laporan praktikum 5

Upload: ahyar

Post on 14-Jul-2015

1.312 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM Mikrobiologi Terapan LATIHAN 5 Mikrobiologi Udara

Oleh: Nama : Henni Meilany NIM Kelas : 34 2009 231 : IV Biologi E

Dosen : Susi Dewiyeti, S.Si, M.Si

LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2011 A. PRAKTIKUM KE B. JUDUL C. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Atmosfer tersusun atas 2 lapisan utama yaitu troposfer dan stratosfer. Troposfer tersusun atas lapisan laminar, lapisan turbulen, lapisan friksi luar, dan lapisan konveksi. Atmosfer mengandung partikel-partikel yang disebut sebagai : 5 (Tiga) : Mikrobiologi Udara

aerosol, salah satu komponen aerosol yaitu bioaerosol yang terdiri antara lain mikroba dan pollen (Sofa, 2008). Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme mikroskopik yang sebagian besar berupa satu sel yang terlalu kecil untuk dapat dilihat menggunakan mata telanjang. Mikroba berukuran sekitar seperseribu milimeter (1 mikrometer) atau bahkan kurang, walaupun ada juga yang lebih besar dari 5 mikrometer. Karenanya, mikroba hanya bisa dilihat dengan menggunakan alat bantu berupa mikroskop (Yusra, 2010). Sebenarnya tidak benar-benar ada organisme yang hidup di udara, karena organisme tidak dapat hidup dan terapung begitu saja di udara. Flora mikroorganisme udara terdiri atas organisme yang terdapat sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara. Batuk dan bersin menimbulkan aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel udara). Kebanyakan partikel dalam aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru, karena partikel-partikel ini tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya, partikel-partikel yang sangat kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang berpotensi. Jadi, walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir selalu dapat ditunjukkan dalam cuplikan udara (Volk & Wheeler, 1989 dalam iqbal, 2008). Mikroba terdapat dimana-mana dalam alam. Mikroba dapat ditemui mulai dari dasar lautan yang paling dalam sampai ke puncak gunung yang paling tinggi. Mikroba ada yang hidup dalam air dingin, juga ada yang tahan hidup dalam air panas pada suhu tinggi bahkan ada yang sampai 250 derajat Celcius. (Sofa, 2008). Menurut Yusra (2010) Tanah yang kita injak dipenuhi oleh mikroba. Mikroba dapat terbawa bersama aliran air ke sungai, danau dan laut. Mikroba dapat ditemui dimana mereka menemukan makanan, kelembaban (air), dan suhu yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Karena kondisi yang cocok untuk kehidupan manusia juga cocok bagi mikroba maka tidak dapat dihindari bila kita hidup berdampingan dengan mikroba (iqbal, 2008). Mikroba ada dalam udara yang kita hirup. Dia mungkin juga ada dalam makanan yang kita makan dan minuman yang kita minum terutama makanan dan

minuman yang sudah terkontaminasi, dipermukaan kulit, dalam mulut, hidung dan setiap lubang pada tubuh, serta dalam saluran pernafasan dan pencernaan (Yusra, 2010). Menurut iqbal (2008) Mikroba lebih banyak lagi ditemui pada tanaman dan hewan. Sebagian besar mikroba tidak berbahaya bagi manusia, dan manusia yang sehat diberi kemampuan oleh Yang Maha Kuasa untuk bertahan dari serangan mikroba yang berbahaya sampai batas-batas tertentu. 2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dilaksaanakannya praktikum ini adalah: a. Untuk mengetahui mikrobiologi di udara. b. Untuk mengetahui bentuk koloni, elevasi, tepian jumlah, warna, dan diameter mikroba. A. DASAR TEORI Mikroba di udara bersifat sementara dan beragam. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh, tetapimerupakan pembawa bahan partikulat debu dan tetesan cairan, yang kesemuanya ini mungkin dimuati mikroba. Untuk mengetahui atau memperkirakan secara akurat berapa jauh pengotoran udara sangat sukar karena memang sulit untuk menghitung organisme dalam suatu volume udara. Namun ada satu teknik kualitatif sederhana (iqbal, 2008). Menurut Volk & Wheeler (1989) yaitu mendedahkan cawan hara atau medium di udara untuk beberapa saat. Selama waktu pendedahan ini, beberapa bakteri di udara akan menetap pada cawan yang terdedah. Semakin banyak bakteri maka bakteri yang menetap pada cawan semakin banyak. Kemudian cawan tersebut diinkubasi selama 24 jam hingga 48 jam maka akan tampak koloni-koloni bakteri, khamir dan jamur yang mampu tumbuh pada medium yang digunakan. Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Daerah yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Sebaliknya hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi jumlah organisme di udara dengan membasuh partikel yang lebih berat dan mengendapkan debu.

Jumlah mikroorganisme menurun secara menyolok di atas samudera, dan jumlah ini semakin berkurang pada ketinggian (altitude) yang tinggi (Volk & Wheeler, 1989). Menurut Irianto (2002), jumlah mikroorganisme yang mencemari udara juga ditentukan oleh sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan manusia yang disemprotkan melalui batuk dan bersin, dan partikelpartikel debu, yang terkandung dalam tetes-tetes cairan berukuran besar dan tersuspensikan, dan dalam inti tetesan yang terbentuk bila titik-titik cairan berukuran kecil menguap. Organisme yang memasuki udara dapat terangkut sejauh beberapa meter atau beberapa kilometer; sebagian segera mati dalam beberapa detik, sedangkan yang lain dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu, berbulanbulan, bahkan lebih lama lagi. Nasib akhir mikroorganisme yang berasal dari udara diatur oleh seperangkat rumit keadaan di sekelilingnya (termasuk keadaan atmosfer, kelembaban, cahaya matahari dan suhu), ukuran partikel yang membawa mikroorganisme itu, serta ciri-ciri mikroorganismenya terutama kerentanannya terhadap keadaan fisik di atmosfer. 1. Kandungan mikroba di dalam udara Meskipun tidak ada mikroorganisme yang mempunyai habitat asli udara, tetapi udara di sekeliling kita sampai beberapa kilometer di atas permukaan bumi mengandung berbagai macam jenis mikroba dalam jumlah yang beragam. a. Udara di dalam ruangan Tingkat pencemaran udara di dalam ruangan oleh mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, dan sifat serta taraf kegiatan orangorang yang menempati ruangan tersebut. Mikroorganisme dapat terhembuskan dalam bentuk percikan dari hidung dan mulut misalnya selama bersin, batuk dan bahkan saat bercakap-cakap. Titik-titik air yang terhembuskan dari saluran penapasan mempunyai ukuran yang beragam dari mikrometer sampai milimeter. Titik-titik air yang ukurannya jatuh dalam kisaran mikrometer yang rendah tinggal di udara sampai beberapa lama, tetapi yang berukuran besar segera jatuh ke lantai atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini kadang-kadang akan berada dalam udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan tersebut.

b. Udara di luar atmosfer Permukaan bumi, yaitu daratan dan lautan merupakan sumber dari sebagian besar mikroorganisme yang ada dalam atmosfer. Angin menimbulkan debu dari tanah, kemudian partikel-partikel debu tersebut akan membawa mikroorganisme yang menghuni tanah. Sejumlah besar air dalam bentuk titik-titik air memasuki atmosfer dari permukaan laut, teluk, dan kumpulan air alamiah lainnya. Di samping itu, ada banyak fasilitas pengolahan industri, pertanian, baik lokal maupun regional mempunyai potensi menghasilkan aerosol berisikan mikroorganisme. Beberapa contoh antara lain: 1) Penyiraman air irigasi tanaman pertanian atau daerah hutan dengan limbah air. 2) Pelaksanaan penebahan air skala besar. 3) Saringan tricling-bed di pabrik-pabrik pembersih air. 4) Rumah pemotongan hewan dan peleburan minyak. 5) Alga, protozoa, khamir, kapang, dan bakteri telah diisolasi dari udara dekat permukaan bumi. Contoh udara tersebut diambil dari daerah perindustrian selama jangka waktu beberapa bulan. Bagian terbanyak dari mikroba yang berasal dari udara adalah spora kapang, terutama dari genus Aspergillus. Di antara tipe-tipe bakteri yang ditemukan ada bakteri pembentuk spora dan bukan pembentuk spora, basilus Gram positif, kokus Gram positif, dan basilus Gram negatif. Contoh mengenai jasad-jasad renik yang dijumpai di atmosfer kota diperlihatkan pada tabel berikut: Tabel 1. Jasad Renik pada Atmosfer Tinggi (meter) 1.500 4.500 Bakteri (genus) Alcaligenes Bacillus Bacillus Sarcina Bacillus Cendawan (genus) Aspergillus Macrosporium Penicillium Aspergillus Clasdosporium Aspergillus Hormodendrum

4.500 7.500 7.500 10.500

10.500 13.500 13.500 16.500

Bacillus Kurthia Micrococcus

Aspergillus Hormodendrum

Penicillium Bacillus (Sumber: Irianto, 2002 dalam Ali)

Contoh udara tersebut diambil dari daerah perindustrian selama jangka waktu beberapa bulan. Bagian terbanyak dari mikroba yang berasal dari udara adalah spora kapang, terutama dari genus Aspergillus. Di antara tipe-tipe bakteri yang ditemukan ada bakteri pembentuk spora dan bukan pembentuk spora, basilus Gram positif, kokus Gram positif, dan basilus Gram negatif. 2. Komposisi udara Komposisi baku udara yang kita hisap setiap saat, sudah diketahui sejak lama. Walaupun begitu, seiring dengan semakin kompleksnya masalah pencemaran udara, maka komposisi tersebut banyak yang berubah, khususnya karena dalam udara banyak komponen-komponen baru ataupun asing yang masuk (Aili, 2008). Dari data-data yang sudah ada, komposisi baku udara tersebut tersusun oleh komponen-komponen kimia antara lain, Nitrogen, Oksigen, Argon, CO2, Neon, Helium, metan, Kripton, N-Oksida, Hidrogen dan Xenon. Akan tetapi selain komponen-komponen kimia tersebut masih terdapat juga komponen lain yang bersifat hidup, yang pada umumnya berbentuk mikroba (Suriawiria, 1985). 3. Kelompok kehidupan di udara Kelompok mikroba yang paling banyak berkeliaran di udara bebas adalah bakteri, jamur (termasuk di dalamnya ragi) dan juga mikroalge. Kehadiran jasad hidup tersebut di udara, ada yang dalam bentuk vegetatif (tubuh jasad) ataupun dalam bentuk generatif (umumnya spora). Menurut Suriawiria (1985), pencegahan kehadiran mikroba baik secara fisik ataupun kimia yang dapat dilakukan, yaitu: a. Secara fisik: dengan penggunaan sinar-sinar bergelombang pendek (umumnya sinar UV) sebelum dan sesudah tempat dipergunakan, ataupun dengan cara penyaringan udara yang dialirkan ke dalam tempat atau ruangan tersebut. Dengan

pemanasan menggunakan alat yang disebut autoclave yaitu dengan memanaskan pada suhu 121oC,tekanan 15 lbs selama 15 menit. Menggunakan sinar gelombang pendek seperti sinar alpha,beta,gamma dan UV. b. Secara kimia: dengan penggunaan senyawa-senyawa yang bersifat membunuh mikroba, baik dalam bentuk larutan alkohol (55-75%), larutan sublimat, larutan AMC (HgCl2 yang diasamkan), dan sebagainya. Menggunakan asam kuat, menggunakan basa kuat, menggunakan garam, menggunakan air raksa, menggunakan klor c. Secara mekanik (Filterisasi): Dalam melakukan percobaan ini digunakan media yang memenuhi syarat yaitu, mengandung nutrisi atau bahan yang dapat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Ketika dilakukan sterilisasi media ini tidak mengalami kerusakan. Media yang digunakan dalam praktikum terbagi menjadi; Padat, contohnya PDA,NA, Cair,contohnya: laktosa Broth dan Media semi padat-semi cair. Kelompok mikroba yang paling banyak ditemukan sebagai jasad hidup yang tidak diharapkan kehadirannya melalui udara, umumnya disebut jasad kontaminan (hal ini mengingat apabila suatu benda/substrat yang ditumbuhinya dinyatakan sebagai substrat yang terkontaminasi (Yusra, 2010). Adapun kelompok mikroba yang termasuk dalam jasad kontaminan antara lain adalah: a. Bakteri: Bacillus, Staphylococcus, Pseudomonas, Sarcina dan sebagainya. b. Jamur: Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium, Trichoderma, dan sebagainya. c. Ragi: Candida, Saccharomyces, Paecylomyces, dan sebagainya. Banyak jenis dari jamur kontaminan udara yang bersifat termofilik, yaitu jamur yang tahan pada pemanasan tinggi di atas 800C, misal selama suatu benda/substrat sedang disterilkan. Ketahanan ini umumnya kalau mereka sedang berada di dalam stadia/ fase spora. Ini terbukti bahwa walaupun suatu substrat/media sudah disterilkan, tetapi di dalamnya setelah melewati waktu tertentu kemudian tumbuh dan berkembang pula bakteri ataupun jamur tanpa diharapkan sebelumnya (Suryawiria, 1985 dalam Ali, 2008).

