laporan pl chem iii

87
]\LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIRONMENTAL MEDICINE III KELOMPOK 12 NAMA ANGGOTA: Iman Hakim Wicaksana G1A011001 Gilang Rara Amrullah G1A011004 RadityaBagasWicaksono G1A011006 Mulia Sari G1A011112 Tri Ujiana Sejati G1A011113 Kania Kanistia G1A011114 Nadhilah Idzni G1A011115 Niswati Syarifah Anwar G1A011116 Katharina Listyaningrum P. G1A011117 Fitriani Nurnadziah G1A011118 PEMBIMBING FAKULTAS: dr. Raudatul Jannah KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: nisafajar

Post on 29-Dec-2015

112 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Laporan Pl Chem III

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pl Chem III

]\LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN

BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIRONMENTAL MEDICINE III

KELOMPOK 12

NAMA ANGGOTA:

Iman Hakim Wicaksana G1A011001Gilang Rara Amrullah G1A011004RadityaBagasWicaksono G1A011006Mulia Sari G1A011112Tri Ujiana Sejati G1A011113Kania Kanistia G1A011114Nadhilah Idzni G1A011115Niswati Syarifah Anwar G1A011116Katharina Listyaningrum P. G1A011117Fitriani Nurnadziah G1A011118

PEMBIMBING FAKULTAS:

dr. Raudatul Jannah

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

2012

Page 2: Laporan Pl Chem III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecamatan Cilongok terletak di bagian barat Kabupaten

Banyumas. Cilongok merupakan kecamatan dengan jumlah desa terbanyak,

yaitu 20 desa. Terdapat dua puskesmas pada Kecamatan Cilongok, yaitu

Puskesmas 1 Cilongok dan Puskesmas 2 Cilongok. Kami akan melakukan

survey pada daerah kerja Puskesmas 1 Cilongok.

Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok meliputi 11 ( sebelas ) Desa

yang berada di Kecamatan cilongok , yaitu Cilongok, Cikidang, Pernasidi,

Rancamaya, Panembangan, Karanglo, Kalisari, Karangtengah, Sambirata,

Gununglurah, Sokawera dengan luas wilayah kurang lebih sebesar

62,1 Km2 . Terdapat beberapa penyakit yang menjadi demand tinggi di

wilayah Puskesmas 1 Cilongok, diantaranya ISPA, TBC, dan diare (BPS

Banyumas, 2012).

Daerah Kecamatan Cilongok yang sering dilalui bus-bus besar

tentu menimbulkan faktor tersendiri bagi kesehatan lingkungan daerah

setempat. Beberapa desa di wilayah Kecamatan Cilongok juga masih

merupakan desa dengan rumah penduduknya yang belum permanen dengan

jalanan yang dilalui masih jalan tidak beraspal.

Kelompok kami memilih penyakit diare sebagai penyakit yang

akan kami teliti karena jumlah penderita penyakit ini cukup tinggi tiap

bulannya. Kami mengambil sampel balita karena jumlah pasien diare pada

balita merupakan jumlah dengan angka tertinggi. Tercatat bahwa bulan lalu,

terdapat satu balita yang meninggal akibat diare pada wilayah kerja

Puskesmas 1 Cilongok, yaitu di Desa Kalisari.

Kami ingin menelaah lebih lanjut untuk mengetahui mengapa hal

itu dapat terjadi, faktor-faktor apa yang mempertinggi jumlah pasien balita

karena diare, dan faktor resiko apa yang dapat menjadi penyebab timbulnya

diare pada balita di daerah Kecamatan Cilongok.

1

Page 3: Laporan Pl Chem III

B. Tujuan

1. Tujuan Umum:

Mahasiswa mampu mengidentifikasi faktor-faktor risiko, rute transmisi,

dan pemajanan yang berhubungan dengan terjadinya penyakit (terutama

infeksi) di wilayah pedesaan.

2. Tujuan Khusus:

a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi faktor risiko pada penyakit

diare pada balita

b. Mahasiswa mampu membuat kuesioner yang sesuai dengan

kebutuhan data yang akan diidentifikasi

c. Mahasiswa mampu melakukan metode pengumpulan, pengolahan,

analisis, penyajian, dan pelaporan data secara benar sesuai prinsip-

prinsip epidemiologi (statistik deskriptrif)

d. Mahasiwa mampu menjelaskan metode rapid survey sebagi salah

satu metode pengumpulan data/informasi dari sebagian populasi

yang dianggap mewakili (representatif)

e. Mahasiswa mampu melakukan penelitian dengan metode

epidemiologi deskriptif.

2

Page 4: Laporan Pl Chem III

BAB II

HASIL PRAKTIK LAPANGAN

A. Gambaran Geografi

Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Cilongok Tahun 2012

Peta di atas menunjukkan peta kecamatan secara keseluruhan. Dapat

dilihat batas wilayah yaitu (BPS Banyumas, 2012) :

Batas Utara : Kabupaten Pemalang

Batas Timur : Kecamatan Karanglewas

Batas Selatan : Kecamatan Purwojati

Batas Barat : Kecamatan Ajibarang

Luas Wilayah : 10. 534,126 Ha

Tinggi ibukota kecamatan dari atas permukaan laut adalah 225 M.

3

Page 5: Laporan Pl Chem III

Tabel 1. Data Curah Hujan di Kecamatan Cilongok tahun 2012

No

Bulan Hari HujanCurah Hujan

(mm)1 Januari 19 2272 Februari 21 2733 Maret 24 3784 April 25 1655 Mei 20 2496 Juni 6 267 Juli 5 378 Agustus 3 49 September 2 610 Oktober 12 14011 Nopember 25 63912 Desember 25 337

Jumlah 187 2481

Tabel di atas menjelaskan jumlah hari dalam satu bulan yang terjadi hujan

serta curah hujan per bulannya. Hari hujan terbanyak pada bulan April,

Nopember, Desember dengan curah hujan tertinggi pada bulan Nopember

(BPS Banyumas, 2012).

B. Keadaan Demografi

Beberapa data yang kami temukan dapat digunakan untuk

menggambarkan keadaan demografi di Kecamatan Cilongok pada tahun 2012.

Data-data tersebut antara lain jumlah KK, jumlah penduduk, populasi

berdasarkan jenis kelamin dan umur, natalitas, dan mortalitas.

Tabel 2. Jumlah Penduduk di Kecamatan Cilongok pada Tahun 2012

No

Nama DesaRumah Tangga

Penduduk (Orang)

1 Batuanten 1232 44302 Kasegeran 1209 42893 Jatisaba 1345 45344 Panusupan 2395 77435 Pejogol 1064 40276 Pageraji 2762 99777 Sudimara 998 39288 Cilongok 2187 8410

4

Page 6: Laporan Pl Chem III

9 Cipete 1001 368410 Cikidang 777 286711 Pernasidi 1425 529912 Langgengsari 1834 674913 Rancamaya 1055 398614 Panembangan 1267 479315 Karanglo 895 338216 Kalisari 1162 455017 Karangtengah 2151 822618 Sambirata 1281 487519 Gununglurah 1899 722820 Sokawera 1932 7532

Jumlah 29871 110509Berdasarkan data yang kami peroleh dari kecamatan, terdapat total 29. 871

Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 110. 509 jiwa. Desa dengan

kepadatan penduduk tinggi adalah Desa Pageraji. Desa yang termasuk wilayah

Puskesmas 1 Cilongok adalah Cikidang, Cilongok, Kalisari, Karanglo,

Karangtengah, Panembangan, Purnasidi, Rancamaya, Sambirata, Sokawera,

dan Gununglurah (BPS Banyumas, 2012).

Tabel 3. Populasi Kecamatan Cilongok pada Tahun 2012

NoKelompok

UmurLaki-laki

Perempuan

Jumlah

1 00 - 04 5307 4987 102942 05 - 09 5410 5145 105553 10 - 14 5061 4766 98274 15 - 19 4433 4071 85045 20 - 24 3410 3425 68356 25 - 29 4269 4229 84987 30 - 34 4223 4127 83508 35 - 39 4399 4344 87439 40 - 44 3868 3881 774910 45 - 49 3606 3758 736411 50 - 54 3263 3116 637912 55 - 59 2651 2352 500313 60 - 64 1829 1854 368314 65 - 69 1714 1710 342415 70 - 74 1169 1249 241816 75+ 1396 1487 2883

Jumlah 56008 54501 110509

5

Page 7: Laporan Pl Chem III

Maka, dengan data di atas dapat digambarkan dengan piramida

penduduk berikut:

00 - 0405 - 0910 - 1415 - 1920 - 2425 - 2930 - 3435 - 3940 - 4445 - 4950 - 5455 - 5960 - 6465 - 6970 - 74

75+

15 10 05 00 05 10 15

PerempuanLaki-laki

Persentase

Kelo

mpo

k Um

ur

Gambar 2. Piramida Penduduk Kecamatan Cilongok pada Tahun 2012

Berdasarkan piramida penduduk di atas dapat dilihat bahwa yang

mendominasi populasi di Kecamatan Cilongok adalah usia 05-09 tahun

dengan mayoritas laki-laki dibanding perempuan (BPS Banyumas, 2012).

