laporan praktikum penepungan

46
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENGERINGAN DAN PENEPUNGAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomea batatas L) Oleh Nama : Ernalia Rosita NRP : 133020175 Kelompok : G Meja : 3 (Tiga) Asisten : Faradilla Noor R. Tanggal Praktikum : 07 Maret 2016 Tanggal Pengumpulan : 14 Maret 2016 LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

Upload: ernalia-rosita

Post on 14-Feb-2017

51 views

Category:

Engineering


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Penepungan

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENGERINGAN DAN PENEPUNGAN

TEPUNG UBI JALAR(Ipomea batatas L)

Oleh Nama : Ernalia RositaNRP : 133020175Kelompok : GMeja : 3 (Tiga)Asisten : Faradilla Noor R.Tanggal Praktikum : 07 Maret 2016Tanggal Pengumpulan : 14 Maret 2016

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGANPROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG 2016

Page 2: Laporan Praktikum Penepungan

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan dari teknologi pengolahan pengeringan dan penepungan

ini adalah untuk menurunkan kadar air dalam bahan pangan sampai batas tertentu

sehingga meminimalkan serangan mikroba dan insekta perusak dan menghasilkan

bahan yang siap diolah lebih lanjut.

II. PRINSIP PERCOBAAN

Prinsip percobaan dari teknologi pengolahan pengeringan dan penepungan

ini adalah berdasarkan perpindahan panas secara konduksi, konveksi serta

berdasarkan pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan dilanjutkan dengan

proses reduksi sampai berukuran 100 mesh sehingga bahan berbentuk tepung.

Page 3: Laporan Praktikum Penepungan

III. DIAGRAM ALIR PERCOBAAN

Pengamatan

Penimbangan

Tepung

Tepung kasarPengayakan

Penggilingan

Pengeringan T=70OC t= 5-6 jam

Penirisan

Pencucian

Blanching t= 3-5’

Reduksi Ukuran

Penimbangan

Air KotorAir bersih Pencucian

Kulit

Kotoran dan benda asing

Trimming

Sortasi

Umbi-umbian

Gambar 1.Diagram Alir Pembuatan Tepung dengan Metode Blanching

Page 4: Laporan Praktikum Penepungan

Pengamatan

Penimbangan

Tepung

Tepung kasarPengayakan

Penggilingan

Pengeringan T=70OC t= 5-6 jam

Penirisan

Pencucian

Perendaman air biasa 5’

Reduksi Ukuran

Penimbangan

Air KotorAir bersih Pencucian

Kulit

Kotoran dan benda asing

Trimming

Sortasi

Umbi-umbian

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung dengan Metode Perendaman Air Biasa

Page 5: Laporan Praktikum Penepungan

Foto Proses

Pengamatan

Penimbangan

Tepung

Tepung kasarPengayakan

Penggilingan

Pengeringan T=70OC t= 5-6 jam

Penirisan

Pencucian

Perendaman Na2S2O5 500 ppm 15’

Reduksi Ukuran

Penimbangan

Air KotorAir bersih Pencucian

Kulit

Kotoran dan benda asing

Trimming

Sortasi

Umbi-umbian

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung dengan Metode Perendaman Na2S2O5

Page 6: Laporan Praktikum Penepungan

IV. FOTO PROSES

Penimbangan Trimming Pencucian Penimbangan

Blanching Pencucian Reduksi Ukuran Penimbangan setelah dibagi 3

Penyusunan di tray Pengeringan Penimbangan W kering Penggilingan

Hasil Produk Penimbangan tepung Pengayakan

Gambar 4. Foto Proses Pembuatan Tepung dengan Metode Blanching

Page 7: Laporan Praktikum Penepungan

Penimbangan Trimming Pencucian Penimbangan

Penyusunan di Tray Perendaman Reduksi Ukuran Penimbangan Air Biasa setelah dibagi 3

