laporan praktikum

44
LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI DAN FARMAKOKINETIK EKSKRESI URIN Disusun Oleh: Averroes Prabowo (10060310055) Maulana Malik.I (10060310122) Lismawanti Lesmana.S (10060310124) Ulfiaturahmah (10060310125) Neng Nisatul Khoiriah (10060310129) Kurnia (10060310130) Kelompok: B3 Asisten : Marina Chaerianisa S.Farm PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG BANDUNG 2013

Upload: erfan

Post on 31-Jan-2016

59 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

FARMAKOKINETIKEKSKRESI URIN

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASI DAN FARMAKOKINETIK

EKSKRESI URIN

Disusun Oleh:

Averroes Prabowo (10060310055)

Maulana Malik.I (10060310122)

Lismawanti Lesmana.S (10060310124)

Ulfiaturahmah (10060310125)

Neng Nisatul Khoiriah (10060310129)

Kurnia (10060310130)

Kelompok: B3

Asisten :

Marina Chaerianisa S.Farm

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

BANDUNG

2013

Page 2: Laporan Praktikum

EKSRESI URIN

I. TUJUAN PERCOBAAN

Setelah percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu :

Mengukur konsentrasi obat dalam ekresi urin dan mengetahui

parameter parameter yang dapat dihitung

Memahami cara mengukur konsetrasi obat dari sampel urin

II. ALAT & BAHAN

Alat :

Botol plastik

Vial

Labu takar 10 ml

HPLC

Pipet mikrometer

penyaring

Bahan

Urin

Siprofloksasin

Dapar amonium asetat

Fase balik : oktadesil silane

Fase gerak : asetonitil-air

III. PROSEDUR

a. Pengambilan Sampel

Urin blanko dari sukarelawan di ambil sebelum obat di minum

Obat yang ekivalen dengan siprofloksasin kadar 500 mg diminum

oleh sukarelawan pada jam 13.00 satu hari sebelum percobaan

Urin sukarelawan dikumpulkan pada rentang waktu 12.00-16.00,

16.00-19.00, 19.00-tidur, sesaat setelah bangun pagi, setelah

bangun pagi 08.00, 08.00-13.00. urin pada pagi hari diambil sesaat

setalah sukarelawan bangun tidur. Sukarelawan tidak boleh minum

apapun sebelum urin tersebut diambil.

Page 3: Laporan Praktikum

Urin yang terkumpul ditaruh didalam botol plastik. Volume dari

tiap urin yang terkumpul dalam selang waktu tersebut diukur dan

diambil sebanyak 10ml kemudian disimpan didalam vial. Semua

sampel urin disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu -4°C.

b. Perlakuan Sampel

tiap sampel urin diambil sebanyak 1ml dan dimasukan ke dalam

labu takar 10ml.

Sampel diencerkan dengan dapar amonium asetat hingga volume

10ml

Sampel disuntikan ke dalam kolom HPLC menggunakan sistem

HPLC dengan kolom fasa balik oktadesil silane, fase gerak

asetonitril-air (25:75) dengan 0,1% Trietanolamin dan pH

disesuaikan hingga 2,5 dengan asam sulfat 1M, detektor

spektrofotometri UV 294 nm, laju elusi 1,5 ml/menit.

Luas area siprofloksasin dan parasetamol yang diperoleh di catat

c. Pengolahan Data

Kurva kalibrasi di buat dengan cara membuat larutan

siprofloksasin dalam urin blanko dengan konsentrasi 0,1 , 0,5, 1 , 5

, 10 , 20 , 50 µg/ml

Dihitung luas area dari tiap larutan siprofloksasin di atas dengan

sistem HPLC yang sama. Kurva kalibrasi di buat berdasarkan rasio

luas area antara siprofloksasin dan standard

Dengan kurva kalibrasi yang di dapat, konsentrasi siprofloksasin

dari sampel urin di hitung

Page 4: Laporan Praktikum

Berdasarkan data konsentrasi obat dalam sampel urin buat kurva

log dXu/dt vs tmid, kemudian ditentukan konstanta laju eliminasi

dan waktu paruh eliminasi.

IV. TEORI DASAR

a. Urin

Sistem urin adalah suatu sistem saluran dalam tubuh manusia,

meliputi ginjal dan saluran keluarnya yang berfungsi untuk membersihkan

tubuh dari zat-zat yang tidak diperlukan. Sebanyak 1 cc urin dihasilkan

oleh kedua ginjal kiri dan kanan setiap menitnya dan dalam 2 jam

dihasilkan sekitar 120 cc urin yang akan mengisi kandung kemih. Saat

kandung kemih sudah terisi urin sebanyak itu mulai terjadi rangsangan

pada kandung kemih sehingga yang bersangkutan dapat merasakannya.

Keinginan mengeluarkan mulai muncul, tetapi biasanya masih bisa ditahan

jika volumenya masih berkisar dibawah 150 cc. (lauralee sheerwood,

2011. Hal 553)

Secara umum urin berwarna kuning, Interpretasi warna urin dapat

menggambarkan kondisi kesehatan organ dalam seseorang. (lauralee

sheerwood, 2011. Hal 553)

Keruh.

Kekeruhan pada urin disebabkan adanya partikel padat pada urin

seperti bakteri, sel epithel, lemak, atau Kristal-kristal mineral.

Page 5: Laporan Praktikum

Pink, merah muda dan merah.

Warna urin seperti ini biasanya disebabkan oleh efek samping

obat-obatan dan makanan tertentu seperti bluberi dan gula-gula,

warna ini juga bisa digunakan sebagai tanda adanya perdarahan di

system urinaria, seperti kanker ginjal, batu ginjal, infeksi ginjal,

atau pembengkakkan kelenjar prostat.

Coklat muda seperti warna air teh warna ini merupakan indicator

adanya kerusakan atau gangguan hati seperti hepatitis atau serosis.