Ruangan tempat pembedahan di rumah-rumah sakit sangat dihindari sekali kehadiran mikroba kontaminannya. Karenanya ruangan tersbut akan di jaga kebersihannya sebelum dipergunakan untuk keperluan operasi secara menyeluruh (Suryawiria, 1985) . 4. Sekilas komposisi umum mikroorganisme di udara Kemungkinan lingkungan alami yang paling tidak bersahabat dengan mikroorganisme adalah lingkungan atmosfer. Sel mikroba berukuran sangat kecil yang tersuspensi dalam udara dapat terancam kekeringan, rusak karena efek radiasi dari cahaya matahari ataupun dari aktivitas kimia gas oksigen. Banyak jenis bakteri yang mati ketika terekspos ke udara terutama dari jenis gram negatif tetapi beberapa jenis mampu bertahan dan menggunaakan turbulensi aliran udara untuk penyebarannya. Meskipun begitu tidak ada satu jenis pun yang mampu tumbuh dan berkembang biak dalam lingkungan atmosfer (Pradhika. 2010). Flora bakteri utama yang mendominasi yaitu bakteri gram positif batang dan kokus yang sering menjadi pengontaminasi udara yang berasal dari binatang, manusia atau lingkungan air. Dari bakteri gram positif tersebut terdapat beberapa jenis yang sering dijumpai yaitu Micrococci dan Corynebacteria (koloni berpigmen), Bacillus (mampu membentuk endospora dan mempunyai bentuk koloni besar berwarna putih sampai krem), Streptomyces atau genus yang berhubungan dengan Actinomycetes (bakteri berfilamen dan koloni kecil dan timbul/raised) (Adam dan Moss, 2000). Beberapa faktor yang menjadikan jenis-jenis ini mampu bertahan hidup adalah (1) Pigmentasi pada mikroorganisme dapat membantu melindungi dari radiasi cahaya tampak maupun UV, (2) Selubung dinding sel yang dimiliki oleh bakteri gram positif mampu mencegah kekeringan, (3) Pembentukan endosopra dari Bacillus dan konidiospora dari Actinomycetes menjadikannya resisten terhadap radiasi dan kekeringan (Ray, 2005). Bahkan spora dari genus Streptomycetes terspesialisasi untuk tersebar lewat udara karena spora kering tersebut terbentuk di ujung filamen berbentuk rantai dan siap disebarkan angin. Ketika berada di udara bakteri menjadi tidak aktif, mereka hanya melekat pada partikel debu. Penyebaran bakteri di udara juga sangat dipengaruhi oleh partikel-partikel/tetesan kecil air. Volume aerosol yang cukup ringan terbawa angin ini lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri sehingga bakteri dapat mudah terlarut didalamnya dan tersebar di udara. Aerosol dapat

terbentuk oleh kegiatan-kegiatan yang dapat memisahkan dan menyebarkan formasi air seperti batuk, bersin, semprotan air, cipratan air, gelembung udara di dalam air, dll. Spora fungi dan sel yeast juga merupakan faktor pengontaminasi yang penting. Beberapa jenis umum jamur yang sering ditemukan dan yang bertanggung jawab terhadap pembusukan adalah Aspergillus dan Penicillium. Jenis ini tidak mempunyai mekanisme penyebaran spora secara aktif tetapi mereka memproduksi banyak spora kecil yang kering sehingga akan beratahan lama dari kekeringan dan radiasi. Beberapa fungi seperti Fusarium menghasilkan spora yang umumnya tersebar saat keadaan udara lembab. Saat kelembaban udara (relative humidity) menurun seperti ketika pergantian malam ke siang, sporofor Cladosporium akan bereaksi dengan memelintir dan lepas sehingga tersebar ke udara dan menjadikannya jenis yang sering dijumpai di siang hari (Adam dan Moss, 2000). 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan mikroorganisme di udara Keberadaan mikroorganisme di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kelembaban udara, ukuran dan konsentrasi partikel debu, temperatur, aliran udara, jenis mikroorganisme. Semakin lembab (banyak uap dan partikel air) maka kemungkinan semakin banyak kandungan mikroba di udara karena partikel air dapat memindahkan sel-sel yang berada di permukaan. Begitu juga dengan partikel debu, semakin tinggi konsentrasinya dan semakin kecil ukuran partikel debu maka semakin banyak jumlah mikroba di udara. Jika suhu di suatu ruangan dinaikkan maka akan berdampak pada kekeringan di udara, tetapi perlu diperhatikan bahwa suhu tinggi dapat menaikkan suhu air sehingga memudahkan proses penguapan air. Aliran udara yang tinggi juga mampu mempercepat penguapan dan menerbangkan partikel debu. Pada umumnya keadaan udara yang kering dan mengandung sedikit debu memiliki konsentrasi mikroorgansime yang rendah. Selain itu jenis mikroba udara juga dipengaruhi oleh sumber-sumber pertumbuhan mikroorganisme. Lingkungan peternakan tentunya memiliki komposisi mikroorganisme udara yang berbeda dengan lingkungan rumah sakit atau lingkungan produksi minuman ringan. Kontaminasi mikroorganisme dari udara dapat dikurangi melalui beberapa usaha yaitu mengontrol partikel debu dengan menyaringnya, membuat udara positif dalam ruangan aseptik (udara positif dibuat dengan meninggikan tekanan di suatu

ruang sehingga udara akan selalu mengalir ke tekanan yang lebih rendah), mengurangi kelembaban udara, dan memasang lampu UV. Pengukuran konsentrasi mikroorganisme udara dalam suatu ruangan tertutup maupun terbuka harus memperhatikan beberapa hal penting berikut: aliran udara pernafasan, jendela dan pintu, letak dan sitem ventilasi, ada atau tidaknya sistem penyaringan, sirkulasi udara, kecepatan angin, letak sumber bahan pengontaminan (sampah, saluran pembuangan, wastafel dll.), AC, tekanan udara dalam suatu ruang, jumlah orang/ lalu-lalang operator, adanya kayu atau bahan berpori. dll. 6. Berbagai macam metode untuk mengambil sampel mikoorganisme di udara Berikut adalah beberapa macam metode yang diklasifikasikan berdasarkan prinsip kerjanya. a. Metode non kultur (non-culturable / non-vialbe air sample dan spore trap) Dasar metode non kultur adalah dengan menjebak mikroorganisme pada suatu alat kemudian mikororganisme yang terjebak dihitung secara langsung (saat itu juga tanpa inkubasi) dengan mikroskop. Dasar teknik ini adalah sama dengan metode impaction atau filtration yang akan dijelaskan kemudian. Cara ini hanya spesifik digunakan untuk menghitung spora jamur maka disebut juga jebakan spora (spore trap). Spora yang dihitung tidak memperdulikan apakah spora tersebut mampu untuk berkecambah atau tidak. Beberapa jenis spore trap adalah Air-O-Cell, Allergenco, VersaTrap, Burkard, Cyclex, Cyclex-d, Micro-5 dll. Cara kerjanya adalah dengan menyedot udara memasuki alat lalu partikel yang terbawa akan ditumbukkan dengan substrat sampling yang lengket, kemudian sisa udara keluar lewat lubang. Spora yang menempel langsung dihitung dan diidentifikasi. Kelebihan metode non kultur adalah : 1) Mudah digunakan. 2) Dapat membedakan jenis jamur secara cepat berdasarkan bentuk spora. 3) Cepat dan dapat menghemat waktu (tanpa inkubasi). 4) Tidak tergantung pada jenis media pertumbuhan yang cocok.

5) Bisa juga untuk mendeteksi partikel udara lainnya seperti hifa, polen, fragmen epitel kulit dll. 6) Cocok untuk menghitung spora yang dihubungkan dengan dampak alergi karena alergi dapat dipicu oleh spora hidup atau mati. Kekurangan metode ini adalah : 1) Tidak dapat membedakan jenis jamur lebih jauh atau lebih detail (misalnya morfologi Spora Aspergillus sp. dan Penicillium sp. umumnya sama). 2) Tidak dapat membedakan spora yang mampu untuk tumbuh atau spora mati. 3) Kurang cocok dipakai untuk mendeteksi sel vegetatif atau endospora bakteri.

B.Metode kultur (culturable / viable air sample) Semua metode kultur menggunakan suatu media pertumbuhan dapat berupa agar dalam cawan petri atau agar strips untuk menumbuhkan mikroorganisme yang terjebak. Kelebihan metode kultur adalah : -dapat digunakan untuk mendeteksi bakteri (tidak hanya spora saja). -memiliki gambaran berapa jumlah mikroorganisme hidup yang berada di udara. -dapat menentukan jenis mikroorganisme sampai spesies karena mempunyai koloni tunggal yang dapat dikultur lagi.

