlukan peta dasar yang

    mutakhir (up-to-date) untuk menjamin keakuratan informasi

    yang disajikan. Oleh karena itu pusat PKLP melaksanakan

    kegiatan pemutakhiran terhadap peta LPI dan LLN secara

    berkelanjutan.

    Pemutakhiran peta LPI dan LLN adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperbaharui sebagian atau keseluruhan informasi yang ada pada peta tersebut sesuai dengan perubahan yang ada di wilayah pesisir dan laut. Data atau informasi perubahan ini dapat diperoleh dari hasil survei, pengamatan participatory (misalnya pelaut yang melintas dan menemukan gosong yang tidak ada di peta), perubahan pada garis pantai, pembangunan dan pemukiman, kedalaman laut, dan lain sebagainya.

    LANDASAN HUKUM PEMUTAKHIRAN PETATerjaminnya kemutakhiran informasi yang terkandung dalam peta memegang peranan penting karena ketika suatu informasi tidak lagi aktual (out-of-date), maka manfaat informasi itu akan berkurang. Oleh karena itu pusat PKLP melak-sanakan kegiatan pemutakhiran terhadap peta LPI dan LLN secara berkelanjutan. Pemutakhiran adalah kegiatan untuk memperbaharui informasi, secara sebagian ataupun keseluruhan, yang terkandung dalam suatu sistem informasi tertentu. Berikut ini adalah landasan hukum yang mendasari dilakukannya pemutakhiran peta secara periodik :1. Pasal 2 Undang-Undang No. 4/ 2011 tentang Informasi Geospasial menye-

    butkan bahwa informasi geospasial diselenggarakan atas azas kemutakhiran.2. Pasal 17 Undang-Undang No. 4/ 2011 tentang Informasi Geospasial menye-

    butkan bahwa informasi geospasial dasar harus dimutakhirkan secara periodik dan dalam jangka waktu tertentu.

  • 3 2 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    PEMUTAKHIRAN PETA LPI TAHUN 2014Pada tahun 2014, dilaksanakan kegiatan Pemutakhiran Peta LPI skala 1:50.000 untuk wilayah Pantai Utara Sulawesi (Sulawesi Utara), dimana Peta LPI yang akan dimutakhirkan merupakan hasil produksi tahun 1995. Jumlah Peta LPI skala 1:50.000 yang dimutakhirkan berjumlah 20 NLP yang dilaksanakan oleh CV. Fasade Utama.

    Tabel 7. Pemutakhiran Peta LPI Tahun 2014

    No. NLP Judul Peta

    1 LPI 2319-06 Torosik

    2 LPI 2416-01 Matabulu

    3 LPI 2416-02 Kotabunan

    4 LPI 2417-01 Poigar

    5 LPI 2417-02 Amurang

    6 LPI 2417-03 Manado

    7 LPI 2417-04 Wori

    8 LPI 2417-05 Kakas

    9 LPI 2417-06 Likupang

    10 LPI 2417-07 Bitung

    11 LPI 2418-01 P. Makalehi

    12 LPI 2418-02 Buhias

    13 LPI 2418-03 Buang

    14 LPI 2418-04 Ulusiau

    15 LPI 2419-01 Tahuna

    16 LPI 2419-02 Tamako

    17 LPI 2419-03 Behongan

    18 LPI 2419-04 Enggohe

    19 LPI 2419-05 Bentung

    20 LPI 2420-01 Kawalusu

    LPI 2319 Torosik

    LPI 2416-01 Matabulu

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 3 3

    LPI 2417-04 Wori

    LPI 2417-05 Kakas

    LPI 2417-02 Amurang

    LPI 2417-03 Manado

    LPI 2416-02 Kotabunan

    LPI 2417-01 Poigar

  • 3 4 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    LPI 2417-06 Likupang

    LPI 2417-07 Bitung

    LPI 2418-01P. Makalehi

    LPI 2418-03Buang

    LPI 2418-04 Ulusiau

    LPI 2419-01 Tahuna

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 3 5

    LPI 2418-02Buhias

    LPI 2419-02Tamako

    LPI 2419-03Behongan

    LPI 2419-04Enggohe

    LPI 2419-05Bentung

    LPI 2420-01Kawalusu

  • 3 6 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan dua pertiga merupakan wilayah lautan. Sebagai negara kepulauan yang wilayah dan yurisdiksinya didomi-nasi laut, Indonesia memiliki karakter khas yang ditandai dengan interaksi dan pengaruh laut yang begitu besar dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. Sumber Daya laut yang luas mengharuskan Indonesia untuk menetapkan batasan wilayahnya. Oleh karena itu dilaksanakan program Pemetaan dan Integrasi Informasi Geospasial Kelautan Nasional agar dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi di lautan Indonesia. Program ini merupakan salah satu solusi untuk dapat menghasilkan suatu perencanaan pembangunan nasional berbasis kelautan. Untuk mencapai tujuan tersebut sangatlah dibutuhkan kerjasama dan koordinasi antar instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang kelautan dan pemban-gunan nasional.

    Penguasaan Indonesia terhadap laut tidak lepas dari keberhasilan Indonesia menjadi bagian aktif dari pewujudan konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Bagi Indonesia, disepakatinya UNCLOS 1982 juga berarti pengakuan atas status Indonesia sebagai negara kepulauan sehingga kawasan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi bagian dari kedaulatan Indonesia.

    Program Pemetaan dan Integrasi Informasi Geospasial Kelautan Nasional diharapkan dapat

    mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi di lautan Indonesia. Program ini merupakan

    salah satu solusi untuk dapat menghasilkan suatu perencanaan pembangunan nasional

    berbasis kelautan.

    Indonesia memiliki karakter khas yang

    ditandai dengan interaksi dan pengaruh laut yang

    begitu besar dalam berbagai aspek kehidupan

    bernegara

    Pemetaan dan Integrasi Informasi Geospasial Kelautan Nasional KOORDINASI

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 3 7

    Dari Gambar bisa dilihat bahwa dalam konteks spasial/keruangan adanya Undang-undang Informasi Geospasial sebagai payung hukum kelautan di Indonesia dengan pilar beberapa produk hukum lainnya.

    Lebih lanjut, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2005-2025 menegaskan bahwa aspek wilayah/spasial haruslah diintegrasikan ke dalam dan menjadi bagian dari kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkatan pemerintahan. Dalam kaitan ini, seluruh provinsi dan kabupaten/kota harus mengintegrasikan rencana tata ruang wilayahnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing. Ketiga amanat Undang-Undang tersebut menunjukkan pentingnya data geospasial dalam proses perencanaan pembangunan.

    Undang-Undang nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial pasal 51 mengamanatkan bahwa instansi pemer-intah dan pemerintah daerah harus menggunakan informasi geospasial yang akurat dalam pengambilan keputusan dan/atau penentuan kebijakan yang berhubungan dengan ruang kebumian. Hal ini sejalan dengan yang tercantum pada pasal 3 UU IG untuk mendorong penggunaan informasi geospasial dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Karena Informasi Geospasial (IG) merupakan pondasi dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian dalam rangka mengoptimalkan pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan ketahanan nasional termasuk juga pengelolaan sumber daya

    alam, penyusunan rencana tata ruang, perencanaan lokasi investasi dan bisnis perekonomian, penentuan garis batas wilayah, pertanahan dan kepariwisataan. IG juga merupakan informasi yang sangat diperlukan dalam manajemen bencana, pelestarian lingkungan hidup dan pertahanan keamanan.