Kuning gelap

Warna ini disebabkan banyak mengkonsumsi vitamin B

kompleks yang banyak terdapat dalam minuman berenergi.

b. Pembentukan urin

Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar

air ( 96%) air dan sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh

ginjal, disimpan sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui

proses mikturisi.

Proses pembentukan urin, yaitu :

1. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi

menyaring darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam,

gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah)

sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urin primer). Di dalam

filtrat ini terlarut zat seperti glukosa, asam amino dan garam-

garam.

Page 6: Laporan Praktikum

2. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus

proksimal zat dalam urin primer yang masih berguna akan

direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urin sekunder)

dengan kadar urea yang tinggi.

3. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh

darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi

reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+.

Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis

renalis. (lauralee sheerwood, 2011. Hal 553).

1. Siprofloksasin

Siprofloksasin hidroklorida dibuat dalam bentuk tablet dan

suspensi, merupakan antimikroba sintetik berspektrum luas. Nama

kimianya adalah garam monohidroklorida monohidrat dari 1-siklopropil-6-

fluoro-1, 2-dihidro-4-oksi-7-(1-piperazinil)-3-asam kuinolinkarboksilat.,

dengan berat molekul 385,8 . Formula empirisnya adalah

C17H18FN3O3●HCl●H2O. Struktur kimia siprofloksasin adalah sebagai

berikut (riyanto dan yanti,2011 hal. 694)

Kontra Indikasi:

- Penderita yang hipersensitivitas terhadap siprofloksasin dan derivat

quinolonelainnya- tidak dianjurkan pada wanita hamil atau

Page 7: Laporan Praktikum

menyusui,anak-anak pada masa pertumbuhan,karena pemberian dalam

waktu yang lama dapat menghambat pertumbuhan tulang rawan.

- Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut

- Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan

SSP hanyadigunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan denag

risiko efek sampingnya.Komposisi :Ciprofloxacin 250 mg : Tiap tablet

salut selaput mengandung Ciprofloxacin 250 mgCiprofloxacin 500 mg :

Tiap tablet salut selaput mengandung ciprofloxacin 500 mg.Farmakologi :

Ciprofloxacin (1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-

piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat

sintetik derivat quinolone.mekanisme kerjanya adalah menghambat

aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat bakterisida dengan spektrum luas

terhadap bakteri gram positif maupun gramnegatif.ciprofloxacin

diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas

absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan

didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenyadihati

dan diekskresi terutama melalui urine.Dosis :

1.Untuk infeksi saluran kemih :- Ringan sampai sedang : 2 x 250 mg

sehari- Berat : 2 x 500 mg sehari- Untuk gonore akut cukup pemberian

dosis tunggal 250 mg sehari2.Untuk infeksi saluran cerna :- Ringan /

sedang / berat : 2 x 250 mg sehari3.Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan

sendi kulit dan jaringan lunak :- Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari

Berat : 2 x 750 mg sehari- Untuk mendapatkan kadar yang adekuat pada

Page 8: Laporan Praktikum

osteomielitis maka pemberian tidak boleh kurang dari2 x 750 mg sehari-

Dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal : Bila bersihan kreatinin

kurangdari 20 ml/menit maka dosis normal yang dianjurkan harus

diberikan sehari sekaliatau dikurangi separuh bila diberikan 2 x sehari.-

Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.Untuk infeksi akut

selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling sedikit3 hari

sesudah gejala klinik hilang.Peringatan dan perhatian :- Untuk

menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin harus

ditelandengan cairan- Hati-hati pemberian pada penderita dengan

gangguan fungsi ginjal Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang

dianjurkan- Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai

kendaraan bermotor ataumenjalankan mesin.Efek samping :Efek samping

siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain:- Gangguan

saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut- Gangguan susunan

saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan euforia- Reaksi

hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria- Peningkatan sementara nilai

enzim hati,terutama pada pasien yang pernahmengalami kerusakan hati.-

Bila terjadi efek samping konsultasi ke Dokter (Iso Indonesia Vol.46,

2011. Hal. 156).

c. Absorpsi Obat

Siprofloksasin oral diserap dengan baik melalui saluran cerna.

Bioavailabilitas absolut adalah sekitar 70%, tanpa kehilangan yang

bermakna dari metabolisme fase pertama. Berikut ini adalah konsentrasi

Page 9: Laporan Praktikum

serum maksimal dan area di bawah kurva (area under the curve, AUC)

dari siprofloksasin yang diberikan pada dosis 250 ~ 1000 mg.

(katzung,2011. Hal. 870)

d. Distribusi Obat

Ikatan siprofloksasin terhadap protein serum adalah 20-40%

sehingga tidak cukup untuk menyebabkan interaksi ikatan protein yang

bermakna dengan obat lain. Setelah administrasi oral, siprofloksasin

didistribusikan ke seluruh tubuh. Konsentrasi jaringan seringkali melebihi

konsentrasi serum, terutama di jaringan genital, termasuk prostat.

Siprofloksasin ditemukan dalam bentuk aktif di saliva, sekret nasal dan

bronkus, mukosa sinus, sputum cairan gelembung kulit, limfe, cairan

peritoneal, empedu dan jaringan prostat.14,15 Siprofloksasin juga

dideteksi di paru-paru, kulit, jaringan lemak, otot, kartilago dan tulang.

Obat ini berdifusi ke cairan serebro spinal, namun konsentrasi di CSS

adalah kurang dari 10% konsentrasi serum puncak. Siprofloksasin juga

ditemukan pada konsentrasi rendah di aqueous humor dan vitreus humor

(katzung,2011. Hal. 870).

e. Metabolisme

Empat metabolit siprofloksasin yang memiliki aktivitas

antimikrobial yang lebih rendah dari siprofloksasin bentuk asli telah

diidentifikasi di urin manusia sebesar 15% dari dosis oral. .(katzung,2011.

