laporan pengkajian kompetitif -...

45
LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF PENGKAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI TEKNOLOGI PADA PENDEKATAN PTT KEDELAI PADA 2 KABUPATEN PROPINSI NAD Tim Pengkaji : Nazariah Basri A. Bakar M. Ferizal M. Nasir Cut Hilda Rahmi Rini Andriani Mahdi Fitriah Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH Jalan Panglima Nyak Makam No. 27 Kotak Pos 41 Kode Pos 23125 Telp. (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077 E-mail: [email protected] dan [email protected] 2010 Kode Registrasi : 567392-2010-6.1-98

Upload: truongque

Post on 06-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF

PENGKAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI

TEKNOLOGI PADA PENDEKATAN PTT KEDELAI PADA 2 KABUPATEN PROPINSI NAD

Tim Pengkaji :

Nazariah Basri A. Bakar

M. Ferizal M. Nasir

Cut Hilda Rahmi Rini Andriani

Mahdi Fitriah

Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH

Jalan Panglima Nyak Makam No. 27 Kotak Pos 41 Kode Pos 23125 Telp. (0651) 7551811 Fax. (0651) 7552077

E-mail: [email protected] dan [email protected]

2010

Kode  Registrasi  : 567392-2010-6.1-98  

Page 2: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

i  

ABSTRAK

Salah satu upaya dalam pencapaian swasembada kedelai di tahun 2014, adalah penggunaan inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian berupa benih/bibit unggul, pengelolaan tanaman terpadu, alsintan dan teknologi pascapanen. Di tahun 2010, BPTP Aceh mendapat tugas untuk melakukan pendampingan teknologi pada 60% lokasi atau 1560 unit SL-PTT kedelai dan mendistribusikan materi diseminasi ke BPP. Ditargetkan 90 % inovasi Badan Litbang Pertanian digunakan pada kegiatan SL-PTT Kedelai. Dalam upaya percepatan penggunaan inovasi (adopsi) dalam pencapaian swasembada di Aceh, suatu Pengkajian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Pada Pendekatan PTT Kedelai akan dilakukan di Kabupaten Pidie Jaya dan Bireuen, Provinsi Aceh antara bulan Pebruari – Nopember 2011. Tujuan akhir dari pengkajian adalah untuk mendapatkan rancangan model percepatan adopsi teknologi kedelai di Aceh. Ruang lingkup pengkajian meliputi : (1) Karakterisasi pengguna inovasi teknologi (2) Karakterisasi inovasi teknologi kedelai; (3) Metoda dan Media efektif yang digunakan pada SL-PTT kedelai di Aceh dan (4) keragaan pemberdayaan agen penyuluhan di 2 kabupaten. Data primer dikumpulkan melalui fokus grup diskusi (FGD) dan wawancara mendalam menggunakan kuesioner pada 40 responden petani disetiap kabupaten, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui deskstudy. Data dianalisis dengan persentase penerapan teknologi kedelai berdasarkan jumlah adopter yang menyatakan pilihannya. Untuk mempertajam pembahasan, penyajian data/informasi didukung tampilan grafik dan bagan alir Dari hasil pengkajian ini diharapkan di tahun 2014, swasembada kedelai telah tercapai di Provinsi NAD. Kata kunci : adopsi, teknologi

Page 3: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

ii  

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. i

ABSTRAK ................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................. iii

I. PENDAHULUAN ............................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................ 3 1.3. Tujuan Pengkajian ................................................ 4 1.4. Output (Keluaran) ................................................ 4 1.5. Perkiraan Outcome ................................................ 4 1.6. Perkiraan Benefit (Manfaat) ................................................ 5 1.7. Perkiraan Impact (Dampak) ................................................ 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................... 6

III. METODOLOGI ............................................... 8 3.1. Kerangka pemikiran ................................................ 8 3.2. Lokasi, Responden dan

waktu pengkajian ................................................ 8

3.3. Rancangan Pengkajian ................................................ 8 3.4. Pengamatan/pengolahan

dan Analisis Data ................................................ 9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................... 11 4.1. Tenaga Pelaksana ...................... 11 4.2. Jadwal Pelaksanaan ...................... 12

V. KESIMPULAN ...................... 13

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran-lampiran

...................... 17

Page 4: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

1  

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Swasembada kedelai ditahun 2014 merupakan salah satu sasaran utama

Kementerian Pertanian (Kementerian Pertanian, 2010). Komoditi kedelai berperan

untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pangan olahan. Sasaran produksi

kedelai di Indonesia tahun 2010, mencapai 1,3 juta ton biji kering (BK) atau

meningkat 18, 20 % dibandingkan dengan sasaran tahun sebelumnya. Sementara

untuk provinsi Aceh sasaran produksi di tahun 2010 sebesar 118.340 ton BK ,

dengan sasaran tanam di tahun 2010 seluas 26.000 ha atau 2600 unit SL-PTT

kedelai (Ditjen Tanaman Pangan, 2010).

Akan tetapi sampai saat ini pada beberapa daerah di Provinsi Aceh

produktivitas kedelai masih rendah sebesar < 13 kw/ha ; hal tersebut disebabkan

masih ada kesenjangan produktivitas ditingkat petani yang cukup besar,

dibandingkan potensi yang dapat di capai petani. Keberhasilan swasembada beras

dipengaruhi berbagai faktor yakni penggunaan teknologi untuk meningkatkan

produktivitas dan kualitas produk, pengembangan manajemen usahatani untuk

meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta jaminan harga dasar.

Menurut Alimoeso (2008) tanpa fasilitasi pemerintah sulit bagi usahatani

untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Sementara Jamal (2009)

menyatakan keberhasilan upaya peningkatan produktivitas, produksi dan

pendapatan petani sangat bergantung pada kemampuan penyediaan dan penerapan

teknologi produksi yang meliputi varietas unggul, benih/bibit berkualitas dan

teknologi budidaya lainnya.

Komunikasi berperan sebagai salah satu program pendukung yang penting

dari berbagai gerakan pembaharuan usahatani (Suryana, 2008). Untuk

berkomunikasi secara tepat sesuai dengan media yang ada, dapat digunakan

komunikasi tatap muka dan komunikasi dengan media cetak dan elektronik. Menurut

Rangkuti (2009a) peran komunikasi pembangunan dalam transformasi teknologi dan

manajemen agribisnis belum efektif dan efisien, masih terjadi kesenjangan antara

Page 5: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

2  

kemajuan iptek di tingkat penelitian dan aplikasi di lapangan.

BPTP NAD telah menghasilkan sejumlah inovasi teknologi spesifik lokasi

kedelai yang perlu didiseminasikan, melalui jaringan BPTP, BAPELUH, BPP dan

Kelompok tani. Tujuan utama pengembangan jaringan antara lain : (1)

mempercepat proses transfer teknologi dan informasi pertanian: (2) menghimpun

umpan balik (feedback) hasil pengkajian dan preferensi kebutuhan pengguna

teknologi.

Ada dua percepatan adopsi yang terjadi di lapangan yaitu: (1) percepatan

waktu mengadopsi teknologi dan (2) terjadinya perluasan sebaran adopsi dalam

waktu yang relatif sama (Hendayana, dkk 2009).

Tingkat adopsi inovasi teknologi antar daerah di Propinsi NAD masih

bervariasi dan beragam. Rogers (2003) menyatakan faktor yang menentukan

percepatan adopsi inovasi teknologi antara lain: (1) karakterisasi inovasi teknologi,

(2) keefektifan metode/media diseminasi , (3) komunikator (penyampai pesan), (4)

ketersediaan dan harga benih/bibit, (5) harga jual dan pasar dan, (6) sosial ekonomi

dan budaya pengguna inovasi.

Beberapa pengkajian tentang diseminasi yang telah dilakukan oleh BBP2TP

(Jamal dkk, 2008a dan Bustaman dkk, 2009a ;2009b) menunjukan bahwa: (a)

Sumber inovasi teknologi yang digunakan petani dari BPTP baru sekitar 60%; (b)

Aspek yang dipertimbangkan petani dalam mengadopsi inovasi teknologi adalah

ketersediaan benih/bibit, harga benih/bibit, produktivitas, harga jual, akses pasar,

keuntungan, kompatibilitas, tingkat kerumitan, kemudahan untuk dicoba dan

perubahan fisik; dan (c) Belum dilakukan dengan baik identifikasi kelompok sasaran

dan kebutuhan teknologi (umpan balik) dari pengguna.

Dalam upaya pencapaian swasembada melalui peningkatan produktivitas

kedelai ≥ 2ton/ha di Provinsi Aceh, pengkajian terhadap faktor percepatan adopsi

teknologi kedelai perlu dilakukan.

Page 6: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

3  

1.2. Perumusan Masalah

Pelaksanaan SL-PTT kedelai bertujuan antara lain untuk mempercepat

penerapan komponen teknologi PTT kedelai dengan sasaran teradopsinya berbagai

alternative komponen teknologi kedelai oleh petani sehingga dapat menambah

pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola usahataninya , guna meningkatnya

produktivitas kedelai sekitar 0,5 ton/ha.

Beberapa penyebab masih adanya kesenjangan produktivitas yang cukup

besar di tingkat petani antara lain : (1) pengguna benih unggul potensi tinggi dan

bersertitikat masih rendah serta 53 %; (2) penggunaan pupuk yang belum

berimbang dan efesien; (3) penggunaan pupuk organic yang belum dilakukan; (4)

pendampingan teknologi oleh peneliti/penyuluh belum otimal dan (5) lemahnya

akses terhdap modal kerja/pembiayaan dan pasar.

Upaya pencapaian swasembada kedelai tak luput dari dukungan inovasi

teknologi Badan Litbang Pertanian berupa varietas unggul, pengelolaan tanaman

terpadu (PTT), teknologi pasca panen dan alsintan, model kelembagaan dan saran

kebijakan. Inovasi teknologi yang telah dihasilkan Badan Litbang Pertanian untuk

komoditas kedelai antara lain : 7 Varietas unggul di berbagai agroekosistem dan

system pengembangan teknologi melalui pendekatan PTT (Badan Litbang Pertanian,

2010)

Dalam rencana strategis Badan Litbang Pertanian 2010-2014, sasaran yang

harus dicapai antara lain: (1) Meningkatnya tingkat adopsi (>50%) hasil inovasi

teknologi dan rekomendasi kebijakan pertanian yang dihasilkan Badan Litbang

Pertanian, (2) Tersedianya benih, bibit, pupuk dan alsin untuk komoditas unggulan

tanaman dan ternak dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas ( Badan

Litbang Pertanian, 2010).