    NAWACITA : 9 AGENDA PERUBAHANNawacita merupakan 9 agenda prioritas untuk perubahan Indonesia yang dicanangkan oleh pemerintah (kabinet presiden Joko Widodo dan wakil presiden Jusuf Kalla) pada Mei 2014. Visi nawacita adalah terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Nawacita digunakan sebagai landasan kebijakan Indonesia dari tahun 2014 - 2019.

    Terdapat 3 garis besar program Nawacita yang salah satunya kemandirian yang mensejahterakan. Dalam program ini terlihat ekonomi Indonesia yang dahulu berfokus pada wilayah darat mulai memandang laut sebagai sumber ekonomi baru yang menjanjikan. Hal ini tersirat dengan rencana restorasi ekonomi maritim Indonesia. Selain itu pada point 6 meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia merencanakan pembangunan sekurang-kurangnya 10 pelabuhan baru dan merenovasi yang lama.

    Pusat PKLP turut berperan aktif untuk mendukung kesuksesan program Nawacita dengan menyediakan peta dasar LPI dan LLN sebagai dasar untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan kelautan Indonesia.

    Atap

  • 3 8 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Berdasarkan amanat UU IG Pasal 18 ayat 2, PPKLP masih memiliki tugas untuk melaksanakan

    pemetaan lingkungan pantai dengan skala yang lebih detil yakni skala 1:10.000. Hal ini

    bertujuan untuk memperoleh kerapatan informasi data batimetri dan data lainnya yang

    lebih teliti dari pemetaan yang dilakukan sebelumnya.

    UndangUndang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan segala kekayaan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikelola dengan baik dan penuh rasa tanggungjawab untuk menjadi sumber kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia, baik di masa kini maupun di masa mendatang. Dalam mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya serta penanggulangan bencana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah yurisdiksinya diperlukan informasi geospasial.Informasi tersebut harus dapat diselenggarakan dengan tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna sehingga terjamin keakuratan, dan kemutakhirannya.

    Wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan darat dan air yang mempunyai sifat berbeda tetapi masih saling mempen-garuhi yang dibatasi oleh garis imaginer yang disebut dengan garis pantai.Untuk itu diperlukan sarana perencanaan yang

    terpadu dan lestari dengan tidak mengesampingkan perbedaan lingkungan dan ekosistem tersebut. Salah satu sarana penting adalah data dan informasi geospasial dalam bentuk Peta Dasar Lingkungan Pantai Indonesia yang merupakan sumber infor-masi darat dan laut, khususnya wilayah pantai secara simultan dalam satu lembar peta dengan skala dan sistem proyeksi yang sama. Sehingga secara khusus diharapkan bisa lebih optimal dalam perencanaan pembangunan nasional di wilayah pantai/pesisir. Badan Informasi Geospasial (BIG), khususnya Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP) mempu-nyai tugas menyediakan data dasar yang diwujudkan dalam Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Lingkungan Laut Nasional (LLN), terkandung dalam Pasal 7 UU No. 4 Tahun 2011.

    Perbedaan peta dasar kelautan dengan peta dasar darat adalah kandungan informasi, diantaranya adalah data kedalaman laut atau data batimetri yang hanya ada dalam peta dasar kelautan dan lingkungan pantai. Mengacu pada Pasal 12 UU IG Tahun 2011 peta dasar kelautan dan lingkungan pantai harus memuat 8 layer informasi yakni data garis pantai, data

    Metode Akuisisi Data Hidrografi untuk Mendukung Pemetaan LPI skala 1:10.000 KAJIAN

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 3 9

    batimetri, (hipsografi/kontur) perairan, nama rupa bumi, batas wilayah, utilitas, bangunan dan fasilitas umum, serta unsur-unsur penutup lahan lainnya. Hingga saat ini PPKLP telah melaksanakan pemetaan kelautan dan lingkungan pantai sampai skala terbesar yakni skala 1:25.000 meskipun belum melingkupi seluruh wilayah Indonesia.

    Pemetaan kelautan dan lingkungan pantai yang dilaksanakan oleh PPKLP pada dasarnya dilakukan oleh pihak swasta dengan metode singlebeam echosounding dengan pengukuran-pengukuran lainnya yang menjadi koreksi dan pendukung data hasil sounding. Berdasarkan amanat UU IG Pasal 18 ayat 2, PPKLP masih memiliki tugas untuk melaksanakan pemetaan lingkungan pantai dengan skala yang lebih detil yakni skala 1:10.000. Hal ini bertujuan untuk memperoleh kerapatan informasi data batimetri dan data lainnya yang lebih teliti dari pemetaan yang dilakukan sebelumnya.Untuk itu perlu adanya kajian untuk menguji metode akuisisi data sehingga nantinya hasil kajian menjadi rekomendasi untuk pekerjaan Pemetaan Lingkungan Pantai dengan skala detail.

    Tabel 8. Pelaksanaan Kajian Tahun Pertama

    No Hari,Tanggal Agenda Peserta

    1 Rabu, 28 Mei 2014 Rapat Koordinasi perencanaan detil kajian dan anggaran kajian

    PPKLP, PPPKS

    2 Jumat, 6 Juni 2014 Tindak lanjut pembahasan Kajian PPKLP, PPPKS

    3 Senin, 9 Juni 2014 Rapat perencanaan jadwal detail mengenai desktop study untuk Kajian

    PPKLP, PPPKS

    4 Selasa, 24 Juni 2014 Rapat pembahasan berbagai metode akuisisi survei Hidrografi yang menjadi topik utama kajian

    PPKLP, PPPKS

    5 Selasa, 1 Juli 2014 Rapat internal menindaklanjuti pembahasan rapat sebel-umnya

    PPKLP

    6 Senin, 7 Juli 2014 Rapat persiapan Seminar Kajian PPKLP PPKLP, PPPKS

    7 Kamis, 17 Juli 2014 Seminar Kajian PPKLP, PPPKS, Instansi terkait

    8 Senin, 21 Juli 2014 Rapat Koordinasi dan tindak lanjut Kajian dengan pensi-unan PPKLP dan Kepala BIG

    PPKLP, PPPKS, Pensiunan

    9 Rabu, 1 Oktober 2014 Pembahasan teknis mengenai kajian PPKLP

    10 Rabu, 8 Oktober 2014 Pembahasan teknis mengenai kajian, serta persiapan FGD PPKLP, PPPKS

    11 Selasa, 14 Oktober 2014 Pembahasan point-point kajian untuk FGD PPKLP

    12 Senin, 20 Oktober 2014 Pembahasan teknis Pra-FGD PPKLP

    13 Jumat, 24 Oktober 2014 Pelaksanaan Pra FGD Kajian PPKLP, PPPKS

    14 Selasa, 11 November Pelaksanaan FGD Kajian PPKLP, PPPKS, pihak terkait

    DATA DAN METODEData yang digunakan dalam kajian ini merupakan data hasil kajian literatur yang dilakukan oleh masing-masing anggota pelaksana. Selain itu, data yang digunakan juga didapat dari hasil brainstorming dan diskusi lanjut dengan para akademisi/praktisi dan para ahli yang berkompeten dibidangnya.

    Adapun metode kajian yang dilakukan adalah dengan metode desk study dan diskusi untuk bertukar pendapat dan pengeta-huan.

    HASIL DAN REKOMENDASIHasil kajian yang dilaksanakan pada tahun pertama berupa rekomendasi yang dijadikan acuan untuk pelaksanaan kajian pada tahun berikutnya. Adapun rekomendasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  • 4 0 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Rekomendasi Umum :1. Pemetaan LPI skala 1:10.000 yang dilaksanakan secara

    spot by spot tidak secara sistematis seperti pemetaan RBI disarankan menggunakan instrumen yang portable dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas.