Pengeringan Penimbangan W kering Penggilingan Pengayakan

Hasil Produk Penimbangan Tepung

Gambar 5. Foto Proses Pembuatan Tepung dengan Metode Perendaman Air Biasa

Page 8: Laporan Praktikum Penepungan

Penimbangan Trimming Pencucian Penimbangan

Penyusunan di Tray Perendaman Reduksi Ukuran Penimbangan Na2S2O5 setelah dibagi 3

Pengeringan Penimbangan W kering Penggilingan Pengayakan

Hasil Produk Penimbangan Tepung

Gambar 6. Foto Proses Pembuatan Tepung dengan Metode Perendaman Na2S2O5

Page 9: Laporan Praktikum Penepungan

V. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung dengan Metode Blanching

Keterangan Hasil Pengamatan

Basis 150 gram

Bahan Utama Ubi jalar 49,9 gram

Bahan Tambahan -

Berat Produk 10,3 gr

%Produk 20,6 %

Organoleptik

1. Warna

2. Rasa

3. Aroma

4. Tekstur

5. Kenampakan

Halus Kasar

Kuning kecoklatan pucat

Kuning kecoklatan

Agak manis Agak manis

Khas ubi jalar Khas ubi jalar

Halus Halus

Kurang menarik Kurang menarik

Gambar Produk

(Sumber: Meja 3, Kelompok G, 2016)

Page 10: Laporan Praktikum Penepungan

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung dengan Metode Perendaman

dengan Air Biasa

Keterangan Hasil Pengamatan

Basis 150 gram

Bahan Utama Ubi jalar 50,1 gram

Bahan Tambahan Air

Berat Produk 10,65 gr

% Produk 21,14 %

Organoleptik

1. Warna

2. Rasa

3. Aroma

4. Tekstur

5. Kenampakan

Halus Kasar

Kuning pucat Kuning kecoklatan pucat

Agak manis Agak manis

Khas ubi jalar Khas ubi jalar

Halus Kasar

Kurang menarik Tidak menarik

Gambar Produk

(Sumber: Meja 3, Kelompok G, 2016)

Page 11: Laporan Praktikum Penepungan

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung dengan Metode Perendaman

dengan Na2S2O5

Keterangan Hasil Pengamatan

Basis 150 gram

Bahan Utama Ubi jalar 49,9 gram

Bahan Tambahan Na2S2O5 500 ppm = 0,175 gram

Berat Produk 10,65 gr

% Produk 21,14 %

Organoleptik

1. Warna

2. Rasa

3. Aroma

4. Tekstur

5. Kenampakan

Halus Kasar

Kuning agak kecoklatan pucat

Kuning kecoklatan

Kurang manis Kurang manis

Khas ubi jalar Khas ubi jalar

Halus Halus

Agak menarik Tidak menarik

Gambar Produk

(Sumber: Meja 3, Kelompok G, 2016)

VI. PEMBAHASAN

Page 12: Laporan Praktikum Penepungan

Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode blanching dapat diketahui

berat tepung ubi jalar adalah sebesar 10,3 gram , % produk sebesar 20,6 %, lost

produk sebesar 0,4 gram, dan % lost produk sebesar 3,74%.

Berdasarkan hasil percobaan dengan metode perendaman air biasa

didapatkan berat produk sebesar 10,65 gram, % produk sebesar 21,14%, lost

produk sebesar 2,15 gr, dan % lost produk sebesar 16,8%.

Berdasarkan hasil percobaan dengan metode perendaman menggunakan

Na2S2O5 didapatkan hasil berat produk sebesar 9,6 gram, % produkk sebesar

19,2%, lost produk sebesar 0,3 gram dan % lost produk sebesar 3,03%.