Hal. 870).

Page 10: Laporan Praktikum

f. Ekskresi

Waktu paruh eliminasi serum pada subjek dengan fungsi ginjal

normal adalah sekitar 4 jam. Sebesar 40-50% dari dosis yang diminum

akan diekskresikan melalui urin dalam bentuk awal sebagai obat yang

belum diubah. Ekskresi siprofloksasin melalui urin akan lengkap setelah

24 jam . Dalam urin semua fluorokuinolon mencapai kadar yang

melampaui konsentrasi hambat minimal (KHM) untuk kebanyakan kuman

patogen selama minimal 12 jam.14 Klirens ginjal dari siprofloksasin, yaitu

sekitar 300 mL/menit, melebihi laju filtrasi glomerulus yang sebesar 120

mL/menit. Oleh karena itu, sekresi tubular aktif memainkan peran penting

dalam eliminasi obat ini. Pemberian siprofloksasin bersama probenesid

berakibat pada penurunan 50% klirens renal siprofloksasin dan

peningkatan 50% pada konsentrasi sistemik. .(katzung,2011. Hal. 870)

Interaksi Obat Siprofloksasin sediaan tablet bila diberikan bersama

makanan, akan mengalami terjadi keterlambatan absorpsi, sehingga

konsentrasi puncak baru akan dicapai 2 jam setelah pemberian. Pada

siprofloksasin sediaan suspensi, tidak terjadi keterlambatan absorpsi bila

diberikan bersama makanan sehingga konsentrasi puncak dicapai dalam 1

jam. Bila diberikan bersama dengan antasid yang mengandung magnesium

hidroksida atau aluminium hidroksida dapat mengurangi bioavailabilitas

siprofloksasin secara bermakna. (metta sinta, 2011. Hal 243).

Page 11: Laporan Praktikum

HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang lebih

dikenal dibandingkan dengan kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT)

merupakan teknik analisis pemisahan sekaligus penentuan kualitatif

maupun kuantitatif yang banyak digunakan pada senyawa-senyawa yang

mempunyai titik didih tinggi yang tidak dapat dilakukan dengan analisis

secara kromatografi gas. (Ahmad, M., dan Suherman 1995)

Prinsip pemisahannya sama dengan prinsip kromatografi pada

umumnya yaitu berdasarkan pada perbedaan sifat dalam distribusi

kesetimbangan (K) dari 2 komponen yang berbeda fasanya (fasa diam dan

fasa gerak). HPLC terdiri dari fasa diam dengan permukaan aktifnya yang

berupa padatan, resin penukar ion, atau polimer berpori yang ditempatkan

pada kolom serta dialiri fase gerak cair dengan aliran yang diatur oleh

suatu pompa. Analisis dengan HPLC dilakukan pada temperatur rendah

serta dengan adanya kompetisi 2 fase (gerak dan diam). Migrasi dari

molekul komponen akan sebanding dengan koefisien distribusinya, maka

komponen dengan distribusi tinggi pada fase diam akan bergerak lebih

perlahan didalam kolom sehingga dapat terpisah dari komponen yang

distribusinya rendah. (Ahmad, M., dan Suherman 1995)

Keunggulan HPLC diantaranya adalah: (Ahmad, M., dan

Suherman 1995)

Dapat menganalisis senyawa organik yang terurai (labil) pada suhu

tinggi karena HPLC dilakukan pada suhu kamar.

Page 12: Laporan Praktikum

Dapat menganalisis cuplikan yang berasal dari senyawa-senyawa

anorganik.

Dapat menganalisis cuplikan yang memiliki berat molekul tinggi

atau titik didihnya sangat tinggi seperti polimer.

Jenis-jenis kromatografi cairan kinerja tinggi (HPLC) yaitu :

Kromatografi adsorbs

Kromatografi adsorbsi sangat cocok untuk pemisahan senyawa-

senyawa yang bersifat agak polar. Partikel-partikel silika atau alumina

biasanya digunakan sebagai adsorben. Jenis kromatografi ini

menggunakan fasa gerak non polar seperti heksana dan disebut

jugakromatografi fasa normal. (Putra,Effendy D. L., 2004.)

Kromatografi partisi

Kromatografi partisi sangat cocok untuk pemisahan senyawa-

senyawa non polar. Jenis kromatografi ini disebut dengan kromatografi

fasa terbalik karena fasa geraknya lebih polar daripada fasa diam. Salah

satu kendala kromatografi ini adalah keterbatasan selektivitas sebagai

ketidakcampuran kedua fasa. Karena keterbatasan ini maka kromatografi

partisi tidak digunakan lagi sebagai teknik analisis rutin. (Putra,Effendy D.

L., 2004.)

Kromatografi fasa terikat

Kromatografi fasa terikat merupakan teknik HPLC yang paling

penting dan paling banyak digunakan saat ini. Dalam hal penerapann

kromatografi fasa terikat dan kromatografi partisi memiliki persamaan.

Page 13: Laporan Praktikum

Akan tetapi, sorben fasa terbalik terdiri dari partikel silika yang

dimodifikasi secara kimia dengan rantai alkil sebaliknya, fasa diam pada

kromatografi partisi terdiri dari partikel yang dilapisi secara fisik dengan

zat cair non polar. (Putra,Effendy D. L., 2004.)

Di bawah ini beberapa komponen-komponen HPLC secara umum,

antara lain : (Bahti. 1998.)