    2. Kondisi topografi pantai (landai, curam, atau kombinasi keduanya) harus diperhitungkan dalam hal pengamatan pasang surut dan khususnya penentuan garis pantai. Karena faktor topografi pantai sangat mempengaruhi perubahan garis pantai.

    3. Pemilihan teknologi pemetaan LPI skala 1:10.000 dan juga skala yang lebih kecil sangat terkait erat dengan pendefinisan Peta LPI dan tahapan pembuatan peta LPI secara kartografis.

    Rekomendasi Teknis :1. Penggunaan echosounder multibeam merupakan pilihan

    terbaik jika ditinjau dari sisi kemampuan dan ketelitian alat. Namun jika dikaitkan dengan biaya (anggaran) survei perlu mempertimbangkan luas cakupan area yang akan diukur kedalamannya (sounding), perlu tidaknya area dasar laut tersebut diukur/disapu secara full coverage dan waktu yang diperlukan untuk pengukuran kedalaman (sounding). Dalam hal pengukuran kedalaman dilakukan dalam waktu kurang dari satu minggu maka penggunaan multibeam echosounder dinilai kurang efisien. Namun jika dilakukan pada area yang luas dan waktu survey lebih dari satu minggu, maka penggunaan multibeam

    menjadi pilihan yang lebih baik. Apabila pemetaan LPI skala 1:10.000 tidak memerlukan informasi full coverage maka pelaksanaan survey hidrografi menggunakan echosounder singlebeam dikombinasikan dengan side scan sonar dinilai sudah mencukupi untuk kebutuhan akusisi data.

    2. Penggunaan UAV untuk pengamatan garis pantai sangat dimungkinkan karena : Mampu memotret pada periode surut terendah dan

    pasang tertinggi, karena waktu pemotretan bisa diatur. Jangkauan pemotretan sampai dengan 40 Km

    (autopilot) dalam koridor 500 meter . Kestabilan wahana diatasi dengan pemilihan jenis

    UAV yang memiliki spesifikasi teknis yang reatif stabil. UAV sudah dilengkapi dengan GPS RTK memiiki

    kemampuan imaging 12 MP dapat merekam dengan resolusi 10 cm.

    Pemrosesan data hasil pemotretan UAV sudah dapat dilakukan secara otomatis.

    Platform dengan tipe wing rata dengan lebar 1 m dianggap stabil untuk pemotretan.

    Berdasarkan pengalaman penggunaan UAV untuk pemotretan sampai skala 1:10.000 masih memiliki akurasi yang baik.

    Untuk memberikan hasil interpretasi dengan validitas tinggi direkomendasikan melakukan pemotretan dilakukan bersamaan dengan survey atau pengukuran di laut.

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 4 1

    Dengan demikian penggunaan UAV direkomen-dasikan untuk pengamatan garis pantai dengan tetap memperhatikan kondisi cuaca (terutama faktor angin) yang memungkinkan perubahan arah UAV dan kemungkinan hilangnya peralatan tersebut.

    3. Problem penentuan Lowest Astronomical Tides ( LAT) Tidak adanya data pengamatan pasut selama 1

    tahun bahkan data pengamatan pasut 3 bulan selama pelaksanaan survei hidrografi dapat diatasi dengan pengamatan pasut minimal 1 bulan. Nilai LAT dapat dihitung berdasarkan data pasut 30 hari meskipun yang dihasilkan adalah LAT pendekatan. Kelemahan Nilai LAT pendekatan adalah jumlah komponen perhitungan pasut yang lebih sedikit jika dibandingkan data pengamatan pasut 3 bulan dan 1 tahun. Untuk keperluan survei hidrografi tetap direkomendasikan pengamatan data pasut 3 bulan agar diperoleh nilai LAT yang akurat.

    4. Pemanfaatan CORS untuk pengikatan pengukuran posisi horisontal direkomendasikan untuk dilaksanakan apabila di wilayah area pengukuran batimetri tersebut tersedia sebaran CORS dan masih memungkinkan jangkauan layanan sinyal pada lokasi pengukuran batimetri. Jika tidak memungkinkan penggunaan CORS maka direko-mendasikan pengukuran dengan metode post prosesing atau pengikatan dengan pengukuran GPS secara simultan. Jika menggunakan CORS untuk mengurangi kelemahan sinyal, disarankan BIG menitipkan koreksi jaringan berbayar (L Correction), agar data dapat dikirim melalui satelit dan bukan menggunakan jaringan GSM.

    KESIMPULANKesimpulan dari pelaksanaan Kajian tahun pertama adalah:1. Pelaksanaan kajian sesuai dengan tujuan kajian terlaksana

    dengan baik dengan didapatkannya rekomendasi akhir untuk pelaksanaan kajian tahun berikutnya.

    2. Rekomendasi yang dihasilkan dari pertemuan terakhir berupa FGD Kajian, disesuaikan dengan efisiensi anggaran dan kesiapan personil yang ada di Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai.

    3. Kajian dilanjutkan dengan pelaksanaan survey akuisisi data batimetri untuk pemetaan skala 1:10.000 yang diselenggarakan secara swakelola.

  • 4 2 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Indonesia merupakan Negara kepulauan dimana mayoritas wilayahnya adalah perairan yang

    sangat luas namun dalam hal pengelolaan dan manajemen data kelautan belum dapat terin-

    tegrasi dengan baik. Beberapa wilayah yang juga memiliki perairan seperti Negara Korea,

    Jepang, Australia sudah memiliki pusat data kelautan yang berfungsi sebagai manajemen

    dan pengelolaan data dan informasi kelautan padahal wilayah perairan negara tersebut

    lebih kecil dari Indonesia.

    Pertemuan Workshop Ocean and Data information Network West Pacific (ODIN Westpac) yang diadakan di Tianjin, 4 7 Maret 2014 mencatat bahwa negara-negara yang secara formal telah mempunyai NATIONAL OCEANOGRAPHIC DATA CENTRE (NODC) yaitu Australia, Korea, Jepang dan Malaysia seda ngkan empat Negara lainnya yaitu Indonesia , New Zealand, Vietnam dan Thailand belum memiliki NODC. Salah satu keputusan pada

    workshop tersebut disarankan bahwa pada akhir tahun 2014 kepada negara-negara yang belum memiliki data center untuk segera mengambil langkah dan memutuskan apakah akan membangun NODC atau ADU (Associate Data Unit). Untuk itu Indonesia perlu melakukan Stakeholders meeting yang memiliki data-data kelautan dengan agenda awal adalah : Kajian terhadap aspek legal, manfaat, kepentingan nasional

    dan global akan adanya NODC.

    National Oceanographic Data Center (NODC) INTEGRASI DATA

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 4 3

    Kajian terhadap aspek teknis dan administratif, termasuk pembiayaan.

    Identifikasi terhadap berbagai layanan sejenis yang mungkin telah ada di Indonesia dan berada di institusi tertentu Seperti Germany Indonesia Tsunami Early Warning System (GITEWS) dan Indonesia Global Oceanografi Observing System (INAGOOS).

    Kajian pembangunan dan pengembangan NODC sebagai bagian dari Marine-SDI.

    Kajian terhadap fasilitas penunjang yang telah ada di berbagai institusi yang akan dilibatkan, salah satunya adalah Ina-SDI & Ina-Geoportal yang difasilitasi oleh BIG.

    Memenuhi hasil keputusan dalam Planning Workshop ODIN WESTPACK-IOC 2014, pembentukan Tim Kerja.

