laporan praktik kerja lapangan ii

164
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II HIGIENE INDUSTRI DI SUPERABSORBENT POLYMER PLANT 1CA DAN EMERGENCY RESPONE PLAN KEBOCORAN PIPA AMONIA DI REFRIGERATOR PT. NIPPON SHOKUBAI INDONESIA Oleh : SHELLA PERTIWI (101210113010) JESIKA WULANDARI (101210113039) PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III PROGRAM STUDI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015

Upload: jesika-wulandari

Post on 15-Apr-2017

3.139 views

Category:

Documents


215 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

LAPORAN

PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

HIGIENE INDUSTRI DI SUPERABSORBENT POLYMER PLANT 1CA DAN

EMERGENCY RESPONE PLAN KEBOCORAN PIPA AMONIA DI

REFRIGERATOR PT. NIPPON SHOKUBAI INDONESIA

Oleh :

SHELLA PERTIWI (101210113010)

JESIKA WULANDARI (101210113039)

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III

PROGRAM STUDI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015

Page 2: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memasuki era persaingan bebas saat ini, dunia industri di Indonesia

semakin berkembang pesat baik secara kuantitas dan kualitas. Setiap industri

saling bersaing untuk meningkatkan dan mengembangkan produktivitas

perusahaan agar tidak kehilangan pangsa pasar produk baik di dalam maupun

luar negeri. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan

salah satu upaya untuk mengembangkan industri, namun penerapannya tidak

hanya berdampak positif bagi perkembangan perusahaan tetapi juga dapat

menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan kerja, termasuk dampak kesehatan

dan keselamatan bagi tenaga kerja serta masyarakat.

Dampak negatif yang mungkin terjadi dari penerapan IPTEK pada setiap

aktivitas perusahaan tersebut, menuntut perusahaan berpartisipasi aktif untuk

melindungi para pekerja dari berbagai resiko kesehatan dan keselamatan kerja

sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

Kerja, yaitu dengan penerapan dan pelaksanaan program Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di perusahaan.

PT. Nippon Shokubai Indonesia pada Tahun 2007 menerima penghargaan

dari Komite Nasioanal Responsible Care Indonesia (KN-RCI) yang didukung ole

Departemen Perindustrian sebagai pemenang yang meraih Silver Award. Kriteria

penilaian didasarkan pada pencapaian kode etik industri kimia dalam pengelolaan

Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3), yang dituangkan dalam 7 kode etik pada

Responsible Care.

Page 3: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Kami yakin dibalik kesuksesan tersebut, PT. Nippon Shokubai Indonesia

sangat memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja diperusahaannya guna

meningkatkan produktifitas perusahaan. Kesehatan dan keselamatan kerja

merupakan cermin kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu kami sebagai

mahasiswa D3 Higiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas

Vokasi Airlangga berkeinginan melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

PT. Nippon Shokubai Indonesia untuk mempelajari, memahami sistem penerapan

K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dan struktur organisasi yang ditetapkan

oleh perusahaan. Melalui kegiatan ini kami berharap bisa lebih mengenal

lingkungan kerja dunia tambang yang sebenarnya, peraturan-peraturan dan hukum

dunia tambang, lingkup kerja kesehatan dan kelamatan kerja di pertambangan dan

secara khusus untuk meningkatkan pengetahuan kami tentang berbagai program

K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) perusahaan yang kreatif dan inovatif.

1.2 Identifikasi Masalah

PT. Nippon Shokubai Indonesia adalah PMA (Penananam Modal Asing)

Jepang yang berlokasi di Kawasan Industri Pancapuri, Jl. Raya Anyer km 112,

Ciwandan Cilegon Banten. PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan

perusahaan Petrokimia yang memproduksi Acrylic Acid (AA), Acrylic Ester (AE)

seperti Ethyl Acrylate (EA), n-Butyl Acrylate (BA), 2-Ethylexyl Acrylate (2EHA)

dan Super Absorbent Polymer (SAP). PT Nippon Shokubai merupakan anak

perusahaan Nippon Shokubai CO. Ltd. Japan yang memiliki anak perusahaan

dibeberapa Negara ( Nippon Shokubai Group).

PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan perusahaan manufaktur

pertama di Asia Tenggara yang memproduksi Acrylic Acid (AA) dan Acrylic

Page 4: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Ester (AE), serta merupakan perusahaan manufaktur pertama di Indonesia yang

memproduksi Super Absorbent Polymer (SAP) yang memulai produksi

komersialnya pada Tahun 2013.

Seluruh proses produksi di PT. Nippon Shokubai Indonesia menggunakan

teknologi dan mesin – mesin yang canggih. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa

mesin dan teknologi yang canggih tidak hanya berdampak positif bagi tenaga

kerja dan perusahaan. Tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi

lingkungan kerja, termasuk dampak kesehatan dan keselamatan bagi tenaga kerja

serta masyarakat.

Dalam menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja terhadap lingkungan

kerjanya seperti kebisingan, getaran, pencahayaan, iklim kerja panas, vektor dan

rodent, penerapan higiene industri sangat diperlukan. Higiene industri dilakukan

dengan mengidentifikasi dan mengendalikan faktor – faktor bahaya di

lingkungan kerja tersebut sehingga kesehatan dan keselamatan pekerja dapat

dipantau, dikendalikan dan dapat mencapai derajat yang setinggi – tingginya.

Sehingga dengan tingginya derajat kesehatan pekerja maka produktivitas pekerja

meningkat dan hal tersebut pastinya menguntungkan bagi perusahaan.

Selain faktor lingkungan kerja yang perlu diperhatikan, kondisi dari

peralatan dan mesin – mesin produksi juga harus diperhatikan. Supaya tidak

terjadi masalah dan keadaan darurat yang diakibatkan oleh tidak baiknya kondisi

peralatan serta mesin –mesin produksi.

Salah satu mesin penunjang proses produksi adalah refrigerator yang

menggunakan amonia sebagai bahan penunjang bakunya. Apabila terjadi

masalah terhadap salah satu komponen refrigerator misalnya terjadi kebocoran

Page 5: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

pipa amonia, hal tersebut dapat menyebabkan keadaan darurat karena kebocoran

tersebut akan berdampak pada kesehatan, keselamatan kerja, kerugian finansial

dan kerugian lainnya bagi perusahaan. Sehingga untuk menekan kerugian –

kerugian yang dialami oleh perusahaan tersebut, perlu adanya emergency

respone plan yang tepat sebagai upaya tanggap terhadap keadaan darurat yang

terjadi.

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Bagaimana penerapan Higiene Industri di 1CA Superabsorbent Plant PT.

Nippon Shokubai Indonesia

1.3.2 Bagaimana Emergency Respone Plan Kebocoran Pipa Amonia di

Refrigerant PT. Nippon Shokubai Indonesia

Page 6: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

BAB II

TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Tujuan Praktik Kerja Lapangan

2.1.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini adalah

untuk memperoleh pengalaman, penyesuaian sikap dan ilmu pengetahuan yang

terdapat di dunia kerja dalam rangka memperkaya ilmu pengetahuan, sikap dan

keterampilan yang sudah didapat dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja

(K3), serta melatih kesanggupan diri untuk bekerja sama dengan orang lain dalam

satu tim sehingga diperoleh manfaat bersama yang baik.

2.1.2 Tujuan Khusus

1. Mempelajari, memahami dan menganalisis Higiene Industri di 1CA

Superabsorbent Plant PT. Nippon Shokubai Indonesia

2. Mempelajari dan memahami Emergency Respone Plan Kebocoran

Pipa Amonia di Refrigerator PT. Nippon Shokubai Indonesia

2.2 Manfaat Praktik Kerja Lapangan

Kegiatan praktik kerja lapangan ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi pihak-pihak yang terkait didalamnya

2.2.1 Bagi Mahasiswa

1. Sebagai sarana latihan dan penerapan ilmu pengetahuan yang sudah

didapatkan di bangku perkuliahan dalam bidang K3;

2. Memperoleh ketrampilan serta kreativitas dalam bidang K3;

3. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan di lapangan

mengenai dunia kerja di bidang K3;

Page 7: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

4. Meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi dengan tenaga kerja

serta lingkungan kerja.

2.2.2 Bagi Perguruan Tinggi

1 Sebagai tambahan referensi khususnya mengenai industri kimia di

Indonesia yang dapat digunakan oleh pihak yang memerlukan;

2 Mampu menghasilkan lulusan yang handal dan memiliki pengalaman

di bidang K3;

3 Terciptanya hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara

kedua belah pihak, yaitu instansi pendidikan dan perusahaan dalam

hal pendidikan;

4 Dapat menjalankan fungsi sosial terutama dalam pengembangan

sumber daya manusia yang berkualitas dan kompeten.

2.2.3 Bagi PT. Nippon Shokubai Indonesia

1. Merupakan sarana untuk menjembatani antara perusahaan atau

instansi terkait dengan lembaga pendidikan untuk bekerjasama lebih

lanjut baik bersifat akademis maupun non akademis;

2. Perusahaan dapat melihat tenaga kerja yang potensial dikalangan

mahasiswa, apabila suatu saat perusahaan membutuhkan karawan

bias merekrut mahasiswa tersebut;

3. Hasil analisa dan penelitian yang dilakukan selama kerja praktek

dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan untuk menentukan

kebijaksanaan perusahaan di masa yang akan datang;

Page 8: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

4. Mensosialisasikan perannya dalam program pemerintah yaitu

pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia

seutuhnya.

Page 9: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

BAB III

METODE KEGIATAN

3.1 Obyek Praktik Kerja Lapangan

Obyek dari Praktik Kerja Lapangan adalah fokus kepada Higiene

Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Antara lain adalah:

1. Organisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2. Proses Produksi

3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

4. Instrumen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

5. Pelayanan Kesehatan

6. Pengolahan Limbah Industri

3.2 Waktu dan Tempat Praktik Kerja Lapangan

3.2.1 Waktu Praktik Kerja Lapangan

Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan dimulai pada tanggal 15 Februari

sampai dengan 27 Maret 2014. Waktu praktik kerja lapangan disesuaikan dengan

jam kerja yang ada di PT. Nippon Shokubai Indonesia yaitu hari Senin hingga

Jumat dengan jam kerja dimulai pukul 08.00 hingga 17.00 WIB.

3.2.2 Tempat Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan di:

Nama Instansi/Perusahaan : PT. Nippon Shokubai Indonesia

Alamat Instansi/Perusahaan : Kawasan Industri Pancapuri, Jl. Raya Anyer KM.

122 Ciwandan, Cilegon 42447 Banten Indonesia

Nomor Telepon : (62-254) 600 660

Fax : (62-624) 600 435

Page 10: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Marketing Fax : (62-624) 600 657

3.3 Metode Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam Praktik Kerja Lapangan adalah :

3.3.1 Data Primer

1. Wawancara

Wawancara dilakukan secara terbuka dan langsung kepada beberapa

pekerja selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di PT. Nippon

Shokubai Indonesia. Wawancara terbuka ialah wawancara yang dilakukan

tanpa rencana, tanpa kuisioner khusus, dan pengambilan sample (pekerja)

secara acak. Wawancara dilakukan pada saat observasi di lapangan.

2. Observasi Lapangan

Observasi lapangan dilakukan dengan pengamatan secara langsung

di lapangan sebagai area kerja, dengan memperhatikan lingkungan kerja

dan bagaimana cara kerja di area tersebut.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumentasi perusahaan atau

data yang tersedia pada perusahaan seperti;

1. Data tentang profil perusahaan, struktur organisasi perusahaan,

struktur organisasi K3, proses dan hasil produksi secara umum;

2. Data tentang kebijakan perusahaan, program – program Kesehatan

dan Keselamatan Kerja (K3)

3. Data mengenai instrumen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3);

4. Data mengenai pengelolaan limbah dan hasil monitoring lapangan;

Page 11: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

5. Dokumentasi pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan di PT. Nippon

Shokubai Indonesia;

6. Pencatatan dan pelaporan lain yang mendukung laporan ini.

3.4 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Setelah data terkumpul akan dilakukan pengolahan dan analisis data secara

deskriptif, hasilnya dianalisis dengan menggunakan teori dan peraturan

perundangan yang terkait, kemudian hasil tersebut disajikan dalam bentuk narasi.

Hasil dari pengumpulan, pegolahan dan analisis data tersebut digunakan untuk

menarik kesimpulan dan rekomendasi yang akan diberikan sebagai hasil akhir

laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Nippon Shokubai Indonesia.

3.4 Jadwal Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Tabel III.1 Jadwal Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan di PT. Nippon Shokubai

Indonesia 16 Februari – 29 Maret 2015

Tanggal Kegiatan Pembimbing

16 Februari 2015 1. Orientasi Company Profile PT.Nippon

Shokubai Indonesia

2. Safety Induction (PrePost Test)

1. Sobri

2. Yolanda

17 Februari 2015 Material Safety Data Sheet (PrePost Test) Firman

18 Februari 2015 Penerapan Near Miss dan Kiken Yochi

Training (KYT)

Yolanda

20 Februari 2015 Plant Tour 1. Firman

2. Yolanda

23 Februari 2015 1. Waste Water Treatment Plant

a. Water Liquid Incenerator System

(WLIS)

b. Liquid Catalytic (LC)

2. Training dan Workshop 4RKY

1. Firman

2. Ukki

24 Februari 2015 Handling Hazardous Waste Firman

Page 12: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Tanggal Kegiatan Pembimbing

25 Februari 2015 1. Hazard Identification and Risk Assesment

Procedure

2. Training dan Workshop Self-Contained

Breathing Apparatus

1. Ukki

2. Yuhroni

26 Februari 2015 Drawing Acrylid Acid and Acrylid Esters

Import Facilities

Firman

27 Februari 2015 Plant Tour Firman

2 Maret 2015 Menyusun Laporan

3 Maret 2015 1. Health and Safety Performance

2. Tour Plant

1. dr. Prakoso

2. Vauzan

3. Yolanda

4 Maret 2015 1. Water Waste Treatment Plant (WWTP)

2. Utility

3. Product Tank EA

4. Refrigenerator

Widanarko

5 Maret 2015 1. Waste Gas Catalytic Insinerator System

(WGCIS)

2. Plant Tour

3. Pelayanan Kesehatan

1. Widanarko

2. dr. Prakoso

6 Maret 2015 Monitoring Lingkungan Yolanda

9 Maret 2015 Menyusun Laporan

10 Maret 2015 Plant Tour Diponegoro

11 Maret 2015 Menyusun Laporan Firman

12 Maret 2015 Menyusun Laporan

13 Maret 2015 Audit Internal Transporter Safety and

Environment

Diponegoro

Herman

16 Maret 2015 Plant Tour Superabsorbent Plant Ukki

Yolanda

17 Maret 2015 Fire Truck Training Edy

Salam

Ukki

18 Maret 2015 Superabsorbent Plant Tri Susanti

19 Maret 2015 Menyusun Laporan

20 Maret 2015 Menyusun Laporan

Page 13: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sumber : Data Primer

Tanggal Kegiatan Pembimbing

23 Maret 2015 Monitoring Lingkungan (Vibration, Heat

stress, Illumination dan Noise)

Ukki

24 Maret 2015 Monitoring Lingkungan (Vibration, Heat

stress, Illumination dan Noise)

Yolanda

25 Maret 2015 Menyusun Laporan

26 Maret 2015 Menyusun Laporan

27 Maret 2015 Presentasi Hasil Akhir Sayid, Ukki,

Yolanda,

Khoiri,Nina,

Herman.

Page 14: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

BAB IV

HASIL KEGIATAN

4.1 Gambaran Umum PT. Nippon Shokubai Indonesia

4.1.1 Profil Perusahaan PT. Nippon Shokubai Indonesia

PT. Nippon Shokubai Indonesia adalah PMA (Penananam Modal Asing)

Jepang yang berlokasi di Kawasan Industri Pancapuri, Jl. Raya Anyer km 112,

Ciwandan Cilegon Banten. PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan

perusahaan Petrokimia yang memproduksi Acrylic Acid (AA), Acrylic Ester (AE)

seperti Ethyl Acrylate (EA), n-Butyl Acrylate (BA), 2-Ethylexyl Acrylate (2EHA)

dan Super Absorbent Polymer (SAP). PT Nippon Shokubai merupakan anak

perusahaan Nippon Shokubai CO. Ltd. Japan yang memiliki anak perusahaan

dibeberapa Negara ( Nippon Shokubai Group).

PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan perusahaan manufaktur

pertama di Asia Tenggara yang memproduksi Acrylic Acid (AA) dan Acrylic

Ester (AE), serta merupakan perusahaan manufaktur pertama di Indonesia yang

memproduksi Super Absorbent Polymer (SAP) dengan produksi komersial

dimulai pada Tahun 2013.

PT. Nippon Shokubai Indonesia didirikan pada Bulan Agustus 1996

dengan nama PT. Nisshoku Trypolyta Acrylindo. Pada Januari 1997 dilakukan

Ground Breaking Ceremony untuk memulai pembangunan pabrik. Pembangunan

selesai pada Juli 1998 dan November 1998 dimulai produksi secara komersial 1

AA atau first Acrylic Acid dan Esters. Pada Tahun 2000 PT. Nisshoku Trypolyta

Acrylindo terkena dampak dari adanya krisis moneter, tepatnya Bulan Agustus

PT. Nisshoku Trypolyta Acrylindo melakukan pengalihan saham kepada Nippon

Page 15: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Shokubai CO.,LTD dan Tomen Corporation yang telah berganti nama menjadi

Toyota Tsusho Corporation. Sehingga pada Bulan Januari 2001 berganti nama

menjadi PT. Nippon Shokubai Indonesia. Demi mengembangkan produknya, PT.

Nippon Shokubai Indonesia membulai pembangunan pabrik baru untuk Super

Absorbent Polymer (SAP) dan 2AA (Second Acrylic Acid) pada Juli 2011 yang

selesai pada Agustus 2013. Proses produksi secara komersial dilakukan mulai

Oktober 2013. Toyota Tsusho Corporation melakukan pengalihan saham kepada

Nippon Shokubai Co, LTD. Lalu Nippon Shokubai Co, LTD melakukan

pengalihan saham sebesar 0,002 & kepada PT. Indochemical Citra Kimia.

Sehingga saat ini saham yang dimiliki oleh Nippon Shokubai Co, LTD adalah

sebesar 99,998%.

PT. Nippon Shokubai Indonesia memiliki filosofi yaitu TechnoAmenity

yang memberikan kemakmuran dan kenyamanan bagi kehidupan manusia dan

masyarakat melalui inovasi teknologi. NSI yang merupakan singkatan dari PT.

Nippon Shokubai Indonesia memiliki makna yang lain yang yaitu Never-ending of

Spirit yang berarti semangat yang tak pernah berakhir demi kemajuan. Sejalan

dengan slogan tersebut, PT. Nippon Shokubai Indonesia berkomitmen dapat

memuaskan pelanggan dengan menyediakan produk dan pelayanan dengan

kualitas tinggi serta meningkatkan perlindungan terhadap keselamatan dan

lingkungan.

PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan perusahaan multinasional

yang memiliki kewajiban untuk menyediaka produk dan jasa dengan kualitas yang

tinggi. Dengan adanya predikat tersebut serta untuk mewujudkan komitmennya,

Page 16: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

PT. Nippon Shokubai Indonesia membentuk 12 divisi kerja. Divisi – divisi kerja

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Human Resource and Personil Administration (HRPA), divisi ini

menangani bagian rekruitmen karyawan baru, gaji, asuransi dan

sebagainya.

2. General Affair, menangani bagian kantin, transportasi, gedung,

security dan sebagainya.

3. Finance Accounting, hal – hal yang berhubungan dengan keuangan

yang keluar dan masuk ditangani oleh divisi ini.

4. Logistic, menyediakan dan menyimpan barang – barang yang

diperlukan di perusahaan, baik di area pabrik maupun gedung.

5. Information and Technology, divisi yang berhubungan dengan

teknologi, informasi, internet yang diperlukan di perusahaan.

6. Production, merupakan divisi dengan tenaga kerja paling banyak dan

berhadapan langsung di area pabrik proses produksi.

7. Safety Environment, divisi yang menangani K3 dan lingkungan yang

bertujuan untuk menjadikan tempat kerja aman dan nyaman bagi

tenaga kerja, serta tidak menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit

akibat kerja serta pencemaran lingkungan. Inspeksi, patrol, monitoring

lingkungan, work permit dan sebagainya merupakan bagian dari divisi

ini.

8. Quality Assurance, adanya pengecekan kualitas, kontrol kualitas dari

awal proses hingga akhir proses dilaksanakan oleh divisi ini. Hal ini

Page 17: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

merupakan cara untuk menjaga proses dan hasil proses produksi agar

tetap baik dan berkualitas tinggi.

9. Engineering and Maintenance, divisi yang bertugas menangani semua

equipment di seluruh area pabrik yang berhubungan dengan proses,

berkaitan dengan modifikasi, pemeliharaan, perbaikan suatu kerusakan

di seluruh area perusahaan dan seterusnya

10. Marketing, merupakan divisi pemasaran. Pada perusahaan ini, menjaga

hubungan baik dengan pelanggan merupakan cara marketing yang

dilakukan.

11. Purchasing, divisi yang menangani tentang pembelian bahan baku,

bahan penolong, bahan bakar dan sebagainya.

12. Distribution and Shipping Receiving, merupakan divisi yang

menangani pengemasan dan pengiriman barang – barang yang akan

dipasarkan baik melalui darat maupun laut.

4.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

PT. Nippon Shokubai Indonesia berkeyakinan bahwa pelaksanaan

program Lingkungan Hidup, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (LHK3) yang

baik akan menuju pengelolaan usaha yang efisien dan menguntungkan serta

selaras dengan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja dengan visi dan misi

sebagai berikut :

Visi : Meningkatkan LHK3 dan prosesnya secara terus menerus untuk

melindungi keselamatan, lingkungan dan orang – orang dimana kita bekerja dan

tinggal.

Page 18: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Misi : Menerapkan semua aktifitas bisnis dengan cara yang bertanggung

jawab untuk mencegah insiden, penyakit dan bahaya – bahaya terhadap orang –

orang dan kerusakan terhadap lingkungan.

PT. Nippon Shokubai Indonesia dan karyawannya, dengan bekal konsep

“Techno-Amenity” bertekad untuk mengelola LHK3 sebagai bagian usaha yang

terpadu sesuai dengan misidi atas dengan cara sebagai berikut :

1. Bersungguh – sungguh menaati setiap peraturan LHK3 dari

Pemerintah dan ketentuan lainnya.

2. Mengkaji-ulang serta melaksanakan program dan mencapai sasaran

LHK3 secara berkesinambungan untuk memperbaiki sistem

pengolahan lingkungan dan kinerjanya

3. Melindungi lingkungan di masyarakat dimana kita bekerja dan tinggal

serta berusaha keras secara bertahap untuk mengurangi emisi pada

lingkungan dan limbah yang dihasilkan.

4. Memelihara kondisi kerja yang aman, sehat dan ramah lingkungan

PT. Nippon Shokubai Indonesia akan mengkomunikasikan tekad tersebut

kepada setiap orang yang bekerja atas nama PT. Nippon Shokubai Indonesia

4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan

(Terlampir)

4.1.4 Bahan Baku, Bahan Bakar dan Hasil Produksi

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi di PT. Nippon

Shokubai Indonesia adalah Prophylene, Ethanol, n-Butanol, 2-Ethythexanol,

NaOH dan Acrylic Acid. Bahan baku Prophylene digunakan untuk pembuatan

Acrylic Acid (AA), lalu hasil Acrylic Acid tersebut diproses dengan ethanol

Page 19: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

menjadi Ethyl Acrylate (EA), diproses dengan n-Butanol menjadi n-Butyl

Acrylate, diproses juga untuk pembuatan 2-Etyl Hexyl Acrylate dengan diproses

dengan 2-Ethylhexanol. Sedangkan untuk menghasilkan Superabsorbent Polymer

(SAP), AA diproses dengan NaOH.

Bahan bakar yang digunakan berupa minyak diesel, solar dan pelumas

digunakan pula sebagai bahan bakar dalam proses produksi. Minyak diesel

digunakan untuk bahan bakar boiler atau ketel uap sedangkan solar digunakan

sebagai bahan bakar kendaraan.

4.1.5 Proses Produksi di PT. Nippon Shokubai Indonesia

1. Acrylic Acid Plant #2 (2AA)

Sumber : Dokumen UKL-UPL

Gambar IV.1 Proses Produksi Acrylic Acid Plant #2

Atm.

Waste Gas

Catalytic

Incinerator

Absorbing

Column

Reactor Main Blower

C3

Ai

Heavy-end

Cut Column

Crystallizer Refrigerator

Acrylic Acid

Recovery Column

Product Waste

Oil

Demin

Water

Page 20: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Proses pembuatan Acrylic Acid (AA) dilakukan melalui 2 tahap

penting yaitu tahap oksidasi dan tahap pemurnian. Propylene diubah

langsung menjadi acrylic acid dengan bantuan katalis serta penambahan

steam dan oksigen. Proses reaksi oksidasinya sebagai berikut

CH2 = CH – CH3 + O2 → CH2 = CH-CHO + H2O

Propylene Oksigen Acrolein Air

CH2 = CH – CHO + 1/2 O2 → CH2 = CH-COOH

Acrolein Oksigen Acrylic Acid

Campuran gas yang dihasilkan dari reaktor dialirkan ke dalam

absorbing column. Dalam proses ini kemudian dilakukan absorbs dan

kondensasi sehingga menghasilkan Acrylic Acid dalam bentuk cair dan

kemudian dipisahkan dari fraksi ringan (light ends). Campuran cairan

acrylic acid ini diunakan sebagai bahan baku untuk sistem pemurnian.