Kekurangannya adalah : -membutuhkan waktu inkubasi yang lama. -tidak begitu akurat mengingat spora yang rusak dan tidak mampu tumbuh tidak terhitung. -pertumbuhan jenis mikroorganisme tergantung jenis media yang digunakan sehingga mikroorganisme yang tidak mampu tumbuh pada media tersebut tidak akan terdeteksi. -jumlah total mikrorganisme mungkin dapat mengalami kesalahan karena koloni dapat bertindihan dan adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan koloni. -pada umumnya dalam pengoperasiannya metode ini dapat memakan dana yang cukup besar. a.Metode pasif Disebut dengan metode pasif karena membiarkan partikel udara mengenai sendiri pada permukaan media pertumbuhan. Exposure Plate Cara pengambilan sampel metode exposure plate adalah dengan memaparkan cawan /settle plate (umumnya digunakan cawan d=9cm) berisi media pertumbuhan non selektif ke udara terbuka selama waktu tertentu. Partikel udara yang mengendap karena gravitasi akan menempel pada permukaan agar. Pada umumnya cawan dibiarkan selama beberapa menit selanjutnya diinkubasi pada temperatur yang sesuai (misalnya 35C untuk Total Count atau 25C untuk Yeast and Mold). Exposure plate cocok digunakan pada ruangan tertutup yang aliran udaranya tenang. Metode ini bukan merupakan metode kuantitatif dan lebih berguna untuk mengetahui kecenderungan jumlah mikroorganisme di udara secara mudah dan murah. Cara ini bukan tergolong metode kuantitatif karena tidak dapat dihitung seberapa besar volume udara yang mengendap dan sangat tergantung kecepatan aliran udara dan diameter cawan yang dipakai. Selain kekurangan diatas, partikel udara yang sangat

kecil dan tidak cukup berat untuk terendap menjadi tidak dapat terdeteksi dengan metode ini. b.Metode aktif Metode pegambilan udara secara aktif adalah dengan memaksa udara bergerak memasuki suatu pipa pada peralatan untuk menjebak partikel yang terkandung didalamnya. Terdapat tiga prinsip dalam pengumpulan sampel udara secara aktif, yatiu: Impingement Dasar teknik ini adalah dengan menjebak partikel udara saat gelembung udara dilewatkan dalam cairan. Alat yang biasa digunakan adalah liquid impinger AGI-30 (ACE Glass,Vineland, NJ). AGI-30 umumnya beroperasi pada debit aliran 12,5 L/menit dengan 20 ml cairan pengumpul (0,1% pepton solution+ 0,1 ml anti-foam agent) selama 20 atau 30 menit. Pelarutan partikel udara dalam cairan terjadi ketika udara ditekan dan bertumbukan dengan permukaan cairan. Cairan pengumpul dapat berupa air steril atau media pertumbuhan (pepton) dan jika setelah selesai pengambilan sampel cairan ini dapat dikultur untuk menghitung mikroorgansime yang ada dengan metode yang tepat. Beberapa metode untuk mengkultur cairan tersebut adalah dengan mengambil 0,1 ml untuk spread plate dengan beberapa kali ulangan atau memakai metode filtrasi membran dengan ukuran sampel yang sesuai (Pepper dan Gerba, 2004). Jika waktu pengambilan diperpanjang maka akan memperbesar evaporasi cairan dan dapat menonaktifkan mikroorganisme yang telah terjebak. Pengenaan sel mikoroganisme ke dalam cairan dapat menyebabkan kerusakan sel dan hold time sampel yang lama akan menyediakan waktu yang cukup untuk mikroorganisme berkembang biak pada cairan pengumpul berupa media pertumbuhan. Kelebihan alat ini adalah murah, mudah digunakan, dan portable. Jika debit aliran udara tidak dapat ditentukan berdasarkan kecepatan pompa dan diameter pipa penyedot maka cara ini tidak tergolong cara pengambilan sampel kuantitatif karena satuannya tidak dapat ditentukan dengan jelas. Efisiensi dari AGI-30 akan menurun tajam jika digunakan lebih dari 30 menit karena cairan pengumpul yang memiliki viskositas rendah dapat terevaporasi dengan mudah.

Untuk mengurangi kelemahan ini telah dirancang alat biosampler dengan cairan pengumpul dari minyak berupa non-evaporating heavy white mineral oil (kekentalan lebih tinggi) yang mampu mengumpulkan udara selama 4 jam. Hal ini memberi keuntungan saat digunakan pada udara yang memiliki sedikit partikel sehingga dibutuhkan volume sampel udara yang besar. Sebaiknya pelaporan jumlah perhitungan mikroorganisme menggunakan AGI-30 memakai satuan CFU/m3. Menurut Pepper dan Gerba (2004), berdasarkan debit aliran udara sebesar 12,5L/menit maka perhitungannya menjadi:

Impaction Dasar teknik impaction adalah dengan menempelkan partikel udara pada permukaan padat media dengan cara menumbukkannya. Udara masuk ke dalam alat dengaan disedot oleh pompa lalu Teknik ini biasanya menggunakan media agar padat sebagai substrat langsung penempelan partikel udara dan secara umum teknik impaction lebih banyak digunakan karena kelebihan tersebut.

-Sieve impactor (six stage Andersen air sampler) Udara yang masuk ke dalam alat Andersen air sampler (Anderson Instruments Inc., Smyra, GA) disedot oleh pompa udara (28,3 L/menit) sehingga udara mengalir dari atas ke bawah. Alat ini menggunakan 6 tingkatan tumbukan yang bisa memisahkan partikel berdasarkan ukurannya. Setiap tingkatan diisi oleh satu media pertumbuhan (27 ml) yang berada dalam cawan petri. Semakin tinggi tingkatannya (kebawah) lubang (setiap tingkat memiliki lubang berjumlah 400) tiap tingkatan akan semakin kecil (Maier et.al., 2000). Tumbukan yang terjadi pada Andersen sampler adalah dengan merubah aliran udara tangensial yang mendadak atau dengan menabrakkan partikel udara ke permukaan agar sehingga kelembaman pada pertikel akan menjatuhkannya. Kemudian angin akan melewati pinggir cawan dan menuju tingkat selanjutnya. Kecepatan aliran udara yang terjadi semakin ke bawah semakin cepat sehingga secara bertahap partikel yang tertabrak dan menempel menjadi semakin kecil. Partikel udara yang besar akan terkumpul pada tingkat 1 dan partikel udara yang tidak memiliki potensial tumbukan yang cukup akan mengisi tingkat dibawahnya. Kecepatan tumbukan partikel udara pada permukaan agar sekitar 11m/detik. Partikel udara yang di benturkan dengan kecepatan seperti ini memastikan bahwa partikel dengan ukuran lebih dari 1um akan menempel. Oleh karena itu alat ini disebut juga sieve (ayakan) impactor karena kemampuan memisahkan ukuran partikel tersebut.

Setelah pengambilan sampel selesai, cawan dapat langsung diinkubasi tanpa perlakuan apapun. Perhitungan koloni pada tingkat 1 dan 2 dilakukan dengan mata telanjang atau jika terlalu penuh dilihat dengan mikroskop. Hasil hitungan pada tingkat 3-6 dihitung dengan metode yang sama atau dikonversikan dengan tabel konversi

positive hole yang berfungsi sebagai pengoreksi berdasarkan teori probabilitas. Menurut Andersen (1958), tabel konversi ini dibuat berdasarkan anggapan bahwa jumlah partikel yang bertumbukan dan menempel pada cawan selama proses pengambilan sampel akan meningkat dan probabilitas beberapa partikel yang melewati lubang yang sama juga akan meningkat tapi kemungkinan/kesempatan partikel selanjutnya yang akan melewati lubang kosong (empty hole) atau lubang yang belum pernah terlewati partikel akan menurun. Misalnya ketika 9/10 lubang telah terlewati lebih dari 1 partikel maka partikel selanjutnya yang akan lewat memiliki 1 kemungkinan dari 10 kesempatan untuk melewati lubang yang belum dilewati (empty hole). Jadi rata-rata 10 tambahan partikel dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah lubang yang terlewati (positive hole) sebanyak satu. Sebelum semua lubang menjadi positif, kamungkinan beberapa lubang bisa menerima beberapa partikel dalam sekali lewat. Tabel tersebut dikalkulasi dari rumus:

Selain itu terdapat suatu efek kehilangan partikel karena menempel atau terjebak pada permukaan alat. Contohnya saat aliran udara menuju tingkat selanjutnya dibelokkan saat melewati antar sambungan dan dibelokkan lagi melewati lubang, sering dijumpai terdapat kumpulan partikel yang tersangkut pada lubang tersebut

karena kelembaman partikel tidak mampu mengikuti alur udara yang dibelokkan. Kejadian ini dinamakan wall loss. Wall loss akan mengurangi efisiensi alat ini (Vaughan, 1988).

Andersen sampler cocok digunakan untuk mengambil sampel dengan aliran udara yang cepat atau ukuran sampel yang besar seperti menghitung mikroorganisme udara pada ruang aseptis yang dimungkinkan memiliki sedikit jumlah mikroorganisme. Resiko yang ditimbulkan jika waktu pengambilan sampel terlalu lama adalah agar dapat pecah karena kekurangan air (air terevaporasi) dan meningkatkan resiko kematian sel karena sel kekeringan. Telah terbukti bahwa metode ini lebih efektif dibandingkan teknik impinger. Secara komersial banyak variasi dan modifikasi berdasarkan prisip Andersen air sampler yang beredar diantaranya adalah yang memiliki 8 tingkat, 2 tingkat atau hanya satu tingkat. Salah satunya adalah MAS 100 (MBV AG, Switzerland) yang terdiri dari satu tingkat yang memiliki kecepatan 100L/menit dan dapat menyedot

sampai 2000 L setiap siklus. Hasil akhir koloni yang tumbuh tetap dikonversikan pada tabel konversi positive hole.

Selain MAS 100, alat lain yang berprinsip sama dengan Andersen air sampler adalah SAS (Surface Air System) Super 100 (Bioscience International, Rockville, MD) yang mampu menyedot udara dengan kecepatan 100L/menit. Beberapa varian SAS air sampler lainnya yaitu SAS Super 180 (180L/menit) dan Duo SAS 360 (360L./menit). untuk tipe Duo SAS 360 memiliki dua tutup (sampling head) sehingga dapat dilakukan pengambilan sampel untuk dua cawan petri sekaligus. Hal ini dapat digunakan untuk dua jenis media yang berbeda (misalnya media Total Count dan Yeast & Mold) atau untuk pengulangan sampling. Semua model SAS air sampler memiliki 401 lubang di setiap tutupnya (Bioscience). - Centrifugal impactor

Centrifugal sampler menggunakan pola aliran melingkar udara untuk meningkatkan tarikan gravitasi dalam mendepositkan partikel udara yang disedot ke dalam alat. Alat yang umum memakai metode ini adalah Cyclone air sampler (pbi International) dan Coriolis air sampler (Bertin Technologies). Misalnya Cyclone air sampler mampu menyedot udara dengan kecepatan 1-1400 L/menit. Menurut Maier et.al. (2000), cara kerja pertama alat ini yaitu udara masuk kedalam alat melalui pipa dengan sudut tertentu sehingga menimbulkan pola udara tangensial dan udara disedot oleh pompa pada pipa keluar. Udara masuk akan berputar pada permukaan corong sehingga dapat dipercepat seiring semakin kecilnya diameter pada corong. Percepatan ini menimbulkan gaya sentrifugal yang semakin besar sehingga sedimentasi partikel udara semakin mudah. Pendepositan partikel terjadi pada ujung corong yang terhubung pada wadah di bagian bawah berisi cairan pengumpul (collection liquid). Untuk menghitung mikroorganisme yang masuk ke dalam alat, maka cairan pelarut partikel dianalisa menggunakan metode yang sesuai. Dalam prakteknya alat yang menggunakan metode ini tidak mampu memisahkan ukuran partikel dan kurang efisien dalam menjebak partikel udara.

Alat air sampler lain yang menggunakan prinsip sentrifugasi untuk mengumpulkan partikel udara adalah RCS (Reuter Centrifugal Air Sampler) (Biotest AG, Dreireich). Berbeda dengan Cyclone, partikel yang tertekan akan menempel pada agar strip yang terletak melingkar pada sisi dalam sampling head kemudian setelah selesai agar strip dapat langsung diinkubasi. Agar strip memiliki 34 kotak dengan luas masing-masing 1cm2. Tersedia beberapa model RCS air sampler yaitu original/standard sampler (40L/menit), RCS plus (50L/menit) dan RCS High Flow (100L/menit) (Biotest).

Filtration Metode ini menggunakan prinsip menyaring partikel udara berdasarkan ukurannya menggunkan kertas membran filter. Membran filter biasanya tersedia dalam kaset plastik sekali buang (Plastic Filter Cassettes) berdiameter 25, 37 atau 47 mm. Seperti halnya teknik membran filter untuk menyaring cairan, cara ini juga menggunakan tekanan negatif dari pompa (4 L/menit) untuk menekan udara menembus kertas

membran yang terbuat dari polycarbonate atau cellulose acetate selama 30 menit (Hung et.al., 2005).

