laporan pendahuluan sci

Upload: ahdya

Post on 08-Jan-2016

77 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

spinal cord injuri (SCI)

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN DENGAN SPINAL CORD INJURY (SCI) DI RUANG SERUNIRSD dr. SOEBANDI JEMBERdisusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Ners (PPN)

Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh

Ahdya Islaha Widyaputri, S. Kep

NIM 082311101055

PROGRAM PENDIDIKAN NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2015

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN DENGAN SPINAL CORD INJURY (SCI) DI RUANG SERUNIRSD dr. SOEBANDI JEMBEROleh : Ahdya Islaha Widyaputri, S. Kep.

I. KONSEP PENYAKIT

a. Kasus

Spinal Cord Injury (SCI)b. Pengertian

Spinal Cord Injury (SCI) atau cidera tulang belakang adalah cidera yang mengenai servikalis, vertebralis, dan lumbalis akibat dari suatu trauma atau penyakit yang mengenai tulang belakang. Cidera tersebut dapat mengakibatkan kehilangan atau gangguan fungsi baik secara sementara atau permanen di motorik normal, indera, atau fungsi otonom serta berkurangnya mobilitas atau perasaan (sensasi). Pada kebanyakan orang dengan Spinal Cord Injury, sumsum tulang belakang masih utuh, tetapi terjadi kerusakan selular yang mengakibatkan hilangnya fungsi. Semua cidera tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus diperlakukan hati-hati.

c. KlasifikasiCidera pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang, yaitu ligament dan diskus, tulang belakang, dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Berdasarkan letak lesinya, cidera tulang belakang dapat diklasifikasikan menjadi cidera tulang belakang servikalis, thorakalis, lumbalis, sakralis, atau koksigealis. Berdasarkan ada tidaknya kelainan pada medulla spinalis, cidera tulang belakang diklasifikasikan menjadi cidera tulang belakang yang mengenai tulang disertai kelainan pada medulla spinalis (80%) dan cidera tulang belakang yang mengenai tulang tidak disertai kelainan pada medulla spinalis (20%). Berdasarkan keterlibatan komponen vertebral, cidera tulang belakang diklasifikasikan menjadi cidera stabil dan cidera tidak stabil. Cidera stabil adalah cidera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan biasanya resikonya lebih rendah. Cidera tidak stabil adalah cidera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior, ligament interspinosa dan supraspinosa), komponen pertengahan (sepertiga bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus intervertebralis dan ligament longitudinal posterior), dan kolumna anterior (duapertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis, dan ligament longitudinal anterior).d. EtiologiPenyebab cidera tulang belakang bervariasi, yaitu traumatik dan nontraumatik. Secara traumatik, cidera tulang belakang diakibatkan oleh suatu trauma langsung yang mengenai tulang belakang dan melampaui batas-batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi syaraf-syaraf yang ada di dalamnya. Trauma yang paling sering menyebabkan cidera tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas. Trauma lainnya yang menyebabkan cidera tulang belakang adalah kecelakaan olahraga, kecelakaan industry, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, dan kejatuhan benda keras. Secara nontraumatik, cidera tulang belakang diakibatkan oleh suatu penyakit seperti pada kasus kanker, infeksi, penyakit sumsum tulang belakang (spondilitis), Artritis rheumatoid. e. Patofisiologi

Cidera tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak cidera tulang belakang mengenai daerah torakal atau batas antara torakal dan lumbal. Cidera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang. Fraktur pada cidera tulang belakang dapat berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cidera tulang belakangdapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi, iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung kemih, gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi.

Gambar 1. Sistem persyarafan pada medulla spinalis dan efek SCI berdasarkan lokasi cideraf. Tanda dan GejalaTanda dan gejala pada SCI bergantung pada lokasi cidera dan luasnya lesi, yaitu:

1. Cedera Cervikal

a) Lesi C1-C4

Pada lesi C1-C4, otot trapezius, sternomastoideus, dan otot platisma masih berfungsi. Otot diafragma dan interkostal mengalami paralisis dan tidak ada gerakan volunter (baik secara fisik maupun fungsional). Kehilangan sensori pada tingkat C1-C3 meliputi oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah.Pasien pada quadriplegia C1, C2 dan C3 membutuhkan perhatian penuh karena ketergantungan terhadap ventilator mekanis. Quadriplegia pada C4 mungkin juga membutuhkan ventilator mekanis tetapi dapat dilepas, penggunaannya secara intermitten.