    Berdasarkan pertemuan tersebut, Indonesia sebagai negara anggota yang belum memiliki National Oceanographic Data Center (NODC) disarankan segera memutuskan akan memiliki NODC atau sebagai Associate Data Unit (ADU). Kemudian, dalam pertemuan anggota Komisi IOC UNESCO (LIPI sebagai National Focal Point) yang diadakan di BPPT pada tanggal 7 April 2014 yang dihadiri oleh berbagai Kementrian/Lembaga terkait, telah disepakati bahwa Indonesia akan mendirikan NODC. Hasil berbagai pertimbangan mengenai kesiapan institusi kemudian merekomendasikan Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai koordinator pelaksana NODC dan Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP) sebagai pusat yang menjembatani pelaksanaan NODC. Namun, hingga sekarang belum ada kesepakatan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan NODC kedepannya.

    TUJUANTujuan dibentuknya NODC adalah sebagai berikut :1. Sebagai wadah inventarisasi data dan informasi kelautan

    nasional guna memenuhi kebutuhan berbagai pihak yang dapat diakses dan dipublikasikan secara mudah dan terbuka.

    2. Agar terlaksananya pengelolaan dan manajemen data maupun informasi mengenai kelautan.

    3. Memberi ruang koordinasi antar Kementrian/Lembaga demi terciptanya one map policy, dengan BIG khususnya Pusat Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP) yang menjembatani inisiasi pembangunan NODC.

    TAHAPAN KEGIATANInisiasi pembangunan NODC ini berfungsi sebagai keterpaduan data dan informasi kelautan di Indonesia atau sebagai One Marine Data and Information. Pembangunan NODC diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan data kelautan untuk proses pengolahan, publikasi, akses, dari berbagai kebutuhan secara mudah dan pembiayaan yang efektif bagi semua pihak yang memerlukan. Data kelautan yang akan dibangun juga dapat digunakan dan dipakai oleh berbagai organisasi di Indonesia dan secara global. Pembangunan NODC juga berfungsi untuk menunjang integrasi multidisiplin ilmu, menunjang pengam-bilan keputusan dalam pengelolaan kelautan yang efektif, efisien, dan berkelanjutan berdasarkan keterpaduan data dan informasi, serta menunjang perencanaan dan pengendalian pembangunan nasional di bidang kelautan.

  • 4 4 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Secara infrastruktur, BIG siap menjadi koordinator NODC, sehingga perlu kerjasama dengan Kementrian/Lembaga lainnya demi kelancaran kegiatan NODC. Penggunaan geoportal NODC disarankan untuk tetap menggunakan Ina-Geoportal yang sudah dibangun oleh BIG sedangkan untuk standar pembuatan metadata kewenangannya berada di bawah PSKIG BIG.

    Berdasarkan Planning Workshop ODIN WESTPAC-IOC, 2014, menghasilkan keputusan berkaitan dengan adanya : 1. Metadata, penyusunan contoh 20 metadata records. Ada

    3 kelas metadata : mandatoring wajib diisi, yang ada di ISO 19115 wajib ada di country profile yg akan dibuat oleh BIG; optional; dan conditional. Untuk optional dan conditional tidak wajib ada namun dapat disesuaikan dengan data di Indonesia.

    2. Data portal, penyusunan metadata catalogue sesuai standar ISO (dengan aplikasi Geonetwork)

    3. E-Repository, penyusunan perpustakaan kelautan dari hasil penelitian dan pengembangan yang telah/akan ada (menggunakan OceanDocs repository)

    Kegiatan rencana penyusunan NODC ini juga melibatkan pusat-pusat lain di BIG seperti Pusat Pemetaan Integrasi Tematik (PPIT) dan Pusat Jaring Kontrol Geodesi Geodinamika (PJKGG) membantu dalam penyediaan kelengkapan data NODC, sedangkan Pusat Penyebaran Informasi Geospasial (PPIG) membantu dalam menyediakan portal untuk penye-barluasan informasi NODC, serta Pusat Standarisasi Kelem-bagaan Informasi Geospasial (PSKIG) berfungsi membantu dalampembuatan metadata country profile. Data yang akan ditampilkan dalam NODC sebagai contohnya adalah data kedalaman, garis pantai, mangrove, lahan garam, terumbu karang, padang lamun, karakteristik perairan, modeling gaya berat, serta data pasut. Ada permasalahan jika data pasut dimasukkan kedalam metadata NODC yaitu bagaimana cara memasukkan data pasut pada metadata, sementara data pasut bersifat realtime, dimana setiap rentang waktu tertentu ada record ketinggian pasut. Namun dari data-data tersebut masih belum dapat diputuskan data mana sajakah yang akan dimasukkan ke dalam 20 metadata records NODC mengingat seluruh metadata tersebut harus mencakup data dari beberapa instansi Kementrian/Lembaga yang tergabung dalam NODC.

    PKLP telah melakukan ujicoba aplikasi metadata batimetri menggunakan country profile ISO 19115. Aplikasi yang akan dibuat harus disepakati di lingkup BIG sendiri sebelum diinformasikan dan dikoordinasikan ke Kementrian/Lembaga lainnya. Country profile sudah dibuat oleh PSKIG dan PSKIG sudah siap dalam membantu untuk menyiapkan converter. Dalam perencanaan pembuatan NODC perlu adanya training metadata dan geo-network untuk mendukung kelancaran NODC.

    RENCANA BERIKUTNYA (INITIAL PLAN) 1. Development Plan (rencana pembangunan)

    Pengumpulan data dan informasi. Pengintegrasian data dan informasi (standar, model,

    stewardships, & custodianship). Pembangunan fasilitas (data center & publikasi) Integrasi terhadap Ina-SDI. Working plan & timeline.

    2. Action Plan (rencana aksi) Pembentukan Tim Kerja Teknis. Identifikasi dan pengumpulan data dan informasi. Pengintegrasian data dan informasi (standar, model,

    stewardships, & custodianship). Pembangunan fasilitas (data center & publikasi) Integrasi terhadap Ina-SDI. Keberlanjutan.

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 4 5

    RINGKASAN RAPAT

    No. Tanggal Hasil Rapat1. 29 April 2014 Latar belakang adanya NODC

    BIG ditunjuk sebagai koordinatro NODC dimana diserahkan kepada PKLP untuk mengelola Perlu adanya pembahasan mengenai metadata yang disajikan, konsep pengembangan dan model implementasi.

    2. 16 Mei 2014 Perlunya koordinasi dengan K/L yang memiliki data kelautan serta diadakannya training metadata dan geonet-work untuk mendukung NODC.

    Koordinasi dengan PPIG mengenai pembangunan paket aplikasi yang akan digunakan untuk konversi metadata. Setiap pusat menyiapkan data yang akan dibangun metadatanya.

    3. 21 Mei 2104 Perlu adanya spesifikasi country profile untuk Indonesia pengisian metadata cukup membuat/mengisi seperti yang ada pada description di geodatabase untuk setiap

    data kelautan yang akan dibuat.

    4. 23 Juni 2014 PKLP memberikan contoh ke PPIT, PJKGG bagaimanakah contoh format atau bentuk metadata. Perlu mengundang K/L untuk membicarakan kelanjutan NODC. Dari rapat nanti sebagai bahan diskusi akan

    disepakatai/diputuskan apa saja dari 20 metadata tersebut yang akan dimasukkan kedalam NODC. Dibuat SOP singkat, langkah-langkah apa saja yang harus dilalui dalam membuat metadata

    5. 2 Juli 2014 Pengumpulan parameter yang digunakan BIG untuk NODC sesuai dengan tupoksi Perlu didiskusikan dengan K/L lain data apa saja yang dikontribusikan oleh BIG agar tidak terjadi duplikasi data. PPIG berfungsi sebagai penyebarluasan metadata. Sebagai tindak lanjut, buat SOP dan setiap pusat segera pelajari country profile. Lalu adakan pertemuan eksternal

    dengan K/L lain utk membentuk FGD.