Partikel udara yang berukuran lebih besar daripada pori membran akan tersaring. Keunggulan metode filtrasi adalah sangat akurat dalam menangkap partikel udara namun sangat tidak direkomendasikan untuk menghitung sel vegetatif bakteri karena kemungkinan besar sel akan mengalami kekeringan dan mati selama pengambilan sampel berlangsung. Oleh karena itu cara ini lebih tepat digunakan untuk mendeteksi spora jamur atau endospora bakteri yang resisten kekeringan. Setelah selesai pengambilan sampel, membran filter dapat dipindahkan kedalam media pertumbuhan lalu diinkubasi, dapat juga spora dihitung manual dengan bantuan mikroskop atau kertas membran dibilas dengan cairan pengekstrak (5 ml) selanjutnya dianalisa memakai metode yang sesuai. Pemilihan diameter membran filter juga berpengaruh terhadap perhitungan sel yang tertangkap. Untuk menghitung mikroorganisme dengan konsentrasi rendah maka sebaiknya menggunakan filter dengan diameter yang lebih kecil (luas permukaan lebih sempit sehingga meningkatkan densitas sel) untuk membantu menghitung sel di bawah mikroskop. Contoh air sampler modern yang menggunakan teknik ini adalah Airport MD 8 (Sartorius, Goettingen, Germany). Airport MD 8 memiliki kecepatan mengambil udara yang dapat diatur yaitu 30, 40, 50 dan 125 L/menit dan menggunakan gelatine membrane filter. Keunggulan gelatine membrane filter dapat mengurangi kekurangan metode filtrasi dengan menjaga sel

dari kekeringan saat pengambilan sampel yang lama karena gelatin tetap mempertahankan kelembabannya. Gelatine membrane filter juga memiliki sifat yang mudah larut sehingga saat ditempatkan diatas permukaan agar filter akan larut dan meninggalkan sel sehingga bersentuhan langsung dengan permukaan agar. Alat lainnya yaitu MD 8 Airscan (Sartorius, Goettingen, Germany). Prinsip kerjanya mirip dengan Airport MD8 tetapi mempunyai sampling head yang terpisah (dihubungkan dengan selang) dari alat utama. Hal ini dapat mempermudah saat mengambil sampel dengan titik sampling yang tinggi atau pada daerah tertentu yang kritis (Sartorius Stedim Biotech).

4.Kisaran hitung setiap air sampler (Hung et.al., 2005). LOD (Limit of Detection) LOD adalah jumlah minimum koloni yang dapat dibedakan dari ketidakadaan. Air sampler yang menggunakan metode kultur berhubungan erat dengan teknik plate count termasuk dengan nilai LOD-nya karena hasil perhitungan air sampler berada pada cawan atau agar strip. LOD untuk teknik plate count adalah 1CFU/plate. LOD pada air sampler sangat tergantung dari fungsi dan spesifikasi setiap alat dan metode seperti waktu pengambilan, kecepatan aliran udara, atau pengenceran yang dilakukan dll. Konsentrasi minimum koloni (LOD) air sampler dapat diikalkulasi dengan rumus berikut: [(LOD plate count x jumlah total volume cairan) / (faktor pengenceran x volume yang diplating)] dibagi dengan (waktu pengambilan sampel x debit aliran udara) -Liquid Impinger: Waktu pengambilan sampel = 30 menit Volume cairan = 20 ml Debit aliran udara = 12,5 L/menit Volume sampel yang dianalisa dengan teknik plate count = 0,1 ml (spread plate)

Tiidak ada pengenceran yang dilakukan, maka: = [(1 x 20)/(0 x 0,1)] / 30 x 12,5 = 200 CFU/ 375 L = 200 CFU/ 0,375m3 = 533CFU/ m3 = dibulatkan menjadi 500CFU/ m3 (satu angka penting). -Filter cassette: Waktu pengambilan sampel = 30 menit Volume cairan = 5 ml Debit aliran udara = 4 L/menit Volume sampel yang dianalisa dengan teknik plate count = 1 ml (pour plate) Tiidak ada pengenceran yang dilakukan, maka: = [(1 x 5)/(0 x 1)] / 30 x 4 = 5 CFU/ 120 L = 5 CFU/ 0,12m3 = 41,67CFU/ m3 = dibulatkan menjadi 40CFU/ m3 (satu angka penting) Jika analisa tidak menggunakan cairan pengekstraksi maka perhitungan akan berbeda. -Andersen 6 stage air sampler: Waktu pengambilan sampel maksimal secara umum = 5 menit Volume cairan = tidak ada Debit aliran udara = 28,3 L/menit Volume sampel yang dianalisa dengan teknik plate count = tidak ada Tiidak ada pengenceran yang dilakukan, maka: = [(1 x -)/(- x -)] / 5 x 28,3 Batas pendeteksian tidak menjadi nol dibagi dengan volume udara yang disedot melainkan tetap 1CFU/volume udara yang disedot karena menyesuaikan dengan LOD plate count. = 1 CFU/ 141,5 L = 1 CFU/ 0,1415m3 = 7,067CFU/ m3 = dibulatkan menjadi 10CFU/ m3 (satu angka penting)

-SAS air sampler SAS air sampler memiliki 3 varian yaitu SAS super 100 (100 L/menit), SAS super 180 (180 L/menit), duo SAS super 360 (360 L/menit) dan waktu pengambilan sampel yang direkomendasikan adalah 5 menit. Dengan perhitungan yang sama maka diperoleh LOD untuk masing-masing varian adalah SAS super 100 = 2CFU/m3, SAS super 180 = 1CFU/m3 dan Duo SAS super 360 = 1CFU/m3. -RCS air sampler Tersedia dua model RCS air sampler yaitu original sampler (40L/menit) dan RCS plus (50L/menit). Waktu maksimal yang disarankan adalah 8 menit sehingga didapat nilai LOD untuk original sampler sebesar 3CFU/m3. RCS plus memiliki kemampuan dapat mengatur volume udara yang akan disedot mulai dari 1L sampai 1000L, untuk volume udara maksimal RCS plus maka didapat nilai LOD sebesar 1CFU/m3 -MAS 100 MAS 100 memiliki kecepatan penyedotan sebesar 100L/menit dan volume udara yang direkomendasikan adalah 1000L sehingga mempunyai LOD sebesar 1CFU/m3. -Airport MD 8 Air sampler ini memiliki kecepatan tertinggi 125 L/menit dan volume udara maksimal yang disedot adalah 1000L, maka memiliki LOD sebesar 1CFU/m3. Jika udara yang diambilakan berkisar antara 500-1000L dimungkinkan akan menghasilkan data yang tidak akurat karena beresiko mengurangi jumlah mikroorganisme yang diperoleh. Pengurangan ini disebabkan karena evaporasi sel yang terlalu lama sehingga mati kekeringan. Untuk alat lain yang belum diketahui nilai LOD, maka dapat dicari dengan jalan yang sama dengan perhitungan diatas. LOQ (Limit of Quantification) Setiap teknik memiliki batas minimum tersendiri supaya perhitungan yang dihasilkan terpercaya dan akurat secara statistik. LOQ adalah suatu batas jumlah koloni yang cukup/pantas untuk dapat dihitung dengan tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima. Hal ini didasarkan pada grafik statistik Poisson supaya memiliki koefisien variasi sebesar 0,2. Teknik plate count mempunyai LOQ sebesar 30CFU/plate yang menjadi dasar kalkulasi LOQ. Jadi untuk menentukan LOQ nilai LOD harus dikalikan 30 kali dengan hasil akhir memiliki satu angka penting..

-Liquid Impinger: LOQ plate count adalah 30 CFU/plate Maka LOQ alat = LOD alat x LOQ plate count = 500CFU/m3 x 30 = 15.000 CFU/m3 = 20.000 CFU/m3 (satu angka penting) Dengan perhitungan yang sama maka didapat LOQ tiap air sampler: -Filter Cassette = 1000 CFU/m3 -Andersen 6 stage air sampler = 300 CFU/m3 -SAS air sampler = 60 CFU/m3 untuk SAS super 100 dan 30 CFU/m3 untuk SAS super 180 -RCS air sampler = 90 CFU/m3 untuk model original dan 30 CFU/m3 untuk RCS plus -MAS 100 = 30 CFU/m3 -Airport MD 8 = 30 CFU/m3 Batas atas kisaran hitung (Upper Limit) Batas atas kisaran hitung ditentukan berdasarkan jumlah maksimum koloni yang dapat tumbuh pada cawan. jumlah tersebut dibatasi supaya sesuai dengan jumlah yang diharapkan. Didalam istilah teknik plate count disebut TNTC (Too Numerous to Count) yaitu >300CFU/plate. Dengan dasar inilah batas atas dari setiap air sampler diketahui. -Liquid Impinger, Filter Casssette dan Airport MD 8. Batas atas spesifik untuk air sampler ini belum ditetapkan, tetapi kemungkinan besar sangat tinggi karena kedua metode ini memungkinkan untuk dilakukan pengenceran pada cairan pengekstrak atau filter sehingga didapatkaan data yang sesuai dengan batas kisaran hitung plate count dalam satuan CFU/m3. Oleh karena itu cara ini cocok untuk mendeteksi mikroorganisme udara yang padat sampai 10.6CFU/m3. -RCS. RCS menggunakan agar strips untuk menjebak mikroorganisme lalu menumbuhkannya. Batas atas RCS sangat tergantung dengan penumbukan yang terjadi dan karakteristik koloni pada agar strip. Pada umumnya dipakai batas atas maksimum jumlah koloni yang tumbuh adalah 5 CFU/m2 dan jumlah ini telah sesuai

dengan 300CFU/cawan (d=9cm). Faktor yang menentukan batas atas tidak hanya densitas koloni pada permukaan agar strips tetapi juga besarnya ukuran koloni juga perlu menjadi pertimbangan. Telah diketahui bahwa koloni dengan ukuran 2mm untuk konsentrasi koloni permukaan 5CFU/m2 dapat menimbulkan bias sebesar 10%, hal yang sama juga untuk koloni ukuran 1mm memberikan bias sebesar 5%. Agar strips RCS memiliki ukuran 34cm2, debit aliran udara 40L/menit dan batas waktu minimal (yang bisa diprogram) pengambilan sampel untuk RCS original adalah 0,5 menit, maka batas atas kisaran hitung menjadi 9000CFU/m3. Sedangkan untuk RCS plus yang mempunyai batas minimal pengambilan sampel sebesar 1L, maka upper limitnya menjadi 200.000CFU/m3. -Andersen 6 Stage Air Sampler Batas atas Andersen air sampler dipengaruhi oleh jumlah lubang yang terdapat pada tutup alat. Andersen 6 stage air sampler memiliki 400 lubang setiap tingkat sedangkan Andersen 2 stage air sampler hanya 200 lubang per tingkat. Tumbukan partikel yang terjadi tidak acak seperti hanya pada RCS air sampler namun sangat dikontrol oleh letak dan jumlah lubang. Untuk meminimallisasi koloni yang saling bertindihan maka sebaiknya koloni dihitung sebelum memiliki ukuran lebih besar dari jarak antar lubang. Jarak antar lubang ini bervariasi antara 1-3 mm dan berbeda untuk setiap tipe. Dengan mengasumsikan bahwa koloni yang overlap dapat diminimalisasi, pertimbangan penting lainnya juga ditujukan untuk faktor kemungkinan beberapa partikel melewati lubang yang sama dan menabrak pada tempat yang sama. Untuk menghitung batas atas berdasarkan sebab diatas, table positive hole dapat lebih menggambarkan nilainya dibandingkan dengan penentuan CFU. Jika secara acak satu koloni tumbuh pada satu lubang maka untuk 400 lubang berdasarkan tabel positive hole menjadi 2628. Jadi untuk waktu pengambilan sampel minimum 1 menit dan debit 28,3L/menit, maka batas atas air sampler ini adalah 100.000CFU/m3. -SAS air sampler Semua model SAS air sampler memiliki 401 lubang di setiap tutupnya. Penentuan upper limit air sampler ini mirip dengan Andersen air sampler dan perlu dikonversi pada tabel positive hole yang tersedia dari manual alat ini. Untuk tipe super 100 dan 180 maka batas atasnya sebesar 80.000CFU/m3 untuk volume sampling yang direkomendasikan 10L.

