laporan sop
TRANSCRIPT
PENGAMATAN LAPANG DENGAN PENYIMPANAN DINGIN
(Laporan Praktikum Satuan Operasional II)
Oleh
Devi Hanafiarti 1114051014
Isnaini Rahmadi 1114051028
M. Ferdiansyah 0814051054
Nur Anisa H. T. F. 1114051016
Ryan Ajie Nugroho 1014051074
Rosi Mauliana Sari 1114051050
Widya Astari 1114051064
Yoan Martian Sari 1114051066
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau
penguapan,respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari
bahan nabati seperti sayur-sayuran dan buah-buahan atau dari bahan
hewani akan berlangsung terus meskipun bahan-bahan tersebut telah
dipanen ataupun hewan telah disembelih.Proses metabolisme ini terus
berlangsung sampai bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk. Suhu
dimana proses metabolisme ini berlangsung dengan sempurna disebut
sebagai suhu optimum (Julianti, 2010).
Hasil pertanian yang baru dipanen akan mengalami kerusakan
fisiologis karena proses metabolisme masih terus berlangsung.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan
fisiologis, kerusakan enzimatismaupun kerusakan mikrobiologis. Pasca
pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginandan
pembekuan. Pendinginan dan pembekuan, merupakan salah satu cara
pengawetan yang tertua (Julianti, 2010). Pendinginan dan pembekuan juga
dapat menghambat proses metabolisme mikroorganisme dan reaksi-
reaksi enzimatis serta reaksi-reaksi kimia lainnya pada bahan. Karena
pendinginan dan pembekuan sifatnya hanya menghambat pertumbuha
mikroorganismen maka mikroorganisme tersebut dimungkinkan dapat
aktif kembali apabila bahan tersebut dikeluarkan daei tempat
pendinginan (Santoso, 2010).
Pendinginan merupakan suatu kegiatan yang hampir ditemukan setiap
hari dalam lingkungan kita. Kegunaan umum pendinginan adalah untuk
pengawetan, penyimpanan dan distribusi bahan pangan yang rentan
rusak. Kelayakan bahan pangan untuk dikonsumsi dapat diperpanjang
dengan penurunan suhu, karena dapat menurunkan reaksi dan
penguraian kimiawi oleh bakteri. Pendinginan tidak dapat
meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan
hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan
saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini berarti mutu hasil
pendinginan dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat awal proses
pendinginan. Pada buah-buahan atau sayur-sayuran, pengendalian
proses pendinginan merupakan faktor kritis karena dapat menyebabkan
chilling injury bila dibawah suhu tertentu. Beberapa produk pertanian
mempunyai nilai toleransi yang berbeda- beda terhadap suhu
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas titik beku (-2-
16oC) sedangkan pembekuan adalah peyimpanan bahan pangan di
bawah titik beku. Penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah tidak
hanya mengurangilaju respirasi, tapi juga menghambat pertumbuhan
kebanyakan mkroorganisme penyebab kebusukan. Pendinginan dan
pembekuan tidak dapat meningkatkan kualitas bahkan dalam kondisi
optimum perlakuan ini hanya dapat mempertahankan kualitas dalam
batas waktu tertentu (Julianti, 2010).
Pendinginan umumnya merupakan suatu metode pengawetan yang
ringan, pengaruhnya kecil sekali terhadap mutu bahan pangan secara
keseluruhan. Oleh sebab itu pendinginan seperti di dalam lemari es
sangat cocok untuk memperpanjang kesegaran atau masa simpan
sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan tropis tidak tahan
terhadap suhu rendah dan ketahanan terhadap suhu rendah ini berbeda-
beda untuk setiap jenisnya. Telah kita ketahui bahwa penyimpanan
dingin sangat penting dalam mempertahankan mutu bahan pangan, ,aka
dari itu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui proses yang terjadi
selama pemdinginan berlangsung.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tentang penyimpanan dingin pada produk pangan dan
agroindustri.
2. Mengetahui pengaruh pendinginan pada bahan pangan.
II. METODOLOGI PERCOBAAN
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Minggu 05 Mei 2013 , di Supermarket Ramayana Robinson Bandar Lampung.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu kamera foto.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu produk-produk makanan yang disimpan pada suhu dingin.