Ubi jalar melewati beberapa proses sebelum menjadi tepung. Yang

pertama ubi disortasi untuk dipilih bahan yang memilki bentuk yang seragam dan

layak untuk diproses selanjutnya serta pembuangan kotoran dan benda asing yang

ada dalam ubi. Setelah disortasi umbi ditimbang kira-kira 180 gram. Proses

selanjutnya adalah trimming yang berguna untuk memisahkan bagian yang tidak

diinginkan contohnya kulit. Umbi yang telah ditrimming selanjutnya dicuci bersih

sehingga tidak ada lagi kotoran yang menempel pada umbi. Proses selanjutnya

adalah penimbangan untuk menimbang umbi yang akan diolah yaitu sebesar 150

gram. Umbi yang telah ditimbang kemudian direduksi ukurannya dan dibagi

menjadi 3 bagian yang sama beratnya yaitu sekitar 50 gram dan dilakukan

pemarutan untuk mereduksi ukuran bahan sehingga lebih mudah dikeringkan.

Setelah ditimbang kemudian dilakukan peredaman Na2S2O5 selama 15 menit,

perendaman dengan air biasa selama 5menit dan dengan blanching selama 3 – 5

menit. Khusus ubi jalar, proses blanching dilakukan selama 5 menit untuk

Page 13: Laporan Praktikum Penepungan

melunakkan jaringan, menghilangkan bau langu, mengerluarkan warna alami dan

menginaktivasi enzim. Setelah ubi diblanching atau direndam proses selanjutnya

adalah pencucian hingga bersih dan tidak terasa licin. Setelah dicuci, umbi

selanjutnya disusun di tray dan dilakukan pengeringan selama 5-6 jam pada suhu

70°C fungsinya untuk mengeringkan bahan sehingga dapat dengan mudah untuk

ditepungkan. Bahan yang telah dilakukan pengeringan selanjutnya digiling sampai

halus dan diayak sehingga terpisahkan antara tepung halus dan yang kasar.

Tepung yang didapatkan kemudian ditimbang untuk mengetahui berat tepung

tersebut dan dilakukan pengamatan.

Bahan yang digunakan dalam percobaan penepungan ini adalah Na2S2O5

berfungsi sebagai pemucat, agar mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada ubi

jalar saat penepungan serta memucatkan warna agar tepung yang dihasilkan lebih

terang sehingga memiliki daya tarik yang cukup tinggi.

Natrium metabisulfit atau natrium pyrosulfit (Sodium metabisulfit)

merupakan senyawa anorganik yang mempunyai rumus kimia Na2S2O5 dan

digunakan sebagai bahan pengawet. Natrium metabisufit juga disebut sebagai

dinatrium atau metabisulfit.  Senyawa ini memiliki penampakan kristal atau

bubuk dan memiliki berat molekul 190,12 (Septiyani, 2012).

Sifat natrium metabisulfit terhadap produk ubi jalar adalah sebagai

pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan biasanya terbentuk pada

tingkat keasaman (pH) < 3. Dalam proses pengolahan bahan pangan, natrium

metabisulfit ditambahkan pada bahan pangan untuk mencegah proses pencoklatan

(browning) yang enzimatis pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan

Page 14: Laporan Praktikum Penepungan

rasa getir pada ubi kayu, selain itu untuk mempertahankan warna agar tetap

menarik, dimana ubi kayu merupakan bahan pangan yang mengandung karbohidat

yang secara alami dapat mengalami reaksi browning karena aktifitas enzim

polyphenolase dan oksidasi yang dapat merubah polyphenol menjadi diatan

polykarbonil (Septiyani, 2012).

Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam

jumlah yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan enersi panas. Hasil dari

proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan

kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas

air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi

(Rahmah, 2013).

Pengeringan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor - faktor yang

mempengaruhi pengeringan diantaranya adalah:

1. Luas Permukaan

Makin luas permukaan bahan maka  makin cepat bahan menjadi

kering Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di

bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian

menguap. Untuk mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang

akan dikeringkan dipotong-potong atau di iris-iris terlebih dulu. Hal ini

terjadi karena:

(1) pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan

bahan dan permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium

pemanasan sehingga air mudah keluar,

Page 15: Laporan Praktikum Penepungan

(2) potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak

dimana panas harus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan

kecil juga akan mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang

harus keluar ke permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan tersebut

(Supriyono, 2003).

