laporan praktikum
DESCRIPTION
Mekanisasi PertanianTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMALAT DAN MESIN PERTANIAN
“ PENGOLAHAN TANAH DENGAN MENGGUNAKANTRAKTOR 4 RODA ”
AZMAWIJAYA . A
G41113510
LABORATORIUM ALAT DAN MESIN PERTANIANPROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2015
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Alat dan mesin pertanian memiliki berbagai peranan yang sangat penting
dalam usaha pertanian, antara lain menyediakan tenaga untuk daerah yang
kekurangan tenaga kerja, meningkatkan kapasitas kerja sehingga luas tanam dan
intensitas tanam dapat meningkat, meningkatkan kualitas sehingga ketepatan dan
keseragaman proses dan hasil dapat diandalkan serta mutu terjamin,
meningkatkan kenyamanan dan keamanan sehingga menambah produktivitas
kerja.
Untuk meningkatkan kapasitas kerja, tanah yang akan dipakai harus diolah
terlebih dahulu. Pengolahan tanah dapat dipandang sebagai suatu usaha manusia
untuk merubah sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah sesuai dengan kebutuhan yang
dikehendaki oleh manusia, membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan,
menempatkan seresah atau sisa-sisa tanaman pada tempat yang sesuai agar
dekomposisi dapat berjalan dengan baik, menurunkan laju erosi, meratakan tanah
untuk memudahkan pekerjaan di lapangan, mempersatukan pupuk dengan tanah
serta mempersiapkan tanah untuk mempermudah dalam pengaturan air. Sehingga
diperlukan suatu alat dan mesin pertanian yang dapat mengolah tanah sehingga
siap untuk dijadikan suatu lahan yang akan ditanami berbagai macam jenis
tanaman. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara tradisional dan modern.
Pengolahan tanah tradisional dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia
sedangkan pengolahan tanah modern dilakukan dengan menggunakan peralatan
yang sudah canggih dan mutakhir seperti traktor. Dalam penggunaan traktor untuk
pengolahan tanah diperlukan keahlian serta pengetahuan yang luas agar dapat
mengurangi tingkat penggunaan biaya operasi, bahan bakar, serta efisiensi dan
kapasitas kerja dari alat dan mesin pertanian diatas. Efisiensi dan kapasitas kerja
meliputi alat dan mesin pengolah tanah, cara mengolah tanah dan kapasitas
kinerja dari alat dan mesin pertanian.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah pengujian traktor dalam
pengolahan lahan agar dapat diketahui kapasitas lapang efisien, besarnya slip yang
dihasilkan serta dapat mengetahui jenis-jenis pengolahan lahan yang sesuai.
I.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum pengujian kinerja traktor empat roda dan pengolahan
lahan ini adalah untuk mengetahui pentingnya pengolahan lahan dalam pertanian,
mengetahui kapasitas lapang teoritis dari traktor 4 roda, mengetahui kapasitas
lapang efisien dari traktor 4 roda dan mengetahui besarnya slip pada traktor.
Kegunaan dari praktikum pengujian traktor dan pengolahan lahan ini adalah
mahasiswa mengetahui proses pengolahan lahan, mengetahui kinerja dari traktor
empat roda serta alat yang digunakan untuk mengolah tanah dan sebagai sumber
referensi bagi pembaca.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan merupakan suatu proses mengubah sifat tanah dengan
mempergunakan alat pertanian sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh lahan
pertanian yang sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki manusia dan sesuai
untuk pertumbuhan tanaman (Handoko, 2012).
Menurut Handoko (2012), yang menyatakan bahwa tujuan pengolahan lahan
dalam usaha pertanian memiliki beberapa tujuan yang dapat membantu tanah
dalam pengoptimalan tanah, beberapa tujuan itu antara lain:
a. Menciptakan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi lebih baik.
b. Membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan.
c. Menempatkan sisa-sisa tanaman (seresah) pada tempat yang sesuai agar
dekomposisi berjalan dengan baik.
d. Menurunkan laju erosi.
e. Meratakan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan.
f. Menyatukan pupuk dengan tanah.
g. Mempersiapkan tanah untuk mempermudah pengaturan irigasi.
