laporan singkat rapat kerja komisi iii dpr ri … · ketentuan dalam undang-undang dasar negara...

7
C:\DPR RI PERIODE 2009 - 2014\Laporan Singkat\MS II 2013 - 2014\Rapat Kerja dgn Menhuk 26-11-2013 (Perpu MK).doc 1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI --------------------------------- LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI, MENTERI DALAM NEGERI DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI RI --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2013-2014 Masa Persidangan : II Rapat ke : Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Kerja Komisi III DPR RI Hari/tanggal : Selasa, 26 November 2013 Waktu : Pukul 20.10 21.15 WIB Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. Ketua Rapat : DR. Pieter C Zulkifli Simaboea, MH / Ketua Komisi III DPR RI. Sekretaris Rapat : Endah Sri Lestari, SH, M.Si / Kabag Set.Komisi III DPR-RI. Hadir : 33 orang Anggota dari 52 orang Anggota Komisi III DPR-RI. : Pemerintah: 1. Menteri Hukum dan HAM 2. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Izin : 5 orang Anggota. Acara : 1. Penjelasan Presiden terhadap RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang. 2. Pandangan fraksi-fraksi terhadap RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang. KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Rapat Kerja Komisi III DPR RI dibuka pukul 20.10 WIB oleh Ketua Komisi III DPR RI, DR. Pieter C Zulkifli Simaboea, MH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas.

Upload: hakiet

Post on 08-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

C:\DPR RI PERIODE 2009 - 2014\Laporan Singkat\MS II 2013 - 2014\Rapat Kerja dgn Menhuk 26-11-2013 (Perpu MK).doc 1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESI

---------------------------------

LAPORAN SINGKAT

RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI, MENTERI DALAM NEGERI

DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI RI

--------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

Tahun Sidang : 2013-2014 Masa Persidangan : II Rapat ke : Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Kerja Komisi III DPR RI Hari/tanggal : Selasa, 26 November 2013 Waktu : Pukul 20.10 – 21.15 WIB Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI. Ketua Rapat : DR. Pieter C Zulkifli Simaboea, MH / Ketua Komisi III DPR RI. Sekretaris Rapat : Endah Sri Lestari, SH, M.Si / Kabag Set.Komisi III DPR-RI. Hadir : 33 orang Anggota dari 52 orang Anggota Komisi III DPR-RI. : Pemerintah:

1. Menteri Hukum dan HAM 2. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Izin : 5 orang Anggota. Acara :

1. Penjelasan Presiden terhadap RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang.

2. Pandangan fraksi-fraksi terhadap RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang.

KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN

Rapat Kerja Komisi III DPR RI dibuka pukul 20.10 WIB oleh Ketua Komisi III DPR RI, DR. Pieter C Zulkifli Simaboea, MH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas.

C:\DPR RI PERIODE 2009 - 2014\Laporan Singkat\MS II 2013 - 2014\Rapat Kerja dgn Menhuk 26-11-2013 (Perpu MK).doc 2

II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN

1. Pendahuluan dari Pemerintah mengenai Keterangan Pemerintah atas Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang pada pokoknya menyampaikan bahwa RUU ini telah disampaikan kepada DPR dengan Surat Nomor R-50/Pres/11/2013 tertanggal 4 November 2013.

2. Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD1945 bahwa dalam kegentingan memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Maka pada 17 Oktober 2013, Presiden telah menetapkan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang bertujuan untuk menyelematkan demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia dan mengembalikan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap MK.

3. Berdasarkan Pasal 24C ayat (5) UUD 1945, hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan dan tidak merangkat jabatan.

4. Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945, maka Perppu tersebut harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Selanjutnya pada Pasal 52 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2011 dan penjelasannya.

