laporan praktikum
DESCRIPTION
FARMAKOKINETIKEKSKRESI URINTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI DAN FARMAKOKINETIK
EKSKRESI URIN
Disusun Oleh:
Averroes Prabowo (10060310055)
Maulana Malik.I (10060310122)
Lismawanti Lesmana.S (10060310124)
Ulfiaturahmah (10060310125)
Neng Nisatul Khoiriah (10060310129)
Kurnia (10060310130)
Kelompok: B3
Asisten :
Marina Chaerianisa S.Farm
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2013
EKSRESI URIN
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu :
Mengukur konsentrasi obat dalam ekresi urin dan mengetahui
parameter parameter yang dapat dihitung
Memahami cara mengukur konsetrasi obat dari sampel urin
II. ALAT & BAHAN
Alat :
Botol plastik
Vial
Labu takar 10 ml
HPLC
Pipet mikrometer
penyaring
Bahan
Urin
Siprofloksasin
Dapar amonium asetat
Fase balik : oktadesil silane
Fase gerak : asetonitil-air
III. PROSEDUR
a. Pengambilan Sampel
Urin blanko dari sukarelawan di ambil sebelum obat di minum
↓
Obat yang ekivalen dengan siprofloksasin kadar 500 mg diminum
oleh sukarelawan pada jam 13.00 satu hari sebelum percobaan
↓
Urin sukarelawan dikumpulkan pada rentang waktu 12.00-16.00,
16.00-19.00, 19.00-tidur, sesaat setelah bangun pagi, setelah
bangun pagi 08.00, 08.00-13.00. urin pada pagi hari diambil sesaat
setalah sukarelawan bangun tidur. Sukarelawan tidak boleh minum
apapun sebelum urin tersebut diambil.
↓
Urin yang terkumpul ditaruh didalam botol plastik. Volume dari
tiap urin yang terkumpul dalam selang waktu tersebut diukur dan
diambil sebanyak 10ml kemudian disimpan didalam vial. Semua
sampel urin disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu -4°C.
b. Perlakuan Sampel
tiap sampel urin diambil sebanyak 1ml dan dimasukan ke dalam
labu takar 10ml.
↓
Sampel diencerkan dengan dapar amonium asetat hingga volume
10ml
↓
Sampel disuntikan ke dalam kolom HPLC menggunakan sistem
HPLC dengan kolom fasa balik oktadesil silane, fase gerak
asetonitril-air (25:75) dengan 0,1% Trietanolamin dan pH
disesuaikan hingga 2,5 dengan asam sulfat 1M, detektor
spektrofotometri UV 294 nm, laju elusi 1,5 ml/menit.
↓
Luas area siprofloksasin dan parasetamol yang diperoleh di catat
c. Pengolahan Data
Kurva kalibrasi di buat dengan cara membuat larutan
siprofloksasin dalam urin blanko dengan konsentrasi 0,1 , 0,5, 1 , 5
, 10 , 20 , 50 µg/ml
↓
Dihitung luas area dari tiap larutan siprofloksasin di atas dengan
sistem HPLC yang sama. Kurva kalibrasi di buat berdasarkan rasio
luas area antara siprofloksasin dan standard
↓
Dengan kurva kalibrasi yang di dapat, konsentrasi siprofloksasin
dari sampel urin di hitung
↓
Berdasarkan data konsentrasi obat dalam sampel urin buat kurva
log dXu/dt vs tmid, kemudian ditentukan konstanta laju eliminasi
dan waktu paruh eliminasi.
IV. TEORI DASAR
a. Urin
Sistem urin adalah suatu sistem saluran dalam tubuh manusia,
meliputi ginjal dan saluran keluarnya yang berfungsi untuk membersihkan
tubuh dari zat-zat yang tidak diperlukan. Sebanyak 1 cc urin dihasilkan
oleh kedua ginjal kiri dan kanan setiap menitnya dan dalam 2 jam
dihasilkan sekitar 120 cc urin yang akan mengisi kandung kemih. Saat
kandung kemih sudah terisi urin sebanyak itu mulai terjadi rangsangan
pada kandung kemih sehingga yang bersangkutan dapat merasakannya.
Keinginan mengeluarkan mulai muncul, tetapi biasanya masih bisa ditahan
jika volumenya masih berkisar dibawah 150 cc. (lauralee sheerwood,
2011. Hal 553)
Secara umum urin berwarna kuning, Interpretasi warna urin dapat
menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang. (lauralee
sheerwood, 2011. Hal 553)
Keruh.
Kekeruhan pada urin disebabkan adanya partikel padat pada urin
seperti bakteri, sel epithel, lemak, atau Kristal-kristal mineral.
Pink, merah muda dan merah.
Warna urin seperti ini biasanya disebabkan oleh efek samping
obat-obatan dan makanan tertentu seperti bluberi dan gula-gula,
warna ini juga bisa digunakan sebagai tanda adanya perdarahan di
system urinaria, seperti kanker ginjal, batu ginjal, infeksi ginjal,
atau pembengkakkan kelenjar prostat.
Coklat muda seperti warna air teh warna ini merupakan indicator
adanya kerusakan atau gangguan hati seperti hepatitis atau serosis.
Kuning gelap
Warna ini disebabkan banyak mengkonsumsi vitamin B
kompleks yang banyak terdapat dalam minuman berenergi.
b. Pembentukan urin
Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar
air ( 96%) air dan sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh
ginjal, disimpan sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui
proses mikturisi.
Proses pembentukan urin, yaitu :
1. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi
menyaring darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam,
gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah)
sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urin primer). Di dalam
filtrat ini terlarut zat seperti glukosa, asam amino dan garam-
garam.
2. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus
proksimal zat dalam urin primer yang masih berguna akan
direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urin sekunder)
dengan kadar urea yang tinggi.
3. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh
darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi
reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+.
Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis
renalis. (lauralee sheerwood, 2011. Hal 553).
1. Siprofloksasin
Siprofloksasin hidroklorida dibuat dalam bentuk tablet dan
suspensi, merupakan antimikroba sintetik berspektrum luas. Nama
kimianya adalah garam monohidroklorida monohidrat dari 1-siklopropil-6-
fluoro-1, 2-dihidro-4-oksi-7-(1-piperazinil)-3-asam kuinolinkarboksilat.,
dengan berat molekul 385,8 . Formula empirisnya adalah
C17H18FN3O3●HCl●H2O. Struktur kimia siprofloksasin adalah sebagai
berikut (riyanto dan yanti,2011 hal. 694)
Kontra Indikasi:
- Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat
quinolonelainnya- tidak dianjurkan pada wanita hamil atau
menyusui,anak-anak pada masa pertumbuhan,karena pemberian dalam
waktu yang lama dapat menghambat pertumbuhan tulang rawan.
- Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut
- Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan
SSP hanyadigunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan denag
risiko efek sampingnya.Komposisi :Ciprofloxacin 250 mg : Tiap tablet
salut selaput mengandung Ciprofloxacin 250 mgCiprofloxacin 500 mg :
Tiap tablet salut selaput mengandung ciprofloxacin 500 mg.Farmakologi :
Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-
piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat
sintetik derivat quinolone.mekanisme kerjanya adalah menghambat
aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas
terhadap bakteri gram positif maupun gramnegatif.ciprofloxacin
diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas
absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan
didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenyadihati
dan diekskresi terutama melalui urine.Dosis :
1.Untuk infeksi saluran kemih :- Ringan sampai sedang : 2 x 250 mg
sehari- Berat : 2 x 500 mg sehari- Untuk gonore akut cukup pemberian
dosis tunggal 250 mg sehari2.Untuk infeksi saluran cerna :- Ringan /
sedang / berat : 2 x 250 mg sehari3.Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan
sendi kulit dan jaringan lunak :- Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari
Berat : 2 x 750 mg sehari- Untuk mendapatkan kadar yang adekuat pada
osteomielitis maka pemberian tidak boleh kurang dari2 x 750 mg sehari-
Dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal : Bila bersihan kreatinin
kurangdari 20 ml/menit maka dosis normal yang dianjurkan harus
diberikan sehari sekaliatau dikurangi separuh bila diberikan 2 x sehari.-
Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.Untuk infeksi akut
selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling sedikit3 hari
sesudah gejala klinik hilang.Peringatan dan perhatian :- Untuk
menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin harus
ditelandengan cairan- Hati-hati pemberian pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang
dianjurkan- Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai
kendaraan bermotor ataumenjalankan mesin.Efek samping :Efek samping
siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain:- Gangguan
saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut- Gangguan susunan
saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan euforia- Reaksi
hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria- Peningkatan sementara nilai
enzim hati,terutama pada pasien yang pernahmengalami kerusakan hati.-
Bila terjadi efek samping konsultasi ke Dokter (Iso Indonesia Vol.46,
2011. Hal. 156).
c. Absorpsi Obat
Siprofloksasin oral diserap dengan baik melalui saluran cerna.
Bioavailabilitas absolut adalah sekitar 70%, tanpa kehilangan yang
bermakna dari metabolisme fase pertama. Berikut ini adalah konsentrasi
serum maksimal dan area di bawah kurva (area under the curve, AUC)
dari siprofloksasin yang diberikan pada dosis 250 ~ 1000 mg.
(katzung,2011. Hal. 870)
d. Distribusi Obat
Ikatan siprofloksasin terhadap protein serum adalah 20-40%
sehingga tidak cukup untuk menyebabkan interaksi ikatan protein yang
bermakna dengan obat lain. Setelah administrasi oral, siprofloksasin
didistribusikan ke seluruh tubuh. Konsentrasi jaringan seringkali melebihi
konsentrasi serum, terutama di jaringan genital, termasuk prostat.
Siprofloksasin ditemukan dalam bentuk aktif di saliva, sekret nasal dan
bronkus, mukosa sinus, sputum cairan gelembung kulit, limfe, cairan
peritoneal, empedu dan jaringan prostat.14,15 Siprofloksasin juga
dideteksi di paru-paru, kulit, jaringan lemak, otot, kartilago dan tulang.
Obat ini berdifusi ke cairan serebro spinal, namun konsentrasi di CSS
adalah kurang dari 10% konsentrasi serum puncak. Siprofloksasin juga
ditemukan pada konsentrasi rendah di aqueous humor dan vitreus humor
(katzung,2011. Hal. 870).
e. Metabolisme
Empat metabolit siprofloksasin yang memiliki aktivitas
antimikrobial yang lebih rendah dari siprofloksasin bentuk asli telah
diidentifikasi di urin manusia sebesar 15% dari dosis oral. .(katzung,2011.
