laporan praktikum ternak perah tingkah laku malam (fix)

32
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TERNAK PERAH TINGKAH LAKU SAPI PERAH (MALAM) Disusun oleh : Kelompok 7 Pradipta Bayuaji Pramono PT/05861 Yudistira Soeherman PT/05817 Ayu Eka Putri PT/05873 Fatih Akbar Imara PT/05937 Sahnita Regina Ginting PT/05852 Puput Rahayu PT05877 Alfian Dukhan PT/05809 Muhammad Wahyu Rizki PT/05869 Asisten : Maurinda Safitri LABORATORIUM ILMU TERNAK PERAH DAN INDUSTRI PERSUSUAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

Upload: quthub-muhammad

Post on 24-Dec-2015

117 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

laporan praktikum ilmu ternak perah

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TERNAK PERAH

TINGKAH LAKU SAPI PERAH (MALAM)

Disusun oleh :

Kelompok 7

Pradipta Bayuaji Pramono PT/05861

Yudistira Soeherman PT/05817

Ayu Eka Putri PT/05873

Fatih Akbar Imara PT/05937

Sahnita Regina Ginting PT/05852

Puput Rahayu PT05877

Alfian Dukhan PT/05809

Muhammad Wahyu Rizki PT/05869

Asisten : Maurinda Safitri

LABORATORIUM ILMU TERNAK PERAH DAN INDUSTRI PERSUSUANFAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA2011

Page 2: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

BAB I

PENDAHULUAN

Sapi perah sebagai ternak ruminansia mempunyai keunggulan-

keunggulan karena kemampuannya memanfaatkan bahan-bahan yang

tidak bersaing dengan kekuatan manusia menjadi bahan yang

mengandung energi yang berprotein tinggi. Oleh karena itu, untuk

mewujudkan sapi perah sebagai penyedia hewani, maka harus dilakukan

penanganan yang serius, sehingga perlu menajemen secara lengkap dan

benar. Domestikasi sapi dan penggunaan susunya untuk konsumsi

manusia di Asia dan Afrika Timur sudah dimulai sejak 8.000 sampai 6.000

SM. Sebelum sapi dijinakkan, mungkin dengan jalan diburu oleh orang-

orang primitif. Telah bertahun-tahun sapi digunakan ternak beban dan

sebagai sumber makanan, untuk upacara agama, upacara korban,

kosmetik dan obat-obatan. Orang-orang India menernakkan sapi sekitar

2.000 SM, menteganya digunakan sebagai bahan makanan, bahan

upacara-upacara korban dan sebagai bahan persembahan pada

Tuhannya.

Pengembangan sapi perah pada dasarnya bertujuan untuk

meningkatkan produksi susu dalam negeri yang hingga dewasa ini masih

rendah. Menurut catatan sepanjang 5 tahun terakhir ini pasokan susu dari

peternak tidak lebih dari seperti kebutuhan Industri Pengolahan Susu

(IPS). Pengembangan usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini

diharapkan semakin baik seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan taraf hidup

masyarakat, serta kesadaran pentingnya mengkonsumsi protein hewani.

Berdasarkan data statistik, kesadaran akan arti pentingnya gizi terutama

dari protein hewani dan khususnya susu cenderung meningkat seiring

dengan meningkatnya pendidikan masyarakat. Kecenderungan ini sangat

terlihat dari tingkat permintaan susu nasional pada tahun 1998 adalah

657,60 ribu ton, tahun 1999 adalah 1050,60 ribu ton, dan tahun 2000

Page 3: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

adalah 1.206,78 ton ribu (angka sementara), sedang produksi susu

nasional pada tahun 1998 adalah 375,4 ribu ton, tahun 1999 adalah

436,00 ribu ton dan pada tahun 2000 adalah 497,86 ribu ton (angka

sementara).

Perkembangan dan pengembangan ternak perah di negara

berkembang seperti Indonesia tergolong belum maju dan susu merupakan

makanan atau minuman yang dianggap mewah. Produktivitas sapi perah

ditentukan antara lain oleh mutu genetik, manajemen atau pengelolaan.

Masalah dalam penyediaan protein hewani Indonesia adalah cepatnya

pertumbuhan penduduk. Hal ini mengakibatkan tanah-tanah perrtanian

yang semakin sempit. Masalah lainnya adalah kondisi iklim dan pakan

yang kurang menunjang produksi ternak terutama pada musim kemarau.

Tujuan dari praktikum Ilmu Ternak Perah acara tingkah laku siang adalah

untuk mengetahui tingkah laku sapi perah pada siang hari. Mulai dari

temperatur rektal, frekuensi respirasi, frekuensi pulsus, kondisi

lingkungan, frekuensi minum, frekuensi urinasi, frekuensi defekasi, lama

berbaring, konsumsi pakan, lama makan, lama remastikasi dan kunyahan

per bolus.