2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya

Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan

bahan pangan makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin

cepat pula penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang

dikeringkan akan menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk

menyingkirkan air berkurang. Jadi dengan semakin tinggi suhu

pengeringan maka proses pengeringan akan semakin cepat. Akan tetapi

bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi

suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu keadaan

dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih

basah (Supriyono, 2003).

3. Kecepatan Aliran Udara

Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air

dari permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh

di permukaan bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang

tinggi selain dapat mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air

tersebut dari permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah

terjadinya atmosfir jenuh yang akan memperlambat penghilangan air.

Page 16: Laporan Praktikum Penepungan

Apabila aliran udara disekitar tempat pengeringan berjalan dengan baik,

proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu semakin mudah dan

semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Supriyono, 2003).

4. Tekanan Udara

Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan

udara untuk mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin

kecilnya tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air

dapat lebih banyak tetampung dan disingkirkan dari bahan pangan.

Sebaliknya jika tekanan udara semakin besar maka udara disekitar

pengeringan akan lembab, sehingga kemampuan menampung uap air

terbatas dan menghambat proses atau laju pengeringan (Supriyono, 2003).

5. Kelembapan Udara

Makin lembab udara maka Makin lama kering sedangkan Makin

kering udara maka makin cepat pengeringan. Karena udara kering dapat

mengabsobsi dan menahan uap air Setiap bahan mempunyai

keseimbangan kelembaban nisbi masing-masing. kelembaban pada suhu

tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau

tidak akan mengambil uap air dari atmosfir (Supriyono, 2003).

Blanching merupakan salah satu unit pemrosesan bahan pangan, dimana

zat makanan, biasanya sayur atau buah, dimasukkan ke dalam air mendidih dalam

waktu yang singkat dan kemudian dimasukkan ke dalam air es atau ditempatkan

dalam mengalir air yang dingin secara tiba-tiba, untuk menghentikan proses

pemasakan. Pada blanching, biasanya pemrosesan dilakukan pada temperatur 75-

Page 17: Laporan Praktikum Penepungan

95oC selama 1-10 menit, tergantung produk yang diproses dan hasil yang

diinginkan (Fahreza, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi blanching:

1.      Jenis bahan

2.      Ukuran bahan: semakin kecil ukuran, proses blanching semakin cepat dan

kerusakan nutrisi sepat pula.

3.      Suhu blanching: semakin tinggi suhu, tingkat kerusakan semakin besar

4.      Metode blanching: dapat dengan uap atau air (Damayanti, 2012).

Tepung adalah bahan pangan yang direduksi ukurannya dengan cara

digiling sehingga memiliki ukuran antara 150-300 mikron. Bahan pangan yang

berbentuk tepung memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan bahan asalnya,

yaitu lebih mudah dikemas, mudah dicampur, dan menghemat pemakaian energi

untuk memasaknya (Buckle, et al. 1997).

Pengeringan dapat mempengaruhi sifat fisik, sifat kimia dan sensori

bahan. Makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah

dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan terjadi perubahan

warna, tekstur, aroma, dan lain-lain. Perubahan tersebut dapat diminimalisasi

dengan memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan

dikeringkan, misalnya dengan pencelupan dalamlarutan bisulfat. Pengeringan

akan mengurangi kadar air dalam bahan pangan sehinggakandungan senyawa-

senyawa seperti protein karbohidrat, lemak, dan mineral berada dalam konsentrasi

yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya

menjadi rusak atau berkurang. Warna bahan pangan yang dikeringkan pada

Page 18: Laporan Praktikum Penepungan

umumnya berubah menjadi coklat. Perubahan tersebut disebabkan oleh

reaksi browning non enzimatik yakni reaksi antara asam organik dengan gula

pereduksi dan antara asam-asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi antara

asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein (Cahayu,

2011).