    6. 18 Juli 2014 Buat metadata dalam bentuk *.xml lalu beri contoh ke kementrian atau lembaga lainnya. Dari PSKIG belum ada kesepakatan mana data mandatory, conditional, dan optional.

    7. 26 Agustus 2014 Jangan ada data atau survei yang saling tumpang tindih kecuali data atau survey tersebut menggunakan skala yang berbeda.

    Di P3GL memiliki data utama geologi kelautan, sementara data batimetri hanya digunakan sebagai pelengkap. Data batimetri ada hanya dengan interval akuisisi yang berbeda.

    Dari P3GL sendiri belum memiliki metadata untuk manajemen data dan baru akan membangun metadata. P3GL memiliki pusat penyebaran informasi yaitu Pusdatin. Jika ada rapat mengenai pembahasan metadata NODC

    disarankan untuk mengundang Pusdatin juga. Saran Kabid Pengembangan Kelembagaan : MoU NODC lebih baik segera dibuat.

    8. 29 Agustus 2014 Saran Kapus PKLP: metadata yang dibuat oleh PSKIG dapat digunakan sebagai acuan NODC nantinya. Hasil akhir FGD : secara aklamasi tim teknis menyetujui dan sepakat terhadap country profile yang dibuat oleh PSKIG. Sebagai tindak lanjut dari hasil FGD hari ini, maka perlu diagendakan FGD dalam penerjemahan definisi country

    profile dan compile data. Perkiraan Oktober 2014 akan selesai.

  • 4 6 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    PORSEC adalah sebuah organisasi yang didedikasikan untuk membantu negara-negara berkembang untuk merangsang program ilmu dengan fokus pada aplikasi teknologi penginderaan jauh di bidang ocean sciences. PORSEC telah memberikan lebih dari satu dekade usaha dengan para ilmuwan yang terdiri lebih dari tiga puluh (30) negara berpartisipasi dalam konferensi yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Pelaksanaan PORSEC diadakan dalam 2 sesi, yakni pre-conference tutorial session dan conference session.

    PRE-CONFERENCE TUTORIALMerupakan sesi training/kuliah yang diadakan guna memberi pemahaman dasar-dasar penginderaan jauh tentang kelautan dan SAR (Synthetic Aperture Radar) yang berlangsung di Universitas Udayana, Indonesia dari tanggal 30 Oktober 1 November 2014. Laboratorium penyelenggara kegiatan ini merupakan bagian dari Center for remote Sensing and Ocean Sciences (CReSOS). Beberapa ilmuwan terkemuka memberikan pelatihan mengenai penelitian yang fokus terhadap isu-isu penting saat ini dalam penginderaan jauh laut. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk sharing dan bertanya dengan para ilmuwan yang hadir. Seri training/kuliah terbuka untuk ilmuwan muda yang baru lulus dan rekan-rekan post-doktoral yang terlibat dalam setiap aspek penelitian penginderaan jauh laut.

    Pre-Conference Tutorial of PAN Ocean Remote Sensing Conference (PORSEC) diikuti oleh siswa dari dalam negeri, maupun luar negeri.

    Sejak berdirinya di tahun 1990, Pan

    Ocean Remote Sensing Conference

    (PORSEC) telah mendapatkan status

    global sebagai salah satu konferensi

    penginderaan jauh paling bergengsi

    di dunia, dengan ruang lingkup

    meliputi semua perairan di dunia. Pada tahun 2014, PORSEC diselenggarakan di Bali, Indonesia

    dengan tuan rumah adalah Universitas Udayana (UNUD) dan Lembaga Penerbangan dan

    Antariksa (LAPAN). Tema yang diangkat dalam 12th Biennial Conference of PAN Ocean Remote

    Sensing Conference (PORSEC) adalah Ocean Remote Sensing for Sustainable Resources .

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 4 7

    CONFERENCE SESSIONKonferensi ini meninjau dan mendiskusikan kondisi penginderaan jauh laut dan membantu para ilmuwan dan mahasiswa dalam studi menggunakan teknik penginderaan jauh. Konferensi ini juga akan memberikan kesempatan untuk menampilkan karya penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teknik penginderaan jauh dari berbagai misi satelit dan aplikasi penginderaan jauh laut.

    Tujuan 12th Biennial Conference of PAN Ocean Remote Sensing Conference (PORSEC) adalah memahami kondisi lingkungan kebumian seperti iklim, efek dari El Nino Southern Oscillation (ENSO), bahaya laut seperti tsunami, badai tropis, kenaikan permukaan laut, dan efek perubahan iklim lainnya yang dilakukan melalui pertukaran ide dan pengetahuan.

    12th Biennial Conference of PAN Ocean Remote Sensing Conference (PORSEC) diselenggarakan di Hotel Prama Sanur Hotel pada 5 November 2014 dan dihadiri oleh 300 orang peserta yang terdiri atas:1. Akademisi dan pakar penginderaan jauh dan kelautan

    Internasioanal,2. Kementerian/Lembaga penyelenggara IG di bidang

    penginderaan jauh dan kelautan,3. Pelaku industri IG di bidang penginderaan jauh dan

    kelautan,4. Pejabat struktural dan fungsional di BIG.

  • 4 8 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Latar belakang tema simposium tersebut adalah bahwa wilayah pantai dan laut Pasifik Barat merupakan pusat biodiversiti laut yang berupa kurang lebih 50 % terumbu karang dan kurang lebih 75 % spesies coral yang ada didunia, disamping itu wilayah ini juga merupakan tempat pertumbuhan dan pemijahan dari bermacam-macam spesies biota laut, daerah perubahan musim dan angin yang merupakan penggerak utama terjadinya sistem iklim global, sumber sumberdaya non hayati yang potensial dan juga merupakan daerah alur pelayaran.

    Simposium yang diselenggarakan di kota Nha Trang Republik Sosialis Vietnam ini diikuti oleh partisipan dari negara-negara :

    WESTPAC International Scientific

    Symposium merupakan simposium

    ilmiah internasional tentang kelautan

    yang diselenggarakan oleh salah satu

    subkomisi dari Intergovernmental

    Ocenographic Commission (IOC)

    UNESCO. Simposium ini merupakan

    ajang pertemuan para ilmuwan

    dan peneliti untuk berbagi ilmu,

    teknologi, informasi dan tantangan

    kedepan di bidang kelautan.

    Indonesia Vietnam Malaysia China Jepang Thailand Srilanka Rusia Amerika Philipina

    Singapura Korea India Iran

    Pada kesempatan ini PKLP mengirimkan dua orang perwakilan untuk hadir pada acara tersebut yaitu :

    - Yosef Dwi Sigit Purnomo- Ristianto

    AGENDA ACARAAda tiga acara utama didalam simposium ini yaitu :1. Research Directors Forum, forum ini merupakan pertemuan/

    rapat para pimpinan institusi, pakar dan peneliti dari berbagai lembaga kelautan, pendidikan (universitas) yang memiliki perhatian terhadap permasalahan kelautan di Pasifik Barat / Indo Pasifik.

    2. Workshop/Seminar yang dihadiri oleh para peneliti senior maupun peneliti muda dari universitas, lembaga dari berbagai negara

    3. Eksibisi hasil-hasil penelitian dan peralatan survei oseanografi.

    Ketiga acara diatas dilaksanakan secara paralel dari tanggal 22 25 April 2014, di Hotel Sheraton, Nha Trang, Vietnam. Kegiatan ini bertemakan A Healthy Ocean towards the Prosperity in the Western Pacific : Scientific Challenges and Possible Solutions.

