laporan rumah sakit
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mencapai tujuan pembangunan dibidang kesehatan , pelayanan Rumah
Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan pada
umumnya yang memerlukan penanganan dan perhatian yang seksama.
Dewasa ini Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan terhadap
individu pasien, keluarga dan masyarakat yang inti pelayanan medik baik preventif ,
kuratif, maupun promotif yang diselenggarakan secara terpadu agar mencapai pelayanan
kesehatan paripurna. Akhir – akhir ini Rumah Sakit merupakan institusi yang
mengembangkan pelayanan kompetitif yaitu dengan menyediakan pelayanan yang cepat,
akurat, manusiawi, aman dan nyaman.
Meskipun Rumah Sakit mempunyai pelayanan kompeherensif namun pada
dasarnya lebih mengutamakan pada pelayanan penyembuhan dan pemulihan penyakit
yang bersifat darurat , akut , maupun kronik.
Peranan Rumah Sakit untuk mempercepat penyembuhan dan pemulihan penderita
sebagaimana yang diharapkan , nampak belum dapat diselenggarakan secara optimal
sehingga dapat menimbulkan damapk negatif seperti terhambatnya proses penyembuhan
dan pemulihan penderita , timbulnya pengaruh buruk pada petugas, tercemarnya
lingkungan, dan menjadi sumber penyakit bagi masyarakat sekitarnya.
Hal – hal tersebut merupakan akibat dari kurangnya perhatian terhadap sanitasi
Rumah Sakit. Yang dimaksud denagn sanitasi Rumah Sakit adalah upaya pengawasan
berbagi faktor lingkungan , fisik, kimia, dan biologi Rumah Sakit yang menimbulkan
pengaruh buruk pada kesehatan jasmani, rohani, dan kesejahteraan sosial bagi petugas ,
penderita, pengunjung dan masyarakt sekitar Rumah Sakit.
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi merupakan salah satu Rumah
Sakit yang berada Di Kota Jambi yang juga perlu diawasi kondisi sanitasinya agar
dampak negatif dari kondisi tersebut dapat diminimalisir.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktek ini adalah untuk mengetahui tentang keadaan sanitasi Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi.
1.3 Ruang Lingkup
Laporan praktek ini hanya membahas tentang sanitasi Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Jambi, beserta permasalahan dan pemecahan masalahnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. PENGERTIAN DAN PERANAN SANITASI RUMAH SAKIT
Pelayanan sanitasi Rumah Sakit yang diselenggarakan dalam rangka menciptakan
kondisi lingkungan Rumah Sakit yang nyaman dan bersihsebagai pendukung usaha
penyembuhan penderita , disamping mencegah terjadinya penyakit infeksius nosokomial
kepada orang sehat baik petugas maupun pengunjung.
Sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi Sanitasi Rumah Sakit merupakan penerapan
prinsip – prinsip dasar ilmu dan teknik yang disesuaikan dengan sifat dan kategori
masyarakat khusus serta prosedur yang berlaku dalam Rumah Sakit.
Sanitasi Rumah Sakit harus merupakan satu kesatuan dan keterpaduan dari ;
a. Pengetahuan dan teknologi rekayasa
b. Pengetahuan dan teknologi kimia
c. Pengetahuan bakteriologi dan mikribiologi
d. Pengetahuan dan teknologi aspetik Rumah Sakit
e. Pengetahuan dan teknologi perawatan mekanis
f. Pengetahuan dan kemampuan khusus pengelolaan administratif maupun teknis
(managerial skill) dibidang kesehatan lingkungan
Sebagai unsur pelayanan saniatasi Rumah Sakit terkait erat dengan unsur pelayanan
teknis medis dan teksis perawatan penderita. Sebagai konsekuensi dari kedudukan ini , maka
Sanitasi Rumah Sakit juga merupakan integritas dari (a) administrasi / managemen kesehatn
lingkungan, (b) rekayasa sosial , (c) epidemiologi , (d) pendidikan kesehatan lingkungan bagi
masyarakat .
2.2. LANDASAN SANITASI RUMAH SAKIT
Penyelenggaraan pelayanan sanitasi Rumah Sakit merupakan bagian integral dari
program Rumah Sakit secara keseluruhan. Penetapan sebagai bagian program berlandaskan
perundangan yang berlaku.
1. Landasan Kebijaksanaan
a. Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan secara tegas bahwa
penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara
serasi dan seimbang oleh masyarakat dan pemerintah serta dilaksanakan melalui
upaya peningkatan pencegahan yang dilakukan secara terpadu dengan upaya
penyembuhan dan pemulihan yang diperlukan
b. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan ditekankan
bahwa peningkatan kesehatan lingkungan ditujukan pad perbaikan mutu
lingkungan yang dapat menjamin kesehatn melalui peningkaan sanitasi dasar
pencegahan, penanggulangan pencemaran serta kemerosotan lingkungan fisik
biologik termasuk berbagai akibat sampingan pembangunan
Secara pokok dari dua landasan diatas kebijaksanaan pemeritah di bidang kesehatan
tersebut memberikan landasan yang kuat untuk mengembangkan suatu pelayanan sanitasi
yang mantap sebagai upaya pencegahn peningkatan kesehatan di Rumah Sakit maupun unit
pelayanan rujukan.
