laporan praktikum tpp penepungan

76
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENGERINGAN DAN PENEPUNGAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) Oleh: Nama : Kezia Christianty Charismata NRP : 123020158 No. Meja : 1 (Satu) Kelompok : F Tanggal Praktikum : 6 Maret 2015 Asisten : M. Chandra Andriansyah LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

Upload: keziach1102

Post on 16-Jan-2016

136 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Tpp Penepungan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENGERINGAN DAN PENEPUNGAN

TEPUNG UBI JALAR(Ipomoea batatas L.)

Oleh:Nama : Kezia Christianty CharismataNRP : 123020158No. Meja : 1 (Satu)Kelompok : F Tanggal Praktikum : 6 Maret 2015Asisten : M. Chandra Andriansyah

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGANPROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG2015

Page 2: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan,

(2) Tujuan Percobaan, (3) Prinsip Percobaan.

1.1. Latar Belakang

Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman

budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan

kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ubi jalar menjadi salah satu

sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun

muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Terdapat pula ubi jalar yang dijadikan tanaman

hias karena keindahan daunnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Ubi_jalar).

Ubi jalar merupakan tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi

bahan pangan non beras karena kandungan karbohidratnya yang tinggi, disamping itu

kandungan vitamin A dan mineral seperti Ca dan Fe juga menjadi kelebihan dari ubi

jalar. Ciri lain dari ubi jalar adalah kandungan gula yang cukup tinggi sehingga

memberikan rasa manis yang lebih tinggi dibanding sumber karbohidrat lain (Grace,

2010).

Tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan sebagian

kadar airnya. Tepung ubi jalar tersebut dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar

yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan, tetapi dapat pula dibuat dari gaplek ubi

Page 3: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

jalar yang dihaluskan (digiling) dengan tingkat kehalusan ± 80 mesh

(Damardjati,1993).

Pengeringan merupakan metode pengawetan bahan pangan dengan

menurunkan kadar air. Secara tradisional, bahan pangan dikeringkan dengan sinar

matahari tetapi saat ini beberapa bahan pangan didehidrasi di bawah kondisi

pengeringan yang terkendali dengan menggunakan aneka ragam metoda pengeringan

(Buckle, 1987).

Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk

setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat

komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai

tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis. Prosedur pembuatan tepung

sangat beragam dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan.

Namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan pangan

yang tidak mudah menjadi coklat apabila dikupas (kelompok serealia) dan bahan

pangan yang mudah menjadi coklat (kelompok aneka umbi dan buah yang kaya akan

karbohidrat) (Widowati, 2009).

Tepung merupakan bahan pangan yang awet disimpan dan bersifat luwes

untuk diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Secara komersial bentuk

tepung mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam sistem

agroindustri (Damardjati, et al., 1993).

Page 4: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

1.2. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan penepungan ubi jalar adalah untuk menurunkan kadar air

pada bahan pangan sampai batas tertentu sehingga meminimalkan seragan mikroba,

enzim serta insekta perusak dan menghasilkan bahan yang siap diolah lebih lanjut.

1.3. Prinsip Percobaan

Prinsip perobaan penepungan ubi jalar adalah berdasarkan perpindahan panas

secara konduksi dan konveksi, dan berdasarkan pengurangan kadar air sampai batas

tertentu dan dilanjutkan dengan proses reduksi sampai berukuran 100 mesh sampai

bahan berbentuk tepung.

Page 5: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan Percobaan yang Digunakan,

(2) Alat Percobaan yang digunakan, dan (3) Metode Percobaan.

2.1. Bahan-bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan penepungan ubi jalar adalah

ubi jalar, asam sitrat 500 ppm, air, Na2S2O5 500 ppm.

2.2. Alat-alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan penepungan ubi jalar adalah pisau,

baskom, talenan, kain waring, saringan, dandang, neraca digital, kompor, labu takar,

cup plastik, aquadest

Page 6: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

2.3. Metode Percobaan

Sortasi & Trimming Penimbangan & Pencucian Reduksi UkuranPenimbangan Pembagian Berat

Awal

Pengeringan Penyusunan Pengukusan Pencucian & PerendamanPenirisan Asam Sitrat

Penimbangan Penggilingan Pengayakan Penimbangan PenimbanganBerat Kering Tepung Kasar Tepung Halus

Gambar 1. Proses Penepungan Blanching dengan Asam Sitrat

Page 7: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Sortasi & Trimming Penimbangan & Pencucian Reduksi UkuranPenimbangan Pembagian Berat

Awal

Pengeringan Penyusunan Penirisan Pencucian Perendamandalam Air

Penimbangan Penggilingan Pengayakan Penimbangan PenimbanganBerat Kering Tepung Kasar Tepung Halus

Gambar 2. Proses Penepungan Perendaman dengan Air

Page 8: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Sortasi & Trimming Penimbangan & Pencucian Reduksi UkuranPenimbangan Pembagian Berat

Awal

Pengeringan Penyusunan Penirisan Pencucian PerendamanNa2S2O5

Penimbangan Penggilingan Pengayakan Penimbangan PenimbanganBerat Kering Tepung Kasar Tepung Halus

Gambar 3. Proses Penepungan Perendaman dengan Na2S2O5

Page 9: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

v

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar dengan Blanching

Umbi-umbian

Penimbangan

Blanching t = 2-3’

Reduksi Ukuran (Pengirisan)

Penimbangan

Pencucian

Trimming

Penggilingan

Pengayakan

Sortasi

Pengeringan T = 70oC, t = 6 – 7 jam

Penirisan

Tepung

Pengamatan

Penimbangan

Kulit

Air KotorAir Bersih

Air Kotor

Uap Air

Tepung Kasar

Kotoran dan benda asing

Uap AirAsam sitrat

500 ppm

Umbi-umbian

Sortasi

Kotoran dan benda asing

Page 10: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar dengan Perendaman Air

Umbi-umbian

Kotoran dan benda

asing

Penimbangan

Perendaman t = 5’

Reduksi Ukuran (Pengirisan)

Penimbangan

Pencucian

Trimming

Penggilingan

Pengayakan

Pengeringan T = 70oC, t = 6 – 7 jam

Penirisan

Tepung

Pengamatan

Penimbangan

Kulit

Air KotorAir Bersih

Air Kotor

Uap Air

Tepung Kasar

Uap AirAir Bersih

Page 11: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

v

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatana Tepung Ubi Jalar dengan Na2S2O5

III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Penimbangan

Perendaman t= 15’

Reduksi Ukuran (Pengirisan)

Penimbangan

Pencucian

Trimming

Penggilingan

Pengayakan

Sortasi

Pengeringan T = 70oC, t = 6 – 7 jam

Penirisan

Tepung

Pengamatan

Penimbangan

Kulit

Air KotorAir Bersih

Air Kotor

Uap Air

Tepung Kasar

Na2S2O5 500 ppm

Pencucian Air KotorAir Bersih

Page 12: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Bab ini akan membahas mengenai : (1) Hasil Percobaan Penenpungan Ubi

Jalar, (2) Pembahasan.

3.1. Hasil Percobaan

Berdasarkan pengamatan terhadap penepungan ubi jalar pada pengolahan

pengeringan dan penepungan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil pengamatan

yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Hasil Pengamatan Penepungan Blanching dengan Asam Sitrat

No Analisa Hasil Pengamatan1. Nama Produk Tepung Ubi Jalar2. Basis 500 gram , berat awal : 145, 2 gram3. Bahan Utama Ubi Jalar4. Bahan Tambahan Asam Sitrat 500 ppm, uap air

5. Berat Produk

W Tepung Halus = 26 gramW Tepung Kasar = 0,9 gramW Loss Product = 0,2 gramW Bahan Kering = 27,1 gram

6. % Produk% Tepung Halus = 17,91 %% Tepung Kasar = 0,62 %% Loss Product = 0,74 %

7.