Tabel 4. Jumlah Natalitas dan Mortalitas Kecamatan Cilongok Tahun 2012

No Nama DesaLahir Mati

L P J L P J1 Batuanten 31 44 75 26 21 472 Kasegeran 33 35 68 12 10 223 Jatisaba 45 31 76 23 16 394 Panusupan 13 10 23 4 4 85 Pejogol 40 58 98 7 20 276 Pageraji 125 96 221 48 43 917 Sudimara 9 7 16 5 2 78 Cilongok 62 39 101 33 18 519 Cipete 34 28 62 16 19 3510 Cikidang 28 22 50 7 8 1511 Pernasidi 6 7 13 2 5 712 Langgengsari 81 63 144 95 60 15513 Rancamaya 46 51 97 14 18 3214 Panembangan 13 8 21 3 6 9

6

Page 8: Laporan Pl Chem III

15 Karanglo 3 2 5 1 1 216 Kalisari 28 33 61 25 22 4717 Karangtengah 40 43 83 31 20 5118 Sambirata 59 38 97 21 25 4619 Gununglurah 58 50 108 30 19 4920 Sokawera 43 34 77 15 14 29

Jumlah 797 699 1496 418 351 769

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa angka natalitas lebih besar

dibandingkan mortalitas dengan dominasi natalitas maupun mortalitas pada

jenis kelamin laki-laki (BPS Banyumas, 2012).

C. Keadaan Sosial Ekonomi

Data-data yang kami temukan berikut dapat digunakan untuk

mendeskripsikan keadaan sosial ekonomi di Kecamatan Cilongok, antara lain

jumlah sarana pendidikan, jumlah sarana peribadatan, jumlah pemeluk agama,

jumlah petugas kesehatan, jumlah sarana kesehatan, dan sektor perdagangan.

Tabel 5. Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Cilongok tahun 2012

No. Tingkat Sekolah

Jumlah Sekolah

1. TK 512. SD 553. SMP 54. SMK 1

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas sarana pendidikan

di Kecamatan Cilongok adalah TK sedangkan hanya ada 1 SMK di seluruh

kecamatan (BPS Banyumas, 2012).

7

Page 9: Laporan Pl Chem III

Tabel 6. Jumlah Sarana Peribadatan di Kecamatan Cilongok tahun 2012

(BPS Banyumas, 2012)

No. Sarana Peribadatan Jumlah1. Masjid 1642. Mushola/Surau 6353. Gereja  -4. Pura/Wihara  -

Tabel 7. Jumlah Pemeluk Agama di Kecamatan Cilongok tahun 2012

(BPS Banyumas, 2012)

No. Agama Jumlah1. Islam 109. 8872. Kristen Katolik 63

3. Kristen Protestan

108

4. Buddha 135. Hindu 2

Berdasarkan tabel nomor enam dan nomor tujuh dapat dilihat

bahwa mayoritas pemeluk agama dan sarana peribadatan di Kecamatan

Cilongok adalah Islam dengan jumlah mushola yang mendominasi.

Tabel 8. Jumlah Petugas Kesehatan di Kecamatan Cilongok tahun 2012

(BPS Banyumas, 2012)

No. Petugas Kesehatan Jumlah1. Dokter 32. Bidan 283. Petugas Kesehatan 294. Dukun Bayi 72

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas petugas

kesehatan di Kecamatan Cilongok adalah petugas kesehatan selain dokter,

bidan, dan dukun bayi. Hanya terdapat tiga dokter di seluruh kecamatan

(BPS Banyumas, 2012).

8

Page 10: Laporan Pl Chem III

Tabel 9. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Cilongok tahun 2012

(BPS Banyumas, 2012)

No. Sarana Kesehatan Jumlah1. Pusling 182. Polides 113. Puskesmas 2

4. Puskesmas Pembantu

2

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas sarana

kesehatan di Kecamatan Cilongok adalah Pusling sedangkan hanya ada 2

Puskesmas di seluruh kecamatan (BPS Banyumas, 2012).

Tabel 10. Jumlah Sektor Perdagangan di Kecamatan Cilongok tahun 2012

(BPS Banyumas, 2012)

No. Sektor

PerdaganganJumlah

1. Pasar 62. Toko/Kios Warung 2. 1583. Warung Makan 116

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas sektor

perdagangan di Kecamatan Cilongok adalah toko atau kios dan warung

sedangkan hanya ada 6 pasar di seluruh kecamatan (BPS Banyumas,

2012).

9

Page 11: Laporan Pl Chem III

BAB III

PENCAPAIAN PROGRAM KESEHATAN

A. Derajat Kesehatan Mayarakat

Derajat kesehatan masyarakat menurut Mosley (1985) dan Cadwel

(1990) dapat diukur dengan indikator-indikator sensitif yang dapat

menggambarkan derajat kesehatan masyarakat yaitu angka kematian ibu

(AKI) dan angka kematian bayi (AKB) (Cadwel, 1990).

AKI di Kecamatan Cilongok pada tahun 2010 terdapat satu kasus

kematian ibu yang diakibatkan oleh preeklamsi berat yang disebabkan oleh

hipertensi. Sedangkan pada tahun 2011 terdapat satu kasus kematian ibu yang

disebabkan oleh gagal jantung. Angka tersebut menggambarkan keadaan yang

cukup baik karena menunjukkan perbandingan 1 : 1072 kelahiran sehat.

Sedangkan menurut WHO dalam The World Health Report 2001 menyatakan

bahwa Indonesia termasuk masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain

dengan perbandingna AKI 450 : 100. 000 kelahiran hidup. Derajat kesehatan

Kecamatan Cilongok menunjukkan peningkatan ketika tahun 2012 dengan

pencapaian nol pada AKI atau tidak ada ibu yang meninggal saat partus atau

melahirkan (BPS Banyumas, 2012).

Indikator derajat kesehatan masyarakat yang lain adalah AKB. AKB

di Kecamatan Cilongok pada tahun 2011 adalah tujuh bayi dengan penyebab

kematian yang bervariasi dan menunjukkan kenaikan yang tajam pada tahun

2012 dengan angka kematian 16 bayi dimana penyebabnya dapat dibedakan

yaitu (BPS Banyumas, 2012) :

a. Asfiksi : 4 bayi

b. BBLR : 5 bayi

c. Diare : 1 bayi

d. Jantung Bocor : 1 bayi

e. Lain-lain : 5 bayi

10

Page 12: Laporan Pl Chem III

Hal ini menunjukkan bahwa AKB di Kecamatan Cilongok termasuk

angka yang cukup rendah dengan perbandingan 16 : 1054 kelahiran hidup

dibandingkan dengan data WHO tahun 2001 AKB Indonesia menggambarkan

keadaan yang cukup memperihatinkan dengan pencapaian 40 : 1000 kelahiran

hidup (BPS Banyumas, 2012).

B. Perilaku Masyarakat

Kondisi perilaku masyarakat di Kecamatan Cilongok dapat dinilai

berdasarkan aktifitas fisik yang dilakukan, banyaknya penduduk yang tidak

merokok, mencuci tangan sebelum makan, setelah makan, dan apabila tangan

kotor, menggosok gigi sebelum dan ketika bangun tidur, tidak minum-

minuman keras, tidak menggunakan narkoba, pengunaan jaminan pelayanan

kesehatan, dan pemberantasan sarang nyamuk. Adapun data-data di

kecamatan cilongok yang berkaitan dengan perilaku masyarakat tercantum

dalam tabel sebagai berikut (BPS Banyumas, 2012).

Tabel 11. Indikator Perilaku Mayarakat dan Persentase KK yang telah

melakukannya di Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok pada Tahun 2012

(BPS Banyumas, 2012)

No Indikator Persentase (%)1 Beraktivitas fisik 73,42 Tidak merokok 28,13 Mencuci tangan 95,14 Menggosok gigi 96,65 Mengkonsumsi miras dan narkoba 976 Memiliki jaminan pelayanan kesehatan 747 Memberantas sarang nyamuk 83,1

Berdasarkan data yang kami dapatkan, yang menjadi permasalahan utama

dalam perilaku masyarakat di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok yakni

banyaknya penduduk yang merokok, dengan presentase penduduk yang tidak

merokok sebanyak 28,1%, sedangkan presentase penduduk yang merokok

sebanyak 71,9%. selain itu, aktifitas fisik juga merupakan salah satu faktor

utama yang memperburuk kesehatan masyarkat dikecamatan cilongok, dengan

presentase penduduk yang melakukan aktifitas fisik sebanyak 73,4%. namun

11

Page 13: Laporan Pl Chem III

di samping itu, sebagian besar masyarakatnya sudah mulai sadar akan

pentingnya kebersihan, yakni mereka melakukan cuci tangan (95,1%) dan

menggosok gigi (96,6%) (BPS Banyumas, 2012).