2. Landasan Hukum
a. Undang-undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
b. Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
c. UU no.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
d. PERMENKES Nomor 477 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Departemen Kesehatan.
e. PERMENKES Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air.
f. KEPMEN LH Nomor 86 Tahun 2002 Tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup.
g. Keputusan Menkes No.876/Menkes/SK/VIII/200l Tentang Teknis Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan.
h. Keputusan Menkes No.1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan lndustri.
i. Keputusan Menkes RI No.1204/Menkes/SK/X//2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
j. lnstruksi Gubernur Jambi Nomor 84 Tahun 1996 Tentang Pedoman Baku Mutu
Lingkungan Hidup Daerah dan Provinsi Jambi.
k. Peraturan Daerah No.l3 Tahun 2002 Tentang organisasi dan tata kerja rumah
sakit daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
2.3 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah S akit
1. Pengertian
1. Ruang bangunan dan halaman rumah sakit adalah semua ruang/unit dan halaman
yang ada di dalam batas pagar rumah sakit (bangunan fisik dan kelengkapannya)
yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan rumah sakit.
2. Pencahayaan di dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas penyinaran
pada suatu bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah sakit yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
3. Penghawaan ruang bangunan adalah aliran udara di dalam ruang bangunan yang
memadai untuk menjamin kesehatan penghuni ruangan.
4. Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu
dan/atau membahayakan kesehatan.
5. Kebersihan ruang bangunan dan halaman adalah suatu keadaan atau kondisi ruang
bangunan dan halaman bebas dari bahaya dan risiko minimal untuk terjadinya
infeksi silang, dan masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Persyaratan
1. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit
a. Lingkungan bangunan rumah sakit harus mempunyai batas yang kelas,
dilengkapi dengan agar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang
peliharaan keluar masuk dengan bebas.
b. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan
keseluruhan sehingga tersedia tempat parkir yang memadai dan dilengkapi
dengan rambu parkir.
c. Lingkungan bangunan rumah sakit harus bebas dari banjir. Jika berlokasi di
daerah banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya.
d. Lingkungan rumah sakit harus merupakan kawasan bebas rokok
e. Lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan
intensitas cahaya yang cukup.
f. Lingkungan rumah sakit harus tidak berdebu, tidak becek, atau tidak terdapat
genangan air dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup, tersedia
lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman
g. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah,
masing-masing dihubungkan langsung dengan instalasi pengolahan limbah.
h. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu, dan tempat-tempat tertentu yang
menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.
i. Lingkungan, ruang, dan bangunan rumah sakit harus selalu dalam keadaan
bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang
memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat
bersarang dan berkembang biaknya serangga, binatang pengerat, dan binatang
pengganggu lainnya.
2. Konstruksi Bangunan Rumah Sakit
a. Lantai
1) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin,
warna terang, dan mudah dibersihkan.
2) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup
ke arah saluran pembuangan air limbah
3) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah
dibersihkan
b. Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang dan menggunakan cat
yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam berat
c. Ventilasi
1) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang
dengan baik.
2) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai
3) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara dengan
baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan penghawaan buatan/mekanis.
4) Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan peruntukkan
ruangan.
d. Atap
1) Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga,
tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
2) Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir.
e. Langit-langit
1) Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
2) Langit-langit tingginya minimal 2,70 meter dari lantai.
3) Kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus anti rayap.
f. Konstruksi
Balkon, beranda, dan talang harus sedemikian sehingga tidak terjadi genangan
air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes.
g. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
h. Jaringan Instalasi
1) Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik,
sistem pengawasan, sarana telekomunikasi, dan lain-lain harus memenuhi
persyaratan teknis kesehatan agar aman digunakan untuk tujuan pelayanan
kesehatan.
2) Pemasangan pipa air minum tidak boleh bersilangan dengan pipa air limbah dan
tidak boleh bertekanan negatif untuk menghindari pencemaran air minum.
i. Lalu Lintas Antar Ruangan
1) Pembagian ruangan dan lalu lintas antar ruangan harus didisain sedemikian rupa
dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, sehingga memudahkan hubungan
dan komunikasi antar ruangan serta menghindari risiko terjadinya kecelakaan
dan kontaminasi
2) Penggunaan tangga atau elevator dan lift harus dilengkapi dengan sarana
pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaan yang
mudah dipahami oleh pemakainya atau untuk lift 4 (empat) lantai harus
dilengkapi ARD (Automatic Rexserve Divide) yaitu alat yang dapat mencari
lantai terdekat bila listrik mati.
3) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila
terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi ram untuk
brankar.
j. Fasilitas Pemadam Kebakaran
Bangunan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
3. Ruang Bangunan
Penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsi serta
memenuhi persyaratan kesehatan yaitu dengan mengelompokkan ruangan berdasarkan
tingkat risiko terjadinya penularan penyakit sebagai berikut :
a. Zona dengan Risiko Rendah
Zona risiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang komputer, ruang
pertemuan, ruang perpustakaan, ruang resepsionis, dan ruang pendidikan/pelatihan.
1) Permukaan dinding harus rata dan berawarna terang
2) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air,
berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk
konus.
3) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna
terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter
dari lantai.
4) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang
bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
5) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan baik,
bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya pergantian udara dengan baik, harus
dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster)
6) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari
lantai.
b. Zona dengan Risiko Sedang
Zona risiko sedang meliputi : ruang rawat inap bukan penyakit menular, rawat
jalan, ruang ganti pakaian, dan ruang tunggu pasien. Persyaratan bangunan pada zona
dengan risiko sedang sama dengan persyaratan pada zona risiko rendah.
c. Zona dengan Risiko Tinggi
Zona risiko tinggi meliputi : ruang isolasi, ruang perawatan intensif,
laboratorium, ruang penginderaan medis (medical imaging), ruang bedah mayat
(autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang.
a) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,50
meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang.
b) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan ketentuan
dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang dihasilkan dari peralatan yang
dipasang di ruangan tersebut, tembok pembatas antara ruang Sinar X dengan
kamar gelap dilengkapi dengan transfer cassette.
2) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna
terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus
3) Langit-langit terbuat dari bahan mutipleks atu bahan yang kuat, warna terang,
mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.
4) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah
jendela minimal 1,00 meter dari lanti.
5) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari
lantai.
d. Zona dengan Risiko Sangat Tinggi
Zona risiko tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan
gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang patologi dengan ketentuan sebagai
berikut :
1) Dinding terbuat dari bahan porslin atau vinyl setinggi langit-langit, atau dicat
dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna terang.
2) Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan tinggi minimal 2,70
meter dari lantai.
3) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 m, dan semua pintu
kamar harus selalu dalam keadaan tertutup.
4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan berwarna
terang.
5) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah dengan
profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-langit
6) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai
7) Ventilasi atau pengawasan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang dilengkapi
filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya.
Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang masuk
ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk ruang bedah
ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan udara UCA
(Ultra Clean Air) System
8) Tidak dibaenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu harus
dibuat ruang antara.
9) Hubungan dengan ruang scrub–up untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu
dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian cleaning cukup
dengan sebuah loket yang dapat diuka dan ditutup.
10) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau di atas
langit-langit.
11) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.
4. Kualitas Udara Ruang
a. Tidak berbau (terutana bebas dari H2S dan Amoniak
b. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata-
rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 μg/m3, dan tidak
mengandung debu asbes.
Indeks angka kuman untuk setiap ruang/unit seperti tabel berikut :
Tabel : I.1 Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit 10
No Ruang atau Unit Konsentrasi Maksimum Mikro-organisme per m2 Udara (CFU/m3)
1. Operasi 102. Bersalin 2003. Pemulihan/perawatan 200-5004. Observasi bayi 2005. Perawatan bayi 2006. Perawatan premature 2007. ICU 2008. Jenazah/Autopsi 200-5009. Penginderaan medis 20010. Laboratorium 200-50011. Radiologi 200-50012. Sterilisasi 20013. Dapur 200-50014. Gawat Darurat 20015. Administrasi. pertemuan 200-50016. Ruang luka bakar 200
Konsentrasi gas dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti dalam tabel
berikut :
Tabel I.2 Indeks Kadar Gas dan bahan Berbahaya dalam Udara Ruang Rumah Sakit
No Parameter Kimiawi Rata2 Waktu
PengukuranKonsentrasi Maksimal sebagai
Standar
1. Karbon monoksida (CO) 8 jam 10.000 μg/m3
2. Karbon dioksida (CO2) 8 jam 1 ppm
3. Timbal (Pb) 1 tahun 0,5 μg/m3
4. Nitrogen dioksida (NO2) 1 jam 200 μg/m3
5. Radon (Rn) -- 4 pCi/liter6. Sulfur Dioksida(SO2) 24 jam 125 μg/m3
7. Formaidehida (HCHO) 30 menit 100 g/m3
8. Total senyawa organik yang mudah menguap (T.VOC) -- 1 ppm
5. Pencahayaan
Pencahayaan, penerangan, dan intensitasnya di ruang umum dan khusus harus sesuai
dengan peruntukkannya seperti dalam table berikut :
Tabel I.3 Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruangan atau Unit
No Ruangan atau Unit Intensitas Cahaya (Lux) Keterangan
1.Ruang pasien: - saat tidak tidur
- saat tidur100 – 200 Maksimal 50 Warna cahaya sedang
2. Ruang Operasi Umum 300 – 500
3. Meja Operasi 10.000 – 20.000
Warna cahaya sejuk
atau sedang tanpa
bayangan
4. Anestesi, pemulihan 300 -500
5. Endoscopy, lab 75 - 100
6. Sinar X Minimal 60
7. Koridor Minimal 100
8. Tangga Minimal 100 Malam hari
9. Adminitrasi/Kantor Minimal 100
10. Ruang alat/gudang Minimal 200
11. Farmasi Minimal 200
12. Dapur Minimal 200
13. Ruang Cuci Minimal 100
14. Toilet Minimal 100
15.Ruang Isolasi khusus Penyakit
Tetanus0,1 – 0,5 Warna cahaya biru
16. Ruang luka bakar 100 - 200
6. Penghawaan
Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut :
a. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu
mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang
tersebut.
b. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum 0,10
mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit.
c. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat
menyediakan suhu dan kelembaban seperti dalam tabel berikut :
Tabel I.4 Standar Suhu, kelembaban, dan Tekanan Udara Menurut Fungsi Ruang atau Unit
No Ruang atau Unit Suhu (°C) Kelembaban (%) Tekanan
1 Operasi 19 – 24 45 -60 Positif
2 Bersalin 24 - 26 45 -60 Positif
3 Pemulihan/perawatan 22 – 24 45 -60 seimbang
4 Observasi bayi 21 – 24 45 -60 Seimbang
5 Perawatan bayi 22 -26 35 - 60 seimbang
6 Perawatan prematur 24 – 26 35 – 60 Positif
7 ICU 22 - 23 35 – 60 Positif
8 Jenazah/Autopsi 21 - 24 ---- Negatif
9 Penginderaan media 19 – 24 45 - 60 Seimbang
10 Laboratorium 22 - 26 35 - 60 Negatif
11 Radiologi 22 - 26 45 - 60 Seimbang
12 Sterilisasi 22 – 30 35 - 60 Negatif
13 Dapur 22 – 30 35 - 60 Seimbang
14 Gawat darurat 19 – 24 45 - 60 Positif
15 Administrasi, Pertemuan 21 - 26 ---- Seimbang
16 Ruang Luka Bakar 24 - 26 35 - 60 Positif
d. Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan
harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku)
7. Kebisingan
Persyaratan kebisingan untuk masing-masing ruangan atau unit seperti tabel berikut :
Tabel I.5 Indeks Kebisingan Menurut Ruangan atau Unit
No Ruangan atau UnitKebisingan Max (waktu pemaparan 8 jam dalam
satuan dBA)
1.Ruang pasien : - saat tidak tidur
- saat tidur
45
40
2. Ruang Opperasi, Umum 45
3. Anestesi, pemulihan 45
4. Endoskopi, Laboratorium 65
5. Sinar X 40
6. Koridor 40
7. Tangga 45
8. Kantor/Lobby 45
9. Ruang alat/gudang 45
10. Farmasi 45
11. Dapur 78
12. Ruang Cuci 78
13. Ruang Isolasi 40
14. Ruang Poli gigi 80
8. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit
Perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan jumlah kamar
mandi seperti pada tabel berikut :
Tabel I.6 Indeks Perbandingan Jumlah Tempat Tidur, Toilet, dan Jumlah Kamar Mandi
No Jumlah tempat Tidur Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi
1. s/d 10 1 1
2. s/d 20 2 2
3. s/d 30 3 3
4. s/d 40 4 4
Setiap penambahan 10 tempat tidur harus ditambah 1 toilet & 1 kamar mandi
Tabel I.7 Indeks Perbandingan Jumlah Karyawan
Dengan Jumlah Toilet dan Jumlah Kamar Mandi
No Jumlah tempat Tidur Jumlah ToiletJumlah Kamar
Mandi
1. s/d 20 1 1
2. s/d 40 2 2
3. s/d 60 3 3
4. s/d 80 4 4
5. s/d 100 5 5
Setiap penambahan 20 karyawan harus ditambah 1 toilet & 1 kamar mandi
9. Jumlah Tempat Tidur
Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar perawatan dan
kamar isolasi sebagai berikut :
a. Ruang bayi :
1) Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur
b. Ruang dewasa :
1) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur
10. Lantai dan dan Dinding
Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai berikut :
a. Ruang Operasi : 0 - 5 CFU/cm2 dan bebas patogen dan gas gangrene
b. Ruang perawatan : 5 – 10 CFU/cm2
c. Ruang isolasi : 0 – 5 CFU/cm2
d. Ruang UGD : 5 – 10 CFU/cm2
3. UPAYA PROMOSI KESEHATAN DARI ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN
A. Pengertian
1. Promosi higiene dan sanitasi adalah penyampaian pesan tentang higiene dan
sanitasi rumah sakit kepada pasien/keluarga pasien dan pengunjung, karyawan
terutama karyawan baru serta masyarakat sekitarnya agar mengetahui,
memahami, menyadari, dan mau mmbiasakan diri berperilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) serta dapat memanfaatkan fasilitas sanitaso rumah sakit
dengan benar.
2. Promosi kesehatan lingkungan adalah penyampaian pesan tentang yang
berkaitan dengan PHBS yang sasarannya ditujukan kepada karyawan.
B. Persyaratan
Setiap rumah sakit harus melaksankan upaya promosi higiene dan sanitasi
yang pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga/unit organisasi yang menangani
promosi kesehatan lingkungan rumah sakit.
C. Tata Laksana
Promosi higiene dan sanitasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan cara
langsung, media cetak, maupun media elektronik.
1. Secara langsung : konseling, diskusi, ceramah, demonstrasi, partisipatif,
pameran, melalui pengeras suara, dan lain-lain.
2. Media cetak : penyebaran, pemasangan poster, gambar, spanduk, tata tertib,
pengumuman secara tertulis, pemasangan petunjuk.
3. Media elektronik : radio, televisi (televisi khusus lingkungan rumah sakit),
Eye-catcher.