A. Eluen (pelarut)

Tempat pelarut biasanya menggunakan suatu botol yang tahan

terhadap pelarut-pelarut organik dan larutan yang digunakan untuk KCKT

haruslah terbebas dari partikel-partikel dari gas/udara. Hal ini dikarenakan:

o Adanya partikel dalam larutan bisa terbawa masuk ke dalam

pompa, hal ini dapat mengakibatkan tersumbatnya aliran pelarut

tersebut.

o Udara yang masuk ke dalam pompa dapat mengganggu kestabilan

pemompaan dan jumlah volume tetap yang dipakai akan

terganggu.

o Selain itu pada kolom dan detektor akan mengalami gangguan.

Adapun ciri-ciri yang harus dimiliki oleh fase gerak pada KCKT, yaitu :

Kemurnian tinggi (high purity), yaitu cairan eluen yang tidak

terkontaminasi.

Kestabilan tinggi, yaitu eluen yang tidak bereaksi dengan sampel

atau zat yang berfungsi sebagai fase diam.

Kekentalan rendah, yaitu kerapatan eluen sekecil mungkin.

Page 14: Laporan Praktikum

Dapat melarutkan sampel, tidak mengubah kolom dan sifat kolom

serta cocok dengan detektor.

B. Sistem Pemompaan

Peralatan yang digunakan sebagai pompa dalam sistem KCKT

memiliki beberapa persyaratan :

Menghasilkan tekanan hingga 6000 psi

Keluaran yang bebas denyut

Kecepatan alir dalam kisaran 0, 1 – 10 ml/menit

Pengaturan kecepatan alir dengan keterulangan setara dengan 0,5

% atau lebih baik

Tahan terhadap korosi.

Tiga jenis pompa yang sering digunakan dalam sistem KCKT yaitu :

Pompa Bolak-balik (reciprocating pump)

Jenis pompa yang paling banyak digunakan. Kelebihan pompa

jenis ini adalah volume internalnya kecil sekitar 35 – 400 μl, tekanan

hingga 10.000 psi, kemampuan untuk adaptasi menggunakan elusi

gradien, aliran yang konstan sehingga terbebas dari tekanan balik kolom

dan akibat dari kekentalan solven.( Ahmad, M., dan Suherman. 1991)

Pompa Sistem Penggantian (displacement pump)

Sistem penggantian menggunakan sebuah wadah besar seperti

syringe dengan sebuah penekan yang digerakan oleh motor. Menghasilkan

aliran yang bebas tekanan balik, tidak dipengaruhi kekentalan dan bebas

denyut. Kekurangan pompa jenis ini adalah kapasitas pompa terbatas

Page 15: Laporan Praktikum

hanya 250 ml dan cukup sulit saat solven harus mengalami penggantian.

(Ahmad, M., dan Suherman. 1991)

Pompa Tekanan Udara (pneumatic pump)

Bentuk paling sederhana sebuah pompa pneumatik merupakan

wadah yang ditekan oleh gas bertekanan tinggi. Harga relatif murah dan

bebas denyut merupakan kelebihan jenis pompa ini. Kekurangannya

terletak pada kapasitas terbatas, tekanan keluaran terbatas hanya sekitar

2000 psi, dipengaruhi oleh tekanan balik dan kekentalan solven dan tidak

dapat digunakan untuk sistem elusi gradien. (Ahmad, M., dan Suherman.

1991)

C. Injeksi sampel

Sistem injeksi sampel merupakan keterbatasan dari sistem

kromatografi cair. Masalah ini dapat menyebabkan pelebaran puncak

sebagai akibat kolom yang kelebihan kapasitas. Sebagai akibatnya, volume

injeksi harus dibatasi hingga kisaran maksimum 500 μl.

Proses injeksi pada awalnya menggunakan syringe melalui sebuah

katup elastomer. Syringeyang digunakan memiliki kemampuan melawan

tekanan 1500 psi. Aliran dihentikan sementara saat injeksi dan

dikembalikan setelah sampel masuk ke aliran fasa gerak.

Metode pemasukkan sampel yang paling umum digunakan adalah

dengan menggunakansampling loop. Seringkali disatukan dalam sistem

KCKT dengan kapasitas beragam 0,5 hingga 500 μl (Ahmad, M., dan

Suherman. 1991)

Page 16: Laporan Praktikum

D. Kolom KCKT

Kolom KCKT secara umum dibuat dari bahan tabung stainless

steel, walaupun untuk tekanan di bawah 600 psi kolom kaca dapat

digunakan. Kolom untuk analisis KCKT memiliki ukuran panjang kolom

berkisar dari 10 – 30 cm berbentuk lurus dan jika diperlukan dapat

disambung dengan kolom yang lain. Diameter dalam kolom 4 – 10 mm

dengan ukuran partikel 5 – 10 μm. Kolom dari jenis ini mempunyai 40.000

hingga 60.000 lempeng/meternya. (Ahmad, M., dan Suherman. 1991)

Saat ini, pabrik pembuat kolom telah merancang dan memproduksi

kolom dengan kecepatan dan kinerja tinggi. Beberapa kolom hanya

memiliki panjang 1 hingga 4,6 cm dengan ukuran partikel 3 – 5 μm.

Beberapa jenis kolom memiliki jumlah lempeng hingga 100.000 hanya

dengan panjang 3 sampai 7,5 cm dengan kelebihan pada kecepatan dan

sedikitnya solven yang diperlukan dalam pemisahan. Jumlah solven

minimum menjadi pertimbangan penting karena mahalnya solven dengan

tingkatan kromatografi (chromatography grade). (Ahmad, M., dan

Suherman. 1991)

Dua jenis kolom digunakan dalam kromatografi cair yaitu jenis

pellicular dan partikel berpori (porous particle). Jenis pellicular terdiri dari

partikel dengan bentuk bola, tidak berpori berbahan dasar gelas atau

polimer dengan diameter 30 hingga 40 μm. Lapisan tipis berpori silika,

alumina, divinil benzen sintetis polystirena atau resin penukar ion

dilapiskan pada permukaannya. (Ahmad, M., dan Suherman. 1991)