C. Kesehatan Lingkungan

Penilaian kesehatan lingkungan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok

dapat dinilai berdasarkan indikator PHBS di tatanan rumah tangga diantaranya

dengan menilai jumlah ibu yang memeriksakan kehamilannya minimal

sebanyak 4 kali, pemberian asi eksklusif terhadap balita, melakukan

penimbangan balita di posyandu, dan pemberian makan balita dengan gizi

seimbang 4 sehat 5 sempurna. Selain itu, kesehatan lingkungan di kecamatan

Cilongok dapat dinilai berdasarkan kualitas air yang digunakan oleh setiap

keluarga, penggunaan jamban sehat, tempat pembuangan sampah, dan

menggunakan lantai yang kedap air di setiap rumah. Adapun data-data

masyarakat di kecamatan cilongok yang berkaitan dengan kesehatan

lingkungan tercantum dalam tabel-tabel sebagai berikut (BPS Banyumas,

2012).

Tabel 12. Indikator Kesehatan Lingkungan dan Persentase KK yang telah

melakukannya di Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok pada Tahun 2012

(BPS Banyumas, 2012)

No Indikator Persentase (%)1 Persalinan dan tenaga kesehatan 73,992 Memeriksakan kehamilan minimal 4x 78,53 Pemberian ASI Eksklusif 51,34 Penimbangan balita 62,75 Gizi seimbang 91,46 Air bersih 93,27 Jamban sehat 45,68 Membuang sampah pada tempatnya 74,19 Lantai kedap air 62,3

Berdasarkan data di atas, masalah kesehatan utama di kecamatan cilongok

yakni disebabkan banyaknya keluarga yang tidak memiliki jamban sehat,

dengan presentase keluarga yang menggunakan jamban sehat sebanyak

45,6%. mereka memiliki WC jongkok berleher angsa namun tidak memiliki

12

Page 14: Laporan Pl Chem III

septi tank sehingga hasil buangan di alirkan ke kolam dan atau ke sungai (BPS

Banyumas, 2012).

Selain itu, yang menjadi masalah utama lainnya yakni tidak diberikannya

asi eksklusif pada balita dengan presentase ibu yang memberikan asi eksklusif

terhadap anaknya sebanyak 51,3%, sedangkan yang tidak memberikan asi

eksklusif sebanyak 48,7%. ibu-ibu yang baru melahirkan tidak memberikan

ASI ekskusif karena khawatir akan ASI yang tidak kunjung keluar sehingga

bayi mereka diberikan makanan lain seperti susu formula, madu dan lain

sebagainya (BPS Banyumas, 2012).

Tabel indikator perilaku masyarakat dan kesehatan lingkungan dapat

digunakan untuk menilai strata PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) di

wilayah kerja Puskesmas I Cilongok yang dapat dilihat pada tabel dan grafik

berikut.

Tabel 13. Strata Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas I

Cilongok pada Tahun 2012

No Strata PHBS Jumlah KK Persentase (%)1 Sehat Pratama 155 0,922 Sehat Madya 3875 23,013 Sehat Utama 12042 71,504 Sehat Paripurna 769 4,57

Jumlah 16841 100Berdasarkan tabel di atas, rata-rata keluarga di Kecamatan Cilongok

mayoritas termasuk kelompok strata utama yakni 71,5% namun masih ada yang

termasuk strata pratama walaupun hanya 0,92% (BPS Banyumas, 2012).

13

Page 15: Laporan Pl Chem III

1%23%

72%

5%

strata pratamastrata madyastrata utamastrata paripurna

Gambar 3. Grafik Strata Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Wilayah Kerja

Puskesmas I Cilongok pada Tahun 2012

(BPS Banyumas, 2012)

D. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang diselengarakan oleh Puskesmas Cilongok I

dilakukan secara menyeluruh atau holistic. Mulai dari promotif, preventif,

kuratif, hingga rehabilitative. Pelayanan promotif yang dilakukan oleh

Puskesmas Cilongok I dilakukan dengan cara penyuluhan-penyuluhan ke

berbagai sasaran di 11 desa yang berada di bawah naungan Puskesmas

Cilongok I. Pelayanan promotif dan preventif yang dilakukan oleh puskesmas

antara lain (BPS Banyumas, 2012) :

1. Penyuluhan tentang kesehatan bayi dan balita

Penyuluhan ini dilakukan oleh pihak puskesmas secara rutin mengikuti

jadwal masing-masing posyandu di setiap desa (BPS Banyumas, 2012).

2. Pelacakan

Kegiatan pelacakan dilakukan puskesmas bila terjadi suspek sebuak

penyakit yang kemungkinan bisa menjadi KLB di kecamatan dengan

menggunakan penelitian epidemiologi yang kemudian ditindaklanjuti

dengan penyuluhan yang berhubungan dengan penyakit yang

bersangkutan (BPS Banyumas, 2012).

14

Page 16: Laporan Pl Chem III

5%12%

7%

9%

11%16%4%

11%

7%

6% 11%

JUMLAH PENYULUHAN

1 CILONGOK2 PERNASIDI3 CIKIDANG4 KARANGLO5 KALISARI6 PANEMBANGAN7 RANCAMAYA8 GUNUNG LURAH9 SAMBIRATA10 KARANG TENGAH11 SOKAWERA

Gambar 4. Jumlah Penyuluhan yang Dilakukan di 11 Desa Wilayah Kerja

Puskesmas 1 Cilongok

(BPS Banyumas, 2012)

Sedangkan pelayanan yang dilaksanakan guna kuratif selain

pengobatan yang biasa dilakukan adalah :

1. Klinik Sanitasi

Klinik ini digunakan bila keadaan sanitasilah yang menjadi penyebab

penyakit yang diderita. Sepeti contohnya adalah diare maka dibutuhkan

klinik sanitasi untuk mendukung kegiatan kuratif secara medikamentosa

(BPS Banyumas, 2012).

Gambar 5. Klinik Sanitasi Puskesmas I Cilongok

15

Page 17: Laporan Pl Chem III

2. Pojok Gizi

Pojok gizi digunakan saat pasien merasa perlu terjadi perbaikan status gizi

atau juga bisa dilakukan setelah dirujuk oleh dokter yang bersangkutan

(BPS Banyumas, 2012).

Gambar 6. Klinik Gizi Puskesmas I Cilongok

3. Konseling untuk TB

Konseling yang khusus untuk TB sengaja dilakukan karena memang

kasus TB di Kecamatan Cilongok termasuk masih banyak (BPS

Banyumas, 2012).

4. Rawat Inap

Selain kegiatan promotif, preventif, dan kuratif puskesmas juga

melakukan beberapa kegiatan rehabilitative di unit rawat inap yang

tersedia (BPS Banyumas, 2012).

16

Page 18: Laporan Pl Chem III

Tabel 14. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan , Rawat Inap, dan Kunjungan Gangguan

Jiwa di Puskesmas I Cilongok Tahun 2011

(BPS Banyumas, 2012)

Keterangan Jumlah KunjunganKunjungan

Gangguan JiwaPerawatan Rawat Jalan Rawat Inap Jumlah

Jenis kelamin

L P L+P L P L+P L P L+P

Jumlah kunjungan

14,812 17,880 32,692 205 282 487 45 33 78

Total penduduk

33,512 34,560 68,072 33,512 34,560 68,072  

Cakupan kunjungan

44. 2 51. 7 48. 0 0. 6 0. 8 0. 7

Mayoritas kunjungan pada Puskesmas I Cilongok terjadi pada rawat jalan

dengan pasien mayoritas perempuan. Sedangkan pada gangguan jiwa

didominasi oleh pasien laki-laki (BPS Banyumas, 2012).

17

Page 19: Laporan Pl Chem III

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Analisis Masalah

1. Daftar penyakit yang dilakukan surveilans berdasarkan register

Puskesmas I Cilongok tahun 2012

Tabel 15. Jumlah Angka Kejadian Penyakit yang Dilakukan Surveilans

pada Puskesmas I Cilongok pada Tahun 2011 dan 2012

(BPS Banyumas, 2012).

No PenyakitJumlah Angka Kejadian2011 2012

1 Diare 1320 8412 Cacar air 104 943 DBD 8 44 Malaria 3 55 Campak 6 3Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa angka kejadian diare

merupakan angka kejadian tertinggi di antara penyakit yang dilakukan

surveilans pada Puskesmas I Cilongok yaitu 841 kasus pada tahun 2012

(BPS Banyumas, 2012).

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012 61 53 50 69 62 70 104 114 103 64 60 31

2011 102 103 111 100 78 113 152 115 133 155 93 65

10

30

50

70

90

110

130

150

170

Gambar 7. Grafik Diare Bulanan Puskesmas I Cilongok Tahun 2012 (BPS

Banyumas, 2012).