Hal. 870).
f. Ekskresi
Waktu paruh eliminasi serum pada subjek dengan fungsi ginjal
normal adalah sekitar 4 jam. Sebesar 40-50% dari dosis yang diminum
akan diekskresikan melalui urin dalam bentuk awal sebagai obat yang
belum diubah. Ekskresi siprofloksasin melalui urin akan lengkap setelah
24 jam . Dalam urin semua fluorokuinolon mencapai kadar yang
melampaui konsentrasi hambat minimal (KHM) untuk kebanyakan kuman
patogen selama minimal 12 jam.14 Klirens ginjal dari siprofloksasin, yaitu
sekitar 300 mL/menit, melebihi laju filtrasi glomerulus yang sebesar 120
mL/menit. Oleh karena itu, sekresi tubular aktif memainkan peran penting
dalam eliminasi obat ini. Pemberian siprofloksasin bersama probenesid
berakibat pada penurunan 50% klirens renal siprofloksasin dan
peningkatan 50% pada konsentrasi sistemik. .(katzung,2011. Hal. 870)
Interaksi Obat Siprofloksasin sediaan tablet bila diberikan bersama
makanan, akan mengalami terjadi keterlambatan absorpsi, sehingga
konsentrasi puncak baru akan dicapai 2 jam setelah pemberian. Pada
siprofloksasin sediaan suspensi, tidak terjadi keterlambatan absorpsi bila
diberikan bersama makanan sehingga konsentrasi puncak dicapai dalam 1
jam. Bila diberikan bersama dengan antasid yang mengandung magnesium
hidroksida atau aluminium hidroksida dapat mengurangi bioavailabilitas
siprofloksasin secara bermakna. (metta sinta, 2011. Hal 243).
HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang lebih
dikenal dibandingkan dengan kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT)
merupakan teknik analisis pemisahan sekaligus penentuan kualitatif
maupun kuantitatif yang banyak digunakan pada senyawa-senyawa yang
mempunyai titik didih tinggi yang tidak dapat dilakukan dengan analisis
secara kromatografi gas. (Ahmad, M., dan Suherman 1995)
Prinsip pemisahannya sama dengan prinsip kromatografi pada
umumnya yaitu berdasarkan pada perbedaan sifat dalam distribusi
kesetimbangan (K) dari 2 komponen yang berbeda fasanya (fasa diam dan
fasa gerak). HPLC terdiri dari fasa diam dengan permukaan aktifnya yang
berupa padatan, resin penukar ion, atau polimer berpori yang ditempatkan
pada kolom serta dialiri fase gerak cair dengan aliran yang diatur oleh
suatu pompa. Analisis dengan HPLC dilakukan pada temperatur rendah
serta dengan adanya kompetisi 2 fase (gerak dan diam). Migrasi dari
molekul komponen akan sebanding dengan koefisien distribusinya, maka
komponen dengan distribusi tinggi pada fase diam akan bergerak lebih
perlahan didalam kolom sehingga dapat terpisah dari komponen yang
distribusinya rendah. (Ahmad, M., dan Suherman 1995)
Keunggulan HPLC diantaranya adalah: (Ahmad, M., dan
Suherman 1995)
Dapat menganalisis senyawa organik yang terurai (labil) pada suhu
tinggi karena HPLC dilakukan pada suhu kamar.
Dapat menganalisis cuplikan yang berasal dari senyawa-senyawa
anorganik.
Dapat menganalisis cuplikan yang memiliki berat molekul tinggi
atau titik didihnya sangat tinggi seperti polimer.
Jenis-jenis kromatografi cairan kinerja tinggi (HPLC) yaitu :
Kromatografi adsorbs
Kromatografi adsorbsi sangat cocok untuk pemisahan senyawa-
senyawa yang bersifat agak polar. Partikel-partikel silika atau alumina
biasanya digunakan sebagai adsorben. Jenis kromatografi ini
menggunakan fasa gerak non polar seperti heksana dan disebut
jugakromatografi fasa normal. (Putra,Effendy D. L., 2004.)
Kromatografi partisi
Kromatografi partisi sangat cocok untuk pemisahan senyawa-
senyawa non polar. Jenis kromatografi ini disebut dengan kromatografi
fasa terbalik karena fasa geraknya lebih polar daripada fasa diam. Salah
satu kendala kromatografi ini adalah keterbatasan selektivitas sebagai
ketidakcampuran kedua fasa. Karena keterbatasan ini maka kromatografi
partisi tidak digunakan lagi sebagai teknik analisis rutin. (Putra,Effendy D.
L., 2004.)
Kromatografi fasa terikat
Kromatografi fasa terikat merupakan teknik HPLC yang paling
penting dan paling banyak digunakan saat ini. Dalam hal penerapann
kromatografi fasa terikat dan kromatografi partisi memiliki persamaan.
Akan tetapi, sorben fasa terbalik terdiri dari partikel silika yang
dimodifikasi secara kimia dengan rantai alkil sebaliknya, fasa diam pada
kromatografi partisi terdiri dari partikel yang dilapisi secara fisik dengan
zat cair non polar. (Putra,Effendy D. L., 2004.)
Di bawah ini beberapa komponen-komponen HPLC secara umum,
antara lain : (Bahti. 1998.)
A. Eluen (pelarut)
Tempat pelarut biasanya menggunakan suatu botol yang tahan
terhadap pelarut-pelarut organik dan larutan yang digunakan untuk KCKT
haruslah terbebas dari partikel-partikel dari gas/udara. Hal ini dikarenakan:
o Adanya partikel dalam larutan bisa terbawa masuk ke dalam
pompa, hal ini dapat mengakibatkan tersumbatnya aliran pelarut
tersebut.
o Udara yang masuk ke dalam pompa dapat mengganggu kestabilan
pemompaan dan jumlah volume tetap yang dipakai akan
terganggu.
o Selain itu pada kolom dan detektor akan mengalami gangguan.