Sebagian dari sisa gas yang keluar dari bagian atas absorbing column

dialirkan kembalike dalam reaktor oksidasi. Sedangkan residu gas yang

terbentuk dialirkan ke dalam system pengolah gas buang (Waste Gas

Catalytic Incenerator System) sebelum dibuang sehingga menjadi CO2 dan

H2O.

Dalam proses pemurnian acrylic acid, campuran cairan acrylic acid

dimurnikan dengan dipisahkan antara acrylic acid murni dan air serta

fraksi beratnya (heavy ends) melalui proses kristalisasi pada kristaliser.

Produk yang dihasilkan dikirim ke product tank sedangkan untuk fraksi

berat (heavy ends) seperti acrylic acid dimer, maleic anhydride, inhibitor

dan polymer yang terkumpul setelah melalui heavy end cut column,

Page 21: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

dikirim ke waste oil tank sebagai bahan bakar untuk proses insenerasi di

Waste Liquid Incenerator System (WLIS)

2. Ethyl Acrylate Plant (EA)

Proses produksi yang terdapat pada plant EA ini terdiri dari proses

esterifikasi acrylic acid dan proses pemisahan serta pemurnian Ethyl

Acrylate. Dalam sistem esterifikasi AA, acrylic acid siesterifikasikan

secara berkelanjutan atau terus menerus ntuk memisahkan ethanol dengan

menggunakan ion exchange resin sebagaikatalis. Produk yang bebas dari

AA dihasilkan dengan cara destilasi Azeotropic.

Dalam sistem pemisahan serta pemurnian ethyl acrylate, produk

diekstrasi secara terus menerus untuk memisahkan ethanol yang tak

bereaksi. Ethanol yang terekstrasi dan sejumlah kecil ethyl acrylate

diambil kembali dengan jalan destilasi dan disirkulasikan kembali ke

reaktor esterfikasi.

Crude acrylate yang tertinggal sebagai raffinate dan sejumlah kecil air

dimasukkan ke dalam light ends cut column lalu di kirim menuju ke waste

oil tank sebagai bahan bakar dalam proses oksidasi di Liquid Phase

Catalytic Oxidation System (LC).

3. High Purity Acrylic Acid (HPAA)

Dalam pembuatan high moleculer polymer dibutuhkan High Purity

Acrylic Acid (HPAA). Ester grade AA digunakan sebagai bahan baku

proses produksinya. Senyawa acrolein dan furfural yang terkandung dalam

ester grade AA dipisahkan dengan cara destilasidan dikirim ke waste oil

tank sebagai bahan bakar dalam proses insenerasi, sedangkan pada bagian

Page 22: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

bawah dari HPAA column terdapat ester grade AA yang dapat dilakukan

pengolahan kembali.

4. Butyl Acrylate (BA)

Dalam pembuatan Butyl Acrylate (BA) terdapat beberapa macam

proses, yaitu esterifikasi, pemisahan acrylate serta pemurnian. Dalam

sistem esterifikasi AA, acrylic acid dalam bentuk cair diesterifikasi secara

terus menerus dengan menggunakan acidic cation exchange resin sebagai

fluidized katalis. Air yang terbentuk selama reaki di dalam reaktor

dihilangkan dengan cara destilasi secara azeotropic dan rasio feed dari AA

dan butanol diatur sedemikian ruppa untuk mencapai kondisi operasi

optimum, sehingga konversinya mencapai maksimal.

Dalam sistem pemisahan dan pemurnian acrylate, cairan yang keluar

dari reaktor setelah bersih dari resin katalis kemudian disetilasi untuk

mendapatkan AA yang direcycle kembali ke dalam reaktor, sedangkan

produk butyl acrylate pada bagian bawah dialirkan ke final room untuk

dimurnikan. Waste oil yang diperoleh dari heavy ends cut column

digunakan sebagai bahan bakar dalam proses insinerasi di Waste Liquid

Incenerator Oxidation System untuk menurunkan nilai Chemical Oxygen

Demand (COD).

5. 2-Ethylhexyl Acrylate (2-EHA)

Pada proses pembuatan 2-Ethylhexyl Acrylate (2-EHA) terdapat 2

(dua) sistem proses, yaitu sistem esterifikasi dan sistem pemurnian. Dalam

sistem esterifikasi, digunakan acidic kation exchange sebagai fluidized bed

katalis, AA diesterifikasi dengan 2-Ethylhexanol dalam fasa cair. Air yang

Page 23: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

terbentuk selama reaksi dihilangkan dengan destilasi azeotropic. Hasil dari

reaksi dikirim ke sistem pemurnian setelah dipisahkan dari katalis.

Dalam proses pemurnian, final column product yang dihasilkan di

bagian atas ditampung dalam product tank sedangkan fraksi berat pada

bagian bawah dialirkan ke unit film evaporator untuk memisahkan waste

oil dengan produk yang masih tinggal. Waste oil dialirkan menuju ke

waste oil tank untuk digunakan sebagai bahan bakar dalam proses

insinerasi.

6. Superabsorbent Polymer (SAP)

Sumber : Dokumen UKL-UPL

Gambar IV.2 Proses Produksi Superabsorbent Polymer Plant

Proses produksi dari Superabsorbent Polymer (SAP) terdiri dari

beberapa tahap, yaitu netralisasi, polimeralisasi, pengeringan, pengayakan

Neutralization

Surface

Treatment

Fine Powder Recovery

Polymerization Drying

Pulverizing Classification

Packing

Bahan

Penolong

NaOH

Product

Bahan Penolong

AA

Page 24: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

dan penggilingan, pelapisan dan pengemasan. Bahan baku utama dari

produk ini adalah acrylic acid (AA) dan sodium hidroksida (NaOH).

Acrylic acid (AA) dan larutan sodium hidroksida (NaOH) secara terus

menerus dimasukkan kedalam bagian netralisasi untuk dinetralisasikan

sebagian. Campuran yang telah dinetralkan, dimasukkan ke dalam bagian

polimerisasi. Campuran yang telah dinetralkan sebagian lalu dicampur

dengan larutan sodium hidroksida dan beberapa aditif, dan kemudian

dimasukkan ke dalam reaktor. Gel – gel polimer dalam bentuk lembaran –

lembaran secara terus menrus terbentuk ke dalam reaktor.

Bubuk – bubuk halus dari bag filter dan sifter dikumpulkan dan

dicampur dengan air di mixer untuk mengaglomerasi bubuk – bubuk

tersebut. Gel – gel aglomerasi dikirimkan ke dryer. Gel – gel polymer

yang keluar dari reaktor dimasukkan ke dryer setelah dihancurkan terlebih

dahulu di gel crusher. Dryer memiliki system sirkulasi udara panas yang

mana udara tersebut dipanaskanoleh steam pada heat exchanger. Pada

keluaran dryer, gel – gel polimer yang telah kering dan berupa agregat

dihancurkan menjadi bagian – bagian yang lebih kecil.

Polimer gel yang sudah dihancurkan dimasukkan ke bagian

puliverizing dan ditimbuk menjadi bubuk. Bubuk diayak dengan

menggunakan ayakan untuk mengontrol ukuran partikel bubuk. Bubuk

tersebut lalu dicampur dengan menggunakan beberapa bahan kimia dalam

mixer dan campuran tersebut secara terus menerus dimasukkan kedalam

pemanas. Setelah melalui proses pelapisan tersebut, bubuk didinginkan

dan dicampur dengan beberapa bahan kimia di dalam pendingin. Bubuk

Page 25: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

kemudian dimasukkan ke sifter dan dikontrol ukuran partikel produknya.

Setelah pengontrolan ukuran partikel, produk di transfer ke bagian

pengepakan.

4.2 K3L di PT. Nippon Shokubai Indonesia

4.2.1 Filosofi Penerapan K3L

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan tanggung jawab semua

pihak serta merupakan hal yang sangat penting di dalam sebuah industri. PT.

Nippon Shokubai Indonesia berusaha untuk mencapai nihilnya angka kecelakan

kerja atau zero accident, penyakit akibat kerja dan selalu menaati peraturan

perundang – undangan yang mengatur hal tersebut. Program – program K3

dilakukan dan dikembangkan sehingga tingkat kesadaran pekerja terhadap K3

dapat diterapkan dengan baik, demikian pula dengan pelatihan – pelatihan untuk

menanggapi keadaan darurat yang dilaksanakan secara rutin sehingga kesiapaan

pekerja saat terjadi kondisi darurat sangat baik.

Selain dalam bidang K3, PT. Nippon Shokubai juga bertanggung jawab

terhadap kelestarian lingkungan hidup dengan cara mengelola dampak – dampak

dari segala aktifitas perusahaan sehingga tidak merugikan masyarakat dan

lingkungan hidup dan selalu menaati peraturan perundang – undangan serta

mengelola lingkungan dengan menerapkan sistem yang memadai. Kegiatan –

kegiatan yang dilakukan seperti pengurangan emisi CO2, konservasi sumber daya

alam, penghijauan, dan lain – lain. Sehingga dengan dilaksanakannya segala

kegiatan – kegiatan tersebut dapat tercapai industri yang ramah lingkungan.

Keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan merupakan dasar kedua

dalam pelaksanaan manajemen aset untuk mencapai kaidah pengelolaan yang

Page 26: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

terkendali. Serta untuk meningkatkan budaya kerja dan menjaga citra perusahaan,

maka mutlak diperlukan adanya kedisiplinan dan kesadaran akan pentingnya

unsur keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan bagi seluruh pekerja

bersama jajaran manajemen.

4.2.2 Organisasi K3L di PT. Nippon Shokubai Indonesia

1. P2K3

Untuk mencapai keberhasilan program Keselamatan dan Kesehatan

Kerja dilakukan dengan pola manajemen partisipatif, yaitu dengan

membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3).

Susunan P2K3 yang terdapat di PT. Nippon Shokubai Indonesia adalah

sebagai berikut :

a. Ketua adalah pemimpin tertinggi.

b. Sekretaris adalah supervisor senior K3 atau supervisor senior K3L

yang memiliki kompetensi Ahli K3.

c. Anggota adalah unsur supervisor atau kepala departemen

Berikut merupakan susunan pengurus P2K3 :

Tabel IV.1 Susunan Pengurus P2K3 di PT. Nippon Shokubai Indonesia

No. Jabatan Keterangan

1 Ketua Plant Manager

2 Wakil Ketua Deputy Plant Manajer

3 Sekretaris 1. Kepala Departemen Safety & Environment

2. Safety Supervisor

4

Anggota

1. Kepala Departemen Produksi & 4 Anggota Safety

Forwarder

2. Kepala Departemen Maintenance & Maintenance

Supervisor

Page 27: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

No. Jabatan Keterangan

4 Anggota

3. Kepala Departemen Technical & QA dan Technical

& QA Supervisor

4. Kepala Departemen Generat Affairs & General

Affairs Supervisor

5. Kepala Departemen Human Resource & HR

Supervisor

6. Kepala Departemen Purchasing & Distribution /

Supervisor / Staff

7. Kepala Departemen Finance & Accounting /

Supervisor / Staff

8. Kepala Departemen MIS / Supervisor / Staff

9. Kepala Departemen Logistic / Supervisor / Staff

10. Kepala Departemen Marketing / Supervisor / Staff

Sumber : Dokumen Safety and Environment Departement

2. Departemen Safety and Environment

Safety and Environment (SE) merupakan 1 (satu) dari 12 (dua belas)

departemen yang terdapat di PT. Nippon Shokubai Indonesia. Departemen

ini menangani masalah K3 dan lingkungan yang bertujuan untuk

menjadikan tempat kerja aman dan nyaman bagi tenaga kerja, serta tidak

menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja serta pencemaran

lingkungan. Departemen ini memiliki beberapa macam program – program

yang mendukung tercapainya tujuan departemen, seperti monitoring

lingkungan, inspeksi, training, patrol dan sebagainya.

Berikut ini adalah struktur organisasi di Safety and Environment

Departement :

Page 28: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sumber : Dokumen Safety and Environment Departement

Gambar IV.3 Struktur Organisasi Safety and Environment Departement

4.2.3 Instrumentasi K3L di PT. Nippon Shokubai Indonesia

1. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) yang disediakan oleh PT. Nippon Shokubai

Indonesia diantaranya adalah safety helmet, safety shoes, safety goggle,

safety glasses, earplug, earmuff, gloves, faceshield, chemical jumpsuit,

MANAGER

Sayid Jakfar

Senior Supervisor

R.M Diponegoro

Senior Staff

Ukki Irmawan L

Senior Supervisor

Edy Sumantri

Process Safety Occupational Health Fire Environment

Junior Supervisor

Nina Marlina

Junior Supervisor

Herman

Staff

Yolanda P.S

Junior Supervisor

Yuhroni

Junior Staff

Salam Kusmaina

Junior Staff

Sunaryo

Staff

Firman R.W

Document

Control

Eka

Page 29: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

apron, jaket pelampung, safety belt, mask dan self-contained breathing

apparatus.

a. Safety Helmet

Gambar IV.4 Safety Helmet

Safety helmet berfungsi sebagai pelindung kepala dari benturan. Safety

helmet yang disediakan oleh PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan

safety helmet yang telah memenuhi standart yang ditentukan.

Penggunaan safety helmet yang tepat adalah bagian chin strap

dilekatkan tidak terlalu kendor maupun tidak terlalu kencang menempel

pada dagu dan juga harus dikaitkan hingga bunyi “klik”. Supaya safety

helmet yang digunakan tidak mudah lepas dan nyaman dipakai saat

bekerja.

Page 30: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV.5 Helmet Accessories

b. Safety Shoes

Gambar IV.6 Safety Shoes

PT. Nippon Shokubai Indonesia juga menyediakan safety shoes bagi

seluruh karyawan dan kontraktor. Safety shoes yang disediakan merupakan

safety shoes yang telah memenuhi standar serta dilengkapi dengan anti

static pada sol sepatunya dan oil or chemical resistance pada telapak

kakinya. Safety shoes akan diganti saat ada pekerja yang meminta untuk

Page 31: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

diganti dengan syarat yang ditentukan perusahaan, seperti mengalami

kerusakan atau tidak layak pakai. Safety shoes diperlukan untuk

melindungi kaki dari bahaya kejatuhan dan benturan benda keras dan

melindungi kaki dari bahaya terkena benda panas, menginjak benda tajam

dan bahan korosif.

Penggunaan safety shoes yang tepat adalah dengan tidak menginjak

bagian belakang sepatu, sehingga sepatu harus secara penuh menutup

bagian kaki. Pada penggunaan yang tidak tepat tersebut, dapat

menyebabkan pekerja tidak nyaman dalam bekerja dan juga kegunaan

safety shoes sebagai pelindung kaki tidak efisien.

c. Safety Goggle dan Safety Glasses

Penggunaan safety goggle merupakan wajib apabila telah memasuki

area garis merah atau plant site. Safety goggle digunakan untuk

melindungi mata dari serpihan dan percikan zat cair maupun uap. Safety

goggle ini berbahan polycarbonate atau bahan kimia (splash). Safety

goggle harus segera dilakukan pergantian apabila kaca sudah buram, karet

pengikat sudah kendor atau mengalami kerusakan, serta bagian – bagian

lain ada yang rusak.

Safety glasses merupakan pelindung mata yang lensanya berbahan

polycarbonate yang memiliki kekuatan untuk tidak pecah. Safety glasses

juga merupakan pelindung mata anti kabut, anti gores, dan memiliki side

shield yang elindungi mata dari serpihan material atau debu dari sisi kanan

maupun kiri.

Page 32: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar VI.7 Safety Google Uvex Ultrasonic 9320

Gambar VI.8 Safety Glasses

d. Ear Muff dan Ear Plug

PT. Nippon Shokubai Indonesia menyediakan alat proteksi untuk

telinga terhadap paparan kebisingan yaitu ear plug dan ear muff. Kedua

APD ini digunakan untuk melindungi pendengaran dari tingkat kebisingan

yang tinggi. Alat ini wajib untuk digunakan apabila bekerja pada tingkat

Page 33: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

kebisingan lebih dari 85 dB. Ear plug dapat mengurangi intensitas

kebisingan yang diterima oleh telinga pekerja 10 dB hingga 20 dB

sedangkan ear muff dapat mengurangi intensitas kebisingan yang

dipaparkan kepada pekerja 20 dB hingga 25 dB. Sehingga dengan

memakai APD ini, kerusakan pendengaran yang diakibatkan paparan

kebisingan dapat dikurangi.

Gambar IV.9 Ear Plug dan Ear Muff

e. Safety Gloves

Safety gloves yang disediakan PT. Nippon Shokubai Indonesia

beraneka ragam disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Safety gloves yang

disediakan antara lain adalah leather glove, cotton glove, rubber glove dan

high temperature glove.

Page 34: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV.10 Leather Glove dan Cotton Glove

Leather glove dan cotton glove tidak dianjurkan digunakan untuk

pekerjaan yang berhubungan dengan air dan bahan kimia. Gloves jenis ini

digunakan untuk melindungi tangan dari pekerjaan – pekerjaan yang dapat

menimbulkan goresan, sayatan dan luka – luka ringan.

Gambar IV.11 Rubber Glove dan High Temperature Glove

Page 35: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Selain leather glove dan cotton glove, terdapat pula rubber glove

digunakan untuk pekerjaan seperti menangani produk atau aktivitas

lainnya yang berhubungan dengan bahan kimia. Sedangkan untuk high

temperature glove digunakan untuk pekerjaan atau aktivitas dengan

temperature diatas 100OC.

f. Faceshield

Gambar IV.12 Faceshield

Faceshield berfungsi untuk melindungi wajah dari semburan (splash),

faceshield dipasang menjadi satu dengan safety helmet. APD jenis ini

wajib digunakan apabila sedang melakukan pekerjaan – pekerjaan seperti

sampling produk monomer dan cleaning activity.

Page 36: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

g. Chemical Suit

Gambar IV. 13 Chemical Suit

Chemical suit merk Dupont – TYVEK ini digunakan oleh pekerja PT.

Nippon Shokubai Indonesia untuk melindungi tubuh kita dari kontak

secara langsung dengan bahan kimia saat melakukan cleaning activity.

Misalnya pada area underground, tangki, pipe line dan lain – lain.

Chemical suit merupakan jenis APD yang digunakan hanya untuk satu kali

pemakaian

h. Apron

Apron berbahan karet digunakan untuk memproteksi diri dari cairan

yang bersifat korosif dan mengiritasi. Apron ini wajib untuk digunakan

saat melakukan pekerjaan pengisian produk ke dalam drum (drum filling

activity)

Page 37: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV.14 Apron

i. Jaket Pelampung

Jaket pelampung merupakan perangkat yang dirancang untuk

membantu pemakai, baik secara sadar maupun di bawah sadar untuk tetap

mengapung dengan mulut dan hidung berada di atas permukaan air atau

pada saat berada dalam air. Jaket pelampung ini wajib digunakan pada saat

melakukan pekerjaan di Jetty dan pengambilan sampel air laut.

Gambar IV.15 Jaket Pelampung

Page 38: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

j. Safety Belt

Gambar IV.16 Safety Belt

Safety belt digunakan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan

ketinggian. APD jenis ini digunakan apabila bekerja pada ketinggian 1,8

meter atau lebih.

k. Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA)

Gambar IV.17 Self-Contained Breathing Apparatus

SCBA yang dimiliki oleh PT. Nippon Shokubai Indoneia adalah merk

Kawasaki Shigematsu K-30A. SCBA ini digunakan ketika adanya

kemungkinan kesulitan untuk bernafas atau kekurangan oksigen seperti

apabila terjadi keadaan darurat yaitu kebocoran atau kebakaran bahan

Page 39: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

kimia, pada saat berada di confined space dan apabila saat melakukan

penanganan bahan kimia apabila diperlukan.

l. Mask

Gambar IV.18 Mask

Mask Respirator berfungsi untuk mengurangi resiko paparan secara

langsung dari uap bahan kimia atau partikel atau debu terhadap sistem

pernafasan pekerja.

Gambar IV.19 Chemical Cartridge

Page 40: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Pada single half mask respirator, tipe cartridge dan masker ini

umumnya digunakan untuk pekerjaan – pekerjaan seperti cleaning

demister, cleaning strainer, charging inhibitor, filling product activity, dan

sebagainya. Cartridge pada masker ini harus segera diganti apabila pada

permukaannya sudah terasa hangat akibat pemakaian, dan pada saat

bernafas sudah tidak terasa nyaman atau nafas menjadi berat. Cartridge

jenis ini dapat menampung 10 (sepuluh) kali dari Nilai Ambang Batas

(NAB) bahan kimia.

Gambar IV.20 Dust Cartridge

Sedangkan pada cartridge jenis ini, umumnya digunakan untuk

pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan dengan debu dan sangat tidak

dianjurkan menggunakan cartridge jenis ini untuk menangani bahan kimia

Page 41: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV.21 Particular Filter

Gambar IV.22 Dust Mask

Sama halnya dengan dust cartridge, particular filter juga merupakan

cartridge yang digunakan untuk pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan

dengan partikel debu, dan tidak dianjurkan menggunakan cartridge ini

Page 42: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

untuk menangani bahan kimia. Apabila cartridge yang digunakan sudah

berubah warna, tidak diperbolehkan untuk dicuci, membersihkannya

dengan menggunakan vacuum ataupun membersihkannya dengan udara

bertekanan karena

Gambar IV.23 Cartridge for Full Face Mask Respirator

Cartridge pada full face mask respirator ini umumnya digunakan

dalam pekerjaan – pekerjaan seperti cleaning underground, cleaning

tangki – tangki bahan kimia. Cartridge ini dapat menampung 50 (lima

puluh) kali dari Nilai Ambang Batas (NAB).

Seluruh Alat Pelindung Diri (APD) yang terdapat di PT. Nippon

Shokubai Indonesia dilakukan pemeliharaan sesuai standar seperti

meyimpan di area yang jauh dari sinar matahari secara langsung,

Page 43: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

menyimpan di tempat dengan ventilasi yang mencukupi, menjauhkan dari

peralatan yang mengeluarkan radiasi, menjauhkan dari bahan kimia dan

dilakukan pembersihan dan pengeringan sebelum dimasukkan kedalam

tempat penyimpanan.

2. Monitoring Lingkungan

a. Iklim Kerja

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya

kelelahan yang dialami pekerja. Iklim kerja merupakan hasil perpaduan

antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi

dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat

pekerjaannya, yang dimaksud disini adalah iklim kerja.

Alat yang digunakan untuk mengukur iklim kerja adalah Thermal

Environment Monitor. Hasil yang dapat diketahui dari pengukuran

tersebut adalah suhu kering, suhu basah, suhu bola, RH (Relative

Humadity), H.I dan ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola)

Penggunaan alat ini, pertama dengan mengisi sumbunya dengan air

destilate, lalu tekan run dan dipaparkan pada titik sampling ditunggu

hingga nilai yang ditampilkan stabil sekitar 15 menit. Lalu dibaca nilai –

nilai hasil pengukuran.

Page 44: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV.24 Thermal Environment Monitor

b. Getaran

Getaran adalah gerakan bolak balik suatu massa melalui keadaan

seimbang terhadap suatu titik acuan. Perlunya dilakukan pengukuran

getaran adalah untuk mengetahui tingkat instensitas getaran yang diterima

tenaga kerja dan mengetahui keadaan atau kondisi mesin karena kerusakan

mesin dapat diketahui dengan naiknya tingkat getarannya.

Cara kerjanya adalah pertama menghubungkan atau merangkaikan

akselerometer dengan unit vibration meter. Lalu menyalakannya dengan

menekan tombol on, dan unit dalam posisi run. Selanjutnya mengatur unit

pada posisi percepatan atau velocity dengan satuan cm per sec. Apabila

getaran dengan intensitas tinggi maka range diposisikan high, dan

Page 45: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

sebaliknya. Setelah itu membaca hasil pengukuran pada monitor setelah

stabil.

Gambar IV.25 Vibration Meter

c. Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan yang dapat

menimbulkan gangguan terhadap kesehatan. Bising sendiri sering

didefinisikan sebagai suara yang tidak mengandung kualitas music, suara

yang menganggu, dan suara yang timbul secara berkala dari getaran –

getaran yang tidak teratur.

Page 46: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

PT. Nippon Shokubai Indonesia menggunakan alat sound level meter

untuk mengukur intensitas bising di area kerja. Cara kerjanya adalah

menyalakan dengan menekan tombol power. Lalu alat dikalibrasi dengan

kalibrator, sehingga angka pada monitor sesuai dengan angka kalibrator.

Kemudian memilih selector pada posisi fast atau low tergantung dari jenis

kebisingannya, fast untuk kebisingan kontinyu sedangkan slow untuk

kebisingan impulsif. Kemudian dipilih range intensitas kebisingan, pada

alat ini untuk kategori HI atau high dalam kisaran 65 – 135 dB sedangkan

untuk kategori LO atau low adalah 30 -100 dB. Lalu dilakukan

pengamatan di titik – titik pengukuran dan membaca hasilnya pada layar

monitor.

Gambar IV.26 Sound Level Meter

Page 47: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

d. Penerangan

Penerangan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan

lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan

produktivitas manusia. Penerangan yang baik memungkinkan orang dapat

melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas. Di PT. Nippon

Shokubai untuk mengukur intensitas penerangan menggunakan alat lux

meter, alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian

energi listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca pada layar monitor.