b) Lesi C5

Bila segmenC5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. Paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernafasan. Quadriplegia pada C5 biasanya mengalami ketergantungan dalam melakukan aktivitas seperti mandi, menyisir rambut, mencukur, tetapi pasien mempunyai koordinasi tangan dan mulut yang lebih baik.

c) Lesi C6

Pada lesi segmen C6, distress pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Biasanya akan terjadi gangguan pada otot bisep, trisep, deltoid dan pemulihannya tergantung pada perbaikan posisi lengan. Umumnya pasien masih dapat melakukan aktivitas higiene secara mandiri, masih dapat menggunakan dan melepaskan baju.d) Lesi C7

Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesoris untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Fleksi jari tangan biasanya berlebihan ketika kerja refleks kembali. Quadriplegia C7 mempunyai potensi hidup mandiri tanpa perawatan dan perhatian khusus. Pemindahan mandiri, seperti berpakaian dan melepas pakaian melalui ekstrimitas atas dan bawah, makan, mandi, pekerjaan rumah yang ringan dan memasak.

e) Lesi C8

Hipotensi postural bisa terjadi bila pasien ditinggikan pada posisi duduk karena kehilangan kontrol vasomotor. Hipotensi postural dapat diminimalkan dengan pasien berubah secara bertahap dari berbaring ke posisi duduk. Jari tangan pasien biasanya mencengkram. Quadriplegia C8 harus mampu hidup mandiri, mandiri dalam berpakaian, melepaskan pakaian, mengemudikan mobil, merawat rumah, dan perawatan diri.2. Cedera Torakal

a) Lesi T1-T5

Lesi pada region T1-T5 dapat menyebabkan pernafasan dengan diafragmatik. Fungsi inspirasi paru meningkat sesuai tingkat penurunan lesi pada toraks. Hipotensi postural biasanya muncul. Timbul paralisis parsial dari otot adductor pollici, interoseus, dan otot lumrikal tangan, seperti kehilangan sensori sentuhan, nyeri, dan suhu.

b) Lesi T6-T12

Lesi pada tingkat T6 menghilangkan semua refleks adomen. Dari tingkat T6 ke bawah, segmen-segmen individual berfungsi, dan pada tingkat 12, semua refleks abdominal ada. Ada paralisis spastik pada tubuh bagian bawah. Pasien dengan lesi pada tingkat torakal harus befungsi secara mandiri.Batas atas kehilangan sensori pada lesi torakal yaitu1) T2: Seluruh tubuh sampai sisi dalam dari lengan atas

2) T3: Aksilla

3) T5: Putting susu

4) T6: Prosesus xifoid

5) T7, T8: Margin kostal bawah

6) T10: Umbilikus

7) T12: Lipat paha

3. Cedera Lumbal

a) Lesi L1-L5

Kehilangan sensori lesi pada L1-l5 yaitu:

1) L1:semua area ekstremitas bawah, menyebar ke lipat paha dan bagian belakang dari bokong.

2) L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali sepertiga atas aspek anterior paha.3) L3 : ekstremitas bagian bawah dan daerah sadel.

4) L4:sama dengan L3, kecuali aspek anterior paha.

5) L5 :aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstremitas bawah dan area sadel.

4. Cedera Sakral

a) Lesi S1-S6

Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa perubahan posisi dari telapak kaki, fungsi perkemihan dan pencernaan terganggu. Dari S3-S5, tidak terdapat paralisis dari otot kaki. Kehilangan sensasi meliputi area sadel, skrotum, dan glans penis, perineum, area anal, dan sepertiga aspek posterior paha.

Secara umum tanda gejala yang dapat muncul pada pasien dengan Spinal Cord Injury (SCI) adalah

1. Nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Bila penderita sadar, pasti ada nyeri pada bagian tulang belakang yang terkena. Masalahnya adalah bahwa cukup sering ada cedera kepala (penderita tidak sadar), atau ada cedera yang lain seperti misalnya patah tulang paha, yang jauh lebih nyeri dibandingkan nyeri pada tulang belakangnya.

2. Paraplegia

3. Tingkat neurologis :

a. Paralisis sensorik dan motorik total di bawah tingkat neurologis

b. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus (biasanya dengan retensi urine dan distensi kandung kemih)

c. Kehilangan kemampuan berkeringat dan tonus vasomotor di bawah tingkat neurologis

d. Reduksi tekanan darah yang sangat jelas akibat kehilangan tahanan vaskular perifer.