Badan Litbang Pertanian sesuai dengan amanat Undang-Undang tentang

Kementerian Nomor 39 tahun 2008 wajib membantu Ditjen Teknis. Untuk itu BPTP

di tahun 2010 diberi tugas untuk melakukan pendampingan teknologi pada 60% dari

jumlah lokasi program strategis yang berada di wilayah kerjanya (Badan Litbang,

2009a). Dari 60 % jumlah unit SL-PTT yang perlu dilakukan pendampingan oleh

Page 7: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

4  

BPTP sebanyak 15.000 unit SL-PTT kedelai (Unit = 10 ha) di seluruh Provinsi (Ditjen

Tanaman Pangan , 2010; BBP2TP, 2009a)

Wujud pendampingan BPTP pada 60% unit SL-PTT 2010 meliputi: (1) uji

adaptasi VUB pada laboratorium lapang (LL), (2) melatih 60% jumlah PL3 di setiap

kabupaten/kota dan (3) menghadirkan peneliti (Puslit/Balai Besar, BPTP, Balit

komoditas sebagai narasumber pada pertemuan dengan petani.

Beberapa unsur penting yang menentukan keberhasilan kegiatan diseminasi

sebagai berikut : (a) inovasi yang dibawa, (b) media diseminasinya, (c) waktu atau

proses diseminasi dan (d) pihak yang terlibat dalam proses diseminasi. Penetapan

target yang jelas pada setiap kelompok sasaran serta keseriusan pembawa inovasi

merupakan faktor penentu akan keberhasilan kegiatan diseminasi.

Hendayana dkk (2006) mengidentifikasi faktor kesenjangan antara teknologi

yang diintroduksi dengan teknologi yang dibutuhkan petani dan tidak efektifnya

metode/media diseminasi, serta kurangnya penyuluh lapang dilibatkan merupakan

faktor yang memberi pengaruh terhadap percepatan adopsi.

1.3. Tujuan Pengkajian :

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi PTT kedelai (faktor

internal/petani dan faktor eksternal/diluar petani)

1.4. Output (Keluaran) :

Data indentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi PTT kedelai

(faktor internal/petani dan faktor eksternal/diluar petani)

1.5. Perkiraan Outcome :

Pengkajian ini diharapkan dapat memberikan apresiasi kepada petani untuk

mengaplikasikan teknologi PTT kedelai sehingga bisa mencapai produktivitas

≥ 2 ton / ha, dengan adanya :

o Informasi tingkat adopsi inovasi teknologi kedelai di Kab. Pidie Jaya dan Bireuen

o Informasi faktor-faktor penentu dari adopsi inovasi teknologi kedelai.

Page 8: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

5  

o Informasi jenis dan macam inovasi teknologi yang dibutuhkan petani kedelai

o Perbaikan dan percepatan inovasi teknologi kedelai (dari hasil umpan balik) yang akan dihasilkan waktu mendatang

1.6. Perkiraan Benefit (Manfaat) :

Hasil pengkajian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petani dalam upaya

meningkatkan hasil produksi dan pendapatannya, bermanfaat bagi

pengambil kebijakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempercepat

tingkat adopsi. Senjang hasil dipersempit.

1.7. Perkiraan Impact (dampak) :

o Meningkatnya tingkat adopsi teknologi PTT kedelai di Provinsi Aceh

o Meminimalkan faktor-faktor penghambat/kendala tingkat adopsi teknologi

PTT kedelai di tingkat petani

o Memaksimalkan faktor-faktor peningkatan tingkat adopsi teknologi PTT

kedelai di tingkat petani

o Memaksimalkan peran penyuluh sebagai agen pembaharu

o Produksi kedelai di Aceh meningkat, ketersediaan bahan baku kedelai

mencukupi di tingkat NAD.

Page 9: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

6  

II. TINJAUAN PUSTAKA

Propinsi Aceh merupakan salah satu provinsi potensial penghasil kedelai,

setelah Jawa Tengah, Jawa Timur dan NTB. Di tahun 2009 realisasi luas panen

kedelai Aceh 2.841. ha (target 4750 ha ,tingkat capaian 59,8 %); produksi 4054 ton

(target 7600 ton, tingkat capaian 53,34%) dan produktifitas 1,427 ton/ ha (target

1,6 ton / ha, tingkat capaian 89,14%).

Produksi kedelai di Propinsi NAD dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi,

produktivitas rata-rata hanya berkisar antara 1,25 - 1,47 ton/ha atau rata-rata 1,31

ton/ha, sedangkan menurut hasil penelitian, produktivitas kedelai dengan

menggunakan varietas unggul mencapai 2,5 ton/ha. Menurut Supadi (2008),

rendahnya produksi kedelai ditingkat petani disebabkan oleh rendahnya minat petani

dalam membudidayakan kedelai dikarenakan masalah finansial serta sifat sensitif

dari tanaman kedelai itu sendiri.

Senjang produksi yang besar antara hasil penelitian/pengkajian dengan

yang didapatkan oleh petani, sangat berpeluang dalam upaya peningkatan produksi

kedelai di Provinsi Aceh. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan

menerapkan inovasi teknologi budidaya terutama pada daerah sentra produksi di

samping perluasan areal tanam.

Havelock (1971), mengemukakan bahwa faktor penerapan teknologi oleh

pengguna relatif sulit. Hal ini disebabkan karena peneliti dan pengguna masing-

masing mempunyai tata nilai, bahasa, serta pola komunikasi yang berbeda.

Komunikasi pertanian merupakan suatu kegiatan penting dalam proses adopsi

inovasi. Kurang jelasnya informasi menyebabkan pengguna ragu-ragu atau bahkan

menolak inovasi teknologi yang diterima. Kejelasan proses komunikasi akan sangat

tergantung dari empat unsur komunikasi yaitu: (a) penyuluh pertanian sebagai

sumber dalam proses komunikasi; (b) inovasi sebagai pesan dalam komunikasi; (c)

saluran komunikasi, dan (d) sasaran komunikasi. Basuno (2003) menyatakan bahwa

dalam proses adopsi inovasi teknologi, motivasi petani adalah salah satu variable

yang sangat menentukan.

Alasan, diadopsinya teknologi oleh petani (Bustaman, 2009a) antara lain; (1)

Page 10: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

7  

Hasilnya/produktivitasnya menjadi meningkat dari sebelumnya, (2) Lebih

menguntungkan dari usahatani sebelumnya, (3) Teknologinya mudah diterapkan,

(4) Ada kesepakatan kelompok untuk mengadopsi, (5) Dapat menyediakan lapangan

kerja/kesempatan kerja, (6) Memperbanyak sumber pendapatan.

Sedangkan kendala dalam mengadopsi tenologi oleh petani yaitu; (1) Modal

untuk melaksanakan teknologi tersebut terbatas, (2) Tenaga kerja orang untuk

melaksanakan teknologi tersebut terbatas, (3) Ketersediaan sarana produksi

terbatas, (4) Pemasaran hasil produksi teknologi tersebut belum mendukung, (5)

Kelompok tani belum kompak, (6) Tenaga kerja alsintan untuk melaksanakan

teknologi tersebut terbatas.

Disamping itu faktor penyebab tidak/ belum diadopsinya teknologi oleh

petani adalah (1) Biaya yang dibutuhkan tidak terjangkau, (2) Petani belum yakin

akan keunggulan teknologi tersebut, (3) Sarana produksi yang dibutuhkan belum

ada dilokasi, (4) Keuntungan yang didapat tidak seimbang dengan biaya yang

dibutuhkan, (5) Kelompok tani belum kompak.

Roger dan Shoemaker (1981) menjelaskan masuk dan menyebarnya inovasi

ke dalam suatu sistem sosial bisa melalui anggota sistem, baik secara individu,

kolektif (kelompok) atau melalui otoritas penguasa sistem hingga mereka sampai

pada proses keputusan. Annonimous (1999) menunjukkan bahwa sampai saat ini

sektor pertanian masih menghadapi berbagai kendala dalam mengoptimalkan

sumberdaya pertanian yang ada seperti lemahnya SDM, kelembagaan dan

penguasaan IPTEK (Kasryno dan Syafa’at . 2000).

Menurut Musyafak dan Ibraham (2005), inovasi tepat guna adalah inovasi

teknologi yang memiliki karakter sebagai berikut: (a) harus dirasakan sebagai

kebutuhan oleh kebanyak petani; (b) harus memberikan keuntungan secara konkrit

bagi petani, minimal meningkat >50% dari keuntungan menggunakan teknologi

yang lain; (c) harus mempunyai kompetibilitas/keselarasan; (d) harus dapat

mengatasi faktor-faktor pembatas; (c) harus mendayagunakan sumberdaya ysudah

ada, (f) harus terjangkau oleh kemampuan financial petani dan (g) harus sederhana,

mudah dicoba dan diamati.

Page 11: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

8  

III. METODOLOGI

3.1 Ruang Lingkup

Pengkajian faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pada

pendekatan PTT kedelai pada 2 kabupaten Propinsi NAD, didasarkan pada

karakteristik sumber daya manusia (petani, penyuluh, peneliti ) dan sumber daya

alam, oleh sebab itu lingkup dan rencana kegiatan harus bersifat spesifik lokasi.

Rencana kegiatan pengkajian serta pengembangan dan evaluasi secara

umum merupakan serangkaian kegiatan survei diagnostik yang meliputi: penentuan

petani kooperator, karakteristik lokasi pengkajian dan survey khalayak/Analisis

keadaan awal (situasi) inovasi teknologi kedelai di tingkat petani, praktik usahatani

sebelumnya, kebutuhan teknologi, inovasi yang tersedia di tingkat petani dan

norma dari sistem sosial yang ada, serta survei faktor-faktor yang mempengaruhi

adopsi teknologi PTT kedelai.

3.2. Lokasi, Responden dan Waktu Pengkajian

Lokasi pengkajian ditentukan secara purposive yaitu: Kabupaten Pidie Jaya

dan Bireuen. Berdasarkan pertimbangan bahwa daerah ini adalah sentra produksi

kedelai di propinsi NAD dan juga daerah yang sudah melaksanakan program SL-PTT

kedelai.

Di tiap kabupaten terpilih ditentukan responden yang memenuhi kriteria

adopter dengan besar ukuran responden 40 orang responden. Masing-masing

kabupaten akan dipilih kecamatan dan desa sentra produksi kedelai. Setiap

kecamatan akan dipilih 2 desa. Setiap desa akan dipilih 20 orang responden dengan

kriteria petani yang sudah mengusahakan tanaman kedelai minimal 3 tahun

berturut-turut. Pemilihan responden dipilih dari adopter yang ada secara acak

sederhana. Waktu pengkajian dimulai bulan Pebruari sampai dengan bulan

Nopember 2011.