II.2. Macam-macam Pengolahan Lahan
Menurut Cibro (2008), secara umum, pengolahan tanah dapat dibagi
menjadi tiga macam. Hal ini didasarkan pada cara mengolah lahan yang nantinya
akan ditanami, ketiga cara tersebut antara lain:
a. No tillage (Tanpa olah tanah / TOT), Pengolahan lahan no tillage atau TOT
merupakan sistim pengolahan tanah yang diadopsi dari sistim perladangan
dengan memasukkan konsep pertanian modern. Tanah dibiarkan tidak
terganggu, kecuali alur kecil atau lubang untuk penempatan benih atau bibit.
Sebelum tanam sisa tanaman atau gulma dikendalikan sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu penempatan benih atau bibit tersebut. Seresah
tanaman yang mati dan dihamparkan dipermukaan tanah ini dapat berperan
sebagai mulsa dan menekan pertumbuhan gulma baru dan pada akhirnya dapat
memperbaiki sifat dan tata air tanah. Pada sistim tanpa olah tanah (TOT), erosi
tanah dapat perkecil dari 17.2 ton/ha dalam setahun menjadi 1 ton/ha dalam
setahun dan aliran permukaan ditekan 30-45%. Keuntungan lain yang di dapat
pada sistim tanpa olah tanah yaitu adanya kepadatan perakaran yang lebih
banyak, penguapan lebih sedikit, air yang tersedia bagi tanaman makin
banyak.
b. Minimum Tillage (Pengolahan tanah secara minimal), pengolahan minimum
(minimum tillage) merupakan suatu pengolahan lahan yang dilakukan
seperlunya saja (seminim mungkin), disesuaikan dengan kebutuhan
pertanaman dan kondisi tanah. Pengolahan minimum bertujuan agar tanah
tidak mengalami kejenuhan yang dapat menyebabkan tanah sakit (sick soil)
dan menjaga struktur tanah. Selain itu, dengan pengolahan minimum dapat
menghemat biaya produksi. Dalam sistem pengolahan minimum, tanah yang
diolah hanya pada spot-spot tertentu dimana tanaman yang akan
dibudidayakan tersebut ditanam. Pengolahan tanah biasanya dilakukan pada
bagian perakaran tanaman saja (sesuai kebutuhan tanaman), sehingga bagian
tanah yang tidak diolah akan terjaga struktur tanahnya karena agregat tanah
tidak rusak dan mikroorganisme tanah berkembang dengan baik.
c. Maximum Tillage (pengolahan tanah secara maksimal), pengolahan lahan
secara maksimal merupakan pengolahan lahan secara intensif yaang dilakukan
pada seluruh lahan yang akan ditanami. Ciri utama pengolahan lahan
maksimal ini antara lain adalah membabat bersih, membakar atau
menyingkirkan sisa tanaman atau gulma serta perakarannya dari areal
penanaman serta melalukan pengolahan tanah lebih dari satu kali baru
ditanamai. Pengolahan lahan maksimum mengakibatkan permukaan tanah
menjadi bersih, rata dan bongkahan tanah menjadi halus. Hal tersebut dapat
mengakibatkan rusaknya struktur tanah karena tanah mengalami kejenuhan,
biologi tanah yang tidak berkembang serta meningkatkan biaya produksi.
II.3. Macam dan Cara Pengolahan Tanah
Berdasarkan atas tahapan kegiatan, hasil kerja dan dalamnya tanah yang
menerima perlakuan pengolahan tanah, kegiatan pengolahan tanah dibedakan
menjadi dua macam, yaitu pengolahan tanah pertama atau awal (primary tillage)
dan pengolahan tanah kedua (secondary tillage). Dalam pengolahan tanah
pertama, tanah dipotong kemudian diangkat terus dibalik agar sisa-sisa tanaman
yang ada dipermukaan tanah dapat terbenam di dalam tanah. Kedalaman
pemotongan dan pembalikan umumnya di atas 15 cm. Pada umumnya hasil
pengolahan tanah masih berupa bongkah-bongkah tanah yang cukup
besar, karena pada tahap pengolahan tanah ini penggemburan tanah belum
dapat dilakukan dengan efektif. Dalam pengolahan tanah kedua,
bongkah-bongkah tanah dan sisa-sisa tanaman yang telah terpotong pada
pengolahan tanah pertama akan dihancurkan menjadi lebih halus
dan sekaligus mencampurnya dengan tanah (Endra, 2008).