Adapun ciri-ciri yang harus dimiliki oleh fase gerak pada KCKT, yaitu :
Kemurnian tinggi (high purity), yaitu cairan eluen yang tidak
terkontaminasi.
Kestabilan tinggi, yaitu eluen yang tidak bereaksi dengan sampel
atau zat yang berfungsi sebagai fase diam.
Kekentalan rendah, yaitu kerapatan eluen sekecil mungkin.
Dapat melarutkan sampel, tidak mengubah kolom dan sifat kolom
serta cocok dengan detektor.
B. Sistem Pemompaan
Peralatan yang digunakan sebagai pompa dalam sistem KCKT
memiliki beberapa persyaratan :
Menghasilkan tekanan hingga 6000 psi
Keluaran yang bebas denyut
Kecepatan alir dalam kisaran 0, 1 – 10 ml/menit
Pengaturan kecepatan alir dengan keterulangan setara dengan 0,5
% atau lebih baik
Tahan terhadap korosi.
Tiga jenis pompa yang sering digunakan dalam sistem KCKT yaitu :
Pompa Bolak-balik (reciprocating pump)
Jenis pompa yang paling banyak digunakan. Kelebihan pompa
jenis ini adalah volume internalnya kecil sekitar 35 – 400 μl, tekanan
hingga 10.000 psi, kemampuan untuk adaptasi menggunakan elusi
gradien, aliran yang konstan sehingga terbebas dari tekanan balik kolom
dan akibat dari kekentalan solven.( Ahmad, M., dan Suherman. 1991)
Pompa Sistem Penggantian (displacement pump)
Sistem penggantian menggunakan sebuah wadah besar seperti
syringe dengan sebuah penekan yang digerakan oleh motor. Menghasilkan
aliran yang bebas tekanan balik, tidak dipengaruhi kekentalan dan bebas
denyut. Kekurangan pompa jenis ini adalah kapasitas pompa terbatas
hanya 250 ml dan cukup sulit saat solven harus mengalami penggantian.
(Ahmad, M., dan Suherman. 1991)
Pompa Tekanan Udara (pneumatic pump)
Bentuk paling sederhana sebuah pompa pneumatik merupakan
wadah yang ditekan oleh gas bertekanan tinggi. Harga relatif murah dan
bebas denyut merupakan kelebihan jenis pompa ini. Kekurangannya
terletak pada kapasitas terbatas, tekanan keluaran terbatas hanya sekitar
2000 psi, dipengaruhi oleh tekanan balik dan kekentalan solven dan tidak
dapat digunakan untuk sistem elusi gradien. (Ahmad, M., dan Suherman.
1991)
C. Injeksi sampel
Sistem injeksi sampel merupakan keterbatasan dari sistem
kromatografi cair. Masalah ini dapat menyebabkan pelebaran puncak
sebagai akibat kolom yang kelebihan kapasitas. Sebagai akibatnya, volume
injeksi harus dibatasi hingga kisaran maksimum 500 μl.
Proses injeksi pada awalnya menggunakan syringe melalui sebuah
katup elastomer. Syringeyang digunakan memiliki kemampuan melawan
tekanan 1500 psi. Aliran dihentikan sementara saat injeksi dan
dikembalikan setelah sampel masuk ke aliran fasa gerak.
Metode pemasukkan sampel yang paling umum digunakan adalah
dengan menggunakansampling loop. Seringkali disatukan dalam sistem
KCKT dengan kapasitas beragam 0,5 hingga 500 μl (Ahmad, M., dan
Suherman. 1991)
D. Kolom KCKT
Kolom KCKT secara umum dibuat dari bahan tabung stainless
steel, walaupun untuk tekanan di bawah 600 psi kolom kaca dapat
digunakan. Kolom untuk analisis KCKT memiliki ukuran panjang kolom
berkisar dari 10 – 30 cm berbentuk lurus dan jika diperlukan dapat
disambung dengan kolom yang lain. Diameter dalam kolom 4 – 10 mm
dengan ukuran partikel 5 – 10 μm. Kolom dari jenis ini mempunyai 40.000
hingga 60.000 lempeng/meternya. (Ahmad, M., dan Suherman. 1991)
Saat ini, pabrik pembuat kolom telah merancang dan memproduksi
kolom dengan kecepatan dan kinerja tinggi. Beberapa kolom hanya
memiliki panjang 1 hingga 4,6 cm dengan ukuran partikel 3 – 5 μm.