Untuk lebih jelas tentang pengertian LOD, LOQ dan upper limit pada plate count dapat dilihat pada Prinsip Menghitung Koloni pada Cawan Bagian 2 (klik disini). 5.Berbagai macam pertimbangan dalam memilih air sampler Pembahasan ini akan mengulas tentang pertimbangan memilih air sampler yang menggunakan metode aktif dan pada umumnya berharga tidak murah. Selain faktor yang akan dijelaskan kemudian, tentunya kita harus memahami prinsip dasar metode yang cocok (telah diuraikan diatas). Berikut adalah beberapa kemampuan yang perlu dibandingkan dan disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya: -volume sampling yang bisa diatur Fasilitas ini sudah menjadi kemampuan umum air sampler modern. Volume sampling yang dipilih sebaiknya disesuaikan dengan persyaratan organisasi tertentu atau suatu perusahaan, misalnya peraturan internasional mensyaratkan pengambilan sampel udara untuk mikrobiologi sebesar 1m3 sehingga dipilih alat yang mampu menyedot sampai volume udara sebanyak itu. Beberapa jenis alat juga telah dilengkapi dengan berbagai pilihan volume udara, baik liter ataupun meter kubik. -baterai rechargeable Perlu dipertimbangkan masa pakai alat berdasarkan ketahanan baterainya. Semakin efisien baterai maka semakin baik maksimal dalam penggunaannya. -pemilihan format media pada air sampler Yang dimaksud format media adalah apakah alat itu menggunakan media dalam bentuk cawan, agar strips atau cassette. Media agar strips dan cassette (steril) biasanya harganya relatif lebih mahal daripada media yang diracik sendiri lalu dituang pada cawan dan selalu disediakan oleh supplier secara langsung. Jika frekuensi pengambilan sampel sangat tinggi tentunya media dalam cawan dapat menghemat dana secara signifikan. -kemampuan penundaan waktu pengambilan sampel (delay time) atau pengaktivasian dengaan remote Delay time (penundaan waktu pengambilan sampel) berguna untuk mengurangi resiko kontaminasi dari operator saat meletakkan alat sehingga operator memiliki cukup waktu untuk menjauh dari air sampler. Pengaktivasian alat dari jarak jauh menggunakan remote juga memiliki tujuan yang sama. Namun tidak semua alat mempunyai kemampuan ini.

-akurasi debit udara yang disedot Akurasi debit udara berbeda-beda pada setiap alat dan tergantung oleh pabrik pembuatannya. Spesifikasi akurasi umumnya berkisar antara +/- 2,5% sampai +/-10% dari volume udara yang disedot. Jika untuk menganalisa kandungan mikroorganisme udara pada ruang steril maka akurasi ini menjadi sangat penting karena hilangnya udara yang tidak tersedot (jika mengandung mikroorganisme) dapat memberikan perbedaan signifikan pada hasil yang didapat. -kalibrasi Semua pabrikan biasanya menyediakan sertifikat kalibrasi dan menawarkan macammacam program perawatan. Kalibrasi dilakukan minimal sekali dalam setahun. Beberapa pabrikan menjual alat sistem kalibrasi sehingga pembeli dapat mengkalibrasi sendiri. Hal ini dapat sangat berguna jika pembeli memiliki banyak alat air sampler dan juga dapat menghemat biaya pengeluaran untuk kalibrasi di luar.

MIKROBA PDF FARMASI http://download.fa.itb.ac.id/filenya/Handout%20Kuliah/Mikrobiologi%20Analisis %20(FK3207)/PELAKSANAAN%20SAMPLING%20MIKROBIOLOGI.pdf

Menentukan Ukuran Mikroorganisme Mikroba berukuran sangat kecil dan untuk mengetahuinya digunakan mikrometer. Mikrometer merupakan kaca berskala dan dikenal 2 jenis micrometer yaitu mikrometer okuler dan mikrometer objektif. Mikrometer okuler dipasang pada lensa okuler mikroskop, sedangkan micrometer objektif berbentuk slide yang ditempatkan pada meja preparat mikroskop. Jarak antar garis skala pada mikrometer okuler tergantung pada perbesaran lensa objektif yang digunakan yang menentukan lapang pandang mikroskop. Jarak ini dapat ditentukan dengan mengkalibrasi antara mikrometer okuler dan objektif. Mikrometer objektif memiliki skala yang telah diketahui, menjadi tolak ukur untuk menentukan ukuran skala micrometer okuler. 1 skala micrometer objektif = 0,01 mm / 10 m.

Kalibrasi dilakukan dengan menghimpitkan skala mikrometer objektif dan okuler pada perbesaran yang diinginkan. Skala ke nol (garis pertama) kedua mikrometer disimpulkan menjadi 1 garis kemudian dilihat pada skala ke berapa kedua jenis mikrometer tersebut bertemu/berhimpit kembali. Dari hasil tersebut dapat diketahui satu satuan panjang pada skala mikrometer okuler itu berdasarkan beberapa jumlah skala kecil mikrometer objektif yang berada di antara garis yang berhimpit tadi.

Misal : jika skala ke 0 mikrometer okuler berhimpit dengan skala ke 0 mikrometer objektif lalu skala ke 13 mikrometer okuler berhimpit dengan skala ke 2 mikrometer objektif maka beberapa 1 skala okuler.

Cara Kerja : Kalibrasi : Letakkan mikrometer objektif pada meja benda dan pasang mikrometer okuler pada tabung lensa okuler. Tentukan perbesaran yang digunakan, (misalnya 40 X 10) kemudian cari gambar perbesaran dari skala mikrometer objektif. Setelah fokus didapat, kemudian selanjutnya himpitkan skala ke nol mikrometer

objektif dan okuler. Cari dengan teliti skala ke berapa antara mikrometer objektif dan okuler yang berhimpit lagi. Hitung besarnya skala okuler dengan rumus di atas.

cara kalibrasi cara mengukur mikroba

Penentuan ukuran mikroba -Lepaskan mikrometer objektif dari meja benda. -Ganti dengan preparat ulas yang telah disiapkan -Cari fokus dari preparat tersebut dengan perbesaran yang sama. -Hitung berapa panjang sel dengan menghitung skala mikrometer okuler. -Jika diperlukan hitung lebar sel dengan cara yang sama. Tabung lensa okuler dapat diputar dan dicari posisi yang pas. -Hitung panjang dan lebar sel sebenarnya :

Hitung panjang dan lebar sel sebenarnya : x skala okuler X hasil kalibrasi y skala okuler X hasil kalibrasi misal : 5 X 1,54 = 7,7 m 2 X 1,54 = 3,08 m Menentukan jumlah mikroorganisme (enumerasi)

A. penghitungan jumlah bakteri hidup (tidak langsung) a.1. Plate Count (hitungan cawan) Plate count / viable count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai. Setelah diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut. Koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari satu sel mikroorganisme karena beberapa mikroorganisme tertentu cenderung membentuk kelompok atau berantai. Berdasarkan hal tersebut digunakan istilah Coloni Forming Units (CFUs) per ml. koloni yang tumbuh berasal dari suspensi yang diperoleh menggunakan pengenceran bertingkat dari sebuah sampel yang ingin diketahui jumlah bakterinya. Syarat koloni yang ditentukan untuk dihitung adalah sebagai berikut - Satu koloni dihitung 1 koloni. - Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni. - Beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni. - Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung 2

koloni. - Koloni yang terlalu besar (lebih besar dari setengah luas cawan) tidah dihitung. - Koloni yang besarnya kurang dari setengah luas cawan dihitung 1 koloni.

Cara menghitung sel relatif / CFUs per ml CFUs / ml = jumlah koloni X faktor pengenceran Misal : penanaman dilakukan dari tabung pengenceran 10 -6 dengan metode Spread Plate dan Pour Plate.

Spread plate : koloni = 50 = 50 x 106 CFUs / 0,1 ml Fp = 1/10 -6 = 50 000 000 CFUs / 0,1 ml SP = 0,1 ml = 500 000 000 CFUs / ml = 5x108 CFUs / ml Pour plate : koloni = 50 = 50 x 106 CFUs / 1 ml Fp = 1/10 -6 = 50 000 000 CFUs / 0,1 ml SP = 1 ml = 5x107 CFUs / ml Koloni yang dipilih untuk dihitung menggunakan cara SPC memiliki syarat khusus berdasarkan statistik untuk memperkecil kesalahan dalam perhitungan. Perhitungan mengacu kepada standar atau peraturan yang telah ditentukan. Syarat-syaratnya sebagai berikut :

Untuk syarat perhitungan SPC dan semua yang berhubungan, dapat dibaca (di sini)

Penghitungan koloni pada cawan sebaiknya dibuat transek atau dibagi-bagi jika koloni yang tumbuh terlalu banyak. Transek dibuat dengan spidol/marker di bagian bawah cawan petri. Pola transek dapat dibuat bervariasi, tergantung kebutuhan. Penghitungan akan lebih mudah bila memakai Colony Counter.

a.1.3 Prosedur perhitungan jumlah bakteri dengan metode Plate Count. -Lakukan preparasi suspensi kepada sampel terlebih dahulu (swab, maserasi dan rinse) (jika perlu). -Masukkan sampel ke tabung berisi 9 ml akuades untuk pengenceran pertama, selanjutnya diencerkan sampai tingkat pengenceran (misalnya sampai 10-8) tertentu. -Dari 3 pengenceran terakhir diplating (ditanam) ke media NA (Nutrien Agar) atau PCA (Plate Count Agar) sebanyak dua kali tiap pengenceran (duplo). Plating dapat secara Spread Plate atau Pour Plate. Jika secara Spread Plate, dapat digunakan batang L atau glass beads. -Inkubasi pada suhu 30 C selama 1-2 x 24 jam. -Setelah tumbuh, koloni dihitung dengan persyaratan yang telah diuraikan di depan. a.2 Most Probable Number (MPN) Pendekatan lain untuk enumerasi bakteri hidup adalah dengan metode MPN. MPN didasarkan pada metode statistik (teori kemungkinan). Metode MPN ini umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada air khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri koliform yang merupakan kontaminan utama sumber air minum. Ciriciri utamanya yaitu bakteri gram negatif, batang pendek, tidak membentuk spora, memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 37 C. Sampel ditumbuhkan pada seri tabung sebanyak 3 atau 5 buah

tabung untuk setiap kelompok. Apabila dipakai 3 tabung maka disebut seri 3, dan jika dipakai 5 tabung maka disebut 5 seri. Media pada tabung adalah Lactose Broth yang diberi indikator perubahan pH dan ditambah tabung durham. Pemberian sampel pada tiap seri tabung berbeda-beda. Untuk sampel sebanyak 10 ml ditumbuhkan pada media LBDS (Lactose Broth Double Stregth) yang memiliki komposisi Beef extract (3 gr), peptone (5 gr), lactose (10 gr) dan Bromthymol Blue (0,2 %) per liternya. Untuk sampel 1 ml dan 0,1 ml dimasukkan pada media LBSS (Lactose Broth Single Stregth) yang berkomposisi sama tapi hanya kadar laktosa setengah dari LBDS yaitu 5 gr. Berdasar sifat coliform, maka bakteri ini dapat memfermentasikan laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi oleh berubahnya warna dan gas dalam tabung durham. Nilai MPN ditentukan dengan kombinasi jumlah tabung positif (asam dan gas) tiap serinya setelah diinkubasi.