Pelaksana promosi higiene dan sanitasi supaya dilakukan oleh seluruh
karyawan rumah sakit dibawah koordinasi tenaga/unit organisasi penanggungjawab
penyelenggara kesehatan lingkungan rumah sakit yang menangani promosi
kesehatan lingkungan rumah sakit.
Sasaran promosi higiene dan sanitasi adalah pasien/keluarga pasien,
pengunjung, karyawan rumah sakit, serta masyrakat sekitarnya. Pesan promosi
higiene dan sanitasi hendaknya disesuaikan dengan sasaran.
Pesan promosi kesehatan lingkungan untuk karyawan berisi hubungan fasilitas
sanitasi dengan kesehatan, syarat-syarat fasilitas sanitasi, pentingnya
pengadaan/pemeliharaan/pembesihan fasilitas sanitasi, pentingnya memberi contoh
terhadap pasien/keluarga pasien dan pengunjung tentang memanfaatkan fasilitas
sanitasi serta fasilitas kesehatan lainnya dengan benar.
Pesan promosi kesehatan lingkungan untuk pasien, keluarga pasien,
pengunjung, dan masyarakat disekitarnya berisi tentang cara-cara dan pentingnya
membiasakan diri hidup bersih dan sehat, memanfaatkan fasilitas sanitasi dan
fasilitas kesehatan lainnya dengan benar.
Materi promosi kesehatan lingkungan sangat penting diketahui oleh seluruh
karyawan rumah sakit, untuk itu dapat disampaikan pada waktu orientasi karyawan
baru atau pada pertemuan secara berkala.
2.4 Infeksi Nosokomial
2.4.1. Pengertian Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection (HAI)
adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien di rawat di rumah
sakit (WHO, 2004). Sumber lain mendefinisikan infeksi nosokomial merupakan infeksi
yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan setelah dirawat 2x24 jam.
Sebelum dirawat, pasien tidak memiliki gejala tersebut dan tidak dalam masa inkubasi.
Infeksi nosokomial bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit yang telah
dideritanya. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan
kelompok yang paling berisiko terjadinya infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat
menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga
ataupun dari petugas ke pasien (Husain, 2008).
Menurut Vincent (2003) Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang tidak
terinkubasi dan terjadi ketika pasien masuk ke rumah sakit atau akibat dari fasilitas
kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit. Menurut Breathnach (2005) Infeksi
nosokomial adalah suatu infeksi yang terjadi di rumah sakit yang berasal dari alat-alat
medis, prosedur medis atau pemberian terapi.
2.4.2. Cara penularan Infeksi Nosokomial
Menurur Depkes RI (1995) macam-macam penularan infeksi nosokomial bisa
berupa :
1) Infeksi silang (Cross Infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman
yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung
atau tidak langsung.
2) Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection), yaitu infeksi yang disebabkan
oleh kuman dari penderita itu sendiri berpindah tempat dari satu jaringan
kejaringan lain
3) Infeksi lingkungan (Enverenmental infection), yaitu infeksi yang disebabkan
oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa
yang berada di lingkungan rumah sakit, misalnya lingkungan yang lembab
dan lain-lain.
2.4.3. Skema Rantai Penularan Infeksi Nosokomial
Gambar 2.1. Skema Rantai Penularan Infeksi Nosokomial (Spiritia, 2006)
Dari gambar 2.1. diatas di jelaskan bahwa awal rantai penularan infeksi
nosokomial dimulai dari penyebab (di bagian tengah gambar) dimana
penyebabnya seperti jamur, bakteri, virus atau parasit menuju ke sumber
seperti manusia ataupun benda. Selanjutnya kuman keluar dari sumber menuju
ke tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu (baik itu kontak
langsung maupun tidak langsung) melalui udara, benda ataupun vektor masuk
ke tempat tertentu (pasien lain). Di karenakan di rumah sakit banyak pasien
yang rentan terhadap infeksi maka dapat tertular. Selanjutnya kuman penyakit
ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.
2.4.4. Pengendalian Infeksi Nosokomial
Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka
kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit (Depkes, 1993). Center for
disease control and prevention (2002) menjelaskan bahwa salah satu pengendalian
infeksi nosokomial adalah cuci tangan. Intervensi lainnya seperti pemasangan dan
perawatan yang tepat dari peralatan invasif, penggunaan alat steril dan aseptik
Tempat Keluar
Cara Penularan Kontak Langsung dan Tidak
Langsung
Tempat Masuk
Penjamu yang rentan
Sumber
Penyebab
pada waktu pergantian balutan, perawatan kebersihan kulit, dekontaminasi dan
sterilisasi dan surveilans yang berkelanjutan terhadap infeksi nosokomial.
2.4.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial
Secara umum faktor-faktor yang dapat menyebabkan infeksi
nosokomial terdiri dari dua bagian yaitu faktor endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen meliputi umur, jenis kelamin, riwayat penyakit, daya tahan tubuh
dan kondisi-kondisi tertentu. Sedangkan faktor eksogen meliputi lama penderita
dirawat, kelompok yang merawat, alat medis serta lingkungan (Parhusip, 2005).