Organoleptik Tepung Halus Tepung Kasara. Warnab. Rasac. Aromad. Kenampakane. Tekstur

JinggaManisKhas Ubi JalarAgak KasarMenarik

JinggaManisKhas Ubi JalarKasarTidak Menarik

8. Gambar Produk

(Sumber : Kelompok F, Meja 1, 2015).

Page 13: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Tabel 2. Hasil Pengamatan Penepungan Perendaman dengan Air

No Analisa Hasil Pengamatan1. Nama Produk Tepung Ubi Jalar2. Basis 500 gram , berat awal : 142,2 gram3. Bahan Utama Ubi Jalar4. Bahan Tambahan Air

5. Berat Produk

W Tepung Halus = 29,7 gramW Tepung Kasar = 0,2 gramW Loss Product = 0 gramW Bahan Kering = 29,9 gram

6. % Produk% Tepung Halus = 20,89 %% Tepung Kasar = 0,14 %% Loss Product = 0 %

7.

Organoleptik Tepung Halus Tepung Kasara. Warnab. Rasac. Aromad. Kenampakane. Tekstur

KuningSedikit ManisKhas Ubi JalarSangat HalusMenarik

KuningSedikit ManisKhas Ubi JalarKasarTidak Menarik

8. Gambar Produk

(Sumber : Kelompok F, Meja 1, 2015).

Page 14: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Tabel 3. Hasil Pengamatan Penepungan ( Perendaman dengan Na2S2O5)

No Analisa Hasil Pengamatan1. Nama Produk Tepung Ubi Jalar2. Basis 500 gram , berat awal : 145 gram3. Bahan Utama Ubi Jalar4. Bahan Tambahan Na2S2O5 500 ppm

5. Berat Produk

W Tepung Halus = 25,7 gramW Tepung Kasar = 0,3 gramW Loss Product = 0 gramW Bahan Kering = 26 gram

6. % Produk% Tepung Halus = 17,73 %% Tepung Kasar = 0,21 %% Loss Product = 0 %

7.

Organoleptik Tepung Halus Tepung Kasarf. Warnag. Rasah. Aromai. Kenampakanj. Tekstur

JinggaAgak ManisKhas Ubi JalarHalusCerah

JinggaAgak ManisKhas Ubi JalarKasarCerah

8. Gambar Produk

(Sumber : Kelompok F, Meja 1, 2015).

3.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung ubi jalar dengan cara

blanching didapatkan berat basis 500 gram (145,2 gram), berat produk tepung halus

26 gram, berat produk tepung kasar 0,9 gram, berat lost product 0,2 gram, berat bahan

kering 27,1 gram. % produk tepung halus 17,9%, % produk tepung kasar 0,62%, %

lost product 0,74%. Hasil pengamatan secara organoleptik pada tepung ubi jalar

warna tepung halus ubi jalar jingga, memiliki rasa manis, beraroma khas ubi jalar,

Page 15: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

tekstur agak kasar dan kenampakannya menarik. sedangkan warna tepung kasar ubi

jalar jingga, memiliki rasa manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur kasar dan

kenampakannya tidak menarik.

Pembuatan tepung ubi jalar dengan cara direndam dengan air didapatkan berat

basis 500 gram (142,2 gram), berat produk tepung halus 29,7 gram, berat produk

tepung kasar 0,2 gram, berat lost product 0 gram, berat bahan kering 29,9 gram. %

produk tepung halus 20,89%, % produk tepung kasar 0,14%, % lost product 0%.

Hasil pengamatan secara organoleptik pada tepung ubi jalar warna tepung halus ubi

jalar kuning, memiliki rasa sedikit manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur sangat

halus dan kenampakannya menarik. Sedangkan warna tepung kasar ubi jalar kuning,

memiliki rasa sedikit manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur kasar dan

kenampakannya tidak menarik.

Pembuatan tepung ubi jalar dengan cara perendaman dengan Na2S2O5

didapatkan berat basis 500 gram (145 gram), berat produk tepung halus 25,7 gram,

berat produk tepung kasar 0,3 gram, berat lost product 0 gram, berat bahan kering 26

gram. % produk tepung halus 17,72%, % produk tepung kasar 0,21%, % lost product

0%. Hasil pengamatan secara organoleptik pada tepung ubi jalar warna tepung halus

ubi jalar jingga, memiliki rasa agak manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur halus dan

kenampakannya cerah. Sedangkan warna tepung kasar ubi jalar jingga, memiliki rasa

agak manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur kasar dan kenampakannya cerah.

Page 16: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Percobaan pengeringan dan penepungan dengan menggunakan sampel ubi

jalar dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu sortasi, trimming, pencucian,

penimbangan, reduksi ukuran atau slicing, perendaman, pengeringan, penggilingan,

pengayakan, penimbangan dan terakhir dilakukan pengamatan.

Setelah dilakukan sortasi bahan, kemudian dilakukan proses trimming yaitu

pembersihan ubi jalar dari kotoran dan bagian yang tidak diperlukan lainnya. Tujuan

dari proses ini adalah untuk memisahkan bagian yang tidak diperlukan pada bahan

(kulitnya), sehingga ubi jalar terbebas dari benda asing dan kotoran yang menempel

(Cahyadi, 2001).

Pencucian dalam proses pembuatan tepung ubi jalar bertujuan untuk

membersihkan ubi jalar dari bahan-bahan asing yang menempel seperti zat kimia dan

lain sebagainya. Jika ubi jalar tidak dilakukan proses pencucian maka dikhawatirkan

adanya residu bahan kimia yang masih menempel dan berbahaya jika masuk kedalam

tubuh. Karena residu kimia seringkali masih tertinggal pada bahan pangan yang

sampai beberapa hari setelah penyemprotan, terutama pada masa kemarau. Proses

pencucian yang tidak sempurna juga perlu diwaspadai. Pasalnya beberapa zat kimia

dalam pestisida ada yang tidak bisa hilang meski dicuci. Oleh karena itu, pencucian

harus dilakukan dalam air mengalir karena akan berakibat pada tubuh seperti

penyakit-penyakit infeksi (Kalyana, 2009).

Mekanisme asam sitrat dalam mencegah browning enzimatis adalah dengan

cara mengompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam

Page 17: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

reaksi pencoklatan. Selain itu asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan

cara menurunkan pH sehingga enzim polifenolase (PPO) menjadi inaktif (Winarno,

1992).

Pengirisan atau reduksi ukuran dilakukan setelah proses pencucian. Menurut

Brennan (1969), reduksi ukuran adalah pemecahan bahan menjadi bagian-bagian

yang lebih kecil, dimana proses pengecilan ukuran merupakan suatu proses yang

penting dalam industri pangan. Tujuan pengecilan ukuran ini adalah untuk

memperbesar luas permukaan bahan yang membantu dan memperlancar proses,

dalam hal ini mempercepat waktu pengeringan bahan dan mempercepat proses

blanching (Brennan, 1969).