Cara melakukan pengukuran adalah, pertama menghidupkan lux meter

dengan menggeser power ke arah on. Letakkan sensor tegak kedepan

dengan lengan, lalu baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah

menunggu beberapa saat sehingga nilai yang tertera stabil.

Gambar IV.27 Lux Meter

Page 48: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

4.2.4 Health and Safety Performance

Di PT. Nippon Shokubai Indonesia terdapat section bagian kesehatan, dan

section ini dibawah naungan Departemen Human Resource and Personil

Administration (HRPA). Program – program yang terdapat pada section ini adalah

sebagai berikut :

1. Promotif

Program promotif merupakan program yang bertujuan sebagai upaya

promosi kepada pekerja, sehingga kesehatan pekerja dapat terjaga dengan

baik. Program – program promotif yang terdapat di PT. Nippon Shokubai

Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Memfasilitasi Program ASI Eksklusif

Gambar IV.28 Ruang ASI

Page 49: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV.29 Tempat Penyimpanan ASI

Program ini merupakan program yang diberikan khusus untuk pekerja

– pekerja wanita yang sedang dalam masa menyusui. Disediakan alat

untuk memeras ASI (Air Susu Ibu) di klinik yang terdapat pada doctor

room. Para pekerja wanita yang ingin menyimpan ASI perasan dapat

diletakkan pada refrigerator yang tersedia di klinik, dan dapat

membawanya pulang pada saat jam kerja telah berakhir.

b. Program Kesehatan Reproduksi

Dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas kerja, perlu ditunjang

dengan adanya peningkatan kesejahteraan pekerja. Salah satu sarana

Page 50: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

penunjang dari peningkatan kesejahteraan tersebut dengan program

Keluarga Berencana (KB). Program tersebut dilakukan dengan sifat

membantu sesuai dengan kemampuan perusahaan yang ada. Perusahaan

membantu penggantian biaya Keluarga Berencana (KB) yang bersifat

setengah tetap atau tetap seperti program suntik KB, vasektomi atau

tubektomi yang diatur lebih rinci dalam Medical Policy. Namun biaya

Keluarga Berencana tidak termasuk dalam biaya pengobatan umum.

c. Program Konseling Keselamatan Kerja

Program ini dilakukan untuk mengetahui kondisi psikis dan fisik para

pekerja. Hal – hal yang dikonsultasikan kepada dokter dapat menyangkut

mengenai kondisi tubuh pekerja, kenyamanan dalam bekerja, keluhan

terhadap lingkungan kerja, keluhan mengenai rekan kerja, keluhan

mengenai atasan dan sebagainya.

Sehingga dengan mengetahui kondisi psikis maupun fisik pekerja,

dokter dapat menyarankan solusi terbaik yang dapat dilakukan. Dengan

demikian, pekerja dapat nyaman dalam bekerja dan produktivitas dalam

bekerja pun meningkat.

d. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan program yang rutin dilakukan

untuk meningkatkan pengetahuan dan mengingatkan kembali pekerja

mengenai hal – hal yang berhubungan dengan K3. Pelatihan yang

diberikan antara lain adalah First Aid. Pelatihan ini diberikan agar pekerja

mengetahui dan memahami bagaimana prosedur dalam menyelamatkan

korban saat terjadi keadaan darurat.

Page 51: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV. 30 Pelatihan First Aid

2. Preventif

Upaya preventif atau upaya pencegahan adalah sebuah usaha yang

dilakukan oleh perusahaan dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak

diinginkan dalam konteks ini adalah penyakit akibat kerja (PAK).

Sehingga diharapkan dengan adanya program – program yang bersifat

preventif ini dapat mencegah dan meminimalkan terjadinya penyakit

akibat kerja (PAK) di perusahaan. Program – program preventif adalah

sebagai berikut :

Page 52: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

a. Pemeriksaan Kesehatan

Pemeriksaan kesehatan merupakan salah satu program wajib yang

harus dilakukan oleh perusahaan. Terdapat 3 (tiga) macam pemeriksaan

kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

No 02 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam

Penyelenggaraan Keselamatan Kerja, yaitu pemeriksaan kesehatan

sebelum kerja (awal), pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan

kesehatan khusus. Di PT. Nippon Shokubai Indonesia ketiga pemeriksaan

tersebut dilakukan dengan penjelasan sebagai berikut :

1) Pemeriksaan kesehatan awal

Pemeriksaan kesehatan awal adalah pemeriksaan kesehatan yang

dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk

melakukan pekerjaan. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja

ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi

kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular

yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan

yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja

yang bersangkutan dan tenaga kerja yang lainnya dapat dijamin.

Pemeriksaan kesehatan awal di PT. Nippon Shokubai Indonesia

meliputi pemeriksaan kesehatan fisik lengkap, kesegaran jasmani, cek

gula darah, cek laboratorium, cek rontgen dan sebagainya.

2) Pemeriksaan Kesehatan Berkala

Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada

waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh

Page 53: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

dokter. Perusahaan harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala

bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun sekali. Hal tersebut juga

dilaksanakan di PT. Nippon Shokubai Indonesia.

Apabila ditemukan kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan

kesehatan pada tenaga kerja saat pemeriksaan berkala, perusahaan

wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-kelainan

tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin terselenggaranya

keselamatan dan kesehatan kerja. Misalnya apabila pekerja memiliki

nilai kolesterol yang tinggi, maka pekerja harus mengikuti program

reduce cholesterol sampai kadar kolesterolnya dalam keadaan normal.

3) Pemeriksaan Kesehatan Khusus

Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang

dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.

Pemeriksaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya

pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau

golongan-golongan tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan kesehatan ini

dilakukan untuk pekerja – pekerja yang memiliki nilai kolesterol

tinggi, obesitas, darah tinggi, dan penyakit – penyakit tertentu lainnya.

b. Surveilans Kesehatan Kerja

Surveilans merupakan proses pengumpulan, pengolahan dan analisis

data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, serta diseminasi

informasi tepat waktu kepada pihak – pihak yang perlu mengetahui

sehingga dapat diambil tindakan yang tepat (Last, 2001).

Page 54: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Surveilans yang dilakukan di PT. Nippon Shokubai Indonesia

bertujuan untuk memprediksi dan mendeteksi dini penyakit – penyakit

yang paling banyak terdapat di perusahaan. Selain itu juga memonitoring,

mengevaluasi dan memperbaiki program pencegahan dan pengendalian

terhadap penyakit – penyakit tersebut, serta memasok informasi untuk

menentukan prioritas, pengambilan kebijakan, perencanaan dan

implementasinya sehingga penyakit – penyakit tersebut dapat dikendalikan

dengan maksimal.

Gambar IV.31 Surveilans Kesehatan Kerja

c. Smoking Room

PT. Nippon Shokubai Indonesia merupakan perusahaan kimia dengan

resiko yang besar misalnya kebakaran, sehingga merokok di area

perusahaan masuk ke dalam salah satu poin dari golden rules. Sehingga

untuk menghindari resiko tersebut, disediakan smoking room bagi pekerja

yang merokok.

Page 55: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV.32 Smoking Room Area

d. Memfasilitasi Program Gizi Kerja

Dalam mempertahankan kesehatan fisik pekerjaan, gizi kerja

merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan oleh

perusahaan. Salah satu contoh bentuk program gizi kerja di PT. Nippon

Shokubai Indonesia adalah program penurunan kadar kolesterol.

Program – program yang dilakukan seperti sosialisasi, mengikuti Lipid

Control Program, kunjungan ke rumah pekerja, mengontrol kadar

kolesterol pekerja yang tinggi secara rutin, program Healthy Card. Lalu

nanti akan dilakukan evaluasi dan laporan mengenai hasil dari program

tersebut.

Diharapkan dengan adanya program ini, pekerja yang memiliki kadar

kolesterol tinggi dapat menurunkannya sehingga kondisi fisik pekerja

menjadi lebih sehat. Serta produktivitas pekerja pun akan ikut meningkat.

e. Memfasilitasi Program Olahraga

Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana

yang dilakukan orang dengan sadar untuk meningkatkan kemampuan

Page 56: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

fungsionalnya (Giriwijoyo, 2005). Sedangkan menurut International

Council of Sport and Education bahwa olahraga adalah kegiatan fisik yang

mengandung sifat permainan dan berisi perjuangan dengan diri sendiri

atau perjuangan dengan orang lain serta konfrontasi dengan unsur alam.

Fasilitas yang disediakan PT. Nippon Shokubai Indonesia dalam

bidang olahraga adalah sepak bola, bulu tangkis, futsal, basket renang,

aerobik, tenis meja dan sebagainya.

Gambar IV.33 Salah Satu Olahraga di PT. Nippon Shokubai

Indonesia

f. Pemberian Makanan Tambahan

Sesuai dengan perjanjian kerja bersama periode tahun 2011 -2013, PT.

Nippon Shokubai Indonesia memberikan extra-food untuk pekerja di

pabrik. Hal ini bertujuan untuk menambah gizi dan kalori bagi pekerja

agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan ILO (International

Labour Organization). Pemberian extra food secara ilmiah terbukti dapat

menurunkan kelelahan pekerja. Extra food ini harus dikonsumsi oleh

Page 57: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

pekerja di tempat kerja,extra food yang disediakan salah satunya adalah

susu.

g. Kontrol Makanan

Gambar IV.34 Program Kontrol Makanan

Makanan yang dikonsumsi oleh pekerja merupakan salah satu faktor

internal yang mempengaruhi produktivitas pekerja. Makanan yang

dikonsumsi pekerja saat beristirahat yaitu 4 jam setelah bekerja sangat

mempengaruhi kinerjanya setelah jam istirahat tersebut. Hal itu

dikarenakan setelah 4 jam bekerja, para pekerja cenderung mengalami

penurunan produktivitas kerja akibat penurunan kadar gukosa darah yang

diperlukan untuk menghasilkan tenaga. Sehingga makanan yang

dikonsumsi pekerja harus dalam keadaan baik, dalam artian memenuhi

standar energi yang diperlukan pekerja dan tidak menimbulkan efek buruk

bagi pekerja seperti keracunan.

Mengetahui pentingnya makanan yang dikonsumsi pekerja ini,

dilakukan pula program control makanan. Dokter dan perawat perusahaan

mengambil sampel setiap makanan yang disajikan di kantin. Lalu

menyimpannya selama 2 x 24 jam. Apabila terjadi masalah kepada

Page 58: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

pekerja, seperti keracunan. Maka sampel makanan tersebut akan diperiksa

lebih lanjut di laboratorium.

3. Kuratif dan Rehabilitatif

Program yang bersifat kuratif adalah program yang ditujukan untuk

proses penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit,

pengendalian penyakit agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal

mungkin. Dan program bersifat rehabilitatif adalah program untuk

mengembalikan pekerja ke lingkungan kerja kembali sehingga dapat

berfungsi sebagai pekerja yang memiliki produktivitas tinggi dengan

segala kemampuannya. Berikut program – program di PT. Nippon

Shokubai Indonesia yang bersifat kuartif dan rehabilitatif :

a. Jaminan Kesehatan

Kesejahteraan pekerja di PT. Nippon Shokubai Indonesia sangat

diperhatikan, salah satunya dengan adanya jaminan kesehatan pekerja.

Perusahaan mengganti biaya pengobatan untuk pekerja dan keluarganya

yang disesuaikan juga dengan kemampuan perusahaan karena sifatnya

membantu. Klasifikasi tersebut adalah pertama bantuan pengobatan utama

untuk rawat jalan, rawat inap dan melahirkan. Sedangkan pengobatan lain

dan alat bantu kesehatan adalah seperti bantuan imunisasi, perawatan gigi,

kaca mata untuk lensa dan bingkai serta alat bantu dengar. Dan yang

terakhir adalah dengan adanya medical check-up rutin.

b. Adanya sistem rujukan.

PT. Nippon Shokubai Indonesia bekerja sama dengan beberapa

Rumah Sakit sebagai tempat rujukan apabila terjadi kecelakaan di

Page 59: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

perusahaan. Selain rumah sakit, puskesmas juga dapat menjadi tempat

rujukan bagi tenaga kerja. Sehingga dengan adanya sistem rujukan ini,

pekerja mendapatkan bantuan medis yang lebih baik untuk memulihkan

kondisinya.

4.2.5 Program K3L di PT. Nippon Shokubai Indonesia

1. Taiso (Senam Pagi)

Gambar IV. 35 Taiso

Taiso merupakan bahasa Jepang yang artinya adalah senam, atau juga

dapat diartikan sebagai senam kesegaran jasmani. Sedangkan menurut

kamus standar bahasa Jepang, taiso adalah olah raga senam atau latihan

gerak badan.

Di PT. Nippon Shokubai Indonesia, taiso dilakukan setiap hari kerja

sebelum memulai aktivitas. Taiso biasanya dilaksanakan 5 menit sebelum

Page 60: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

pekerjaan dimulai yaitu pukul 07.55 WIB. Tanda bahwa taiso akan

dimulai adalah dengan terdengarnya music taiso di seluruh area tempat

kerja.

Taiso ini dilakukan di seluruh area kerja, di halaman, parkiran bahkan

lobi. Apabila musik taiso diputar, maka akan secara otomatis para pekerja,

kontraktor dan tamu akan bergerombol membentuk barisan dan semua

melaksanakan taiso.

Taiso memiliki banyak manfaat bagi tenaga kerja yang

melaksanakannya. Manfaat dari taiso adalah sebagai berikut :

a. Melancarkan peredaran darah keseluruh tubuh;

b. Mengurangi rasa lelah yang dirasakan pada bahu dan leher;

c. Meningkatkan fungsi dari saluran pernafasan;

d. Meluruskan fungsi ruas tulang belakang;

e. Mencegah terjadinya sakit pinggang; dan

f. Mampu meregangkan otot – otot di bagian pinggang

2. Training

Training atau pelatihan pengembangan bagi karyawan perusahaan

mempunyai banyak manfaat baik bagi karyawan itu sendiri maupun bagi

perusahaan. Karyawan akan semakin bertambah pengetahuannya,

potensinya maupun kompetensinya, yang akan berimplikasi positif bagi

perusahaan. Perusahaan selalu membutuhkan tenaga-tenaga yang

berkompeten di bidangnya untuk meningkatkan laju laba perusahaan

karena apabila perusahaan memiliki tenaga kerja yang berkompeten

diharapkan mampu meningkatkan produktifitas kerja sehingga mampu

Page 61: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

meningkatkan laba bagi perusahaan, sehingga rekruitmen dan pembinaan

karyawan yang tepat menjadi hal penting yang harus diperhatikan.

Banyak sekali manfaat yang didapatkan dari hasil training atau

pelatihan pengembangan. Berikut ini adalah ringkasan manfaat training

dan pelatihan karyawan secara umum, dari sudut pandang berbagai pihak

yang terlibat di dalamnya.

Manfaat training bagi perusahaan adalah memiliki tenaga kerja yang

ahli dan terampil, meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja,

meningkatkan produktivitas kerja, mengurangi biaya karena waktu yang

terbuang akibat kesalahan-kesalahan, meningkatkan mutu hasil kerja dan

meningkatkan profit perusahaan. Sedangkan manfaat bagi manajer adaah

memiliki anak buah yang ahli dan terampil, dapat mendelegasikan lebih

banyak tugas dan tanggung jawab kepada bawahan, terlepas dari hal-hal

kecil yang bukan porsinya untuk ditangani, tugas dan pekerjaan berjalan

lancar walau manajer tidak di tempat. Dan yang paling penting manfaat

yang didapatkan oleh pekerja adalah dapat mengurangi waktu yang

digunakan untuk belajar, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan,

meningkatkan rasa percaya diri dan dapat meningkatkan kepuasan kerja

Page 62: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV.36 Training Fire Truck

Dengan banyaknya manfaat yang didapatkan karena adanya training,

maka pihak Departemen SE PT. Nippon Shokubai Indonesia

menyelenggarakan program yaitu 1000 Hours Training. Training ini

ditargetkan dalam 1 (satu) tahun. Berikut adalah macam – macam training

yang diberikan kepada pekerja selama 1 (satu) tahun ini :

Tabel IV.2 Macam – Macam Training di PT. Nippon Shokubai Indonesia

No Training No Training

1 Occupational Disease 14 Confined Space Awareness

2 SCBA (Self-Contained

Breathing Apparatus)

15 Scafolding

3 SDS (Safety Data Sheets) 16 Near Miss

4 Fire Extinguisher 17 KYT (Kiken Yochi

Training)

5 Fire Truck 18 Transporter

6 PPE (Personal Protection

Equipment)

19 Our New Concept

Page 63: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

No Training No Training

7 Human Error 10 PTE (Product

Transportation Emergency

8 BBS (Behaviour Based Safety 21 Work Permit

9 Airlines Respirators 22 Fire Alarm

10 Faktor – Faktor Bahaya

Lingkungan Kerja

23 Occupational Related Work

Disease

11 Prinsip - Prinsip Ergonomi 24 10 Basic Safety

12 Hira Procedure Presentation 25 Pengendalian Bahan Kimia

Berbahaya

13 Work Diciplines & SE

Regulation

26 Emergency Preparedness

& Response

Sumber : Dokumen Safety and Environment Departement

3. Inspeksi

Inspeksi adalah sistem yang baik untuk menemukan suatu masalah dan

menaksir jumlah risiko sebelum terjadi accident dan kerugian lain yang

dapat muncul. (Bird, Frank E. and George L. Germain, 1990).

Inspeksi yang dilakukan di PT. Nippon Shokubai adalah inspeksi yang

dilakukan terhadap peralatan – peralatan penanganan keadaan darurat

antara lain adalah fire extinguisher, fire hydrant, fire hose box, eye wash,

shower, foam tank, dan breathing apparatus.

4. Patrol

Patrol merupakan kegiatan patroli untuk memantau pelaksanaan K3 di

seluruh area kerja. Pada dasarnya melakukan patrol keselamatan dan

kesehatan kerja tidaklah bertujuan untuk mencari kesalahan, akan tetapi

maksud utamanya adalah untuk menyakinkan apakah semua tata cara kerja

dilaksanakan sesuai dengan norma-norma keselamatan yang telah ada.

Page 64: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Berikut merupakan macam patrol yang diterapkan di PT. Nippon Shokubai

Indonesia

g. 5S Patrol

5S berasal dari bahasa jepang yang diawali dengan huruf „S‟, dan

merupakan sebuah filosofi dan cara dalam menyusun dan mengatur

tempat kerja. 5S adalah suatu sistem yang berperan dalam mengurangi

pemborosan dan mengoptimalkan produktivitas melalui perawatan

tempat kerja dan menggunakan penandaan visual untuk mencapai hasil

yang konsisten.

5S adalah huruf awal dari lima kata Jepang yaitu Seiri, Seiton,

Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke, yang dalam bahasa Indonesia di

terjemahkan menjadi 5R, yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan

Rajin. Kata-kata tersebut mencerminkan urutan penerapan dari proses

transformasi 5S. Beberapa keuntungan dari penerapan 5S adalah

dicapainya perbaikan dan peningkatan efisiensi, pelayanan,

keuntungan, dan keselamatan.

PT. Nippon Shokubai Indonesia meruakan PMA Jepang, sehingga

terdapat budaya kerja Jepang yang diterapkan di perusahaan ini, seperti

5S ini. 5S patrol dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan sekali. Anggota

yang meakukan patrol terdiri dari perwakilan tiap – tiap departemen,

karena 5S patrol dilaksanakan tidak hanya di area pabrik melainkan di

seluruh area kerja misalnya public area, contractor area dan B3

Storage.

Page 65: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

b. Transporter Patrol

Transporter patrol dilakukan rutin 1 (satu) kali dalam sebulan.

Patrol ini menilai dan memastikan mengenai kelayakan jalan alat

transportasi serta pengendaranya. Untuk pemeriksaan pada kendaraan

pengangkut, harus memenuhi syarat mengenai kendaraan pengangkut

bahan berbahaya dan beracun seperti terteranya identitas perusahaan,

terdapat alat pemadam kebakaran, kotak obat lengkap, emergency call,

dan perlengkaan keadaan darurat seperti rambu portable, kerucut

pengaman, segitiga pengaman, dongkrak, pasir, sekop yang tidak

menimbulkan api, lampu senter, ganjal roda yang kuat dan sebagainya.

Selain memeriksa perlengkapan kendaraan pengangkut, juga

memeriksa mengenai kondisi kendaraan. Misalnya memeriksa ban,

rem, setir dan sebagainya. Hal ini untuk mencegah terjadinya masalah

saat melakukan pengangkutan di jalan.

Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap pengendara, dilakukan

dengan memeriksa persyaratan umum seperti kepemilikan Surat Izin

Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kepemilikan Kendaraan (STNK) dan

surat – surat yang mendukung lainnya. Selain itu, pengetahuan

pengendara mengenai bahan yang diangkut misalnya cara mengatasi

kondisi darurat saat di perjalanan dan lain – lain.

c. Quality Patrol

Quality Patrol dilaksanakan rutin setiap 1 (satu) bulan sekali,

tujuan patrol ini adalah untuk tetap menjaga agar kualitas proses dan

hasil produksi tetap baik. Dalam quality patrol, dilakukan pemeriksaan

Page 66: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

mengenai higiene industri pada bagian proses produksi, analisis di

laboratorium, penyimpanan produk hingga distribusi produk.

d. EHS Patrol

Sama halnya dengan safety patrol yang lain, EHS patrol juga rutin

dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan sekali. Dalam patrol ini, diperiksa

mengenai terlaksana atau tidaknya norma keselamatan dan kesehatan

kerja di perusahaan. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD),

penempatan alat kerja merupakan bagian – bagian yang diperiksa atau

dipantau saat EHS patrol.

5. Cleaning Day

Gambar IV.37 Cleaning Day

Page 67: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Program cleaning days dilaksanakan rutin 2 (kali) setiap 1 (satu)

bulan, pada minggu pertama dan ketiga. Program ini dilaksanakan oleh

semua pekerja di PT. Nippon Shokubai Indonesia dan kontraktor. Area

pelaksanaan cleaning days tidak meliputi plant dan building, pada

minggu pertama adalah di responsible area dan minggu kertiga di area

yang ditentukan seperti area parker dan lainnya.

Pekerja akan disediakan kantong plastik yang digunakan untuk tempat

menyimpan sampah, peserta juga dapat menggunakan sarung tangan

milik pribadi yang telah disediakan oleh perusahaan.

6. Work Permit

Tujuan diterapkannya work permit di PT Nippon Shokubai Indonesia

adalah sebagai penetapan izin kerja untuk menjaga peralatan pabrik,

karyawan dan kontaktor selama melakukan pekerjaan dan setelah bekerja

di area pabrik. Work permit meliputi semua permintaan izin kerja untuk

jenis pekerjaan terdiri dari Hot Work, Confined Space Work, Excavation

Work, Cold Work, Rotating Machine dan Lockout Work

a. Hot Work Permit

Hot Work Permit adalah izin kerja untuk pekerjaan dengan

peralatan yang dapat memicu atmosphere mudah terbakar oleh panas

ataupun percikan api. Contoh dari hot work adalah

pengelasan,menggiling, mematri, memotong, membakar, pemanasan,

pemotongan menggunakan api, sandblasting kering, pelat listrik panas,

solder, ataupun pekerjaan yang dapat menimbulkan api yang tidak

terkendali.

Page 68: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Hot work permit di seluruh area plant harus dilampirkan Job Sheet,

harus diperiksa satu hari sebelumnya. Namun apabila pekerjaan lebih

dari satu hari, maka harus melampirkan Hot Work Plural Days Form

yang disiapkan oleh Departemen Safety and Environment. Tanda

warna untuk Hot Work Permit Form adalah merah.

Tanggung jawab untuk pekerja hot work adalah sebagai berikut :

1) Mengenakan gelang berwarna merah.

2) Memastikan semua peralatan dan alat – alat kerja dan alat

keselamatan yang akan digunakan untuk hot work dalam kondisi

baik dan aman.

3) Permintaan melakukan pengujian gas dengan gas detector kepada

Departemen Safety and Environment.

b. Confined Space Work Permit

Confined space adalah izin kerja untuk pekerjaan diruang terbatas,

daerah yang tidak diperuntukkan sebagai tempat kerja yang tidak

setiap saat bisa memasukinnya, ruangan yang mengandung zat

berbahaya seperti (gas, cair, uap, asap, dan sebagainya) ataupun

minimnya oksigen. Ruang terbatas meliputi reaktor, kolom tangki,

pipa, boiler, terowongan, pekerjaan penggalian lebih dari 150cm atau

pekerjaan dimana kepala pekerja berada dibawah bagian atas ruang.

Tanda warna untuk Confned Space Work Permit Form adalah hijau.

Tanggung jawab untuk pekerja confined space:

1) Mengenakan gelang berwarna hijau.

Page 69: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

2) Menuliskan nama, waktu masuk di confined space di papan,

setelah keluar pekerja harus menghapus nama yang ada dipapan.

3) Memantau orang – orang yang bekerja di dalam confined space.

4) Memberikan permintaan keluar segera, jika ditemukan kelainan

atau masalah tertentu.

5) Melakukan pengujian gas, dan mengisi data pada papan saat akan

memulai pengujian.

6) Memeriksa semua tempat kerja, ketika confined space work permit

telah selesai.

c. Rotating Machine dan Lockout Work permit.

Rotating Machine dan Lockout Work permit adalah izin kerja

untuk pekerjaan pada kegiatan mesin berputar, listrik, hidrolik,

pneumatik, dan sebagainya. Rotating Machine dan Lockout Work

Permit harus di lampirkan Isolation Certificate (dibuat oleh

departemen produksi) kemudian diperiksa satu hari sebelumnya.