Page 17: Laporan Praktikum

Jenis kolom dengan partikel berpori berisi partikel berpori dengan

diameter partikel 3 – 10μm terbuat dari silika, alumina, resin sintetis

divinil benzen polystirena atau resin penukar kation yang kemudian

dilapisi lapisan tipis film berbahan organik sehingga berikatan secara

kimia atau fisika terhadap permukaannya. (Skoog et al., 1998)

E. Detektor (Ahmad, M., dan Suherman. 1991)

Detektor ideal pada sistem KCKT mempunyai persyaratan :

Memiliki sensitifitas yang memadai. Kisaran umum sensitifitas

berkisar dari 10-8 hingga 10-15gram zat terlarut per pembacaan

Stabil dan memiliki keterulangan yang baik

Respon yang linear terhadap kenaikan konsentrasi

Waktu respon yang singkat

Kemudahan pada penggunaan

Memiliki volume internal yang kecil untuk mengurangi pelebaran

puncak

Beberapa jenis detektor yang digunakan pada sistem KCKT :

Detektor Absorban (UV-Vis)

Pada detektor absorban, aliran akan mengalir melalui detektor dari

kolom kromatografi. Untuk meminimalkan pelebaran puncak, detektor

dirancang dalam volume yang sekecil mungkin. Ukuran volume dibatasi 1

– 10 μl dengan panjang sel 2 – 10 mm. Umumnya sel detektor mampu

menahan tekanan hingga 600 psi sehingga peralatan pengurang tekanan

Page 18: Laporan Praktikum

diperlukan sebelum aliran memasuki detektor. (Putra,Effendy D. L.,

2004.)

Detektor Fluorescens

Detektor fluorescens yang digunakan sama halnya dengan detektor

pada spektrofluoro-fotometer. Detektor paling sederhana menggunakan

lampu merkuri sebagai sumber cahaya dan filter untuk mengisolasi

panjang gelombang emisi radiasi. Lampu Xenon digunakan pada

instrumen yang lebih baik dengan gratting sebagai monokromatornya.

(Putra,Effendy D. L., 2004.)

Detektor Refraktif Indeks

Detektor jenis ini bekerja dengan mengukur nilai indeks bias yang

senyawa yang melalui sel. Sel akan mengukur indeks bias solven fasa

gerak sebagai blanko dan sampel secara bersamaan untuk mendapatkan

nilai indeks bias relatif. (Putra,Effendy D. L., 2004.)

Detektor Elektrokimia

Detektor dengan mendasarkan kerjanya pada pengukuran arus

listrik. Perubahan arus akan dideteksi terhadap waktu dan ditampakkan

dalam bentuk kromatogram. Contoh penggunaan detektor adalah pada

penetapan senyawa tiol dan disulfida. (Putra,Effendy D. L., 2004.)

Detektor Spektra Massa

Sejumlah fraksi kecil cairan dari kolom dimasukkan ke dalam

spektrometer massa pada kecepatan alir 10 – 50 μl per menit atau

Page 19: Laporan Praktikum

menggunakan termospray. Analat akan diionisasikan, dipisahkan pada

analisator, dibaca oleh detektor dan menghasilkan spektrum massa.

(Putra,Effendy D. L., 2004.)

V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

- Jumlah siprofloksasin yang digunakan :

= 1000 µg/mL x 10 mL

= 10000 µg

= 10 mg

- Pengenceran :

V1. N1 = V2. N2

V1. 1000 ppm = 10 mL. 100 ppm

V1 = 1 mL

- Larutan seri 1 : - Larutan seri 2 :

V1. N1 = V2. N2 V1. N1 = V2. N2

V1. 100 ppm = 10 mL. 0,5 ppm V1. 100 ppm = 10 mL. 1

ppm

V1 = 0,05 mL V1 = 0,1 mL

- Larutan seri 3 : - Larutan seri 4 :

V1. N1 = V2. N2 V1. N1 = V2. N2

V1. 100 ppm = 10 mL. 5 ppm V1. 100 ppm = 10 mL. 10

ppm

V1 = 0,5 mL V1 = 1 mL

- Larutan seri 5 : - Larutan seri 6 :

V1. N1 = V2. N2 V1. N1 = V2. N2

V1. 100 ppm = 10 mL. 10 ppm V1. 100 ppm = 10 mL. 50

ppm

V1 = 1 mL V1 = 5 mL

Page 20: Laporan Praktikum

- Kurva Kalibrasi

C (ppm) - X AUC - Y

0,1 396593

0,5 3831509

1 604055

5 2808553

10 5050081

20 8357215

50 22100684

Waktu retensi siprofloksasin : 2,250

0 10 20 30 40 50 600

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

f(x) = 412027.705743679 x + 1066727.24037106R² = 0.973516891232504

Grafik antara Konsentrasi dengan AUC (Area Under Curve)

KalibrasiLinear (Kalibrasi)

Konsentrasi (µg/mL)

AUC

(Are

a Un

der C

urve

)

- Hasil regresi waktu dengan AUC

Y = BX + A

Y = 412027,71X + 1066727,24

R2 = 0,9866

1. 2878306 = 412027,71X + 1066727,24

X = 2878306−1066727,24

412027,71=4,397

2. 21787610 = 412027,71X + 1066727,24

Page 21: Laporan Praktikum

X =21787610−1066727,24

412027,71=50,290

3. 26966410 = 412027,71X + 1066727,24

X = 26966410−1066727,24

412027,71=62,859

4. 7698019 = 412027,71X + 1066727,24

X = 7698019−1066727,24

412027,71=16,094

5. 5798060 = 412027,71X + 1066727,24

X = 5798060−1066727,24

412027,71=11,483

6. 5504036 = 412027,71X + 1066727,24

X = 5504036−1066727,24

412027,71=10,769

- Sampel

SAMPE

LAUC C (µg/ml)