Page 4: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

BAB II

KEGIATAN PRAKTIKUM

Kegiatan praktikum Ilmu Ternak Perah dilakukan di kandang UPT

Ternak Perah Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Praktikum

yang dilakukan adalah Pengamatan Tingkah Laku Siang yang

dilaksanakan pada hari Minggu, 31 Oktober 2011 pukul 17.30 sampai

06.00 WIB.

Pengukuran Data Fisiologis dan Lingkungan

Pengukuran data fisiologis

Frekuensi pulsus. Salah satu data fisiologis yang digunakan

adalah pulsus. Pengukuran pulsus dilakukan dengan cara diraba pada

pangkal ekor sapi dipegang sampai terasa denyut arteri caudalis. Setelah

terasa denyut arteri caudalis, dilakukan penghitungan denyut yang terasa

selama satu menit dan diulang dengan cara yang sama sebanyak 3 kali,

kemudian dicatat dan hasilnya dirata-rata. Pengukuran pulsus dilakukan

pada jam-jam yang telah ditentukan sebelumnya.

Frekuensi respirasi. Pengukuran respirasi dilakukan dengan cara

punggung telapak tangan didekatkan pada hidung sapi untuk mengetahui

frekuensi respirasi. Selain menggunakan punggung telapak tangan,

pengukuran dapat dilakukan dengan cara melihat kembang kempis perut

sebelah kanan pada sapi. Pengukuran itu diakukan selama satu menit dan

diulang dengan cara yang sama sebanyak 3 kali, kemudian hasilnya

dicatat dan dirata-rata. Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan pada

jam-jam yang telah ditentukan sebelumnya.

Temperatur rektal. Temperatur rektal adalah mengukur temperatur

atau suhu tubuh ternak. Pengukuran temperatur rektal dilakukan dengan

cara memasukkan termometer pada bagian rektum sapi. Sebelum

termometer dimasukkan ke dalam rektum hewan ternak, termometer

harus menunjukan pada skala 0oC. Termometer dimasukkan ke dalam

rektum sapi kira-kira sepertiga bagian dari termometer kemudian diukur

Page 5: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

selama satu menit dan dilakukan sebanyak 3 kali kemudian hasilnya

dicatat dan dirata-rata. Pengukuran dilakukan selama masa praktikum

pada jam-jam yang telah ditentukan sebelumnya.

Pengamatan lingkungan

Kelembaban relatif. Kelembaban relatif mempengaruhi fisiologis

tubuh ternak. Pengukuran kelembaban dilakukan dengan alat

termohigrometer yang diukur dan dicatat hasilnya. Pengukuran

kelembapan relatif dilakukan pada jam-jam yang telah ditentukan

sebelumnya.

Suhu lingkungan. Temperatur lingkungan sangat berpengaruh

terhadap kondisi fisiologis tubuh ternak. Suhu lingkungan sangat

berpengaruh terhadap kelembaban lingkungan. Pengukuran temperatur

lingkungan dilakukan pada jam-jam yang telah ditentukan sebelumnya.

Pengamatan Tingkah Laku dan Makan

Pengamatan tingkah laku

Frekuensi minum. Pengamatan minum sapi perah dilakukan

dengan cara mengukur volume awal air yang tersedia dikurangi volume air

minum yang tersisa ditempat minumnya setelah sapi tersebut minum.

Pengukuran volume air awal ialah dengan mengalikan panjang, lebar, dan

tinggi air ditempat minum. Sedangkan pengukuran volume setelah sapi

minum ialah dengan mengalikan panjang, lebar, dan tinggi sisa air minum

setelah sapi minum.

Frekuensi urinasi. Air yang dikonsumsi tiap hari jumlahnya

seimbang dengan yang dikeluarkan tiap hari. Pengamatan urinasi yang

dilakukan meliputi frekuensi urinasi selama 24 jam, dan volume urin setiap

sapi melakukan urinasi.

Frekuensi defekasi. Defekasi adalah pengeluaran feses.

Pengamatan defekasi yang dilakukan adalah pengamatan frekuensi

defekasi yang terjadi selam 12 jam dan penimbangan berat feses yang

keluar.

Page 6: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

Lama tiduran. Lama waktu tiduran seekor sapi mulai dihitung saat

sapi mulai berbaring dan berakhir saat sapi tersebut berdiri. Pengamatan

lama waktu berbaring dilakukan pada pukul 18.00 sore sampai 06.00 pagi.

Pengamatan makan

Pemberian pakan. Praktikum dilakukan dengan mengamati jenis

pakan yang diberikan, jumlah dan waktu pemberiannya. Pakan yang akan

diberikan ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan.

Konsumsi pakan. Pakan merupakan komponen yang sangat

penting bagi ternak. Praktikum dilakukan dengan pengamatan pada

jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Pengamatan makan

dilakukan dari pukul 18.00 hingga pukul 06.00 pagi. Jumlah pakan yang

diberikan dikurangi yang tersisa sehingga diperoleh jumlah konsumsi

pakan.

Lama makan. Pengamatan lama makan sapi dilakukan tiap sapi

tersebut memakan pakan yang diberikan, mulai dari pengambilan pakan

hingga sapi tersebut berhenti makan. Setelah itu dilihat adakah pakan

yang tersisa. Apabila ada pakan yang tersisa, pakan tersebut kemudian

ditimbang.