C. Diagram Alir
Ditentukan tempat untuk proses pengamatan
Praktikan mengunjungi tempat untuk pengamatan yaitu di Ramayana Robinson Bandar Lampung
Dipilih produk makanan yang memerlukan proses pendinginan
Produk diamati dan dilihat batas kadaluarsa serta suhu pendinginannya
Diambil gambar untuk beberapa sampel yang diamati
Dilakukan pembahasan pada hasil pengamatan
III. PEMBAHASAN
Kegiatan pengamatan kali ini mengamati jenis produk hasil pertanian yang
diawetkan dengan disimpan pada suhu dingin seperti buah kurma, kelengkeng dan
anggur. Namun tidak semua bahan hasil pertanian dapat diawetkan dalam suhu
rendah, hal ini bergantung pada laju respirasi dan produksi etilen yang dihasilkan.
Selain itu, karakteristik penting produk pascapanen sayuran dan buah-buahan
adalah bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme.
Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan adanya
proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya
peningkatan panas.
C6H12O6 + O2 -------------> CO2 + H2O + Energi + panas
Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan, dan pertumbuhan
mikroorganisme akan semakin meningkat. Dalam proses respirasi ini, bahan
tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat
yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi.
Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas (Salunkhe dan
Desai, 1984). Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-
perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.
Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk
menentukan masa simpan pascapanen produk segar (Ryal dan Lipton, 1972). Hal
inilah yang menjadi pertimbangan dalam penanganan pascapanen produk buah
karena keadaan fisiologis produk mempengaruhi laju respirasi buah.
Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada
struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut
(Kays, 1991). Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang
berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik,
kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk
segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan yang dapat
memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk,
mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga
kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut. Dari produk
yang diamati terlihat buah anggur dan kurma disimpan dalam suhu yang sama,
sedangkan kelengkeng disimpan dalam suhu kamar tapi sejuk. Hal ini karena laju
respirasi kurma sangat rendah dan buang anggur laju respirasinya rendah. Maka
kedua prosuk tersebut harus disimpan dalam suhu 50C. Suhu rendah akan
menurunkan aktivitas insekta dan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat
membunuh insek tersebut. Kurma yang segar mengandung kadar air dan vitamin
yang lebih banyak, tetapi rendah kandungan energi siap pakainya. Sementara
kurma yang tidak segar (kering) tinggi akan kandungan energi siap pakai, namun
kandungan air dan beberapa vitamin lebih rendah, bahkan kandungan vitamin C-
nya hilang. Buah anggur sendiri dapat bertahan dalam suhu -1 sampai 40C dengan
umur simpan 4-8 minggu. Suhu lebih rendah akan mengendalikan banyak
mikroorganisme penyakit yang menyebabkan pembusukan. Untuk buah yang
dimakan tanpa kulitnya seperti kelengkeng tak perlu dicuci dulu sebelum
disimpan. Tapi tidak boleh ada kotoran yang tertinggal. Kelengkeng juga bisa
dimasukkan lemari es tapi dengan suhu yang berbeda dengan kurma dan anggur.
Hal ini karena kulit kelengkeng yang tebal dan keras mampu menjaga laju
respirasi buah menjadi lebih sedikit.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara
lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis.
Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan
pembekuan. Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata
yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan
biasanya antara – 1oC sampai 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan
proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan
pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis
bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah tangga adalah
dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC sampai 16oC (Ossiris, 2011).
Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi
bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada
suhu kira-kira –17 oC, bahkan lebih rendah dari –17 oC. Pembekuan yang baik
biasanya dilakukan pada suhu antara – 12 oC sampai – 24 oC. Pada suhu ini
pertumbuhan bakteri berhenti. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai
bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun. Jumlah mikroba yang
terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan sangat tergantung
kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum produk itu
didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak berasal
dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau
dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pembersihan,
blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan dapat
sedikit berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya (Ossiris, 2011).
Teknik refrigerasi adalah teknik pengambilan panas dari suatu benda atau ruangan
yang bersuhu lebih rendah dari lingkungan alamiahnya. Teknik refrigerasi
merupakan penerapan termodinamika dan perpindahan panas/massa, yang
termasuk dalam cakupan bidang konversi energi. Salah satu jenis mesin refrigerasi
yang umum digunakan pada zaman sekarang adalah jenis kompresi uap. Mesin
pendingin jenis ini bekerja secara mekanik dan perpindahan panas dilakukan
dengan memanfaatkan sifat refrigeran yang berubah dari fase cair ke fase gas
(uap) kemudian ke fase cair kembali secara berulang. Proses pendinginan
merupakan proses yang populer untuk penyimpanan produk-produk pertanian.
Dengan menurunkan suhu suatu produk, aktivitas enzim dan mikroba yang ada
akan berkurang, sehingga penurunan mutu atau kerusakan dapat dihambat
(Syarief dan Kumendong, 1992).