    The 9th WESTPAC International Scientific Symposium PERJALANAN LUAR NEGERI

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 4 9

    A Healthy Ocean towards the Prosperity in the Western Pacific:

    Scientific Challenges and

    Possible Solutions

    WORKSHOPKurang lebih ada 500 peserta terlibat workshop ini baik sebagai penyaji maupun peserta biasa, banyaknya tulisan/paper yang masuk sehingga hanya sebagian bisa tampil untuk mempresen-tasikan tulisannya terutama dari peneliti-peneliti muda (young scientist). Presentasi dibagi menjadi sesi-sesi sesuai dengan temanya.

    Berikut ini adalah sesi dan tema tersebut:

    Sesi 1 Role of the Indo Pacific Ocean in regional climate change and variability

    Sesi 2 Status, trends and effects of climate natural distur-bances and anthropogenic stressors on ocean ecosys-tems

    Sesi 3 Risk/vulnerability assessment on coastal sea level related hazard

    Sesi 4 Sediment source to sink process in the Western Pacific

    Sesi 5 Status, trends of marine biodiversity and productivity

    Sesi 6 Sustainable fisheries and aquaculture

    Sesi 7 Toxic marine organisms and seafood safety

    Sesi 8 Changing ocean biogeochemistry and its ecosystem

    Sesi 9 Ocean acidification and its effects to marine

    Sesi 10 Harmful algal blooms

    Sesi 11 Restoration and conservation of marine ecosystem

    Sesi 12 Remote sensing in integrated coastal and marine

    Sesi 13 Development and demonstration of ocean forecasting

    Sesi 14 New technology and data management

    Beberapa tulisan yang menarik dan dapat diterapkan di BIG / PKLP diantaranya :1. Mapping submarine topography in coastal area using

    compact wide swath bathymetry system. Paper ini membahas penggunaan echosounder untuk survei di laut dangkal seperti daerah pantai, echosounder yang digunakan adalah Geo Swath Plus Compact Plus yang mempunyai kemampuan survei bathimetri dengan lebar sapuan 12 kali kedalaman. Echosounder ini merupakan multibeam portabel dapat dipasang di kapal kecil seperti jetsky. Contoh aplikasi alat ini untuk survei bathimetri telah dilakukan di Teluk Tokyo kearah pantai sampai kedalaman 50 cm.

    Penggabungan echosounder ini dengan GPS dan wahana survey tanpa awak ataupun dengan awak (kapal kecil, jetsky) serta didukung perencanaan survei yang tepat dapat membantu mempercepat pemetaan bathimetri khususnya di area terbatas seperti pantai, muara dan sungai, yang pada akhirnya akan mempercepat pembuatan peta-peta di wilayah pantai seperti Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI).

    2. Multiple Hyperspectral Remote sensing for Seagrass changes in Cam Ranh Bay.

    3. Simulation of seagrass and seaweed beds mapping by satellite image based on the radiative transfer model.

    4. Seagrass mapping of brunei bay using remote sensingPaper b, c dan d menarik untuk dikaji lebih jauh pemanfaatan inderaja untuk memetakan seagrass khususnya di pusat pemetaan tematik laut untuk mendukung inventarisasi dan pemetaan seabed cover, termasuk kemungkinan memanfaatkannya untuk indentifikasi unsur seabed cover lainnya (pasir, karang, dll).

    PENUTUPSimposium Westpac ini adalah merupakan agenda penting dalam meningkatkan peran Indonesia secara umum karena wilayahnya yaang sebagian besar adalah lautan, khususnya bagi BIG terkait dengan salah satu tugasnya yaitu memetakan wilayah laut yang mau tidak mau akan terkait dengan keberadaan data, pertukaran data, regulasi data, riset di bidang kelautan dalam kerangka IOC. Dengan menyertakan personil didalam acara ini maka BIG/PKLP telah menjalankan peran tersebut.

  • 5 0 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Penyusunan NSPK Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai PERATURAN

    Dalam Program Nasional Pedoman Standar (PNPS) 2014 terdaftar 3 kaji ulang SNI sebagai berikut :

    Tabel 9. Rencana Kaji Ulang SNI Pusat PKLP

    No. Nomor SNI Judul Tahun Rencana 2014 Perubahan/ Rencana Judul

    1 SNI 7646-2010 Sur vei h idrograf i menggunakan single-beam echosounder

    2010 Kaji Ulang Survei hidrografi untuk pembuatan peta dasar laut

    2 SNI 19-6727-2002 Peta dasar lingkungan pantai Indonesia skala 1:250.000

    2002 Kaji Ulang Spesifikasi penyajian peta lingkungan pantai Indonesia - Bagian 4 : Skala 1:250.000

    3 SNI 19-6726-2002 Peta dasar lingkungan pantai Indonesia skala 1:50.000

    2002 Kaji Ulang Spesifikasi penyajian peta lingkungan pantai Indonesia - Bagian 3 : Skala 1:50.000

    Pelaksanaan kegiatan berupa rapat kerja yang diadakan di kantor ataupun di luar kantor dengan melibatkan beberapa pakar di bidangnya. Dalam pelaksanaannya, penyusunan RSNI ini dikoordinir oleh Pusat Standarisasi dan Kelembagaan Informasi Geospasial (PSKIG) BIG.

    Salah satu wujud dari tugas penyusunan norma,

    pedoman, prosedur, standar, dan spesifikasi di

    bidang pemetaan kelautan dan lingkungan pantai

    termasuk garis pantai, pada tahun 2014 telah

    diselenggarakan kaji ulang Standar Nasional

    Indonesia (SNI) Survei Hidrografi menggu-

    nakan Singlebeam echosounder, kaji ulang

    Peta Dasar Lingkungan Pantai Indonesia (LPI)

    Skala 1:250.000 dan 1:50.000, dan perumusan

    RSNI Ketelitian Peta Dasar kerjasaman dengan

    Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim.

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 5 1

    RSNI SURVEI HIDROGRAFI MENGGUNAKAN SINGLE-BEAM ECHOSOUNDERDalam rangka penyelenggaraan survei yang baku secara nasional dengan tujuan utama memperoleh data hidrografi yang memenuhi standard survei hidrografi terbaru yang berlaku secara internasional, yaitu Special Publication No.44 Tahun 2008 yang diterbitkan oleh International Hydrographic Organization (IHO) maka dilakukanlah kaji ulang SNI Survei Hidrografi menggunakan singlebeam echosounder.

    Dalam penyusunannya telah diadakan 2 kali pertemuan Rapat Teknis di Pusat PKLP. Dari hasil beberapa pertemuan ini disepakati hal-hal sebagai berikut :1. Dalam RSNI tidak disarankan menyebutkan produk BIG

    (LPI dan LLN), untuk standar produk cukup mengeluarkan dalam bentuk PERKA

    2. SNI Survei Hidrografi ini didalamnya mengatur tentang garis pantai. Standar ketelitian yang sudah dibuat mengacu pada standar IHO (ketelitian 10m (orde khusus), 20m (orde 1a, 1b, dan 2)). Sementara didalam standar ketelitian peta menyebutkan ketelitian garis pantai sesuai dengan ketelitian geometri peta. Jadi, untuk ketelitian garis pantai didalam RSNI nanti bisa diatur lebih teliti dari standar IHO.

    3. RSNI bisa dijadikan 2 Judul : Survei Hidrografi untuk Penyediaan Peta Dasar/ Infor-

    masi Geografi Dasar Laut : untuk memayungi semua kegiatan survei hidrografi dalam rangka penyediaan Peta Dasar Laut termasuk didalamnya LPI dan LLN

    Survei Batimetri menggunakan singlebeam echosounder : khusus untuk kegiatan batimetri menggunakan singlebeam echosounder. (Catatan : SNI Survei Batimetri menggunakan multibeam echosounder sudah ada SNI 7988:2014)

    Diagendakan pada awal tahun 2015, RSNI ini dapat dikonsensuskan.