II.4. Pola Pengolahan Tanah
Dalam melakukan pengolahan tanah, perlu menggunakan pola-pola
tertentu. Tujuan dari pola pengolahan tanah ini adalah agar lebih efektif
dan efisien. Dengan menggunakan pola yang sesuai, diharapkan waktu yang
terbuang pada saat pengolahan tanah (pada saat implemen pengolahan
tanah diangkat) sesedikit mungkin, lahan yang diolah tidak diolah lagi
sehingga diharapkan pekerjaan pengolahan tanah bisa lebih efisien (Himan, 2010).
Terdapat beberapa macam pengolahan tanah. Pola pengolahan tanah
bisa ditentukan berdasarkan kondisi lahan yang akan diolah serta implemen
yang digunakan. Pola pengolahan tanah akan mempengaruhi lama pengolahan
dan efisiensi lapang pengolahan tanah tersebut (Himan, 2010).
2.4.1 Pola Tengah
Pada pengolahan lahan dengan menggunakan pola tengah, pembajakan
dilakukan dari tengah membujur lahan. Pembajakan kedua pada sebelah hasil
pembajakan pertama. Traktor diputar ke kanan dan membajak rapat dengan hasil
pembajakan pertama. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kanan
sampai ke tepi lahan. Pola ini cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit.
Diperlukan lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung
lahan yang tidak terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir.
Sisa lahan yang tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual
(dengan cangkul). Dengan pola ini akan menghasilkan alur balik (back furrow),
yaitu alur bajakan yang saling berhadapan satu sama lain. Sehingga akan terjadi
penumpukan lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan. Pada tepi
lahan alur hasil pembajakan tidak tertutup oleh lemparan hasil pembajakan.
Gambar 1. Pola Tengah
2.4.2 Pola Tepi
Pembajakan dengan pola tepi dilakukan dari tepi membujur lahan, lemparan
hasil pembajakan ke arah luar lahan. Pembajakan kedua pada sisi lain pembajakan
pertama. Traktor diputar ke kiri dan membajak dari tepi lahan dengan arah
sebaliknya. Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke kiri sampai ke tengah
lahan. Pola ini juga cocok untuk lahan yang memanjang dan sempit. Diperlukan
lahan untuk berbelok (head land) pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak
terbajak tersebut, dibajak pada 2 atau 3 pembajakan terakhir. Sisa lahan yang
tidak terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara manual (dengan cangkul).
Dengan pola ini akan menghasilkan alur mati (dead furrow), yaitu alur bajakan
yang saling berdampingan satu sama lain. Sehingga akan terjadi alur yang tidak
tertutup oleh lemparan hasil pembajakan, memanjang di tengah lahan. Pada tepi
lahan lemparan hasil pembajakan tidak jatuh pada alur hasil pembajakan.
Gambar 2. Pola Tepi
2.4.3.Pola Spiral
Mesin mengolah tanah dari tepid an berakhir di tepi secara spiral. Kelebihan
dari pola ini adalah hasil dari pengolahannya tidak terlempar ke samping,
sedangkan kekurangannya adalah efisiennya rendah, pola ini hanya cocok
dilakukan untuk bajak yang dapat diubah arah lemparan bajakan. Untuk mesin
rotari cara ini juga dapat dilakukan.
Gambar 3. Pola Spiral
2.4.4.Pola Alfa
Mesin mengolah tanah diawali dari tepei seperti bentuk alfa berakhir di
tengah lahan. Hasil pembajakan terlempar keluar, sehingga tidak menumpuk di
dalam lahan. Kekurangan dari pola ini adalah makin banyak pengangkatan alat
pada waktu belok sehingga efisiensi kerjanya semakin rendah.