Page 12: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

9  

3.3. Rancangan Pengkajian

Pengkajian ini dirancang dengan metode survei

3.4. Pengamatan/pengolahan dan Analisis Data

3.4.1. Data dan Sumber Data

Data yang dijadikan sumber bahasan terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer dikumpulkan dari responden yang terdiri dari PPL, Pejabat

dari Dinas-dinas Lingkup Pertanian di tingkat Kabupaten dan Kecamatan serta petani

di lapangan.

Pengumpulan data primer akan dilakukan melalui beberapa pendekatan

yakni: Wawancara mendalam (indepth interview) kepada penyuluh lapang/PPL dan

petani serta Pejabat lain yang terkait dan relevan di tingkat Kabupaten dan

Kecamatan, serta diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion - FGD).

Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran dokumen dan publikasi

yang relevan dengan topik pengkajian di BBP2TP, Puslit/Balit yang terkait, BPTP

Aceh, dan surfing website.

Jenis data primer yang dikumpulkan, antara lain adalah sebagai berikut:

(a) Karakteristik Responden, meliputi umur, pendidikan, pengalaman berusahatani

dan lain-lain yang relevan

(b) Keragaan Penerapan Teknologi, yang didalamnya memuat uraian komponen

teknologi dan aspek pertimbangannya (Karakteristik Inovasi Teknologi)

(c) Alur adopsi teknologi, termasuk di dalamnya mengungkap sumber informasi

teknologi, simpul-simpul komunikasi, dan data pendukung lain yang relevan

(Pemilihan metode/media efektif)

(d) Keragaan pemberdayaan agen penyuluhan pertanian yang terdiri dari PPL

(PNS), THL dan PMT di 2 Kabupaten.

Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait yang relevan

dengan topik yang dibahas. Jenis data sekunder yang dikumpulkan meliputi

perkembangan produksi, produktivitas dan perkembangan areal panen kedelai.

Page 13: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

10  

3.4.2. Analisis Data

Kajian percepatan adopsi teknologi kedelai secara umum dianalisis secara

deskriptif sesuai dengan karakteristik informasi yang terkumpul.

Keragaan adopsi pada masing-masing komoditas tersebut ditampilkan

dengan alat bantu tabulasi silang dengan menggunakan parameter nilai maksimum,

minimum, rataan dan persentase. Analisis persentase penerapan teknologi kedelai

berdasarkan jumlah adopter yang menyatakan pilihannya. Untuk mempertajam

pembahasan, penyajian data/informasi didukung tampilan grafik dan bagan alir.

Pengaruh variabel karakteristik individu, karakteristik inovasi teknologi dan

dan ciri-ciri adopsi dan pemberdayaan agen penyuluhan terhadap tingkat kecepatan

bila χ²- hitung > χ² - tabel berarti benar ada kecenderungan

adopter lebih menyukai media diseminasi, komponen teknologi PTT tertentu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Pengkajian

4.1.1. Kabupaten Pidie Jaya

Kabupaten Pidie Jaya adalah salah satu kabupaten yang baru terbentuk

berada dalam wilayah pemerintah Aceh dengan ibu kota kabupaten Meureudu.

Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang – Undang No 7 tahun 2007, pada

tanggal 2 Januari 2007. Kabupaten ini terdiri dari 8 (delapan) kecamatan, yaitu:

Bandar Baru, Pante Raja, Trieng Gadeng, Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Jangka

Buya, dan Kecamatan Bandar Dua. Secara keseluruhan wilayah kabupaten pidie Jaya

memiliki luas 1.162,85 KM2, dengan wilayah yang terluas di Kecamatan Meurah Dua

dan Bandar Baru , masing – masing luas 25,13%, dan 24,19%. Batas wilayahnya

adalah:

o Sebelah utara berbatasan langsung dengan selat Malaka,

o Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bireuen,

o Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan Tangse,

Kecamatan Geumpang , dan Kacematan Mane),

Page 14: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

11  

o Sebelah barat juga berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan

Geulumpang Tiga, Kercamatan Geulumpang Baro dan kecamatan Kembang

Tanjong)

Kabupaten Pidie Jaya termasuk kedalam wilayah beriklim tropis basah,

temperatur berkisat dari suhu minimum 190 – 220 sampai suhu maksimum 300- 350.

Merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki daerah kelas lereng yang lebih

besar dari 40 % dan daerah pesisir pantai yang memiliki klasifikasi lereng 0 – 3 %,

dengan jenis tanah dominan podsolit merah kuning.

Kabupaten Pidie Jaya menurut kelas ketinggiannya bervariasi antara 0 –

1500m dpl. Kondisi fisik dataran dengan ketinggian yang relatif rendah berada di

sebelah utara dengan kemiringan lereng yang cenderung landai antara 0 -25 %,

yaitu sebesar 28,33 %. Sedangakan dataran dengan ketinggian relatif tinggi berada

di selatan dengan kemiringan lereng antara 25 -> 40 %.

Penggunaan lahan di Kabupaten Pidie Jaya yang terluas diperuntukkan untuk

pemukiman dan pertanian/perkebunan (21.74%), dengan rincian sawah 7.997 Ha,

Perkebunan 8.644 Ha, Pekarangan 8.640 ha, sisanya adalah hutan lebat/lindung dan

lainnya sebagai kawasan non budidaya.

1. Kecamatan Bandar Baru

Kecamatan Bandar Baru terletak pada ketinggian 0 – 250 m dpl, dengan

luas wilayah 240 km2 dan jumlah penduduk 31.529 jiwa, terdiri dari 14.855 jiwa laki-

laki dan 16.674 wanita. Lahan pertanian yang diusahakan oleh masyarakat mencapai

8.573 ha, yang terdiri dari lahan sawah irigasi semi teknis 705 ha, sawah irigasi

pedesaan 763 ha, lahan tegalan 1.349 ha, lahan kebun 3.696 ha, lahan pekarangan

1.113 ha dan tambak mencapai 950 ha.

Lahan sawah dimanfaatkan untuk bercocok tanam padi, palawija dan

hortikultura. Lahan tegalan umumnya dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan

yang ditumpangsarikan dengan tanaman palawija. Pekarangan banyak

dimanfaatkan untuk bertanaman buah-buahan, tanaman sayuran juga beternak

unggas.

Mata pencaharian penduduk 75% adalah bertani dengan pilihan komoditi

Page 15: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

12  

tanaman pangan khususnya padi dan kedelai. Desa yang mayoritas masyarakatnya

bertanam kedelai adalah Desa Musa dan Desa Jiem-Jiem. Kedua desa ini merupakan

sentral produksi kedelai untuk Kabupaten Pidie Jaya. Oleh karena itu Dinas/Instansi

terkait lainnya menjadikan desa tersebut sebagai sasaran inovasi teknologi PTT

kedelai.

1. Desa Teungoh Musa

Desa Teungoh Musa merupakan sebuah desa yang berjarak 2 km dari

ibukota kecamatan dan 16 km dari kabupaten. Desa ini didiami oleh 1191 jiwa

penduduk yang terbagi atas 314 KK dimana 260 diantaranya adalah KK tani. Desa

ini hanya memiliki 35 ha sawah tadah hujan, 63 ha perkebunan, 12 ha pekarangan,

15 ha tegalan dan 18 ha tambak.

2. Desa Jiem-Jiem

Desa Jiem-Jiem merupakan sebuah desa yang berjarak 7 km dari ibukota

kecamatan dan 25 km dari kabupaten. Desa ini didiami oleh 520 jiwa penduduk

yang terbagi atas 149 KK dimana 125 diantaranya adalah KK tani. Desa ini memiliki

26 ha sawah irigasi setengah teknis, 224 ha perkebunan, 12 ha pekarangan dan 22

ha tegalan.

2. Kecamatan Ulim

Kecamatan Ulim terletak pada ketinggian 12 – 45 m dpl, dengan luas

wilayah kecamatan 4.4 km2, meliputi 30 desa dengan 5 kemukiman. Jumlah

penduduk 13.276 jiwa, terdiri dari 6.638 jiwa laki-laki dan 6.638 wanita, terbagi atas

3.419 KK, 2.418 KK diantaranya adalah keluarga tani. Lahan pertanian yang

diusahakan oleh masyarakat terdiri dari; sawah berpengairan setengah teknis 935

ha, kebun/tegalan 464 ha dan pekarangan 212 ha.

Lahan sawah dimanfaatkan untuk bercocok tanam padi, palawija dan

hortikultura. Lahan tegalan umumnya dimanfaatkan untuk tanaman

Page 16: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

13  

perkebunan yang ditumpangsarikan dengan tanaman palawija. Pekarangan banyak

dimanfaatkan untuk bertanaman buah-buahan, tanaman sayuran juga beternak

unggas.

Mata pencaharian penduduk 75% adalah bertani dengan pilihan komoditi

tanaman pangan khususnya padi dan kedelai. Desa yang mayoritas masyarakatnya

bertanam kedelai adalah Desa Cot Seuti dan Blang Rheu . Kedua desa ini merupakan

sentral produksi kedelai untuk kecamatan Ulim. Oleh karena itu Dinas/Instansi

terkait lainnya menjadikan desa tersebut sebagai sasaran inovasi teknologi PTT

kedelai.

a. Desa Cot Seutui

Cot seutui merupakan sebuah desa yang berjarak 11,5 km dari ibukota

kecamatan dan 17,5 km dari kabupaten. Desa ini dihuni oleh 268 jiwa, terdiri dari

127 jiwa laki-laki dan 141 jiwa perempuan, yang bagi atas 62 KK, 60 KK diantaranya

adalah KK tani.

Desa ini memiliki 23 ha sawah beririgasi setengah teknis, 70 ha lahan tegalan

dan 5 ha lahan pekarangan. Desa ini memiliki 1 kelompok tani dengan jumlah

anggota 30 orang.

b. Desa Blang Rheu

Blang Rhe merupakan sebuah desa yang berjarak 12 km dari ibukota kecamatan

dan 18 km dari kabupaten. Desa ini dihuni oleh 157 jiwa, terdiri dari 78 jiwa laki-

laki dan 79 jiwa perempuan, yang bagi atas 38 KK, 32 KK diantaranya adalah KK

tani.

Desa ini memiliki 13 ha sawah beririgasi setengah teknis, 70 ha lahan tegalan

dan 5 ha lahan pekarangan. Desa ini memiliki 1 kelompok tani dengan jumlah

anggota 46 orang.