5. Materi RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi adalah menetapkan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi UU dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari UU; dan mulai berlakunya UU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

6. Penjelasan Presiden terhadap RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang, sebagai berikut :

KETERANGAN PRESIDEN

ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MENJADI UNDANG-UNDANG

Jakarta, 26 November 2013

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat, Hadirin sidang yang berbahagia, Assalamu’alaikum Wr.Wb., Salam sejahtera bagi kita semua,

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya pada malam hari ini kita dapat hadir dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Pemerintah dalam rangka penyampaian Keterangan Presiden atas Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang.

C:\DPR RI PERIODE 2009 - 2014\Laporan Singkat\MS II 2013 - 2014\Rapat Kerja dgn Menhuk 26-11-2013 (Perpu MK).doc 3

RUU tersebut telah disampaikan oleh Presiden kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan surat Nomor R-50/Pres/11/2013 tanggal 4 November 2013. Dalam surat tersebut, Presiden menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, untuk mewakili Presiden dalam membahas RUU tersebut di DPR RI. Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat,

Berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

Untuk melaksanakan hak konstitusional tersebut, pada tanggal 17 Oktober

2013, Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut bertujuan untuk menyelamatkan demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia serta untuk mengembalikan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga negara yang menjalankan fungsi menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berdasarkan Pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. Penegasan syarat hakim konstitusi yang sedemikian ketat dan berat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena hakim konstitusi mengemban amanah yang sangat mulia yaitu menegakkan kehidupan berbangsa melalui penjagaan konstitusi sesuai dengan prinsip negara hukum.

Sebagaimana kita ketahui bersama, kewibawaan dan kepercayaan

masyarakat terhadap hakim konstitusi mengalami penurunan, sedangkan hakim konstitusi mengemban amanah sangat penting dalam menegakkan demokrasi dan pilar negara hukum, sehingga perlu dilakukan upaya penyelamatan terhadap hakim konstitusi secara cepat dan konstitusional.

Mengingat pelaksanaan Pemilihan Umum 2014 sudah sangat dekat,

diperlukan langkah-langkah cepat, mendesak, dan konstitusional untuk memulihkan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat terhadap hakim konstitusi dengan melakukan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, terutama mengenai syarat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi, serta pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat,

Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

C:\DPR RI PERIODE 2009 - 2014\Laporan Singkat\MS II 2013 - 2014\Rapat Kerja dgn Menhuk 26-11-2013 (Perpu MK).doc 4

Ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut dan pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang. Dalam penjelasan Pasal 52 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “persidangan yang berikut” adalah masa sidang pertama DPR setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat, Materi muatan RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang memuat 2 (dua) hal, yakni: 1. menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang tersebut;

2. mulai berlakunya Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang.

Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat,

Demikianlah kami sampaikan Keterangan Presiden atas RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang, dengan harapan agar RUU ini dapat disetujui oleh DPR RI.

Akhir kata, kami atas nama Presiden mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya atas perhatian Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat yang dengan kesabarannya mendengarkan penyampaian Keterangan Presiden atas RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa meridhoi usaha kita bersama. Amin Ya Rabbal’alamin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

ATAS NAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

C:\DPR RI PERIODE 2009 - 2014\Laporan Singkat\MS II 2013 - 2014\Rapat Kerja dgn Menhuk 26-11-2013 (Perpu MK).doc 5

7. Pandangan Fraksi DPR RI terhadap RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang, sebagai berikut : Fraksi Partai Demokrat disampaikan oleh Anggota Yth. Edi Ramli Sitanggang,

SH menyatakan persetujuan untuk RUU yang diajukan Pemerintah dalam menetapkan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi untuk menjadi Undang-Undang.