Menurut Brennan (1974), reduksi ukuran adalah pemecahan bahan menjadi

bagian-bagian yang lebih kecil, dimana proses pengecilan ukuran merupakan suatu

proses yang penting dalam industri pangan. Tujuan pengecilan ukuran ini adalah

untuk memperbesar luas permukaan bahan yang membantu dan memperlancar

proses, dalam hal ini mempercepat waktu pengeringan bahan dan mempercepat

proses blanching.

Proses blanching dilakukan setelah proses perendaman selesai. Proses

blanching hanya digunakan untuk perlakuan awal dalam menginaktifasi enzim, dan

sebagai persiapan bahan baku sebelum proses pengeringan. Blanching yang

digunakan pada percobaan ini adalah dengan menggunakan sistem uap panas.

Keuntungan dari sistem uap panas ini adalah lebih sedikit kehilangan komponen-

Page 18: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

komponen yang larut dalam air, sedangkan kerugiannya pembersihan bahan terbatas,

membutuhkan pencucian, dan blanching tidak merata jika terjadi penumpukan bahan

pada ayakan (Fellows, 1990).

Penggilingan bertujuan untuk menghancurkan bahan pangan yang telah

dikeringkan sehingga menjadi berukuran yang sangat kecil atau berbentuk tepung.

Pengayakan bertujuan untuk menghasilkan campuran butir dengan ukuran

tertentu, agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan atau bentuk

komersial yang diinginkan. Pada proses pengayakan, bahan dibagi menjadi bahan

kasar yang tertinggal (aliran atas) dan bahan lebih halus yang lolos melalui ayakan

(aliran bawah). Bahan yang tertinggal hanyalah partikel-partikel yang berukuran lebih

besar daripada lubang ayakan, sedangkan bahan yang lolos berukuran lebih kecil dari

lubang-lubang itu (Brennan, 1969).

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu blanching:

1. Tipe dari buah-buahan dan sayuran

2. Besarnya ukuran potongan makanan

3. Temperatur blanching

4. Metode Pemanasan

Blanching dapat digunakan menjadi dua metode, yaitu dengan menggunakan

bak air panas dan dengan menggunakan uap panas (Fellows, 1990).

Page 19: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Perendaman dengan Na2S2O5 untuk memucatkan tepung sehingga dapat

mencegah kerusakan pada warna bahan akibat pengeringan. Na2S2O5 merupakan

salah satu bahan tambahan makanan yang cukup efektif dan sering digunakan untuk

mempertahankan mutu dan mengawetkan produk yang dihasilkan selama pengolahan

dan penyimpanan bahan pangan nabati seperti buah-buahan dan sayuran (Brennan,

1969).

Natrium metabisulfit merupakan antioksidan. Menurut Tranggono (1986),

antioksidan merupakan suatu senyawa yang mempunyai sifat dapat memperlambat

oksidasi dalam bahan pangan. Sedangkan menurut Priyanto (1987), antioksidan

merupakan senyawa yang mempunyai sifat mudah teroksidasi sehingga jika

ditambahkan dalam makanan dapat mencegah kerusakan akibat oksidasi.

Proses perendaman Na2S2O5 bertujuan untuk mencegah reaksi pencokelatan

atau browning karena sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin

ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat dari senyawa melanoidin

sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis,

sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat

mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning.

Natrium metabisulfit mempunyai sifat fisik dan kimia, sifat fisik dari senyawa

ini adalah memiliki penampakan kristal atau bubuk. Natrium metabisulfit didapatkan

dengan menguapkan larutan Natrium Metabisulfit jenuh dengan belerang dioksida.

Sifat kimia dari senyawa ini adalah penampilan dari natrium metabisulfit berupa

Page 20: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

bubuk putih, bau yang timbul saat natrium metabisulfit bereaksi adalah bau samar

yang berasal dari gas SO2, kepadatan natrium metabisulfit sekitar 1,48 g/cm3,

padatan natrium metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20% akan tampak berwarna

kuning pucat sampai jernih, titik lebur natrium metabisulfit yaitu > 170°C (dimulai

dari 150°C), kelarutan natrium metabisulfit dalam air yaitu 54 g/100 ml (20°C) dan

81,7 g/100 ml (100°C) dan natrium metabisulfit sangat larut dalam gliserol dan larut

dalam etanol (Widiyowati, 1998).

Tepung merupakan salah satu produk hasil pengolahan dengan menggunakan

proses pengeringan sebelum atau sesudah bahan tersebut di hancurkan. Proses

pembuatan tepung pada umumnya bertujuan untuk mengatasi berbagai jenis

kerusakan yang sering terjadi sewaktu bahan tersebut masih dalam keadaan segar.

Selain itu bahan pangan yang berbentuk tepung lebih efesien dan efektif dalam hal

pengemasan dan transportasinya, karena volume bahannya menjadi lebih kecil dan

dapat memperpanjang masa simpannya (Winarno, 1992).

Pengeringan tepung pada prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan

dengan jalan pemanasan. Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari

terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena

pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan

vakum. Untuk bahan-bahan yang mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan suhu ±

1000C dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan pada permukaan bahan

(Sudarmadji, 1996).

Page 21: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Mekanisme pengeringan pada bahan pangan adalah bahan dimasukan

kedalam suatu alat pengering yang dinamakan Tunnel Dryer. Bahan yang

dimasukkan dalam keadaan masih mengandung kadar air. Perbedaan kelembaban

(humidity) antara udara kering yang terdapat dalam mesin pengering dengan bahan

yang dikeringkan dan adanya perpindahan panas dari udara pengering kedalam bahan

yang dikeringkan sehingga terjadi penguapan air dari bahan yang dikeringkan dan

bahan pangan menjadi kering (Wirakartakusumah, 1992).

Proses pengeringan dilakukan pada suhu 70°C agar tidak terjadi overheating

yang akan menyebabkan bahan menjadi browning dan gosong sehingga tepung yang

dihasilkan akan kurang baik kenampakannya. Waktu yang digunakan 6-7 jam agar

pengeringan terjadi merata dan tidak terjadi case hardening. Case hardening

merupakan suatu keadaan dimana bahan sudah kering di bagian permukaan akan

tetapi masih basah di bagian dalam. Hal ini disebabkan karena laju penguapan air di

permukaan lebih cepat dibandingkan difusi air dari dalam ke permukaan luar.

Terjadinya case hardening adalah bentuk kerusakan secara fisik akibat dari

laju pengeringan yang kurang terkontrol. Hal ini disebabkan terjadinya kecepatan

difusi dalam bahan pangan menuju permukaan tidak dapat mengimbangi kecepatan

penguapan air di permukaan bahan. Sedangkan permukaan bahan sudah tidak

seluruhnya jenuh dengan air, bahan makin berkurang terus sehingga pada permukaan

terjadi penguapan sampai menjadi tidak jenuh dan merupakan tahapan dari kecepatan

Page 22: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

menurun yang kedua (second falling rate periode) dimana kecepatan aliran atau

gerakan air di dalam bahan menentukan kecepatan laju pengeringan (Afrianti, 2013).

Case hardening adalah keadaan dimana permukaan luar bahan sudah kering

sedangkan bagian dalamnya masih basah. Ada dua hal yang menyebabkan case

hardening, diantaranya :

a. Suhu pengeringan terlalu tinggi akan menyebabkan bagian permukaan luar

cepat mongering dan mengeras sehingga menghambat penguapan air yang masih

berada dalam bahan.

b. Perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadi penggumpalan

protein pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrin dari

pati yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang keras pada permukaan bahan

(Melia,2013).