Beberapa jenis kolom memiliki jumlah lempeng hingga 100.000 hanya
dengan panjang 3 sampai 7,5 cm dengan kelebihan pada kecepatan dan
sedikitnya solven yang diperlukan dalam pemisahan. Jumlah solven
minimum menjadi pertimbangan penting karena mahalnya solven dengan
tingkatan kromatografi (chromatography grade). (Ahmad, M., dan
Suherman. 1991)
Dua jenis kolom digunakan dalam kromatografi cair yaitu jenis
pellicular dan partikel berpori (porous particle). Jenis pellicular terdiri dari
partikel dengan bentuk bola, tidak berpori berbahan dasar gelas atau
polimer dengan diameter 30 hingga 40 μm. Lapisan tipis berpori silika,
alumina, divinil benzen sintetis polystirena atau resin penukar ion
dilapiskan pada permukaannya. (Ahmad, M., dan Suherman. 1991)
Jenis kolom dengan partikel berpori berisi partikel berpori dengan
diameter partikel 3 – 10μm terbuat dari silika, alumina, resin sintetis
divinil benzen polystirena atau resin penukar kation yang kemudian
dilapisi lapisan tipis film berbahan organik sehingga berikatan secara
kimia atau fisika terhadap permukaannya. (Skoog et al., 1998)
E. Detektor (Ahmad, M., dan Suherman. 1991)
Detektor ideal pada sistem KCKT mempunyai persyaratan :
Memiliki sensitifitas yang memadai. Kisaran umum sensitifitas
berkisar dari 10-8 hingga 10-15gram zat terlarut per pembacaan
Stabil dan memiliki keterulangan yang baik
Respon yang linear terhadap kenaikan konsentrasi
Waktu respon yang singkat
Kemudahan pada penggunaan
Memiliki volume internal yang kecil untuk mengurangi pelebaran
puncak
Beberapa jenis detektor yang digunakan pada sistem KCKT :
Detektor Absorban (UV-Vis)
Pada detektor absorban, aliran akan mengalir melalui detektor dari
kolom kromatografi. Untuk meminimalkan pelebaran puncak, detektor
dirancang dalam volume yang sekecil mungkin. Ukuran volume dibatasi 1
– 10 μl dengan panjang sel 2 – 10 mm. Umumnya sel detektor mampu
menahan tekanan hingga 600 psi sehingga peralatan pengurang tekanan
diperlukan sebelum aliran memasuki detektor. (Putra,Effendy D. L.,
2004.)
Detektor Fluorescens
Detektor fluorescens yang digunakan sama halnya dengan detektor
pada spektrofluoro-fotometer. Detektor paling sederhana menggunakan
lampu merkuri sebagai sumber cahaya dan filter untuk mengisolasi
panjang gelombang emisi radiasi. Lampu Xenon digunakan pada
instrumen yang lebih baik dengan gratting sebagai monokromatornya.
(Putra,Effendy D. L., 2004.)
Detektor Refraktif Indeks
Detektor jenis ini bekerja dengan mengukur nilai indeks bias yang
senyawa yang melalui sel. Sel akan mengukur indeks bias solven fasa
gerak sebagai blanko dan sampel secara bersamaan untuk mendapatkan
nilai indeks bias relatif. (Putra,Effendy D. L., 2004.)
Detektor Elektrokimia
Detektor dengan mendasarkan kerjanya pada pengukuran arus
listrik. Perubahan arus akan dideteksi terhadap waktu dan ditampakkan
dalam bentuk kromatogram. Contoh penggunaan detektor adalah pada
penetapan senyawa tiol dan disulfida. (Putra,Effendy D. L., 2004.)
Detektor Spektra Massa
Sejumlah fraksi kecil cairan dari kolom dimasukkan ke dalam
spektrometer massa pada kecepatan alir 10 – 50 μl per menit atau
menggunakan termospray. Analat akan diionisasikan, dipisahkan pada
analisator, dibaca oleh detektor dan menghasilkan spektrum massa.
(Putra,Effendy D. L., 2004.)
V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
- Jumlah siprofloksasin yang digunakan :
= 1000 µg/mL x 10 mL
= 10000 µg
= 10 mg
- Pengenceran :
V1. N1 = V2. N2
V1. 1000 ppm = 10 mL. 100 ppm
V1 = 1 mL
- Larutan seri 1 : - Larutan seri 2 :
V1. N1 = V2. N2 V1. N1 = V2. N2
V1. 100 ppm = 10 mL. 0,5 ppm V1. 100 ppm = 10 mL. 1
ppm
V1 = 0,05 mL V1 = 0,1 mL
- Larutan seri 3 : - Larutan seri 4 :
V1. N1 = V2. N2 V1. N1 = V2. N2
V1. 100 ppm = 10 mL. 5 ppm V1. 100 ppm = 10 mL. 10
ppm
V1 = 0,5 mL V1 = 1 mL
- Larutan seri 5 : - Larutan seri 6 :
V1. N1 = V2. N2 V1. N1 = V2. N2
V1. 100 ppm = 10 mL. 10 ppm V1. 100 ppm = 10 mL. 50
ppm
V1 = 1 mL V1 = 5 mL
- Kurva Kalibrasi
C (ppm) - X AUC - Y
0,1 396593
0,5 3831509
1 604055
5 2808553
10 5050081
20 8357215
50 22100684
Waktu retensi siprofloksasin : 2,250
0 10 20 30 40 50 600
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
f(x) = 412027.705743679 x + 1066727.24037106R² = 0.973516891232504
Grafik antara Konsentrasi dengan AUC (Area Under Curve)
KalibrasiLinear (Kalibrasi)
Konsentrasi (µg/mL)
AUC
(Are
a Un
der C
urve
)
- Hasil regresi waktu dengan AUC
Y = BX + A
Y = 412027,71X + 1066727,24
R2 = 0,9866
1. 2878306 = 412027,71X + 1066727,24
X = 2878306−1066727,24
412027,71=4,397
2. 21787610 = 412027,71X + 1066727,24
X =21787610−1066727,24
412027,71=50,290
3. 26966410 = 412027,71X + 1066727,24
X = 26966410−1066727,24
412027,71=62,859
4. 7698019 = 412027,71X + 1066727,24