Pengendalian buah-buahan dengan proses pendinginan merupakan faktor kritis,
karena dapat menyebabkan chilling injury bila dibawah suhu tertentu. Buah-
buahan tropis tidak tahan terhadap suhu rendah. Ketahanan terhadap suhu rendah
ini berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Sebagai contoh, buah pisang dan tomat
tidak boleh disimpan pada suhu lebih rendah dari 13°C karena akan mengalami
chilling injury, yaitu kerusakan karena suhu rendah. Buah pisang yang disimpan
pada suhu terlalu rendah kulitnya akan menjadi bernoda hitam atau berubah
menjadi coklat, sedangkan buah tomat akan menjadi lunak karena teksturnya
rusak. Chilling injury terjadi jika buah disimpan di ruangan dengan suhu di bawah
suhu yang dapat ditoleransi oleh buah sehingga buah mengalami luka atau
kerusakan.
Permasalahan lain dalam pendinginan buah-buahan yaitu kerusakan yang
disebabkan oleh bahan pendingin atau refrigerant. Refrigerant yang umum
digunakan yaitu ammonia. Apabila ammonia ini masuk ke dalam pendingin yang
disebabkan oleh kebocoran pipa ada kebocoran pada pipa zat pendingin, maka
akan terjadi perubahan warna pada bagian luar bahan pangan yang didinginkan
berupa warna coklat atau hitam kehijau-hijauan. Kalau proses ini berjalan lebih
lanjut, maka akan diikuti oleh proses pelunakan jaringan-jaringan buah-buahan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dapat dilakukan perlakuan pra-
pendinginan. Perlakuan pra-pendinginan adalah pemberian udara tinggi
bertekanan di dalam kamar dingin. Dengan menggunakan perlakuan pra-
pendinginan ini dapat menurukan suhu buah-buahan dan menekan penguapan
serta mengurangi kehilangan hasil (Rachmawan, 2001).
Precooling segera sesudah panas akan meningkatkan umur simpan dari buah-
buahan. Juga, penyimpanan System Controlled Atmosphere (AC Storage) dapat
mengurangi respirasi dan dapat menunda kerusakan produk oleh proses kimia.
Kotrol atmosfir hendaknya diusahakan agar dapat mempertahankan tingkat
oksigen yang rendah (3-5%) dan konsentrasi karbondioksida yang tinggi (3-10%).
Sistem lain yang diketahui dapat mengamankan buah-buahan yaitu sistem
dehydro-freezing. Sistem ini melibatkan dua proses yaitu dehidrasi dan
pembekuan secara parsial. Proses dehidrasi akan mengurangi beban refrigerasi
dalam proses pembekuan dan mengurangi berat bagi transportasi. Dalam dehidrasi
sederhana dijumpai kerusakan produk pada tahap akhir pengeringan. Sistem
dehydro-freezing dapat menghilangkan kerusakan semacam itu (Syarief dan
Kumendong, 1992).
Menurut Muchtadi (1992) Kualitas dari produk buah olahan tergantung pada
kualitas buah tersebut sebelum dilakukan pengolahan. Oleh sebab itu sangat
penting diketahui beberapa hal penting seperti waktu panen yang tepat, cara
pemanenan yang baik, penanganan setelah panen, serta cara mempertahankan
mutu buah segar setelah panen. Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah
sehingga buah dikenal sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat
berpengaruh terhadap kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat
kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan
penyimpanan di mana akan menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik
yang diukur dengan berat; susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan),
cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai
konsumen; susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas buah.
Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan
transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan
suhu udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur simpan pendek
mempunyai laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan
Sutardi, 1990). Dengan menggunakan sistem dan penanganan yang tepat,
diharapkan akan meningkatkan kualitas buah segar tersebut. Beberapa bentuk
kualitas yang perlu diperhatikan pada buah segar yaitu: penampilan buah (kondisi
luar buah), tekstur (firmness, crispness, dan juiceness), flavor, serta kandungan
nutrisi lainnya. Dari segi penampilan termasuk didalamnya ukuran, bentuk,
warna, dan ada tidaknya kerusakan dan luka pada buah. Sedangkan yang
dimaksud dengan flavor adalah pengukuran tingkat kemanisan (sweetness),
keasaman (acidity), astringency, rasa pahit (bitterness), aroma, dan off-flavor.