Suhu pengeringan merupakan faktor yang sangat penting, sebab apabila suhu

yang digunakannya terlalu rendah, maka pengeringan akan memakan waktu yang

sangat lama, sehingga dapat menurunkan mutu bahan yang dikeringkan serta bisa

memberikan efek bau yang tidak normal. Jika prosses pengeringan dilakukan pada

suhu yang terlalu tinggi, maka dapat mengakibatkan terjadinya proses case hardening

dan reaksi pencoklatan non-enzimatis (Desrosier, 1988).

Beberapa keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi awet, volume

bahan lebih kecil sehingga memudahkan dan menghemat ruang penyimpanan atau

Page 23: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

dipengangkutan dan penngemasan demikian halnya berat bahan sehingga biaya

pengangkutan lebih murah. Disamping keuntungan ada juga kerugiannya, yaitu

karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah bentuknya, sifat-sifat

fisik dan kimiawinya serta penurunan kualitas (Muchtadi, 1992).

Tujuan pengolahan tepung diantaranya untuk pembuatan berbagai jenis

makanan dan mempermudah proses penyimpanan, produk tepung umumnya akan

lebih awet dibandingkan dengan produk segar. Karena tepung merupakan produk

yang memiliki kadar air rendah sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh.

Prinsip pengeringan tepung adalah upaya menguapkan air karena ada perbedaan

kandungan uap air antara udara dan bahan yang dikeringkan. Udara mempunyai

kandungan uap air yang relatif lebih kecil daripada bahan atau lembab nisbi udara

cukup rendah sehingga dapat menghisap uap air dari bahan yang dikeringkan. Salah

satu faktor yang dapat mempercepat pengeringan adalah angin atau udara yang

mengalir. Dengan adanya aliran udara maka udara yang sudah jenuh dapat diganti

oleh udara kering sehingga proses pengeringan berjalan terus. Kadar air yang

ditentukan oleh standar perdagangan Indonesia adalah sebesar 11% (Suhardi, 2006).

Standar ukuran partikel bahan yang berbentuk tepung yaitu 100 mesh,

sedangkan untuk ukuran partikel bahan yang berbentuk serbuk atau bubuk yaitu

berkisar antara 60-80 mesh. Kadar air yang masih tinggi pada produk tepung adalah

merupakan penyebab utama terjadinya proses kerusakan pada tepung. Hal ini dapat

diketahui dengan bersatunya partikel antara butiran tepung yang ditandai dengan

Page 24: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

terjadinya poses penggumpalan. Kadar air yang sesuai untuk tepung yaitu berkisar

antara 4 – 11 % (Dep.Kes.RI., 1989).

Suhu pengeringan merupakan faktor yang sangat penting, sebab apabila suhu

yang digunakannya terlalu rendah, maka pengeringan akan memakan waktu yang

sangat lama, sehingga dapat menurunkan mutu bahan yang dikeringkan serta bisa

memberikan efek bau yang tidak normal. Jika prosses pengeringan dilakukan pada

suhu yang terlalu tinggi, maka dapat mengakibatkan terjadinya proses case hardening

dan reaksi pencoklatan non-enzimatis (Desrosier, 1988).

Beberapa keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi awet, volume

bahan lebih kecil sehingga memudahkan dan menghemat ruang penyimpanan atau

dipengangkutan dan penngemasan demikian halnya berat bahan sehingga biaya

pengangkutan lebih murah. Disamping keuntungan ada juga kerugiannya, yaitu

karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah bentuknya, sifat-sifat

fisik dan kimiawinya serta penurunan kualitas (Muchtadi, 1992).

Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengringan yaitu :

1. Faktor Internal

a. Sifat bahan

Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi

kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan dengan ukuran dan bentuk yang sama

dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua potongan tersebut akan kehilangan air

Page 25: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan. Jika kadar air dinyatakan dalam

gram air per gram bahan kering, maka kecepatan pengeringan pisang sekitar dua kali

kecepatan pengeringan pisang karena kadar padatan kentang sekitar setengah kali

kadar padatan kentang.

Komposisi kimia dan struktur fisik bahan pangan berpengaruh terhadap

tekanan uap air dalam keseimbangan dan difusifitas air dalam bahan tersebut pada

suhu tertentu.

b. Ukuran

Kecepatan pengeringan dari sebuah lempengan basah yang tipis berbanding

terbalik dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal

satu pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami pengeringan yang sama dengan

kecepatan sembilan kali kecepatan asalnya. Peristiwa ini terjadi pada kondisi dimana

resistensi internal terhadap pergerakan air jauh lebih besar daripada resistensi

permukaan terhadap penguapan. Oleh karena itu waktu pengeringan dapat

dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan. Keadaan ini

diterapkan pada spray drying dimana diameter partikel atau penyemprotan hanya

beberapa micron.

Page 26: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

c. Unit Pemuatan

Beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak pengeringan dengan

meningkatkan ketebalan potongan bahan, sehingga akan mengurangi kecepatan dari

pengeringan.

Perbedaan rasio muatan denga luas permukaan akan menurun selama

pengeringan berlangsung karena penyusutan volume. Struktur lapisan pada rak akan

lebih terbuka dan lebih tipis sehingga pengeringan terjadi pada seluruh lapisan.

Kapasitas pengeringan rak, yaitu berat basah yang dapat dikeringkan persatuan waktu

naik dari nol pada waktu tanpa muatan sampai maksimum pada satuan muatan

intermedit (Wirakartakusumah, 1992).

2. Faktor eksternal

a. Depresi Bola Basah

Depresi bola basah, yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering) dengan

suhu bola basah, merupakan faktor eksternal paling penting dalam pengeringan. Jika

depresi bola basah udara yang melewati bahan nol, berarti udara jenuh dan tidak akan

terjadi pengeringan. Jika depresi bola basah besar, maka potensial pengeringan tinggi

dan kecepatan pengeringan pada tahap awal maksimum.

b. Suhu Udara

Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah,

kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Pada tahap selanjutnya, kecepatan

Page 27: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

akan bertambah tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada kadar air yang

rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat diabaikan dan pada

suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan yang mempengaruhi

kecepatan pengeringan pada tahap ini akan bertambah cepat dengan meningkat suhu

pengeringan.

c. Kecepatan Aliran Udara

Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari permukaan air

tergantung kecepatan udara yang melewati bahan. Pengaruh perbedaan kecepatan

sangat nyata pada kecepatan udara beberapa ratus kaki per menit. Peningkatan

kecepatan udara pada kisaran 1000 kaki per menit kecil pengaruhnya terhadap laju

pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).

Berdasarkan hasil dari pengamatan, jika dibandingkan antara ketiga perlakuan

yaitu perendaman dengan air, perendaman dengan Na2S2O5 dan blanching, diketahui

bahwa perendaman dengan Na2S2O5 menghasilkan warna tepung yang lebih cerah

(orange cerah). Hal ini disebabkan karena Na2S2O5 juga memiliki fungsi sebagai

bahan pemucat. Sifat Na2S2O5 adalah memutihkan terigu dan oksidator. Ikatan

rangkap dalam karotenoid, yaitu xantofil akan dioksidasi. Degradasi pigmen

karotenoid akan menghasilkan senyawa yang tak berwarna. Dalam penggunaan bahan

pemucat yang bersifat oksidator ini harus diperhatikan jumlahnya. Penggunaan

Na2S2O5 yang ditetapkan adalah 400-500 ppm untuuk bahan kering. Pemakaian yang

Page 28: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

berlebihan akan menghasilkan adonan roti yang pecah-pecah dan butirannya tidak

merata, berwarna keabu-abuan, dan volumenya menyusut (Winarno, 2004).