X = 7698019−1066727,24
412027,71=16,094
5. 5798060 = 412027,71X + 1066727,24
X = 5798060−1066727,24
412027,71=11,483
6. 5504036 = 412027,71X + 1066727,24
X = 5504036−1066727,24
412027,71=10,769
- Sampel
SAMPE
LAUC C (µg/ml)
PENGENCERAN
(x10)
CP
(mg/ml)
1 2878306 4,397 43,97 0,04397
2 21787610 50,29 502,9 0,5029
3 26966410 62,859 628,59 0,62859
4 7698019 16,094 160,94 0,16094
5 5798060 11,483 114,83 0,11483
6 5504036 10,769 107,69 0,10769
WAKTU (jam)JUMLAH URIN
(ml)
CP
(mg/ml)
DU
(mg)DU/T T*
13.00 - 16.00 (0-3) 260 0,04397 11,432 3,811 1,5
16.00 - 19.00 (3-6) 200 0,5029 100,58 33,627 4,5
19.00 - 23.00 (6-10) 210 0,62859 132,004 33,001 8,5
23.00 - 05.00 (10-
16)320 0,16094 51,501 8,583 14,5
05.00 - 08.00 (16-
19)215 0,11483 24,688 8,229 17,5
08.00 - 13.00 (19-
24)180 0,10769 19,384 3,877 22,5
Y = BX + A
Y = -0,044X + 2,8406
R2 = 0,368
Kecepatan Eliminasi = 0,044 /jam
T1/2 = 0,6930,044
=15,75 jam
LN DU/T T*
1,338 1,5
3,515 4,5
3,496 8,5
2,15 14,5
2,108 17,5
1,355 22,5
0 5 10 15 20 250
0.51
1.52
2.53
3.54
f(x) = − 0.0446604938271605 x + 2.84059567901235R² = 0.135193269111318
Grafik antara ln DU/t dengan waktu
SampelLinear (Sampel)
Waktu (jam)
ln D
U/t (
µg/j
am)
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, dilakukan penentuan kadar dan parameter
farmakokinetik dari sampel menggunakan perhitungan regresi dengan melihat
waktu retensi (tR) yang diperoleh yang menandakan adanya kandungan
siprofloksasin atau tidak. Praktikum ini juga dilakukan untuk mengetahui kadar
siprofloksasin yang terukur masih dalam rentang/jumlah yang sesuai atau tidak.
Sampel yang digunakan adalah urin dari praktikan. Urin tersebut mengandung
berbagai komponen senyawa dan salah satunya adalah senyawa eksogen.
Senyawa eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh dan sengaja
dimasukkan dengan tujuan tertentu. Senyawa eksogennya adalah siprofloksasin
yang digunakan sebagai obat dengan khasiat antibiotik. Obat berkhasiat tersebut
tentunya akan berinteraksi dengan molekul-molekul yang penting secara
fungsional dalam tubuh (reseptor) sehingga menghasilkan respon biologis. Jika
proses biofarmasetik berlangsung dengan baik, maka seharusnya jumlah
siprofloksasin meningkat dalam urin. Proses biofarmasetik sendiri adalah proses
yang menggambarkan obat mulai dari pemberian sampai terjadinya penyerapan
zat aktif kemudian diekskresikan. Siprofloksasin lah yang akan menjadi acuan
nilai konstanta eliminasi dan waktu paruh pada tubuh.
Perhitungan regresi yang digunakan adalah penentuan kurva kalibrasi
melalui perbandingan antara AUC (Area Under Curve) dengan konsentrasi
sehingga didapat persamaan regresi yang nantinya akan digunakan untuk
menentukan konsentrasi dari sampel. Selanjutnya, dilakukan penentuan DU/t dan
Tmid lalu diregresikan sehingga didapat persamaan kembali dimana b menandakan
nilai konstanta eliminasi.
Pertama, dilakukan pengumpulan urin dengan rentang waktu yang
telah ditentukan. Hal ini dilakukan agar jumlah obat yang diekskresikan memiliki
kecepatan eliminasi yang tetap sehingga data urin yang diperoleh menjadi valid.
Urin yang pertama kali ditampung adalah urin blanko dimana urin tersebut belum
mengandung senyawa siprofloksasin. Urin blanko digunakan untuk
membandingkan antara urin yang mengandung siprofloksasin dengan yang tidak.
Urin blanko juga menandakan tidak ada partikel lain yang akan terukur nantinya
selain pelarut itu sendiri (urin). Kemudian, praktikan diberikan obat yang ekivalen
dengan dosis 500 mg siprofloksasin. Dosis tersebut merupakan dosis lazim
dimana dapat memberikan efek farmakologis sesuai dengan jendela terapi (berada
diantara MEC/Minimum Effective Concentration dan MTC/Minimum Toxic
Concentration). Obat tersebut diminum sehari sebelum percobaan. Hal ini untuk
memaksimalkan proses biofarmasetik dimana obat akan diabsorbsi, didistribusi,
dimetabolisme dan terakhir diekskresi melalui urin. Urin tersebut tentunya sudah
mengandung siprofloksasin. Selain itu, pada saat pengumpulan urin, perlu
dilakukan pengukuran volume urin yang diekskresikan. Pengukuran volume urin
tersebut dimaksudkan agar dapat ditentukan berapa jumlah obat (siprofloksasin)
yang telah diekskresikan. Farmakokinetika obat pada darah maupun urin hanya
dapat memperoleh data berupa konsentrasi, bukan jumlah obat yang
terkandungnya. Satuan konsentrasi adalah µg/ml sedangkan jumlah obat adalah
µg. Jika dilakukan konversi, maka untuk menentukan jumlah obat perlu dilakukan
perkalian antara konsentrasi dengan volume. Volume inilah yang perlu dicatat.
Berdasarkan hasil pengamatan, volume urin pada pada waktu 13.00-16.00 adalah
260 mL, 16.00-19.00 adalah 200 mL, 19.00-23.00 adalah 210 mL, 23.00-05.00
adalah 320 mL, 05.00-08.00 adalah 215 mL dan 08.00-13.00 adalah 180 mL.