Page 17: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

14  

4.1.2. Kabupaten Bireuen

Kabupaten Bireuen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam, dengan luas wilayah 190.121 km2. Kabupaten Bireuen terletak

pada garis 4º54’ - 5º18’ Lintang Utara dan 96º20 - 97º21 Bujur Timur, dengan

batas wilayah :

o Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

o Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah

o Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie

o Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara

Kabupaten Bireuen topografi wilayahnya terdiri dari; dataran rendah (0-

15%) dibagian pantai utara dan bagian tengah daerah, sedangkan bagian selatan

sampai ke Bukit Barisan merupakan daerah bergelombang dengan ketinggian

mencapai 450 m dpl (15%).

Kabupaten Bireuen mempunyai beberapa jenis tanah, antara lain; aluvial,

podsolid, latosol, hidromorf, dengan tingkat kemiringan yang berbeda-beda. Daerah

yang mempunyai lereng tertinggi adalah 45%, sedangkan daerah yang tingkat

kemiringannya 0 – 15% merupakan daerah yang paling luas. Kabupaten Bireuen

tergolong daerah beriklim basah. Dengan curah hujan rata-rata berkisar antara

1.105,6 mm – 4.073 mm.

1. Kecamatan Peudada

Kecamatan Peudada adalah salah satu wilayah penghasil kedelai di

Kabupaten Bireuen. Luas wilayah Peudada mencapai 38.914 ha, dengan jumlah

penduduk 31.105 jiwa, yang terdiri dari 14.976 jiwa laki-laki dan 16.129 jiwa

perempuan. Mata pencaharian masyarakat umumnya adalah bertani

membudidayakan tanaman pangan utama, yaitu padi dan kedelai. Total luas tanah

pertanian yang diusahakan oleh masyarakat di Kecamatan Peudada mencapai

20.176 ha, yang terdiri dari lahan tegalan 15.341 ha, pekarangan 2.391 ha, sawah

yang beirigasi setengah teknis 1.019 ha dan tadah hujan 2.158 ha. Ditambah

sengan kolam 6 ha dan tambak 290 ha. Kepopuleran Peudada sebagai salah satu

pemasok kedelai nasional sejak tahun 80-an tidak diragukan lagi. 2 desa yang

Page 18: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

15  

menjadi lumbung kedelai dan juga sasaran teknologi SL-PTT kedelai dalam tiga

tahun terakhir adalah Desa Ara Bungong dan Desa Blang Paya.

a. Desa Ara Bungong

Ara Bungong merupakan sebuah desa yang berjarak 2 km dari ibukota

kecamatan dan 17 km dari kabupaten. Desa yang luas wilayahnya mencapai 3.150

ha berpenduduk 628 jiwa, terdiri dari 263 jiwa laki-laki dan 365 perempuan yang

terbagi atas 3 dusun.

Dari luas wilayah tersebut 230 ha merupakan lahan pertanian yang terdiri

dari tegalan 200 ha dan pekarangan 30 ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa

mayoritas penduduknya bermata pencaharian petani dengan mengandalkan tegalan

untuk bercocok tanam tanaman khususnya kedelai. Desa ini memiliki Kelompok Tani

yang bernama Batee Kureng dengan usahatani pokok adalah tanaman kedelai.

Kelompok Tani ini beranggotakan 30 orang petani.

b. Desa Blang Beururu

Desa Blang Beururu merupakan sebuah desa yang berjarak 0,7 km dari

ibukota kecamatan dan 18 km dari kabupaten. Desa yang luas wilayahnya

mencapai 3.002 ha berpenduduk 209 jiwa, terdiri dari 102 jiwa laki-laki dan 107

perempuan yang terbagi atas 2 dusun dan 58 KK

Desa ini tidak meiliki sawah, dari luas wilayah tersebut semua merupakan

lahan tegalan, hanya 2 ha saja merupakan lahan pekarangan. Hal tersebut

menunjukkan bahwa mayoritas penduduknya bermata pencaharian petani dengan

mengandalkan tegalan untuk bercocok tanam tanaman khususnya kedelai. Desa ini

memiliki Kelompok Tani yang bernama Hudep Beusare dengan usahatani pokok

adalah tanaman kedelai. Kelompok Tani ini beranggotakan 47 orang petani.

2. Kecamatan Peulimbang

Selain Kecamatan Peudada, Kecamatan Peulimbang juga merupakan salah

satu wilayah pemasok kedelai di Kabupaten Bireuen. Luas wilayah Kecamatan

Peulimbang 9.523 ha dan jumlah penduduk 11.311 jiwa terdiri dari 5.481 jiwa laki-

Page 19: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

16  

laki dan 5.830 jiwa perempuan. Status pekerjaan 2.141 orang menekuni bidang

usaha bercocok tanam tanaman pangan dan hortikultura. Hal ini didukung oleh luas

lahan yang dipergunakan untuk lahan pertanian 3.780 ha, yang terbagi atas; lahan

tegalan 1.533 ha, pekarangan 993 ha, sawah yang beirigasi teknis 585 ha, setengah

teknis 210 ha, tersier 14 ha, sawah tadah hujan 313 ha, kolam 0,5 ha dan tambak

135 ha. 2 desa yang menjadi lumbung kedelai dan juga sasaran teknologi SL-PTT

kedelai dalam tiga tahun terakhir adalah Desa Hagu dan Desa Garap Barat dan Balee

Daka.

a. Desa Garap Barat

Desa Garap Barat memiliki luas wilayah 699 ha, yang berjarak 7 km dari

kecamatan dan 30 km dari kabupaten dengan jumlah dusun 3 buah. Dari luas

wilayah tersebut 327 ha merupakan lahan pertanian yang terdiri dari tegalan 229 ha,

pekarangan 56 ha dan sawah tadah hujan 42 ha. Hal tersebut menunjukkan bahwa

mayoritas penduduknya bermata pencaharian petani dengan mengandalkan tegalan

untuk bercocok tanam tanaman khususnya kedelai. Desa ini memiliki 2 Kelompok

Tani, yaitu; Alue Ceuraceuk dan Tani Sejahtera, dengan masing-masing jumlah

anggota 68 orang dan 40 orang.

Desa ini didiami oleh 60 kk dengan jumlah penduduk 260 orang yang terdiri

dari 139 jiwa laki-laki dan 121 perempuan, dengan tingkat pendidikan rata-rata

hanya tamat sekolah dasar.

b. Desa Balee Daka

Balee Daka merupakan salah satu desa dalam wilayah Kecamatan

Peulimbang yang berjarak 5 km dari kecamatan dan 25 km dari kabupaten dengan

jumlah dusun 4 buah memiliki luas wilayah 3.181 ha. Dari luas wilayah tersebut

1.494 ha merupakan lahan pertanian yang terdiri dari 942 ha tegalan, 339 ha

pekarangan, 25 ha sawah beririgasi setengah teknis dan 188 ha sawah tadah

Page 20: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

17  

hujan.

Desa ini didiami oleh 86 kk dengan jumlah penduduk 520 orang yang terdiri

dari 220 jiwa laki-laki dan 300 perempuan, dengan tingkat pendidikan rata-rata

hanya tamat sekolah dasar. Penduduknya bermata pencaharian petani. Desa ini

hanya memiliki 1 Kelompok Tani, yaitu; Gunung Madu dengan jumlah anggota 103

orang.

4.2. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi; umur, pendidikan

formal, pengalaman berusahatani padi, jumlah anggota keluarga, dan luas lahan

usahatani kedelai yang diusahakan. Penelitian terhadap 160 orang petani, tidak

menunjukkan tingkat karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain. Untuk

lebih jelas data distribusi responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada

Tabel 1.

Page 21: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

18  

Tabel 1. Data distribusi responden berdasarkan karakteristik

Karakteristik Petani Kategori Jumlah Persentase

Umur < 30 thn 18 11.25 31 - 40 thn 47 29.375 41 - 50 thn 58 36.25 > 50 thn 37 23.125 Jumlah 160 100 Pendidikan formal Rendah (6 thn) 113 70.625 Sedang (9 thn) 36 22.5 Tinggi (> 9 thn) 11 6.875 Jumlah 160 100 Jumlah anggota kel Sedikit (< 3 org) 9 5.625 sedang (4 - 6 org) 134 83.75 Banyak (> 6 org ) 17 10.625 Jumlah 160 100 Pangalaman berusahatani Rendah (< 5 thn) 29 18.125 sedang (6 - 10 thn) 117 73.125 Tinggi (>10 thn) 14 8.75 Jumlah 160 100 Luas lahan usahatani kedelai Sempit (< 0,5 ha) 2 1.25 Sedang (0,6 - 1 ha) 133 83.125 Luas (> 1 ha) 25 15.625 Jumlah 160 100

1. Umur

Umur responden dihitung berdasarkan pengakuan saat penelitian dilakukan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa 29,375% usia responden termasuk dalam

kategori dewasa (31-40th) dan 36,25% usia responden juga dikelompokkan masih

dalam kategori dewasa (41-50th), sedangkan 23,125% responden termasuk dalam

kategori usia tua ( > 55 th) dan 11,25% responden termasuk dalam kategori usia

muda (< 30 th). Maka umur responden sebagian besar termasuk dalam kategori

Page 22: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

19  

usia produktif, yaitu pada kategori usia dewasa dapat digabungkan sekitar 65,625%

responden berada pada kategori usia dewasa. Artinya bahwa pada umur tersebut

responden mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Karena Petani yang

Berumur dibawah 50 (lima puluh) tahun bisa digolongkan sebagai petani yang masih

produktif dan responsive terhadap segala inovasi baru, disamping itu ia juga

memiliki produktivitas yang tinggi dalam mengelola kelompok atau usahanya

masing-masing. Maka dapat disimpulkan bahwa, tingkat umur atau usia merupakan

salah satu faktor yang dapat diperhatikan dalam menentukan tingkat adopsi suatu

teknologi pada seseorang petani. Hal ini menunjukkan bahwa adanya indikasi

terhadap mudahnya suatu inovasi teknologi yang akan masuk ke daerah tersebut,

tentunya hal ini mungkin saja dapat terjadi karena dengan umur produktif yang

dimiliki petani akan memudahkan bagi seseorang dalam menerima suatu ilmu atau

pengetahuan yang baru didengar atau didapatkannya.Maka dengan hal ini

menunjukkan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

individu atau internal seseorang petani didalam menerima atau mengadopsi suatu

teknologi.