Industri pengolahan pangan, tidak dapat dipisahkan dengan istilah CCP. CCP

(Critical Control Point) atau titik pengendalian kritis didefinisikan sebagai sebuah

tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk mencegah

atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya

hingga ke tingkat yang dapat diterima. Dengan kata lain CCP adalah suatu titik,

prosedur atau tahapan dimana bila terlewatnya pengendalian dapat mengakibatkan

resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan produk. Dengan demikian CCP

dapat dan harus diawasi (Anonim, 2012).

Membahas mengenai umbi-umbian, tentu tak lepas dari kandungannya akan

karbohidrat. Berhubungan dengan karbohidrat, dikenal istilah indeks glikemik.

Indeks glikemik merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect)

terhadap kadar gula darah. Pangan yang menaikkan gula darah dengan cepat,

memiliki indeks glikemik tinggi, sebaliknya yang dapat menaikkan gula darah

lambat, memiliki indeks glikemik rendah. Indeks glikemik glukosa murni dijadikan

sebagai pembandingnya dimana nilai indeks glikemik glukosa murni adalah 100

(Rimbawan dan Siagian, 2004).

Indeks glikemik juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara luas kurva

respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara dengan 50 gram

gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa, pada hari

Page 29: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

yang berbeda dan pada orang yang sama. Kedua tes tersebut dilakukan pada pagi hari

setelah puasa 10 jam dan penentuan kadar gula ditentukan selama dua jam. Dalam hal

ini, glukosa atau roti tawar sebagai standar (nilai 100) dan nilai makanan yang diuji

merupakan persen terhadap standar tersebut (Truswell, 1992).

Ubi jalar sebagai sumber karbohidrat memiliki indeks glikemik 54. Nilai

indeks glikemik (IG) yang kurang dari 55 termasuk kategori yang rendah, dan nilai

indeks glikemik antara 55 sampai 70 termasuk kategori sedang, dan yang nilainya

lebih dari 70 termasuk dalam kategori tinggi. Jadi berdasarkan penjelasan tersebut,

nilai IG ubi jalar termasuk rendah. Tepung ubi jalar mengandung serat makanan yang

relatif tinggi disertai dengan indeks glikemik yang rendah. Artinya, tepung ubi jalar

atau makanan berbasis tepung ubi jalar lebih lamban dicerna dan lamban

meningkatkan kadar gula darah (Marsono, 2002).

Page 30: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan membahas mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung ubi jalar dengan cara

blanching didapatkan berat basis 500 gram (145,2 gram), berat produk tepung halus

26 gram, berat produk tepung kasar 0,9 gram, berat lost product 0,2 gram, berat bahan

kering 27,1 gram. % produk tepung halus 17,9%, % produk tepung kasar 0,62%, %

lost product 0,74%. Hasil pengamatan secara organoleptik pada tepung ubi jalar

warna tepung halus ubi jalar jingga, memiliki rasa manis, beraroma khas ubi jalar,

tekstur agak kasar dan kenampakannya menarik. sedangkan warna tepung kasar ubi

jalar jingga, memiliki rasa manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur kasar dan

kenampakannya tidak menarik.

Pembuatan tepung ubi jalar dengan cara direndam dengan air didapatkan berat

basis 500 gram (142,2 gram), berat produk tepung halus 29,7 gram, berat produk

tepung kasar 0,2 gram, berat lost product 0 gram, berat bahan kering 29,9 gram. %

produk tepung halus 20,89%, % produk tepung kasar 0,14%, % lost product 0%.

Hasil pengamatan secara organoleptik pada tepung ubi jalar warna tepung halus ubi

jalar kuning, memiliki rasa sedikit manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur sangat

halus dan kenampakannya menarik. Sedangkan warna tepung kasar ubi jalar kuning,

memiliki rasa sedikit manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur kasar dan

kenampakannya tidak menarik.

Page 31: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Pembuatan tepung ubi jalar dengan cara perendaman dengan Na2S2O5

didapatkan berat basis 500 gram (145 gram), berat produk tepung halus 25,7 gram,

berat produk tepung kasar 0,3 gram, berat lost product 0 gram, berat bahan kering 26

gram. % produk tepung halus 17,72%, % produk tepung kasar 0,21%, % lost product

0%. Hasil pengamatan secara organoleptik pada tepung ubi jalar warna tepung halus

ubi jalar jingga, memiliki rasa agak manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur halus dan

kenampakannya cerah. Sedangkan warna tepung kasar ubi jalar jingga, memiliki rasa

agak manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur kasar dan kenampakannya cerah.

4.2. Saran

Sebaiknya praktikan memahami dengan baik prosedur percobaan yang

dilakukan sehingga meminimalisir kesalahan, dan juga memahami fungsi dan

perlakuan dari setiap bahan sehingga tepung yang dihasilkan dalam kondisi yang

baik.

Page 32: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Leni Herliani. 2013. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Penerbit

Alfabeta.

Anonim. 2012. Pelatihan Penerapan Metode HACCP. European Committee for

Standardisation.

Brennan, J.G., et. Al. 1969. Food Engineering Operations. London: Applied Science

Publishers Limited.

Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet., M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan,

Universitas Indonesia: Jakarta.

Cahyadi, M.A. 2001. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati. Alfabeta: Bandung.

Damardjati, D.S., dkk. 1993. Sistem Pengembangan Agroindustri Tepung Kasava

Di Pedesaan (Studi Kasus di Kabupaten Ponorogo). Disampaikan pada

Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Bogor, (Buku IV).

Dep.Kes.RI., 1989. Kodeks Makanan Indonesia, Direktur Jendral Pengawasan

Obat dan Makanan.

Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia-Press..

Efrika, Very Ega. 2014. Natrium Metabisulfit Sebagai Pengawet Makanan.

http://verryega.blogspot.com. Diakses 09 Maret 2015.

Fellows, P. J. 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. London:

Ellis Horwood Limited.

Page 33: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Grace, Febrina. 2010. Studi Tepung Ubi Jalar.

http://blog.beswandjarum.com/febrinagrace. Diakses: 8 Maret 2015.

Kalyana, Mitta. 2009. Bahaya Pestisida. http://dhammacitta.org . Dia kses 09 Maret

2015.

Marsono, Y. 2002. Indeks Glikemik Umbi-umbian. Agritech 22 (1):13-16.

Melia, Dian .2013. Panduan Praktikum Teknologi Pengolahan Pembuatan

Tepung. http//www.dianmelia.wordpress.com. Diakses : 9 Maret 2015.

Muchtadi, T. R., dkk. 2013. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Alfabeta.

Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Satuhu, Suyanti. 2003. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Sudarmadji, Slamet, dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.

Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Truswell, A.S. 1992. Glycaemic Index of Foods. Eur. J. Clin. Nutr. 46 (Suppl. 2),

91S–101S.

Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi, Sebuah Solusi Ketahan Pangan.

Malang: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wirakartakusumah, Aman. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan.

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Page 34: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

LAMPIRAN SNI UBI JALAR

Standar Nasional Indonesia SNI 01 - 4493 - 1998

SNI 01 - 4493 - 1998

Ubi jalar

Page 35: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Pendahuluan

Standar mutu ubi jalar sangat diperlukan karena dengan adanya standar

mutu ubi jalar tersebut baik konsumen dan produsen mempunyai kepastian terhadap

mutu yang diinginkan, sehingga konsumen akan memperoleh mutu ubi jalar sesuai

dengan daya belinya dan produsen akan mendapat harga sesuai dengan produknya.