Volume urin yang diperoleh cukup besar pada rentang waktu yang cukup dekat
karena jumlah asupan cairan (air) pada tubuh juga cukup banyak sehingga wajar
jika urin yang diekskresikan dalam jumlah yang banyak. Diantara rentang waktu
tersebut, pada pagi hari memiliki volume urin yang paling besar karena pada
malam hari tubuh tidak melakukan aktivitas apapun sehingga energi difokuskan
pada sistem pencernaan dan hasil metabolisme disalurkan salah satunya pada
sistem ekskresi urinari. “Semakin banyak volume urin yang dihasilkan, semakin
banyak pula senyawa yang terdapat didalamnya”.
Kedua, dilakukan perlakuan sampel dengan mengencerkan
menggunakan dapar ammonium asetat. Hal ini bertujuan untuk membuat senyawa
yang dianalisis (siprofloksasin) terlarut sempurna dalam urin dan mendapatkan
konsentrasi urin yang lebih encer. Jika konsentrasi urin terlalu pekat, maka
kelarutan senyawa (siprofloksasin) pun akan berkurang. Kemudian, sampel
tersebut diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 40 µL. Penggunaan HPLC
memiliki sensitivitas yang tinggi karena dapat menganalisis sampel dengan
volume yang sangat sedikit sehingga ideal untuk memisahkan molekul organik
dari sampel biologis. Fase diam yang digunakan adalah oktadesil silane yang
bersifat non polar sehingga dapat menarik senyawa non polar sedangkan fase
geraknya adalah campuran antara asetonitril dengan air (25:75) sehingga bisa
dikatakan cenderung polar karena senyawa siprofloksasin bersifat polar juga dan
dapat terelusi oleh fase gerak. Selain itu, pH fase gerak pun dijaga pada 2,5 agar
tidak merusak kolom fase balik. Dasar pemisahan HPLC adalah perbedaan
kecepatan migrasi dari komponen sampel karena adanya perbedaan
kesetimbangan distribusi dalam fase diam dan fase gerak untuk senyawa tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan, didapat AUC pada sampel 1 (13.00-16.00) adalah
2878306, pada sampel 2 (16.00-19.00) adalah 21787610, pada sampel 3 (19.00-
23.00) adalah 26966410, pada sampel 4 (23.00-05.00) adalah 7698019, pada
sampel 5 (05.00-08.00) adalah 5798060 dan sampel 6 (08.00-13.00) adalah
5504036. Nilai AUC yang didapat cukup fluktuatif (naik-turun) atau dengan kata
lain tidak konstan/stabil. Seharusnya nilai AUC tersebut menurun seiring dengan
bertambahnya waktu karena obat (siprofloksasin) telah dimetabolisme dalam hati
sehingga tidak diperlukan kembali dalam tubuh, maka proses ekskresi
berlangsung dengan relatif cepat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
pengambilan urin tidak pada waktu yang telah ditentukan, terjadi kesalahan dalam
mengoperasikan HPLC sehingga data yang diperoleh menjadi tidak benar atau
perlakuan sampel yang salah akibat human error.
Ketiga, dilakukan pembuatan kurva baku siprofloksasin. Kurva baku
dibuat melalui larutan stok dengan cara melarutkan siprofloksasin dengan air pada
labu takar sehingga volume yang digunakan cukup tepat. Penggunaan air karena
siprofloksasin mudah larut dalam air. Lalu, dipipet beberapa mL sesuai
perhitungan pada data pengamatan dari larutan stok dan ditambahkan urin serta
dapar ammonium fosfat pada labu takar sampai batas. Proses ini dinamakan
pengenceran dimana konsentrasi larutan utama/induk yang tinggi diencerkan
menjadi beberapa larutan seri dengan konsentrasi yang lebih rendah. Pembuatan
kurva kalibrasi dimaksudkan untuk mengetahui hubungan alat dengan analit.
Selain itu, untuk menghilangkan kegalatan (kesalahan pengukuran). Dengan
adanya kurva kalibrasi, dapat mengetahui berapakah konsentrasi pada nilai AUC
tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh AUC pada larutan seri 0,1
µg/mL adalah 396593, pada larutan seri 0,5 µg.mL adalah 3831509, pada larutan
seri 1 µg/mL adalah 604055, pada larutan seri 5 µg/mL adalah 2808553, pada
larutan seri 10 µg/mL adalah 5050081, pada larutan seri 20 µg/mL adalah
8357215 dan pada larutan seri 50 µg/mL adalah 22100684. Nilai AUC tersebut
juga tidak stabil dimana seharusnya AUC berbanding lurus dengan konsentrasi.
“Semakin tinggi AUC siprofloksasin, maka semakin tinggi pula kadarnya”.
Namun, berdasarkan grafik pada data pengamatan, masih diperoleh nilai
kemiringan/slope (R) diatas 0,9. Oleh karena itu, dapat dikatakan nilai AUC yang
diperoleh cukup bagus walapun ada sedikit ketidaksinambungan antara
konsentrasi 0,1-1 µg/mL. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan
prosedur yang dilakukan. Kesalahan prosedur memang berisiko tinggi terhadap
data yang diperoleh. Jika prosedur yang dilakukan tidak benar, maka datanya pun
tidak benar. Kesalahan prosedur tersebut meliputi jumlah pemipetan yang tidak
tepat, penimbangan siprofloksasin yang tidak benar atau proses penyuntikan pada
HPLC yang tidak sesuai. Selain itu, data lain yang diperoleh adalah waktu retensi.