2. Pendidikan

Tingkat pendidikan petani akan sangat berpengaruh terhadap tingkat

produktivitas dari suatu kelompok dan juga sangat berpengaruh terhadap adopsi

suatu inovasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka tingkat adopsinya

terhadap suatu inovasi akan semakin baik, dan juga akan semakin respon terhadap

hal-hal yang baru. Dihitung dari lama responden menempuh pendidikan dibangku

sekolah. Hasil analisis menunjukkan bahwa 70,625% responden menempuh

pendidikan formal ≤ 6 tahun, dan 22,5% responden menempuh selama 7-9 tahun

sedangkan 6,875% responden menempuh pendidikan formal lebih dari 9 tahun.

Rendahnya tingkat pendidikan responden karena latar belakang sosial ekonomi,

responden mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan lain yang dianggap lebih

penting dibandingkan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Responden

beranggapan bahwa menguasai baca tulis dan berhitung sudah cukup, tanpa harus

melanjutkan jenjang yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan seseorang dapat

Page 23: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

20  

merubah pola pikir, daya penalaran yang lebih baik, sehingga makin lama seseorang

mengenyam pendidikan akan semakin rasional. Secara umum petani yang

berpendidikan tinggi akan lebih baik cara berfikirnya, sehingga memungkinkan

mereka bertindak lebih rasional dalam mengelola usahataninya. Sebagaimana yang

dinyatakan Soekartawi (1988) bahwa mereka yang berpendidikan tinggi adalah

relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya, petani

yang berpendidikan rendah agak sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat

(Suharyanto, dkk,. 2001). Dengan rata-rata tingkat pendidikan petani berdasarkan

hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani dalam menerima suatu

informasi atau ilmu dan teknologi berada pada tingkat pertengahan. Dimana perlu

adanya penyuluhan secara intensif bagi petani kedelai dalam mendifusikan suatu

teknologi hingga mencapai titik pengadopsian bagi mereka dalam menerima suatu

teknologi baru.

3. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga diukur dengan banyaknya jiwa dalam rumah

tangga yang masih dalam tanggungan kepala keluarga. Sebanyak 5,625 %

responden memiliki jumlah anggota keluarga ≤ 3 orang, sedangkan 83,75 %

responden memiliki jumlah anggota keluarga 4 – 6 orang dan 10,625 % responden

memiliki anggota keluarga ≥ 6 orang. Pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap

penerapan inovasi PTT kedelai bersifat ambigius. Di satu sisi jumlah anggota

keluarga diharapkan sebagai sumber tenaga kerja untuk lahan usahatani kedelai.

Pada sisi lain, oleh karena kebutuhan keluarga meningkat mengikuti jumlah

tanggungan keluarga, maka curahan waktu untuk usahatani kedelai semakin sedikit

karena kepala keluarga cenderung memperoleh sumber penghasilan atau

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dari usaha lain di luar

usahatani kedelai. Maka hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga akan

berhubungan dengan tingkat pemenuhan kebutuhan dalam keluarganya. Sehingga

jumlah tenaga kerja dalam keluarga juga dapat berpengaruh terhadap adopsi

inovasi, hal ini dikarenakan jumlah anggota keluarga memiliki hubungan dengan

pendapatan yang diterima dalam satu keluarga tersebut. Soekartawi (1988)

Page 24: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

21  

dalam Suharyanto, dkk. (2001) menyatakan bahwa pendapatan usahatani yang

tinggi seringkali ada hubungannya dengan tingkat difusi inovasi pertanian. Kemauan

untuk melakukan percobaan atau perubahan dalam difusi inovasi pertanian yang

cepat sesuai kondisi pertanian yang dimiliki oleh petani, maka umumnya hal ini

menyebabkan pendapatan petani yang lebih tinggi. Dengan demikian petani akan

kembali investasi kapital untuk adopsi inovasi selanjutnya. Sebaliknya banyak

kenyataan yang menunjukkan bahwa para petani yang berpenghasilan rendah

adalah lambat dalam melakukan adopsi inovasi. Maka hal ini menunjukkan adanya

korelasi antara banyaknya jumlah anggota keluarga dengan tingkat pemenuhan

kebutuhan dan juga akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang diperoleh

petani sehingga pada titik akhir akan menentukan keputusan mereka dalam

mengadopsi inovasi teknologi baru yang akan mereka terima.

4. Pengalaman berusahatani kedelai

Pengalaman usahatani padi adalah lamanya responden mulai berusahatani

kedelai dimana petani sebagai pengambil keputusan dalam mengelola usahatani

kedelainya. Pengalaman usahatani kedelai diukur jumlah tahun sejak mulai

berusahatani kedelainya sendiri sampai dengan saat ini. Hasil analisis menunjukkan

18,125 % responden yang memiliki pengalaman berusahatani kedelai selama ≤ 5

tahun, sedangkan 73,125% responden telah memiliki pengalaman usahatani 6 – 10

th dan 8,75 % responden berpengalaman usahatani kedelai ≥ 10 th. Program PTT

kedelai telah diperkenalkan di beberapa daerah di Provinsi NAD sejak tahun 2009

yang lalu sehingga pengetahuan dan keterampilan responden mengenai komponen

dalam PTT serta cara penerapannya diharapkan telah diperoleh oleh responden

pada masa-masa tersebut. Pada umumnya petani yang memiliki lebih banyak

pengalaman memiliki produktivitas yang tinggi dalam bekerja dan akan lebih mudah

mengadopsi inovasi yang ada. Karena dengan pengalaman yang cukup (berdasarkan

waktu) akan mempengaruhi seseorang petani dalam mengelola usahataninya.

Dengan pengalaman berusahatani kedelai yang dimiliki petani tentunya akan

memudahkan seseorang dalam menukar ilmu dan pengalaman dengan para petani

lainnya dalam berusahatani yang baik dan bahkan tidak menutup kemungkinan

Page 25: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

22  

bagi petani dalam menukar atau bahkan menerima informasi yang bermanfaat bagi

mereka dari para penyuluh guna memajukan usahanya dalam bercocok tanam

kedelai. Maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman juga merupakan salah satu

faktor yang berpengaruh bagi seseorang khususnya petani dalam mengadopsi suatu

teknologi seperti teknologi PTT kedelai.

5. Luas lahan usahatani kedelai

Luas lahan adalah lahan yang digunakan responden untuk usahatani kedelai

pada saat penelitian dilakukan. Hasil analisis menunjukkan luas lahan responden

15,625 % termasuk dalam kategori luas ( > 1 ha), sedangkan 83,125 % responden

luas lahannya termasuk dalam kategori sedang (0,6 – 1 ha) dan 1,25% responden

memiliki lahan < 0,5 ha. Luas lahan menentukan kecepatan seseorang untuk

mengadopsi suatu inovasi. Luas lahan menunjukkan kemampuan ekonomi

seseorang. Seperti pendapat Lionberger (1960) dan Hanafi (1987) bahwa semakin

luas lahan biasanya akan semakin cepat dalam mengadopsi inovasi. Maka dapat

disimpulkan berdasarkan hasil survey dilapangan bahwa labih dari 80 % responden

memiliki lahan hampir mendekati 1 ha, tentunya hal ini menunjukkan bahwa

tingginya potensi petani dalam mengadopsi inovasi PTT kedelai yang akan mereka

terima disebabkan luasnya lahan yang mereka miliki.

4.3. Pengetahuan Petani Tentang Teknologi PTT Kedelai

Umumnya petani di lokasi penelitian tidak mengenal istilah PTT Kedelai,

akan tetapi mereka sudah melaksanakan beberapa komponen teknologi tersebut,

baik komponen dasar maupun komponen pilihan. Komponen teknologi dasar yang

telah dilaksanakan oleh semua petani di lokasi pengkajian adalah pemakaian benih

unggul. Benih unggul yang digunakan oleh petani di lokasi pengkajian umumnya

adalah benih kedelai yang berasal dari varietas unggul nasional, seperti; Kipas

Page 26: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

23  

Merah Bireuen, Kipas Putih, Anjasmoro dan Wilis. Akan tetapi sampai sejauh ini

petani mengakui sangat jarang bahkan ada petani yang belum menggunakan benih

berlabel.

Komponen teknologi dasar lainnya seperti pembuatan saluran drainase,

pengaturan populasi tanaman dan juga pengendalian hama dan penyakit ada yang

sudah dilaksanakan oleh petani, akan tetapi mereka melakukan dengan cara-cara

sederhana belum mengaplikasikan dengan teknologi yang sesuai dengan benar. Hal

ini disebabkan minimnya informasi yang didapatkan oleh petani karena kurangnya

penyuluhan.

Pada komponen teknologi pilihan, petani di lokasi penelitian ada yang

melakukan olah tanah dan ada yang tidak melakukan pengolahan tanah pada

persiapan lahan. Petani juga jarang melakukan pemupukan pada tanaman kedelai.

Meskipun mereka melakukan pemupukan, pupuk yang diberikan tidak sesuai dengan

kebutuhan tanaman, baik dosis yang dipakai maupun waktu pemberiannya.

Demikian juga dengan pemberian kapur pada lahan kering masam. Petani

mengakui mereka tidak melakukan pengapuran karena tidak mengetahui dengan

persis apakah tanah mereka masam atau tidak, sehingga meskipun ada diantara

mereka yang mengakui mengetahui tanah masam harus diberikan kapur mereka

tetap tidak melakukannya. Pemberian air pada priode kritis tanaman khususnya

disaat pebentukan bunga hingga pengisian biji juga jarang dilakukan. Petani juga

masih sering menumpuk kedelai setelah di panen, dan ditutupi dengan plastik. Hal

ini berdampak terhadap mutu hasil panen sehingga kedelai di beli dengan harga

yang murah.

Gambaran yang dihadapi petani diatas menunjukkan bahwa mereka tidak

terdedah dengan teknologi informasi budidaya kedelai yang sedang digalakkan

pemerintah yaitu; pengengelolaan tanaman terpadu kedelai.

4.4. Keragaan Penerapan Teknologi PTT Kedelai

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) kedelai adalah suatu pendekatan

inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani

melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani. Prinsip

Page 27: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

24  

utama penerapan PTT kedelai mencakup lima unsur, yaitu; partisipatif, spesifik

lokasi, terpadu, sinergis dan serasi serta dinamis. Komponen teknologi PTT kedelai

dibagi menjadi dua, yaitu komponen teknologi dasar terdiri dari (1) varietas unggul

baru, (2) benih bermutu dan berlabel, (3) pembuatan saluran drainase, (4)

pengaturan populasi tanaman, dan (5) pengendalian OPT (organisme pengganggu

tanaman) secara terpadu. Sedangkan komponen teknologi pilihan terdiri dari; (1)

penyiapan lahan, (2) pemupukan sesuai kebutuhan tanaman, (3) pemberian pupuk

organik, (4) amelioran pada lahan kering masam, (5) pengairan pada priode kritis,

dan (6) penangan panen dan pascepanen (Departemen Pertanian, 2009).