18

Page 20: Laporan Pl Chem III

Pada grafik di atas kita dapat melihat jumlah pasien diare yang

fluktuatif, dimana bulan Agustus terjadi angka kejadian yang tertinggi

dibanding bulan lainnya, yaitu sebesar 114 kasus (BPS Banyumas, 2012).

2. Daftar penyakit yang termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB)

Tabel 16. Kejadian Luar Biasa Puskesmas I Cilongok tahun 2011

(BPS Banyumas, 2012).

No Jenis KLBYang Terserang Jumlah Penduduk

TerancamJumlah

PenderitaJumlah Kec.

Jumlah Desa L P L+P L P L+P

1 Diare 1 1 3.

820 4.

069 7. 889 1 0 1

2Keracunan Makanan

1 1 3.

820 4.

069 7. 889 8 5 13

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penyakit diare yang

menduduki peringkat 1 pada jumlah angka kejadian di antara penyakit

yang dilakukan surveilans juga termasuk KLB (kejadian luar biasa) pada

tahun 2011 (BPS Banyumas, 2012).

3. Penyakit yang diambil dalam pengamatan

Penyakit yang kami ambil untuk diamati kaitannya dengan faktor

risiko di wilayah kerja Puskesmas I Kecamatan Cilongok adalah diare

pada anak berusia 0-6 tahun (usia prasekolah) (BPS Banyumas, 2012).

4. Metode studi epidemiologi yang digunakan

Epidemiologi Deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk

menentukan jumlah atau frekuensi dan distribusi penyakit di suatu daerah

berdasarkan variabel orang, tempat, dan waktu (Budiarto, 2003).

Studi epidemiologi deskriptif digunakan jika pengetahuan tentang

suatu penyakit hanya sedikit. Studi deskriptif memberikan pengetahuan,

data, dan informasi tentang perjalanan atau pola penyakit, kondisi, cedera,

ketidakmampuan, dan kematian dalam kelompok atau populasi. Informasi

biasanya berasal dari data yang dikumpulkan secara rutin berdasarkan

karakteristik demografi seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, ras, status

19

Page 21: Laporan Pl Chem III

perkawinan, sosial ekonomi, geografis, dan periode waktu (Timmreck,

2005).

Manfaat studi deskriptif yaitu pertama, memberikan masukan

tentang pengalokasian sumber daya dalam rangka perencanaan yang

efisien; kedua, memberi petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis

bahwa suatu variabel adalah faktor resiko penyakit (Rajab, 2009).

Tujuan dari studi epidemiologi deskriptif sendiri adalah (Rajab, 2009) :

1. Menggambarkan karakteristik distributif dari berbagai penyakit

dari suatu populasi

2. Mengidentifikasi kemungkinan determinan, masalah, dan faktor

resiko

3. Memperhitungkan besar dan pentingnya berbagai masalah

kesehatan pada suatu populasi

B. Perumusan Masalah

1. Definisi diare

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi

lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali

dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan

sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata

pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).

Sedangkan menurut Boyle, diare adalah keluarnya tinja air dan

elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam

disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama

dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi

dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja (Elliot,

2004).

20

Page 22: Laporan Pl Chem III

Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines,

etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab (WGOGG, 2005):

a. Bakteri

Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,

Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter

aeromonas

b. Virus

Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

c. Parasit

Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,

Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides

stercoralis

d. Non infeksi

Malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,

imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.

Diare yang akan dibahas pada pengamatan epidemiologi case-

control ini adalah diare yang mengalami mode transmisi faecal-oral yaitu

melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak

langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 5F =

faeces, flies, food, fluid, finger). Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa

berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta

tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi:

kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan

lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada

atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah

(Juffrie, 2010).

2. Faktor-faktor risiko yang memicu diare

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011,

beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seorang individu

terkena diare adalah (Depkes, 2011):

21

Page 23: Laporan Pl Chem III

a. Faktor perilaku

1) Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan

Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat

bayi kontak terhadap kuman

2) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko

terkenapenyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan

botol susu

3) Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum

memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah

membersihkan BAB anak

4) Penyimpanan makanan yang tidak higienis

b. Faktor lingkungan

1) Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya

ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK)

2) Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

c. Faktor dari penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk

diare

1) kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk

2) penyakit imunodefisiensi/imunosupresi

3) penderita campak

C. Prioritas Masalah

1. Data responden

Data responden terlampir.

22

Page 24: Laporan Pl Chem III

2. Persebaran responden

a. Berdasarkan umur ibu atau pengasuh balita

3%

50%40%

7%

Umur Ibu

<20 tahun20-30 tahun30-40 tahun>40 tahun

Gambar 8. Usia ibu dari anak usia 0-6 tahun dengan penyakit diarePada penelitian ini kami menemukan bahwa persebaran usia ibu

pada kasus penyakit diare pada usia 0-6 tahun paling besar pada

kelompok umur 20-30 tahun sebesar 50 %.

b. Berdasarkan pendidikan terakhir ibu atau pengasuh balita

23%

40%

7%

17%

13%

Pendidikan

tidak tamat SD SD

tidak tamat SMP SMP

tidak tamat SMA SMA

perguruan tinggi

Gambar 9. Tingkat pendidikan terakhir ibu dari anak usia 0-6 tahun dengan penyakit diare.

Pada penelitian ini kami menemukan bahwa persebaran tingkat

pendidikan terakhir ibu pada kasus penyakit diare usia 0-6 Tahun

paling besar adalah pada kelompok SMP sebesar 40 %.

23

Page 25: Laporan Pl Chem III

c. Berdasarkan status kerja ibu atau pengasuh balita

83%

7%

10%

Status Kerja

ibu rumah tangga buruh

pegawai wiraswasta

lainnya

Gambar 10. Status pekerjaan ibu dari anak dengan penyakit diare usia

0-6 tahun

Pada penelitian ini kami menemukan bahwa persebaran status

pekerjaan ibu pada kasus penyakit diare usia 0-6 Tahun paling besar

adalah pada kelompok pada kelompok ibu rumah tangga sebesar 83%.

3. Faktor risiko dari ibu atau pengasuh balita

a. Berdasarkan umur ibu atau pengasuh balita

3%

50%40%

7%

Umur Ibu

<20 tahun20-30 tahun30-40 tahun>40 tahun

Gambar 8. Usia ibu dari anak usia 0-6 tahun dengan penyakit diarePada penelitian ini kami menemukan bahwa persebaran usia ibu

pada kasus penyakit diare pada usia 0-6 tahun paling besar pada

kelompok umur 20-30 tahun sebesar 50 %. Beberapa referensi seperti

pada penelitian oleh Suharyono tahun 2003 menemukan bahwa

semakin tua umur ibu maka kesiapan dalam mencegah terjadinya

diare akan semakin baik dan berdampak pada terhindarnya anak dari

diare (Nurharyani, 2007).

24

Page 26: Laporan Pl Chem III

b. Berdasarkan pendidikan terakhir ibu atau pengasuh balita

23%

40%

7%

17%

13%

Pendidikan

tidak tamat SD SD

tidak tamat SMP SMP

tidak tamat SMA SMA

perguruan tinggi

Gambar 9. Tingkat pendidikan terakhir ibu dari anak usia 0-6 tahun dengan penyakit diare.

Pada penelitian ini kami menemukan bahwa persebaran tingkat

pendidikan terakhir ibu pada kasus penyakit diare usia 0-6 Tahun

paling besar adalah pada kelompok SMP sebesar 40 %. Beberapa

referensi seperti pada penelitian oleh Juliaty tahun 1999 menyebutkan

salah satu faktor sosial yakni pendidikan ibu memiliki pengaruh

terhadap prevalensi diare. Pada pendidikan ibu yang tinggi, prevalensi

diare ditemukan rendah (Nurharyani, 2007).

c. Berdasarkan status kerja ibu atau pengasuh balita

83%

7%

10%

Status Kerja

ibu rumah tangga buruh

pegawai wiraswasta

lainnya

Gambar 10. Status pekerjaan ibu dari anak dengan penyakit diare usia

0-6 tahun

Pada penelitian ini kami menemukan bahwa persebaran status

pekerjaan ibu pada kasus penyakit diare usia 0-6 Tahun paling besar

25

Page 27: Laporan Pl Chem III

adalah pada kelompok pada kelompok ibu rumah tangga sebesar 83%.

Pada penelitian lain yang dilakukan Iriantoro tahun 1996 menemukan

status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan

kejadian diare pada anak. Pada pekerjaan ibu atau keaktifan ibu dalam

berorganisasi sosial berpengaruh pada kejadian diare pada anak.