Menurut WHO (2004) faktor yang berhubungan dengan infeksi nosokomial
adalah tindakan invasif dan pemasangan infus, ruangan terlalu penuh dan kurang
staf, penyalahgunaan antibiotik, prosedur strilisasi yang tidak tepat dan
ketidaktaatan terhadap peraturan pengendalian infeksi khususnya mencuci tangan.
Weinstein (1998) menyatakan bahwa meningkatnya kejadian infeksi
nosokomial dipengaruhi oleh 3 hal utama yaitu pemakaian antibiotik dan fasilitas
perawatan yang lama, beberapa staf rumah sakit gagal mengikuti program
pengendalian infeksi dasar seperti mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien
dan kondisi pasien rumah sakit yang semakin immunocompromised.
2.4.6. Kondisi-kondisi yang mempermudah terjadinya Infeksi
nosokomial
Menurut (Farida, 1999) Infeksi nosokomial mudah terjadi karena
adanya beberapa keadaan tertentu, yaitu sebagai berikut:
Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit atau pasien, sehingga
jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada ditempat lain.
1) Pasien mempunyai daya tahan tubuh rendah, sehingga mudah tertular.
2) Rumah sakit sering kali melakukan tindakan invasif mulai dari
sederhana misalnya suntikan sampai tindakan yang lebih besar,
operasi. Dalam melakukan tindakan sering kali petugas kurang
memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik.
3) Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotik,
akibat penggunaan berbagai macam antibiotik yang sering tidak rasional.
4) Adanya kontak langsung antara pasien atau petugas dengan pasien, yang
dapat menularkan kuman patogen.
5) Penggunaan alat-alat kedokteran yang terkontaminasi dengan kuman
Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari pasien, petugas rumah sakit,
pengunjung ataupun lingkungan rumah sakit. Selain itu setiap tindakan baik
tindakan invasif maupun non invasif yang akan dilakukan pada pasien
mempunyai resiko terhadap infeksi nosokomial. Menurut Farida (1999) sumber
infeksi tindakan invasif (operasi) adalah :
1. Petugas :
a) Tidak/kurang memahami cara-cara penularan
b) Tidak/kurang memperhatikan kebersihan perorangan
c) Tidak menguasai cara mengerjakan tindakan
d) Tidak memperhatikan/melaksanakan aseptik dan antiseptik
e) Tidak mematuhi SOP (standar operating procedure)
f) Menderita penyakit tertentu/infeksi/carier
2. Alat :
a) Kotor
b) Tidak steril
c) Rusak/karatan
d) Penyimpanan kurang baik
3. Pasien:
a) Persiapan diruang rawat kurang baik
b) Higiene pasien kurang baik
c) Keadaan gizi kurang baik (malnutrisi)
d) Sedang mendapat pengobatan imunosupresif
4. Lingkungan
a) Penerangan/sinar matahari kurang cukup
b) Sirkulasi udarah kurang baik
c) Kebersihan kurang (banyak serangga, kotor, air tergenang)
d) Terlalu banyak peralatan diruangan
e) Banyak petugas diruangan
2.4.7. Penyebab Infeksi Nosokomial
Mikroorganisme penyebab infeksi dapat berupa : bakteri, virus, fungi
dan parasit, penyebab utamanya adalah bakteri dan virus, kadang-kadang jamur
dan jarang disebabkan oleh parasit. Peranannya dalam menyebabkan infeksi
nosokomial tergantung dari patogenesis atau virulensi dan jumlahnya.
2.4.8. Patogenesis Infeksi Nosokomial
Patogenesis adalah kemampuan mikroba menyebabkan penyakit,
patogenitas lebih jauh dapat dinyatakan dalam virulensi dan daya invasinya.
Virulensi adalah pengukuran dari beratnya suatu penyakit dan dapat
diketahui dengan melihat morbiditas dan derajat penularan.
Daya invasi adalah kemampuan mikroba menyerang tubuh. Jumlah
mikroba yang masuk sangat menentukan timbul atau tidaknya infeksi dan
bervariasi antara satu mikroba dengan mikroba lain dan antara satu host
dengan host yang lain (Wirjoatmodjo, 1993).
2.4.9. Upaya-upaya yang Dilakukan untuk Mencegah Terjadinya Infeksi
Nosokomial
Menurut depkes (1998), upaya pencegahan terhadap terjadinya infeksi
nosokomial dirumah sakit yaitu untuk menghindarkan terjadinya infeksi selama
pasien di rawat di rumah sakit. Adapun bentuk upaya pencegahan yang dilakukan
antara lain :
a. Cuci Tangan
Cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang paling penting. Cuci
tangan harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
Walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lainnya. Untuk
mengetahui kapan sebaiknya perawat melakukan cuci tangan dan bagaimana
cara mencuci tangan yang benar, berikut ini akan dijelaskan mengenai tujuan
mencuci tangan, dan prosedur standar dari mencuci tangan
1. Tujuan
a) Menekan pertumbuhan bakteri pada tangan
b) Menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung tangan
2. Indikasi
a) Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, sebelum dan sesudah
melakukan tindakan pada pasien, seperti mengganti, membalut, kontak
dengan pasien selama pemeriksaan harian atau mengerjakan
pekerjaan rutin seperti membenahi tempat tidur
b) Sebelum dan sesudah membuang wadah sputum, secret ataupun darah
c) Sebelum dan sesudah menangani peralatan pada pasien seperti infus
set, kateter, kantung drain urin, tindakan operatif kecil dan peralatan
pernafasan.