Berdasarkan komponen-komponen teknologi yang terkandung dalam

pendekatan PTT kedelai tersebut, maka tingkat adopsi komponen PTT kedelai yang

telah dilaksanakan oleh petani responden seperti terdapat pada Tabel 2.

Page 28: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

25  

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan Tingkat Adopsi Komponen Teknologi PTT Kedelai di Provinsi Aceh, 2011.

Komponen Teknologi PTT Kedelai

Kategori

Jumlah Tidak

mengadopsi Mengadopsi

sebagian Mengadopsi

Komponen dasar:

1. Varietas unggul baru 0 0 160 160

(0) (0) (100) 100

2. Benih bermutu dan berlabel

0 143 17 160

(0) (89) (11) 100

3. Pembuatan saluran drainase

0 47 113 160

0 29 71 100

4. Pengaturan populasi tanaman

12 33 115 160

8 21 72 100

5. Pengendalian OPT 117 40 3 160

73 25 2 100

Komponen pilihan:

1. Penyiapan lahan 0 0 160 160

0 0 100 100

2. Pemupukan sesuai kebutuhan tanaman

122 33 5 160

76 21 3 100

3. Pemberian pupuk organik

146 14 0 160

91 9 0 100

4. Amelioran pada lahan kering masam

160 0 0 160

100 0 0 100

5. Pengairan pada priode kritis

112 48 0 160

70 30 0 100

6. Panen dan pasca panen

0 105 55 160

0 66 34 100

A. Komponen Teknologi Dasar

1. Varietas unggul baru

Varietas unggul baru (VUB) umumnya berdaya saing tinggi, tahan terhadap

hama penyakit utama atau tahan deraan lingkungan setempat dan dapat juga

memiliki sifat khusus tertentu (Departemen Pertanian, 2009). Tabel 2 menunjukkan

Page 29: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

26  

umumnya petani sudah menggunakan varietas unggul baru yang direkomendasikan

oleh Dinas Pertanian setempat. Semua petani yang terlibat dalam penelitian ini

menjawab telah menggunakan varietas unggul nasional seperti Anjasmoro dan Kipas

Merah Bireuen.

2. Benih bermutu dan berlabel

Benih bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh

yang tinggi (≥ 85%). Umumnya benih bermutu dapat diperoleh dari benih berlabel

yang sudah lulus proses sertifikasi. Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang

sehat dengan akar yang banyak (Departemen Pertanian, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan 89% responden menggunakan benih yang

menurut mereka mempunyai ciri-ciri bermutu, akan tetapi umumnya benih tersebut

tidak berlabel. Hanya 11% responden mengakui menggunakan benih bermutu dan

berlabel yang didapatkan dari Dinas/Instansi terkait.

3. Pembuatan saluran drainase

Sebagian besar petani (71%) sudah melakukan pembuatan drainase pada

lahan usahatani kedelai yang diusahakan. Mereka mengetahui dengan persis

manfaat pembuatan saluran drainase tersebut. Petani mengungkapkan perlunya

drainase pada lahan kedelai adalah untuk mengalirkan air ke areal pertanaman dan

juga membuang kelebihan air pada saat hujan. Sedangkan 29% lainnya

menyatakan juga sudah membuat saluran tersebut akan tetapi tidak sempurna.

4. Pengaturan populasi tanaman

Umumnya petani sudah mengatur populasi tanaman dengan melakukan

penanaman secara tugal, jarak tanam antar baris 40 cm, dalam barisan 10 – 15 cm

dan menanaman 2 – 3 biji per lubang. Sebanyak 115 petani (72%) telah

menerapkan pengaturan tanaman dengan baik, 33 orang (21%) masih belum

melakukan dengan sempurna dan 12 petani lainnya (8%) masih menabur benih

Page 30: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

27  

sembarangan (sistem tebar).

5. Pengendalian OPT secara terpadu

Rekomendasi pengendalian organisme pengganggu tanaman dan penyakit

secara terpadu merupakan metode pengendalian hama penyakit dengan cara

identifikasi jenis dan penghitungan kepadatan populasi hama, mengidentifikasi

faktor penyebab penyakit, menentukan tingkat kerusakan baru melakukan

pengendalian, dengan beberapa cara; mengusahakan tanaman selalu sehat,

pengendalian secara hayati, penggunaan varietas tahan, pengendalian secara fisik

dan mekanis, penggunaan pestisida kimia.

Sebagian besar petani (73%) masih menggunakan pestisida kimia tanpa

mempertimbangkan jenis hama penyakit, intensitas serangan, dan cara perlakuan.

Hal ini disebabkan karena faktor kebiasaan dan pemahaman yang kurang pada

pelestarian lingkungan. 25% petani lainnya telah melakukan secara benar tapi

masih menggunakan pestisida kimia sebagai bahan utama. Hanya 2 % petani yang

secara benar memahami dan melaksanakan tindakan pengendalian sesuai anjuran.

B. Komponen Teknologi Pilihan

1. Penyiapan lahan

Pengolahan tanah tidak perlu dilakukan jika kedelai di tanam pada lahan

sawah bekas tanam padi, dimana jerami dapat dipergunakan sebagai mulsa.

Sedangkan pada lahan kering perlu dilakukan secara optimal. Semua petani sudah

mengadopsi cara persiapan lahan yang baik untuk bercocok tanam kedelai (100%)

ak dua kali dan satu kali pada musim kemarau. Semua petani (100 %) sudah

melakukan pengolahan tanah secara sempurna. Pada lahan sawah mereka hanya

membuat saluran drainase dan pengolahan tanah minimal sedangkan pada lahan

tegalan melakukan pengolahan sempurna.

2. Pemupukan sesuai kebutuhan

Umumnya petani tidak memperhatikan masalah kebutuhan pupuk untuk

Page 31: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

28  

pertumbuhan tanaman kedelai. Mereka memberikan pupuk tanpa memperhatikan

takaran yang sesuai. Petani tidak memberikan Rhizobium pada tanaman kedelai.

Kedelai yang ditanam pada lahan sawah tidak memerlukan banyak pupuk. Sampai

waktu penelitian dilaksanakan belum pernah ada penetapan dosis pupuk dengan

penggunaan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK). Petani menggunakan pupuk hanya

sekedarnya saja (76%) dengan cara disebar. Akan tetapi ada juga petani yang

sudah mulai menggunakan pupuk sesuai dengan waktu dan dosis yang dianjurkan

terutama pada saat tanah masih lembab dengan cara disebar (21%). Hanya 3%

petani yang mengadopsi cara pemupukan sesuai kebutuhan tanaman kedelai.

3. Pemberian bahan organik

Bahan organik merupakan sisa tanaman, kotoran hewan, pupuk hijau dan

kompos. Pemberian pupuk organik dan pupuk kimia dalam bentuk dan jumlah yang

tepat diketahui berperan sangat penting untuk keberlanjutan sistem produksi

kedelai. Sebagian besar petani (91 %) belum menggunakan bahan organik baik

berupa pupuk kandang maupun kompos atas dasar inisiatif sendiri. Beberapa alasan

dikemukakan antara lain: belum mengetahui manfaat pupuk organik, bahan tidak

tersedia di lokasi setempat, dan tidak ada biaya atau tenaga kerja. Hanya sebagai

kecil petani (9 %) yang telah menggunakan bahan organik meskipun masih dalam

jumlah sedikit.

4. Amelioran pada lahan kering masam

Pada umumnya petani tidak menggunakan kapur untuk menetralisir tanah

kering masam tempat mereka bercocok tanam kedelai. Alasan utama yang

dikemukakan adalah kurangnya modal dan tidak mengetahui secara persis apakah

tanah mereka masam atau tidak.

5. Pengairan pada priode kritis

Priode kritis tanaman kedelai terhadap kekeringan mulai pada saat

pebentukan bunga hingga pengisian biji (fase reproduktif). Pada saat ini tanaman

Page 32: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

29  

kedelai membutuhkan air untuk dapat membentuk polong yang sempurna sehingga

produksi maksimal.

Petani mengetahui pentingnya air pada priode ini, akan tetapi sebagian besar

dari mereka (70%) tidak melakukan tindakan apa-apa. Mereka hanya menunggu

hujan turun untuk pemenuhan kebutuhan air. Hanya 30% petani saja yang

mengusahakan mengairi lahan kedelai meskipun tidak maksimal.

6. Panen dan pascapanen

Panen yang tepat akan sangat menentukan mutu biji dan benih kedelai.

Panen dilakukan jika tanaman sudah masak yang dicirikan 95% polong telah

berwarna coklat dan daun berwarna kuning. Setelah pemanenam brangkasan

kedelai harus segera dihamparkan di dijemur dan segera dirontokkan apabila

brangkasan telah kering baik secara manual maupun menggunakan treser.

Tabel 2 menunjukkan sebagian besar petani sudah mengadopsi cara

pemanenan yang benar meskipun tidak semua sesuai dengan rekomendasi. Hanya

sebagian kecil responden (34%) menyatakan sudah melakukan panen dan pasca

panen yang benar.

4.5. Faktor Internal Dan Eksternal Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi

Berdasarkan hasil survei tersebut diatas, diketahui beberapa faktor internal

dan eksternal yang mempengaruhi tingkat adopsi teknologi PTT kedelai di lokasi

penelitian.

A. Faktor Internal

1. Umur

Tingkat umur atau usia merupakan salah satu faktor yang dapat diperhatikan

dalam menentukan tingkat adopsi suatu teknologi. Umur merupakan salah satu

faktor internal yang dapat menentukan seseorang untuk menerima atau tidaknya

suatu informasi baru. Berdasarkan hasil survei, rata-rata umur petani kedelai

merupakan rata-rata umur produktif dalam melakukan atau menghasilkan terhadap

Page 33: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

30  

suatu pekerjaan yang dilakukannya. Umumnya pekerjaan bercocok tanam kedelai

dilakukan oleh petani yang memiliki usia dibawah 50 tahun. Hal ini menunjukkan

bahwa adanya indikasi terhadap mudahnya suatu inovasi teknologi yang akan masuk

ke daerah tersebut, tentunya hal ini mungkin saja dapat terjadi karena dengan umur

produktif yang dimiliki petani akan memudahkan bagi seseorang dalam menerima

suatu ilmu atau pengetahuan yang baru didengar atau didapatkannya. Maka hal ini

menunjukkan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

individu atau internal seseorang petani didalam menerima atau mengadopsi suatu

teknologi.