Dengan pekerjaan tersebut diharapkan ibu mendapat informasi tentang

pencegahan diare. Terdapat 9,3% anak menderita diare pada ibu yang

bekerja, sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak 12% (Rahmataji,

2006).

d. Pengetahuan Ibu tentang Diare

60%

40%

Pengetahuan Ibu Tentang Diare

baikburuk

Gambar 11. Grafik Faktor Risiko ketidaktahuan ibu mengenai diare

pada responden di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Ditemukan 40% responden dengan pengetahuan buruk terhadap

diare dan 60% dengan pengetahuan baik terhadap diare. Pengetahuan

meliputi penyebab dan cara mencegah diare. Semakin tinggi tingkat

pengetahuan ibu maupun keluarga tentang penyakit diare maka

semakin rendah insidensi, resiko, maupun peluang terjadinya penyakit

diare. Oleh sebab itu perlu adanya penyuluhan, dan edukasi yang baik

dari pemerintah atau dalam hal ini petugas kesehatan di daerah kepada

tiap-tiap keluarga tentang penyakit diare ini (Ali, 2003).

26

Page 28: Laporan Pl Chem III

e. Pemberian ASI yang tidak eksklusif selama 6 bulan pertama

50%50%

ASI Eksklusif

yatidak

Gambar 12. Grafik Faktor Risiko tidak diberikannya ASI eksklusif

selama 6 bulan terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja

Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan responden yang menjalankan ASI

ekslusif selama 6 bulan mempunyai proporsi sama dengan yang tidak

menjalankan ASI ekslusif selama 6 bulan. Hal tersebut sesuai dengan

penelitian yang menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif dapat

mengurangi angka kejadian diare karena ASI mengandung zat

antibodi yang bisa meningkatkan sistem pertahanan tubuh anak.

Pemberian ASI secara eksklusif mampu melindungi bayi dari berbagai

macam penyakit infeksi. Selain itu pencernaan anak tidak terpapar

makanan asing terlalu dini (Apriyanti dkk, 2009).

27

Page 29: Laporan Pl Chem III

f. Pemberian makanan pendamping setelah masa ASI eksklusif yang

tidak sesuai dengan panduan

40%

50%

10%

Pemberian Makanan setelah Usia >6 bulan

buah-buahan

biskuit

sama dengan makanan keluarga

Gambar 13. Grafik Faktor Risiko tidak diberikannya makanan

pendamping sesuai panduan setelah usia anak 6 bulan terkait penyakit

diare pada responden di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun

2013.

Pada responden ditemukan 50 % memberikan anaknya makanan

tambahan berupa biskuit, 40% dengan buah-buahan, dan 10 % sama

dengan makanan keluarga. Makanan tambahan yang diberikan terlalu

cepat akan menganggu perkembanganlambung atau usus bayi.

Makanan tambahan dapat berupa sari buah-buahan (jeruk, tomat,

alpukat, apel, pepaya, atau pisang ambon),biskuit, bubur susu, dan

nasi tim. Buah-buahan merupakan makanan tambahan yang

diutamakan untuk diberikan terlebih dahulu karena pencernaan bayi

mudah beradaptasi dengannya (Adisasmito, 2007).

28

Page 30: Laporan Pl Chem III

g. Tidak mencuci tangan saat akan menyusui atau memberi makan anak

80%

20%

Cuci Tangan Sebelum Menyusui

yatidak

Gambar 14. Grafik Faktor Risiko tidak mencuci tangan sebelum

menyusui atau memberi makan terkait penyakit diare pada responden

di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada responden ditemukan bahwa 20% dari responden tidak

mencuci tangannya ketika akan menyusui atau memberi makan

anaknya, sedangkan 80% nya mencuci tangannya sebelum menyusui

atau memberi makannya. Hasil yang didapatkan dari survey di

Kecamatan Cilongok pada 40 responden yaitu peluang, risiko, serta

insiden terjadinya diare tidak disebabkan oleh orang tua yang tidak

mencuci tangan pada saat sebelum menyusui atau memberi makan

pada anaknya. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang

menyatakan perilaku masyarakat terhadap cuci tangan sebelum makan

(14%), sebelum memberi makan bayi (7%), dan sebelum menyiapkan

makanan (6 %) telah berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian

diare di Indonesia (Keputusan Menteri Kesehatan, 2006)

29

Page 31: Laporan Pl Chem III

h. Tidak mencuci tangan saat sebelum makan

97%

3%

Cuci Tangan Sebelum Makan

ya tidak

Gambar 15. Grafik Faktor Risiko tidak mencuci tangan sebelum

makan untuk ibu terkait penyakit diare pada responden di wilayah

kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan 97% respon mencuci tangan sebelum

makan sedangkan 3% lainnya tidak. Hal ini berbeda dengan hasil

penelitian yang menyatakan praktik mencuci tangan dengan sabun

yang memenuhi syarat sebesar 39% memiliki hubungan yang

bermakna dengan kejadian diare pada balita (Zen, 2011).

Perbedaan data dan literatur dapat dikarenakan bias seleksi dimana

responden yang dapat diamati terlalu sedikit. Selain itu dapat

disebabkan kurangnya keterbukaan ibu pada saat menjawab

pertanyaan kuesioner, serta kemungkinan ibu menutupi perilaku yang

sebenarnya. Bisa juga terjadi bias informasi dimana cuci tangan yang

dimaksudkan ibu, bukan cuci tangan dengan sabun, melainkan hanya

membasuh tangan dengan air (Zen, 2011).

30

Page 32: Laporan Pl Chem III

tidakya

i. Tidak mencuci peralatan makanan sebelum digunakan

100%

Cuci Alat Peralatan Makan

ya tidak

Gambar 16. Grafik Faktor Risiko tidak mencuci peralatan makan

terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja Puskesmas 1

Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan seluruh responden mencuci peralatan

makan sebelum digunakan. Dari 30 responden yang berpartisipasi

dalam survey di Kecamatan Cilongok tidak didapatkan hubungan

antara angka insidensi, peluang serta risiko terjadinya diare dengan

faktor risiko tidak mencuci peralatan makan. Hal ini sesuai dengan

literatur yang menegaskan bahwa praktik ibu menyiapkan makanan

dan minuman yang memenuhi syarat sebesar 79% tidak ada hubungan

yang bermakna dengan kejadian diare pada balita, praktik ibu

mensterilkan botol susu yang memenuhi syarat sebesar 54% juga

tidak ada hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada balita

(Zen, 2011).

31

Page 33: Laporan Pl Chem III

tidakya

j. Tidak mencuci bahan-bahan makanan sebelum dipersiapkan

100%

Cuci Bahan Makanan

ya tidak

Gambar 17. Grafik Faktor Risiko tidak dilakukan pencucian bahan

makanan sebelum diolah terkait penyakit diare pada responden di

wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan bahwa seluruh responden mencuci

bahan makanan sebelum dimasak dan digunakan. Pengolahan bahan

makanan untuk bayi maupun balita perlu dilakukan dengan cermat

untuk menghindari makanan tercemar oleh bakteri yang dapat

menimbulkan penyakit termasuk diare. Termasuk dalam hal ini

kebersihan tangan, alat yang digunakan dan bahan pangan yang akan

diolah. Sebelum diolah bahan makanan harus dicuci dengan benar

(Sutomo, 2010).

32

Page 34: Laporan Pl Chem III

tidakya

k. Tidak mencuci tangan setelah buang air besar (BAB) dan buang air

kecil (BAK)

100%

Cuci Tangan setelah BAB & BAK

ya tidak

Gambar 18. Grafik Faktor Risiko tidak mencuci tangan setelah BAB

dan BAK terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja

Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan semua responden mencuci tangan

setelah buang air besar dan buang air kecil. Mencuci tangan sesudah

buang air besar dan sebelum mempersiapkan bahan makanan adalah

salah satu cara mencegah terjadinya diare. Ini disebabkan menghindari

masuknya bakteri ke dalam saluran pencernaan, khususnya bakteri E.

coli yang merupakan penyebab penyakit diare (Behrman, 2000).

33

Page 35: Laporan Pl Chem III

l. Tidak merebus air minum sebelum digunakan

97%

3%

Merebus Air untuk Minum

ya tidak

Gambar 19. Grafik Faktor Risiko tidak direbusnya air minum rumah

tangga terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja

Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan 97% responden merebus air untuk

minumnya, sedangkan 3% lainnya tidak.

m. Kebiasaan memberi anak makanan di luar rumah

97%

3%

Kebiasaan Jajan di Luar Rumah

ya tidak

Gambar 20. Grafik Faktor Risiko pada anak yang sering jajan

makanan di luar rumah terkait penyakit diare pada responden di

wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan 97% responden mempunyai kebiasaan

jajan di luar rumah, sedangkan 3% lainnya tidak. Hasil analisis yang

menunjukkan bahwa perilaku memberi makan anak sambil bermain

diluar rumah merupakan faktor protektif terhadap kejadian diare

(Sulastri, 1999).