Lama remastikasi. Pengamatan remastikasi dilakukan tiap jam

selama 12 jam praktikum. Pengamatan yang dilakukan adalah

menghitung lamanya sapi tersebut melakukan remastikasi dari awal

hingga berhenti lalu dirata-rata berapa kali pengunyahan untuk setiap

bolusnya.

Page 7: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGAMATAN TINGKAH LAKU MALAM SAPI PERAH

Pengukuran Data Fisiologis dan Lingkungan Sapi Perah

Pengukuran data fisiologis

Pengukuran temperatur rektal. Berdasarkan praktikum yang

telah dilaksanakan, temperatur rektal sapi perah yang didapatkan adalah

sebagai berikut :

Tabel 1. Pengukuran temperatur rektal sapi perah

PukulTemperatur rektal (0C)

D02 UUB F03 F0518.00 38,4 37,8 38,4 38,9720.00 37,9 38,1 37,6 38,37

22.00 38,3 37,3 38,7 37,9324.00 36,6 38,1 38,2 38,0301.00 37,3 38,1 38,4 37,8702.00 37,7 37,6 37,9 38,1704.00 38,3 37,4 37,4 37,5306.00 37,7 37,5 37,76 38,17

Rata-rata 37,73 38,03 37,93 38,47

Berdasarkan data pengukuran temperatur rektal pada praktikum

diperoleh rata-rata temperatur rektal pada sapi laktasi F03 dan F05

masing-masing sebesar 37,93˚C dan 38,47˚C sedangkan pada sapi dara

D02 dan UUB masing-masing sebesar 37,73˚C dan 38,03˚C. Menurut

Frandson (1992), kisaran normal temperatur rektal sapi 36,7˚C sampai

39,1˚C. Hasil tersebut menunjukkan temperatur rektal pada keempat sapi

yaitu sapi D02, sapi UUB, sapi F03 dan sapi F05 dalam keadaan normal.

Menurut Dukes (1995), sapi–sapi yang sedang bekerja, sapi yang tiduran

pada malam hari suhu tubuhnya relatif tinggi. Temperatur rektal

dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, aktivitas, pakan, minuman dan

pencernaan produksi panas oleh tubuh secara tidak langsung.

Page 8: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

Pengukuran frekuensi respirasi. rekuensi pernafasan bervariasi,

tergantung dari jenis sapi dan umurnya. Pernafasan yang normal yaitu

suara nafas halus, teratur dan tidak tersengal-sengal (Akoso, 1996).

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, frekuansi respirasi yang

didapatkan adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Pengukuran frekuensi respirasi

WaktuFrekuensi respirasi

D02 UUB F03 F0518.00 18 43 29,6 60,3320.00 23,3 26,3 36 49,3322.00 30,6 31,3 29,6 37,6724.00 20 24 28 4201.00 28,3 42,3 28,6 3902.00 31,7 20,7 40,3 3704.00 42,3 32 23 26,3306.00 36,7 21 25 27,67

Rata-rata 33,4 26,7 28,9 41,65

Berdasarkan data pengukuran frekuensi respirasi pada praktikum

diperoleh rata-rata frekuensi respirasi pada sapi laktasi F03 dan F05

masing-masing sebanyak 28,9 kali/menit dan 41,65 kali/menit sedangkan

pada sapi dara D02 dan UUB masing-masing sebanyak 33,4 kali/menit

dan 26,7 kali/menit. Menurut pendapat Akoso (2008), bahwa frekuensi

pernafasan setiap menit untuk jenis hewan tidak sama. Pada sapi dewasa

berkisar antara 12 sampai 16 kali/menit, sedangkan pada sapi muda

antara 27 sampai 37 kali/menit. Menurut Frandson (1992), frekuensi

pernafasan yang normal pada sapi berkisar antara 24 sampai 43

kali/menit. Frekuensi pernafasan rata–rata keempat sapi tersebut masih

berada pada batas normal. Sapi menyesuaikan panas tubuh terhadap

lingkungannya dengan lebih banyak berbaring.

Peningkatan frekuensi nafas sangat efisien untuk membuang

panas tubuh yang terlalu tinggi. Tingginya frekuensi nafas sangat

berkaitan dengan pola makan dan ruminasi yang berakibat pada turunnya

efisiensi penampilan produksi (Frandson, 1992). Menurut Dukes (1995),

Page 9: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

faktor–faktor yang mempengaruhi respirasi adalah ukuran tubuh, umur,

aktivitas, temperatur lingkungan, kebuntingan, dan kondisi patologis.