2. Pengalaman

Dalam menjalankan usahatani yang baik dan produktif diperlukan juga

pengalaman yang mendalam dari seorang petani terhadap ilmu dari usahatani itu

sendiri. Karena dengan pengalaman yang cukup (berdasarkan waktu) akan

mempengaruhi seseorang petani dalam mengelola usahataninya. Hasil survey

menunjukkan pengalaman yang dimiliki petani dalam berusahatani kedelai pada

umumnya berada antara 5 - 30 tahun. Dengan pengalaman tersebut menunjukkan

banyaknya ilmu yang diperoleh petani selama ia berusahatani kedelai. Tentunya hal

ini memudahkan seseorang dalam menukar ilmu dan pengalaman dengan para

petani lainnya dalam berusahatani yang baik dan bahkan tidak menutup

kemungkinan bagi petani dalam menukar atau bahkan menerima informasi yang

bermanfaat bagi mereka dari para penyuluh guna memajukan usahanya dalam

bercocok tanam kedelai. Oleh karena itu pengalaman merupakan salah satu faktor

yang berpengaruh bagi seseorang khususnya petani dalam mengadopsi suatu

teknologi seperti teknologi PTT kedelai.

3. Tingkat pendidikan

Hasil survey menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dijalani oleh para

petani kedelai pada umumnya hanya tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau

jika didefenisikan pada umumnya petani mengenyam pendidikan selama 9

Page 34: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

31  

tahun. Dengan rata-rata tingkat pendidikan petani tersebut menunjukkan petani

dalam menerima suatu informasi atau ilmu dan teknologi berada pada tingkat

pertengahan. Dimana perlu adanya penyuluhan secara intensif bagi petani kedelai

dalam mendifusikan suatu teknologi hingga mencapai titik pengadopsian bagi

mereka dalam menerima suatu teknologi baru.

4. Tingkat Pendapatan

Seorang petani didalam menerima atau mengadopsi suatu informasi atau

teknologi baru juga memerlukan adanya pengaruh atau dukungan terhadap

penghasilan atau tingkat pendapatan yang didapatkannya dalam suatu periode

tertentu. Karena dengan tingkat pendapatan yang ia dapatkan akan berpengaruh

baginya dalam memutuskan atau melakukan sesuatu. Misalkan, apabila seorang

petani memperoleh pendapatan per periode tertentu, dengan tingkat pendapatan

yang tinggi diatas rata-rata petani pada umumnya, maka akan memudahkan bagi

seseorang dalam menerima atau mengadopsi suatu teknologi. Berdasarka hasil

survey umumnya petani kedelai memiliki karakteristik pekerjaan utama sebagai

petani, dan mereka tidak memiliki pekerjaan tambahan atau sampingan. Sehingga

pada umumnya penghasilan yang didapatkan mereka adalah berada dibawah rata-

rata. Hal ini akan sangat menyulitkan bagi petani dalam menerima atau mengadopsi

suatu teknologi. Oleh karena itu perlu adanya peran pemerintah untuk memotivasi

petani dalam mengadopsi suatu teknologi, agar perangkat-perangkat yang

diperlukan petani dalam suatu teknologi dapat terpenuhi seperti penyediaan benih,

pupuk dan hal lainnya yang diperlukan, seiring dengan terjawabnya permasalahan

petani terhadap tingkat pendapatan yang rendah.

5. Sikap

Dalam proses penerimaan suatu informasi atau teknologi baru bagi petani

diperlukan sikap dalam melakukan segala hal. Dimulai dari cara petani dalam

menerima atau mendengarnya kemudian melihatnya dan pada akhirnya berada pada

tahap pengambilan keputusan dalam mengadopsi atau tidaknya suatu informasi atau

teknologi. Pada dasarnya hal tersebut dimulai dari sikap atau cara petani dalam

Page 35: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

32  

memutuskan sesuatu. Pada dasarnya sikap juga dapat dikorelasikan dengan umur

dan tingkat pendidikan. Dengan umur yang produktif beserta tingkat pendidikan

yang memadai akan mempengaruhi seseorang dalam menentukan sikapnya untuk

mengadopsi atau tidak terhadap suatu teknologi baru yang diterimanya. Maka dalam

hal ini menunjukkan bahwa sikap merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

dalam pengadopsian seorang petani terhadap inovasi teknologi.

6. Sifat komersialisasi

Sifat komersialisasi merupakan suatu sifat yang berada dalam diri atau

internal seorang petani. Karena dengan adanya sifat ini didalam diri seorang petani

maka akan menunjukkan hasil yang maksimal terhadap produksi usahataninya dan

juga berpengaruh besar terhadap tingkat penghasilan yang didapatkannya. Karena

pada tahap ini seorang petani sudah dihadapkan pada pertanian bersistem modern

dan meninggalkan pertanian dengan subsistem. Artinya petani kita sudah bergerak

dengan skala untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dan meninggalkan

sistem usahatani yang produksinya hanya untuk dikonsumsi sendiri atau

mendapatkan produksi dalam skala kecil. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan

sebagian besar atau bahkan hampir seluruhnya petani kedelai yang ada, menjual

hasil usahataninya sebanyak 90% dari hasil produksi yang didapatkanya dalam satu

kali panen. Maka hal ini menunjukkan bahwa adanya sifat komersil didalam diri

petani dalam mengelola hasil usahataninya. Tentunya hal ini juga akan berpengaruh

terhadap internal diri petani didalam mengadopsi suatu inovasi teknologi. Karena

dengan tekad mereka dalam meningkatkan hasil usahataninya untuk dipasarkan

dengan memperoleh keuntungan yang tinggi maka muncul dorongan yang kuat

dalam diri petani untuk menerima suatu inovasi teknologi guna memajukan sistem

usahataninya menjadi lebih baik.

7. Pengetahuan (wawasan) dan motivasi

Bagi seorang petani pengetahuan atau wawasan dalam berusahatani sangat

diperlukan. Karena dengan pengetahuan atau wawasan tersebut seorang petani

dapat menentukan ataupun memutuskan suatu kesimpulan yang berhubungan

Page 36: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

33  

dengan usahataninya. Pengetahuan ini juga dapat dipadukan dengan motivasi

petani dalam mengambil keputusan untuk menentukan suatu tindakan. Berdasarkan

hasil survey pada umumnya setiap petani kedelai memiliki pengetahuan yang cukup

dalam mengelola usahataninya. Contoh salah satu tindakan yang mereka lakukan

berdasarkan pengetahuan dan motivasi adalah seperti pada saat mereka melakukan

pengendalian hama dan penyakit. Pada tahap ini pengendalian yang mereka lakukan

dimulai dengan mengetahui atau memonitoring secara langsung dilahan mereka

masing-masing terhadap jenis hama atau penyakit yang menyerang tanaman kedelai

mereka. Maka setelah mereka mengetahui jenis hama dan penyakit yang menyerang

tanaman kedelai mereka dan mengetahui seberapa banyak tingkat populasi dan

seberapa besar kerusakan yang dilakukan olehhama dan penyakit yang menyerang

tanaman mereka tersebut, maka dengan sendirinya para petani tersebut termotivasi

dengan segala pengetahuan yang mereka miliki untuk melakukan pengendaliannya

dengan cara pencegahan dan pembasmian. Akan tetapi dalam hal ini masih

ditemukannya ditingkat petani terhadap keterbatasan mereka dalam

mempergunakan pupuk an organik yang mereka percayai bahwa dengan pemberian

pupuk an organik permasalahan hama dan penyakit tersebut akan cepat

tertanggulangi. Hal ini membuktikan bahwa masih tingginya tingkatan

ketergantungan petani kedelai kita terhadap pupuk an organik didalam mengatasi

masalah usahataninnya. Maka dalam hal ini diperlukan adanya penanganan secara

serius oleh para penyuluh untuk memberikan pencerahan yang berguna bagi para

petani dalam mengelola uasahataninnya secara efektif dan efisien. Maka dapat

terbukti bahwa pengetahuan dan wawasan merupakan salah satu faktor internal

yang ada dalam diri setiap petani didalam menerima atau mengadopsi suatu inovasi

teknologi.

Page 37: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

34  

B. Faktor Eksternal

1. Benih

Bila dilihat dari segi harga benih serta kemudahan petani dalam mengakses

atau mendapatkannya, maka benih juga salah satu faktor yang dapat berpengaruh

terhadap kesediaan petani dalam mengadopsi teknologi PTT kedelai. Karena,

apabila ditinjau dari segi harga benih yang ada ditingkat pasaran, banyak petani

yang mengeluhkan atas harganya yang sulit dijangkau serta ditambah lagi adanya

permainan harga yang tidak berpihak kepada petani. Walaupun benih tersebut bisa

mereka dapatkan dari penjual yang ada ditingkat kecamatan akan tetapi petani

mengaku mereka lebih dominan mengambil inisiatif dengan memperolehnya dari

hasil produksi mereka sendiri. Akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini dimulai

dari tahun 2009, mereka mendapatkan bantuan benih dari pemerintah. Bantuan

benih yang merupakan bagian dari program Kementerian Pertanian yaitu program

SL-PTT kedelai, yang salah satu paket teknologinya adalah dengan menggunakan

benih unggul. Oleh karena itu benih unggul inilah yang digunakan oleh petani

kedelai saat ini. Maka pada dasarnya secara tidak langsung petani telah mengadopsi

salah satu paket teknologi SL-PTT kedelai ini.

2. Pengairan

Kendala lain yang dihadapi petani dalam berusahatani kedelai adalah

pengairan yang dirasakan sangat sulit oleh sebagian petani. Kendala tersebut

sangat mereka rasakan karena letak lahan mereka yang berjauhan dari pusat air

waduk yang terdapat di desa mereka. Sehingga mereka harus menunggu air hujan

untuk mencukupi air yang ada di lahan mereka, bahkan tak jarang pada suatu

kondisi ketika tanaman mereka sangat membutuhkan air mereka harus

mencukupinya dengan memompa air dari sumur ataupun genangan air yang ada

disekitar lahan mereka. Maka kendala ini juga akan mempengaruhi petani dalam

mengadopsi suatu teknologi baru yang akan diterimanya.