Gambar 4. Pola Alfa
2.5. Alat dan Mesin Pengolah Tanah
Menurut Endra (2008), yang menyatakan bahwa sesuai dengan macam dan
cara pengolahan tanah yang telah diterangkan di atas, secara garis besar alat dan
mesin pengolahan tanah juga dibedakan menjadi dua macam:
1. Alat dan mesin pengolahan tanah pertama (primary tillage equipment), yang
digunakan untuk melakukan kegiatan pengolahan tanah pertama. Peralatan
pengolahan tanah ini biasanya berupa bajak (plow), dengan segala jenisnya.
2. Alat dan mesin pengolahan tanah kedua (secondary tillage equipment), yang
digunakan untuk melakukan pengolahan tanah kedua. Peralatan pengolahan
tanah ini biasanya berupa garu (harrow) dengan segala jenisnya.
2.5.1. Bajak (plow)
Pada awal mulanya bajak sepenuhnya ditarik oleh tenaga manusia, dengan
bntuk yang sangat sederhana. Kemudian Thomas Jefferson merancang secara
istimewa dengan prinsip perhitungan matematika. Untuk pertama kalinya alat
pengolahan tanah ini dibuat dari kayu kemudian dari besi tuang sebagai bahan
utamanya, selanjutnya dibuat dari baja. Penggunaan sistem dua mata bajak
(bottom) dimulau sejak tahun 1865, kemudian diikuti dengan pemakaian tiga mata
bajak dan seterusnya, tergantung pada besarnya daya penarik yang digunakan.
Banyak dijumpai berbagai bentuk rancangan bajak, hal ini padaumumnya
dimaksudkan untuk dapat memperoleh penyesuaian antara tujuan pengolahan
tanah dan peralatan yang dipergunakan. Beberapa jenis bajak secara garis besar
yaitu bajak singkal (mold board plow), bajak piringan (disk plow), bajak rotari
atau bajak putar, bajak pahat dan bajak bawah tanah.
2.5.2. Garu (Harrow)
Tanah setelah dibajak pada pengolahan tanah pertama, pada umumnya
masih merupakan bongkah-bongkah tanah yang cukup besar, maka untuk
lebih menghancurkan dan meratakan permukaan tanah yang terolah dilakukan
pengolahan tanah kedua. Alat dan mesin pertanian yang digunakan
untuk melakukan pengolahan tanah kedua adalah alat pengolahan tanah
jenis garu (harrow). Penggunaan garu sebagai pengolah tanah kedua,
selain bertujuan untuk lebih meghancurkan dan meratakan permukaan tanah
hingga lebih baik untuk pertumbuhan benih maupun tanaman, juga bertujuan
untuk mengawetkan lengas tanah dan meningkatkan kandungan unsur hara
pada tanah dengan jalan lebih menghancurkan sisa-sisa tanaman dan
mencampurnya dengan tanah.
Menurut Endra (2008), yang menyatakan bahwa macam-macam garu yang
digunakan untuk pengolahan tanah kedua adalah:
a. Garu piringan (disk harrow)
b. Garu bergigi paku (spikes tooth harrow)
c. Garu bergigi per (springs tooth harrow)
d. Garu-garu untuk pekerjaan khusus (special harrow).
2.6. Kapasitas Kerja Lapang
Kapasitas lapang merupakan jumlah proses yang dapat diselesaikan
sebuah mesin dalam satuan waktu. Kapasitas lapang teoritis merupakan
perhitungan kapasitas lapang pada saat efisiensi lapang mencapai satu atau 100%.
Artinya, suatu alat atau mesin dianggap bekerja sempurna tanpa ada waktu
untuk membelok atau berhenti. Dalam pengolahan tanah, kecepatan penggarapan
suatu lapang dengan sebuah mesin merupakan salah satu dasar pertimbangan
menghitung biaya pengerjaan dan efisiensi dalam pengolahan lahan.
Menurut Rizaldi (2006), kapasitas kerja suatu alat pengolahan tanah
dipengaruhi oleh berberapa faktor, yaitu:
a. Ukuran dan bentuk petakan
b. Topografi wilayah
c. Keadaan traktor
d. Keadaan vegetasi di permukaan tanah;
e. Keadaan tanah
f. Tingkat keterampilan operator
g. Pola pengolahan tanah.