Fraksi Partai Golkar (F-PG) disampaikan oleh Anggota Yth. Andi Rio Idris Padjalangi, SH berpendapat bahwa isi dari Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi belum mewakili sebuah kegentingan yang memaksa. F-PG siap untuk membahas substansi RUU yang diajukan pemerintah dalam menetapkan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi untuk menjadi Undang-Undang. F-PG berpendapat bahwa secara subtansi, Perppu ini mengatur beberapa hal, maka setelah dikritisi maka seharusnya Perppu mengatur terhadap kekosongan jabatan di MK dan tidak perlu mengatur terlalu jauh terlebih lagi terkait mekanisme pemilihan. Perppu dikeluarkan dikarenakan adanya kondisi darurat, maka F-PG menyetujui untuk dilakukan pembahasan Perppu.

Fraksi PDI Perjuangan disampaikan oleh Anggota Yth. Sugianto Sabran berpendapat bahwa perlu mempertanyakan isi dari definisi kegentingan yang memaksa, dan F-PDI Perjuangan melihat tidak ada situasi yang bahaya atau kegentingan yang memaksa. Bahwa masih ada waktu untuk memberikan solusi bagi perbaikan Lembaga Mahkamah Konstitusi, yang dapat dilakukan oleh regulasi yang normal. Bahwa pelaksanaan tugas oleh Mahkamah Konstitusi juga dinilai masih dapat berjalan dengan normal. Substansi Perppu dalam hal Panel Ahli oleh Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan UU No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial, yang hanya berwenang melakukan seleksi atas Hakim Agung. F-PDI Perjuangan berpandangan bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, perlu dibahas secara kritis selanjutnya. Bahwa Perppu dikeluarkan sebagai akibat tertangkapnya Ketua MK oleh KPK, oleh karenanya F-PDI Perjuangan berpandangan bahwa Perppu dikeluarkan Presiden dan harus mendapat persetujuan DPR, maka yang perlu ditanyakan urgensi terhadap dikeluarkannya Perppu, oleh karenanya perlu adanya penjelasan terkait keadaan bahaya sehingga Presiden mengeluarkan Perppu. Bahwa tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi tidak membuat macetnya roda organisasi, dikarenakan masih adanya 8 (delapan) Hakim Mahkamah Konstitusi yang dapat menjalankan tugas. Perppu ini telah merusak UU Komisi Yudisial, dimana Komisi Yudisial hanya memiliki kewenangan mengawasi Hakim karir , oleh karenanya FPDIP meminta waktu untuk melakukan pendalaman terhadap Perpu sebelum menyampaikan pendapatnya.

Fraksi PKS disampaikan oleh Anggota Yth. M. Nasir Djamil berpendapat bahwa pada prinsipnya menerima penjelasan Pemerintah terkait RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. F-PKS meminta waktu untuk membahas isi dari Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mempertanyakan adanya dua versi yang muncul dari Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

C:\DPR RI PERIODE 2009 - 2014\Laporan Singkat\MS II 2013 - 2014\Rapat Kerja dgn Menhuk 26-11-2013 (Perpu MK).doc 6

Bahwa pada prinsipnya F-PKS dapat menerima penjelasan dari Pemerintah terkaitnya terbitnya Perppu dan dalam kesempatan ini meminta waktu untuk dapat melakukan pembahasan sejumlah substansi yang patut untuk dikritisi, sebelum menyampaikan pendapatnya sesuai harapan dari pemerintah. Meminta penjelasan bahwa Perppu yang pada awalnya muncul dalam 2 (dua) versi, hal ini menyebabkan polemik di masyarakat.

F-PAN disampaikan oleh Anggota Yth. Taslim, S.Si berpendapat bahwa substansi dari Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi telah tepat. F-PAN setuju Perppu untuk dibahas dan untuk selanjutnya ditetapkan untuk menjadi undang-undang. F-PAN meminta untuk melakukan pembahasan terlebih dahulu sebelum memberikan persetujuan.

F-PPP disampaikan oleh Anggota Yth. Drs. Ahmad Kurdi Moekri menyatakan bahwa perlunya penyamaan pemahaman dan penafsiran mengenai soal kegentingan. Bahwa perlu adanya penyamaan persepsi terkait kegentingan sehingga Presiden harus mengeluarkan Perppu. Dan apabila adanya pasal-pasal yang perlu diperbaiki maka dapat dilakukan melalui mekanisme pembahasan UU di DPR.