Apabila pekerjaan akan dilakukan lebih dari satu hari akan dizinkan

dengan melampirkan Rotating Machine and Lockout Work Plural

Days Form yang telah disiapkan oleh Departemen Safety Environment.

Masa masa berlaku work permit tersebut selama 1 bulan, jika

pekerjaan belum selesai maka mendaftar ulang izin kerja baru.

Dilakukan oleh pemohon work permit kepada Departemen Safety

Environment. Tanda warna untuk Rotating Machine and Lockout Work

Permit Form adalah cokelat.

Page 70: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

d. Excavation Work Permit

Excavation Work Permit adalah izin untuk pekerjaan yang

memerlukan penggalian atau tumpukan 30cm dibawah permukaan

tanah. Apabila pekerjaa lebih dari satu hari akan diizinkan dengan

melampirkan Excavation Work Plural days Form yang disediakan oleh

Safety Environment Departement yang berlaku selama 1 bulan, namun

jika pekerjaan belum selesai maka harus melakukan izin kerja untuk

bulan berikutnya. Tanda warna untuk Excavation Work Permit Form

adalah biru.

e. Cold Work Permit

Cold Work Permit adalah izin kerja umum yang diperlukan untuk

pekerjaan tanpa melibatkan adanya panas, nyala api, loncatan listrik,

radiasi, ruang tertutup, dan pekerjaan dengan pressure bertekanan

tinggi (tes pneumatik).

Dalam semua tingkat keamanan Safety Environment Departement

akan menandatangani awal dan setelah selesai bekerja. Lebih dari satu

hari diizinkan dengan melampirkan Cold Work Plural days Form yang

disediakan oleh Safety Environment Departement yang berlaku selama

1 bulan, namun jika pekerjaan belum selesai maka harus melakukan

izin kerja untuk bulan berikutnya. Tanda warna untuk Cold Work

Permit Form adalah kuning.

7. Hazard Identification and Risk Assesment (HIRA)

Tujuan diadakannya HIRA di PT. Nippon Shokubai Indonesia adalah

untuk menyediakan sistem untuk melakukan identifikasi bahaya, penilaian

Page 71: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

resiko setiap pekerjaan di area kerja PT. Nippon Shokubai Indonesia,

dengan langkah – langkah kerja dapat ditentukan klasifikasi resiko dan

identifikasi pekerjaan untuk dihilangkan atau dikendalikan bahaya –

bayanya tersebut.

Di PT. Nippon Shokubai Indonesia, HIRA dilakukan dengan mengisi

Risk Assessment Table yang terdiri dari bagian – bagian berikut :

a. Kolom Departement / Section yang harus diisi oleh departemen yang

melakukan HIRA.

b. Kolom Risk Assessment Number yang diisi sesuai dengan

departemennya S – 1 – 2 – R yang berarti S sebagai tanda

departemennya yaitu Safety and Environment, 1 sebagai tanda

bagiannya yaitu Safety, 2 sebagai tanda nomor pekerjaan yang

dilakukan tiap bagian, dan R sebagai tanda area atau lokasi pekerjaan

tersebut yang berarti Red atau area kerja merah.

c. Kolom Equipment yang diisi mengenai alat yang digunakan dalam

melakukan pekerjaan.

d. Kolom Work diisi mengenai pekerjaan apa yang sedang di analisis.

e. Kolom Work Classification yang diisi berdasarkan kapan pekerjaan

tersebut dilaksanakan, apakah merupakan pekerjaan rutin, pekerjaan

tidak rutin atau pekerjaan yang bersifat darurat.

f. Kolom Members diisi dengan nama – nama anggota – anggota yang

melakukan analisis.

g. Kolom Accident classification yang diisi berdasarkan 19 kategori

kecelakaan, sebagai berikut :

Page 72: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

1) Fall down yaitu orang jatuh dari tempat kerja yang lebih tinggi;

2) Fall in yaitu orang jatuh pada tingkat ketinggian yang sama,

termasuk terpeleset, tersandung atau tidak seimbang;

3) Struct against yaitu orang yang menabrak atau membentur benda

yang dalam keadaan diam atau tidak bergerak;

4) Flung away yaitu seseorang atau sebuah benda yang terpental dari

asalnya;

5) Collapse yaitu suatu benda yang jatuh dan mengalami kerusakan

atau seseorang yang tidak sadar atau pingsan;

6) Struck by yaitu orang yang terpukul atau tertabrak atau tertimpa

oleh benda yang bergerak;

7) Caught between yaitu orang yang terjepit, terjebak, terperangkap

diatara suatu benda yang dalam keadaan tidak bergerak dan benda

yang bergerak atau diantara dua benda yang bergerak;

8) Cutting, rubbing yaitu kecelakaan karena kontak dengan benda

tajam dan kerusakan jaringan karena kontak dengan benda kasar

atau benda yang abrasive;

9) Caught in yaitu kecelakaan kerja yang diakibatkan tertusuk benda

yang runcing;

10) Drowning yaitu kecelakaan yang terjadi karena tenggelam atau

terendam dalam cairan;

11) Contact with extremes temperature yaitu kecelakaan yang terjadi

diakibatkan oleh benda yang terlalu panas dan dingin;

Page 73: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

12) Contact with hazardous substance yaitu kecelakaan yang terjadi

karena adanya kontak dengan sumber radiasi, bahan kimia

berbahaya, termasuk bahan – bahan yang dapat menyebabkan

gangguan pernafasan, keracunan makanan, kerusakaan pada kulit

dan lain – lain;

13) Contact with electric yaitu kecelakaan yang terjadi karena kontak

dengan bahan konduktor yang teraliri oleh arus listrik;

14) Explosion yaitu adanya ledakan yang keras dan terbakar, yang

biasanya dikarenakan oleh kebakaran dan tekanan tinggi;

15) Burst (without fire) yaitu adanya ledakan yang menyebabkan

terjadinya pecah yang berkeping- keeping, bergerak dan terbuka

dengan kuat dan secara tiba –tiba;

16) Fire yaitu adanya kebakaran, dimana terjadi cahaya yang terang,

panas dan asap sebagai tandanya;

17) Traffic accident yaitu kecelakaan yang terjadi pada kendaraan yang

bergerak;

18) Overexertion yaitu masalah yang terjadi pada orang yang bekerja

terlalu berat, terlalu cepat, terlalu tinggi, terlalu besar dan lain –

lain yang sifatnya menunjukkan sesuatu yang berlebihan

melampaui kemampuannya;

19) Other yaitu masalah – masalah yang dapat terjadi di area kerja

yang tidak tergolong pada 18 kategori sebelumnya, misalnya

ergonomic.

Page 74: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

h. Kolom Description of supposed accident yaitu melakukan diskripsi

mengenai klasifikasi accident

i. Kolom Assessment before countermeasure yaitu work frequency yang

dibedakan berdasarkan waktu melakukan pekerjaan, lalu protection

level mengenai ada, tidak, cukup dan tidak cukupnya proteksi terhadap

bahaya – bahaya di area kerja tersebut, dan terakhir adalah hazardous

consequence yaitu akibat yang ditimbulkan dari terjadinya accident.

Prameter nilai ditentukan dari 1 – 5.

j. Kolom Risk yaitu nilai – nilai tersebut dilakukan pengukuran dengan

rumus ((1+2) / 2 ) x 3, 1 untuk nilai 1 work frequency, 2 nilai

protection level dan 3 adalah nilai hazardous consequence.

k. Countermeasure yaitu upaya pengendalian yang akan dilakukan untuk

meminimalkan bahaya dan resiko.

Setelah semua poin terisi, maka dilakukan penandatanganan dokumen,

lalu dilaksanakan measurement yang telah dibuat. Apabila terdapat

penambahan aktivitas kerja dan peralatan kerja baru maka harus

dilakukan HIRA kembali. Apabila nilai pada risk tinggi maka perlu

diterapkan measurement yang telah dibuat. Apabila sudah terlaksana,

maka harus dilaksanakan HIRA kembali untuk mengisi kolom HIRA

bagian Assesment After Countermeasure.

8. Monitoring Lingkungan

Monitoring lingkungan di PT. Nippon Shokubai Indonesia dilakukan

secara rutin oleh pihak internal maupun eksternal. Monitoring lingkungan

Page 75: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

internal dilakukan oleh Departemen Safety dan Environment, sedangkan

untuk eksternal dilakukan oleh PT. Unilab Perdana.

a. Kebisingan

Menurut Suma‟mur (2009) kebisingan adalah bunyi atau suara yang

keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam

rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai

semua suara atau bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-

alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu

dapat menimbulkan gangguan pendengaran

Kebisingan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No :

Per.13/MEN/X/2011 adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada

tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Dengan kata

lain kebisingan adalah suara yang tidak disukai atau tidak diharapkan yang

sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat mengganggu seseorang.

Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunkan Sound Level

Meter (SLM). SLM dilengkapi alat yang dapat merinci frekuensi bunyi

berbeda. SLM juga dapat mengukur gelombang suara dan dapat

membedakan besar amplitudo suara dalam berbagai frekuensi. Mekanisme

kerja SLM apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan

terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini,

selanjutnya akan menggerakkan meter penunjuk (Humess & Bess, 2009).

Pentingnya dilakukan pengukuran intensias kebisingan adalah untuk

mengetahui kondisi lingkungan kerja dan untuk mengetahui efek

Page 76: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

kebisingan terhadap pendengaran pekerja sehingga dapat dilakukan upaya

pengendalian apabila kebisingan melebihi Nilai Ambang Batas (NAB)

Cara Pengukuran intesitas kebisingan di tempat kerja dilakukan

dengan langkah – langkah berikut :

1) Memeriksa baterai;

2) Menentukan weighting network yang sesuai;

3) Sebelum dilakukan pengukuran SLM dikalibrasi dengan kalibrator;

4) SLM diletakkan pada tripod dimana operator 0,5 meter.

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya ditempat

kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja

masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8

(delapan) jam sehari dan 40 jam seminggu.

Tabel IV.3 Paparan Intensitas Kebisingan Yang Diperkenankan Kepada

Tenaga Kerja Berdasarkan OSHA dan ACGIH

LAMANYA PEMAPARAN YANG

DIPERKENANKAN (JAM)

INTENSITAS KEBISINGAN

(dBA)

OSHA ACGIH OSHA ACGIH

-

-

8

6

4

3

2

1,5

1

0,5

0,25

16

8

4

-

2

-

1

-

0,5

0,25

0,125

-

-

90

92

95

97

100

102

105

110

115

80

85

90

-

95

-

100

-

105

110

115

Page 77: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Keterangan :

OSHA = Ocupational Safety and Health Administration

ACGIH = American Conference Governmental Industrial Hyginiest

TLV = Threshold Limit Values

Sedangkan menurut lampiran I Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No.13 Tahun 2011 Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas

kebisingan adalah sebagai berikut :

Tabel IV.4 Nilai Ambang Batas (NAB) Intensitas Kebisingan

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No.13 Tahun 2011

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13

Tahun 2011

Hasil pengukuran intensitas kebisingan di PT. Nippon Shokubai

Indonesia memperlihatkan bahwa terdapat beberapa area plant yang

memiliki intensitas kebisingan melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang

Page 78: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor

Per.13/MEN/X/2011, OSHA maupun ACGIH.

Pihak PT. Nippon Shokubai Indonesia telah dilakukan upaya

pengendalian terhadap nilai intensitas kebisingan tersebut, dengan

memberikan Alat Pelindung Diri (APD) seperti earplug dan earmuff dan

pemberian sign pada area dengan tingkat kebisingan tinggi.

b. Getaran

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

13 Tahun 2011, getaran adalah gerakan bolak balik suatu massa melalui

keadaan seimbang terhadap suatu titik acuan. Sedangkan getaran mekanik

adalah suatu gerakan osilasi atau mondar mandir sebuah benda atau bidang

terhadap posisi pembanding. Getaran tersebut dapat terdiri dari satu

komponen tunggal atau beberapa komponen yang sangat kompleks.

Getaran mekanik biasanya terjadi karena mesin-mesin atau alat-alat

mekanik lainnya yang dijalankan dengan suatu motor. Sebagian getaran

mekanik tersebut akan disalurkan ketubuh tenaga kerja yang menjalankan

mesin atau alat.

Paparan getaran dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut :

a. Hand Arm Vibration (HAV)

HAV yaitu getaran yang terjadi pada lengan atau tangan yang kontak

dengan permukaan yang sedang bergetar. HAV yaitu kelainan pada

persyarafan, peredaran darah dan kerusakan-kerusakan pada persendian

tulang. HAV getaran dipancarkan dari pekerjaan memproses ke dalam

tangan para pekerja dan lengan. Hal ini dapat disebabkan oleh operasi

Page 79: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

peralatan hand-guided seperti mesin pemotong rumput atau dengan

material pemilikan diproses oleh mesin seperti gerinda dan lain – lain.

b. Whole Body Vibration (WBV)

WBV yaitu getaran yang terjadi karena adanya kontak antara tubuh

(seluruh tubuh) dengan permukaan yang bergetar. WBV yaitu timbulnya

resonansi atau turut bergetarnya alat-alat tubuh yang juga bersifat

mekanis. WBV adalah getaran yang merambat dari suatu permukaan

sampai ke tubuh pekerja. Getaran alat berat atau kendaraan disalurkan

melalui tempat duduk operator. Efek bagi kesehatan pekerja dengan

paparan Whole Body Vibration (WBV), biasanya diawali dengan sakit

punggung bagian bawah dan mengalami tidak nyaman dibagian punggung

ketika berjalan.

Getaran di tempat kerja harus dilakukan pengukuran. Tujuan dari

pengukuran getaran adalah untuk mengetahui tingkat intensias getaran

yang terpapar (tingkat pemaparan seseorang) dan mengetahui keadaan atau

kondisi mesin sehingga apabila terdapat kerusakan mesin dapat diketahui

dengan naiknya tingkat getaran untuk dilakukannya deteksi dini.

Intensitas getaran yang dipaparkan kepada pekerja juga memiliki Nilai

Ambang Batas (NAB) yang telah ditentukan. Berdasarkan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang

Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja,

NAB dari getaran adalah sebagai berikut :

Page 80: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Tabel IV.5 Nilai Ambang Batas Getaran Berdasarkan Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011

Di PT. Nippon Shokubai Indonesia, intensitas getaran paling tinggi

terdapat di area SAP Plant FUB lantai 2 dengan sumber getaran terletak

pada mesin blower dengan intensitas getaran sebesar 17,6 mm/detik. Lalu

14,8 mm/detik di area HPPA Plant yang sumber getarannya juga berasal

dari mesin blower.

c. Penerangan

Intensitas penerangan di tempat kerja dimaksudkan untuk menberikan

penerangan kepada benda-benda yang merupakan obyek kerja, peralatan

atau mesin dan proses produksi serta lingkungan kerja. Untuk itu

diperlukan intensitas penerangan yang optimal. Selain menerangi obyek

kerja, penerangan juga diharapkan cukup memadai menerangi keadaan

sekelilingnya. Intensitas penerangan merupakan aspek penting di tempat

kerja, karena berbagai masalah akan timbul ketika kualitas intensitas

penerangan di tempat kerja tidak memenuhi standar yang ditetapkan.

Jumlah waktu

pemajanan

Nilai percepatan pada frekuensi dominan

per hari kerja Meter per detik kuadrat

(m / det 2)

Grafitasi (G)

4 jam dan kurang dari

8 jam

4 0.40

2 jam dan kurang dari

4 jam

6 0.61

1 jam dan kurang dari

2 jam

8 0.81

kurang dari 1 jam 12 1.22

Page 81: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Dari hasil montoring lingkungan penerangan, dapat diketahui hasil

pengukuran tiap area perusahaan. Namun untuk menentukan apakah

penerangannya sudah mencukupi atau belum tidak data dipastikan. Karena

kenyamanan pekerja, seperti tidak silau, terang, gelap pada setiap pekerja

dan ruang kerja berbeda – beda. Namun apabila dibandingkan dengan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1406/MENKES/SK/XI/XI/2002

Tentang Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Indutri yang

menyatakan bahwa 300 lux merupakan tingkat penerangan minimal untuk

pekerjaan yang tergolong rutin, seperti ruang administrasi, ruang control,

ekerjaan mesin dan perakitan. Maka terdapat 4 area yang masih dibawah

nilai minimal penerangan tersebut, yaitu DCS Control Room, SAP

Laboratory, AA Laboratory dan Logistic Ware House.

d. Iklim Kerja

Iklim kerja merupakan keadaan lingkungan kerja yang diukur dari

perpaduan antara suhu udara (suhu basah dan suhu kering), kelembapan

udara, kecepatan aliran udara, dan suhu radiasi. Kombinasi dari keempat

faktor itu dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut

dengan tekanan panas (heat stress), heat stress merupakan beban iklim

kerja yang diterima oleh tubuh manusia.

Iklim kerja (panas) merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya

cukup dominan terhadap kinerja sumber daya manusia bahkan

pengaruhnya tidak terbatas pada kinerja saja melainkan dapat lebih jauh

lagi, yaitu pada kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Untuk itu

diperlukan standart untuk mengenai ikim kerja (panas) dengan parameter

Page 82: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

indek suhu basah dan suhu bola mencakup prinsip pengukuran, peralatan,

prosedur kerja, penentuan titik pengukuran dan perhitungan. Standar

pengukuran merupakan cara pemantauan tempat keja yang mempunyai

potensi bahaya bagi tenaga kerja yang bersumbe dari iklim kerja (panas).

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13

Tahun 2011, nilai ambang batas iklim kerja indeks suhu basah dan bola

yang diperkenankan adalah sebagai berikut ;

Tabel IV.6 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Suhu

Bola Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011.

Pengaturan waktu kerja

setiap jam

ISBB (OC)

Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75 % - 100 & 31.0 28,0 -

50 % - 75 % 31,0 29,0 27,5

25 % -50 % 32,0 30,0 29,0

0 % - 25 % 32,2 31,1 30,5

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun

2011

Pihak Departemen Safety and Environment akan melakukan

pengendalian dengan melakukan diskusi dengan dokter perusahaan dan

departemen Production untuk melakukan pengaturan jam kerja yang

sesuai dengan iklim kerja pada area plant. Sehingga produktivitas pekerja

dapat tetap tinggi dan tidak menimbulkan dampak – dampak buruk akibat

heat stress.

Page 83: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

4.2.6 Sasaran Program K3 di PT. Nippon Shokubai Indonesia

Kebijakan mengenai program K3 merupakan salah satu unsur pembinaan

kepada para karyawan jajaran manajemen, pekerja dan mitra kerja yang berada di

lingkungan kerja PT. Nippon Shokubai Indonesia.

4.2.7 Pengaturan Shift Kerja dan Jam Kerja

Terdapat 2 (dua) jenis pekerja di PT. Nippon Shokubai Indonesia, yaitu

pekerja daily dan pekerja shift. Jam kerja untuk pekerja daily adalah 8 jam per hari

mulai pukul 08.00 – 17.00 WIB. Sedangkan pengaturan jam kerja untuk pekerja

shift adalah 3 (tiga), yaitu sebagai berikut :

1. Shift 1 : 08.00 - 16.00 WIB

2. Shift 2 : 16.00 - 23.00 WIB

3. Shift 3 : 23.00 - 08.00 WIB

4.2.8 Emergency Respone Tool

1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

APAR adalah alat pemadam api berbentuk tabung (berat maksimal 16

kg) yang mudah dioperasikan oleh satu orang untuk pemadam api pada

awal terjadi kebakaran (APAR, Petrokimia, 1988). APAR (Alat Pemadam

Api Ringan) sebagai alat untuk memutuskan atau memisahkan rantai tiga

unsur (sumber panas, udara dan bahan bakar). Dengan terpisahnya tiga

unsur tersebut, kebakaran dapat dihentikan (Gempur Santoso, 2004).

a. Penyediaan APAR

PT. Nippon Shokubai Indonesia telah menyediakan APAR untuk

menanggulangi kebakaran pada awal terjadinya. Jumlah APAR serta

jenisnya disediakan sesuai dengan resiko kebakarannya. Terdapat 2 (dua)

Page 84: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

macam jenis APAR yang disediakan, yaitu APAR jenis dry chemical

powder dan jenis CO2. Beratnya pun juga bermacam – macam, untuk jenis

dry chemical powder terdapat 5 klasifikasi berat yaitu 1 kg, 3 kg, 4.5 kg, 6

kg dan 50 kg. Sedangkan untuk jenis CO2, terdapat APAR dengan berat 5

kg dan 23 kg. Jumlah APAR di seluruh area perusahaan untuk dry

chemical powder adalah sebanyak 293 buah dan 39 buah untuk jenis CO2.

Gambar IV.38 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

b. Perawatan dan Pemeriksaan APAR

APAR yang terdapat di PT. Nippon Shokubai Indonesia secara rutin

dilakukan perawatan dan pemeriksaan setiap 1 (satu) bulan sekali yang

Page 85: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

disesuaikan dengan jadwal inspeksinya. Sehingga keadaan APAR di

seluruh area perusahaan selalu dalam keadaan baik dan layak saat dipakai.

c. Penempatan APAR

Gambar IV.39 Penempatan APAR

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

Per-04/MEN/1980, pemasangan APAR di PT. Nippon Shokubai Indonesia

telah sesuai. Misalnya APAR diletakkan pada posisi yang mudah

dijangkau dan dilihat oleh pekerja yang dilengkapi dengan tanda

Page 86: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

pemasangan. Semua tabung APAR berwarna merah, dan APAR diletakkan

di dalam peti (box) yang tidak dikunci.

d. Inspeksi APAR

Gambar IV.40 Inspeksi APAR

Perusahaan harus memastikan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

dapat dipakai dan berfungsi dengan baik apabila dalam suatu kondisi

emergency. Perusahaan harus menunjuk seseorang yang bertanggung

jawab untuk melakukan inspeksi dan maintenance APAR. Sehingga

apabila terdapat APAR dalam kondisi yang tidak baik dapat segera

ditangani. Begitu pula halnya yang dilakukan PT. Nippon Shokubai

Indonesia, inspeksi APAR dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali.

Langkah – langkah dalam melakukan inspeksi APAR adalah dengan

memeriksa :

Page 87: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

1) Segel atau pin tidak rusak dan berada ditempatnya;

2) Konsisi fisik dari APAR (bersihkan tabung, selang, handle, nozzle

dari kotoran);

3) Pastikan tabung gas bertekanan dalam kondisi penuh sesuai dengan

kapasitas tabungnya dengan melihat jarum pressure gauge, apabila

di area hijau maka APAR dalam keadaan terisi penuh sesuai

kapasitasnya

4) Pastikan kondisi pressure gauge baik ( dengan menyentil pressure

gauge dengan jari, pressure gauge yang baik jarumnya tidak akan

bergoyang);

5) Pastikan APAR belum memasuki masa kadaluarsa;

6) Jika merasa berat APAR tidak sesuai dengan berat yang tertera,

maka sebaiknya ditimbang;

7) Tabung tidak rusak atau cacat atau bocor. Jika ada kebocoran pada

tabung, tabung harus segera diganti yang baru.

8) Pastikan lokasi dan kemudahan akses untuk menjangkau APAR

berada di posisi yang mudah dilihat, mudah dijangkau dan tidak

terhalang oleh benda – benda apapun;

9) Bersihkan karat dan debu yang ada pada tabung secara rutin;

10) Pastikan APAR yang berada di luar ruangan ( terkena matahari

langsung atau di area korosif dilengkapi dengan box atau pelindung

APAR

Page 88: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

11) Memberi stempel inspeksi pada tag sebagai bukti pengecekan pada

setiap tabung APAR dan catat di fire extinguisher inspection

record..

2. Hidran

Instalasi hidran kebakaran adalah suatu sistem pemadaman kebakaran

tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan

melalui pipa dan selang kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem

persediaan air, pompa, perpipaan, kopling outlet dan inlet serta selang dan

nozzle (Depnaker, RI).

Hidran yang tersedia di PT. Nippon Shokubai Indonesia terdiri dari

hidran dengan bahan pemadam air dan busa dengan pressure 6 – 12 kg.

Hidran dengan bahan pemadam air memiliki 2 macam ukuran untuk pipa

hidrannya yaitu 1,5 inci atau 3,75 cm dengan jumlah 26 buah dan 2,5 inchi

atau 6,25 cm dengan jumlah 44 buah. Sedangkan untuk hidran dengan

bahan pemadam busa juga memiliki 2 (dua) macam ukuran pipa yang

sama dengan yang bahan pemadam air dengan jumlah keseluruhan

sebanyak 55 buah.

3. Detector

Detektor kebakaran adalah alat yang berfungsi mendeteksi secara dini

kebakaran, agar kebakaran yang terjadi tidak berkembang menjadi lebih

besar. Dengan terdeteksinya kebakaran, maka upaya untuk mematikan api

dapat segera dilakukan, sehingga dapat meminimalisasi kerugian sejak

awal.

Page 89: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Jika dianalogikan detektor kebakaran adalah alat bantu seperti panca

indera kita. Untuk merasakan bau kita memiliki hidung, kalau untuk

merasakan adanya kebakaran digunakanlah detektor kebakaran. Deteksi

kebakaran dilakukan pada kemunculan asap, kemunculan panas, dan

adanya kobaran api. Di PT. Nippon Shokubai Indonesia terdapat beberapa

macam detektor, sebagai berikut :

a. Heat Detector

Gambar IV.41 Heat Detector

Heat detector adalah pendeteksi adanya kenaikan temperatur di area

kerja. Api akan mengeluarkan energi panas yang besarnya tergantung

intensitas api dan daya reaksinya. Adanya panas ini dapat dideteksi dengan

menggunakan heat detector. Heat detector adalah peralatan dari detector

kebakaran yang dilengkapi dengan satu rangkaian listrik yang secara

otomatis akan mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterima. Heat

Page 90: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

detectore 2 wire mendeteksi terjadinya kenaikan suhu ruang secara

signifikan. Detectore ini dilengkapi dengan pengatur kelembapan dan

ventilasi untuk mencegah terjadinya false alarm. Heat detectore ini dapat

dipasang dan diintegrasikan dengan panel Fire Alarm Conventional.