2.6.1. Kapasitas Lapang Teoritis
Kapasitas lapang teoritis (KLT) merupakan perhitungan kapasitas lapang
dengan mengukur lebar implemen dan kecapatan kerja pengolahan tanah.
Kapasitas lapang teoritis merupakan perhitungan kapasitas lapang pada
saat efisiensi lapang mencapai satu (100%). Artinya, suatu alat atau
mesin dianggap bekerja sempurna tanpa ada waktu untuk membelok atau
berhenti. Jadi, perhitungan kapasitas lapang teoritis (KLT) merupakan
perhitungan kapasitas lapang dengan mengukur lebar implemen dan kecapatan
kerja pengolahan tanah (Rizaldi, 2006).
Dimana:
KLT : Kapasitas Lapang Teoritis (ha/jam)
v : Kecepatan kerja rata-rata (m/detik)
l : Lebar implemen (m)
2.6.2. Kapasitas Lapang Efektif
Kapasitas lapang efektif ialah rata-rata kecepatan penggarapan yang
aktual menggunakan suatu mesin, didasarkan pada waktu lapang total.
Kapasitas lapang efektif biasanya dinyatakan dalam hektar per jam.
Kapasitas lapang efektif suatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja
teoritis mesin, prosentase lebar teoritis yang secara aktual terpakai,
kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan.
Dengan alat-alat semacam garu, penyiang lapang,pemotong rumput dan
pemanen padu, secara praktis tidak mungkin untuk memanfaatkan
lebar teoritisnya tanpa adanya tumpang tindih (Rizaldi, 2006).
Kecepatan maju terbesar yang diijinkan berkaitan dengan faktor-faktor
semacam sifat pengerjaan, kondisi lapang, dan besarnya daya tersedia.
Untuk alat pemanen, faktor pembatasnya boleh jadi ialah kecepatan maksimum
dapat ditanganinya bahan secara efektif dengan mesin tersebut (Rizaldi, 2006).
Keterangan:
KLE : Kapasitas Lapang Efektif (ha/jam)
L : Luas lahan yang diolah (ha)
WK : Waktu kerja yang dibutuhkan (jam)
2.6.3. Waktu Hilang
Waktu hilang merupakan variabel yang paling sulit dinilai dalam
hubungannya dengan kapasitas lapang.Waktu lapang bisa hilang akibat penyetelan
atau pembetulan atau pelumasan alat, kerusakan, penggumpalan, belok
diujung. Dalam kaitannya dengan kapasitas lapang efektif dan efisiensi
lapang, waktu hilang tidak mencakup waktu pemasangan atau perawatan harian
alat, ataupun waktu hilang akibat kerusakan yang berat. Waktu hilang
hanya mencakup waktu untuk perbaikan kecil di lapang dan waktu untuk
pelumasan yang dibutuhkan diluar perawatan harian, di samping hal-hal lain
seperti diuraikan didepan. Waktu lapang total dianggap sama dengan jumlah
waktu kerja efektif ditambah waktu hilang. Waktu yang dipakai untuk perjalanan
dari dan ke lapang biasanya tercakup dalam menggambarkan biaya overall dari
suatu pengerjaan, namun tak diperhitungkan ketika menentukan kapasitas lapang
efektif atau efisiensi lapang (Rizaldi, 2006).
2.6.4. Efisiensi Lapang
Efisiensi lapang ialah perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan
kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan
pengaruh waktu hilang di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan
lebar teoritis mesin (Rizaldi, 2006).
III. METODOLOGI
III.1. Tempat dan Waktu
Praktikum pengujian kinerja traktor empat roda dilaksanakan pada hari
Sabtu, tanggal 25 Oktober 2015 pukul 08.00 WITA sampai selesai bertempat
di Lahan Pertanian Exfarm, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
III.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah traktor 4 roda, meteran,
patok, baja piring dan stopwatch. Sedangkan bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah solar dan tanah.