Keuntungan lain dari adanya standar mutu ubi jalar ini dapat digunakan untuk

pembinaan perbaikan mutu ubi jalar tersebut.

Penyusunan konsep standar mutu ubi jalar ini dilakukan dengan

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas ubi jalar berdasarkan

Centro International De La Papa (CIP) 1995, yang berpusat di negara Peru dan dari

hasil analisa kimiawi dan fisik ubi jalar dari beberapa propinsi yang meliputi propinsi

Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Bali.

Varietas ubi jalar yang dihasilkan produsen sangat bervariasi, yaitu varietas

lokal dan varietas unggul. Varietas yang sudah dilepas berdasarkan data dari

Direktorat Perbenihan sebanyak 20 jenis ternyata mempunyai variasi dalam umur

panen paling pendek yaitu 2,5 - 3,3 bulan dengan produksi 6 - 7 ton/ha. Varietas

Menes putih merupakan varietas yang mempunyai umur panen paling panjang yaitu 6

- 7 bulan dengan produksi 7,5 ton/ha dengan rasa enak. Ubi jalar yang memiliki rasa

enak umumnya dikonsumsi segar.

Prospek ubi jalar selain sebagai sumber pangan untuk konsumen dalam negeri

saat ini sudah diusahakan oleh beberapa processor diolah dalam bentuk keripik

goreng, chip ubi jalar goreng diekspor keluar negeri. Pada industri pengolah hasil ubi

jalar diproses menjadi tepung ubi jalar yang dapat digunakan sebagai subtitusi tepung

terigu untuk pembuatan kue, alkohol, saus dan sebagainya. Zat pati ubi jalar

merupakan salah satu bahan dalam proses pembuatan tekstil dan kertas.

Page 36: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Daftar isi

Pendahuluan

Daftar isi........................................................................................

judul...............................................................................................

1 Ruang lingkup..........................................................................

2 Definisi.....................................................................................

3 Istilah.......................................................................................

4 Klasifikasi................................................................................

5 Syarat mutu.............................................................................

6 Cara pengambilan contoh........................................................

7 Cara uji...................................................................................

8 Penandaan...............................................................................

9 Pengemasan.............................................................................

10 Rekomendasi...........................................................................

Page 37: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

1 Ruang lingkup

Standar mutu ini meliputi definisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu, cara

pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomendasi.

2 Definisi

Ubi jalar adalah umbi dari tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) dalam

keadaan utuh, segar, bersih dan aman dikonsumsi serta bebas dari organisme

pengganggu tumbuhan.

3 Istilah

3.1 Keseragaman warna

Keseragaman warna kulit umbi seperti warna merah atau putih atau warna

lainnya dan keseragaman warna daging umbi, seperti putih , kuning, orange dan

ungu sesuai dengan varietasnya.

3.2 Keseragaman bentuk umbi

Keseragaman bentuk umbi adalah keseragaman ratio panjang (P)/ lebar (L)

dari ubijalar , seperti bulat ( P/L berkisar 1-1,5 ) elip ( P/L berkisar 1,6 - 2,0 ) ,

panjang (P/L > 2,0 ) sesuai dengan varietasnya.

3.3 Keseragaman berat umbi

Keseragaman berat umbi adalah keseragaman sesuai dengan 3 macam

penggolongan berat yaitu:

a) golongan A mempunyai berat > 200 gram per umbi,

b) golongan B mempunyai berat 100 - 200 gram per umbi,

c) golongan C mempunyai berat < 100 gram per umbi, dan toleransi di atas dan

di bawah ukuran berat masing-masing 5 % ( biji) maks.

3.4 Umbi cacat

Page 38: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Umbi cacat adalah umbi yang rusak karena mekanis dan fisik seperti pecah, teriris

,tergores , memar,fisiologis karena bertunas, lunak , keriput dan biologis karena

hama dan penyakit seperti berlubang busuk dsb.

3.5 Kadar air

Kadar air adalah perbandingan jumlah kandungan air dalam umbi terhadap

umbi keseluruhan yang dinyatakan dalam persen berat basah.

3.6 Kotoran

Kotoran adalah benda-benda asing bukan umbi seperti tanah, pasir, batang,

daun dan benda lainnya yang menempel pada umbi atau berada di dalam kemasan

sedangkan sekat atau pembungkus dalam kemasan tidak termasuk kotoran.

3.7 Kadar serat

Kadar serat adalah perbandingan berat antara serat dalam umbi terhadap umbi

keseluruhan yang dinyatakan dalam persen berat basah.

3.8 Kadar pati

Kadar pati adalah perbandingan jumlah kandungan pati dalam umbi terhadap

umbi keseluruhan yang dinyatakan dalam persen berat basah.

3.9 Aman dikonsumsi

Aman dikonsumsi adalah umbi jalar bebas atau tidak mengandung senyawa

kimia atau senyawa lain yang membahayakan bagi konsumen atau untuk diolah lebih

lanjut sesuai dengan Undang-Undang Pangan Nomor 7 tahun 1996.

3.10 Organisme pengganggu tumbuhan

Page 39: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang mengganggu

tanaman sehingga menimbulkan kerusakan pada tanaman sesuai undang-undang

karantina.

4 Klasifikasi

Mutu ubi jalar dapat digolongkan dalam 3 ( tiga ) kelas mutu yaitu mutu I,

II, III.

5 Syarat Mutu

5.1 Syarat umum

5.1.1 Ubi jalar tidak boleh mempunyai bau asing .

5.1.2 Ubi jalar harus bebas dari hama dan penyakit.

5.1.3 Ubi jalar harus bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida.

5.1.4 Ubi jalar harus memiliki keseragaman warna, bentuk maupun ukuran umbinya.

5.1.5 Ubi jalar harus sudah mencapai masak fisiologis optimal.

5.1.6 Ubi jalar harus dalam kondisi bersih.

5. 2 Syarat khusus

Tabel 1

Spesifikasi persyaratan khusus

No Komponen Mutu Mutu1 1 Berat umbi ( grm/umbi) I >200

II 100 - 200III 75 - 100

2 Umbi cacat (per 50 biji) maks. I tidak adaII 3 bijiIII 5 biji

3 Kadar air (% bb min) I 65

Page 40: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

II 60III 60

4 Kadar serat (% bb maks) I 2II 2,5 > 3,0III

5 Kadar pati ( % bb min) I 30II 25III 25

6 Cara pengambilan contoh

6.1 Cara pengambilan contoh

Kemasan yang dipilih ditentukan secara acak sebanyak akar pangkat dua dari

jumlah kemasan dalam lot, kemudian dari tiap kemasan diambil umbi sebanyak 10

biji yang meliputi bagian atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut diambil tanpa

menimbulkan kerusakan. Contoh yang diperoleh dibagi dua secara acak dan

dilakukan beberapa kali sampai diperoleh contoh analisa sebanyak 50 biji.

6.2 Petugas pengambil contoh

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah

berpengalaman atau dilatih lebih dahulu, mempunyai ikatan dengan suatu badan

hukum dan mempunyai sertifikat yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang.