d) Sebelum dan sesudah ke kamar mandi
e) Sebelum dan sesudah makan
f) Sebelum dan sesudah membuang ingus/membersihkan hidung
g) Pada saat tangan tampak kotor
h) Sebelum dan sesudah bertugas di sarana kesehatan
3. Prosedur Standar
a) Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir
b) Taruh sabun dibagian tengah tangan yang telah basah
c) Buat busa secukupnya
d) Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari selama 10-15 detik
e) Bilas kembali dengan air sampai bersih
f) Keringkan tangan dengan handuk atau kertas bersih atau tisu atau handuk
katun sekali pakai
g) Matikan keran dengan kertas atau tissue
h) Pada cuci tangan aseptic diikuti larangan menyentuh permukaan tidak
steril dan penggunaan sarung tangan dan waktu untuk mencuci tangan
antara 5-10 menit
b. Dekontaminasi
Menurut depkes (1998) dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme
patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya. Agar
seorang perawat dapat melakukan proses dekontaminasi dengan benar, maka perawat
tersebut haruslah mengetahui tujuan dari dekontaminasi, indikasi dari proses
dekontaminasi, dan prosedur standar dari dekontaminasi.
1. Tujuan Dekontaminasi
a) Mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu
permukaan benda
b) Mematikan mikroorganisme, misalnya HIV, HBV, dan kotoran lain yang tidak
tampak
c) Mempersiapkan permukaan alat untuk kontak langsung dengan
desinfektan atau bahan sterilisasi
d) Melindungi petugas dan pasien
2. Indikasi
a) Langkah pertama bagi alat kesehatan bekas pakai sebelum dicuci dan
proses lebih lanjut
b) Langkah pertama pada penanganan tumpahan darah/cairan tubuh
c) Langkah pertama pada dekontaminasi meja/permukaan lain yang mungkin
tercemar darah/cairan tubuh lain
d) Langkah pertama pada sarana kesehatan yang tidak memiliki insenerator yaitu
sebelum alat tersebut dikubur dengan cara kapurisasi
3. Prosedur Standar
a) Cuci tangan
b) Pakai sarung tangan, masker, kaca mata/pelindung wajah
c) Rendam alat kesehatan segera setelah dipakai dalam larutan desinfektan
selama 10 menit
d) Segera bilas dengan air sampai bersih
e) Lanjutkan dengan pembersihan
f) Buka sarung tangan, masukkan dalam wadah sementara menunggu
dekontaminasi sarung tangan dan proses selanjutnya
g) Cuci tangan
BAB III
HASIL KEGIATAN
3.1 Waktu Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan pada :
Hari/ Tanggal : Selasa, 4 Mei 2014
Waktu : 08.00 WIB s.d. selesai
3.2 Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi.
3.3 Gambaran Umum Lokasi
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher berdiri tahun 1972. Rumah Sakit ini
merupakan Rumah Sakit Pemerintah klas B yang dilengkapi fasilitas tempat tidur
sebanyak 365 buah, dan terdapat beberapa ruangan yaitu ruang perawatan, ruang operasi,
ruang laboratorium, ruang sterilisasi, ruang radiology, ruang pendingin, ruang mayat,
loundry, dan dapur.
3.4 Hasil Kegiatan
Skor dari masing-masing variable upaya kesehatan lingkungan dari inspeksi
sanitasi yang kami lakukan adalah : dapat di lihat pada lampiran.
3.5 Masalah
a. Di bagian linen atau loundry : masih di temukan pegawai yang ditidak menggunakan
APD seperti sepatu boots, masker dan handscoon dan fasilitas di ruang loundry yang
masih belum mendukung efektifitas kerja seperti rusaknya alat untuk menyetrika dan
ada beberapa mesin cuci yang rusak serta belum tersedianya bahan untuk desinfektan
yang efektif dan efisien (cukup satu bahan dapat untuk di gunakan sebagai
desinfektan, peluntur lemak/kotoran dan sekaligus pelembut).
b. Di bagian instalasi gizi : keadaan di ruang pengolahan makan yang pengap dan panas
akibat ventilasi yang kurang dan tidak adanya corong asap yang sangat diperlukan di
tempat pemasakan yang udaranya panas untuk mengatur sirkulasi udara.
c. Di bagian instalasi pembakaran limbah infeksius (di incenerator) : hasil akhir
pembakaran limbah infeksius belum maksimal atau masih ada benda yang tidak
hancur, itu di karenakan menurut keterangan yang kami dapat bahwa suhu yang di
pakai hanya 8000C dari yang seharusnya >10000C. Serta hasil akhir dari pembakaran
hanya ditumpuk di bak penampuangan.
d. Di lingkungan rumah sakit : masih terdapat tempat pembuangan sampah yang tidak
tertutup, serta di beberapa tempat ada tempat pembuangan sampah yang berlubang
pada bagian bawahnya dan itu memnyebabkan masuknya tikus ke dalam tempat
sampah sehingga sampah yang ada di dalam tempat sampah menjadi berserakan di
sekitar tempat pembuangan sampah sementara tersebut.
e. Menurut informasi dan data yang kami dapat di ketahui tingkat Infeksi Nosokomial
masih tinggi dan itu semua dapat di lihat dari hasil Inspeksi yang kami lakukan :
1) Hampir seluruh ruang perawatan tindak terdapat cairan desinfektan untuk tangan.