III.3. Prosedur Kerja
3.3.1 Menghitung Slip
1) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2) Mengukur jarak yang akan dijadikan sebagai lintasan traktor dalam
percobaan ini yaitu 20 m.
3) Menjalankan traktor tanpa menurunkan implemen sepanjang 20 m.
4) Mencatat waktu yang dibutuhkan traktor menempuh jarak 20 m.
5) Mengulangi langkah kedua namun kali ini menggunakan implemen.
6) Mencatat waktu yang dibutuhkan traktor menempuh jarak 20 m dengan
implemen.
3.3.2. Menghitung Kapasitas Lapang Teoritis
1) Mengukur luas lahan yang akan diolah.
2) Mengukur lebar implemen yang digunakan
3) Mencatat hasil pengukuran.
3.3.3. Menghitung Kapasitas Lapang Efisien
1) Mengukur luas lahan yang akan diolah.
2) Menjalankan traktor pada lahan yang telah diukur
3) Mencatat waktu yang dibutuhkan traktor bekerja dari titik awal sampai
diujung lahan.
4) Mencatat waktu pembelokan yang dibutuhkan traktor dan mengukur lebar
kerja dari hasil pembajakan oleh implemen traktor.
5) Mengukur kedalaman kerja dari hasil pembajakan oleh implemen traktor.
6) Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk luasan lahan yang tersisa.
7) Mencatat keseluruhan waktu yang digunakan oleh traktor dalam bekerja
pada lahan yang telah diukur.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HasilTabel 1. Hasil Perhitungan
Kecepatan (m/s)
Lebar Bajak(m)
KLT (ha/jam)
Luas Lahan (Ha)
Total Waktu (jam)
KLE(ha/jam)
Efisiensi
(%)
Sb (m)
So (m)
Slip (%)
0,304 1,1 0,1203 0,01 0,305 0,0327 27,18 3,502 10 64,98Sumber: Data primer setelah diolah, 2015.
IV.2. Pembahasan
Pengolahan tanah merupakan tahap penting yang harus dikerjakan
sebelum melakukan budidaya pada tanaman. Sehingga, pengolahan tanah
yang baik haruslah memenuhi syarat dan tata cara pengolahan yang baik,
begitupun dengan alat pengolah tanah. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Cibro
(2008) bahwa kinerja traktor empat roda dilakukan terhadap kapasitas lapang
yang terdiri dari kapasitas lapang efektif (KLE) dan kapasitas lapang teoritis
(KLT). Selain itu dilakukan pula pengukuran efisiensi lapang dan pengukuran slip
dari traktor empat roda yang digunakan pada saat pengolahan tanah.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa kapasitas lapang efektif lebih kecil
dibandingkan dengan kapasitas lapang teoritis. Hal ini membuat efisiensi traktor
menjadi rendah yang dikarenakan oleh kemampuan operator dalam
mengoperasikan traktor serta pola pengolahan tanah yang dipilih masih tidak
sesuai atau banyak terganggu oleh faktor lain, seperti lahan yang diolah agak
sempit sehingga operator tidak leluasa untuk melakukan manuver, operator traktor
yang belum ahli dalam mengoperasikan traktor dengan presisi yang tepat pada
saat mengolah tanah, faktor internal dari traktor itu sendiri seperti tuas persneling
yang keras sehingga membutuhkan waktu yang agak lama untuk melakukan
pemindahan gigi. Hal ini sesuai dengan pendapat Himan (2010), yang menyatakan
bahwa kapasitas lapang teoritis (KLT) sebuah alat adalah kecepatan penggarapan
lahan yang akan diperoleh seandainya mesin tersebut melakukan kerjanya
memanfaatkan 100 % waktunya, pada kecepatan maju teoritisnya dan selalu
memenuhi 100 % lebar kerja teoritisnya. Kapasitas lapang efektif (KLE) adalah
rata-rata kecepatan penggarapan yang aktual menggunakan suatu mesin,
didasarkan pada waktu lapang total.