7 Cara uji

7.1 Uji kualitatif

Uji kualitatif diuji secara organoleptik yang menggunakan indera penglihatan,

penciuman dan peraba oleh penguji yang terlatih. Cara pemeriksaan adalah contoh

analisis sebanyak 50 biji semuanya diperiksa, sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Caranya umbi dibelah empat secara membujur, kemudian diperiksa sesuai dengan

kriteria masing-masing. Analisis fisik ini dilaksanakan di laboratorium

Page 41: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

7.2 Uji kuantitatif

7.2.1 Berat umbi

7.2.1.1 Prinsip

Pengukuran berat umbi dari ubi jalar dilakukan dengan cara penimbangan

yang menggunakan alat timbangan yang sesuai.

7.2.1.2 Peralatan

Pengukuran berat umbi menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,10 gram.

7.2.1.3 Cara kerja

Contoh analisis sebanyak 50 biji umbi ditimbang, kemudian dikelompokkan

sesuai dengan penggolongannya. Toleransi di atas dan di bawah ukuran berat masing-

masing 5%(biji) maksimum.

7.2.2 Umbi cacat

7.2.2.1 Prinsip

Pemeriksaan umbi cacat dilakukan secara organoleptik baik kenampakan dari

luar maupun pada bagian dalam.

7.2.2.2 Peralatan

Alat bantu untuk membelah umbi digunakan pisau.

7.2.2.3 Cara kerja

Contoh analisa sebanyak 50 biji umbi diperiksa seluruhnya. Pengamatan

dilakukan baik dari luar maupun bagian dalam umbi melalui pembelahan. Cacat

tersebut berupa luka goresan, luka memar, serangan hama atau penyakit. Umbi yang

cacat kemudian dipisahkan dan dihitung berapa umbi dari 50 biji umbi contoh.

Page 42: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

7.3 Penentuan kadar air

7.3.1 Prinsip

Pengukuran kandungan air secara grafimetri dengan cara menguapkan air dari

bahan dan ditimbang.

7.3.2 Peralatan

Alat pengukur kadar air umbi dengan alat oven dan timbangan analitik pada

ketelitian 0,001 gram (1 mgr).

7.3.3 Cara kerja

Kadar air ditentukan dengan Methode Oven ( AOAC 1984 ), sebanyak 5

gram contoh ditimbang dalam cawan yang telah diketahui berat tetapnya.

Dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam atau sampai berat tetap.

Disimpan dalam desikator, setelah dingin ditimbang dinyatakan dalam persen berat

basah.

Perhitungan kadar air:

Kadar air ( % bb) = B−CB−A

x 100 %

A = berat cawan

B = berat contoh + cawan

C = berat contoh kering + cawan

bb = berat basah

7.4 Penentuan kadar serat

7.4.1 Prinsip

Pengukuran kandungan serat dengan memisahkan bahan baku non serat

dengan cara melarutkan larutan asam dan basa kuat pada kondisi panas.

Page 43: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

7.4.2 Peralatan

Alat pengukur kadar serat umbi dengan alat corong buchner dan timbangan

analitis pada ketelitian 0,001 gram (1 mgr).

7.4.3 Cara kerja

Perhitungan kadar serat dengan menggunakan metode asam. Sebanyak 5

gram contoh ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 750 ml, ditambahkan

beberapa tetes oktanol. Ditambahkan 50 ml H2SO4 1,25 %. Dipasangkan pada

pendingin terbalik, dididihkan selama 30 menit. Ditambahkan 50 ml larutan NaOH

3,25 %, dipanaskan kembali 30 menit. Disaring panas-panas dengan corong buchner

yang berisi kertas saring yang telah diketahui berat tetapnya . Endapan dicuci

berturut-turut dengan air panas , H2SO4 1,25 % dan alkohol 36 %. Kertas saring dan

isinya diangkat dan dikeringkan ke dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam atau

sampai berat tetap, disimpan kedalam desikator, setelah dingin ditimbang.

Perhitungan :

Serat kasar ( % bk) = Berat serat kasar

berat kasarx100 %

bk = berat kering

7.5 Penentuan kadar pati

7.5.1 Prinsip

Pengukuran kandungan pati dilakukan pemisahan bahan nonpati dengan cara

melarutkan asam dan basa kuat secara centrifuge.

7.5.2 Peralatan

Alat pengukur kadar pati umbi dengan alat spektrofotometer dan timbangan

analitis ketelitian 0,001 gram (1 mgr).

Page 44: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

7.5.3 Cara kerja

Penentuan kadar pati dengan metodhe anthrone. Contoh ditimbang sebanyak 5

mg,kemudian ditambah 2 ml aguades dan dimasukkan kedalam tabung sentrifuge.

Setelah itu contoh dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit kemudian

ditambah 2 ml asam per klorat 9,2 N. Sambil diaduk atau digoyang hingga volume 10

ml, selanjutnya disentrifuge selama 30 menit dengan kecepatan 5000 rpm.

Supernatannya ditampung dalam labu ukur 50 ml. Residu yang ada pada tabung

sentrifuge ditambahkan 2 ml asam per klorat 4,6 N dan digoyang selama 15 menit.

Volumenya dijadikan ml dengan menambahkan aquades, kemudian disentrifuge lagi

selama 30 menit pada kecepatan 5000 rpm. Supernatannya disatukan dengan

supernatan yang tadi dan diencerkan sampai volume 50 ml. Supernatan yang telah

siap, diambil 5 ml dan diencerkan lagi sampai 100 ml, diambil lagi dan ditambahkan

antrone 10 ml, sambil direndam dalam air dingin. Dipanaskan pada air mendidih

selama 7,5 menit, didinginkan kembali pada air dingin dan diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 630 nm. Untuk blanko digunakan aquadest. Standar yang

digunakan adalah larutan glucosa dengan konsentrasi 1; 1,5 ; 2 ; 2,5 dan 3 mg/ml.

Prosedur pengukuran absorbansi sama dengan pengukuran contoh.

Perhitungan :

Abs. contoh

______________ x 0,9

Abs. 1 ppm 100

% Pati = ____________________ x pengenceran x ___________

Berat contoh 100 - Ka

Ka = Kadar air

Page 45: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Abs = Absorbansi.

8 Penandaan

Di bagian luar kotak kayu atau karton gelombang (kecuali dalam bentuk

curah) ditulis dengan bahan yang aman yang tidak luntur dan jelas terbaca antara

lain:

a) daerah asal produksi (Indonesia, Propinsi)

b) varietas dan mutu kelas

c) nama perusahaan

d) berat netto

e) nomor kemasan

f) tujuan

g) tanggal kemas

9 Pengemasan

Pengemasan dengan .kotak kayu atau karton gelombang atau keranjang

anyaman bambu yang dilapisi karton dengan , berat netto ubi jalar maksimum 10 Kg

dan tahan mengalami "handling" baik dalam waktu pemuatan dan pembongkaran.

Kotak pengemas harus berlubang-lubang untuk sirkulasi udara.

10 Rekomendasi

a) Umbi yang di kemas harus dilakukan pencucian dan sebelumnya dianginkan.

b) Ubi jalar harus memenuhi batas kandungan maksimum pestisida sesuai Surat

Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan Nomor : 881

/MENKES/VIII/1996 tentang batas residu pestisida pada hasil

711/Kpts/TP.270/B/96

pertanian.