Cara kerja : 1. Sediakan 3 tabung berisi LBDS (9 ml tiap tabung) dan 6 tabung berisi LBSS (9 ml tiap tabung) lengkap dengan tabung durham. Atur kesembilan tabung menjadi 3 seri (seperti di gambar). 2. Kocok botol yang berisi air sampel. 3. Pindahkan suspensi air sample sebanyak 10 ml ke masing-masing tabung seri

pertama (3 tabung LBDS), secara aseptis. 4. Pindahkan suspensi air sampel sebanyak 1 ml ke masing-masing tabung seri kedua (3 tabung LBSS), secara aseptis. 5. Pindahkan suspensi air sampel sebanyak 1 ml ke masing-masing tabung seri ketiga (3 tabung LBSS), secara aseptis. 6. Inkubasi semua tabung pada suhu 37 C selama 48 jam. 7. Lihat tabung gas positif (asam dan gas ; harus ada keduanya), lalu hitung tabung positif untuk tiap seri. Tulis kombinasi tabung positif tiap seri (misal : 3 2 1). Kombinasi angka tersebut lalu dicocokkan dengan tabel MPN untuk seri 3 sehingga diperoleh jumlah mikroba sebenarnya.

Misal : didapatkan kombinasi jumlah tabung positif : 321 maka jumlah bakteri coliform adalah 150 sel/100 ml.

pembahasan lebih lengkap mengenai MPN ada di SINI

A. Penghitungan jumlah bakteri secara keseluruhan (langsung) Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis yaitu dengan menghitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang digunakan adalah Petroff-Hauser Chamber atau Haemocytometer. Jumlah cairan yang terdapat antara coverglass dan alat ini mempunyai volume tertentu sehingga satuan isi yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga tertentu. Ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm. Satu kotak besar di tengah, dibagi menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,2 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Sel nakteri yang tersuspensi akan memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui.

Luas kotak sedang : =pxl = 0,2 x 0,2 = 0,04 mm2 jadi misalnya diperoleh: Volume kotak sedang : 20 sel dalam satu kotak sedang = 0,04 mm2 x 0,1 mm maka jumlah sel keseluruhan : = 0,004 mm3 = 20 x (1/4) x 106

Karena 1 ml = 1cm2 = 5 x 106 sel/ml Maka : = 0,004 mm3 = 0,000004 cm3 = 4x10-6 ml Sel/ml : = jumlah sel/4x10-6 ml = (jumlah sel/4) x 106 = jumlah sel x () x 106 = jumlah sel x 2,5 x 105 Kotak sedang : Jumlah sel/ml = jumlah sel x 2,5 x 105 Dengan perhitungan yang sama maka diperoleh rumus untuk kotak kecil : Jumlah sel/ml = jumlah sel x 4 x 106 1. Cara kerja (digunakan kotak sedang) : 2. Bersihkan Petroff-Hauser Counting Chamber atau Haemocytometer dengan alkohol 70 % lalu 3. keringkan dengan tissue. 4. Letakkan cover glass di atas alat hitung. 5. Tambahkan 50 l suspensi sel yeast (kira-kira 1 tetes) dengan cara meneteskan pada parit kaca pada alat hitung. Suspensi sel akan menyebar karena daya kapilaritas. 6. Biarkan sejenak sehingga sel diam di tempat (tidak terkena aliran air dari efek kapilaritas). 7. Letakkan alat hitung pada meja benda kemudian cari fokusnya pada perbesaran 40x10. 8. Lakukan perhitungan secara kasar apakah diperlukan pengenceran atau tidak. Jika dalam satu kotak sedang terdapat sel-sel yang banyak dan bertumpuk maka

perhitungan akan tidak akurat dan diperlukan pengenceran dengan perbandingan 1:5 atau 1:10. 9. Hitung sampel, paling tidak sebanyak 5 kotak sedang (lebih banyak lebih baik). Hasil perhitungan dirata-rata kemudian hasil rataan dimasukkan rumus untuk kotak sedang. Jika dilakukan pengenceran maka jumlah sel/ml dikalikan faktor pengenceran.

Prof. Mukono Blog , http://mukono.blog.unair.ac.id/Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas AirlanggaFeb 11

TOKSIKOLOGI LOGAM BERAT B3 DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATANPosted by: mukono in Uncategorized No Comments

SUMBER BAHAN PENCEMA R LOGAM BERAT. 1. Sumber dari Alam Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat didalam batu pasir ( sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5 25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1 - 60 g/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar Pb pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1 -10 g/liter. Dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari dalam air tawar. Laut Bermuda yang dikatakan terbebas dari pencemaran mengandung Pb sekitar 0,07 g/liter. Kandungan Pb dalam air danau dan sungai di USA berkisar antara 1-10 g/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001 - 0,001 g/m3. Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-mayur dan padi-padian dapat mengandung Pb, penelitian yang dilakukan di USA kadarnya berkisar antara 0,1 -1,0 g/kg berat kering. Logam berat Pb yang berasal dari tambang dapat berubah menjadi PbS (golena), PbCO3

(cerusite) dan PbSO4 (anglesite) dan ternyata golena merupakan sumber utama Pb yang berasal dari tambang. Logam berat Pb yang berasal dari tambang tersebut bercampur dengan Zn (seng) dengan kontribusi 70%, kandungan Pb murni sekitar 20% dan sisanya 10% terdiri dari campuran seng dan tembaga. Secara alami Hg dapat ber asal dari gas gunung berapi dan penguapan dari air laut. Dilaporkan kandungan kadnium (Cd) dalam air laut di dunia di bawah 20 ng/l. Variasi lain kandungan kadnium dari air hujan, freshwater dan air permukaan di perkotaan d an daerah industri, kadnium pada level 104000 ng/l tergantung pada spesifikasi lokasi atau saat pengukuran larutan kadnium (WHO 1992). Kadnium masuk kedalam freshwater dari sumber yang berasal dari industri. Air sungai dan irigasi untuk pertanian yang mengandung kadnium akan terjadi penumpukan pada sedimen dan Lumpur. Sungai dapat mentrasport kadnium pada jarak sampai dengan 50 km dari sumbernya. Kadnium dalam tanah bersumber dari alam dan sumber antropogenik. Yang berasal dari alam berasal dari batuan atau material lain seperti glacial dan alluvium. Kadnium dari tanah yang berasal dari antropogenik dari endapan penggunaan pupuk dan limbah. Sebagian besar kadnium dalam tanah berpengaruh pada pH, larutan material organic, logam yang negandung oksida, tana h liat dan zat organik maupun anorganik. Rata-rata kadar kadnium alamiah dikerak bumi sebesar 0,1 -0,5 ppm. 2. Sumber dari Industri Industri yang perpotensi sebagai sumber pencemaran Pb adalah semua industri yang memakai Pb sebagai bahan baku maupun bahan penolong, misalnya: Industri pengecoran maupun pemurnian. Industri ini menghasilkan timbal konsentrat ( primary lead), maupun secondary lead yang berasal dari potongan logam ( scrap). Industri batery. Industri ini banyak menggunakan logam Pb terutama lead antimony alloy dan lead oxides sebagai bahan dasarnya . Industri bahan bakar. Pb berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan bakar, sehingga baik industri maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sum ber pencemaran Pb. Industri kabel. Industri kabel memerlukan Pb untuk melapisi kabel. Saat ini pemakaian Pb di industri kabel mulai berkurang, walaupun masih digunakan campuran logam Cd, Fe, Cr, Au dan arsenik yang juga membahayakan untuk kehidupan makluk hidup. Industri kimia, yang menggunakan bahan pewarna. Pada industri ini seringkali dipakai Pb karena toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan logam pigmen yang lain. Sebagai pewarna merah pada cat biasanya dipakai red lead, sedangkan untuk warna kuning dipakai lead chromate.

Industri pengecoran logam dan semua industri yang menggunakan Hg sebagai bahan baku maupun bahan penolong, limbahnya merupakan sumber pencemaran Hg. Sebagai contoh antara lain adalah industri klor alkali, peralat an listrik, cat, termometer, tensimeter, iindustri pertanian, dan pabrik detonator. Kegiatan lain yang merupakan sumber pencemaran Hg adalah praktek dokter gigi yang menggunakan amalgam sebagai bahan penambal gigi . Selain itu bahan bakar fosil juga merup akan sumber Hg pula. 3. Sumber dari Transportasi Hasil pembakaran dari bahan tambahan ( aditive) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor menghasilkan emisi Pb in organik. Logam berat Pb yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya.

Prof. Mukono BlogFakultas Kesehatan Masyarakat Universitas AirlanggaFeb 11

PENGARUH KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN BER -AC TERHADAP GANGGUAN KESEHATANPosted by: mukono in Uncategorized Add comments

Abstract: The use of air conditioning as an alternative to replac e natural ventilation may improve comfort and work productivity. However air conditioning that is not well maintained may become a good media for microbial growth. This condition may result in decreased indoor air quality and induce health impairment known as Sick Building Syndrome. The objectives of this study were to analyze the effects of physical and microbiological qualities on health impairment. This study was carried out in an air conditioned, two -story building of PT.Infomedia Nusantara in Surabaya. This was an observational study with cross -sectional approach. This study was carried out by means of interview, observation and measurements including air temperature, relative humidity, air velocity and the number of colony forming units in a cubic meter of air (germs, fungi, and bacteria). The number of population was 94 employees and the number of samples taken was 89 employees using purposive sampling technique. Data collected were analyzed either descriptively (tabulation) and analytically using logis tic regression test ( = 0.05). The results of this study showed that air temperatures measured were still within the recommended temperature range, while relative humidity, air velocity and total germs colonies measured in two locations had exceeded the recommended standards . The total colonies of fungi were 0,87 (first floor) and 1,94 (second floor), and total colonies of bacterial were 6,87 (first floor) and 3,21 (second floor) respectively.Complaints experienced by employees were skin

irritation (75,28 %), eye irritatio n (74,16 %), nasal irritation (73,03 %), neurological dissorder (66,29 %), sore throat (46,07 %), and nausea (21,35 %) respectively. Fungus had significant influence (p = 0.048) on nasal irritation, nausea were significantly affected (p = 0.020) by germs whereas the other variables did not influence (p > 0.05) on health problems. It is suggested that the company provide training on indoor air quality (SBS/BRI) to all employees and conduct environmental monitoring as well as performing either preplacement or periodic medical examination. The air conditioning available should be checked and maintained at regular intervals, manager and employees should always participate in keeping the work place clean.