Heat detectore yang ada di PT Nippon Shokubai Indonesia adalah

yang tipe ROR (Rate Of Rise), sensor ini dapat mendeteksi panas api tanpa

harus terbakar langsung. Di dalam sensornya terdapat lempengan bimetal

yang akan kontak bila sensor ini dikenai peubahan suhu yang cukup

signifikan (biasanya perubahan suhu antara 6,7 – 8,3 0C/menit. Ketika

suhunya normal kembali bimetal ini akan kembali seperti semula.

b. Smoke Detector

Gambar IV.42 Smoke Detector

Smoke detector adalah alat pendeteksi asap yang masuk kedalamnya.

Menurut sifat fisiknya, asap merupakan partikel – partikel karbon hasil

pembakaran yang tidak smepurna. Keberadaan ini digunakan untuk

membuat suatu alat deteksi asap.

Page 91: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Alat deteksi asap bekerja dengan prinsip ionisasi dengan menggunakan

bahan radio aktif yang akan mengionisasi udara di suatu ruangan dalam

komponen detector. Listrik dalam ruang dihantar melalui udara di antara

dua batang elektroda. Apabila partikel asap masuk ke dalam rung detektor,

maka akan menyebabkan penurunan daya hantar listrik. Detektor ini

mendeteksi adanya asap dengan melihat adanya penurunan daya hantar

listrik. Selanjutnya detektor akan memberikan sinyal ke sistem alarm.

Sesuai dengan sifat tersebut, maka detektor asap sangat tepat

digunakan di dalam bangunan dimana banyak terdapat kebakaran kelas A

yang banyak menghasilkan asap. Namun kurang tepat digunakan untuk

kebakaran hidrokarbon atau gas.

Smoke detector di PT Nippon Shokubai merupakan tipe 4-Wire karena

dapat bekerja dengan sistem 4 kabel ataupun 2 kabel, hal ini

memungkinkan sensor ini untuk diintegrasikan dengan Security Alarm dan

juga Conventional Fire Alarm. Smoke Detector Multi ini didesain untuk

mendeteksi adanya kepulan asap dengan tepat dan bekerja stabil untuk

waktu yang lama.

c. Differential Detector

Differential detector adalah pendeteksi yang menggunakan infrared

(IR) detector bekerja pada pita spectral inframerah. Gas panas akan

mengeluarkan sebuah pola spektral spesifik didaerah infra merah, dimana

akan disensor oleh sebuah Thermal Imaging Camera. False alarm bisa

disebabkan oleh permukaan panas lain dan radiasi thermal didaerah yang

Page 92: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

terkaburkan oleh air dan energi matahari. Frekuensi dalam single IR Flame

Detector memiliki sensitivitas pada range 4.4 mikrometer dengan respon

waktu sebesar 3 – 5 detik.

4. Fasilitas Means of Escape

Jika kebakaran telah di deteksi, maka prioritas utama adalah

menyelamatkan manusia yang berada di lokasi kejadian. Di dalam

kebakaran gedung, sebagian besar kematian disebabkan oleh asap

kebakaran. Oleh karena itu snagat penting untuk menyiapkan rute aman

menyelamatkan diri dari bahaya kebakaran atau asap.

a. Jalur evakuasi

Gambar IV.43 Jalur Evakuasi

Merupakan jalur khusus yang menghubungkan semua area ke area

yang aman. Rute atau jalur evakuasi harus disediakan untuk setiap ruangan

Page 93: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

ditempat kerja dan di area publik. Rambu ini harus mengarah langsung

menuju pintu darurat atau menuju titik kumpul (assembly point). Jumlah

dan kapasitas jalur evakuasi menyesuaikan dengan jumlah penghuni dan

ukuran gedung. Kebutuhan jalur evakuasi juga dipengaruhi oleh waktu

rata – rata untuk mencapai lokasi yang aman. Jalur evakuasi di proyek atau

gedung bertingkat terdiri dari jalur menuju Tangga darurat, tangga darurat,

dan jalur menuju titik kumpul diluar gedung. Adapun ukuran yang

digunakan yaitu untuk ukuran small (15 x 45) cm2, medium (30 x 90) cm

2.

Di PT. Nippon Shokubai Indonesia sudah terdapat jalur evakuasi

apabila terjadi keadaan darurat. Jalur evakuasi tersebut menuju ke titik

kumpul yang terletak di 2 (dua) tempat yang berbeda. Terdapat pula safety

sign yang menunjukkan arah jalur evakuasi. Akses menuju titik kumpul

sangat baik, memiliki ukuran yang cukup untuk digunakan apabila terjadi

keadaan darurat.

b. Titik Kumpul (Assembly Point)

Memerupakan area berkumpul jika terjadi suatu kegawatdaruratan,

seperti kebakaran. Titik kumpul tidak sembarangan dalam penentuan

letaknya, namun ada beberapa pertimbangan, yaitu :

1) Berjarak cukup jauh dan aman dari jatuhan dan bahaya lainnya.

2) Lokasinya memiliki memiliki akses menuju tempat yang lebih

aman, serta tidak menghalangi kendaraan penanggulangan keadaan

bahaya.

3) Bebas dari kemungkinan bahaya lain.

Page 94: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

4) Diuji secara periodik dengan situasi aktual dengan perhitungan

empiris.

Gambar IV.44 Titik Kumpul atau Assembly Point

5. Alarm Kebakaran

Banyak cara untuk menginformasikan adanya kebakaran, salah satunya

adalah fire alarm. Apabila api terdeteksi, maka adanya kebakaran ini dapat

segera diinformasikan ke semua pihak dengan menggunakan sistem alarm.

Sistem alarm kebakaran dilengkai dengan tanda atau alarm yang bisa

dilihat dan didengar.

Page 95: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

a. Pengeras Suara (Public Address)

Dalam suatu area kerja yang luas di PT. Nippon Shokubai Indonesia,

pekerja tidak dapat mengetahui keadaan darurat secara cepat, sehingga

dipasang jaringan pengeras suara. Sistem ini memungkinkan

digunakannya komunikasi searah kepada seluruh pekerja.

b. Manual Call Point

Penempatan alarm ini di PT. Nippon Shokubai Indonesia di koridor –

koridor dalam bangunan dan area pabrik. Pada area pabrik alarm berjenis

break glass, sistem yang bekerja dengan manual melalui tombol yang

berada dalam kotak alarm (break glass). Jika kaca pecah, maka tombol

akan aktif dan segera mengeluarkan sinyal alarm dan mengaktifkan sistem

kebakaran lainnya.

Gambar IV.45 Manual Call Point di Building

Page 96: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gambar IV.46 Manual Call Point Tipe Break Glass

6. Emergency Shower dan Eyewash

Emergency shower dan eyewash digunakan dalam keadaan darurat,

jika seseorang mengalami kecelakaan di laboratorium maupun ditempat

kerja. Kecelakaan yang dialami berupa terbakarnya pakaian atau anggota

tubuh saat berada dilokasi kerja, maupun kecelakaan yang diakibatkan

oleh bahan – bahan kimia berbahaya. Emergency shower memiliki

beberapa jenis yaitu penggunaanya hanya dengan menarik tuas yang

tergantung pada shower, namun ada juga yang penggunaanya hanya

dengan membuka keran. Pada umumnya penempatan emergency shower

Page 97: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

ini berada pada pintu keluar, serta tidak mendapat halangan apapun untuk

menuju shower, sehingga pertolongan cepat dilakukan.

Gambar IV.47 Emergency Shower dan Eyewash

Sedangkan untuk emergency eye wash digunakan untuk membersihkan

mata dari iritasi, karena asap bahan kimia maupun kontak mata dengan

bahan kimia secara langsung. Emergency eye wash harus sesuai dengan

persyaratan yang ada seperti air yang mengalir dari emergency shower

memiliki golongan A, atau standar air minum, debit air 30 liter per menit,

aliran air tidak berhenti secara otomatis, rutin dilakukan pemeriksaan.

Letak shower maupun eyes wash harus berada jauh dari peralatan listrik.

Page 98: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Untuk menghindai adanya aliran arus listik yang mungkin menimbulkan

efek bahaya.

Emergency shower dan eye wash sudah tersedia di area pabrik PT.

Nippon Shokubai Indonesia. Misalnya adalah Tempat Penyimpanan

Sementara Limbah B3, plant area dan laboratorium.

7. Fire Truck

Gambar IV.48 Fire Truck

Di PT. Nippon Shokubai Indonesia juga terdapat fasilitas penunjang

emergency respone lainnya yaitu fire truck. Fire truck tersebut pernah

digunakan pertama kali untuk membantu perusahaan tetangga saat terjadi

kebakaran. Sehinggamanfaat fire truck tersebut dapat dirasakan oleh PT.

Page 99: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Nippon Shokubai Indonesia dan perusahaan – perusahaan sekitarnya

khususnya kawasan industri Ciwandan.

4.2.7 Pengelolaan Limbah di PT. Nippon Shokubai Indonesia

1. Limbah Cair

PT. Nippon Shokubai Indonesia melakukan pengolahan air limbah

buangan proses produksi, limbah cair yang dihasilkan berupa minyak yang

100% bahan organik dengan nilai COD (Chemical Oxygen Demand)

mencapai 145000 ppm sebelum dilakukan pengelohan. Sehingga agar air

limbah yang dapat diolah dengan efektif dan efisien maka PT. Nippon

Shokubai Indonesia mempunyai 2 (dua) unit pengolahan air limbah yaitu

Nippon Shokubai-Liquid Catalystic (NS-LC) System dan Waste Liquid

Incenerator System (WLIS)

Kedua unit pengolahan limbah tersebut bekerja dengan menggunakan

sistem pembakaran dan reaksi oksidasi sehingga 100% minyak dapat

terbakar sempurna dan kadar COD di dalam air limbah dapat

diminimalkan hingga mencapai < 120 ppm.

a. Nippon Shokubai-Liquid Catalytic System (NS-LC)

Unit ini merupakan unit pengolahan limbah cair dengan cara reaksi

oksidasi katalitik di dalam sebuah reaktor packed bed yang dikembangkan

oleh Nippon Shokubai dan telah diperdagangkan secara komersial untuk

berbagai industri seperti pabrik elektronik, pabrik kimia, pabrik farmasi,

dan pabrik tekstil. Pengolahan air dengan sistem ini bertujuan untuk

meminimalkan nilai COD dan menghilangkan senyawa SOx dan NOx,

sehingga buangan – buangan gas emisi selama proses pengolahan air

Page 100: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

limbah dapat dilepaskan secara langsung ke atmosfer. Selain hal itu,

Nippon Shokubai – Liquid Catalytic tersebut juga mampu menghilangkan

bau dan warna limbah cair menjadi tidak berbau menyengat dan jernih

dalam air buangannya.

Limbah yang dapat diolah di NS-LC harus memiliki kadar nilai COD

sebesar 20.000 – 30.000 ppm. Keunggulan proses ini adalah dalam proses

kerjanya tidak memerlukan bahan bakar tambahan karena panas yang

dihasilkan dari reaktor sebagai hasil reaksi oksidasi dari air limbah akan

masuk ke dalam reaktor oksidasi digunakan untuk memanaskan umpan air

limbah yang akan masuk ke dalam reaksi oksidasi dengan dialirkan

melalui preheater agar dapat dilakukan heat exchanger dengan limbah

yang akan diolah. Penggunaan bahan bakar hanya diperlukan untuk awal

ketika sistem ini akan memulai beroperasi atau start up dan setelah kondisi

normal bahan bakar yang digunakan akan dihentikan. NS-LC

menggunakan sebuah katalis dimana kontaminan air buangan dapat

dioksidasi, didekomposisi, dan dijernihkan hanya dalam satu langkah.

Selain itu, sistem ini tidak memerlukan area yang besar dan hemat energy

sehingga biaya operasi dapat ditekan.

Limbah yang diolah adalah Waste Water Process Acrylic Acid dan

Esters yang disesuaikan dengan kapasitas proses NS-LC. Waste Water

process ditampung di dalam AV-1711 Feed Tank, lalu dipompa menuju

preheater 1 untuk dipanaskan dengan di tambahkan udara yang berasal

dari compressor untuk menjaga tekanan dalam proses. Kemudian dialirkan

menuju preheater 2 lalu dialirkan ke reactor yang didalamnya berisi

Page 101: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

katalis dengan temperature 270OC. Reactor pressure harus tetap dijaga

sebesar 7,5 mPa atau 75 kg agar limbah tetap dalam keadaan cair. Zat – zat

organik di dalam air limbah akan teroksidasi menjadi CO2 dan uap air,

sedangkan senyawa sulfur dan nitrogen akan berubah membentuk garam

sulfur dan gas N2 yang bebas dari senyawa NOx dan SOx.

Setelah melalui proses oksidasi di dalam reaktor, limbah cair dialirkan

menuju treated water tank melalui preheater 1 sebagai sumber panas

untuk memanaskan umpan air limbah yang akan masuk ke dalam reaktor.

Limbah air akan dipisahkan antara fasa gas dan fasa cairnya, sehingga gas

– gas CO2 dan N2 akan dilepaskan langsung ke atmosfer sedangkan limbah

cair hasil olahannya dimasukkan ke dalam neutralizing tank bersama

dengan limbah cair hasil olahan Waste Liquid Incinerator System (WLIS)

untuk diatur pH-nya sehingga air olahan dapat dibuang dalam kondisi

aman dengan kandungan COD < 120 ppm.

b. Waste Liquid Incinerator System (WLIS)

Waste Liquid Incinerator System (WLIS) merupakan unit pengolahan

limbah cair dengan proses insinerasi. Keunggulan unit ini adalah

kemampuannya untuk menurunkan nilai COD dari sekitar 145000 ppm

menjadi < 100 ppm. Sama halnya dengan NS-LC, WLIS tidak

memerlukan bahan bakar tambahan, kecuali ketika sistem akan mulai

broperasi atau start up. Sebagai pengganti, digunakan waste oil yang

berasal dari fraksi berat dari setiap proses destilasi dalam unit pemurnian

produk pada Acrylic Acid dan Esters Plant.

Page 102: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Waste water process, cleaning water, dan waste oil Acrylic Acid dan

Esters dialirkan langsung menuju incinerator. Selain itu, sebagian dari

waste water process AA dan Esters dibawa menuju stripping column

untuk dipekatkan. Pemekatan ini bertujuan untuk menguapkan air secara

mekanis, sehingga dapat menghemat pemakaian waste oil yang berfungsi

sebagai pengganti bahan bakar. Hanya waste water process yang dapat

diolah disini, karena untuk cleaning water mengandung alkali.

Cara kerja pada stripping column adalah dengan menghembuskan

udara pada limbah cair yang sudah dipanaskan sehingga terjadi uap air

yang kemudian dimasukkan langsung ke dalam incinerator. Sedangkan

untuk konsentratnya akan dialirkan bersama dengan cleaning water, waste

oil dan sebagian waste water process ke dalam incinerator.

Di dalam insinerator akan dilakukan proses pembakaran dengan suhu

950OC sehingga zat – zat organik yang terdapat di dalam limbah akan

terurai membentuk gas CO2 dan uap air, yang dapat dibuang langsung ke

atmosfer setelah melewati quencher. Disini gas – gas hasil pembakaran

didinginkan dan oksida – oksida anorganiknya dilarutkan dengan cara

dikontakkan langsung dengan air yang kemudian akan keluar menuju

scrubber, apabila masih terdapat debu – debu logam dapat terabsorbi oleh

air. Kemudian dikeluarkan ke atmosfer melalui stack.

Sedangkan untuk senyawa sulfur dan oksida anorganik dengan

penambahan kaustik soda (NaOH) akan membentuk garam Na2SO4 yang

terlarut dalam air dan endapan anorganik lainnya. Lalu dialirkan menuju

mixing tank untuk penambahan flokulan seperti alumunium sulfat

Page 103: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

(Al2(SO4)3) dan zat flokulan lainnya. Sehingga zat – zat anorganik yang

terdapat dalam larutan akan terkoagulasi membentuk partikel yang besar

sehingga fasa padatan dapat dengan mudah dipisahkan didalam thickener.

Di dalam centre thickener akan mengendap lalu dipompa menuju

decanter.

Di dalam decanter akan didehidrasi dengan putaran tinggi sehingga

fasa padat akan terpisah dari fasa cairnya. Lalu fasa cairnya akan kembali

lagi menuju thickener, sedangkan fasa padatnya dilewatkan dryer untuk

dilakukan proses pengeringan untuk menjadi sludge yang dikemas dalam

jumbo bag dan kemudian dikirim ke Tempat Penyimpanan Sementara

Limbah B3 (TPS B3). Fasa cair yang mengandung garam Na2SO4 dapat

langsung di buang ke laut setelah diatur pHnya di neutralization tank

bersama dengan hasil air limbah olahan NS-LC.

2. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Menurut Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No.18 Tahun

1999 ialah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan

berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan

atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup

manusia serta makhluk hidup lain.

a. Sumber Limbah B3

Limbah B3 yang dihasilkan di PT. Nippon Shokubai Indonesia

adalah sebagai berikut ;

Page 104: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

1) Acrylic Acid Polymer, Ethyl Acrylate Polymer dan Ethyl Hexyl

Acrylate Polymer berasal dari column dan stainer setiap proses;

2) Butyl Acrylate Resin berasal dari reaktor BA plant;

3) Ethyl Acrylate Resin berasal dari reaktor EA plant ;

4) Ethyl Hexyl Acrylate Resin berasal dari EHA plant;

5) Honey Comb Catalyst dari reaktor Waste Gas Catalytic

Incinerator System (WGCIS);

6) Grease berasal dari pelumas mesin;

7) Waste Sludge berasal dari hasil pengolahan limbah di WLIS;

8) Acrylic Acid Waste Sludge berasal dari hasil pembersihan tangki

bawah tanah;

9) Waste Oil AA dan EA berasal dari produk samping proses

produksi;

10) Minyak pelumas berasal dari mesin berputar;

11) Waste Bateray berasal dari kendaraan dan pompa fire pump;

12) Waste TL-Lamp berasal dari penerangan di setiap kantor;

13) Waste Gasket Asbestos berasal dari packing untuk sambungan

pipa;

14) Waste Oil & Sludge berasal dari produk samping proses

produksi dan hasil pembersihan tangki fuel oil;

15) BA Polymer berasal dari tangki intermediate proses;

16) Waste Sand Blasting berasal dari aktivitas pembersihan katalis

tube;

Page 105: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

17) Waste oil from laboratory berasal dari reagen bekas aktivitas

laboratorium;

18) Sludge Oil AA berasal dari hasil pembersihan tangki air limbah;

19) Spent catalyst berasal dari reaktor oksidasi;

20) Contamination Goods berasal dari kain bekas basuh bahan

kimia, sarung tangan bekas pakai, kemasan obat dan lain - lain;

21) Drum bekas bahan kimia B3 berasal dari sisa kemasan

b. Pengelolaan Limbah B3

Gambar IV.49 Pengolahan Limbah B3 di PT. Holcim Indonesia

Page 106: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Limbah B3 yang terdapat di PT. Nippon Shokubai Indonesia tidak

diolah sendiri, karena tidak tersedianya teknologi untuk pengolahan

limbah B3. Sehingga limbah B3 akan diserahkan kepada pihak ketiga

untuk dilakukan pengolahan. Pihak ketiga yang mengolah limbah B3

yang terdapat di PT. Nippon Shokubai Indonesia adalah PT. Holcim

Indonesia. Sedangkan untuk pengangkutan limbah B3 akan diangkut

oleh PT. Triata Mulia Indonesia, PT. Duta Selaras Semesta, PT. Radja

Goedang Mas, PT. Multi Prima Usahatama, PT. Primanru Jaya dan

PT. Tiara Daya Multi Perkasa.

Setiap 3 (tiga) bulan sekali, PT. Nippon Shokubai Indonesia

mengirimkan laporan limbah tiga bulanan kepada Kementerian

Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan Hidup Provinsi dan Walikota

Cilegon sebagaimana tertera pada Peraturan Pemerintah No. 101

Tahun 2014 Tentang Persyaratan Pengolahan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3)

c. Pengemasan Limbah B3

Berdasaran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan No.1 Tahun 1995 menyatakan bahwa penyimpanan

limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah

dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk

mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi

bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. Untuk

meningkatkan pengamanannya, maka sebelum dilakukan penyimpanan

limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat keragaman

Page 107: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur

tata cara yang tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan aman.

Limbah B3 yang terdapat di PT. Nippon Shokubai Indonesia

dikemas dalam berbagai kemasan sesuai dengan jenis dan karakteristik

masing – masing limbah B3. Limbah oli bekas diletakkan di dalam

drum, sedangkan sebagian besar limbah – limbah dimasukkan ke

dalam jumbo bag. Limbah seperti lampu-TL dan contaminant goods

dikemas di dalam box.

Di setiap kemasan limbah B3, baik yang diletakkan di dalam drum,

jumbo bag maupun box telah diberikan label dan simbol. Label dan

simbol yang ditempelkan disesuaikan dengan sifat dan karakteristik

masing – masing limbah yang terdapat di TPS B3.

c. Penyimpanan Limbah B3

Penyimpanan limbah B3 di PT. Nippon Shokubai Indonesia

dilakukan dalam sistem blok. Setiap limbah diletakkan di atas pallet,

kecuali untuk limbah gel SAP yang diletakkan didalam jumbo bag,

karena bentuknya yang merupakan gel tidak memungkinkan untuk

diletakkan di atas pallet. Jarak antar setiap blok limbah B3 adalah 60

cm dan tidak diberikan tembok pembantas. Jarak antar limbah hanya

dipisahkan oleh garis berwarna merah. Limbah – limbah yang

memungkinkan untuk di tata secara tumpuk hanya dibatasi 3 (tiga)

tumpukan ke atas dengan tetap diberikan pallet. Namun tidak semua

limbah dapat diberikan pallet, harus tetap dikondisikan dengan jenis

dan karakteristik limbah tersebut, misalnya waste sludge.

Page 108: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

d. Bangunan Penyimpanan B3

Bangunan tempat penyimpanan sementara limbah B3 di PT.

Nippon Shokubai Indonesia memiliki luas area 20 x 20 x 5 meter.

Bangunan terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung

maupun tidak langsung karena terdapat atap, namun tanpa plafon dan

memiliki sistem ventilasi udara yang dirancang untuk mencegah

terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan.

Penerangan di TPS B3 memanfaatkan sinar matahari apabila

terdapat aktivitas yang dilakukan siang hari, namun juga tersedia

penerangan berupa lampu yang memadai untuk operasional pada

malam hari. Terdapat papan penandaan yang memberikan informasi

bahwa tempat tersebut adalah TPS B3. Lantai di dalam bangunan

dibuat miring menuju bak penampungan, apabila terjadi kebocoran

dapat langsung menuju ke bak penampungan. Sedangkan lantai di luar

bangunan diatur lebih tinggi dari tanah dan melandai ke luar sehingga

air hujan tidak mengalir memasuki bangunan penyimpanan.

e. Fasilitas Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 (TPS B3)

Tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 dilengkapi

dengan fasilitas yang menunjang keselamatan pada area tersebut. Di

PT. Nippon Shokubai Indonesia fasilitas yang terdapat di tempat

penyimpanan sementara limbah B3 adalah sebagai berikut :

1) Alat Pelindung Diri (APD). APD yang disediakan merupakan

APD tambahan yang diperlukan dalam penanganan limbah B3

Page 109: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

seperti safety gloves, safety googles, faceshield, chemical suit

dan mask.

2) Shower dan eye wash, yang digunakan apabila terjadi keadaan

darurat terpapar bahan kimia pada kulit dan mata.

3) 2 (dua) buah APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

4) Kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

5) Papan logbook limbah B3, digunakan untuk mengetahui jumlah

limbah B3 yang masuk dan keluar dari TPS B3

6) Simbol – simbol limbah B3, terdapat di pintu masuk TPS B3

dan di tiap blok limbah B3.

f. Perizinan Penyimpanan Sementara Limbah B3

Walikota Cilegon telah memberikan izin kepada PT Nippon

Shokubai Indonesia untuk melakukan penyimpanan sementara limbah

bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tertuang pada Keputusan

Walikota Cilegon Nomor 658.31/Kep. 221 – BLH/2012 Tentang Izin

Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun PT. Nippon

Shokubai Indonesia. Sehingga dengan adanya izin tersebut, PT.

Nippon Shokubai Indonesia dapat melakukan penyimpanan sementara

limbah B3 sebelum dikirim ke pihak ketiga.

PT. Nippon Shokubai Indonesia harus memenuhi persyaratan dan

kewajiban – kewajiban dalam melakukan penyimpanan sementara

limbah B3. Persyaratan dan kewajiban tersebut meliputi ketentuan

bahwa limbah B3 yang disimpan merupakan limbah hasil kegiatan

Page 110: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

sendiri, mengikuti persyaratan mengenai tata cara penyimpanan sesuai

dengan peraturan yang berlaku dan sebagainya.