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa tidak hadir. Fraksi Partai Gerindra disampaikan oleh Anggota Yth. Desmon Junaidi Mahesa

menyatakan menolak RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Bahwa dalam banyak hal terdapat sesuatu yang dapat dianggap sebagai bentuk intervensi terhadap lembaga lain, misalnya dengan dibentuknya Panel Ahli yang menyebabkan semakin rumitnya proses pemilihan Hakim Agung.

Fraksi Partai Hanura disampaikan oleh Anggota Yth. H. Sarifuddin Sudding berpandangan bahwa, sebelumnya perlu konfirmasi terhadap apakah bisa dilakukannya mekanisme pembahasan substansi RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbeda dengan sebuah rancangan undang-undang biasa. Selanjutnya F-Hanura memandang bahwa latar belakang RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ini perlu dipertanyakan mengenai hal keadaan yang genting dan pelibatan Komisi Yudisial. Selanjutnya isi dari Perppu tersebut dapat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Menyatakan menolak RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Bahwa perlu diperjelas pembahasan Perppu tidaklah sama dengan pembahasan RUU, sebelumnya Menteri Hukum dan HAM sudah memperjelas bahwa esensi Perppu ini tidak membahas pasal per pasal, akan tetapi DPR diminta untuk menerima atau menolak Perpu menjadi UU. Bahwa beberapa substansi dirasa berbenturan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, misalnya pelibatan Komisi Yudisial dalam penyusunan kode etik hakim Mahkamah Konstitusi tidaklah sesuai dengan konstitusi. Oleh karenanya Fraksi Partai Hanura menolak Perppu untuk menjadi Undang-Undang.

8. Beberapa hal lainnya yang menjadi pokok-pokok pembahasan, diantaranya

sebagai berikut : Pemerintah menyampaikan bahwa versi yang beredar adalah versi satu-

satunya Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang diajukan Presiden tertanggal 17 Oktober 2013, dan tidak ada Perppu versi lainnya.

C:\DPR RI PERIODE 2009 - 2014\Laporan Singkat\MS II 2013 - 2014\Rapat Kerja dgn Menhuk 26-11-2013 (Perpu MK).doc 7

Pemerintah menyampaikan bahwa permasalahan penafsiran-penafsiran terhadap hal-hal yang ada di Perppu, yakni kegentingan yang memaksa, yang pada intinya bukan pada ditangkapnya seorang Ketua Lembaga Peradilan (Mahkamah Konstitusi), namun pada menurunnya kewibawaan sebuah Lembaga Mahkamah Konstitusi. Tujuan dari Perppu tersebut adalah memberikan jawaban yang terbaik dari permasalahan yang terjadi tersebut. Mengenai kegentingan yang memaksa yakni pertama secara moral. Kedua, tujuan dari Perppu tersebut mencerminkan independensi dari lembaga yudikatif.

Bahwa terkait kegentingan yang memaksa yang paralel dengan tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi, bahwa intinya bukan dengan tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi, namun menunjukan runtuhnya konstitusi. Kondisi itu membuat keadaan menjadi genting dan perlu segera ditangani secara cepat untuk mengembalikan wibawa hukum di Indonesia, dan hal ini juga untuk menjelaskan kepada masyarakat Internasional bahwa pemerintah sangat responsif dalam menyikapi kondisi tersebut.

III. KESIMPULAN/KEPUTUSAN Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri yang mewakili Presiden menyetujui untuk memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada fraksi-fraksi guna membahas dan mengkaji terhadap RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang-Undang. Rapat ditutup tepat pukul 21.15 WIB

PIMPINAN KOMISI III DPR RI

KETUA,

DR. PIETER C ZULKIFLI S, SH, MH