PENDAHULUAN Penggunaan Air Conditioner (AC) sebagai alternatif untuk mengganti ventilasi alami dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun AC yang jarang dibersihkan akan menjadi tempat nyaman bagi mik roorganisme untuk berbiak. Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan menurun dan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang disebut sebagai Sick Building Syndrome (SBS) atau Tight Building Syndrome (TBS). Banyaknya aktivitas di gedung me ningkatkan jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan ini menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Pada dasarnya desain AC yang dipakai untuk mengatur suhu ruangan secara kontinu dapat mengeluarkan bahan polutan. Kadar gas-gas SO2, CO2, dan O2 di dalam ruangan tidak dipengaruhi oleh keberadaan AC. Bahan partikulat dapat dikurangi secara signifikan oleh AC dengan filter yang efektif. Kadar pollen di dalam ruangan dapat berkurang secara signifikan dengan adanya AC. Jumlah bakteri dan spora di gedung dengan AC kemungkinan akan lebih sedikit daripada gedung tanpa AC, walaupun sampai saat ini hal tersebut masih diperdebatkan. Hasil pemeriksaan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), menyebutkan ada 5 sumber pencemaran di dalam ruangan yaitu (Aditama, 2002): a. Pencemaran dari alat -alat di dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan. b. Pencemaran di luar gedung meliputi masuknya ga s buangan kendaraan bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, dimana kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan lokasi lubang udara yang tidak tepat. c. Pencemaran akibat bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, as bes, fibreglass dan bahan -bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut. d. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin beserta

seluruh sist emnya. e. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta buruknya distribusi udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara. Kualitas udara di dalam ruangan mempengaruhi kenyamanan lingkungan ruang kerja. Kualitas udara y ang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja /karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ sebagai berikut : 1. Iritasi selaput lendir: Iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair 2. Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering 3. Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi 4. Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi/mengi, sesak nafas, rasa berat di dada 5. Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal 6. Gangguan saluran cerna: Diare/mencret 7. Lain-lain: Gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar Keluhan tersebut bias anya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan kecacatan tetap, tetapi jelas terasa amat mengganggu, tidak menyenangkan dan bahkan mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja para pekerja. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh kualitas udara di ruangan ber -AC terhadap gangguan kesehatan, yang dapat diperinci sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber - AC? 2. Bagaimana kualitas fisik udara (suhu dan kelembaban) dalam ruangan ber-AC? 3. Apakah macam keluhan penyakit yang dirasakan karyawan di ruangan ber-AC? 4. Apakah ada pengaruh antara kualitas udara di ruangan ber - AC terhadap gangguan kesehatan? Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan dan gan gguan paparan di ruangan kerja ber -AC pada gedung bertingkat dengan gangguan kesehatan. Tujuan khususnya antara lain: mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber -AC, mengidentifikasi kualitas fisik udara dalam ruangan ber -AC, mengidentif ikasi macam keluhan yang dirasakan karyawan di dalam ruangan ber -AC, mengidentifikasi pengaruh antara gangguan paparan di ruangan ber -AC terhadap gangguan kesehatan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan rancang bangun crosssectional. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara wawancara, observasi, dan pengukuran yang meliputi suhu,

kelembaban, kecepatan aliran udara, dan jumlah total koloni per m 3 udara (kuman, jamur, dan bakteri). Jumlah populasi adalah 94 karyawan dan jumlah sampel yang diambil dengan cara purposive sampling technique sebanyak 89 orang. Data yang telah diambil kemudian dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi dan secara analitik menggunakan regresi logistik ( = 0.05). HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian PT. Infomedia Nusantara merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa, dimana salah satu perwakilannya berada di Surabaya dan berlokasi di jalan Kusumabangsa 10 -12. Kantor perwakilan PT. Infomedia Nusantara di Suraba ya terdiri dari 2 lantai yang didesain dengan jendela tertutup dan ventilasi buatan ( air conditioning) yang menyebabkan gangguan sirkulasi udara dan tidak sehatnya udara dalam gedung. Lokasi kantor yang terletak di tepi jalan raya serta halaman gedung yan g digunakan sebagai tempat parkir kendaraan bermotor dapat dikatakan relatif dekat dengan sumber polusi udara luar gedung. Polusi udara di luar gedung dapat menjadi sumber polusi udara dalam gedung. Produk-produk pembakaran dari kendaraan dan sumber lain yang berasal dari luar gedung dapat masuk ke dalam gedung melalui inlet sistem heating, ventilation, and air conditioning (HVAC) suatu gedung. Hal ini didukung oleh laporan The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) 1984 yang menyata kan bahwa sebesar 50 % penyebab pencemaran udara adalah ventilasi yang tidak adekuat, 11 % sumber polusi udara dalam ruangan berasal dari kontaminankontaminan luar ruangan (Godish, 1989). Kualitas Mikrobiologi Udara Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas makhluk hidup atau sisa yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup terutama adalah jamur dan bakteri. Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada umumnya terjadi melalui sistem ventilas i. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang berasal dari luar ruangan dan dari perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia, terutama bila kondisi terlalu berdesakan (crowded). Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini terutama 3 macam, yaitu i nfeksi, alergi, dan iritasi.. Kontaminasi bioaerosol pada sumber air sistem ventilasi ( humidifier) yang terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai ragam seperti demam, pilek, sesak nafas dan nyeri otot dan tulang (Tan Malaka, 19 98). Total koloni kuman pada lantai I adalah 1675 CFU/m 3 udara sedangkan lantai II adalah 1387,5 CFU/m 3 udara. Jika dibandingkan dengan Standar Baku Mutu Kep.MenKesehatan RI No : 261 /MENKES/SK/II/1998 dimana angka kuman adalah kurang dari 700 koloni/m 3 udara, maka kedua ruangan berada di atas standar. Hasil pengukuran total koloni bakteri pada lantai I (6,87 CFU/menit) lebih tinggi dibandingkan lantai II (3,21 CFU/menit) dan sebagian besar berjenis gram negatif batang. Hasil pengukuran total koloni jamur pada lantai II adalah 1,94 CFU/menit dan pada lantai II adalah 0,87 CFU/menit. Jika dibandingkan dengan standar NH&MRC dimana total koloni jamur adalah 150 CFU/m 3 udara, maka kedua ruangan

tersebut masih berada di bawah standar. Pada usap AC ditemukan gram positif batang dan gram negatif batang. Pencemar yang bersifat biologis terdiri atas berbagai jenis mikroba patogen, antara lain jamur, metazoa, bakteri, maupun virus. Penyakit yang disebabkannya seringkali diklasifikasikan sebagai penyakit yang menyebar lewat udara (air-borne diseases) (Soemirat, 2002). Pengaruh Kualitas Fisik dan Kualitas Mikrobiologi terhadap Gangguan Kesehatan Hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik regresi logistik terlihat bahwa ada dua variabel yang signifikan terhadap terjadinya gangguan kesehatan, yaitu: 1. Jamur berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa iritasi hidung, artinya semakin banyak jumlah koloni jamur dalam ruangan mempunyai resiko 16,463 kali lebih besar untuk dapat terjadinya iritasi hi dung. 2. Kuman berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa mual, artinya semakin banyak jumlah koloni kuman dalam ruangan mempunyai resiko 1,008 kali lebih besar untuk dapat terjadinya mual. Variabel lainnya yang tidak signifikan , belum tentu tidak memberikan pengaruh terhadap gangguan kesehatan yang timbul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : banyaknya faktor yang berpotensi mempengaruhi kualitas udara lingkungan kerja, gangguan kesehatan yang terjadi tidak bersifat spesifik dan dapat merupakan gejala-gejala dari penyakit lain, penyebab terjadinya gangguan kesehatan tersebut dipengaruhi banyak faktor lain. Tan Malaka (1998) menyatakan bahwa intensitas pengaruh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja tergantung lokasi dan proses yang ada. Walaupun tidak semua dominan, namun faktor - faktor tersebut selalu ada dalam lingkungan kerja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap kualitas fisik udara, kualitas mikrobiologi udara dan gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan di dalam ruangan ber -AC, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. PT. Infomedia Nusantara Surabaya memiliki karyawan sebanyak 94 orang. Masa kerja sebagian besar karyawan (78,65 %) kurang dari lima tahun dan rata-rata lama tinggal dalam ruangan ber -AC setiap harinya 6-8 jam. 2. Sumber pencemar udara ruangan yang dirasakan oleh karyawan berupa asap dan bau -bauan yang tidak sedap. Sumber pencemar asap tersebut berasal dari asap rokok, sedangkan sumber pencemar bau-bauan berasal dari bau sampah dari kantin, bau minyak wangi dan pengharum ruangan yang terlalu menyengat. 3. Gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan berurutan dari yang terbanyak adalah iritasi kulit (75,28 %), iritasi mata (74,36 %), iritasi hidung (73,03 %), gangguan saraf (66,29 %), gangguan saluran pernafasan (46,07 %), mual (21,35 %).

4. Kelembaban udara dan kecepatan aliran udara di lokasi penelitian melebihi Standar Baku Mutu Kep.Men.Kesehatan RI No : 261/ MENKES/SK/II/1998, sedangkan untuk suhu udara ruangan masih berada pada suhu nyaman kerja yang berarti tidak melebihi Standar Baku Mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI N o: 261 /MENKES/SK/II/1998. 5. Jumlah total koloni kuman di lokasi penelitian melebihi Standar Baku Mutu Kep.Men.Kesehatan RI No : 261 /MENKES/SK/II/1998. Sedangkan jumlah total koloni jamur di lokasi penelitian masih berada di bawah standar NH dan MRC. 6. Dari hasil perhitungan regresi logistik diperoleh variabel yang berpengaruh (p = 0.048) terhadap gangguan kesehatan berupa iritasi hidung adalah jamur dan variabel yang berpengaruh (p = 0.020) terhadap gangguan kesehatan berupa mual adalah kuman, sedangkan variabel yang lain tidak berpengaruh (p > 0.05) terhadap gangguan kesehatan.

Dampak Pemakaian Air Conditioner (AC) Terhadap Kesehatanhttp://inspeksisanitasi.blogspot.com/2010/04/sick-building-syndrome.html Pendingin udara atau Air conditioner (AC), saat ini merupakan kebutuhan pokok bagi sebuah lingkungan kerja. Dengan peningkatan suhu bumi yang semakin tidak kompromi, AC menjadi alternatif utama untuk kenyamanan. Dengan AC, maka temperatur, kelembaban, dan distribusi udara dapat diatur sesuai syarat dan keinginan. Berbagai kenyamanan penggunaan AC, seringkali membuat pengelola gedung melupakan perawatan yang benar terhadap AC dan menganggap bahwa udara dalam ruangan dengan AC selalu bersih dan sehat. Perawatan AC yang kurang benar berpeluang menyebarkan berbagai virus dan bakteri. Masalah kesehatan yang muncul kemudian adalah terjadinya Sick Building Syndrome. Faktor yang ikut mempengaruhi penyakit ini antara lain sirkulasi ventilasi yang buruk, selain akibat pencemaran polusi udara asap kendaraan bermotor dan industri, kuman, virus, jamur, dan parasit. Rumah sakit sebagai sebuah lingkungan kerja merupakan institusi pelayanan kesehatan yang di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia, dan aktivitas pelayanan kesehatan. Disamping memberikan dampak positif sebagai tempat untuk menyembuhkan penyakit, ternyata rumah sakit juga memberikan dampak negatif bagi manusia seperti pencemaran, sumber penularan penyakit, termasuk gangguan kesehatan bagi tenaga medis maupun non medis. Salah satu gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada tenaga medis dan non medis di rumah sakit adalah SBS (Sick Building Syndrome). SBS berhubungan dengan buruknya kualitas udara dalam ruangan kerja.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa di United States pada Tahun 1994 (Bureau of Labor Statistic di Amerika Serikat), 5 juta warganya yang bekerja di rumah sakit, 40% di antaranya adalah dokter, perawat, apoteker serta para asistennya menderita Sick Building Syndrome ini (Wichaksana (2002). Penting dicatat, mereka merupakan sebuah kelompok tenaga kerja yang mempunyai risiko besar terpajan bahan-bahan berbahaya di rumah sakit. Pada lingkungan Rumah sakit juga sangat dimungkinkan menjadi tempat berkembang biaknya sumber penyakit dan berkumpulnya bahan- bahan berbahaya biologi, kimia, dan fisik yang setiap saat dapat kontak dengan tenaga kerja, pasien, keluarga pasien, dan pengunjung. Kita masih mencatat bahwa AC bisa menyebabkan penderitaan bagi banyak orang. Terdapat 182 orang - peristiwa ini terjadi di Philadelpia, USA tahun 1976) mengalami pegal- pegal, flu, kepala pusing, kejang otot, perut kembung, cepat lelah, dan 29 orang diantaranya kemudian meninggal dunia ( data Bureau of Labor Statistic, AS). Berdasarkan hasil penelitian, kasus ini disebabkan oleh bakteri Legionella pneumophila. Bakteri itu hidup di alam bebas, terutama di daerah dengan kelembaban tinggi seperti sungai, danau, selokan, termasuk juga AC terutama di bagian cooling tower. Penelitian yang dilakukan di PT. Infomedia Nusantara yang menggunakan AC lokal terhadap 89 responden ditemukan bahwa sebagian besar karyawan mengalami gangguan kesehatan berupa bersin sebesar 57,3 %, sakit kepala sebesar 66,29 %, mata merah sebesar 5 1,69 %, mata pedih sebesar 58,43 %, mata gatal sebesar 74,16 %, dan kulit kering sebesar 17,9 1 % (Corie, 2004). Berdasarkan bebeapa kenyataan diatas sangat penting untuk dilakukan pengendalian pencemaran udara di lingkungan rumah sakit, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya gangguan kesehatan bagi seluruh pengguna rumah sakit (tenaga medis, non medis, pasien, maupun pengunjung). Namun bagaimanakah sebetulnya pengaruh kualitas fisik dan mikrobiologi udara pada ruangan ber-AC terhadap munculnya Sick Building Syndrome (SBS), pada tempat kerja, akan selalu terkait dengan beberapa data berikut : a. Pengaruh kualitas fisik dan kualitas mikrobiologi udara dalam ruang. b. Apakah ada perbedaan keluhan Sick Building Syndrome (SBS) pada berbagai jenis tenaga kerja.