2) Masih di temukan beberapa pegawai yang tidak memakai alat pelindung diri
(handscoon) saat melakukan tindakan ke pasien.
3) Dan kurangnya pengetahuan keluarga pasien terhadap upaya pencegahan infeksi
nosokomial.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Ruang Loundry
a. Proses kerja:
Pakaian dan linen kotor yang telah di kumpulkan oleh petugas pengumpul
kemudian di antar ke bagian laundry tanpa di pisahkan terlebih dahulu antara
pakaian yang sangat kotor dan yang tidak terlalu kotor.
Kemudian di bagian laundry pakaian pakaian tersebut di rendam
menggunakan rinso dan bayclean.
Kemudian pakaian-pakaian tersebut di cuci secara manual dengan
pengebrosan, baru kemudian di masukkan ke dalam mesin cuci, dan di
keringkan dengan cara manual pula yaitu dengan di jemur di bawah sinar
matahari.
Penggunaan mesin pengering hanya di gunakan untuk pakaian bayi. Kemudian
pakaian dan linen di setrika dan di lipat.
b. Masalah yang di temukan:
Semua pakaian kotor yang terkena darah, kotoran dan lain lain, semua di
antar ke bagian laundry tanpa di pisah- pisah sehingga linen yang tidak terlalu
kotor ikut terkena kotoran-kotoran tersebut yang menyebabkan biaya dan
tenaga yang bertambah.
Dalam pelaksanaan pencucian, linen di cuci secara manual terlebih dahulu
baru di masukkan ke mesin cuci, ini di akibatkan karena faktor point pertama.
Linen dari pasien penderita HIV di minta di sterilkan terlebih dahulu sebelum
masuk ke laundry.
Para pegawai tidak di lengkapi dengan APD misalnya sarung tangan, sepatu
boots dan masker.
Pintu seharusnya mengarah ke luar, agar apabila terjadi kebakaran dan lain-
lain memudahkan pegawai untuk keluar.
Tidak terdapat loker karyawan, alat pemadam api, dan tempat sampah.
c. Pemecahan masalah
Dari beberapa masalah yang kami temukan adapun pemecahan masalah yang
kami sarankan sebagai berikut :
1. Perlakuan terhadap linen
a. Pengumpulan, dilakukan :
1) Pemilahan antara linen infeksius dan non-infeksius dimulai dari
sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastik sesuai
jenisnya serta diberi label.
2) Menghitung dan mencatat linen di ruangan.
b. Penerimaan
1) Mencatat linen yang diterima dan telah terpisah antara infeksius
dan non-infeksius.
2) Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya.
3) Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas
mesin cuci dan kebutuhan deterjen dan disinfektan.
4) Membersihkan linen kotor dan tinja, urin, darah, dan muntahan
kemudian merendamnya dengan menggunakan disinfektan.
5) Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya.
2. Pengeringan
3. Penyetrikaan
4. Penyimpanan
1) Linen harus dipisahkan sesuai jenisnya.
2) Linen baru yang diterima ditempatkan di lemari bagian bawah.
3) Pintu lemari selalu tertutup.
5. Distribusi dilakukan berdasarkan kartu tenda terima dari petugas penerima,
kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan
sesuai kartu tanda terima.
6. Pengangkutan
1) Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan
kantong yang digunakan untuk membungkus linen kotor.
2) Menggunakan kereta dorong yang berbeda dan tertutup antara linen
bersih dan linen kotor. Kereta dorong harus dicuci dengan
disinfektan setelah digunakan mengangkut linen kotor.
3) Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan
bersamaan.
4) Linen bersih diangkut dengan kereta dorong ayng berbeda warna.
5) Rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri,
pengangkutannya dari dan ke tempat laundry harus menggunakan
mobil khusus.
7. Petugas yang bekerja dalam pengelolaan laundry linen harus menggunakan
pakaian kerja khusus, alat pelindung diri dan dilakukan pemeriksaan
kesehatan secara berkala, serta dianjurkan memperoleh imunisasi hepatitis
B.
4.2 Ruang Instalasi gizi
Dari hasil penelitian bahwa identifikasi risiko dan bahaya kesehatan yang dialami
oleh pekerja di bagian laundry menunjukkan adanya bahaya:
1. Bahaya fisik ( keadaan di ruangan memasak yang pengap dan panas akibat
ventilasi yang kurang atau entilasi yang ada tidak digunakan seperti jendela yang tidak
di buka dan tidak adanya corong asap yang sangat diperlukan di tempat pemasakan
yang udaranya panas untuk mengatur sirkulasi udara)
4.3 Insenerator
4.4 Lingkungan Rumah Sakit
4.5 Infeksi Nosokmial