4. Masalah pernapasan :

a. Yang berhubungan dengan gangguan fungsi pernapasan ; keparahan bergantung pada tingkat cidera

b. Gagal napas akut mengarah pada kematian pada cidera medulla servikal tinggi.Tanda gejala yang dapat muncul pada pasien dengan Spinal Cord Injury (SCI) berdasarkan keparahan adalah1. Klasifikasi Frankel :

a. Grade A : motoris (-), sensoris (-)

b. Grade B : motoris (-), sensoris (+)

c. Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)

d. Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)

e. Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+)

2. Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association)

a. Grade A : motoris (-), sensoris (-) termasuk pada segmen sacral

b. Grade B : hanya sensoris (+)

c. Grade C : motoris (+) dengan kekuatan otot < 3

d. Grade D : Motoris (+) dengan kekuatan otot > 3

e. Grade E : motoris dan sensoris normal

g. PenatalaksanaanPrinsip penatalaksanaan pada pasien dengan SCI adalah mencegah cidera yang lebih parah dan mempertahankan kepatenan tulang belakang. Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi lurus dilakukan dengan cara pemakaian neck collaruntuk mempertahankan agar leher stabil dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien. Traksi skeletal dapat digunakan untuk fraktur servikal. Pasien harus bed rest total dan berhati-hati saat berpindah posisi pada tempat tidur. Tindakan pembedahan diperlukan jika kerusakan yang terjadi tidak dapat diatasi secara non bedah dan memerlukan penanganan yang cepat. Pemberian obat-obatan diperlukan untuk mengurangi nyeri.Rehabilitasi fisik harus dilakukan sedini mungkin seperti bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal fungsi fungsi neurologik dan program kursi roda bagi penderita paraparesis/paraplegia.

h. Pemeriksaan Khusus dan PenunjangPemeriksaan khusus dan penunjang pada SCI meliputi pemeriksaan berbagai refleks seperti any anal sensasi, voluntary anal kontraksi, bulbacavernosus refleks (BCR), anal cutaneous refleks (ACR), dermatom, miotum, pemeriksaan EKG, pemeriksaan CT scan, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan laboratorium.i. Komplikasi

1. Cedera kulit terjadi bila terjadi robekan pada kulit punggung; kontraktur, terjadi karena pasien immobilisasi; peningkatan risiko cedera pada daerah tubuh yang disebabkan karena orang tersebut kehilangan sensasi (mati rasa) sehingga meskipun orang tersebut terluka oleh benda tajam pada daerah luka tidak akan merasakan sakit.2. Peningkatan risiko kerusakan ginjal karena terjadi disfungsi berkemih sehingga pasien tidak dapat mengeluarkan sisa metabolisme dalam tubuh melalui urin.3. Perubahan tekanan darah disebabkan karena menurunnya curah jantung, komplikasi imobilitas dapat disebabkan karena tidak berfungsinya salah satu anggota tubuh sehingga pasien diharuskan tirah baring yang lama sehingga dapat menyebabkan dekubitus atau kontraktur.4. Thrombosis pada pembuluh darah, ini dapat terjadi karena kurangnya sistem koagulasi dalam darah, sehingga terdapat trombus, karena pergerakan, maka dapat menyebabkan trombus tersebut lepas dan menjadi emboli, kemudian melalui pembuluh darah mengikuti aliran darah dan berkumpul di suatu tempat. 5. Infeksi paru dapat terjadi jika ada cedera lain yang menyertai, atau ada kompresi pada cervikalis sehingga fungsi paru terganggu atau menjadi minimal.6. Meningkatnya risiko infeksi saluran kemih karena banyak bakteri dan jamur pada saluran kemihII. a. POHON MASALAH (PATHWAY)

b. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Masalah Keperawatan

a) Ketidakefektifan pola nafasb) Hambatan mobilitas fisikc) Gangguan eliminasi urind) Disfungsi motilitas gastrointestinale) Resiko tinggi trauma (cidera)2. Data yang perlu dikaji

a) Anamnesis

1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal MRS.2) Keluhan utama, biasanya bervariasi bergantung pada lokasi cidera, biasanya mengalami gangguan pernafasan, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan.3) Riwayat penyakit sekarang, SCI terjadi akibat traumatik dan nontraumatik.

4) Riwayat penyakit dahulu, biasanya pasien dengan SCI pernah mengalami cidera atau pernah mengalami penyakit seperti stroke, infeksi otak, tumor otak, trauma kepala, dan lain sebagainya.