34

Page 36: Laporan Pl Chem III

n. Penyimpanan makanan bayi dan balita

90%

10%

Penyimpanan Makanan

higienistidak higienis

Gambar 21. Grafik Faktor Risiko tidak higienisnya tempat

penyimpanan makanan terkait penyakit diare pada responden di

wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan 90% responden menyimpan

makanannya dengan higienis, sedangkan 10% lainnya tidak.

4. Faktor risiko dari anak

a. Usia anak penderita diare

7%

23%

10%

7%17%

37%

Usia Penderita Diare

0-11,1-22,1-33,1-44,1-55,1-6

Gambar 22. Grafik faktor risiko usia penderita diare pada responden

di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada responden penderita diare didapatkan mayoritas berusia 5

Tahun,1-6 tahun (36%).

35

Page 37: Laporan Pl Chem III

b. Jenis kelamin penderita diare

Perempuan67%

Laki-laki33%

Jenis Kelamin pada Penderita Diare

Gambar 23. Grafik faktor risiko jenis kelamin penderita diare pada

responden di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada responden penderita diare didapatkan mayoritas berjenis

kelamin perempuan (67%).

c. Ketidaklengkapan imunisasi dasar

Lengkap100%

Status Imunisasi pada Penderita Diare

Gambar 24. Grafik faktor risiko tidak lengkapnya pemberian

imunisasi terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja

Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

36

Page 38: Laporan Pl Chem III

Pada responden yang menderita diare ditemukan 100%

memiliki status imunisasi lengkap, tidak ada yang memiliki faktor

risiko ketidaklengkapan imunisasi. Pencegahan penyakit infeksi salah

satunya dengan pengendalian dan pemusnahan sumber infeksi melalui

imunisasi. Dari lahir hingga usia 9 bulan terdapat rangkaian imunisasi

dasar yang harus dilakukan, yakni BCG, HB, DPT, Polio, dan

campak. Pada penelitian yang dilakukan Lestiyorini (2001) pada anak

balita usia 1-4 tahun imunisasi campak dapat menurukan angka

kematian diare sebesar 6-20%. Hal tersebut disebabkan karena

penyakit ikutan dari campak adalah diare hebat (Lestiyorini, 2001).

d. Status gizi yang kurang atau buruk

Underweight13%

Normoweight87%

Status Gizi pada Penderita Diare

Gambar 25. Grafik faktor risiko status gizi buruk terkait penyakit

diare pada responden di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun

2013.

Mayoritas responden penderita diare memiliki status gizi

normal (sebesar 87%). Pada penderita kurang gizi serangan diare

terjadi lebih sering dan lebih lama terjadi. Semakin buruk keadaan gizi

anak, semakin sering dan berat diare yang diderita. Diduga bahwa

mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya

tahan tubuh yang kurang. Keadaan sistem immunitas dari host ini

sangat menentukan apakah respons imun untuk melawan antigen

37

Page 39: Laporan Pl Chem III

berupa bakteri berhasil atau tidak. Status gizi sangat menentukan

kemampuan ini. Status gizi diantaranya dipengaruhi oleh sangat

dipengaruhi oleh kemiskinan, ketidaktahuan dan ada tidaknya

penyakit yang mendasari tercapainya status gizi tersebut

(Shintamurniwaty, 2006).

e. Pemberian vitamin A

Ya93%

Tidak7%

Pemberian Vitamin A pada Penderita Diare

Gambar 26. Grafik faktor risiko tidak mendapat Vit. A terkait

penyakit diare pada responden di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok

tahun 2013.

Pada responden penderita diare mayoritas 93% mendapat

vitamin A dari puskesmas. Vitamin A telah digolongkan sebagai

vitamin anti infeksi,19 karena defisiensi vitamin ini memungkinkan

terjadinya beragam kejadian infeksi walaupun mekanisme pasti masih

belum jelas. Penelitian Scrimshaw dkk (1968) menyatakan bahwa

“tidak ada defisiensi nutrien yang lebih bersifat sinergistik dengan

penyakit infeksi selain defisiensi vitamin A (Shintamurniwaty, 2006).

Vitamin A merupakan salah satu mikronutrien essensial sistem

imun tubuh. Secara langsung, vitamin A dapat memulihkan dan

mempertahankan integritas epitel yang rusak, sehingga menekan

translokasi mikroorganisme dan infeksi lebih lanjut. Secara tidak

langsung vitamin A menstimulasi sistem imun tubuh dengan

menginduksi respon antibodi sIgA (secretory IgA), antibodi terbanyak

yang diproduksi limfosit usus, yang menghalangi kontak mukosa

dengan mikroorganisme. Vitamin A juga meningkatkan aktifitas sel T,

Interleukin-12 (IL-12), IL-5 dan IL-6 dan menekan aktifitas

38

Page 40: Laporan Pl Chem III

interferon- (IFN-) yang kemudian mengaktifasi sel T sitotoksik dan

makrofag. Anak dengan defisiensi vitamin A cenderung mengalami

diare karena defisiensi vitamin A memperpanjang siklus sel dari sel

crypt dan menggangu kemampuan migrasinya, menekan differensiasi

sel goblet ususdan produksi mukus, menyebabkan terjadi kerusakan

atau atrofi vili usus, sehingga integritas epitel usus terganggu, dan

menjadi rentan terhadap infeksi.Selain itu, defisiensi vitamin A

menyebabkan gangguan respon antibodi tubuh. Karena itu, pada tahun

1996, IVACG (International Vitamin A Consultative Group)

mengeluarkan Policy Statement on Vitamin A, Diarrhea and Measles,

yang merekomendasikan suplementasi vitamin A sebagai strategi

penting memperkecil konsekuensi dari defisiensi vitamin ini

(Shintamurniwaty, 2006).

f. Kunjungan ke posyandu setiap bulan

Ya100%

Rutinitas Pergi Ke Posyandu pada Penderita Diare

Gambar 27. Grafik faktor risiko tidak ke Posyandu dengan teratur

satu bulan sekali terkait penyakit diare pada responden di wilayah

kerja Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada responden penderita diare seluruhnya rutin pergi ke

posyandu setiap bulan. Di posyandu beberapa kegiatan

diselenggarakan selain pemeriksaan status kesehatan balita oleh para

kader dan petugas kesehatan juga diselenggarakan penyuluhan

39

Page 41: Laporan Pl Chem III

kesehatan termasuk untuk mencegah dan menanggulangi diare. Pada

penelitian lain yang dilakukan oleh Kanali (2008) didapatkan hasil

bahwa persentase kedatangan rutin ke posyandu berpengaruh namun

tidak secara signifikan terhadap insidensi diare (Kanali, 2008).

g. Penyakit lain pada penderita diare

20%

13%

7%

3%

53%

3%

Penyakit Lain pada Penderita Diare

DemamISPADiareDermatittisTidak AdaTyphoid

Gambar 28. Grafik faktor risiko adanya penyakit lain pada responden

penderita diare pada responden di wilayah kerja Puskesmas 1

Cilongok tahun 2013.

Pada responden penderita diare mayoritas tidak memiliki penyakit

lain selain diare.

40

Page 42: Laporan Pl Chem III

5. Faktor risiko dari lingkungan tempat tinggal

a. Keadaan jamban dan septic tank

Baik57%Sedang

23%

Buruk20%

Faktor Resiko Kualitas Jamban dan MCK Pada Penderita Diare

Gambar 29. Grafik Faktor Risiko tidak tersedianya jamban yang

memadai terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja

Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan 57% responden mempunyai

kualitas jamban yang buruk, 23% sedang, 20% baik. Hal ini

dikarenakan tinja anak yang menempel pada jamban jika tidak

dibersihkan akan menyebabkan kuman-kuman dan virus-virus yang

ada dalam tinja tersebar dan menjadi rantai penularan penyakit diare

(Apriyanti, 2009).

Insiden anak yang terkena diare pada responden yang diteliti

didapatkan angka -17%. Angka tersebut menggambarkan tidak adanya

hubungan sebab akibat antara keadaan jamban dengan angka kejadian

diare pada anak. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian

sebelumnya. Kemungkinan kesalahan dalam pengambilan data ini

disebabkan bias seleksi dan bias informasi misalnya orangtua

responden yang tidak kooperatif, menutup-nutupi keadaan yang

sebenarnya sehingga hasil tidak sesuai dengan literatur (Apriyanti,

2009).