Limbah B3 di PT. Nippon Shokubai Indonesia akan diangkut

menuju pihak ketiga setelah 90 hari masa penyimpanan. Namun

apabila dalam waktu 90 hari, limbah B3 yang dihasilkan dalam jumlah

yang kecil sehingga tidak memenuhi kapasitas angkut untuk dikirim ke

pihak ketiga, maka PT. Nippon Shokubai Indonesia akan mengajukan

surat izin untuk memperpanjang masa penyimpanan limbah B3 dengan

maksimal perpanjangan 90 hari.

Page 111: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Higiene Industri

5.1.1 Definisi Higiene Industri

Menurut The American Industrial Hygiene Association (AIHA,1956),

higiene industri adalah ilmu dan seni pengenalan secara kualitatif dan kuantitatif,

serta penerapan teknologi pengendalian faktor – faktor bahaaya lingkungan kerja,

sehingga masyarakat tenaga kerja dan masyarakat umum terhindar dari efek

samping kemajuan teknologi. Sedangkan menurut Suma‟mur, higiene industri

adalah spesialisasi dalam ilmu higiene dan prakteknya, dengan melakukan

penilaian pada faktor penyebab penyakit kualitatif atau kantitatif di lingkungan

kerja sebagai dasar tindakan korektif pada lingkungan, pencegahan supaya pekerja

dan masyarakat terhindar dari bahaya akibat kerja sehingga dapat menfecap

derajat kesehatan setinggi – tingginya.

Menurut Occupational Safety and Health Administration (1998), higiene

perusahaan adalah ilmu dalam mengantisipasi (anticipating), mengenali

(recognizing), mengevaluasi (evaluating) dan mengendalikan atau mengontrol

(controlling) kondisi di tempat kerja yang dapat menyebabkan cedera atau sakit

kepada tenaga kerja. Higiene industri dilakukan dengan memantau lingkungan

kerja dan menganalisis tingkat paparan bahaya pada pekerjas ehingga derajat

kesehatan pekerja dapat terpantau dan berada pada derajat yang setinggi –

tingginya.

Page 112: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

5.1.2 Higiene Industri di Superabsorbent Polymer Plant 1CA

1. Iklim Kerja

Iklim kerja menurut Peraturaan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor. 13 Tahun 2011 merupakan keadaan lingkungan

kerja yang diukur dari perpaduan antara suhu udara (suhu basah dan suhu

kering), kelembapan udara, kecepatan aliran udara, dan suhu radiasi.

Kombinasi dari keempat faktor itu dihubungkan dengan produksi panas

oleh tubuh yang disebut dengan tekanan panas (heat stress), heat stress

merupakan beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia.

Indeks suhu basah dan suhu bola (ISBB) merupakan parameter untuk

menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu

udara kering, suhu basah alami dan suhu bola. Pengukuran iklim kerja

yang dilakukan di Superabsorbent Polymer Plant 1CA dengan

menggunakan Thermal Environment Monitor Questamp34 dengan cara

pertama dengan mengisi sumbu untuk parameter suhu basah dengan air

destilate, lalu tekan run dan dipaparkan pada titik sampling ditunggu

hingga nilai yang ditampilkan pada monitor stabil sekitar 15 menit. Lalu

membaca nilai – nilai hasil pengukuran.

Berikut adalah Nilai Ambang Batas (NAB) iklim kerja indeks suhu

basah dan bola Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 :

Page 113: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Tabel V.1 Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Suhu

Bola Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011

Pengaturan waktu

kerja setiap jam

ISBB (O

C)

Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

75 % - 100 % 31.0 28,0 -

50 % - 75 % 31,0 29,0 27,5

25 % -50 % 32,0 30,0 29,0

0 % - 25 % 32,2 31,1 30,5

Sumber : Peraturan Menterti Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

13 Tahun 2011

Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakkan otot adalah kebutuhan

akan oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat dalam

menghasilkan energi. Sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh

tubuh merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja.

Dengan demikian setiap aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang

dihasilkan dari proses pembakaran. Berdasarkan hal tersebut maka

kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan

besar ringannya beban kerja. Sehingga dikeluarkannya Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2011 yang menetapkan

kebutuhan kalori untuk menentukan beban kerja seseorang. Beban kerja

ringan membutuhkan kalori sama dengan 200 kilokalori per jam,

sedangkan beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai

dengan kurang dari 350 kilokalori per jam dan untuk beban kerja berat

membtuhkan kalori lebih dari 350 sampai kurang dari 500 kilokalori per

jam

Page 114: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Pengukuran beban kerja dilakukan dengan cara yang pertama adalah

mengukur berat badan pekerja lalu mengamati aktivitas pekerja dan

menghitung kalori yang dibutuhkan berdasarkan pengeluaran energi sesuai

tabel perhitungan beban kerja yang ditetapkan SNI 7269:2009.

Hasil dari pengukuran iklim kerja dan beban kerja pada pekerja di

Superabsorbent Polymer Plant 1CA dapat diihat pada tabel V.2 sebagai

berikut:

Tabel V.2 Hasil Pengukuran Iklim Kerja dan Beban Kerja di

Superabsorbent Polymer Plant 1CA Bulan Maret Tahun

2015

No Lokasi Pengukuran SK

(oC)

SBA

(oC)

RH

(%)

SB

(oC)

ISBB

(oC)

Beban

Kerja

SAP Plant 1 CA Lantai 1

1 Outlet Dryer 37,0 29,4 61 39 32,3 Ringan

2 Sus-Vat 36,2 28,4 56 36,8 30,9 Berat

3 Sprocklet Collector 36,4 27,7 53 38,0 30,8 Ringan

SAP Plant 1 CA Lantai 2

4 Magnetic Separator 42,9 29,5 43 42,9 33,5 Berat

5 Separate Metal 35,9 28,9 56 36,8 31,2 Berat

SAP Plant 1 CA Lantai 3

6 Sifter 40,5 29,4 41 41,9 33,1 Berat

7 Waste Grease 37,3 29,1 53 38,6 31,9 Ringan

8 Outlet Gel Reactor 34,6 27,7 52 35,5 30,0 Berat

Page 115: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sumber : Data Primer

Dari hasil pengukuran tersebut diketahui bahwa terdapat 8 dari 11 titik

area kerja yang memiliki nilai ISBB melebihi Nilai Ambang Batas (NAB)

yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

yang dibandingkan dengan beban kerja dan jam kerja di area tersebut.

Area yang melebihi NAB pada lantai 1 adalah area outlet dryer dan susvat,

pada lantai 2 adalah area magnetic separator dan separate metal, pada

lantai 3 adalah area sifter, lantai 4 adalah area grease pump dan electronic

separator dan pada lantai 5 adalah area sifter.

Area magnetic separator pada lantai 2 memiliki nilai ISBB yang tinggi

yaitu 33,5 lalu sebesar 32,5 pada area electronic separator di lantai 4 dan

area sifter di lantai 5 dengan beban kerja pada area – area tersebut dalam

kategori berat. Sedangkan pada NAB iklim kerja, nilai ISBB tertinggi

yang tercantum adalah 32,2 dengan kategori beban kerja ringan.

2. Debu

Debu adalah partikel zat yang halus berdiameter 0,1-50 mikron atau

lebih yang dihasilkan oleh proses mekanis. Proses mekanis ini dapat

No Lokasi Pengukuran SK

(oC)

SBA

(oC)

RH

(%)

SB

(oC)

ISBB

(oC)

Beban

Kerja

SAP Plant 1 CA Lantai 4

9 Grease Pump 38,2 29,1 50 39,5 32,2 Sedang

10 Electronic Separator 39,0 29,3 45 39,9 32,5 Berat

SAP Plant 1 CA Lantai 5

11 Sifter 39,0 29,3 45 39,9 32,5 Berat

Page 116: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

menimbulkan debu yang halus yang melayang di udara dan debu yang

kasar mengendap pada permukaan. Menurut Departemen Kesehatan

Republik Indonesia (2003) debu ialah partikel - partikel kecil yang

dihasilkanoleh proses mekanis. Jadi pada dasarnya pengertian debu adalah

partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses alami maupun

mekanik.

Untuk mempelajari efek debu terhadap saluran pernafasan, kita harus

mengetahui tentang anatomi saluran pernafasan manusia. Udara masuk

kedalam paru melalui rongga hidung, pharing, laring, trachea, bronkus,

bronkioli terminal, bronkioli respiratoris ductus alveolaris, serta alveoli.

(Siswanto, 1991).

Setelah mengetahui anatomi saluran pernafasan, terdapat faktor lain

yang perlu diperhatikan mengenai ukuran debu dan letak penimbunannya,

yaitu :

1) Partikel dengan ukuran 5-10 mikron, akan ditahan oleh saluran

pernafasan atas.

2) Partikel dengan ukuran 3-5 mikron, akan ditahan oleh saluran

pernafasan bagian tengah.

3) Partikel dengan ukuran 1-3 mikron, akan masuk langsung sampai

ke alveoli paru.

4) Partikel dengan ukuran 0,1-1 mikron, tidak begitu gampang

hinggap di permukaan alveoli, oleh karena itu debu-debu ukuran

demikian tidak mengendap.

Page 117: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

5) Partikel dengan ukuran <0,1 mikron, tidak hinggap pipermukaan

alveoliatau selaput lendir, oleh karena gerak brown, menyebabkan

debu bergerak keluar masuk

Lingkungan kerja yang berdebu dapat menimbulkan gangguan

kesehatan dan kenikmatan kerja. Berdasarkan Keputusan Menrteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011tentang Nilai Ambang

Batas (NAB) faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, NAB untuk

debu ditempat kerja adalah 10mg/m³ (total dust).

Pengukuran debu di area kerja dilakukan dengan alat High Volume Air

Sampler (HVS), pengukuran dilakukan dengan meletakkan alat pada

tripod dan diletakkan pada area kerja yang akan dilakukan pengukuran.

Lalu menimbang filter dan meletakkan filter pada filter holder di HVS lalu

menyalakan alat dan menunggu selama 30 menit dengan tiap 10 menitnya

harus mencatat nilai flowrate. Lalu melepas filter pada filter holder dan

menimbangnya kembali. Lalu dilakukan perhitungan rerata kadar debu

total di area kerja.

Dari hasil pengukuran kadar debu oleh PT. Unilab Perdana di

Superabsorbent Polymer Plant 1CA yang dilakukan secara rutin setiap

bulan diketahui bahwa kadar debu di area kerja tersebut dalam keadaan

aman karena tidak melebihi NAB yang ditetapkan yaitu pada Bulan

Januari 2015 sebesar 0.166 mg/m³ dan Bulan Februari 2015 sebesar 0. 227

mg/m³.

3. Gas Pencemar

Page 118: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Gas pencemar yang terdapat di tempat kerja dapat mempengaruhi

kesehatan para pekerja. Pengaruh gas pencemar udara terhadap kesehatan

manusia dapat berakibat langsung maupun tidak langsung, seperti merusak

hemoglobin darah akibat gas karbon monoksida (CO) karena CO mengikat

darah lebih cepat dibandingkan dengan O2 sehingga darah tidak dapat

dipompa ke seluruh area tubuh dan organ – organ tertentu sehingga dapat

menyebabkan kematian lalu gas pencemar lainnya dapat menyebabkan

Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA), penumokoniois hingga kanker.

Hasil pengukuran gas pencemar di area Superabsorbent Polymer Plant

1 CA yang dilakukan oleh PT. Unilab Perdana pada Bulan Februari 2015

adalah sebagai berikut :

Tabel V.3 Hasil Pengukuran Gas Pencemar di Superabsorbent Polymer

Plant 1 CA oleh PT. Unilab Perdana Pada Bulan Februari

2015.

No Parameter Unit Nilai

Ambang

Batas

Hasil Metode

1 Hidrokarbon (HC) mg/m3 1000 13 18-6/IK/ULK-

HC

2 Karbon Monoksida

(CO)

mg/m3 29 4,962 18-7/IK/ULK-

CO

3 Nitrogen Dioksida

(NO2)

µg/m3 3000 19.90 18-2/IK/ULK-

NO2

4 Sulfur Dioksida

(SO2)

mg/m3 0.9 0,043 18-1/IK/ULK-

SO2

5 Timbal (Pb) µg/m3 50 - SNI 19-7-1719.

8-2005

Page 119: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

No Parameter Unit Nilai

Ambang

Batas

Hasil Metode

6 Amonia (NH3) ppm 17 0,16 18-3/IK/ULK-

NH3

7 Hidogen Sulfida

(H2S)

ppm 1 0,0019 18-5/IK/ULK-

H2S

8 Oksidan (O3) µg/m3 50 20.80 SNI 19-7119.8-

2005

Sumber : Hasil Pengukuran PT. Unilab Perdana

Dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh PT. Unilab Perdana pada

Bulan Februari 2015 tersebut diketahui bahwa kandungan gas pencemar di

area SAP Plant 1CA masih berada di bawah NAB yang ditetapkan.

Sehingga kondisi area kerja di SAP Plant 1CA aman dari gas – gas

pencemar yang dapat menganggu kesehatan pekerja.

4. Kebisingan

Menurut Suma‟mur (2009) kebisingan adalah bunyi atau suara yang

keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Kebisingan

diartikan sebagai semua suara atau bunyi yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada

tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran

Sedangkan kebisingan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No:

Per.13/MEN/X/2011 adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada

tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Dengan kata

lain kebisingan adalah suara yang tidak disukai atau tidak diharapkan yang

sifat getarannya selalu berubah-ubah dan dapat mengganggu seseorang.

Page 120: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Rangsang suara yang berlebihan atau tidak dikehendaki, yang dijumpai

di perusahaan akan mempengaruhi fungsi pendengaran. Berbagai faktor

seperti intensitas, frekuensi, jenis atau irama bising, lama pemajanan serta

lama waktu istirahat antar dua periode pemajanan sangat menentukan

dalam proses terjadi nya ketulian atau kurang pendengaran akibat bising.

Demikian juga faktor kepekaan tiap pekerja seperti misalnya umur,

pemajanan kebisingan sebelumnya, kondisi kesehatan, penyakit telinga

yang pernah diderita, perlu pula dipertimbangkan dalam menentukan

gangguan pendengaran akibat bising (Budiono, 2003).

Menurut Suma‟mur (1996) pengukuran kebisingan dilakukan dengan

tujuan memperoleh data kebisingan dan mengurangi tingkat kebisingan

tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan. Alat utama dalam

pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter yang dapat mengukur

kebisingan diantara 30-130 dB dan frekuensi - frekuensi dari 20 - 20000

Hz (Suma‟mur, 1996).

Pengukuran intensitas kebisingan dengan menggunakan sound level

meter pertama dilakukan dengan mengkalibrasi alat tersebut. Lalu

menentukan weighting network yang sesuai, apabila di SAP Plant 1

memilih weighting network C karena akan mengukur intensitas kebisingan

respon manusia untuk tingkat suara yang tinggi. Lalu saat melakukan

pengukuran di area kerja, alat dipegang pada jarak sepanjang ukuran

lengan (arms length), lalu mencatat hasil yang tertera pada sound level

meter setiap 15 detik selama 25 menit. Selanjutnya dibuat tabulasi dan

disusun menurun mulai dari sound pressure level (SPL) tertinggi sampai

Page 121: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

terendah lalu menghitung intensitas kebisingan dengan menggunakan

rumus Leq.

Tabel V.4 berikut ini merupakan Nilai Ambang Batas Kebisingan yang

dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Standar

Nasional Indonesia (SNI) 16-7063-2004.

Tabel V.4 Nilai Ambang Batas Kebisingan Berdasarkan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun

2011

Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan

dalam dBA

8 Jam 85

4 88

2 91

1 94

30 Menit 97

15 100

7,5 103

3,75 106

1,88 109

0,94 112

28,12 Detik 115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

Sumber : Keputusan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Nomor 13 Tahun 2011

Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.

Page 122: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Hasil pengukuran intensitas kebisingan di Superabsorbent Polymer Plant 1

CA pada Bulan Maret 2015 adalah sebagai berikut :

Tabel V.5 Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan di Superabsorbent

Polymer Plant 1 Bulan Maret Tahun 2015.

Sumber : Data Primer

Dari hasil pengukuran intensitas kebisingan pada Bulan Maret 2015

tersebut diketahui bahwa lantai 3 pada titik 1 dan lantai 5 1CA

Superabsorbent Polymer Plant memiliki intensitas kebisingan yang tinggi

yaitu masing –masing 97.4 dBA dan 92.3 dBA.

Sehingga dengan intensitas kebisingan tersebut berdasarkan Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011, pekerja

yang bekerja di area lantai 3 pada titik 1 hanya diperkenankan bekerja

dalam waktu 30 menit dan area lantai 5 dalam waktu 1 jam tanpa

menggunakan APD pelindung telinga seperti ear plus dan ear muff.

No Lokasi Hasil (dBA)

1 Lantai 1 titik 1 82,3

2 Lantai 1 titik 2 83,4

3 Lantai 2 84,1

4 Lantai 3 titik 1 97,4

5 Lantai 3 titik 2 82,4

6 Lantai 4 86,5

7 Lantai 5 92,3

Page 123: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

5. Getaran

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Nomor 13 Tahun 2011, getararan adalah gerakan yang teratur dari benda

atau media dengan arah bolak balik dari kedudukan seimbangnya. Getaran

dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Hand-arm Vibration

Getaran yang terjadi ke tangan dan lengan pekerja karena kontak

dengan permukaan yang bergetar, hal ini berasal daripekerjaan –

pekerjaan yang menggunakan alat – alat listrik genggam seperti road

breakers, gerinda, gergaji dan lain – lain. Efek yang ditimbulkan

adalah kelainan pada persyarafan, peredaran darah dan kerusakan-

kerusakan pada persendian tulang.

b. Whole-body Vibration

Getaran yang terjadi karena adanya kontak antara permukaan yang

bergetar dengan seluruh anggota tubuh. Misalnya pekerja yang

menjalankan forklift, tubuhnya akan bergetar karena aanya kontak

tubuh dengan tempat duduk dari forklift yang dikemudikan. Efek bagi

kesehatan pekerja dengan paparan Whole-body Vibration, biasanya

diawali dengan sakit punggung bagian bawah dan mengalami tidak

nyaman dibagian punggung ketika berjalan.

Pengukuran intensitas getaran dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui intensitas getaran yang dipaparkan kepada tenaga kerja.Selain

itu juga untuk mengetahui keadaan atau kondisi mesin karena apabila

terjadi kerusakan pada mesin dapat diketahui dengan naiknya tingkat

Page 124: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

getaran. Hal ini dilakukan sebagai upaya deteksi dini terhadap masalah di

area kerja.

Pengukuran dilakukan dengan vibration meter dengan cara kerja

pertama menghubungkan atau merangkaikan akselerometer dengan unit

vibration meter. Lalu menyalakannya dengan menekan tombol on, dan

unit dalam posisi run. Selanjutnya mengatur unit pada posisi percepatan

atau velocity dengan satuan cm per sec. Apabila getaran dengan intensitas

tinggi maka range diposisikan high, dan sebaliknya. Setelah itu membaca

hasil pengukuran pada monitor setelah stabil.

Nilai Ambang Batas (NAB) untuk paparan getaran lengan dan tangan

menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13

Tahun 2011 adalah sebagai berikut :

Tabel V.6 Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemaparan Lengan dan

Tangan Berdasarkan Peraturan Menteri tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011

Sumber : Peraturan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13

Tahun 2011

Jumlah waktu pemajanan

per hari kerja

Nilai percepatan pada frekuensi

dominan

Meter per detik

kuadrat

(m / det 2)

Grafitasi (G)

4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0.40

2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0.61

1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0.81

kurang dari 1 jam 12 1.22

Page 125: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sedangkan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk getaran yang kontak

langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh ditetapkan sebesar

0.5 meter per detik kuadrat (m/det2). Hal tersebut berdasarkan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 tahun 2011 Pasal 7.

Berdasarkan pengukuran getaran yang dilakukan di area

Superabsorbent Polymer Plant 1CA pada Bulan Februari 2015 dapat dilhat

pada tabel V.7 sebagai berikut :

Tabel V.7 Hasil Pengukuran Intensitas Getaran di Superabsorbent

Polymer Plant 1 CA Bulan Februari Tahun 2015

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil pengukuran getaran di area Superabsorbent Polymer

Plant 1CA pada tabel V.7, diketahui bahwa intensitas getaran tertinggi

terdapat di lantai 4 dengan intensitas sebesar 2.8 m/s2 dan intensitas

terendah dengan 0.7 m/s2 terdapat pada lantai 2. Getaran yang terdapat di

area kerja tersebut berasal dari mesin – mesin produksi.

Intensitas getaran di area Superabsorbent Polymer Plant 1CA tersebut

tidak dapat dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) getaran

paparan tangan dan lengan yang terdapat pada Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011. Hal tersebut dikarenakan,

di area Superabsorbent Polymer Plant 1CA terpapar getaran tidak dengan

No Lokasi Hasil

(m/s2)

1 Lantai 1 (Titik 1) 0,9

2 Lantai 1 (Titik 2) 0,8

3 Lantai 2 0,7

4 Lantai 3 (Titik 1) 2,1

5 Lantai 3 (Titik 2) 0,8

6 Lantai 4 2,8

7 Lantai 5 2,0

Page 126: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

bekerja dengan menggunakan peralatan tangan dan lengan yang

menimbulkan getaran, namun getaran yang terdapat di area tersebut

berasal dari getaran mesin – mesin produksi.

6. Penerangan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun 2002,

penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang

diperlukan untuk melaksanakan suatu kegiatan secara efektif. Supaya

penerangan di area kerja memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan

tindakan sebagai berikut :

a. Penerangan alam maupun buatan diupayakan tidak menimbulkan

kesilauan dan memilki intensitas sesuai dengan peruntukannya.

b. Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau

bayangan.

c. Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar

dianjurkan untuk tidak menggunakan lampu neon.

d. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang

optimum dan bola lampu sering dibersihkan.

e. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti.

Pengukuran intensitas cahaya penerangan dilakukan dengan

menggunakan alat luxmeter yang dinyatakan dalam satuan LUX, Lux

adalah satuan intensitas penerangan per meter persegi yang dijatuhi arus

cahaya 1 lumen. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik,

kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan

jarum skala.

Page 127: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Penerangan lokal atau setempat dilakukan dengan mengukur intensitas

penerangan pada objek kerjanya, misalnya melakukan pekerjaan

membersihkan mess di area sus-vat, maka area sus-vat inilah pengukuran

dilakukan. Sedangkan untuk pengukuran secara umum dilakukan diseluruh

area tempat kerja.

Pengukuran dilakukan dengan menghidupkan lux meter yaitu

menggeser power ke arah on. Letakkan sensor tegak kedepan dengan

lengan lurus sejajar, lalu membaca hasil pengukuran pada layar monitor

setelah menunggu beberapa saat sehingga nilai yang tertera stabil.

Sedangkan untuk pengukuran penerangan umum karena area kerja

SAP Plant 1CA tidak teratur atau terdapat banyak halangan seperti mesin

– mesin produksi maka titik pengukurannya acak dan banyak. Metode

pengukuran sama dengan pengukuran lokal atau setempat.

Berikut adalah Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas cahaya di tempat

kerja berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964 :

Tabel V.8 Nilai Ambang Batas (NAB) Intensitas Cahaya di Tempat Kerja

Berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun

1964

Jenis Kegiatan Tingkat

Pencahayan

Minimal (LUX)

Keterangan

Pekerjan kasar

dan tidak terus

menerus

100 Ruang penyimpanan dan ruang

peralatan atau isntalasi yang

memerlukan pekerjaan yang

kontinyu

Pekerjaan kasar

dan terus menerus

200 Pekerjaan dengan mesin dan

peralatan kasar

Pekerjaan rutin 300 R. administrasi, ruang control,

pekerjaan meesin dan perakitan

atau penyusun

Page 128: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Jenis Kegiatan Tingkat

Pencahayan

Minimal (LUX)

Keterangan

Pekerjaan agak

halus

500 Pembuatan gambar atau bekerja

dengan mesin kantor ekerja

pemeriksaan atau pekerjaan dengan

mesin

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan

tekstil, pekerjaan mesin halus dan

perakitan halus

Pekerjaan amat

halus

1500

Tidak menimbulkan

bayangan

Mengukir dengan tangan,

pemeriksaan pekerjaan emsin dan

perakitan yang sangat halus

Pekerjaan terinci 3000

Tidak menimbulkan

bayangan

Pemeriksaan pekerjaan, perakitan

sangat haus

Sumber : Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas penerangan umum yang

dilakukan di SAP Plant 1CA pada Bulan Maret 2015 didapatkan hasil

pengukuran yang dapat dilihat pada tabel V.9 sedangkan untuk hasil

pengukuran lokal atau setempat dapat dilihat pada tabel V.10 sebagai

berikut :

Tabel V.9 Hasil Pengukuran Intensitas Penerangan Umum di Super

Absorbent Polymer Plant 1CA PT. Nippon Shokubai

Indonesia Bulan Maret Taun 2015.

Sumber : Data Primer

Berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964,

intensitas penerangan untuk SAP 1CA adalah minimal 100 lux karena

pekerja bekerja tidak secara terus menerus. Apabila merujuk pada tabel

V.9, maka terdapat 4 (empat) titik pengukuran yang memiliki intensitas

Titik Pengukuran Intensitas Penerangan

(Lux)

Lantai 1 119,09

Lantai 2 62,46

Lantai 3 98,05

Lantai 4 79,90

Lantai 5 94,63

Page 129: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

penerangan kurang dari standar yang ditentukan yaitu lantai 1, 2, 3 dan 4.

Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan dampak negative terhadap

kesehatan pekerja khususnya kesehatan mata pekerja.