Sick Building Syndrome (SBS)Istilah sindrom gedung sakit (Sick Building Syndrome) pertama diperkenalkan oleh para ahli dari negara Skandinavia di awal tahun 1980-an yang lalu. Istilah ini kemudian digunakan secara luas dan kini telah tercatat berbagai laporan tentang sindrom ini dari berbagai Negara Eropa, Amerika, bahkan dari Negara tetangga kita Singapura (Aditama, 2002).

Sick Building Syndrome atau sindrom gedung sakit adalah kumpulan gejala akibat adanya gedung yang sakit, artinya terdapat gangguan pada sirkulasi udara dalam gedung itu. Adanya gangguan itulah yang menyebabkan gedung tersebut dikatakan sakit sehingga timbul sindrom ini yang memang terjadi karena penderitanya menggunakan suatu gedung yang sedang sakit (Aditama, 2002). Menurut Burge (2004), Sick Building Syndrome (SBS) terdiri dari sekumpulan gej ala iritasi mukosa, kulit, dan gej ala lainnya terkait dengan gedung sebagai tempat kerja, penyebabnya adalah gedung yang tidak terawat dengan baik. Sedangkan menurut Prof. Dr. Juli Soemirat Slamet, M.PH., Ph.D, Sick Building Syndrome adalah gej ala- gej ala gangguan kesehatan, umumnya berkaitan dengan saluran pernafasan. Sekumpulan gej ala ini dialami oleh orang yang hidup atau bekerja di gedung atau rumah yang ventilasinya tidak direncanakan dengan baik (Sujayanto, 2001).

Gejala atau Keluhan SBSGejala-gejala yang timbul memang berhubungan dengan tidak sehatnya udara di dalam gedung. Keluhan yang ditemui pada sindrom ini antara lain dapat berupa batuk kering, sakit kepala, iritasi mata, hidung dan tenggorokan, kulit yang kering dan gatal, badan lemah dan lain- lain. Keluhan- keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu. Keluhan- keluhan yang ada biasanya tidak terlalu hebat, tetapi cukup terasa mengganggu dan yang penting amat berpengaruh terhadap produktivitas kerja seseorang. Sindrom gedung sakit ini baru dapat dipertimbangkan bila lebih dari 20% atau bahkan 50% pengguna suatu gedung mempunyai keluhan- keluhan seperti di atas. Kalau hanya dua atau tiga orang maka mereka mungkin sedang kena flu biasa (Aditama, 2002). Keluhan SBS dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Iritasi selaput lendir: iritasi mata, mata pedih, merah, dan berair. 2. Iritasi hidung: iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering. 3. Gangguan neurotoksik: sakit kepala, lemah atau capek, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi. 4. Gangguan paru dan pernafasan: batuk, nafas berbunyi, sesak nafas, rasa berat di dada. 5. Gangguan kulit: kulit kering dan gatal. 6. Gangguan saluran cerna: diare. 7. Lain- lain: gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar (Aditama, 2002).

Penyebab Terjadinya SBSSampai saat ini masih sulit untuk menentukan suatu penyebab tunggal dari sindrom gedung sakit, namun sebagian besar keluhan yang timbul dari tejadinya SBS diakibatkan oleh pencemaran udara yang terjadi dalam ruangan. Menurut hasil penelitian dari Badan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Amerika Serikat atau National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) 466 gedung di Amerika Serikat menemukan bahwa ada enam sumber utama pencemaran udara di dalam gedung, yaitu: 1. 52% pencemaran akibat ventilasi yang tidak adekuat dapat berupa kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan gedung, distribusi udara yang tidak merata, dan buruknya perawatan sarana ventilasi.2. Pencemaran udara dari alat- alat di dalam gedung seperti mesin fotokopi, kertas

tisu, lem kertas dan lem wallpaper, zat pewarna dari bahan cetakan, pembersih lantai serta pengharum ruangan (sebesar 17%). 3. Pencemaran dari luar gedung dapat juga masuk ke dalam ruangan, hal ini dikarenakan tidak tepatnya penempatan lokasi masuknya udara segar dalam ruangan (sebesar 11%).4. Pencemaran bahan bangunan meliputi pencemaran formaldehid, lem, asbes,

fibreglass dan bahan lain yang merupakan komponen pembentuk gedung tersebut (sebesar 3%). 5. Pencemaran akibat mikroba dapat berupa bakteri, jamur, protozoa, dan produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin serta seluruh sistemnya (sebesar 5%). 6. Sebesar 12 % dari sumber tidak diketahui (Aditama, 2002). Burge (2004) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peningkatan prevalensi SBS antara lain: 1. Faktor individu: a. Debu kertas. b. Asap rokok c. Debu dalam ruangan d. Penggunaan komputer

2. Faktor gedung: a. Suhu ruangan yang tinggi (lebih dari 23C dalam ruangan ber-AC). b. Aliran udara dalam ruangan rendah (kurang dari 10 liter/ detik/ orang). c. AC dalam ruangan. d. Kontrol yang rendah terhadap suhu dan pencahayaan. e. Rendahnya perawatan dan kebersihan gedung.

f. Kerusakan pada jaringan air.

Usaha untuk mengerti penyebab SBS telah dilakukan dengan melakukan penyelidikan terhadap banyak parameter yang cenderung difokuskan pada kinerja ventilasi, kontaminan dan berbagai variasi parameter lainnya. Tipikal parameter yang telah diselidiki dapat dilihat pada tabel berikut: Parameter yang Diselidiki pada SBS

Parameter Sistem ventilasi

Keterangan 1. Kecepatan ventilasi (terlalu cepat, terlalu lambat). 2. Buruknya distribusi udara. 3. Sistem ventilasi yang tidak beroperasi. 4. Pengatur suhu udara (air conditioner). 5. Buruknya penyaringan. 6. Buruknya perawatan.

Kontaminan gedung

1. Asbestos 2. Karbondioksida 3. Karbon monoksida 4. Debu 5. Formaldehid, radon, ozon. 6. Spora, polen. 7. Bakteri. 8. Kelembaban (terlalu tinggi, terlalu rendah). 9. Ion 10. Bau, asap Polutan dari luar, dan senyawa organik (volatil).

Penghuni Lain- lain

Usia, gender, status kesehatan, pekerjaan. 1. Bentuk gedung. 2. Radiasi elektromagnetik 3. Tidak ada kontrol lingkungan. 4. Pencahayaan 5. Kebisingan 6. Faktor psikologi

7. Stres 8. Terminal display.

Sumber: Liddament, 1990 dalam Pudjiastuti et al., 1998.A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Waktu dan Tempat a. Waktu b. Tempat : Rabu, 28 Desember 2011. Pukul 10.50 WIB. : Laboratorium FKIP Universitas Muhammadiyah Palembang.

2. Alat dan Bahan a.Alat : Cawan petri, inkubatror, bunsen. b.Bahan : Media agar (NA), spritus, korek api, mikroba di at,osfer, mikroba di ruangan ber-Ac, dan mikroba diruangan non AC. 1. Cara Kerja a. Ruang AC dan non AC: Buka tutup cawan petri yang berisi NA steril dengan sudut 450C 10 menit. b. Tutup kembali cawan petri, lalu panaskan pinggiran cawan dengan labu Bunsen (tindakan secara aseptis). c. Bungkus cawan petri secara terbalik dengan kertas. Lalu inkubasi denagn suhu 370C dalam inkubator, selama 12 jam, kemudian amati pertumbuhan koloni mikroba di udara (bentuk koloni, elevasi, tepian jumlah, warna, diameter). d. Amati pertumbuhan mikroba (bentuk koloni, elevasi, tepian jumlah, warna, diameter). A. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Praktikum

Gambar 7. (Sumber: Dokumen pribadi, 2011).

Table 2. Hasil pengamatan morfologi koloni pada flora normal tubuh manusia di dalam rongga hidung dan permukaan lidah Bentuk Lokasi No Koloni Koloni Tepian

Warn a

Elevasi

Jumlah

Diamete r

Rongga hidung

1

A

2

B

3

C

1

A

Permukaa n lidah

2

B

3

C

2. Pembahasan Melalui pratikum yang telah kami lakukan dengan menggunakan sekret rongga hidung dan permukaan lidah. Dapat dilihat bahwa sekret rongga hidung bewarna putih dan permukaan lidah bewarna cream. Hal ini menandakan bahwa pada rongga hidung terdapat flora normal dan warna putih bearti floranya normal. Begitupun dengan permukaan lidah yang bewarna cream juga masih tergolong floranya dalam keadaan normal dan orang tersebut normal dan sehat. A. KESIMPULAN Praktikum yang telah dilakukan, dapat saya ambil simpulan bahwa:

1. Flora normal adalah kumpulan mikroorganisme yang secara alami terdapat pada tubuh manusia normal dan sehat. 2. Pada keadaan alamiah, janin manusia mula-mula memperoleh mikroorganisme ketika lewat sepanjang saluran lahir. Jasad-jasad renik itu diperolehnya melalui kontak permukaan, penelanan atau penghisapan. 3. Flora normal tubuh manusia berdasarkan bentuk dan sifat kehadirannya dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu : Mikroorganisme tetap/normal (resident flora/indigenous) dan Mikroorganisme sementara (transient flora) 4. Flora utama hidung terdiri dari korinebakteria, stafilokokus (S. epidermidis, S. aureus) dan streptokokus. 5. Pertumbuhan pada bagian tubuh tertentu bergantung pada faktor-faktor biologis seperti suhu, kelembapan dan tidak adanya nutrisi tertentu serta zatzat penghambat.

DAFTAR PUSTAKA

Pelczar, Michael J dan Chan, E.C.S. 2009. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga.

http://el-andalucy.blogspot.com/2010/12/isolasi-mikroba-udara.html Febri Yursa Putera http://iqbalali.com/2008/04/28/ada-mikroba-di-udara/Pengambilan Sampel Mikroorganisme Udara (Air Sampling) http://ekmon-saurus.blogspot.com/2011/01/pengambilan-sampelmikroorganisme-udara.html ( E, Indra Pradhika. 2010) MIKroba uadara pdf1http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-12-07.pdf Prof. Mukono Blog , http://mukono.blog.unair.ac.id/

1. LAMPIRAN Gambar Alat-alat Pratikum yang digunakan

Gambar 1. Bunsen Petri

Gambar 2. Cawan

Gambar 3. Inkubator

Gambar 4. Pinset

Gambar Bahan-bahan Pratikum yang digunakan

Gambar 5. Alkohol 70% Korek api

Gambar 6. Tissue

Gambar 7.

Gambar 8. Kapas lidi sterile

Gambar 9. Pengambilan secret flora Normal pada rongga hidung

Gambar 9. Pengambilan secret flora Normal pada permukaan lidah

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011 REFERENSI ONLINE