Kandungan nutrisi pada buah dapat berupa vitamin A dan C, kandungan mineral,
dietari fiber, karbohidrat, protein, antioxidan phytochemical (carotenoid,
flavonoid, dan senyawa fenol lainnya). Faktor-faktor keamanan yang juga
mempengaruhi kualitas buah segar adalah residu dari pestisida, keberadaan logam
berat, mikotoxin yang diproduksi oleh berbagai spesies fungi dan kontaminasi
dari mikroba. (Winarno, 2004)
Pengaturan suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang
umur simpan dan mempertahankan kesegaran dari buah. Sedangkan kelembaban
(relative humidity) mempengaruhi kehilangan air, peningkatan kerusakan,
beberapa insiden kerusakan fisiologi, dan ketidakseragaman buah pada saat masak
(ripening). Pengaturan kelembaban yang optimal pada penyimpanan buah antara
85 sampai dengan 90%. Kemudian komposisi atmosfir dalam hal ini terdiri dari
oksigen, karbondioksida, dan gas etilen dapat menyebabkan pengaruh yang besar
terhadap respirasi dan umur simpan buah. (AAK, 2000). Mutu simpan buah akan
lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan
meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu udara. Pada umumnya
komoditas yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai laju respirasi tinggi
atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan Sutardi, 1990). Pertumbuhan
organisme perusak dapat diperlambat pada suhu penyimpanan rendah, namun
komditas segar berangsur-angsur kehilangan resistensi alaminya terhadap
pertumbuhan organism perusak. Oleh karena itu lamanya umur simpan ditentukan
oleh interaksi oleh senensensi alami (kehilangan kualitas), pertumbuhan
organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu dingin (Tranggono dan
Sutardi, 1990).
Buah kelengkeng, kurma dan anggur adalah beberapa komoditi buah-buahan yang
yang tahan suhu rendah. Hal ini karena buah ini merupakan buah non trofis,
sehingga tidak mengalami chilling injury jika disimpan pada suhu rendah.
Sehingga pengontrolan keadaan dengan suhu rendah pada komoditi ini dapat
menambah masa simpannya. Mutu bua akan terjaga apabila suhu dan kelembaban
dapat diatur secara bersamaan. Penyimpanan buah kelengkeng, kurma dan anggur
di toko-toko besar umumnya pada suhu rendah, baik pada pendinginan maupun
pembekuan. Seperti halnya pada pengamatan yang kami lakukan di salah satu
supermarket di Bandar Lampung. Buah-buahan ini dipilih sebagai objek
pengamatan karena buah-buahan ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi
dan hanya dapat tumbuh dengan baik pada tempat tertentu. Sebagai contoh kurma,
yang hanya akan berbuah baik pada daerah Timur Tengah, sehingga untuk
menjaga mutunya dapat dilakukan pada suhu rendah.
KESIMPULAN
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan.
Adapun kesimpulannya yaitu antara lain:
1. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam
lingkunngan yang dapat memperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui
penurunan suhu produk.
2. Tidak semua bahan hasil pertanian dapat diawetkan dalam suhu rendah, hal ini
bergantung pada laju respirasi dan produksi etilen yang dihasilkan.
3. Pengendalian buah-buahan dengan proses pendinginan merupakan faktor kritis,
karena dapat menyebabkan chilling injury bila dibawah suhu tertentu.
4. Karakteristik penting produk pascapanen sayuran dan buah-buahan adalah
bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme.
5. Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan
transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif,
menurunkan suhu udara
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius (AAK). 2000. Petunjuk Praktik Bertanam Buah dan Sayur.
Kanisius. Jakarta.
Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van
Nostrand Reinhold, NY.
Muchtadi, Deddy. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan
(Petunjuk Laboratorium). PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Ossiris, S. 2011. Penyimpanan Bahan Pangan Suhu Rendah (Pendinginan dan
Pembekuan). http://lordbroken.wordpress.com/2011/10/01/penyimpanan-
bahan-pangan-suhu-rendah-pendinginan-pembekuan/. Diakses pada hari
minggu 5 Mei 2013
Rachmawan, Obien. 2001. Modul Dasar Pengeringan, Pendinginan dan
Pengemasan Komoditas Pertanian. Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan. Jakarta.
Ryall, A. L. and Lipton, W. J. 1972. Handling, Transportation and Storage of
Fruits and Vegetables, Vol. I: Vegetables and Melons. AVI Pub., Westport,
Connecticut.
Salunkhe, D.K. and B.B Desai. 1984. Postharvest Biotechnology of Vegetables.
Volume I. CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida.
Sjaifullah, 1997. Petunjuk Memilih Buah Segar. PT Penebar Swadaya : Jakarta.
Syarief, Atjeng M dan Kumendong, Jhon. 1992. Petunjuk Laboratorium
Penyimpanan Dingin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IPB. Bogor.
Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar
Universitas Pangan Dan Gizi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Utama, Made. 2010. Penanganan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar.
http://staff.unud.ac.id/ . diakses pada tanggal 06 Mei 2013.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia. Jakarta.