Tabel V.10 Hasil Pengukuran Intensitas Penerangan Lokal atau Setempat

di Super Absorbent Polymer Plant 1CA PT. Nippon Shokubai

Indonesia Bulan Maret Taun 2015

S

S

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil pengukuran penerangan lokal tersebut dan

dibandingkan dengan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964

terdapat 9 (sembilan) dari 11 (sebelas) titik pengukuran yang memiliki

intensitas penerangan kurang dari standar yang ditetapkan yaitu 100 lux

yaitu lantai 1 di sprocket collector, lantai 2 area magnetic separator dan

separate metal, lantai 3 area sifter, waste grease dan outlet gel reactor,

lantai 4 di area grease pump dan electronic separator dan lantai 5 area

sifter.

No Lokasi Intensitas Penerangan Lokal (Lux)

SAP Plant 1 CA Lantai 1

1 Outlet Dryer 163,8

2 Sus-vat 229,8

3 Sprocket Collector 81

SAP Plant 1 CA Lantai 2

4 Magnetic Separator 29,6

5 Separate Metal 34,4

SAP Plant 1 CA Lantai 3

6 Sifter 44,8

7 Waste Grease 29

8 Outlet Gel Reaktor 92,2

SAP Plant 1 CA Lantai 4

9 Grease Pump 32,6

10 Electronic Separator 46,2

SAP Plant 1 CA Lantai 5

11 Sifter 70,2

Page 130: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Intensitas penerangan yang terendah terdapat di lantai 3 yaitu area

waste grease dengan intensitas penerangan sebesar 29 lux lalu dnegan

29.6 pada area magnetic separator lantai 2 SAP Plant 1CA.

7. Vektor Penyakit

Vektor adalah setiap makhluk hidup selain manusia yang membawa

penyakit (carrier) yang menyebarkan dan menjalani proses penularan

penyakit, misalnya lalat, kutu, nyamuk, hewan kecil seperti mencit, tikus,

atau hewan pengerat lainnya Vektor menyebarkan agen dari manusia atau

hewan yang terinfeksi ke manusia atau hewan lain yang rentan melalui

kotoran, gigitan, dan cairan tubuhnya, atau secara tidak langsung melalui

kontaminasi pada makanan (Timmreck, 2004).

Menurut International Health Regulation (IHR) 2005 sebagai

peraturan kesehatan internasional, vektor adalah serangga atau hewan lain

yang biasanya membawa kuman penyakit yang merupakan suatu resiko

bagi kesehatan masyarakat. Reservoir adalah hewan, tumbuhan atau benda

dimana bibit penyakit biasanya hidup.

Dengan mengetahui vektor merupakan agen yang dapat menularkan,

memindahkan dan atau menjadi sumber penyakit terhadap manusia. Maka

perlu dilakukan kegiatan atau tindakan pengendalian yang ditujukan untuk

menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya

tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di

suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor

sehingga penularan penyakit vektor dapat dicegah.

Page 131: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun 2002

Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan

Industri bahwa persyaratan adanya serangga penular penyakit untuk indeks

lalat maksimal 8 ekor per fly grill pada area kerja 100 x 100 cm dalam

pengukuran 30 menit. Sedangkan untuk indek kecoa maksimal 2 ekor per

plate pada area kerja 20 x 20 cm dalam pengkuran 24 jam. Dan indeks

nyamuk Aedes Aegypty container indeks tidak melebihi 5%. Area kerja

harus bebas dari adanya hewan tikus.

Di SAP Plant 1CA terdapat 4 (empat) alat untuk pengendalian vektor

dan rodent di area kerja. Berikut merupakan sasaran dan jumlah masing –

masing dari peralatan pengendalian vektor tersebut.

Tabel V.11 Peralatan Pengendalian Vektor dan Rodent di Area

Superabsorbent Polymer Plant 1CA

Sumber : Dokumen Rentokill

Alat Sasaran Unit Jumlah

(unit) Lt 1 Lt 2 Lt3 Lt 4 Lt 5

Rat box Tikus 9 - - - - 9

Triagonal

Box

Tikus, kadal,

serangga

merangkak,

serangga

terbang, laba

– laba, katak

dll

22 27 14 6 7 76

Luminos

3

Lalat rumah,

lalat hijau,

midges,

nyamuk, kupu

– kupu dll

5 1 - - - 6

Crawling

Insect

Monitor

(CIM)

Hama

merayap,

kecoa, kadal,

cicak, midges

dll

14 8 8 5 5 40

Page 132: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

PT. Nippon Shokubai Indonesia menyediakan peralatan tersebut

tujuan utamanya adalah untuk menjaga agar kualitas hasil produksi di area

pabrik tersebut dalam keadaan higienis. Karena hasil produksi yang

dihasilkan akan digunakan untuk manusia dan kontak langsung dengan

kulit manusia. Namun selain itu, pengadaan alat – alat pengendali vector

dan rodent ini juga dapat digunakan untuk menjaga pekerja dari bahaya –

bahaya kesehatan yang dibawa oleh vektor dan rodent tersebut.

Hasil tangkapan dari peralatan – peralatan pengendalian vektor dan

rodent yang terdapat di area SAP plant 1CA pada Bulan Januari dan

Februari 2015 yang telah dianalisis oleh tim Service Supervisor adalah

sebagai berikut :

Tabel V.12 Hasil Tangkapan Peralatan Pengendalian Vektor dan Rodent

di Area Superabsorbent Polymer Plant 1CA Bulan Januari dan Februari

Tahun 2015

Sumber : Dokumen Rentokill

Dari hasil tangkapan tersebut dapat diketahui bahwa Luminos 3

merupakan alat yang menangkap vektor dan rodent paling banyak dengan

jumlah pada Bulan Januari sebanyak 586 dan Februari sebanyak 679.

Sedangkan tidak terdapat tikus yang terperangkap di rat box pada bulan

Januari dan Februari 2015.

No Peralatan Bulan Jumlah

Januari Februari

1 Rat Box 0 0 0

2 Triagonal Box 20 23 43

3 Luminos 3 586 679 1265

4 Crawling Insect Monitoring

(CIM)

20 12 32

Jumlah 626 714 3140

Page 133: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

8. Limbah

Menurut World Health Organization (WHO), limbah adalah sesuatu

yang tidak diinginkan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang

dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan

sendirinya.

Berikut macam – macam limbah – limbah yang terdapat di industri dan

di Superabsorbent Polymer Plant 1CA PT. Nippon Shokubai Indonesia :

a. Limbah Cair

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 5 Tahun 2014,

limbah cair adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang

berwujud cair.

Limbah cair yang terdapat di area Superabsorbent Polymer (SAP)

Plant 1CA adalah waste water cleaning. Limbah cair tersebut

dihasilkan dari bekas air yang digunakan untuk proses pembesihan di

area SAP Plant 1CA, misalnya di area Sus-vat yang digunakan untuk

membersihkan screen mass mesin sifter.

Waste water cleaning di SAP Plant 1CA akan masuk menuju

underground yang terdapat di beberapa titik. Lalu waste water

cleaning tersebut seluruhnya dialirkan menuju tangki V-1000D di area

SAP Plant kemudian dialirkan menuju tangki penyimpanan AV-2611

bersama dengan waste water Acrylic Acid dan Esters Plant.

Waste water pada tangki AV-2611 kemudian dilakukan

pengolahan di Waste Liquid Incenerator System (WLIS). WLIS

merupakan unit pengolahan limbah cair dengan proses insinerasi.

Page 134: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Di dalam insinerator akan dilakukan proses pembakaran dengan

suhu 950OC sehingga zat – zat organik yang terdapat di dalam limbah

akan terurai membentuk gas CO2 dan uap air, yang dapat dibuang

langsung ke atmosfer setelah melewati Quencher. Disini gas – gas

hasil pembakaran didinginkan dan oksida – oksida anorganiknya

dilarutkan dengan cara dikontakkan langsung dengan air yang

kemudian akan keluar menuju scrubber, apabila masih terdapat debu –

debu logam dapat terabsorb oleh air. Kemudian dikeluarkan ke

atmosfer melalui stack.

Sedangkan untuk senyawa sulfur dan oksida anorganik denan

penambahan kaustik soda (NaOH) akan membentuk garam Na2SO4

yang terlarut dalam air dan endapan anorganik lainnya. Lalu dialirkan

menuju mixing tank untuk penambahan flokulan seperti alumunium

sulfat (Al2(SO4)3) dan zat flokulan lainnya. Sehingga zat – zat

anorganik yang terdapat dalam larutan akan terkoagulasi membentuk

partikel yang besar sehingga fasa padatan dapat dengan mudah

dipisahkan didalam thickener. Di dalam centre thickener akan

mengendap lalu dipompa menuju decanter.

Di dalam decanter akan didehidrasi dengan putaran tinggi sehingga

fasa padat akan terpisah dari fasa cairnya. Lalu fasa cairnya akan

kembali lagi menuju thickener, sedangkan fasa padatnya dilewatkan

dryer untuk dilakukan proses pengeringan untuk menjadi sludge yang

dikemas dalam jumbo bag dan kemudian dikirim ke Tempat

Penyimpanan Sementara Limbah B3 (TPS B3). Fasa cair yang

Page 135: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

mengandung garam Na2SO4 dapat langsung di buang ke laut setelah

diatur pHnya di neutralization tank bersama dengan hasil air limbah

olahan Nippon Shokubai-Liquid Catalystic (NS-LC).

b. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014, limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan atau

kegiatan yang karena sifat, konsentrasi, dan atau jumlahnya, baik

secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau

merusak lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,

kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup.

Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan,

penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,

dan/atau penimbunan.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tidak dapat begitu saja

ditimbun, dibakar atau dibuang ke lingkungan, karena mengandung

bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lain.

Limbah ini memerlukan cara penanganan yang lebih khusus dibanding

limbah yang bukan B3. Limbah B3 perlu diolah, baik secara fisik,

biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak berbahaya atau

berkurang daya racunnya.

Limbah B3 yang terdapat di SAP Plant 1CAadalah grease yang

merupakan pelumas. Limbah B3 grease ini dikumpulkan setiap hari

dengan menggunakan container yang kemudian dikumpulkan pada

titik – titik pengumpulan. Apabila jumlahnya sudah memenuhi

Page 136: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

kapasitas pengangkutan, maka waste grease akan diangkut dan

disimpan ke TPS B3. Lalu akan dibawa menuju pihak pengolah yaitu

PT. Holcim Indonesia.

c. Limbah Padat

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405 Tahun

2002, limbah padat adalah semua buangan yang berbentuk padat

termasuk buangan yang berasal dari kegiatan industri. Limbah padat

yang dapat diolah kembali dapat diolah dengan menggunakan metode

– metode yang disesuaikan dengan jenis limbah padat yang dihasilkan.

Limbah padat yang terdapat di SAP Plant 1CA adalah waste gel

dan waste powder. Waste gel akan dikumpulkan dengan menggunakan

paper bag dan jumbo bag. Waste gel akan dikumpulan di titik – titik

pengumpulan sementara di area pabrik sebelum diangkut menuju TPS

B3. Sama halnya dengan waste gel, waste powder dikumpulkan di titik

pengumpulan sementara sebelum dibawa ke TPS B3. Waste powder

dikumpulkan dengan menggunakan paper bag. Waste gel dan waste

powder yang telah dikumpulkan di TPS B3 akan diangkut dan diolah

di PT. Holcim Indonesia.

Berikut merupakan skema dari pengolahan limbah cair limbah B3 serta

limbah padat di area Superabsorbent Polymer Plant 1CA PT. Nippon

Shokubai Indonesia :

Page 137: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sedangkan skema untuk peletakkan atau penyimpanan sementara

limbah – limbah yang dihasilkan yaitu limmbah padat dan limbah B3 di

Superabsorbent Polymer Plant 1CA dapat dilihat pada gambar V.3 berikut

ini :

Waste

Gel

Waste

Powder

Waste

Grease

Waste

Water

V-

1000D

AV-

2611

Waste Liquid

Incinerator

System

Jumbo Bag

Paper Bag

Paper Bag

Container

Temporary

Storage of

Hazardous

Sumber : Data Primer

Gambar V.1 Skema Pengelolaan Limbah di Superabsorbent Polymer 1CA

Page 138: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sumber : Data Primer

Gambar V. 2 Skema Titik Penyimpanan Sementara Limbah Padat dan Limbah

Cair di Superabsorbent Polymer Plant 1CA

5.2 Emergency Respone Plan Kebocoran PipaAmonia di Refrigerator

5.2.1 Amonia

Amonia dengan rumus formula NH3, dan memiliki nama lain yaitu

ammonia gas, dan ammonia anhydrouse. Amonia mempunyai molekul berbentuk

segitiga. Pada suhu kamar dan tekanan 1atm mudah dicairkan dan kelarutannya di

dalam air sangat tinggi (hidroskopis). Amonia berbentuk uap dan pada temperatur

(-330C) ammonia berbentuk cair. Dalam penyimpanan dan pengangkutan

ammonia cair diberikan label berupa angka 1005. Bila gas ammonia larut dalam

air, gas ammonia akan membentuk ammonium hidroksida (NH4OH)

Page 139: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sifat umum dari amonia adalah sebagai berikut :

1. Gas yang tidak berwarna.

2. Berbau sangat tajam.

3. Dibawah tekanan gas ammonia dapat dengan mudah dicairkan.

4. Mudah larut dalam air.

5. Lebih ringan dari udara yaitu 0,6 atm.

6. Larut dalam etanol, metanol, kloroform, dan eter.

7. Gas yang mudah terbakar dengan titik nyala sendiri (autoignition

temperature) yaitu 651ᴼC.

8. LEL (Lower Explosive Limit) sebesar 16% dan UEL (Upper

Explosive Limit) sebesar 25%.

9. Titik leleh adalah -77,7ᴼC dan titik didih adalah -33,5ᴼC.

10. Kebanyakan dari logam-logam (common metals) tidak dipengaruhi

oleh gas amonia, tetapi bila gas amonia tercampur dengan air dalam

jumlah yang sangat sedikit atau uap air maka gas amonia atau amonia

cair akan menyerang logam-logam seperti perak, seng, tembaga, dan

logam-logam panduan lainnya (Siswanto, 2007).

Nilai Ambang Batas (NAB) untuk amonia (NH3) di udara menurut NIOSH

(Nasioal Institute for Occupational Safety and Health) adalah 25 ppm, sedangkan

nilai ambang batas amonia cair menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor 03/MENLH/1991 adalah 50 ppm. Limbah cair yang mengandung

ammonia pada konsentrasi tinggi, terutama dalam bentuk amonia bebas sangat

berbahaya bagi biota air.

Page 140: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

NFPA 704 merupakan standart yang diterapkan oleh National Fire

protection Association dari Amerika Serikat. NFPA menetapkan label yang

digunakan oleh personel darurat untuk dengan cepat dan mudah mengidentifikasi

resiko yang ditimbulkan dari material berbahaya yang dimaksud. Label ini

berguna untuk menentukan peralatan khusus yang harus digunakan, prosedur yang

harus dilakukan, atau pencegahan apabila terjadi situasi darurat. Label untuk

amonia menurut NFPA 703 adalah sebagai berikut :

Gambar V.3 Label Gas Amonia Gambar V.4 Label Amonia Cair

Label untuk gas amonia dapat diartikan sebagai berikut gas amonia dalam

kategori kesehatan termasuk nomor 2 merupakan bahan yang pada paparan dapat

menyebabkan keterpaan intensif dan terus menerus berakibat serius, kecuali ada

pertolongan. Dalam kategori kemudahan untuk terbakar termasuk nomor 1 adalah

bahan yang harus dipanaskan sebelum dapat menyala dan untuk kategori

reaktivitas atau instabilitas termasuk nomor 0 sehingga gas amonia bahan yang

dari sifatnya sendiri stabil, tidak reaktif, meskipun terkena panas atau suhu tinggi.

Sedangkan untuk label amonia cair dapat diartikan sebagai berikut dalam

kategori kesehatan, amonia cair termasuk dalam sifat nomor 3 merupakan bahan

yang pada paparan singkat dapat menyebabkan luka parah sementara atau cacat,

walaupun pengobatan telah diberikan. Dalam kategori kemudahan untuk terbakar

termasuk nomor 1 yaitu bahan yang harus dipanaskan sebelum dapat menyala dan

2

1

0 3

1

0

Page 141: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

untuk kategori reaktivitas atau instabilitas termasuk nomor 0 sehingga gas amonia

bahan yang dari sifatnya sendiri stabil, tidak reaktif, meskipun terkena panas atau

suhu tinggi.

Korosif dalam konteksnya bahan beracun adalah bahan kimia yang apabila

kontak dengan jaringan organisme hidup, dapat menghancurkannya. Untuk kontak

dengan mata, satu miligram atau kurang telah dapat menimbulkan kerusakan yang

serius. Untuk kontak dengan kulit dipertimbangkan satu miligram sebagai dosis

yang akan menimbulkan kerusakan lokal yang besar, derajat umum kerusakan ini

akan sebanding dengan area kulit yang terpengaruhi, kulit yang terbakar karena

bahan korosif maka efeknya sama dengan kulit yang terbakar oleh panas.

Ammonia merupakan zat yang bersifat mudah terikat dengan air, sehingga zat

kimia apapun yang bereaksi sangat kuat dengan air dapat menyebabkan cedera

dalam bentuk dehidrasi, reaksi dapat berupa reaksi eksotermal dan dapat mencapai

temperatur melebihi 1000C.

5.2.2 Refrigerator

Refrigerator merupakan bahan pendingin atau fluida yang digunakan

untuk menyerap panas melalui perubahan fase dari cair ke gas (evaporasi) dan

membuang panas melalui perubahan fase dari gas ke cair (kondensasi), sehingga

refrigeran dapat dikatakan sebagai pemindah panas dalam sistem pendingin. Salah

satu tipe rerigerant adalah refrigerant type ammonia absorber.

PT Nippon Shokubai Indonesia telah menjalankan sistem refrigerator ini

mulai tahun 2013. Tipe refrigerator di PT Nippon Shokubai Indonesia adalah

ammonia absorber. Dalam proses sirkulasi refrigerator ini mengalami

pencampuran 2 fluida yaitu, metanol (pendingin) dan amonia (yang didinginkan).

Page 142: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Amonia dalam sitem sirkulasi tersimpan didalam 3 tempat yaitu, generator,

receiver ammonia, dan solution receiver. Solution receiver 1 dan solution receiver

2 merupakan tempat proses pencampuran NH3 + H2O.

Proses Sirkulasi pada Refrigerator di PT. Nippon Shokubai Indonesia

adalah sebagai berikut :

1. Amonia dipanaskan dengan steam (uap panas) di generator,

selanjutnya amonia yang berupa liquid di dalam generator mendapat

tekanan yang tinggi sehingga menjadi gas dan menuju ke dalam

distilation columb, sedangkan amonia yang bertekanan rendah menuju

heat excanger sebagai steam.

2. Gas amonia dari distilation columb masuk kedalam condensor 1

dengan suhu antara 400C – 43

0C, dan tekanan 1,4 Mpa.

3. Didalam condensor 1 amonia didinginkan dengan HTM (Heat Tranfer

Material) berupa metanol dengan temperatur outlet (350C), inlet

(280C) untuk mencapai temperatur yang diinginkan, yaitu (38,7

0C).

Untuk sisa gas amonia yang tidak bertekanan di dalam condensor 1 di

alirkan kedalam condensor 2 yang didinginkan dengan cooling water.

4. Amonia dari condensor selanjutnya ditampung kedalam ammonia

receiver dengan konsentrasi amonia 99,8% (murni) dan dengan

temperatur (380C). Yang selanjutnya akan dialirkan ke dua tempat

yaitu, yang pertama dipompa untuk receiver dan yang kedua dialirkan

ke evaporator secara gaya grafitasi dengan tekanan 1,4 Mpa. Namun

sebelum menuju ke ammonia evaporator terlebih dahulu didinginkan

Page 143: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

ke dalam subcooler. Aliran amonia dari receiver (cair) menuju

evaporator (uap).

5. Selanjutnya amonia yang masuk kedalam evaporator 1 dan

evaporator 2 diturunkan tekanannya. Untuk evaporator 1 tekanan

diturunkan secara tiba – tiba dari tekanan 1,4 Mpa diturunkan menjadi

0,05 Mpa. Karena temperatur yang turun secara tiba – tiba tersebut

menyebabkan amonia dapat mendinginkan HTM (Heat Tranfer

Material) dengan inlet (-150C) serta outlet (-20

0C), lalu masuk

kedalam sistem criystallizer process. Dan untuk evaporator 2 tekanan

diturunkan secara tiba – tiba dengan tekanan dari 1,4 Mpa menjadi 0,6

Mpa, dengan temperatur HTM inlet (-70C) dan outlet (-8

0C).

6. Amonia yang dari evaporator masuk kedalam absorber dengan wujud

berupa gas yang di absorbsi menjadi cair. Untuk media

pengabsorbnya dari liquid ammonia generator yang berkonsentrasi

rendah.

7. Amonia yang dari absorber masuk kedalam solution receiver 1

dengan konsentrasi amonia 31% dan temperatur (350C) yang

selanjutnya akan dipompa menuju absorber 2 untuk diabsorbsi .

Untuk amonia yang dari absorber 2 masuk kedalam solution receiver

2 dengan konsentrasi ammonia sebanyak 38% dan suhu (360C) yang

selanjutnya ditransfer kembali menuju generator, sehingga proses

berulang secara terus – menerus.

Fungsi dari sistem pendinginan di PT Nippon Shokubai adalah sebagai

metode kristalisasi yang di lakukan pada plant 2AA. Metode ini digunakan

Page 144: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

karena beberapa alasan, salah satunya adalah karena perkembangan teknologi

yang muktahir dan lebih hemat energi. Tujuan kristalisasi adalah untuk

memisahkan AA dengan impurities (by product).

Maintenance untuk sistem refrigerator adalah setiap 6 bulan sekali saat

diadakan shut down yaitu antara bulan November – Desember. Untuk amonia

bekas dari proses di tampung di sebuah wadah (tabung silider) dan di simpan

sementara di TPS B3. Setelah shut down selesai dilakukan, maka amonia tadi di

tentukan apakah bisa digunakan kembali atau dibuang sebagai limbah B3.

Maintenance dalam 6 bulan sekali ini dilakukan oleh Production Departement

PT Nippon Shokubai Indonesia. Namun untuk maintenance keseluruhan setiap

satu tahun sekali diadakan oleh pihak vendor dari PT Daikin Airconditioning

Jepang. Ketika terjadi masalah dalam sistem sirkulasi proses refrigerator maka

pihak vendor sendiri yang akan melakukan maintenance tersebut.

5.2.3 Bencana dan Keadaan Darurat

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008

tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, bencana atau disaster adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh alam dan/atau faktor

non-alam maupun manusia, sehingga timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

Keadaan darurat adalah suatu keadaan atau kondisi yang tidak diinginkan

dimana terjadi kebakaran, peledakan, tumpahan minyak atau bahan kimia,

kegagalan alat utilitas utama, atau tindakan penyelamatan yang diperlukan, dapat

menyebabkan kematian, luka terhadap manusia (tenaga kerja, masyarakat),

Page 145: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

menimbulkan kegagalan proses bisnis perusahaan, menyebabkan kerusakan pada

peralatan (mesin, raw material), dan lingkungan serta menurunnya reputasi

perusahaan (Widiatmoko, 2006).

Jenis dari keadaan darurat menurut NFPA (National Fire Protection

Association) keadaan darurat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Keadaan Darurat Besar

Apabila keadaan darurat yang terjadi dipandang dapat mempengaruhi

jalannya operasi perusahaan atau mempengaruhi tatanan lingkungan

sekitar, dan penanggulangannya diperlukan pengerahan tenaga yang

banyak dan besar.

2. Keadaan Darurat Kecil

Apabila keadaan darurat yang terjadi dapat diatasi sendiri oleg petugas

setempat dan tidak membutuhkan tenaga banyak.

Menurut Departemen Tenaga Kerja perusahaan harus memiliki prosedur

untuk menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang diuji secara berkala untuk

mengetahui keandalan pada saat kejadian yang sebenarnya. Pengujian prosedur

secara berkala tersebut dilakukan oleh personil yang memiliki kompetensi kerja,

dan untuk instansi yang mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan

instansi terkait yang berwenang.

Upaya untuk mencegah dan menanggulangi adanya bencana dan keadaan

darurat di refrigerator system di PT. Nippon Shokubai Indonesia adalah dengan

mempersiapkan peralatan dan sistem keadaan darurat sebagai berikut

Page 146: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

1. Sistem Pencegahan

Sistem untuk mencegah terjadinya kebocoran amonia pada

refrigerator di PT Nippon Shokubai Indonesia adalah dengan dipakainya

bahan material untuk pipa dan tangki anti korosif khusus untuk pipa dan

tangki yang dialiri amonia berupa jenis stainless steel 304 (Plat SUS 304),

namun untuk pipa yang dialiri non-ammonia berupa jennis carbon steel.