Pengukuran frekuensi pulsus. Tujuan dari pengukuran frekuensi

pulsus sapi perah adalah untuk mengetahui kisaran normal denyut jantung

sapi perah yang diamati. Ada pun hasil pengamatan frekuensi pulsus sapi

perah adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Pengukuran frekuensi pulsus sapi perah

WaktuFisiologis pulsus

DO2 UUB F03 F0518.00 74 49,3 57,6 57,3320.00 73,3 67,7 56,6 60,3322.00 70 77,7 55,3 5924.00 63 59,7 54 52,6701.00 68,3 64 59,3 59,6702.00 64,7 59,7 51,6 53,6704.00 56,3 60,7 52 5106.00 69,3 58,7 50,6 56,33

Rata-rata 66,9 67,7 54,6 56,69

Berdasarkan data pengukuran frekuensi pulsus pada praktikum

diperoleh rata-rata frekuensi pulsus pada sapi perah kode D02 dan sapi

perah kode UUB yaitu 66,9 kali/menit dan 67,7 kali/menit sedangkan

pada sapi perah kode F03 dan sapi perah kode F.05 yaitu 54,6 kali per

menit dan 56,69 kali per menit. Frekuensi pulsus sapi perah kode D02,

UUB, F03, dan F05 adalah normal karena sudah sesuai dengan teori

Frandson (1992), yang menyatakan frekuensi pulsus pada sapi dewasa

berkisar antara 55 sampai 80 kali/menit. Ditambahkan oleh Dukes (1995),

bahwa frekuensi denyut nadi sapi sehat adalah sebagai berikut, pedet

(umur beberapa hari) 116 sampai 141 kali/menit, pedet (umur 1 bulan)

105 kali/menit, pedet (umur 6 bulan) 96 kali/menit, sapi (muda umur 1

tahun) 91 kali/ menit, sapi dewasa 40 sampai 60 kali/menit dan sapi (tua)

35 sampai 70 kali/menit.

Suhu lingkungan yang tinggi mampu menaikkan frekuensi denyut

nadi namun pada suhu lingkungan yang rendah akan menurunkan denyut

nadi meskipun dalam batas yang normal (Dukes, 1955). Menurut

Page 10: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

Frandson (1992), denyut nadi pada daerah comfort zone akan konstan

tetapi setelah melewati batas atas comfort zone denyut nadi akan

mengalami peningkatan. Denyut nadi yang mengalami peningkatan

sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dimana ternak itu berada.

Williamson dan Payne (1993), serta Swenson dan Reece (1993)

menyatakan bahwa yang mempengaruhi denyut jantung atau pulsus pada

ternak adalah aktivitas ternak, strees atau cekaman, suhu, dan

kelembaban lingkungan.

Pengamatan lingkungan

Kelembaban relatif. Kelembaban relatif merupakan salah satu

faktor yang memepengaruhi kondisi fisiologis maupun metabolisme sapi.

Berdasarkan preaktikum yang dilakukan diperoleh data hasil pengukuran

kelembaban relatif sebagai berikut :

Tabel 4. Pengukuran kelembaban relatif kandangWaktu Kelembaban kandang (%)18.00 6020.00 6822.00 7224.00 8601.00 8602.00 7804.00 7406.00 74

Rata-rata 73,25

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil

bahwa kelembaban kandang sapi perah adalah 73,25 %. Setiap hewan

mempunyai kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai yang

disebut Comfort Zone. Temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi

kehidupan ternak di daerah tropik adalah 10°C sampai 27°C (50°F sampai

80°F) sedangkan keadaan lingkungan yang ideal untuk ternak di daerah

sub tropis (sapi perah) adalah pada temperatur antara 30°F sampai 60°F

dan dengan kelembaban rendah. Selain itu, sapi FH maupun PFH

memerlukan persyaratan iklim dengan ketinggian tempat kurang lebih

Page 11: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

1000 m dari permukaan laut, suhu berkisar antara 15° sampai 21°C dan

kelembaban udaranya diatas 55%. Kenaikan temperatur udara diatas

60°F relatif mempunyai sedikit efek terhadap produksi. Iklim di indonesia

adalah super humid atau panas basah yaitu iklim yang ditandai dengan

panas yang konstan, hujan dan kelembaban yang terus menerus.

Temperatur udara berkisar antara 21.11°C sampai 37.77°C dengan

kelembaban relatif 55 sampai 100% (Widya, 2010).

Suhu lingkungan. Lingkungan menurut asalnya dibagi menjadi

dua, yaitu lingkungan alam dan lingkungan buatan. Lingkungan alam

terdiri dari faktor iklim yaitu suhu udara, kelembaban udara, kecepatan

angin, tekanan udara, curah hujan, ketinggian, debu, cahaya dan radiasi

kosmik (Williamson dan Payne, 1993). Berdasarkan praktikum yang telah

dilaksanakan, pengukuran keadaan lingkungan kandang yang diperoleh

adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Pengukuran keadaan lingkungan kandangWaktu Temperatur Kandang (%)18.00 3220.00 3022.00 2924.00 2801.00 2802.00 2804.00 27,506.00 27,5

Rata-rata 28,93

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil

bahwa rata-rata temperatur adalah 28,93 °C. Setiap hewan mempunyai

kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai yang disebut comfort

zone. Temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi kehidupan ternak di

daerah tropik adalah 10°C sampai 27°C (50°F sampai 80°F) sedangkan

keadaan lingkungan yang ideal untuk ternak di daerah sub tropis (sapi

perah) adalah pada temperatur antara 30°F sampai 60°F dan dengan

kelembaban rendah. Selain itu, sapi FH maupun PFH memerlukan

Page 12: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

persyaratan iklim dengan ketinggian tempat kurang lebih 1000 m dari

permukaan laut, suhu berkisar antara 15° sampai 21°C (Widya, 2010).