3. Hama dan Penyakit

Page 38: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

35  

Kendala lain yang petani alami adalah mereka harus berhadapan dengan

hama dan penyakit yang menyerang tanaman mereka. Para petani mengeluhkan

hama yang sering mengganggu tanaman adalah ulat yang datang mengganggu

pada saat tanaman masih kecil atau berumur sekitar kurang dari 1 bulan, kemudian

ketika tanaman kedelai mereka sudah mulai berbunga mereka harus berhadapan

lagi dengan hama walang sangit, dan ketika tanaman sudah mulai berbuah muncul

kembali hama ulat dan tikus yang merupakan hama yang paling berat menurut

penuturan sejumlah petani. Antisipasi yang petani lakukan ketika mereka harus

berhadapan dengan hama tikus tersebut mereka menggunakan pengendaliannya

dengan menggunakan racun tikus yang mereka berikan pada beberapa titik tertentu

untuk memancing pembasmian hama tersebut.

4. Pupuk

Permasalahan dosis pemakaian pemupukan dalam berusahatani terkadang

menjadi kendala tersendiri dalam dunia pertanian. Pasalnya dengan pemberian

pupuk yang tidak sesuai dosis akan mempengaruhi hasil produksi yang diperoleh.

Permasalahan lain yang sering muncul saat ini adalah harga jual yang masih sulit

dijangkau oleh petani serta adanya tingkat kesulitan petani dalam mendapatkan

pupuk baik ditingkat pasar ataupun bagaimana mereka memproduksinya sendiri

seperti pupuk kandang yang terkadang sulit tercukupi karena terbatasnya pupuk

organik yang tersedia.

5. Intensitas dan cara penyuluhan

Intensitas penyuluh memberikan informasi/penyuluhan dan cara

penyampaian sebuah informasi teknologi baru yang masuk didaerah akan sangat

menentukan suatu teknologi diadopsi oleh petani. Peran penyuluh dalam menata

setiap informasi yang ada untuk disampaikan kepada petani sangat menentukan

tingkat adopsi apabila informasi tersebut dapat diserap dengan mudah oleh petani

6. Peran kelompok atau organisasi

Page 39: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

36  

Dalam hal ini, adanya peran kelompok tani dalam menyampaikan/

mendapatkan informasi apapun mengenai pertanian. Juga disertai dengan peran

organisasi sosial yang ada ditingkat desa ataupun kecamatan yang juga berperan

didalam menyalurkan informasi sehingga di adopsi oleh para petani.

7. Issu terkait

Yaitu adanya kemudahan petani dalam memasarkan hasil produksi

pertaniannya (pemasaran) dan peran petani dalam mengakses modal misalkan

seperti perkreditan yang akan memudahkan petani dalam permodalan usahataninya.

Dalam hal ini pemasaran ditingkat petani untuk menjual hasil panennya mereka

merasa tidak masalah, karena begitu pada saat panen hasilnya langsung ditampung.

8. Sarana Produksi

Ketersedian sarana produksi budidaya kedelai, ketersediaan modal untuk

budidaya kedelai, dorongan sosial dan kelompok terhadap petani dalam menerapkan

teknologi budidaya kedelai, dan keikutsertaan petani dalam program pemerintah

yang bertujuan untuk mendorong penerapan teknologi anjuran, dalam hal ini adalah

kegiatan uji coba penerapan teknologi PTT kedelai.

9. Kondisi Alam

Kondisi alam yang ada disekitarnya juga dapat berpengaruh terhadap

bersedia atau tidaknya seseorang petani untuk mengadopsi sebuah inovasi teknologi

Page 40: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

37  

V. KESIMPULAN

1. Faktor internal yang mempengaruhi petani dalam mengadopsi teknologi PTT

kedelai adalah :

• Umur

• Pengalaman

• Tingkat Pendidikan

• Tingkat Pendapatan

• Sikap

• Sifat komersialisasi

• Pengetahuan (wawasan)dan motivasi

2. Faktor eksternal yang mempengaruhi petani dalam mengadopsi teknologi PTT

kedelai adalah :

• Benih

• Pengairan

• Hama penyakit

• Pupuk

• Intensitas dan cara penyuluhan

• Peran kelompok dan organisasi

• Issu terkait

• Sarana produksi

• Kondisi alam

Page 41: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

38  

DAFTAR PUSTAKA

Alimoeso, S. 2008. Ketahanan pangan nasional: Antara harapan dan kenyataan. Makalah disampaikan pada Pameran Agrinex di Jakarta, Maret 2008.

Badan Litbang Pertanian, 2005. Panduan umum pelaksanaan pengkajian serta program informasi, komunikasi dan diseminasi di BPTP.

Badan Litbang Pertanian, 2009a. Petunjuk pelaksanaan sinergi Balit-BPTP ( Bahan Raker Solo, belum dipublikasi).

Badan Litbang Pertanian,2009b .Pedoman umum PTT kedelai.

Badan Litbang Pertanian, 2010. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010-2014.

Basuno, E. 2003. Kebijakan sistem diseminasi teknologi pertanian: Belajar dari BPTP NTB. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 1 (3) : 238 - 254 PSE-KP, Bogor.

BBP2TP, 2009a. Petunjuk pelaksanaan pendampingan SL-PTT (belum diterbitkan).

Bustaman, S., M. Sarwani., S. S. Tan., A. Rivaie., Saefudin, 2009a. Laporan akhir kajian umpan balik percepatan inovasi teknologi dan kelembagaan (belum dipublikasi).

Bustaman, S., S. S. Tan, U. Humaedah, Dalmadi, A. Rivaie, 2009b. Laporan akhir kajian efektifitas metoda diseminasi di BPTP yang mendorong percepatan adopsi teknologi (Belum dipublikasi).

Bustaman, S., S.S.Tan., M. Mardiharini, A. Djauhari., Dalmadi, 2010. Proposal pengkajian pola dan metoda rating gapoktan PUAP ( Grade A, B, C) dalam upaya meningkatkan hasil komoditas unggulan padi, sapi potong, kakao lebih dari 20% melalui percepatan adopsi.

Departemen Pertanian,2005. Permentan Nomor 3 tahun 2005 tentang pedoman penyiapan dan penerapan teknologi pertanian, 17 Januari 2005.

Dewi, F. A. Rafieq dan Y. Pribadi. 2009. Pola komunikasi dan desain media yang efektif dalam percepatan pemassalan sapi beranak kember di Kalimantan Selatan. Seminar Hasil Pengkajian SINTA 2009. Badan Litbang 9-10 Desember 2009.

Ditjen Tanaman Pangan, 2010. Pedoman pelaksaan SLPTT padi, jagung, kedelai dan kacang tanah tahun 2010.Kementerian Pertanian

Hendayana, R. A. Dhalimi. Sumedi. R. Sad Hutomo. 2006. Seminar Hasil Pengkajian Inovasi dan Diseminasi Program Prima Tani. BBP2TP ( Belum dipublikasi)

Hendayana, R. A. Gozal. E. Syaefulah, A. Jauhari dan R. S, Hutomo. 2009. Desain model percepatan adopsi inovasi teknologi program unggulan Badan Litbang Pertanian. Seminar Hasil Pengkajian SINTA 2009, Badan Litbang Pertanian 9 - 10 Desember 2009.

Page 42: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

39  

Hubeis, A.V. 2007. Pengaruh desain pesan video instruksional terhadap peningkatan pengetahuan petani tentang pupuk agrodyke .Jurnal Agro Ekonomi 25(1): 1-10 PSE/KP

Jamal, E., M. Mardiharini., M. Sarwani. 2008a. Proses diseminasi pengelolaan tanaman terpadu dan sumberdaya terpadu PTT) padi: Suatu pembelajaran dan perspektif ke depan. Anlisis Kebijakan Pertanian 6(3): 272-285 PSE/KP

Jamal, E . 2008b. Kajian kritis terhadap pelaksanaan pembangunan perdesaan di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi 26(2): 92- 102 PSE/KP

Jamal, E. 2009. Telaahan penggunaan pendakatan sekolah lapang dalam pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi: Kasus di Kabupaten Blitar dan Kediri, Jawa Timur. Analisis Kebijakan Pertanain 7(4): 337-349 PSE-KP

Kementerian Pertanian, 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014.

Mundy, P. 2000. Investasi untuk komunikasi di Badan Litbang Pertanian (PATTP). Desember 2000.

Musyafak A. T. Ibrahim,. 2005. Strategi percepatan adopsi dan difusi inovasi pertanian mendukung PRIMA TANI. Analisis Kebijakan Pertanian 3(1): 20-37 PSE-KP.

Rangkuti, P. A. 2009a. Strategi komunikasi membangun kemandirian pangan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 28(2): 39-45.

Rangkuti, P. A. 2009b. Analisis peran jaringan petani dalam adopsi inovasi traktor tangan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi 27(1): 45-60. PSE/KP.

Rogers, E.M.2003. Diffusion of Inovasitions. Fifth Edition. The Free Press. New York

Sudaratmaja, I. G. A. K. Suharyanto dan I.W.A. Artha Wiguna, 2009. Perilaku komunikasi menuju pelaksanaan IP Padi 400 dan model komunikasi efektif teknologi pembibitan sapi bali berjualitas prima di Bali. Seminar Hasil Pengkajian SINTA 2009. Badan Litbang Pertanian 9-10 Desember 2009.

Sudarmanto, R.G., 2005. Analisis regresi linier ganda dengan SPSS. Graha Ilmu Yogyakarta.

Suguyono,2007. Statisti non parametric untuk penelitian. Alfabeta Bandung.

Suryana. A. 2008. Penganekaragaman pangan dan gizi: Faktor pendukung peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Majalah Pangan. Media Komunikasi dan Informasi No 52/XVII/Oktober-Desember 2008, Jakarta.

Suharyanto, Destialisma, dan IA.Parwati. 2001. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi Tabela Di Provinsi Bali. ntb.litbang.deptan.go.id. 21 September 2011.

Suharyanto dan Eko Priyotomo, 2005. Peran Wanita Dalam Pola Pengambilan Keputusan Di Tingkat Rumah Tangga petani (Kasus : Petani Lahan Kering di Desa Patas, kec. Gerokgak, Kab. Buleleng). Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Lahan Kering di Bengkulu, 2005.

Page 43: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

40  

KEGIATAN DALAM GAMBAR

Performance  kedelai  di  lokasi  pengkajian  

Page 44: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

41  

Suasana  penggalian  informasi/wawancara  dengan  petani  di  lokasi  pengkajian  

Page 45: LAPORAN PENGKAJIAN KOMPETITIF - nad.litbang.pertanian.go.idnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/dokumen/HasilLitkaji/2010/03... · meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta

 

 

42  

Suasana  penggalian  informasi/wawancara  dengan  petani  di  lokasi  pengkajian