Waktu retensi dari siprofloksasin adalah 2,250. Pada HPLC dapat dilakukan 2
analisis sekaligus. Analisis tersebut adalah analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif dengan melihat waktu retensi yang menandakan
apakah senyawa (siprofloksasin) terdapat dalam urin atau tidak sedangkan analisis
kuantitatif dengan melihat AUC yang menandakan konsentrasi senyawa
(siprofloksasin) dalam urin. Nilai waktu retensi dari siprofloksasin berada pada
rentang 2,2-2,4.
Selain itu, pengukuran nilai AUC tersebut menggunakan detektor
spektrofotometri UV pada panjang gelombang 294 nm. Nilai tersebut merupakan
rentang sinar tampak biru violet yang akan diabsorpsi oleh senyawa
(siprofloksasin) sehingga terjadi eksitasi elektron dari keadaan dasar (ground
state) menuju keadaan tereksitasi (excited state) dan diperoleh nilai AUC. Panjang
gelombang 294 nm merupakan panjang gelombang maksimal (λmaks) atau
dengan kata lain panjang gelombang yang memiliki nilai AUC maksimal. Nilai
AUC maksimal, maka kadar siprofloksasin optimal.
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat konsentrasi sampel 1 adalah 4,397
µg/mL, konsentrasi sampel 2 adalah 50,29 µg/mL, konsentrasi sampel 3 adalah
62,859 µg/mL, konsentrasi sampel 4 adalah 16,094 µg/mL, konsentrasi sampel 5
adalah 11,483 µg/mL dan konsentrasi sampel 6 adalah 10,769 µg/mL. Konsentrasi
tersebut kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran. Hal ini bertujuan agar
dapat diperoleh konsentrasi siprofloksasin yang sebenarnya pada urin.
Konsentrasi tersebut dikalkulasikan kembali dengan volume urin untuk
mendapatkan jumlah obat yang terkandung dalam urin. Jumlah obat tersebut
dibagi selisih selang waktu, maka diperoleh DU/t. tmid merupakan waktu
pertengahan antara selang waktu yang digunakan. Terakhir, dilakukan regresi
antara ln DU/t dengan tmid. Nilai kemiringan/slope (R) yang diperoleh jauh
dibawah 0,9. Hal ini menandakan bahwa persamaan regresi tersebut tidak linier.
Liniearitas memiliki relasi dengan data yang didapat. Jika data tersebut tidak
menaik/menurun dengan konstan, maka liniearitas akan berkurang. Dari
persamaan regresi, dapat ditentukan kecepatan eliminasi dan waktu paruh dari
siprofloksasin. Kecepatan eliminasi 0,044/jam menandakan bahwa tubuh
memiliki kecepatan sebesar 0,044/jam untuk mengeliminasi siprofloksasin dari
tubuh. “Semakin besar kecepatan eliminasi, maka semakin besar pula laju
perubahan obat”. Waktu paruh dari siprofloksasin adalah 15,75 jam. Waktu paruh
tersebut cukup besar karena membutuhkan waktu 15,75 jam sekali untuk
siprofloksasin berkurang menjadi setengah dari jumlah awal. Waktu paruh juga
menentukan seberapa sering suatu obat diberikan. Faktor yang mempengaruhi
ekskresi obat antara lain filtrasi oleh glomerulus, sekresi oleh tubulus maupun
reabsorpsi di tubulus nefron.
Jika dilihat dari golongan obat, siprofloksasin termasuk ke dalam golongan
kuinolon. Siprofloksasin memiliki profil farmakokinetik yang cukup bagus seperti
bioavailabilitas yang tinggi dan waktu paruh yang panjang. Seharusnya,
siprofloksasin memiliki bioavailabilitas 50-70%, waktu paruh 3-4 jam serta
konsentrasi puncak 1,51-2,91 mg/L setelah pemberian dosis 500 mg. Nilai waktu
paruh tersebut berbeda dengan nilai yang diperoleh. Kesalahan prosedur
merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan.
VII. KESIMPULAN
Persamaan regresi dari kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan AUC
(Area Under Curve) adalah Y = 412027,71X + 1066727,24
Konsentrasi sampel 1 adalah 4,397 µg/mL, konsentrasi sampel 2 adalah
50,29 µg/mL, konsentrasi sampel 3 adalah 62,859 µg/mL, konsentrasi
sampel 4 adalah 16,094 µg/mL, konsentrasi sampel 5 adalah 11,483
µg/mL dan konsentrasi sampel 6 adalah 10,769 µg/mL.
Persamaan regresi kurva antara ln DU/t dengan tmid adalah Y = -0,0447X +
2,84
Nilai kecepatan eliminasi pada tubuh adalah 0,044/jam
Nilai waktu paruh dari siprofloksasin adaah 15,75 jam
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M., dan Suherman 1995. Analisis Instrumental. Airlangga
University Press. Surabaya.
Ahmad, M., dan Suherman. 1991. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Airlangga University Press. Surabaya.
Bahti. 1998. Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Universitas Padjajaran.
Bandung.
Informasi spesialite obat Indonesia Vol. 46 (Jakarta: ikatan apaoteker
Indonesia,2011)
Katzung.Bertram, G. farmakologi dasar dan klinik, edisi 10. (Jakarta:
pustaka buku kedokteran,2011)
Putra,Effendy D. L., 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam
Bidang Farmasi. Jurusan Farmasi Fakultas Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara :3
Sherwood lauralee, Fisiologi manusia, Edisi 6. (Jakarta : buku kedokteran,
2011)
Sinta. Metta. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5 (Jakarta: fakultas
kedokteran universitas Indonesia,2011)