Hasil pengukuran bila dibandingkan dengan literatur, maka

temperatur dan kelembaban lingkungan pada saat praktikum berada

dalam kisaran yang normal sehingga lingkungan UPT Ternak Perah UGM

Yogyakarta baik untuk pemeliharan sapi perah. Suhu dan kelembaban

udara yang tinggi akan menyebabkan stress pada ternak sehingga suhu

tubuh, respirasi dan denyut jantung meningkat, serta konsumsi pakan

menurun, akhirnya menyebabkan produktivitas ternak rendah. Selain itu

berbeda dengan faktor lingkungan yang lain seperti pakan dan kesehatan,

maka iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia

(Widya, 2010).

Pengamatan Tingkah Laku dan Makan

Pengamatan tingkah laku

Frekuensi minum. Air yang terdapat di dalam tubuh ternak

terutama berasal dari air minum, air di dalam pakan, dan air metabolik. Air

metabolik adalah air yang berasal dari proses oksidasi senyawa organik di

dalam tubuh (Kamal, 1994). Adapun hasil yang diperoleh saat

pengamatan adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Frekuensi dan volume minum sapi perah

ParameterNo. Sapi

DO2 UUB F03 F05Volume Minum (ml) - 46.400 21.600 54.375

Frekuensi Minum (kali) - 3 1 12

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa frekuensi dan volume

minum dari sapi kode D02, UUB, F03, dan F05 berbeda. Frekuensi minum

sapi kode UUB adalah 3 kali dengan volume minum 46.400 ml. Frekuensi

minum sapi kode F05 adalah 12 kali dengan volume 54.375 ml yang

merupakan volume minum terbanyak. Frekuensi minum sapi kode D02

adalah 7 kali dengan volume minum 32.400 ml. Sapi kode D02

Page 13: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

merupakan sapi dara namun kemampuan minumnya sangat tinggi.

Frekuensi minum sapi F03 adalah 3 kali dengan volume 26.400 ml.

Menurut Soetarno (2003), menyatakan bahwa sapi perah

umumnya membutuhkan 3 sampai 4 liter untuk memproduksi 1 liter susu.

Seekor sapi yang tidak dalam masa laktasi akan minum air sebanyak 40

liter. Saat sapi memproduksi susu 10 sampai 25 liter kebutuhan akan air

akan naik mencapai 75 liter. Jika produksi susu mencapai 35 liter per hari

maka air yang diminum hampir 90 liter. Faktor yang mempengaruhi

konsumsi air bagi seekor sapi adalah umur, berat badan, produksi susu,

panas, dan kelembaban udara (cuaca), serta jenis ransum pakan.

Menurut Soeharsono (2010), menyatakan bahwa setiap kehilangan air

maka akan menimbulkan tingkah laku minum. Terdapat beberapa

mekanisme yang mengontrol dan mengatur pengambilan air sehingga

setiap saat air yang keluar sama dengan air yang masuk. Kehilangan air

menimbulkan rasa haus. Karakteristik makhluk yang kehausan ialah

kerongkongan dan mulutnya terasa kering. Hal ini disebabkan sekresi

kelenjar saliva menurun karena kekurangan air.

Ternak hanya dapat hidup beberapa menit tanpa oksigen dan

beberapa jam atau hari tanpa air bergantung pada kondisi lingkungannya.

Hewan yang sehat, fluktuasi volume atau berat air dalam tubuh relatif

sangat sedikit bahkan hamper konstan (Soeharsono, 2010). Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa pemasukan air ke dalam tubuh sapi

perah (minum) tidak teratur dan sangat berubah-ubah. Fungsi air bagi

tubuh menurut Soeharsono (2010), adalah sebagai pelarut zat-zat

elektrolit dan non elektrolit, medium berbagai reaksi biokimiawi tubuh, alat

transportasi, mengatur suhu tubuh, dan mempertahankan pH. Fungsi air

lainnya yaitu memudahkan penelanan pakan, melarutkan nutrient,

berperan dalam proses pencernaan pakan, mempertahankan bentuk sel

tubuh, penghantar getaran suara dalam proses pendengaran, pengantar

cahaya dalam proses penglihatan, pelumas dan bantalan persendian,

Page 14: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

cairan dalam otak dan bantalan system saraf (Kamal, 1994). Satu

paragraf minimal 3 kalimat

Frekuensi urinasi. Urin yaitu hasil filtrasi ginjal yang sudah tidak

dimanfaatkan dan harus dikeluarkan dari tubuh. Suhu lingkungan

berpengaruh terhadap pengeluaran urin di samping faktor lain seperti

keseimbangan air, pH, tekanan osmotik, tingkat elektrolit dan konsentrasi

banyaknya zat dalam plasma (Blakely dan Bade, 1995). Berdasarkan

pengamatan dan pengukuran volum urinasi diperoleh hasil sebagai

berikut :