PENGENCERAN

(x10)

CP

(mg/ml)

1 2878306 4,397 43,97 0,04397

2 21787610 50,29 502,9 0,5029

3 26966410 62,859 628,59 0,62859

4 7698019 16,094 160,94 0,16094

5 5798060 11,483 114,83 0,11483

6 5504036 10,769 107,69 0,10769

Page 22: Laporan Praktikum

WAKTU (jam)JUMLAH URIN

(ml)

CP

(mg/ml)

DU

(mg)DU/T T*

13.00 - 16.00 (0-3) 260 0,04397 11,432 3,811 1,5

16.00 - 19.00 (3-6) 200 0,5029 100,58 33,627 4,5

19.00 - 23.00 (6-10) 210 0,62859 132,004 33,001 8,5

23.00 - 05.00 (10-

16)320 0,16094 51,501 8,583 14,5

05.00 - 08.00 (16-

19)215 0,11483 24,688 8,229 17,5

08.00 - 13.00 (19-

24)180 0,10769 19,384 3,877 22,5

Y = BX + A

Y = -0,044X + 2,8406

R2 = 0,368

Kecepatan Eliminasi = 0,044 /jam

T1/2 = 0,6930,044

=15,75 jam

LN DU/T T*

1,338 1,5

3,515 4,5

3,496 8,5

2,15 14,5

2,108 17,5

1,355 22,5

Page 23: Laporan Praktikum

0 5 10 15 20 250

0.51

1.52

2.53

3.54

f(x) = − 0.0446604938271605 x + 2.84059567901235R² = 0.135193269111318

Grafik antara ln DU/t dengan waktu

SampelLinear (Sampel)

Waktu (jam)

ln D

U/t (

µg/j

am)

VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, dilakukan penentuan kadar dan parameter

farmakokinetik dari sampel menggunakan perhitungan regresi dengan melihat

waktu retensi (tR) yang diperoleh yang menandakan adanya kandungan

siprofloksasin atau tidak. Praktikum ini juga dilakukan untuk mengetahui kadar

siprofloksasin yang terukur masih dalam rentang/jumlah yang sesuai atau tidak.

Sampel yang digunakan adalah urin dari praktikan. Urin tersebut mengandung

berbagai komponen senyawa dan salah satunya adalah senyawa eksogen.

Senyawa eksogen merupakan senyawa yang berasal dari luar tubuh dan sengaja

dimasukkan dengan tujuan tertentu. Senyawa eksogennya adalah siprofloksasin

yang digunakan sebagai obat dengan khasiat antibiotik. Obat berkhasiat tersebut

tentunya akan berinteraksi dengan molekul-molekul yang penting secara

fungsional dalam tubuh (reseptor) sehingga menghasilkan respon biologis. Jika

proses biofarmasetik berlangsung dengan baik, maka seharusnya jumlah

siprofloksasin meningkat dalam urin. Proses biofarmasetik sendiri adalah proses

yang menggambarkan obat mulai dari pemberian sampai terjadinya penyerapan

zat aktif kemudian diekskresikan. Siprofloksasin lah yang akan menjadi acuan

nilai konstanta eliminasi dan waktu paruh pada tubuh.

Page 24: Laporan Praktikum

Perhitungan regresi yang digunakan adalah penentuan kurva kalibrasi

melalui perbandingan antara AUC (Area Under Curve) dengan konsentrasi

sehingga didapat persamaan regresi yang nantinya akan digunakan untuk

menentukan konsentrasi dari sampel. Selanjutnya, dilakukan penentuan DU/t dan

Tmid lalu diregresikan sehingga didapat persamaan kembali dimana b menandakan

nilai konstanta eliminasi.

Pertama, dilakukan pengumpulan urin dengan rentang waktu yang

telah ditentukan. Hal ini dilakukan agar jumlah obat yang diekskresikan memiliki

kecepatan eliminasi yang tetap sehingga data urin yang diperoleh menjadi valid.

Urin yang pertama kali ditampung adalah urin blanko dimana urin tersebut belum

mengandung senyawa siprofloksasin. Urin blanko digunakan untuk

membandingkan antara urin yang mengandung siprofloksasin dengan yang tidak.

Urin blanko juga menandakan tidak ada partikel lain yang akan terukur nantinya

selain pelarut itu sendiri (urin). Kemudian, praktikan diberikan obat yang ekivalen

dengan dosis 500 mg siprofloksasin. Dosis tersebut merupakan dosis lazim

dimana dapat memberikan efek farmakologis sesuai dengan jendela terapi (berada

diantara MEC/Minimum Effective Concentration dan MTC/Minimum Toxic

Concentration). Obat tersebut diminum sehari sebelum percobaan. Hal ini untuk

memaksimalkan proses biofarmasetik dimana obat akan diabsorbsi, didistribusi,

dimetabolisme dan terakhir diekskresi melalui urin. Urin tersebut tentunya sudah

mengandung siprofloksasin. Selain itu, pada saat pengumpulan urin, perlu

dilakukan pengukuran volume urin yang diekskresikan. Pengukuran volume urin

tersebut dimaksudkan agar dapat ditentukan berapa jumlah obat (siprofloksasin)

yang telah diekskresikan. Farmakokinetika obat pada darah maupun urin hanya

dapat memperoleh data berupa konsentrasi, bukan jumlah obat yang

terkandungnya. Satuan konsentrasi adalah µg/ml sedangkan jumlah obat adalah

µg. Jika dilakukan konversi, maka untuk menentukan jumlah obat perlu dilakukan

perkalian antara konsentrasi dengan volume. Volume inilah yang perlu dicatat.