41

Page 43: Laporan Pl Chem III

b. Pemanfaatan jamban

Ya90%

Tidak10%

Faktor Resiko Pemanfaatan Jamban Pada Penderita Diare

Gambar 30. Grafik Faktor Risiko pemanfaatan jamban yang tidak

konsisten terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja

Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan bahwa 90% responden memanfaatkan

jamban secara konsisten, sedangkan 10% lainnya tidak. Pengalaman

di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban

mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap

penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus

membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban

(Depkes RI, 2006).

c. Pembuangan sampah

Memadai87%

Tidak Memadai13%

Fasilitas Pembuangan Sampah Pada Penderita Diare

Gambar 31. Grafik Faktor Risiko pembuangan sampah yang tidak

memadai terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja

Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan bahwa 87% responden mempunyai

fasilitas pembuangan sampah pada penderita diare. TPSS (Tempat

42

Page 44: Laporan Pl Chem III

Penyimpanan Sampah Sementara) yang baik adalah yang mudah

dibersihkan, kuat dan awet, tertutup dan ditempatkan jauh dari

penmukiman, karena kondisi TPSS yang buruk akan mendukung

penyebaran penyakit lewat vector penyakit. Hasil penelitian

menunjukkan TPSS dengan Kondisi sedang banyak terjadi kejadian

diare. Hal ini terbukti dengan hasil analisis yang menunjukkan

hubungan antara kondisi TPSS dengan kejadian diare (Junias, 2008).

d. Sarana sumber air bersih untuk minum dan mencuci

Ya80%

Tidak20%

Ketersediaan Air bersih Pada Penderita Diare

Gambar 32. Grafik Faktor Risiko tidak tersedianya air bersih terkait

penyakit diare pada responden di wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok

tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan 80% penderita diare memakai air bersih

yang tersedia sedangkan 20% lainnya tidak. Sumber air minum utama

merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya

berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab

diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan

dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang

tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan

makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar

(Depkes RI, 2000).

43

Page 45: Laporan Pl Chem III

e. Kualitas sarana sumber air bersih untuk minum dan mencuci

Ya90%

Tidak10%

Kualitas Sarana Sumber Air Bersih Baik Pada Penderita Diare

Gambar 33. Grafik Faktor Risiko tidak cukup baiknya kualitas air

yang ada terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja

Puskesmas 1 Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan bahwa kualitas sumber air bersih baik

pada 90% penderita diare, sedangkan 10% lainnya tidak. Data yang

diperoleh didapatkan responden yang sarana penyediaan air bersih

tidak memenuhi syarat dan tidak diare yaitu sebanyak 18 dari 20

responden, hal ini dikarenakan walaupun air yang dikonsumsi tidak

memenuhi syarat penyediaan air bersih namun untuk keperluan

minum, responden terlebih dahulu memasak airnya hingga mendidih

dan sebagian besar responden selalu menampung air untuk keperluan

minum dan memasak dalam wadah tertutup sehinga sedikit

kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian

diare. Disamping itu diperoleh sebanyak 1 dari 20 responden yang

sarana penyediaan air bersih memenuhi syarat namun menyebabkan

diare. Hal ini dikarenakan sebagian responden masih ada yang

menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah

terbuka dan masih banyak pula yang jarak jamban keluarga dengan

sumber air bersihnya kurang dari 10 meter sehingga besar

kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian

diare (Depkes RI, 2000).

44

Page 46: Laporan Pl Chem III

f. Kepadatan rumah di sekitar tempat tinggal

Padat17%

Tidak83%

Kepadatan Rumah Penduduk di Lingkungan sekitar penderita diare

Gambar 34. Grafik Faktor Risiko kepadatan lingkungan rumah warga

terkait penyakit diare pada responden di wilayah kerja Puskesmas 1

Cilongok tahun 2013.

Pada penelitian ditemukan 83% penderita diare tinggal di

lingkungan rumah yang tidak padat, sedangkan pada 17% lainnya

tinggal di lingkungan rumah yang padat. Kepadatan populasi

berhubungan dengan ketersediaan air bersih. Semakin padat penduduk

di wilayah tersebut, semakin kurang ketersediaan air bersih di wilayah

tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Bila kebutuhan air bersih tidak

tersedia, maka salah satunya dapat menyebabkan penyakit diare di

wilayah tersebut, sebab penyakit diare ini sangat berhubungan erat

dengan sanitasi air di lingkungan tersebut (Depkes RI, 2000).

45

Page 47: Laporan Pl Chem III

D. Analisis Penyebab Masalah

Berdasarkan penelitian yang kami lakukan di wilayah kerja Puskesmas 1

Cilongok, ditemukan bahwa beberapa faktor risiko seperti umur

ibu/pengasuh, pekerjaan ibu/pengasuh, kebiasaan membeli makanan dari luar

rumah, serta keadaan jamban dan septic tank berkontribusi terhadap kejadian

diare pada anak usia 0-6 tahun. Berikut ini adalah analisis dari masing-masing

penyebab masalah.

1. Faktor risiko usia ibu atau pengasuh.

Pada penelitian ini kami menemukan bahwa persebaran usia ibu pada

kasus penyakit diare pada usia 0-6 tahun paling besar pada kelompok

umur 20-30 tahun sebesar 50 %. Beberapa referensi seperti pada penelitian

oleh Suharyono tahun 2003 menemukan bahwa semakin tua umur ibu

maka kesiapan dalam mencegah terjadinya diare akan semakin baik dan

berdampak pada terhindarnya anak dari diare (Nurharyani, 2007).

2. Status Pekerjaan Ibu

Pada penelitian lain yang dilakukan Iriantoro tahun 1996 menemukan

status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan

kejadian diare pada anak. Pada pekerjaan ibu atau keaktifan ibu dalam

berorganisasi sosial berpengaruh pada kejadian diare pada anak. Dengan

pekerjaan tersebut diharapkan ibu mendapat informasi tentang pencegahan

diare. Terdapat 9,3% anak menderita diare pada ibu yang bekerja,

sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak 12% (Rahmataji, 2006).

3. Kebiasaan memberi anak makanan di luar rumah

Hasil analisis yang menunjukkan bahwa perilaku memberi makan

anak sambil bermain diluar rumah merupakan faktor protektif terhadap

kejadian diare (Sulastri, 1999).

4. Keadaan jamban dan septic tank yang buruk

Hal ini dikarenakan tinja anak yang menempel pada jamban jika tidak

dibersihkan akan menyebabkan kuman-kuman dan virus-virus yang ada

dalam tinja tersebar dan menjadi rantai penularan penyakit diare

(Apriyanti, 2009).

46

Page 48: Laporan Pl Chem III

Insiden anak yang terkena diare pada responden yang diteliti

didapatkan angka -17%. Angka tersebut menggambarkan tidak adanya

hubungan sebab akibat antara keadaan jamban dengan angka kejadian

diare pada anak. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya.

Kemungkinan kesalahan dalam pengambilan data ini disebabkan bias

seleksi dan bias informasi misalnya orangtua responden yang tidak

kooperatif, menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya sehingga hasil tidak

sesuai dengan literatur (Apriyanti, 2009).

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya

penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan

resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban

harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban

(Depkes RI, 2006).

47

Page 49: Laporan Pl Chem III

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan kami pada responden di wilayah kerja

Puskesmas I Cilongok, didapatkan faktor risiko yang memiliki kecenderungan

kaitan dengan diare pada anak usia 0-6 tahun, yaitu :

1. Usia ibu/pengasuh

Usia ibu yang paling banyak memiliki anak usia 0-6 tahun yang

mengalami diare adalah sebesar 50 % pada usia 20-30 tahun.

2. Pekerjaan ibu/pengasuh

Pekerjaan ibu yang paling banyak memiliki anak usia 0-6 tahun yang

mengalami diare adalah sebesar 83% sebagai Ibu Rumah Tangga

3. Kebiasaan makan di luar rumah

Kebiasaan makan di luar rumah pada anak usia 0-6 tahun yang mengalami

diare adalah sebesar 97%

4. Kebersihan jamban dan septic tank

Kebersihan jamban dan septic tank pada rumah dengan anak usia 0-6

tahun adalah sebesar 43% dengan kondisi sedang sampai buruk

B. Saran

1. Ibu dapat mengontrol pola makan anak di luar rumah sehingga makanan

yang masuk sesuai dengan kebutuhan gizi pada usianya.