Page 15: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

Tabel 7. Frekuensi dan volume urinasi sapi perah

ParameterNo. Sapi

DO2 UUB F03 F05Volume Urinasi (ml) 3.400 21.100 10.000 30.100

Frekuensi Urinasi (kali) 1 6 2 13

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada praktikum

diketahui bahwa untuk sapi D02 frekuensi urinasi selama 12 jam adalah 1

kali, sapi UUB 6 kali, sapi F03 2 kali, dan sapi F05 13 kali. Volume urinasi

sapi D02 adalah 4.300 ml, sapi UUB 21.100 ml, sapi F03 10.000 ml, dan

sapi F05 30.100 ml. Menurut Akoso (2008), urinasi merupakan suatu yang

dilakukan ternak dalam mengatur proses keseimbangan tubuh yaitu

dengan cara membuang urin atau cairan yang tidak bermanfaat lagi bagi

tubuh. Menurut Seobronto (1995), warna urin berkaitan dengan enzim

pencernaan dan warna bahan yang dikonsumsi. Frekuensi urinasi yang

normal pada sapi dalam kondisi normal berkisar antara 5 sampai 7 kali

dalam sehari yaitu sebanyak 6 sampai 12 liter.

Hasil tersebut bila dibandingkan dengan literatur menunjukkan

bahwa volum minum pada sapi perah K03 dan sapi perah F05 berada

diatas kisaran normal. Tubuh kehilangan atau kenaikan panas yang

disebabkan makanan atau minuman yang dimakan dapat mempengaruhi

jumlah produksi panas atau kehilangan panas (Siregar, 1995). Air yang

diminum melebihi keperluan metabolisme dengan suhu tubuh yang

kemudian dikeluarkan sebagai urin dengan suhu sama dengan suhu

tubuh. Selebihnya dijelaskan bahwa jumlah urin yang dikeluarkan

tergantung pada jumlah air yang masuk ke dalam tubuh ternak yang

berasal dari makanan hijauan dan konsentrat, selain itu suhu lingkungan

pada sapi yang bekerja berat akan mempengaruhi jumlah urin yang

dikeluarkan oleh seekor sapi (Williamson dan Payne, 1993).

Frekuensi defekasi. Defekasi adalah proses feses. Feses

merupakan hasil kerja alat pencernaan yang paling akhir dari degradasi

bahan pakan, selanjutnya proses pembentukan feses pada sapi normal

dimulai dari masuknya bahan pakan masuk dari mulut sampai keluarnya

Page 16: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

feses melalui rektum memerlukan waktu 5 sampai 7 jam (Siregar, 1995).

Berdasarkan pengamatan dan pengukuran frekuensi dan volum defekaasi

diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 8. Frekuensi dan volume defekasi sapi perah

ParameterNo. Sapi

DO2 UUB F03 F05Volume Defekasi (kg) 4,5 4 6,2 10,75

Frekuensi Defekasi (kali) 4 3 3 5

Hasil pengamatan menunjukan bahwa untuk sapi D02 frekuensi

defekasi selama 12 jam adalah 4 kali, sapi UUB 3 kali, sapi F03 3 kali, dan

sapi F05 5 kali. Volume defekasi sapi D02 adalah 4,5 kg, sapi UUB 4 kg,

sapi F03 6,2 kg, dan sapi F05 10,75 kg. Menurut Soetarno (1999), seekor

sapi mengeluarkan feses selama sehari 6 sampai 8 kali. Menurut

Subronto (2001), jumlah pengeluaran feses pada sapi perah FH setiap

harinya kurang lebih 12 kg untuk sapi tidak laktasi dan 19 kg untuk sapi

perah yang sedang laktasi. Hasil tersebut bila dibandingkan dengan

literatur tidak dalam kisaran normal karena sapi dalam keadaan stress

karena terganggu oleh praktikan serta kondisi sapi yang kurang sehat.

Pemberian pakan kasar akan mempengaruhi jumlah feses yang

dikeluarka. Pakan kasar akan meningkatkan jumlah feses menjadi lebih

sedikit (Santosa, 2004). Tanaman pakan yang ditanam di daerah tropis

kering dan agak kering menyebabkan lignifikasi tanaman terjadi lebih awal

daripada tanaman di daerah temperatur atau bersuhu rendah (Williamson

dan Payne, 1993). Tekstur dan warna dari feses yang dikeluarkan ternak

tergantung dari kandungan bahan kering dalam pakan dan air yang

dikonsumsi ternak (Santosa, 2004).

Lama tiduran. Sapi harus tersedia pakan dan minum yang cukup,

udara yang bersih, permukaan bedding yang empuk dan bersih sehingga

sapi dapat berdiri dan berbaring dengan nyaman. Sapi menghabiskan

lebih dari separuh hidupnya dengan berbaring. Berdasarkan praktikum

yang telah dilaksanakan, lama berbaring sapi perah yang didapatkan

adalah sebagai berikut :

Page 17: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

Tabel 9. Pengamatan lama berbaring

ParameterNo. Sapi

DO2 UUB F03 F05Lama Berbaring (menit) 607 617 569 564

Berdasarkan hasil diatas dapat diketahui bahwa lama tiduran sapi

no. identifikasi sebelah D02, UUB, F03, dan F05 berturut-turut adalah 607

menit, 617 menit, 569 menit, dan 564 menit. Menurut Anonim (2008), sapi

biasanya berbaring sekitar 14 jam sehari dan selama waktu itu sapi tidur

hanya 30 menit. Saat permukaan bedding tidak nyaman, sapi akan

mengurangi waktu istirahat. Jika sapi tidak dapat berbaring, sapi akan

berdiri terlalu lama dan ini akan mengganggu natural behaviour cycle.