5) Riwayat penyakit keluarga.b) Data fokus (berdasarkan pemeriksaan fisik)1) Sistem pernafasan

Gangguan pernafasan, menurunnya vital kapasitas, menggunakan otot-otot pernafasan tambahan.2) Sistem kardiovaskuler

Bardikardia, hipotensi, disritmia, orthostatic hipotensi.3) Sistem neurologi

Nilai GCS menurun karena 20% cedera medulla spinalis disertai cedera kepala.(a) Fungsi motorik

Kehilangan sebagian atau seluruh gerakan motorik dibawah garis kerusakan, adanya quadriplegia, paraplegia.(b) Fungsi sensorik

Hilangnya sensasi sebagian atau seluruh bagian dibawah garis kerusakan.(c) Fungsi otonom

Hilangnya tonus vasomotor, kerusakan termoreguler.(d) Refleks Tendon

Adanya spinal shock seperti hilangnya refleks dibawah garis kerusakan, post spinal shock seperti adanya hiperefleksia ( pada gangguan upper motor neuron/UMN) dan flaccid pada gangguan lower motor neuron/ LMN).(e) Autonomik hiperefleksia (kerusakan pada T6 ke atas)

Adanya nyeri kepala, peningkatan tekanan darah, bradikardia, hidung tersumbat, pucat dibawah garis kerusakan, cemas dan gangguan penglihatan.4) Sistem gastrointestinal

Pengosongan lambung yang lama, ileus paralitik, tidak ada bising usus, stress ulcer, feses keras atau inkontinensia.5) Sistem urinaria

Retensi urine, inkontinensia.6) Sistem muskuloskletal

Atropi otot, kontraktur, menurunnya gerak sendi (ROM)7) Sistem integumenAdanya kemerahan pada daerah yang terrtekan (tanda awal decubitus).8) Sistem reproduksi dan seksualitas.

Impoten, gangguan ereksi, ejakulasi, menstruasi tidak teratur.

9) Psikososial

Reaksi pasien dan keluarga, masalah keuangan, hubungan dengan masyarakat.

c) Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan radiologi (foto rontgen sinar X).2) Pemeriksaan laboratorium (tes darah lengkap, pemeriksaan feses, pemeriksaan urine).3) Pemeriksaan EKG.4) Pencitraan (MRI, CT scan)III. DIAGNOSA KEPERAWATANa. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelumpuhan otot pernafasan.b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.c. Gangguan eliminasi urinberhubungan dengan gangguan persyarafan pada perkemihan.d. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan gangguan persyarafan pada pencernaan.e. Resiko tinggi trauma (cidera) berhubungan denganpenurunan kesadaran.IV. INTERVENSI KEPERAWATANNoDiagnosa keperawatanTujuanKriteria hasilIntervensi keperawatanRasional

1.Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelumpuhan otot pernafasan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama1x24 jam, pola nafas pasien menjadi efektif.NOC :

Respiratory status : ventilation

Respiratory status : airway patency

a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dan mudah)b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama nafas dan frekuensi nafas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)c. Tanda-tanda vital dalam rentang normalNIC:

Airway Management

a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien

b. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

c. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

d. Monitor respirasi dan status O2e. Kolaborasi dalam pemberian obat bronkodilator a. Mengidentifikasi apakah terdapat obstruksi akibat adanya lesi pada jalan nafas pasien, menjadi pedoman dalam menentukan intervensi

b. SCI biasanya menyebabkan obstruksi pada bronkus akibat perkembangan lesi yang meluas dan penumpukkan sekret sehingga menimbulkan suara wheezing dan ronkhi

c. Posisi pasien yang tepat akan membantu udara yang keluar masuk paru-paru berjalan optimal

d. Obstruksi pada bronkus dapat menyebabkan penurunan intake O2 saat inspirasi sehingga tubuh mengalami kekurangan O2e. Obatbronkodilator membantu melebarkan jalan nafas pasien

2.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.NOC :

Joint movement : active Mobility level Self care : ADLs

Transfer performance

a. Pasien meningkat dalam aktivitas fisikb. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitasc. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindahd. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasie. Tidak terjadi kontraktur sendi dan bertambahnya kekuatan otot

NIC:Exercise therapy : ambulationa. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur fungsi motoricb. Ubah posisi pasien setiap 2 jam

c. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang sehat.d. Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakite. Bantu pasien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai kemampuan pasien

f. Pelihara bentuk spinal dengan cara penggunaan matras atau bed boardg. Pertahankan postur tubuh pasien yang baik

h. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik pasiena. Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam melakukan aktivitasb. Menurunkan resiko terjadinya decubitus

c. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan

d. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

e. Memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuanf. Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata

g. Menegakkan postur dan menguatkan otot-otot paraspinal

h. Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik

3.Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan persyarafan pada perkemihan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, tidak terjadi gangguan pada eliminasi urin.