2. Kebersihan jamban dan septic tank harus diperhatikan pada setiap rumah

tangga agar kesehatan keluarga terjaga

3. Ibu diharapkan dapat mengajarkan kebiasaan baik mencuci tangan

sebelum makan dan setelah buang air besar atau buang air kecil pada anak

sehingga kesehatan anak terjaga

4. Puskesmas memberi penyuluhan (edukasi) kepada ibu yang belum

mengerti mengenai diare dan melakukan pemantauan secara komprehensif

48

Page 50: Laporan Pl Chem III

5. Puskesmas memberi penyuluhan (edukasi) mengenai pentingnya

pemberian ASI eksklusif serta pemberian makanan setelah periode ASI

eksklusif (setelah 6 bulan) yang baik dan benar

6. Puskesmas memberi penyuluhan (edukasi) mengenai kaitan kebiasaan

jajan diluar rumah dengan kejadian diare serta melakukan pemantauan

terkait higienitas makanan yang dijual di lingkungan serta edukasi

mengenai pentingnya mencuci tangan sebelum makan, dan diberi pelatihan

mengenai cara mencuci tangan yang baik dan benar

49

Page 51: Laporan Pl Chem III

LAMPIRAN

A. Daftar Responden

No. Nama AnakJenis

Kelamin

UsiaNama

OrangtuaUsia

Pekerjaan Alamat

1 Revina P 1 tahun 1 bulan Dasirah 28 IRTDesa Sambirata RT 03/RW 02

2 Sahda P 1 tahun 1 bulan Nurdiyanto 27 BuruhDesa Sambirata RT 03/RW 01

3 Naufal L 1 tahun 1 bulan Titis 18 IRTDesa Cilongok RT 03/RW 01

4 Robi L 5 tahun 6 bulan Nurdiyanto 27 BuruhDesa Sambirata RT 03/RW 01

5 Triana P 6 tahun Ratum 40 PetaniDesa Cimerang Sambirata

6 Layla P 1 tahun 5 bulan Indah 35 IRTDesa Cilongok RT 03/RW 01

7 Fatimah P 2 tahun 3 bulan Nurul 32 IRTDesa Sambirata RT 04/RW 04

8 Dika L 5 tahun 6 bulan Yati 35 IRTDesa Pernasidi RT 03/RW 05

9 Ahisa Zahra P 3 tahun Dewi 30 WiraswastaDesa Cilongok RT 03/RW 04

10Tsalits Muslihatun

P 18 bulan Uki 31 WiraswastaDesa Cilongok RT 03/RW 05

11 Rafif L 1 bulan Tatik 24Pegawai Honorer

Desa Cilongok RT 03/RW 04

12Ahmad Naf'an Zidan

L 5 tahun 5 bulan Ruminah 27 IRTDesa Cilongok RT 03/RW 05

13Maulid Daffa Al-Fahrizi

L 2 tahun Heli 23 IRTDesa Cilongok RT 04/RW 01

14Setyo Afif W

L 2 tahun Septi 20 IRTDesa Cilongok RT 03/RW 01

15 Revalina P 5 tahun Winarti 25 IRTDesa Pernasidi RT 05/RW 05

16Siti Nurhayati Amalia

P 6 tahun Ramina 32 IRTDesa Pernasidi RT 05/RW 06

17 Kukuh L 6 tahun Siti 35 IRT Desa Cikadang18 Aura P 5 tahun 1 bulan Neti 32 IRT Desa Pernasidi

19 Muh. Siddiq L 6 tahun Susiani 46 PegawaiDesa Pernasidi RT 05/RW 03

20Alexander Sastra Bumi

L 4 tahun 10 bulan Anggi 27 IRTDesa Cilongok RT 03/RW 04

21Mona P

4 tahun 6 bulanWarsini

27IRT

Cilongok RT 04 RW 01

22Jihan Astrel Makayla P

2 tahun 11 bulanAni

28IRT

Cilongok RT 03 RW 01

23Owen L

4 tahun 6 bulanAgus Susminah

26IRT

Cilongok RT 04 RW 01

24 Rezki Bagas L 2 tahun 10 bulan Laras 28 Pedagang Cilongok RT 03

50

Page 52: Laporan Pl Chem III

Saputra RW 04

25Novita P

1 tahun 1 bulanSilastri

32IRT

Cilongok RT 03 RW 01

26Yeni Fegi Rahmawati P

5 tahun 6 bulanJasiyem

70IRT

Cikidang RT 04 RW 02

27Amirah Zakiyah P

4 tahunSri

38IRT

Cilongok RT 03 RW 04

28Wulandari P

4 tahunSus

40IRT

Cilongok RT 03 RW 01

29Lutfi L

9 bulanYanti

38Wiraswasta

Cilongok RT 03 RW 04

30Aurelia Gina P

5 tahun 6 bulanUmi

29Pedagang

Pernasidi RT 02 RW 05

51

Page 53: Laporan Pl Chem III

B. Dokumentasi

Gambar 35. Puskesmas I Cilongok

Gambar 36. Unit Gawat Darurat beserta Ambulance milik Puskesmas I Cilongok

52

Page 54: Laporan Pl Chem III

Gambar 37. Tarif Retribusi Puskesmas

53

Page 55: Laporan Pl Chem III

Gambar 38. Tarif Tindakan Puskesmas

54

Page 56: Laporan Pl Chem III

Gambar 39. Jamban dan septic tank rumah penduduk

Gambar 40. Kamar mandi rumah penduduk

55

Page 57: Laporan Pl Chem III

Gambar 41. Jajanan di luar rumah

Gambar 42. Salah satu ibu yang diwawancarai

56

Page 58: Laporan Pl Chem III

C. Lampiran Kuesioner

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANKampus Unsoed RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Jl. Gumbreg No. 1

(0281) 641522 Fax (0281) 635208 Purwokerto 53123

INFORM CONSENT

Dalam rangka mengetahui faktor risiko terkait penyakit diare di wilayah kerja

Puskesmas I Kecamatan Cilongok, maka saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :

Alamat :

Dengan penuh kesadaran menyatakan bersedia untuk menjadi responden guna

pengumpulan data mengenai faktor risiko terkait penyakit diare di wilayah kerja

Puskesmas I Kecamatan Cilongok.

Purwokerto, Januari 2013

(………………………………………)

57

Page 59: Laporan Pl Chem III

KUESIONER FAKTOR RISIKO PENYAKIT DIAREWILAYAH PUSKESMAS 1 KECAMATAN CILONGOK

KELOMPOK 12 CHEM III Tahun 2012/2013

Kasus / Kontrol DATA RESPONDEN Anak Nama anak :Jenis Kelamin :Usia : ……. Tahun ………. BulanOrang tua Nama ortu : Usia :Pekerjaan :Alamat : Desa ... RT/RW …

FAKTOR IBU/PENGASUH BALITA1. Umur ibu

a. <20 th b. 20-30 th c. 30-40 thd. > 40 th

2. Pengetahuan mengenai diarea. Baik (tahu penyebab

langsung/tidak langsung dan cara mencegahnya)

b. Buruk (tidak tahu)3. Pendidikan terakhir

a. Tidak tamat SD b. SDc. Tidak tamat SMPd. SMPe. Tidak tamat SMAf. SMAg. Perguruan tinggi

4. Status kerjaa. Ibu rumah tanggab. Buruh c. Pegawai d. Wiraswatae. Lainnya ………….

5. Pemberian ASI Ekslusif (harus 6 bulan hanya diberikan ASI saja)a. Ya b. Tidak

6. Pemberian makanan setelah 6 bulana. Buah-buahan (yang

seharusnya dilakukan)b. Biscuit c. Sama dengan makanan

keluarga 7. Cuci tangan pada saat

menyusui/memberi makan anak a. Ya b. Tidak

8. Cuci tangan pada saat sebelum makan (untuk diri sendiri)a. Yab. Tidak

9. Cuci peralatan makan sebelum dimakana. Yab. Tidak

10. Selalu mencuci bahan makanan sebelum dipersiapkana. Yab. Tidak

11. Selalu mencuci tangan setelah BAB dan BAKa. Yab. Tidak

12. Merebus air minum sebelum digunakana. Yab. Tidak

58

Page 60: Laporan Pl Chem III

13. Kebiasaan memberi anak makanan di luar rumaha. Yab. Tidak

14. Penyimpanan makanan bayi dan balita a. Higienisb. Tidak higienis

FAKTOR ANAK 1. Usia : …… tahun ……. bulan 2. Jenis Kelamin : L / P3. Imunisasi dasar lengkap : Lengkap / Tidak Lengkap

Jika lengkap <7 hari : HB 01 bulan : BCG, Polio 12 bulan : DPT / HB 1, Polio 23 bulan : DPT / HB 2, Polio 34 bulan : DPT/ HB3, Polio 4 9 bulan : Campak

4. Status GIzi : BB ……… kg; TB ……….. cm; maka WHZ ………5. Penyakit lain : 6. Pemberian vit. A Puskesmas : dapat / tidak mendapat 7. Setiap bulan ke posyandu : ya / tidak

FAKTOR LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL 1. Keadaan jamban dan septic tank : baik / sedang / buruk (dilihat langsung

di MCK)2. Pemanfaatan jamban secara konsisten

a. Yab. Tidak

3. Pembuangan sampah : memadai / tidak memadai 4. Ketersediaan sarana sumber air bersih untuk minum dan mencuci peralatan

a. Adab. Tidak

5. Kualitas sarana sumber air bersih untuk minum dan mencuci peralatana. Adab. Tidak

6. Kepadatan rumah penduduk di sekitara. Padatb. Tidak

REFERENSI

Adisasmito, Wiku. 2007. Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia : Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Makara Kesehatan FKM UI. Vol. 11 : 1-10.

59