    KAJI ULANG SNI PETA DASAR LINGKUNGAN PANTAI INDONESIA SKALA 1:250.000 & SKALA 1:50.000SNI 19-6727-2002 Peta dasar lingkungan pantai Indonesia skala 1:250.000 dan SNI 19-6726-2002 Peta dasar lingkungan pantai Indonesia skala 1:50.000 sudah waktunya untuk dikaji ulang, karena sudah berumur diatas 10 tahun dan mengingat isi dan substansinya sudah banyak yang harus dimutakhirkan.Yang banyak dilakukan perubahan adalah simbol dan atau notasi unsur-unsur untuk penyajian peta LPI. Pengelompokan unsur dibuat dalam 8 kelompok unsur, yaitu :

    1. Unsur bangunan dan fasilitas umum2. Unsur perhubungan3. Unsur penutup lahan4. Unsur relief dan titik kontrol5. Unsur batas administratif6. Unsur perairan7. Unsur garis pantai8. Unsur informasi kedalaman

    Untuk judul SNI akan diajukan perubahan menjadi sebagai berikut :

    Tabel 10. Perubahan Judul SNI

    No. Nomor SNI Judul Perubahan/ Rencana Judul

    1 SNI 19-6727-2002

    P e t a d a s a r lingkungan pantai Indonesia skala 1:250.000

    Spesifikasi penya-jian peta lingkungan pantai Indonesia - Bagian 4 : Skala 1:250.000

    2 SNI 19-6726-2002

    P e t a d a s a r lingkungan pantai Indonesia skala 1:50.000

    Spesifikasi penya-jian peta lingkungan pantai Indonesia - Bagian 3 : Skala 1:50.000

    Diagendakan pada awal tahun 2015, RSNI ini dapat dikon-sensuskan.

    PENYUSUNAN RSNI KETELITIAN PETA DASARPenyusunan RSNI ini mencakup materi ketelitian peta dasar yang terdiri dari peta Rupabumi Indonesia (RBI), peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), dan peta Lingkungan Laut Nasional (LLN). Dalam penyusunannya melibatkan Pusat PRT dan Pusat PKLP yang dikoordinasikan oleh Pusat SKIG.Draft RSNI Ketelitian Peta Dasar (Peta RBI, Peta LPI, dan Peta LLN) telah dibahas beberapa kali didalam FGD. Pada awalnya Ketelitian Peta LPI dan LLN mengacu pada standart ketelitian IHO, ternyata IHO hanya mengatur ketelitian dalam kegiatan survei atau akuisisi data bukan ketelitian Peta yang dihasilkan. Ketelitian Peta LPI dan Peta LLN selanjutnya mengacu pada USNMAS sama dengan ketelitian peta RBI kelas 1 namun Peta LPI dan Peta LLN memiliki tingkat kepercayaan 95% dengan metode pengujian mengacu pada USGS.Pada tanggal 10 Desember 2014, telah dilakukan konsensus di Universitas Brawijaya Malang, dengan hasil sebagai berikut :1. Perlu ditambahkan lagi difinisi Confidence Level untuk

    uji ketelitian geometri peta LPI dan LLN.2. Perlu ditambahkan difinisi istilah kuadran untuk uji

    ketelitian geometri.3. Untuk pengujian Atribut harus ditentukan jumlah sample

    titik yang akan diuji, sehingga memudahkan user dalam melakuakan validasi data.

    4. RSNI Ketelitian Peta Dasar yang telah dibahas pada tingkat tim teknis pada saat konsensus akhirnya disetujui oleh Panitia Teknis (PT) 07 01 untuk selanjutnya diajukan ke Badan Standarisasi Nasional untuk dijadikan SNI Ketelitian Peta Dasar.

  • 5 2 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Adapun manfaat dilaksanakannya pemetaan laut adalah sebagai berikut:

    1. Pengelolaan Sumber Daya2. Tata Ruang3. Pengelolaan Lingkungan4. Mitigasi Bencana5. Keamanan dan Keselamatan Laut6. Keamanan dan Kenyamanan Pelayaran7. Keamanan Energi (Energy Security)8. Delimitasi Batas Maritim9. Pengelolaan Laut Era Otonomi Daerah10. Pemetaan Kawasan Laut Indonesia

    Hingga saat ini belum ada instansi pemerintah yang secara spesifik menangani data batimetri. Pemetaan batimetri di Indonesia ditangani oleh beberapa instansi, sehingga dimung-kinkan akan menimbulkan tumpang tindih pemetaan pada daerah yang sama dan belum terintegrasi. Instansi yang ikut serta dalam menangani data batimetri nasional adalah: Badan Informasi Geospasial (BIG) DISHIDROS TNI-AL Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

    (P3GL) Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (P2O-LIPI) BPPT - Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam

    (PTISDA) dan Balai Teknologi Survei Kelautan (BTSK)

    Tabel 11. Tahapan Pelaksanaan Pemetaan dan Integrasi Informasi Geospasial Kelautan NasionalPeriode 2015 - 2019

    Tahapan Rencana Periode 2015 - 2019

    Inventarisasi Existing data antar instansi Transformasi data berbasis GIS Informasi Tematik terkait dengan data batimetri (seismik, sumber daya alam)

    Akuisisi data Daerah Prioritas shallow and deep water (Perbatasan, Bencana, Kewajiban Interna-sional, daerah berpotensi)

    Daerah yang belum dipetakan/updating area (internal waters dan outer waters) Updating data terkait batimetri (data pulau, garis pantai, pasut)

    Integrasi dan manajemen data Penyelarasan data batimetri yang terintegrasi Infrastuktur tata kelola data batimetri Mekanisme dan regulasi pengelolaan data Pengembangan sarana dan prasarana Sinergi dan regulasi data dengan instansi pemerintah daerah, swasta dan pihak lain

    Manajemen SDM Penguatan Institusi Pengembangan SDM Pelatihan Teknis Survei Pelatihan manajemen data Pelatihan Analisis dan pemanfaatan Pasca Sarjana (S2 dan S3)

    Pemanfaatan multitematik 1. Kajian mendukung pembangunan nasional Tata Ruang kelautan Decision Support System Mitigasi Bencana

    2. Kajian pengembangan sektoral Industri kelautan Energi Alternatif Perhubungan Potensi Ekonomi Kelautan

    3. Research and Development4. Production Line (Modelling data)5. Implementasi kajian tematik6. Operasionalisasi Decision Support System

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 5 3

    Di masa yang akan datang dengan adanya kesepahaman tugas pokok dan fungsi dari masing-masing instansi ini, dapat dijadikan model bentuk kerjasama antar instansi pemerintah dengan bidang kajian yang sama.

    Kebutuhan data dan informasi geospasial kelautan saat ini, harus disesuaikan dengan peraturan internasional dan nasional yang berlaku saat ini. Melihat aktivitas yang telah dilakukan instansi dalam survei kelautan secara sektoral dan kemampuan swasta nasional dalam akuisisi data khususnya dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi dan daya dukung peralatan yang dimiliki hingga saat ini, dapat dikatakan kemampuan nasional untuk menyelenggarakan survei sistematis meliputi seluruh Indonesia tidak dapat diragukan lagi. Terlebih kemampuan personil akan lebih optimal bila disertai penambahan investasi peralatan dan sistem pengolahan yang berteknologi tinggi. Selain itu, dalam rangka kemandirian bangsa dan meningkatkan daya saing nasional terkait isu-isu terkini yang sensitif seperti Pasar Bersama ASEAN AFTA, dsb diperlukan peningkatan kemampuan sumber daya nasional yang lebih baik.