Berdasarkan hasil pengamatan, volume urin pada pada waktu 13.00-16.00 adalah

260 mL, 16.00-19.00 adalah 200 mL, 19.00-23.00 adalah 210 mL, 23.00-05.00

Page 25: Laporan Praktikum

adalah 320 mL, 05.00-08.00 adalah 215 mL dan 08.00-13.00 adalah 180 mL.

Volume urin yang diperoleh cukup besar pada rentang waktu yang cukup dekat

karena jumlah asupan cairan (air) pada tubuh juga cukup banyak sehingga wajar

jika urin yang diekskresikan dalam jumlah yang banyak. Diantara rentang waktu

tersebut, pada pagi hari memiliki volume urin yang paling besar karena pada

malam hari tubuh tidak melakukan aktivitas apapun sehingga energi difokuskan

pada sistem pencernaan dan hasil metabolisme disalurkan salah satunya pada

sistem ekskresi urinari. “Semakin banyak volume urin yang dihasilkan, semakin

banyak pula senyawa yang terdapat didalamnya”.

Kedua, dilakukan perlakuan sampel dengan mengencerkan

menggunakan dapar ammonium asetat. Hal ini bertujuan untuk membuat senyawa

yang dianalisis (siprofloksasin) terlarut sempurna dalam urin dan mendapatkan

konsentrasi urin yang lebih encer. Jika konsentrasi urin terlalu pekat, maka

kelarutan senyawa (siprofloksasin) pun akan berkurang. Kemudian, sampel

tersebut diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 40 µL. Penggunaan HPLC

memiliki sensitivitas yang tinggi karena dapat menganalisis sampel dengan

volume yang sangat sedikit sehingga ideal untuk memisahkan molekul organik

dari sampel biologis. Fase diam yang digunakan adalah oktadesil silane yang

bersifat non polar sehingga dapat menarik senyawa non polar sedangkan fase

geraknya adalah campuran antara asetonitril dengan air (25:75) sehingga bisa

dikatakan cenderung polar karena senyawa siprofloksasin bersifat polar juga dan

dapat terelusi oleh fase gerak. Selain itu, pH fase gerak pun dijaga pada 2,5 agar

tidak merusak kolom fase balik. Dasar pemisahan HPLC adalah perbedaan

kecepatan migrasi dari komponen sampel karena adanya perbedaan

kesetimbangan distribusi dalam fase diam dan fase gerak untuk senyawa tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan, didapat AUC pada sampel 1 (13.00-16.00) adalah

2878306, pada sampel 2 (16.00-19.00) adalah 21787610, pada sampel 3 (19.00-

23.00) adalah 26966410, pada sampel 4 (23.00-05.00) adalah 7698019, pada

sampel 5 (05.00-08.00) adalah 5798060 dan sampel 6 (08.00-13.00) adalah

5504036. Nilai AUC yang didapat cukup fluktuatif (naik-turun) atau dengan kata

Page 26: Laporan Praktikum

lain tidak konstan/stabil. Seharusnya nilai AUC tersebut menurun seiring dengan

bertambahnya waktu karena obat (siprofloksasin) telah dimetabolisme dalam hati

sehingga tidak diperlukan kembali dalam tubuh, maka proses ekskresi

berlangsung dengan relatif cepat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

pengambilan urin tidak pada waktu yang telah ditentukan, terjadi kesalahan dalam

mengoperasikan HPLC sehingga data yang diperoleh menjadi tidak benar atau

perlakuan sampel yang salah akibat human error.

Ketiga, dilakukan pembuatan kurva baku siprofloksasin. Kurva baku

dibuat melalui larutan stok dengan cara melarutkan siprofloksasin dengan air pada

labu takar sehingga volume yang digunakan cukup tepat. Penggunaan air karena

siprofloksasin mudah larut dalam air. Lalu, dipipet beberapa mL sesuai

perhitungan pada data pengamatan dari larutan stok dan ditambahkan urin serta

dapar ammonium fosfat pada labu takar sampai batas. Proses ini dinamakan

pengenceran dimana konsentrasi larutan utama/induk yang tinggi diencerkan

menjadi beberapa larutan seri dengan konsentrasi yang lebih rendah. Pembuatan

kurva kalibrasi dimaksudkan untuk mengetahui hubungan alat dengan analit.

Selain itu, untuk menghilangkan kegalatan (kesalahan pengukuran). Dengan

adanya kurva kalibrasi, dapat mengetahui berapakah konsentrasi pada nilai AUC

tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh AUC pada larutan seri 0,1

µg/mL adalah 396593, pada larutan seri 0,5 µg.mL adalah 3831509, pada larutan

seri 1 µg/mL adalah 604055, pada larutan seri 5 µg/mL adalah 2808553, pada

larutan seri 10 µg/mL adalah 5050081, pada larutan seri 20 µg/mL adalah

8357215 dan pada larutan seri 50 µg/mL adalah 22100684. Nilai AUC tersebut

juga tidak stabil dimana seharusnya AUC berbanding lurus dengan konsentrasi.

“Semakin tinggi AUC siprofloksasin, maka semakin tinggi pula kadarnya”.

Namun, berdasarkan grafik pada data pengamatan, masih diperoleh nilai

kemiringan/slope (R) diatas 0,9. Oleh karena itu, dapat dikatakan nilai AUC yang

diperoleh cukup bagus walapun ada sedikit ketidaksinambungan antara

konsentrasi 0,1-1 µg/mL. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan

prosedur yang dilakukan. Kesalahan prosedur memang berisiko tinggi terhadap

Page 27: Laporan Praktikum

data yang diperoleh. Jika prosedur yang dilakukan tidak benar, maka datanya pun

tidak benar. Kesalahan prosedur tersebut meliputi jumlah pemipetan yang tidak

tepat, penimbangan siprofloksasin yang tidak benar atau proses penyuntikan pada

HPLC yang tidak sesuai. Selain itu, data lain yang diperoleh adalah waktu retensi.