Sapi akan berbaring terlalu lama dan mengurangi makan dan minum.

Pengurangan frekuensi ke tempat pakan dan kurangnya konsumsi dry

matter sedangkan menurut Webster (1993), lama tiduran normal pada

sapi adalah 9 sampai 12 jam dalam 24 jam. Kebanyakan sapi perah lebih

lama berbaring atau tiduran pada malam hari daripada siang hari.

Selain itu, cuaca, kualitas breeding, tipe kandang dan kepadatan

ternak dalam kandang juga mempengaruhi lamanya dan frekuensi

berbaring. Sapi butuh untuk berbaring. Pengurangan waktu berbaring,

akan mengurangi produksi susu. Berbaring itu penting karena sapi

istirahat dan ruminasi saat berbaring, sapi mengistirahat dan

mengeringkan kukunya. Sirkulasi darah ke ambing meningkat sampai

30%. Istirahat sebagai pencegahan lameness Peningkatan waktu yang

dihabiskan untuk berbaring dalam kandang yang bersih, kering dan

nyaman berarti berkurang waktu yang dihabiskan untuk berdiri di lantai

yang keras sehingga kuku tetap bersih dan kering (Anonim, 2008).

Menurut Tarjo (2006), keadaan fisik juga mempengaruhi lama berbaring

dari seekor ternak. Ternak yang memiliki keadaan fisik yang kurang baik

seperti cacat dan sakit, akan memiliki waktu berbaring yang cenderung

lebih lama daripada ternak yang memiliki keadaan fisik yang baik dan

sehat.

Page 18: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

Pengamatan makan

Pemberian pakan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,

konsumsi pakan sapi perah yang didapatkan adalah sebagai berikut :

Tabel 10. Pengamatan jumlah pakan yang diberikan

ParameterNo. Sapi

DO2 UUB F03 F05Pakan yang diberikan (kg) - - - -

Pemberian pakan hijauan segar pada masing-masing sapi perah

berbeda-beda karena kebutuhan pakan antara sapi perah dara dan sapi

perah laktasi yang berbeda. Pemberian pakan untuk sapi laktasi F03 dan

F05 sebanyak 12 kg dan sapi dara D02 dan UUB sebanyak 7,5 kg.

Pemberian pakan pada sapi laktasi lebih banyak karena kebutuhan pakan

untuk sapi laktasi harus mencukupi kebutuhan hidup pokok dan

kebutuhan produksi susu. Nutrisi yang dibutuhkan untuk masa laktasi

harus diperhatikan beberapa hal yaitu kondisi dan berat badan sapi,

produksi susu, kadar lemak susu, tanggal beranak dan lama laktasi, lama

bunting, jenis dan komposisi nutrisi bahan pakan. Pakana hijauan

merupakan pakan dasar bagi ternak ruminansia khsusunya sapi perah.

Komposisi nutrien dan hijauan terdiri dari protein kasar 98,4 %, energi

1,25 Mcal/kg, mineral yaitu Ca 70 % dan P 0,38 % (Tillman, 1998).

Konsumsi pakan. Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang

dimakan sapi. Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh data

jumlah pakan yang dikonsumsi sebagai berikut :

Tabel 11. Pengamatan jumlah pakan yang dikonsumsi

ParameterNo. Sapi

DO2 UUB F03 F05Pakan yang dikonsumsi (kg) - - - -

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diketahui tingkat

konsumsi pakan pada keempat sapi yaitu sapi dara D02 dan UUB, sapi

laktasi F03 dan F05 cukup tinggi hal tersebut dapa dilihat tidak ada

pakan yang tersisa. Menurut Cruch (1998), sapi perah akan

mengkonsumsi pakan paling banyak 3 % berat kering dari berat

badannya. Secara umum sapi perah dengan produksi tinggi akan

Page 19: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

mengkonsumsi hijauan sekitar 1,5 sampai 2 % berdasar berat badan.

Menurut Sarjono (2001), sapi perah yang sedang dalam masa laktasi

membutuhkan pakan hijauan sebanyak 20 sampai 30 kg per harinya,

sedangkan pakan konsentrat yang diberikan disesuaikan dengan produksi

susu dan berat sapi tersebut. Hasi yang diperoleh pada saat praktikum ini

menunjukkan bahwa sapi tidak melakukan aktivitas konsumsi oakan pada

malam hari.