NOC: Urinary elimination

Urinary continencea. Kandung kemih kosong secara penuh

b. Tidak ada residu urin > 100-200 cc

c. Intake cairan dalam rentang normal

d. Bebas dari ISK

e. Tidak ada spasme bladder

f. Balance cairan seimbangNIC :

Urinary Retention Care

a. Kaji pola berkemih dan catat produksi urin tiap 6 jam

b. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih

c. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari

d. Pasang kateter pada pasien

e. Lakukan bladder traininga. Mengetahui fungsi ginjal

b. Menilai perubahan akibat dari inkontinensia urin

c. Membantu mempertahankan fungsi ginjal

d. Membantu pengeluaran urin

e. Membantu peningkatan kemampuan dari pola eliminasi urin

4.Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan gangguan persyarafan pencernaan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama3x24 jam, tidak terjadi disfungsi motilitas gastrointestinalNOC :

Gastrointestinal function

Bowel continence

a. Tidak ada distensi abdomenb. Tidak ada kram abdomenc. Tidak ada nyeri abdomend. Peristaltik usus dalam batas normal (15-30 kali/menit)e. Frekuensi, warna, konsistensi, banyaknya feses dalam batas normalf. Tidak ada diare, mual, dan muntahg. Nafsu makan meningkatNIC :

Bowel Managementa. Monitor tanda-tanda vital pasienb. Kaji pergerakan usus terakhir, monitor bising ususc. Monitor pergerakan usus (frekuensi feses, konsistensi, warna, volume)d. Evaluasi efek pemberian obat terhadap gastrointestinale. Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, dan impaksi fesesf. Kolaborasi dalam pemberian obat supposituriaa. Mengetahui kondisi umum pasien

b. Mengetahui tingkat disfungsi motilitas

c. Mengetahui perkembangan pergerakan usus

d. Beberapa obat dapat mempengaruhi motilitas gastrointestinal

e. Disfungsi motilitas gastrointestinal dapat menyebabkan diare, konstipasi, dan impaksi feses

f. Membantu mengembalikan pola defekasi normal pasien

5.Resiko tinggi trauma (cidera) berhubungan dengan penurunan kesadaran.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama3x24 jam, risiko trauma tidak terjadiNOC :

Risk controla. Pasien terbebas dari ciderab. Pasien mampu menjelaskan metode/cara untuk mencegah ciderac. Pasien mampu menjelaskan faktor resiko yang dapat menyebabkan ciderad. Pasien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah ciderae. Pasien mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang adaNIC:

Environment Managementa. Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasib. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol

c. Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk mempertahankan posisi netral

d. Evaluasi pembebat terhadap kemungkinan adanya edemae. Evaluasi tanda/gejala perluasan cidera

f. Kolaborasi pemberian antibiotika. Meminimalkan rasa nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak di sekitarnyab. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol

c. Mencegah perubahan posisi

d. Pembebatan yang terlalu kuat dapat menyebabkan edemae. Menilai perkembangan masalah pasien

f. Membantu membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme

DAFTAR PUSTAKA

Joane. 2004. Nursing Intervention Classification. Mosby : USA.

Joane. 2004. Nursing Outcomes Classification. Mosby : USA.

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A.H,& Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action Publishing.

Sisto et.al. 2009. Spinal Cord Injuries: Management and Rehabilitation. Missouri: Elsevier Inc.Kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, penyakit, trauma lainnya

Spinal Cord Injury

Blok syaraf simpatis dan parasimpatis

Gangguan persyarafan pada berbagai sistem tubuh

Breath (B1)

Bowel (B5)

Bladder (B4)

Brain (B3)

Bone (B6)

Blood (B2)

Kelumpuhan otot pernafasan

Kelumpuhan otot jantung

Perubahan pola nafas

Ketidakefektifan pola nafas

Syok spinal

Penurunan kesadaran

Resiko tinggi trauma (cidera)

Penurunan curah jantung

Kelumpuhan

Gangguan pengosongan kandung kemih dan penurunan refleks sfingter uretra

Gangguan eliminasi urin

Perubahan pola eliminasi urin

Paralisis otot pencernaan

Penurunan pergerakan usus

Disfungsi motilitas gastrointestinal

Penurunan kemampuan mobilisasi

Hambatan mobilitas fisik