Page 46: Laporan Praktikum Tpp Penepungan
Page 47: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Penepungan BlanchingBasis : 500 gramW setelah dibagi 3 : 145,2 gramW bahan kering : 27,1 gramW tepung halus : 26 gramW tepung kasar : 0,9 gram

% Produk tepung halus =W Tepung HalusW awal

x 100%

=26145,2

x100 %=17 , 91 %

% Produk tepung kasar = W Tepung KasarW awal

x100 %

= 0,9145,2

x100%=0 , 62 %

W lost Produk = W bahan kering – W tepung halus – W tepung kasar

= 27,1 gram – 26 gram – 0,9 gram

= 0,2 gram

Lost product = W Lost ProdukW berat Kering

x 100 %

= 0,227 , 1

x100%=0 , 74%

2. Penepungan dengan air biasaBasis : 500 gramW setelah dibagi 3 : 142,2 gramW bahan kering : 29,9 gramW tepung halus : 29,7 gramW tepung kasar : 0,2 gram

% Produk tepung halus =W Tepung HalusW awal

x 100 %

=29,7142,2

x100 %=20 , 89 %

% Produk tepung kasar = W Tepung KasarW awal

x100 %

Page 48: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

= 0,2142,2

x100 %=0 , 14 %

W lost Produk = W bahan kering – W tepung halus – W tepung kasar

= 29,9 gram – 29,7 gram – 0,2 gram = 0 gram

Lost product = W Lost ProdukW berat Kering

x 100 %

= 0

29 , 9x100%=0 %

3. Penempungan dengan Perendaman Na2S2O5

Basis : 500 gramW setelah dibagi 3 : 145 gramW bahan kering : 26 gramW tepung halus : 25,7 gramW tepung kasar : 0,3 gram

% Produk tepung halus =W Tepung HalusW awal

x 100 %

=25,7145

x 100 %=17 ,73 %

% Produk tepung kasar = W Tepung KasarW awal

x100 %

= 0,3145

x100 %=0 ,21 %

W lost Produk = W bahan kering – W tepung halus – W tepung kasar

= 26 gram – 25,7 gram – 0,3 gram

= 0 gram

Lost product = W Lost ProdukW berat Kering

x 100%

= 0

26x 100 %=0%

Page 49: Laporan Praktikum Tpp Penepungan
Page 50: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

LAMPIRAN DISKUSI MODUL

1. Jelaskan tujuan blanching pada pembuatan tepung!

Jawab :

Tujuan dari blanching adalah bahan akan menjadi bersih, mengurangi populasi

bakteri, mempertajam flavour, warna, dan dapat menghilangkan flavour yang tidak

disukai. Dengan adanya pemanasan akan menyebabkan dinding sel menjadi lebih

lunak dan permeabel terhadap air. Dengan demikian maka akan mempercepat

terjadinya proses penguapan air dari dalam bahan, dan berarti drying rate-nya

menjadi lebih besar sehingga dengan demikin proses pengeringannya menjadi

lebih cepat.

2. Jelaskan mengenai mekanisme reaksi terjadinya browning enzimatis dan non

enzimatis!

Jawab :

Browning enzimatis

Browning ini terjadi karena adanya senyawa fenolik . senyawa fenolik ada yang

bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatis pada buah dan

sayuran. Proses ini memerlukan adanya fenol oksidase danoksigen yang harus

berhubungan dengan substrt tersebut.

Browning non enzimatis

Suatu aldosa bereakasi bolak-balik dengan asam amino atau dengan seuatu

gugus amino dari protein sehingga menghasilkan basa schiff.

3. Jelaskan mengenai perbedaan antara proses pengeringan alami dan

pengeringan buatan dan jelaskan pula keuntungan dan kerugian dari

pengeringan tersebut!

Jawab :

Pengeringan alami adalah suat cara menghilangkan atau menurunkan kadar air

pada bahan atau produk secara alami denga cara memanfaatkan sinar matahari.

Page 51: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

Keuntungan : murah dan mudah didapat. Kerugian : memrlukan waktu yang

lama, membutuhkan tempat yang luas, bergantung pada cuaca, tidak higienis,

dan suhu tidak bisa diatur.

Pengeringan buatan adalah suatu cara untuk menghilangkan atau menurunkan

kadar air pada bahan dengan menggunakan alat atau instrumen. Keuntungan :

waktu pengeringan cepat, tidak membutuhkan lahan besar, tidak bergantung

kondisi cuaca, dan suhu mudah diatur. Kerugian : mahal, membutuhkan biaya

perawatan yang mahal, dan memerlukan daya listrik yang besar.

4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap kualitas

tepung?

Jawab :

Ada. Dalam suatu komoditi terutama tepung sanagta penting hubugannya dengan

bahan yang terdapat dalam tepung tersebut dan juga dalam proses pembuatannya.

Contoh, tepug terigu, kualitas tepung terigu dapat terbentuk tergantung pada

faktorbahan baku dan pemrosesan melalui proses pencucian, pengupasan sekam,

penggilingan, dan pemutihan maka jadilah tepung terigu seperti yang kita kenal.

Sedangkan dalam bahan baku kualitas protein serta gluten ditentukan oleh kualitas

jenis gandum yang diimpor serta varietas yang akan mempengaruhi kualitas

tepung terigu.

5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki performance

tepung yang dihasilkan?

Jawab :

Dengan cara bleaching

Dengan cara penambahan anti kempal

Dengan cara menggunakan enzim

Page 52: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

LAMPIRAN SOAL KUIS

1. Sebutkan faktor yang mempengaruhi laju kecepatan pengeringan !

Jawab :

Faktor Internal yang meliputi sifat bahan, ukuran bahan dan unit pemuatan

Faktor Eksternal yang meliputi depresi bola basah, suhu bahan dan kecepatan aliran

udara

2. Apa fungsi blanching pada penepungan dan sebutkan macam-macam blanching!

Jawab :

Blanching pada proses penepungan bertujuan sebagai perlakuan awal sebelum bahan

diolah yang berfungsi untuk menginaktifkan enzim dan sebagai persiapan produk

awal sebelum proses pengolahan. Macam-macam blanching ada dua yaitu blanching

dengan menggunakan air panas dan blanching dengan uap panas.

3. Apa yang dimaksud dengan Case Hardening ?

Jawab :

Case hardening adalah suatu kerusakan yang terjadi apabila penguapan air pada

permukaan lebih cepat daripada difusi air dari bagian dalam keluar atau suatu proses

yang terjadi pada bahan pangan dimana bagian luar dari bahan sudah kering

sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan karena suhu pemanasan

yang terlalu tinggi.

Page 53: Laporan Praktikum Tpp Penepungan

4. Apa yang dimaksud dengan umbi-umbian ? sebutkan 5 contoh umbi-umbian!

Jawab :

Umbi-umbian adalah bahan nabati yang diperoleh ari dalam tanah dengan jumlah

produksi yang besar. Pada umumnya umbi-umbian mengandung sumber KH terutama

pati yang cukup baik untuk menggantikan beras sebagai bahan makanan pokok dan

sebagai sumber cita rasa dan aroma karena mengandung oleoresin. Selain itu umbi

kaya akan kandungan prebiotik, serat dan antioksidan. Umbi-Umbian dibedakan

berdasarkan asalnya yaitu umbi akar dan umbi batang. Yang termasuk umbi akar

yaitu ubi kayu dan bengkuang. Yang termasuk umbi batang yaitu ubi jalar, kentang

dan gadung.

5. Diketahui Natrium Metabisulfit 350 ppm dimasukkan ke dalam air 400 ml. hitung

berapa gram natrium metabisulfit yang harus ditimbang!

Jawab :

gram yang harus ditimbang = 350/1000 x 400

= 140 mg

= 0,14 gram

Jadi natrium metabisulfit yang harus ditimbang sebesar 0,14 gram.