    Berdasarkan fakta sejarah tersebut dan dukungan Pemerintah Indonesia yang menempatkan kelautan sebagai prioritas tinggi dalam bidang pembangunan terutama dalam pengadaan dan peningkatan kualitas SDM menjadikan pendirian pusat penelitian dan pelatihan dalam bidang kelautan atau (MRTC) menjadi hal yang penting untuk segera direalisasikan.

    Pada mulanya, MRTC diusulkan sebagai keperluan Nasional, namun dalam perkembangannya MRTC akan diproyeksikan

    sebagai pusat penelitian dan pelatihan yang terkemuka di Asia Tenggara. Pendirian MRTC di Indonesia menerima dukungan dari beberapa instansi luar negeri, seperti International Hydro-graphic Organization (IHO) dan Canadian Hydrographic Service (CHS), yang menganggap bahwa Indonesia adalah negara yang tepat untuk merealisasikan MRTC mengingat letak geografis Indonesia yang berada di antara negara-negara ASEAN. Hal tersebut, diungkapkan oleh kedua pihak saat pelaksanaan kerjasama Indonesia melalui BAKOSURTANAL dengan Kanadadalam Pendidikan Hidrografi (1985-1990) yang dilaksanakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) dari Indonesia dan University of New Brunswick (UNB) dari Kanada.

    MRTC akan menjadi wadah untuk mendidik tenaga kerja menengah/ surveyor dan lulusan Perguruan Tinggi. Selain mendidik dan melatih kompetensi tenaga kerja teknisi dan sarjana dalam bidang kelautan. Untuk jangka panjang, MRTC juga akan dikembangkan kearah bidang penelitian dalam bidang kelautan yang akan sangat bermanfaat bagi perguruan tinggi sebagai wadah untuk melaksanakan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan bidang kelautan. MRTC juga memiliki maksud untuk mendidik dan melatih tenaga-tenaga terampil dalam bidang kalibrasi alat-alat elektronik yang digunakan dalam Bidang Kelautan.

    CAPACITY BUILDING DAN PEMBENTUKAN MARINE RESEARCH AND TRAINING CENTER MRTC

  • 5 4 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    Perbandingan antara rencana kinerja yang ditetapkan dengan realisasi kinerja yang dicapai, dapat menjadi ukuran kinerja yang telah dilakukan. Celah kinerja yang terjadi dapat dilakukan analisis terhadap penyebabnya, serta tindakan perbaikan yang diperlukan di masa mendatang.

    Metode ini bermanfaat untuk mendapatkan gambaran sejauh mana tujuan dan sasaran yang telah dicapai dalam rangka mewujudkan visi dan misi organisasi. Secara ideal akuntabilitas kinerja dapat mengukur keberhasilan dari segi manfaat. Namun hal itu membutuhkan perumusan indikator kinerja yang spesifik, terukur, detail, dapat dicapai dan berorientasi pada hasil. Hingga saat ini Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai dapat menyajikan akuntabilitas kinerja dengan menggunakan indikator output, namun secara bertahap akan terus melakukan berbagai upaya, agar pada saat mendatang dapat menyajikan akuntabilitas kinerja dari sisi manfaat.

    REALISASI FISIKPada tahun 2014, Pusat PKLP memiliki 4 kegiatan utama yang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa sub kegiatan. Pada umumnya seluruh kegiatan pada tahun 2014 dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana. Secara rinci realisasi fisik Pusat PKLP sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut :

    Tabel 12. Realisasi Fisik Kegiatan Pusat PKLP Tahun 2014

    No Nama Kegiatan Sasaran Realisasi Prosentase (%)

    1 Peta Lingkungan Pantai

    Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Skala 1:250K 10 NLP 10 NLP 100

    Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Skala 1:50K 40 NLP 40 NLP 100

    Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Skala 1:25K 4 NLP 4 NLP 100

    Capaian Fisik & Anggaran Pusat PKLP AKUNTABILITAS KINERJA

    Perbandingan

    antara rencana kerja

    dengan realisasi

    yang dicapai dapat

    menjadi ukuran

    kinerja yang telah

    dilakukan

  • L A P O R A N T A H U N A N P K L P | 5 5

    No Nama Kegiatan Sasaran Realisasi Prosentase (%)

    2 Peta Kelautan

    Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) Skala 1:50K 4 NLP 4 NLP 100

    3 Peta Lingkungan Pantai dan Kelautan yang Dimutakhirkan

    Pemutakhiran Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN)

    20 NLP 20 NLP 100

    4 Dokumen Pelaksanaan Koordinasi, Sinergi, Diseminasi dan Sosial-isasi Pemetaan Kelautan & Lingkungan Pantai

    Penyusunan Dokumen Pelaksanaan Koordinasi, Sinergi, Disemi-nasi dan Sosialisasi Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai

    1 Dokumen 1 Dokumen 100

    Dokumen Integrasi Data Kelautan 1 Dokumen 1 Dokumen 100

    REALISASI ANGGARANProses penganggaran di Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai diawali dari pengusulan program dari bidang-bidang kerja di lingkungan Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai. Selanjutnya usulan itu disusun dalam sebuah dokumen Renja-KL Badan Informasi Geospasial yang telah diharmonisasikan terhadap Rencana Kerja Pemerintah. Kemudian, mengikuti prosedur penyusunan dan penelaahan RKA-KL sampai dengan disetujuinya DIPA.

    Pada tahun 2014, Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai menyelenggarakan kegiatan dalam 7 program dengan realisasi anggaran per program dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 13. Realisasi Anggaran Pusat PKLP Tahun 2014

    No Nama Kegiatan Dana DIPA Jumlah SPM Sisa Dana Prosentase (%)

    1 Peta Lingkungan Pantai Rp 14.194.508.000 Rp 14.149.646.320 Rp 44.861.680 99,68%

    Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Skala 1:250K Rp 662.350.000 Rp 658.236.400 Rp 4.113.600 99,38%

    Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Skala 1:50K Rp 11.882.491.000 Rp 11.856.501.200 Rp 25.989.800 99,78%

    Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Skala 1:25K Rp 1.649.667.000 Rp 1.634.908.720 Rp 14.758.280 99,11%

    2 Peta Kelautan Rp 1.516.582.000 Rp 1.487.866.610 Rp 28.715.390 98,11%

    Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN) Skala 1:50K Rp 1.516.582.000 Rp 1.487.866.610 Rp 28.715.390 98,11%

    3 Peta Lingkungan Pantai dan Kelautan yang Dimutakhirkan

    Rp 778.500.000 Rp 777.926.900 Rp 573.100 99,93%

    Pemutakhiran Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Peta Lingkungan Laut Nasional (LLN)

    Rp 778.500.000 Rp 777.926.900 Rp 573.100 99,93%

  • 5 6 | L A P O R A N T A H U N A N P K L P

    No Nama Kegiatan Dana DIPA Jumlah SPM Sisa Dana Prosentase (%)

    4 Dokumen Pelaksanaan Koordinasi, Sinergi, Disemi-nasi dan Sosialisasi Pemetaan Kelautan & Lingkungan Pantai

    Rp 774.510.000 Rp 749.009.300 Rp 25.500.700 96,71%

    Penyusunan Dokumen Pelak-sanaan Koordinasi, Sinergi, Diseminasi dan Sosialisasi Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai

    Rp 357.925.000 Rp 337.813.040 Rp 20.111.960 94,38%

    Dokumen Integrasi Data Kelautan

    Rp 4