Untuk Stainless Steel 304 merupakan jenis stainless steel yang

ketahanannya sangat tinggi untuk bahan yang besifat korosif, karena

dilapisi oleh film yang kaya kromium oksida alami yang dibentuk pada

permukaan baja. Selanjutnya diberikanya isolasi pada pipa yang sangat

baik, untuk pipa yang dialiri temperatur dingin isolasinya berupa

Polyurethane pipe cover yang terbuat dari campuran Isocyanate dan

Polyol yang diaduk secara bersama – sama sehingga terjadi reaksi dan

membentuk foam berupa busa keras polyurethane. Dan untuk pipa yang

dialiri temperatur panas memakai isolasi berupa calsium silika. Calcium

silicate biasanya digunakan pada temperatur yang cukup tinggi (lebih dari

2500F) pada pipa. Karena pipa merupakan material yang kaku dengan

kurva konduktifitas yang relatif datar, disamping memiliki kekuatan tekan

yang sangat tinggi, kekuatan lentur tinggi, tidak mudah terbakar, oleh

karena itu calcium silicate digunakan luas dalam berbagai industri. Selain

itu, calcium silicate merupakan corrosion inhibitor yang baik sehingga

dipandang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam sektor konservasi.

2. Sistem Alarm

Page 147: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

PT. Nippon Shokubai Indonesia sudah menerapkan sistem alarm

sebagai tanda bila terjadi kebakaran atau keadaan darurat. Sistem alarm

juga dapat secara langsung diaktifkan dari lokasi terjadinya keadaan

darurat. Dengan adanya sistem ini maka keadaan darurat dapat segera

diinformasikan ke semua pihak dengan menggunakan sistem alarm.

Sistem alarm dilengkai dengan tanda atau alarm yang bisa dilihat dan

didengar.

a. Manual Call Point berupa break glass

Sistem manual call point yang terdapat di PT. Nippon Shokubai

Indonesia adalah sistem yang bekerja dengan manual yang dapat

ditekan melalui tombol yang berada dalam kotak alarm (break glass).

Jika kaca pecah, maka tombol akan aktif dan segera mengeluarkan

sinyal alarm dan mengaktifkan sistem kebakaran lainnya.

b. Pengeras Suara (Public Address)

Dalam suatu area kerja yang luas di PT. Nippon Shokubai

Indonesia, pekerja tidak dapat mengetahui keadaan darurat secara

cepat, sehingga dipasang jaringan pengeras suara. Sistem ini

memungkinkan digunakannya komunikasi searah kepada seluruh

pekerja. Pengeras suara juga terdapat disetiap plant.

3. Pelayanan Kesehatan

Pertolongan pertama dan pelayanan kesehatan dipimpin oleh dokter

perusahaan. Dalam tahap perencanaan penanganan keadaan darurat harus

disiapkan personil yang terlatih. Termasuk memberikan pelatihan kepada

beberapa personil perusahaan non – klinik untuk penanganan keadaan

Page 148: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

darurat. Seperti first aid ketika terjadinya tumpahan bahan kimia pada

tubuh, CPR (Cardiopulmonary Resuscitation), evakuasi korban, dan lain –

lain.

Untuk pelayanan kesehatan diklinik ketika terjadi kecelakaan kerja

akibat bahan kimia, pihak klinik memberikan prosedur kesehatan dan

keselamatan berupa:

a. Pembersihan bahan kimia menggunakan air shower, eye wash.

b. Pemberian cream chemical, bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri

akibat luka bakar dari bahan kimia korosif, mencegah adanya

penetrasi lebih dalam, mencegah kerusakan jaringan (fibrosa kulit),

membantu pertumbuhan jaringan kulit baru.

c. Pembalut chemical, bertujuan untuk menutup luka bakar,

melindungi luka dari kontaminasi dari luar, penutup dari cream

chemical. Selanjutnya pergantian pembalut chemical ini diadakan

secara periodik selama 2 jam sekali dalam 3 hari, tergantung dari

luas luka. Pembalut chemical ini tidak berbahaya bagi luka akibat

bahan kimia korosif, karena sifatnya yang tidak terlalu merekat

pada kulit, dan juga mengandung gel di permukaan sisi dalamnya.

Selanjutnya apabila dirasa korban perlu penangan lebih lanjut maka

pihak klinik memberika rujukan kerumah sakit terdekat yaitu Rumah Sakit

Krakatau Medika untuk mendapatkan penanganan yang lebih mendalam

(intensif). Karena Rumah Sakit Krakatau Medika menyediakan

Decontaminasi Room untuk korban akibat luka bakar atau bahan kimia

yang perlu penanganan lebih intensif.

Page 149: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

5.2.4 Emergency Respone Plan

Rencana tanggap darurat merupakan proses perencanaan dengan

menyiapkan rencana aksi berdasarkan tahap evaluasi potensi keadaan darurat yang

terjadi ditempat kerja (Disnaker, 2004). Emergency Response Plan (ERP)

merupakan usaha perencanaan yang dilakukan termasuk tata cara atau pedoman

kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat dengan memanfaatkan sumber

tenaga dan sarana yang tersedia untuk menanggulangi akibat dan suatu kondisi

yang tidak normal dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian yang

lebih besar. ERP merupakan suatu ketentuan yang memuat prosedur

penanggulangan dalam menghadapi keadaan darurat meliputi tindakan yang harus

dilakukan serta siapa-siapa yang harus melakukannya.

Rencana keadaan darurat diantaranya memuat :

1. Pemasangan atau penyediaan sistem pemberian tanda dan alarm yang

sesuai dan diuji secara rutin.

2. Oganisasi dan tanggung jawab keadaan darurat.

3. Daftar pesonalia inti.

4. Keterangan tentang jasa keadaan darurat (misalnya pasukan pemadam

kebakaran, jasa pembersihan noda).

5. Rencana komunikasi internal dan eksternal.

6. Rencana pelatihan dan pengujian efektifitas.

7. Alat pengamanan keadaan darurat yang tersedia dan dipelihara dalam

keadaan bekerja dengan baik (Depnaker, 1997/1998)..

Page 150: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Pelatihan tenaga kerja terhadap bahaya kebakaran, tumpahan bahan kimia

maupun bencana alam penting agar tenaga kerja dapat melindungi diri sendiri

ketika barada dalam keadaan darurat.

Penyelenggara pelatihan dapat dilakukan secara internal maupun eksternal

dengan melihat hal berikut ini (Widiatmoko, 2006) :

1. Personil yang dilatih, jenis dan tipe pelatihan, jadwal pelatihan, materi

pelatihan, penyelenggara pelatihan, evaluasi setiap hasil pelatihan dan

dokumentasi, serta keterlibatan masyarakat.

2. Materi pelatihan seperti pemadaman api, mengatasi kebocoran pipa

atau tangki, evakuasi korban, dan pertolongan darurat.

Kegiatan pelatihan meliputi orientasi dan pendidikan, latihan ini sifatnya

hanya memberikan informasi mengenai kondisi darurat, penggunaan peralatan

darurat, lokasi, tindakan penanggulangan yang dilakukan, dapat dilakukan dalam

kelas. Lalu tabletop exercise, anggota dari manajemen bertemu dalam ruang

kontrol untuk mendiskusikan tugas dan tanggungjawab serta bagaimana

menanggapi keadaan darurat. Latihan ini merupakan langkah yang efektif dan

efisien untuk mengidentifikasi adanya kekompakan dari setiap group sebelum

melakukan latihan yang sesungguhnya. Selanjutnya functional drills, latihan ini

berdasarkan fungsi tiap grup seperti tim medis, tim pemadam, sekuriti, bertujuan

untuk memastikan berfungsinya peralatan tanggap darurat, lalu lintas komunikasi

antar personil, serta melihat adanya kemungkinan kegagalan sistem tanggap

darurat. Yang terakhir adaah evacuation drills, yang merupakan latihan tanggap

darurat bertujuan untuk melihat kelayakan kondisi jalur evakuasi, kemampuan

Page 151: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

menghitung jumlah personil, waktu yang diperlukan dan hal lain yang mungkin

dapat menimbulkan kondisi darurat

Emergency Respone Plan yang diterapkan di PT. Nippon Shokubai

Indonesia Deteksi meliputi deteksi adanya kebocoran amonia di PT Nippon

Shokubai Indonesia adalah adanya gas detector yang akan aktif ketika terjadi

kebocoran, terdapat 6 jumlah gas detector secara keseluruhan, untuk di lantai 1

terdapat 3 gas detector, dan dilantai 3 terdapat 3 gas detector, untuk dilantai 2

tidak terdapat gas detector karena telah diperhitungkan keefisiennya dilantai 2

kurang berpotensi terhadap adanya kebocoran.

Gas detector akan aktif alarmnya jika terdapat kebocoran lebih dari

25ppm maka terjadi primary warning alarm, ketika konsentrasi naik menjadi

50ppm maka akan terjadi secondary warning alarm. Dan selanjutnya sprinkle

akan berfungsi ketika ketiga alarm tersebut aktif semua, sehingga sprinkle akan

otomatis memancurkan air selama 30 menit saja, selanjutkan sprinkle akan

otomatis berhenti, untuk kapasitas pompa emergency sprinkle adalah 165m3/hari.

Selanjutnya deteksi kebocoran bisa dilihat dari control room, secara otomatis jika

terjadi masalah di area pabrik.

Berikut merupakan bagan Emergency Response Plan Kebocoran Amonia

yang terdapat di PT. Nippon Shokubai Indonesia untuk kebocoran amonia kurang

dari 50 ppm :

Page 152: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sumber : Data Primer

Gambar V.5 Bagan Emergency Respone Plant Kebocoran Amonia pada

Refrigerator < 50 ppm

4

MELAKUKAN PENANGANAN KEBOCORAN

OPERATOR ATAS PERINTAH SUPERVISIOR

Amoniak < 50ppm

2

MENGINFORMASIKAN KEPADA OPERATOR UNTUK

MELAKUKAN PENGECEKAN DI PLANT

SUPERVISIOR PRODUCTION

PRIMARY WARNING ALARM

OPERATOR DI CONTROL ROOM 1

MENGETAHUI ADANYA KEBOCORAN

AMONIAK

5 MENGISOLASI PIPA

SUPERVISIOR PRODUCTION

MELAKUKAN PENGECEKAN

8

MENYIRAM AREA KEBOCORAN MENGGUNAKAN AIR 7

6

Goggles

Gloves Rubber

Masker (Catridge

Hijau).

MENYIAPKAN APD

AMAN

3

MENGKONFIRMASIKAN KEPADA OPERATOR :KUANTITAS KEBOCORAN,

ARAH ANGIN, KECEPATAN ANGIN

SUPERVISIOR

Page 153: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Prosedur untuk penanganan kebocoran amonia dengan kapasitas

kebocoran kurang dari 25 ppm adalah sebagai berikut :

1. Operator di control room mengetahui adanya kebocoran amonia.

2. Supervisior control room menginformasikan ke operator untuk

melakukan pengecekan di pabrik melalui paging radio hand meliputi

banyaknya kuantitas kebocoran, arah mata angin dan kecepatan angin.

3. Atas perintah supervisior, operator melakukan penanganan kebocoran.

4. Operator mengisolasi pipa yang mengalami kebocoran dengan

menutup valve terdekat dengan kebocoran melalui control room,

bertujuan untuk menutup aliran fluida (amonia).

5. Operator menyiapkan dan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

APD disimpan di 2 area yaitu dibelakang control building, dan cabinet

room. APD disimpan di area jarak aman dari amonia, yaitu 100 meter

dari sistem refrigerator. APD yang digunakan tersebut berupa goggles,

rubber gloves dan mask with green catridge

6. Lalu operator melakukan penanganan dengan menyemprotan air secara

di area pipa yang mengalami kebocoran. Penyemprotan dilakukan

secara manual, karena sprinkle yang terdapat di pabrik akan otomatis

berfungsi ketika terdeteksi kebocoran amonia diatas 50 ppm dan valve

tertutup secara manual.

7. Supervisior production melakukan pengecekan kebocoran di pabrik

untuk memastikan keadaan yang aman.

Sedangkan untuk kebocoran amonia dengan skala kebocoran lebih dari 50

ppm, bagan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Page 154: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sumber : Data Primer

Gambar V.6 Bagan Emergency Respone Plant Kebocoran Amonia pada

Refrigerator < 50 ppm

1

MENGETAHUI KEBOCORAN

OPERATOR CONTROL ROOM

AMMONIA > 50ppm

3

MENGKONFIRMASI : Jumlah Kebocoran, Wind Direction, Wind

Speed

SUPERVISIOR IN CONTROL ROOM

2

MENGINFORMASIKAN PADA SUPERVISIOR

OPERATOR CONTROL ROOM

KEGAGALAN

PENANGANAN

DEPARTEMENT 7

PEMBACAAN SITUASI

KEBOCORAN TERKENDALI

SELESAI

EVAKUASI PERSONIL

5 SUPERVISIOR

DEPARTEMENT CONCERN

INVESTIGASI & VERIFIKASI

8

SE DEPT

MELAKUKAN UPAYA KESELAMATAN

6

***

PENANGANAN

KEBOCORAN

MEMATIKAN SUMBER

API DAN LISTRIK

SIRAM AREA

KEBOCORAN

DENGAN AIR

BLOK AREA

SEKITAR

MENGGUNAKAN

FOAM

1. ISOLASI PIPA.

2. MENYIAPKAN APD:

- goggles

- Rubber Gloves,

- safety boots

- SCBA

- Chemical Suit

MELAKUKAN PENANGANAN KEBOCORAN

4 PRODUCTION DEPT

Page 155: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Prosedur yang dilakukan saat terjadi kebocoran amonia dengan skala lebih

dari 50 ppm adalah sebagai berikut :

1. Operator di control room mengetahui adanya kebocoran amonia.

2. Operator control room menginformasikan kepada supervisior.

3. Supervisior di control room mengkonfirmasikan kepada operator di

plant melalui paging radio hand, untuk melakukan pengecekan di

plant. Supervisior melakukan konfirmasi tentang :

a. Banyaknya jumlah kebocoran

b. Arah mata angin; dan

c. Kecepatan angin.

4. Production Departement melakukan penangan kebocoran dengan

prosedur sebagai berikut:

a. Operator mengisolasi pipa yang mengalami kebocoran dengan

menutup valve terdekat dengan kebocoran (melalui control room),

bertujuan untuk memutus aliran fluida (amonia).

b. Operator menyiapkan Alat Pelindung Diri (APD). APD yang

disimpan di 2 area yaitu dibelakang control building, dan ruang

cabinet. APD disimpan di area jarak aman dari amonia, yaitu

100meter dari sistem refrigerant.

APD yang digunakan tersebut berupa :

1) Goggles

2) Rubber Gloves warna kuning khusus amonia

3) Safety boots

4) SCBA (Self-Contained Breathing Apparatus)

Page 156: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

5) Chemical Suit

c. Operator melakukan penangan kebocoran berupa :

1) Memutus aliran api dan listrik.

2) Menyiramkan air diarea kebocoran. Pada keadaan ini sprinkle

bekerja secara otomatis karena konsentrasi amonia diatas

50ppm. Fungsi air dalam hal ini adalah untuk mengikat

amonia dan menurunkan amonia ke bawah, sebab uap amonia

sangat mudah naik keatas karena lebih ringan dari udara

sekitar, yaitu 0,6 atm.

3) Memblok area sekitar dengan foam (busa), hal ini berfungsi

untuk menutup area sekitar kebocoran dari oksigen, karena

fungsi foam yaitu mengikat oksigen, hal ini bertujuan untuk

mencegah oksigen bercampur dengan uap amonia, sehingga

memutus segitiga api.

5. Supervisior Production memutuskan untuk melakukan evakuasi

personil dengan menghubungi Safety Environment Departement.

6. SE Departement melakukan evakuasi personil, dengan cara:

a. Melakukan barricade area sekitar kebocoran.

b. Menyimpan alat atau bahan yang mudah terbakar dengan area yang

melawan arah angin.

c. Mematikan sumber listri dan api, sekitar sistem refrigerant.

d. Mengevakuasi setiap personil yang tidak berkepentingan dalam

penanganan kebocoran.

Page 157: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

e. Mengevakuasi setiap orang yang tidak terlibat dalam

penanggulangan kebocoran ke suatu tempat yang aman dan

melawan arah angin. Adapun syarat Assembly Point dan Wind

Direction adalah:

1) Terdapat petunjuk arah angin untuk menentukan tempat

berkumpul sementara untuk evakuasi ke tempat yang mutlak.

2) Tempat berkumpul semetara harus cukup untuk menampung

personil yang ada disekitar area.

3) Tempat berkumpul smentara harus diberi tanda dan tulisan

yang jelas.

4) Tempat berkumpul sementara dan tempat aman mutlak harus

berada di lokasi yang aman dari pengaruh penyebab bencana

7. Memastikan situasi setelah penangan kebocoran. apakah situasi telah

aman atau tidak.

a. Jika kebocoran terkendali dapat dilanjutkan ke langkah 8.

b. Jika kebocoran tidak dapat terkendali

Jika dalam penanganan emergency response plan terjadi kegagalan,

sehingga kondisi semakin tidak terkendali seperti jumlah ammonia

semakin besar atau bahkan terjadi kebakaran. Maka dilanjutkan dengan

General Affair Departement menghubungi pihak eksternal bahwa telah

tejadi kebocoran ammonia. Pihak eksternal tersebut adalah CERT

(Ciwandan Emergency Response Team), masyarakat sekitar industri

dan pihak pemerintah yaitu polisi, BLH (Badan Lingkungan

Hidup), dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Banten.

Page 158: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

8. Melakukan investigasi dan verifikasi, dengan cara :

a. Metode 5W-1H untuk mengidentifikasi penyebab kebocoran.

b. Accident dan Incident Report yaitu pelaporan adanya accident dan

incident yang ditandatangani oleh Plant Manager. Serta

memberikan program preventif dan korektif. Selesai dan lanjut

bekerja.

Page 159: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

BAB VI

Kesimpulan dan Saran

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Higiene Industri di Superabsorbent Polymer Plant 1CA

1. Iklim kerja atau heat stress

Pada pengukuran bulan Maret 2015, delapan dari sebelas titik pada

area Superabsorbent Polymer (SAP) Plant 1CA memiliki nilai ISBB

melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan dalam Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang dibandingkan dengan beban

kerja dan jam kerja di area tersebut. Area yang melebihi NAB pada lantai

1 adalah area outlet dryer dan susvat, pada lantai 2 adalah area magnetic

separator dan separate metal, pada lantai 3 adalah area sifter, lantai 4

adalah area grease pump dan electronic separator dan pada lantai 5 adalah

area sifter.

2. Debu

Kadar total debu di Superabsorbent Polymer Plant 1CA dalam keadaan

aman karena tidak melebihi NAB yang ditetapkan yaitu pada Bulan

Januari 2015 sebesar 0.166 mg/m³ dan Bulan Februari 2015 sebesar 0. 227

mg/m³.

3. Gas Pencemar

Kadar gas pencemar di Superabsorbent Polymer Plant 1CA pada Bulan

Februari 2015 masih berada di bawah NAB yang ditetapkan. Sehingga

kondisi area kerja di SAP Plant 1CA aman dari gas – gas pencemar yang

dapat menganggu kesehatan pekerja.

Page 160: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

4. Kebisingan

Intensitas kebisingan di SAP Plant 1CA pada bulan Maret 2015 pada

lantai 3 pada titik 1 dan lantai 5 1CA Superabsorbent Polymer Plant

memiliki intensitas kebisingan yang tinggi yaitu masing –masing 97.4

dBA dan 92.3 dBA.

5. Getaran

Intensitas getaran yang terdapat di SAP Plant 1CA berasal dari mesin –

mesin produksi sehingga getaran tidak terpapar pada pekerja secara

langsung karena tidak terdapat pekerjaan yang mengharuskan pekerja

bekerja dengan menggunakan hand tool yang menimbulkan getaran.

6. Penerangan

Berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 7 Tahun 1964,

intensitas penerangan untuk SAP 1CA adalah minimal 100 lux karena

pekerja bekerja tidak secara terus menerus. Apabila dibandingkan dnegan

hasil pengukuran intensitas penerangan umum bulan Maret 2015 maka

terdapat 4 (empat) titik pengukuran yang memiliki intensitas penerangan

kurang dari standar yang ditentukan yaitu lantai 1, 2, 3 dan 4.

Sedangkan intensitas penerangan lokal terdapat 9 (sembilan) dari 11

(sebelas) titik pengukuran yang memiliki intensitas penerangan kurang

dari standar yang ditetapkan yaitu 100 lux yaitu lantai 1 di sprocket

collector, lantai 2 area magnetic separator dan separate metal, lantai 3

area sifter, waste grease dan outlet gel reactor, lantai 4 di area grease

pump dan electronic separator dan lantai 5 area sifter.

Page 161: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

7. Vektor dan Rodent

PT. Nippon shokubai Indonesia menyediakan peralatan pengendalian

vektor dan rodent di SAP Plant 1 yaitu rat box, trigonal box, luminous 3

dan crawling insect monitor (CIM). Pada bulan Januari dan Februari 2015,

Luminos 3 merupakan alat yang menangkap vektor dan rodent paling

banyak dengan jumlah pada Bulan Januari sebanyak 586 dan Februari

sebanyak 679. Sedangkan tidak terdapat tikus yang terperangkap di rat box

pada bulan Januari dan Februari 2015.

8. Limbah

Limbah cair yang terdapat di SAP Plant 1CAberupa ceaning water

yang akan di bawa dan diolah menuju tangki V-1000D lalu diairkan dan

ditampung di tangki AV-2611 sebelum diolah di Waste Liquid Incinerator

System (WLIS). Setelah diolah di WLIS, limbah akan dibuang menuju

laut.

Limbah padat di SAP Plant 1CA adalah waste gel dan waste powder.

Waste gel akan dikemas dalam paper bag dan jumbo bag sedangkan waste

powder dikemas dengan paper bag. Kedua limbah tersebut akan dibawa

dan disimpan sementara di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) B3

sebelum diangkut dan diolah di PT. Holcim Indonesia.

Limbah B3 di SAP Plant adalah waste grease yang dikemas di

container dan dibawa dan disimpan smeentara di Tempat Penyimpanan

Sementara (TPS) B3 sebelum diangkut dan diolah di PT. Holcim

Indonesia.

Page 162: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

6.1.2 Emergency Respone Plan Kebocoran Pipa Amonia di Refrigerator

Refrigerator di PT. Nippon Shokubai Indonesia dibuat untuk proses

pendinginan Acryc Acyd di 2 Acrylic Acid (2AA) Plant. Dalam proses

refrigerator memakai media berupa amonia sebagai pendingin dan metanol

sebagai yang didinginkan. Dalam proses sirkulasi menggunakan bahan kimia

amonia tidaklah lepas dari bahaya peledakan dan kebakaran, karena sifat amonia

yang sangat flammable dan korosif. Refrigerator mulai beroperasi ditahun 2013,

ketika terjadi emergency di sistem refrigerator ditangani oleh pihak vendor

(DAIKIN company), pihak PT. Nippon Shokubai Indonesia sendiri belum pernah

melakukan drill tentang emergency response plan kebocoran amonia.

6.2 Saran

6.2.1 Higiene Industri di di Superabsorbent Polimer Plant 1CA

1. Membuat jadwal siapa bertugas mengganti dan mengisi air mineral

yang terdapat di ruang minum lantai 4 SAP Plant 1CA, sehingga air

mineral tidak kosong dan pekerja yang mengalami dehidrasi dapat

segera mendapatkan cairan.

2. Pekerja yang bekerja di lantai 3 dengan intensitas kebisingan 97.4

dBA hanya diperkenankan bekerja dalam waktu 30 menit dan bekerja

di lantai 5 hanya dalam waktu 1 jam dengan intensitas 92.3 dBA. Atau

dapat bekerja ebih dari waktu yang diperkenankan namun wajib

menggunakan APD yaitu ear muff atau ear plug.

3. Memasang sign pada lantai 3 dan lantai 5 yang memiiki intensitas

kebisingan tinggi. Berikut contoh sign yang direkomendasikan :

Page 163: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

Sumber : Data Primer

Gambar VI.1 Sign untuk Area Kerja Dengan Intensitas Kebisingan

Tinggi

4. Kepada departemen Safety and Environment disarankan ,elakukan

pengukuran intensitas penerangan di area SAP Plant 1 CA untuk

mengetahui kondisi penerangan di area tersebut, sehingga apabila

terjadi masalah dapat segera ditangani.

5. Memastikan pekerja menutup setiap pintu dan plastic curtain dengan

baik dengan magnet bertemu dan dalam kondisi rapat. Memastikan

tidak membuka pintu dengan waktu yang lama saat terjadi aktivitas

bongkar muat.

6. Pekerja yang bertugas membersihkan limbah misalnya powder,

sebaiknya memastikan bahwa limbah yang dibersihkan tidak

berceceran di sekitarnya. Karena hal tersebut dapat membahayakan

pekerja lainnya.

CAUTION !!!

High Noise Area with Intensity 97 dBA

Wear Ear Protection or Work Time Maximum 30 Minutes

without Ear Protection

Area Kebisingan Tinggi Dengan Intensitas 97 dBA

Gunakan Pelindung Telinga atau Bekerja Dalam Waktu 30

Menit Tanpa Pelindung Telinga

Page 164: LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN II

6.2.2 Emergency Respone Plan Kebocoran Pipa Amonia pada Refrigerator

1. Mencantumkan MSDS (Material Safety Data Sheet) amonia di area

refrigerator.

2. Memasang sign untuk tempat penyimpanan Alat Pelindung Diri

(APD) supaya mudah terlihat oleh pekerja.

3. Melengkapi eye wash yang terdapat di lantai 3 dengan shower

sehingga apabila pekerja mengalami kecelakaan terkena cairan amonia

shower tersebut dapat mencegah keparahan.

4. Melakukan pelatihan dan simulasi untuk melatih kesiapsiagaan ketika

terjadi keadaan gawat darurat kepada pekerja berdasarkan ERP

(Emergency Response Plan) yang telah dibuat