Waktu retensi dari siprofloksasin adalah 2,250. Pada HPLC dapat dilakukan 2

analisis sekaligus. Analisis tersebut adalah analisis kualitatif dan analisis

kuantitatif. Analisis kualitatif dengan melihat waktu retensi yang menandakan

apakah senyawa (siprofloksasin) terdapat dalam urin atau tidak sedangkan analisis

kuantitatif dengan melihat AUC yang menandakan konsentrasi senyawa

(siprofloksasin) dalam urin. Nilai waktu retensi dari siprofloksasin berada pada

rentang 2,2-2,4.

Selain itu, pengukuran nilai AUC tersebut menggunakan detektor

spektrofotometri UV pada panjang gelombang 294 nm. Nilai tersebut merupakan

rentang sinar tampak biru violet yang akan diabsorpsi oleh senyawa

(siprofloksasin) sehingga terjadi eksitasi elektron dari keadaan dasar (ground

state) menuju keadaan tereksitasi (excited state) dan diperoleh nilai AUC. Panjang

gelombang 294 nm merupakan panjang gelombang maksimal (λmaks) atau

dengan kata lain panjang gelombang yang memiliki nilai AUC maksimal. Nilai

AUC maksimal, maka kadar siprofloksasin optimal.

Berdasarkan hasil perhitungan, didapat konsentrasi sampel 1 adalah 4,397

µg/mL, konsentrasi sampel 2 adalah 50,29 µg/mL, konsentrasi sampel 3 adalah

62,859 µg/mL, konsentrasi sampel 4 adalah 16,094 µg/mL, konsentrasi sampel 5

adalah 11,483 µg/mL dan konsentrasi sampel 6 adalah 10,769 µg/mL. Konsentrasi

tersebut kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran. Hal ini bertujuan agar

dapat diperoleh konsentrasi siprofloksasin yang sebenarnya pada urin.

Konsentrasi tersebut dikalkulasikan kembali dengan volume urin untuk

mendapatkan jumlah obat yang terkandung dalam urin. Jumlah obat tersebut

dibagi selisih selang waktu, maka diperoleh DU/t. tmid merupakan waktu

pertengahan antara selang waktu yang digunakan. Terakhir, dilakukan regresi

antara ln DU/t dengan tmid. Nilai kemiringan/slope (R) yang diperoleh jauh

Page 28: Laporan Praktikum

dibawah 0,9. Hal ini menandakan bahwa persamaan regresi tersebut tidak linier.

Liniearitas memiliki relasi dengan data yang didapat. Jika data tersebut tidak

menaik/menurun dengan konstan, maka liniearitas akan berkurang. Dari

persamaan regresi, dapat ditentukan kecepatan eliminasi dan waktu paruh dari

siprofloksasin. Kecepatan eliminasi 0,044/jam menandakan bahwa tubuh

memiliki kecepatan sebesar 0,044/jam untuk mengeliminasi siprofloksasin dari

tubuh. “Semakin besar kecepatan eliminasi, maka semakin besar pula laju

perubahan obat”. Waktu paruh dari siprofloksasin adalah 15,75 jam. Waktu paruh

tersebut cukup besar karena membutuhkan waktu 15,75 jam sekali untuk

siprofloksasin berkurang menjadi setengah dari jumlah awal. Waktu paruh juga

menentukan seberapa sering suatu obat diberikan. Faktor yang mempengaruhi

ekskresi obat antara lain filtrasi oleh glomerulus, sekresi oleh tubulus maupun

reabsorpsi di tubulus nefron.

Jika dilihat dari golongan obat, siprofloksasin termasuk ke dalam golongan

kuinolon. Siprofloksasin memiliki profil farmakokinetik yang cukup bagus seperti

bioavailabilitas yang tinggi dan waktu paruh yang panjang. Seharusnya,

siprofloksasin memiliki bioavailabilitas 50-70%, waktu paruh 3-4 jam serta

konsentrasi puncak 1,51-2,91 mg/L setelah pemberian dosis 500 mg. Nilai waktu

paruh tersebut berbeda dengan nilai yang diperoleh. Kesalahan prosedur

merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan.

VII. KESIMPULAN

Persamaan regresi dari kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan AUC

(Area Under Curve) adalah Y = 412027,71X + 1066727,24

Konsentrasi sampel 1 adalah 4,397 µg/mL, konsentrasi sampel 2 adalah

50,29 µg/mL, konsentrasi sampel 3 adalah 62,859 µg/mL, konsentrasi

sampel 4 adalah 16,094 µg/mL, konsentrasi sampel 5 adalah 11,483

µg/mL dan konsentrasi sampel 6 adalah 10,769 µg/mL.

Page 29: Laporan Praktikum

Persamaan regresi kurva antara ln DU/t dengan tmid adalah Y = -0,0447X +

2,84

Nilai kecepatan eliminasi pada tubuh adalah 0,044/jam

Nilai waktu paruh dari siprofloksasin adaah 15,75 jam

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M., dan Suherman 1995. Analisis Instrumental. Airlangga

University Press. Surabaya.

Ahmad, M., dan Suherman. 1991. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Airlangga University Press. Surabaya.

Bahti. 1998. Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Universitas Padjajaran.

Bandung.

Informasi spesialite obat Indonesia Vol. 46 (Jakarta: ikatan apaoteker

Indonesia,2011)

Katzung.Bertram, G. farmakologi dasar dan klinik, edisi 10. (Jakarta:

pustaka buku kedokteran,2011)

Putra,Effendy D. L., 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam

Bidang Farmasi. Jurusan Farmasi Fakultas Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara :3

Sherwood lauralee, Fisiologi manusia, Edisi 6. (Jakarta : buku kedokteran,

2011)

Sinta. Metta. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5 (Jakarta: fakultas

kedokteran universitas Indonesia,2011)