Selain memperhitungkan kapasitas lapang dan efisiensi, pengukuran juga
dilakukan untuk mengetahui slip pada traktor yang diperoleh dari jauh jarak yang
ditempuh traktor dengan menggunakan implemen dan jarak yang ditempuh traktor
tanpa implemen. Sedangkan efisiensi lapang diperoleh dengan membandingkan
kapasitas lapang teoritis dengan kapasitas lapang efektif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rizaldi (2006), yang menyatakan bahwa efisiensi lapang adalah
perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis,
dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di
lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin.
V. PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pengenalan traktor roda empat, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Traktor adalah alat yang didesain untuk mengolah tanah dengan traksi tinggi
dan dirancang khsusus untuk mobilisasi kegiatan pertanian dan pengolahan
tanah.
2. Pengolahan tanah sangat berpengaruh terhadap efisiensi yang dikerjakan pada
suatu lahan.
3. Pengukuran slip pada traktor diperoleh dengan membandingkan jarak yang
ditempuh traktor dengan menggunakan implemen dan jarak yang ditempuh
traktor tanpa implemen.
V.2. Saran
Sebaiknya praktikum uji kinerja traktor empat roda ini dilakukan dengan
beberapa pola pengolahan tanah sehingga dapat dibedakan pola pengolahan tanah
tersebut dan di operasikan oleh operator yang memiliki keterampilan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Cibro. 2008. Pengolahan Tanah Pertanian .http://www.anneahira.com. Diakses Pada Sabtu, 7 November 2015 di Makassar.
Endra. 2008. Pemanfaatan Lahan Untuk Uji Kinerja Traktor 4 Roda.
Handoko. 2012. Kapasitas Lapang. Jurnal Pertanian Brawijaya:Malang.
Himan. 2010. Pengolahan Tanah. http://www.binasyifa.com. Diakses pada Jumat 6 November, 2015 di Makassar.
Rizaldi. 2006. Kapasitas Lapang Dalam Pengolahan Tanah. Jurnal Teknologi Pertanian: Bogor.
LAMPIRAN
1. Tabel Data
No.
V Maju dalam 10 m (Detik) Waktu
Belokan (Detik)
Waktu Kerja
(Detik)
Lebar Kerja (cm) Luas
Lahan (m2)Tanpa
BebanDengan Beban
Aktual Teoritis
1 11,52 32,89 52,58 1098,48 110 110 1002 71,76 110 3 71,23 110 4 72,8 5 81,976 84,117 67,128 77,70
Sumber: Data primer sebelum diolah, 2015.
2. Perhitungan
A. Kapasitas Lapang
a. Kapasitas lapang teoritis
Diketahui :
Lebar Bajak = 110 cm = 1,1 m.
Kecepatan Rata-Rata = Jarak : Waktu Tempuh = 10:32,89 = 0,304 m/s.
Ditanyakan : KLT ..... ?
Penyelesaian:
KLT = 0,36 (V x LP)
KLT = 0,36 (0,304 . 1,1)
KLT = 0,1203 ha/jam ,
b. Kapasitas lapang efektif
Diketahui:
Luas Lahan = 10 m . 10 m = 100 m2 = 0,01 Ha
Total Waktu Tempuh = 1098,48 detik / 3600 = 0,305 jam
Ditanyakan: KLE .....?
Penyelesaian:
KLE = L/T
KLE = 0,01 / 0,305 = 0,0327 ha/jam.
B. Efisiensi Kerja
Diketahui:
KLE = 1,0952 ha/jam
KLT = 0,1203 ha/jam
Ditanyakan: Efisiensi ... ?
Penyelesaian:
Efisiensi=KLEKLT
x 100 %
Efisiensi=0,03270,1203
x100 %
Efisiensi=27,18 %
C. Slip
Diketahui:
tb = 32,89 detik
to = 11,52 detik
So = 10 meter
Sb = 10 meter
Ditanyakan: St .... ?
Penyelesaian:
vb = JarakWaktu =
10 m32,89 s = 0,304 m/s.
Untuk tb = 11,52 detik
Sb = vb x tb = 0,304 m/s x 11,52 s = 3,502 m.
St=So−SbSo
x100 %
St = 10−3,502
10x 100 %
St = 64,98 %