Dalam proses pengeringan dapat menyebabkan terjadinya case

hardening yaitu suatu keadaan di mana permukaan luar bahan sudah kering

sedangkan bagian dalamnya masih basah. Case hardening dapat disebabkan oleh:

1. Suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan bagian permukaan

cepat mengering dan mengeras sehingga menghambatpenguapan air yang

masih berada dalam bahan;

2. Perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadinya penggumpalan

protein pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya

dekstrin dari pati yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang masif

(keras) pada permukaan bahan. Case hardening selain menyebabkan

pengeringan berjalan lambat, juga dapat menyebabkan kebusukan karena

mikroba yang masih ada di bagian dalam bahan dapat berkembang biak.

Selain itu, jika bahan akan direhidrasi diperlukan waktu yang lebih lama.

Cara membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk tumbuh dan

selanjutnya terjadi pembusukan (Cahayu, 2011).

Mekanisme pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas

dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus

di transfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan

Page 19: Laporan Praktikum Penepungan

air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium

sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus di

transfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi

panas harus di sediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui

berbagai macam tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air

yang bebas (Tindaon, 2013).

Indeks Glikemik  adalah angka yang menunjukkan potensi

peningkatan gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau

secara sederhana dapat dikatakan sebagai tingkatan atau rangking pangan menurut

efeknya terhadap kadar glukosa darah (Wikipedia, 2016).

Tepung ubi jalar mempunyai indeks glikemik yang relatif rendah.

Keunggulan dari ubi jalar adalah adalah mempunyai indek glikemik yang relatif

rendah dibandingkan dengan beras. Indek glikemik rendah berfungsi untuk

mengendalikan kadar gula darah sehingga dapat membantu  mencegah penyaki

diabete mellitus. Disamping itu ubi jalar juga memiliki kadar serat pangan yang

tinggi sehingga direkomendasikan sebagai makanan diet.

Berdasarkan SNI Tepung Ubi Jalar diketahui bahwa keadaan tepung ubi

jalar dalam bentuk serbuk dan tidak mempunyai bau, tidak ada benda asing dan

memiliki kehalusan lolos ayakan 212 mikron (mesh No. 70) (b/b) sebanyak

minimal 95%. Dari hasil percobaan, tepung ubi jalar baik dengan metode

blanching, perendaman dengan air biasa maupun perendaman dengan larutan

natrium metabisulfit dilakukan dengan pengayakan pada mesh 100 dengan

Page 20: Laporan Praktikum Penepungan

kehalusan lolos ayakan sebanyak ±85%. Perbedaan hasil tersebut disebabkan oleh

bedanya mesh pengayak atau penghalusan bahan yang kurang merata.

Berdasarkan hasil pengamatan dari pembandingan 3 produk tepung baik

dengan metode blanching, perendaman air biasa, dan perendaman dengan natrium

metabisulfit memilki hasil yang berbeda-beda. Hasil yang terbaik adalah dengan

perendaman menggunakan natrium metabisulfit sedangkan untuk kehalusan yang

paling halus adalah tepung yang direndam dengan air biasa. Tepung hasil

rendaman dengan air biasa memiliki tekstur yang lebih halus karena tepung

tersebut diayak menggunakan mesin vibratory screen sedangkan 2 produk lainnya

hanya diayak denga ayakan biasa. Sifat sensorik yang dimiliki tepung dengan

perendaman natrium metabisulfit memiliki warna yang lebih putih bila

dibandingkan dengan hasil penepungan lainnya.

Critical Control Point  (CCP) adalah langkah-langkah dalam penyusunan

makanan yang harus dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya

pada tingkat yang memadai. Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point,

CCP): suatu titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang berhubungan dengan

pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik yang dapat

diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis

yaitu Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan,

dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi (Amaliya, 2012).

Pada proses pembuatan tepung ubi jalar terdapat hal yang perlu

diperhatikan yaitu bahaya yang dapat muncul pada proses dan membuat mutu dari

produk tersebut menjadi kurang baik. Hal tersebut disebut CCP (Critical Control

Page 21: Laporan Praktikum Penepungan

Point), dimana bahaya yang muncul saat proses dimana perlu ada pengendalian

agar produk yang dihasilkan sesuai dan tidak gagal. CCP pada pencucian

merupakan proses yang penting jika tidak dilakukan pencucian maka kotoran akan

tertinggal dan menyebabkan hasil tepung tidak higienis, proses ini merupakan

CCP 1 karena bahaya dapat dihilangkan. CCP pada pengeringan adalah dengan

menggunakan suhu tinggi, agar proses pengeringan berjalan dengan cepat, karena

semakin tinggi suhu udara maka proses pengeringan akan semakin cepat. CCP

pada perendaman dengan Na2S2O5 dilakukan tidak terlalu lama, karena harus

sesuai dengan prosedur hal itu disebabkan karena dapat memperpucat warna

bahan sehingga terlihat tidak menarik. Pada proses penggilingan, suhu ubi jalar

yang digiling harus dingin, ini dilakukan karena jika dalam keadaan panas maka

tepung yang dihasilkan akan menggumpal sehingga menghambat proses

pengolahan. Oleh karena itu, setelah dikeringkan ubi jalar ditiriskan terlebih

dahulu.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Amaliya, Fida Suci. 2012. Hazard Analysis and Critical Control Point.

http://vhyda15.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Page 22: Laporan Praktikum Penepungan

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M Wotton. 1997. Ilmu Pangan.

Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

Cahayu, Dwining. 2011. Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Bahan

Pangan. http://dwiningcahayu.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Damayanti, Rika. 2012. Pra-proses dan Suhu Rendah.

http://rikadamayantiftpuj2011.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Fahreza, Titis. Blansing. http://titisfahreza.lecture.ub.ac.id. Diakses: 13

Maret 2016.

Rahmah, Hibbatur. 2013. Pengertian dan Prinsip Dasar Pengeringan.

http://coretanmbon.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Septiyani, Naning. 2012. Bahan Tambahan Pangan Natrium Metabisulfit.

http://naning-septiyani.blogspot.co.id. Diakses: 13 Maret 2016.

Supriyono. 2003. Mengukur Faktor-Faktor dalam Proses Pengeringan.

Jakarta: Depdiknas.

Tindaon, Westryan. 2013. Pengeringan. http://westryantindaon.blogspot.co.id.

Diakses: 13 Maret 2016.

Wikipedia. 2016. Indeks Glikemik. https://id.wikipedia.org. Diakses: 13 Maret

2016.

Page 23: Laporan Praktikum Penepungan

LAMPIRAN

LAMPIRAN TABEL SNI

Tabel 4. Standar Mutu Tepung Menurut SNI

Jenis Uji Satuan PersyaratanKeadaan :

Page 24: Laporan Praktikum Penepungan

a. Bentukb. Bau

c. Warna

---

serbuknormal (bebas dari bau asing)putih, khas terigu

Benda asing - tidak adaSerangga dalam semua bentuk stadia dan potonga-potongannya yang tampak

-tidak ada

Kehalusan, lolos ayakan 212 mikron (mesh No. 70) (b/b) % min. 95

Kadar air (b/b) % maks. 14,5Kadar abu (b/b) % maks. 0,70Kadar Protein (b/b) % min. 7,0Keasaman mg KOH/100 g maks. 50Falling number (atas dasar kadar air 14%) Detik min. 300

Besi (Fe) mg/kg min. 50Seng (Zn) mg/kg min. 30Vitamin B1 (tiamin) mg/kg min. 2,5Vitamin B2 (ribofllavin) mg/kg min. 4Asam Folat mg/kg min. 2Cemaran Logam :a. Timbal (Pb)b. Raksa (Hg)c. Kadmium (Cd)

mg/kgmg/kgmg/kg

maks. 1,0maks. 0,05maks. 0,1

Cemaran Arsen mg/kg maks. 0,50Cemaran Mikroba :a. Angka lempeng totalb. E.colic. Kapangd. Bacillus cereus

Koloni/gAPM/g

Koloni/gKoloni/g

maks. 1 x 106

maks. 10maks. 1 x 104

maks. 1 x 104

(Sumber : SNI, 1996)

LAMPIRAN KUIS

1. Apa perbedaan pengeringan dengan dehidrasi?

Jawab:

Page 25: Laporan Praktikum Penepungan

Pengeringan adalah suatu proses menghilangkan seluruh kadar air guna

meminimalkan serangan mikroorganisme dan insekta perusak, sedangkan

dehidrasi adalah proses pengeluaran molekul air dalam bahan dengan cara

penguapan.

2. Reaksi yang terjadi pada fermentasi cuka apel?

Jawab:

C6H12O6 + O2 CH3OH CH3COOH

anaerob etanol aerob asam asetat

fakultatif

3. Dik : W tepung halus : 425 gram

W tepung kasar : 7,3 gram

Basis : 1025 gram

Dit : Lost Product?

Jawab : Lost product = W basis – W tepung halus – W tepung kasar

1025 – 425 – 7,3 = 592,7

% Lost product = lost product

W basis x 100%

= 592,71025 x 100%

= 57,82 %

4. Berapa gram yang harus ditimbang untuk 375 ppm dengan labu takar 250

ml?

Page 26: Laporan Praktikum Penepungan

Jawab:

Ppm = mg/L

375 = mg/0,25

Mg = 93,75 mg 0,09375 gram

5. Dik : Basis = 840 gram

A= 65,6 %

B= 7,5 %

C= 5,3 %

D= 21,4 %

E= 12,1 %

Jawab: Bahan A = 65,6100

X 840=551,04 gram

Bahan B = 7,5100

X 840=63 gram

Bahan C = 5,3100

X 840=44,52 gram

Bahan D = 21,4100

X 840=179,76 gram

Bahan E = 12,1100

X 840=101,64 gram

LAMPIRAN SOAL TUGAS DISKUSI

Page 27: Laporan Praktikum Penepungan

1. Jelaskan tujuan blanching dalam pembuatan tepung!

Jawab :

Tujuan dari blanching adalah bahan akan menjadi bersih, mengurangi

populasi bakteri, mempertajam flavor, warna, dan dapat menghilangkan

flavour yang tidak disukai.

2. Jelaskan mengenai mekanisme reaksi terjadinya browning enzimatis dan

non enzimatis!

Jawab :

Browning secara enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak

mengandung substrat senyawa fenolik. Senyawa fenolik banyak sekali yang

dapat bertindak sebagai substrat dalam proses browning enzimatik pada buah-

buahan dan sayuran. Contohnya substrat yang baik adalah senyawa fenolik

dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan. Proses

pencoklatan enzimatik akan terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol

oksidase dan oksigen dengan substrat tersebut. Pada pencoklatan enzimatis

seperti pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh

pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan

oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang

selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang

membentuk warna coklat.

3. Jelaskan mengenai perbedaan antara proses pengering alami dan

pengering buatan, dan jelaskan pula keuntungan dan kerugian dari

pengeringan tersebut!

Page 28: Laporan Praktikum Penepungan

Jawab :

Pengeringan alami adalah suatu cara menurunkan kadar air pada bahan atau

produk secara alami dengan cara memanfaatkan sinar matahari. Keuntungan:

murah dan mudah didapat. Kerugian: memerlukan waktu yang lama,

tergantung pada cuaca, tidak higienis, suhu tidak bisa diatur.

Pengeringan buatan adalah suatu cara menurunkan kadar air dengan

menggunakan alat. Keuntungan: waktu pengeringan cepat, tidak

membutuhkan waktu besar, suhu bisa diatur, tidak tergantung pada cuaca.

Kerugian: mahal, membutuhkan biaya perawatan yang mahal, memerlukan

listrik yang besar.

4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap

kualitas tepung! Coba jelaskan!

Jawab :

Ada. Dalam suatu komoditi terutama tepung sangat penting hubungannya

dengan bahan yang terdapat dalam tepung dan juga dalam proses

pembuatannya. Contoh: tepung terigu, kualitas tepung terigu dapat terbentuk

tergantung pada faktor bahan baku pemrosesan melalui proses pencucian,

pengupasan sekam, penggilingan, dan pemutihan maka terjadilah tepung

terigu seperti yang kita kenal. Sedangkan dalam bahan baku kualitas protein

serta gluten ditentukan oleh kualitas jenis gandum yang diimpor serta varietas

yang akan mempengaruhi kualitas tepung terigu.

5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki

performance tepung yang dihasilkan?

Page 29: Laporan Praktikum Penepungan

Jawab :

Dengan cara bleaching, dengan cara penambahan anti kempal, dan dengan

cara menggunakan enzim.

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Penepungan dengan metode blanching

Basis : 150 gram

W awal : 49,9 gram

Page 30: Laporan Praktikum Penepungan

W bahan kering : 10,7 gram

W tepung halus : 7,9 gram

W tepung kasar : 2,4 gram

%Tepung Halus=W tepung halusW awal

x100 %

= 7,9

49,9 x 100%

= 15,8 %

%Tepung Kasar=W tepungkasarW awal

x100 %

= 2,4

49,9 x 100%

= 4,8 %

W produk = W tepung halus – W tepung kasar

= 2,4 gram + 7,9 gram

= 10,3 gram

% Produk=W produkW awal

x 100 %

= 10,3 X 100% = 20,6%

49,9

W lost produk = W bahan kering – W tepung halus – W tepung kasar

= 10,7 gram – 7,9 gram – 2,4 gram

= 0,4 gram

% Lost Produk= W lost produkW bahan kering

x 100 %

= 0,410,3x 100%

Page 31: Laporan Praktikum Penepungan

= 3,74%

2. Penepungan dengan metode perendaman dengan Na2S2O5

Pembuatan larutan Na2S2O5 500 ppm dalam labu takar 500 mL.

ppm=mgL

mg=500 ppm x 0,5 L=250 mg=0,25 gram Natrium Metabisulfit

Basis : 150 gram

W awal : 49,9 gram

W bahan kering : 9,9 gram

W tepung halus : 8,9 gram

W tepung kasar : 0,7 gram

%Tepung Halus=W tepung halusW awal

x100 %

= 8,9

49,9 x 100%

=17,8%

%Tepung Kasar=W tepungkasarW awal

x100 %

= 0,7

49,9 x 100%

= 1,4 %

W produk = W tepung halus – W tepung kasar

= 8,9 gram + 0,7 gram

= 9,6 gram

Page 32: Laporan Praktikum Penepungan

% Produk=W produkW awal

x 100 %

= 9,6 X 100% = 19,2 %

49,9

W lost produk = W bahan kering – W tepung halus – W tepung kasar

= 9,9 gram – 8,9 gram – 0,7 gram

= 0,3 gram

% Lost Produk= W lost produkW bahan kering

x 100 %

= 0,39,9x 100%

=3,03 %

3. Penepungan dengan metode perendaman dengan air biasa

Basis : 150 gram

W awal : 50,1 gram

W bahan kering : 12,8 gram

W tepung halus : 6,16 gram

W tepung kasar : 4,49 gram

%Tepung Halus=W tepung halusW awal

x100 %

= 6,1650,1x 100%

= 12, 29 %

%Tepung Kasar=W tepungkasarW awal

x100 %

= 4,4950,1 x 100%

Page 33: Laporan Praktikum Penepungan

= 8,96 %

W produk = W tepung halus – W tepung kasar

= 6,16 gram + 4,49 gram

= 10,65 gram

% Produk=W produkW awal

x 100 %

= 10,65 X 100% = 21,14 %

50,1

W lost produk = W bahan kering – W tepung halus – W tepung kasar

= 12,8 gram – 6,16 gram – 4,49 gram

= 2,15 gram

% Lost Produk= W lost produkW bahan kering

x 100 %

= 2,1512,8x 100%

= 16,8 %