Lama Makan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, lama

makan sapi perah pada siang hari adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Pengamatan lama makan

ParameterNo. Sapi

DO2 UUB F03 F05Lama makan (menit) - - - -

Hasil yang diperoleh dari pengamatan adalah sapi dara D02

mempunyai lama makan 15 menit. Sapi dara UUB mempunyai lama

makan 15 menit. Sapi laktasi F03 mempunyai lama makan 25 menit. Sapi

laktasi F05 mempunyai lama makan 32 menit. Waktu makan yang

dibutuhkan dari keempat sapi berbeda satu sama lain. Menurut Frandson

(1992), lama makan sangat dipengaruhi oleh jenis, umur sapi, lingkungan,

kondisi sapi serta jumlah pakan yang diberikan. Sapi yang memiliki

gangguan indigesti akan memiliki nafsu makan yang menurun dan lama

makan yang lebih lama dari yang biasa dibutukan untuk memakan pakan

dalam jumlah yang sama (Sarjono, 2001).

Lama remastikasi. Ruminansi merupakan salah satu ciri yang

khas pada ternak ruminasia yaitu dengan mengunyah kembali makanan

yang telah masuk lambung (rumen) agar lebih lumat dan dapat dengan

mudah dicerna (Soebronto, 1995). Berdasarkan praktikum yang telah

dilakukan, lama makan sapi perah pada siang hari adalah sebagai berikut:

Tabel 13. Pengamatan remastikasi dan kunyahan per bolus

ParameterNo. Sapi

DO2 UUB F03 F05Lama remastikasi (menit) 194 60 144 157

Kunyahan per-bolus (kali/bolus) 21 220 27 162

Page 20: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

Sapi biasanya melakukan ruminansia setelah 2 sampai 5 jam

setelah makan dan pada malam hari pada saat sapi sedang berbaring

(Frandson, 1992). Hasil pengamatan remastikasi dan kunyahan per bolus

pada sapi dara D02 adalah 194 menit dengan banyak kunyahan per bolus

27,1. Sapi dara UUB adalah 60 menit dengan kunyahan per bolus 162

kali. Sapi laktasi F03 adalah 144 menit dengan kunyahan per bolus 21,48

kali. Sapi laktasi F05 adalah 157 menit dengan kunyahan per bolus 220,6

kali. Menurut Prihadi dan Adiarto (2008), lama remastikasi antara 256

sampai 458 menit, rata-rata seekor sapi melakukan ruminansi selama

sekitar 8 jam (480 menit) sehari dengan penyebaran yang hampir merata.

Hasil tersebut menunjukkan jumlah lama remastikasi pada malam hari

lebih sedikit daripada remastikasi pada siang hari karena pakan yang

diberikan hanya sedikit. Berdasarkan pengamatan lama remastikasi saat

praktikum hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang ada.

Menurut Prihadi dan Adiarto (2008), lama remastikasi dan banyaknya

kunyahan perbolus tergantung pada umur dan jenis sapi serta pakan yang

diberikan.

Page 21: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sapi perah PFH yang berada di UPT Fakultas Peternakan UGM

tidak dalam kondisi normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah

laku ternak sapi adalah suhu lingkungan, aktivitas sapi, umur sapi, jenis

dan banyaknya pakan yang diberikan, serta kondisi dari sapi. Kondisi

normal tersebut membuktikan bahwa sapi sehat.

Saran

Praktikum ilmu ternak perah perlu ditambah jumlah alat-alat lagi

yang dapat mendukung lancarnya acara praktikum, waktu pelaksanaan

praktikum jangan terlalu pagi, dan dalam pelaksanaan praktikum, asisten

lebih memperhatikan praktikan dan jalannya praktikum.

Page 22: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

DAFTAR PUSTAKA

Adiarto. 2008. Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Akoso, T. B. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Akoso, B.T. 2008. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.

Anonim. 2008. Cow Comfort Memang Penting. Available at http://www.vet-indo.com/berita umum/Cow-Comfort-Memang-Penting.html. diakses 23Desember 2011.

Blakely, James and David H. Bade. 1995. Ilmu Peternakan, Edisi keempat,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Cruch, D. 1998. Basic Animal Nutrition and Feeding. Third edition. John Willey and Sons. Inc. New York

Dukes, N.H. 1995. The Physiology of Domestic Animals. Comstock. Publishing.New York.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak 1. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Santoso. 2004. Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sarjono, S. 2001. Sapi Perah: Jenis, Teknik Pemeliharan dan Analisa Usaha.Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, S. 1995. Jenis Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha Sapi Perah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soebronto, A. 1995. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada Univerrsity Press. Yogyakarta

Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak. Widya Padjadjaran. Bandung

Soetarno, T. 1999. Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Subronto, A. 2001. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Page 23: Laporan praktikum ternak perah Tingkah Laku Malam (Fix)

Swenson, M. J. dan W. O. Reece. 1993. Dukes Phisiology of Domestic Animals. Comstock Publishing Associates A Devision of Cornell University Press. Ithaca and London

Swenson. 1997. Dukes physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing Co. Inc. Pert. Conectial.

Tarjo,K. 2006. Teknik Pemeliharaan Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.

Tillman, A.D. dkk. 1998. Ilmu Makanan Ternak dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Webster, J. 1993. Understanding The Dairy Cow. Prosessor of Animal Husbandry. University of Bristol, School of Vetenairy Science.

Widya. 2010. Pengaruh LIngkungan Terhadap Fisiologis Ternak. Available at http://widyasocam.wordpress.com/2010/10/06/pengaruh-lingkungan-terhadap-fisiologis-ternak/

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta