laporan pendahuluan nyeri

31
LAPORAN PENDAHULUAN MASALAH NYERI PADA LANSIA Setiap orang, apalagi lansia (lanjut usia), tentu pernah merasakan nyeri selama perjalanan hidupnya. Perasaan nyeri ini kualitas dan kuantitasnya berbeda dari satu orang ke orang lain, tergantung dari tempat nyeri, waktu, penyebab dan lain-lain. Pada lansia rasa nyeri ini sudah menurun, sehingga keluhan akan berkurang, karena kepekaan sarafnya sudah mulai berkurang bahkan bisa sampai hilang sama sekali. Karena berkurangnya rasa nyeri inilah maka diagnosis nyeri pada lansia seringkali sulit atau bahkan kabur untuk dapat menentukan tempat/daerah asal nyeri (Warfields, 1991; Park and Fulton, 1991). Riwayat pengobatan nyeri sudah dapat ditemukan di zaman Babilonia, papyrus Mesir dan dokumen-dokumen zaman Persia dan Troy. Untuk mengobati rasa nyeri, di zaman primitif dilakukan dengan cara sangat sederhana tetapi cukup efektif, misalnya dengan penekanan atau direndam di air dingin dari sungai. Pada zaman dahulu nyeri dianggap sebagai hukuman dari Tuhan. Oleh karena itu istilah “pain” berasal dari kata Latin “poena” yang berarti hukuman. Pada tahun 2006 sebelum Kristus, didaerah Cina dikenal istilah Yin dan Yang yaitu dua kekuatan yang saling bertentangan, yang dipersatukan oleh kekuatan yang membentuk energi vital (chi) untuk sirkulasi. Keadaan yang tidak seimbang dari kedua kekuatan tersebut akan menyebabkan rasa nyeri. Akupuntur akan memperbaiki ketidakseimbangan itu dan menyembuhkan rasa nyeri. Pada zaman Mesir kuno dipercaya bahwa

Upload: linda

Post on 14-Jul-2016

55 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

keperawatan nyeri

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Nyeri

LAPORAN PENDAHULUAN

MASALAH NYERI PADA LANSIA

          Setiap orang, apalagi lansia (lanjut usia), tentu pernah merasakan nyeri selama

perjalanan hidupnya. Perasaan nyeri ini kualitas dan kuantitasnya berbeda dari satu orang ke

orang lain, tergantung dari tempat nyeri, waktu, penyebab dan lain-lain. Pada lansia rasa

nyeri ini sudah menurun, sehingga keluhan akan berkurang, karena kepekaan sarafnya sudah

mulai berkurang bahkan bisa sampai hilang sama sekali. Karena berkurangnya rasa nyeri

inilah maka diagnosis nyeri pada lansia seringkali sulit atau bahkan kabur untuk dapat

menentukan tempat/daerah asal nyeri (Warfields, 1991; Park and Fulton, 1991).

          Riwayat pengobatan nyeri sudah dapat ditemukan di zaman Babilonia, papyrus Mesir

dan dokumen-dokumen zaman Persia dan Troy. Untuk mengobati rasa nyeri, di zaman

primitif dilakukan dengan cara sangat sederhana tetapi cukup efektif, misalnya dengan

penekanan atau direndam di air dingin dari sungai. Pada zaman dahulu nyeri dianggap

sebagai hukuman dari Tuhan. Oleh karena itu istilah “pain” berasal dari kata Latin “poena”

yang berarti hukuman.

          Pada tahun 2006 sebelum Kristus, didaerah Cina dikenal istilah Yin dan Yang yaitu

dua kekuatan yang saling bertentangan, yang dipersatukan oleh kekuatan yang membentuk

energi vital (chi) untuk sirkulasi. Keadaan yang tidak seimbang dari kedua kekuatan tersebut

akan menyebabkan rasa nyeri. Akupuntur akan memperbaiki ketidakseimbangan itu dan

menyembuhkan rasa nyeri. Pada zaman Mesir kuno dipercaya bahwa nyeri disebabkan oleh

spirit (roh) dari kematian, yang masuk kebadan melalui hidung atau telinga dalam suasana

gelap. Karena itu untuk mengeluarkan nyeri/spirit tersebut dilakukan dengan jalan

mengusahakan muntah-muntah, kencing, bersin, atau keringat.

          Pada 5000 tahun sebelum Kristus dipercaya bahwa nyeri merupakan akibat rasa

frustasi dari keinginan yang tak tersampaikan. Agama Hindu mengatakan bahwa jantung

adalah tempat dari segala rasa nyeri. Agak berbeda, filosof Yunani kuno memikirkan bahwa

yang jadi pusat dari perasaan nyeri adalah otak bukan jantung. Hippocrates berpendapat

bahwa fungsi badan kita dikontrol oleh empat cairan yaitu darah, phlegm, empedu kuning

dan empedu hitam. Nyeri merupakan manifestasi ketidakseimbangan keempat cairan

tersebut. Plato berfikir bahwa jantung dan hati merupakan pusat nyeri. Aristotle mempercayai

bahwa nyeri berpusat dijantung. Konsep Aristotle ini diteruskan oleh William Harvey pada

tahun 1623, Celcus mengemukakan teori yang saat ini menjadi sangat terkenal, yaitu

hubungan antara dolor (pain), tumor, rubor, dan calor. Pada 2000 sebelum Kristus, Galen

Page 2: Laporan Pendahuluan Nyeri

berpendapat adanya suatu sistem syaraf yang terdiri dari cranial, spinal, dan syaraf simpatis,

dengan otak sebagai pusatnya.

          Pertengahan antara pendapat yang menyatakan jantung atau otak sebagai pusat nyeri,

berlanjut sampai abad ke-19, yang akhirnya menyatakan bahwa pusat nyeri adalah di otak.

Begitu pula tentang bermacam-macam obat mulai dari poium, ramu-ramuan dan lain

sebagainya sampai ditemukannya morfin (dari opium).

          Cara psikologis juga dicoba untuk menghilangkan nyeri mulai dari cara magis sampai

daya hipnotis. Sampai saat ini obat-obat penghilang rasa nyeri terus diteliti dengan hasil

berbagai macam obat yang efek sampingnya makin berkurang.

          Nyeri adalah masalah bagi pasien dalam semua kelompok usia. Studi secara konsisten

menunjukkan nyeri yang tidak ditangani dengan baik. Studi klasik oleh Marks dan Sachar

melaporkan bahwa 73% pasien medis yang dirawat di rumah sakit mengalami nyeri sedang

sampai berat walaupun telah mendapatkan analgesik narkotik parenteral. Danovan, Dillon,

dan McGuire menemukan bahwa 353 pasien rawat inap medis mengalami nyeri, dan 58%

mengatakan bahwa rasa nyerinya luar biasa. Studi ini menemukan bahwa nyeri ditanyakan

atau dicatat pada kurang dari setengah pasien-pasien tersebut.

          Kurang dari 1% dari 4000 makalah tentang nyeri yang diterbitkan setiap tahunnya

memfokuskan pada lansia. Studi yang ada secara konsisten menunjukkan bahwa penanganan

nyeri adalah suatu masalah. Penggunaan analgesik menurun seiring bertambahnya usia, dan

lansia menambah sejumlah kecil nyeri pada saat masuk ke klinik. Suatu studi pada penghuni

rumah perawatan lansia melaporkan bahwa 83% mengalami nyeri, banyak yang berada pada

tingkat berat.

          Terdapat beberapa alasan mengapa nyeri dan kurangnya masalah penanganan nyeri

dapat menjadi masalah bagi lansia. Pertama, prevalensi kondisi yang menyakitkan dan

penyakit sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 50% kanker di Amerika Serikat terjadi pada

orang yang berusia lebih dari 65 tahun, dan 60 sampai 80% pasien dengan kanker mengalami

nyeri sedang sampai berat. Nyeri artritis terjadi pada lebih dari setengah jumlah seluruh lansia

dengan osteoartritis yang menyebabkan lebih banyak nyeri kronis daripada kondisi yang lain.

Jenis nyeri lain yang sering terjadi pada lansia adalah sakit kepala, nyeri punggung bagian

bawah, dan nyeri tajam dan menusuk, nyeri neuropatik terbakar (misalnya fantom

ekstremitas, neuropati diabetes, neuralgia pascaherpetik, neuralgia trigeminal, dan kausalgia).

Page 3: Laporan Pendahuluan Nyeri

LANDASAN TEORI

PATOFISIOLOGI NYERI

          Nyeri adalah suatu sensasi yang disebabkan karena rusaknya jaringan, bisa dikulit

sampai jaringan yang paling dalam. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, nyeri sering

dijumpai pada penderita lansia biasanya sering diterapi secara paliatif, bahkan dengan

manajemen yang sering tidak adekuat (Monti DA,1998). Nyeri yang kronis biasanya

berpengaruh pada fungsi fisiologis berupa bertambahnya penderitaan dan menurunnya

kualitas hidup.

KLASIFIKASI NYERI

Nyeri dapat dibagi menurut berbagai cara, diantaranya berdasar pada sifat, kronologik, atau

atas dasar patofisiologinya.

Atas dasar sifat nyeri, terdapat dua macam nyeri, yaitu : (Dwarakanath GK, 1991).

1. Nyeri tajam (Sharp pain), nyeri ini berupa perasaan yang menyengat, lokasinya jelas

dan rangsangan sangat cepat dijalarkan ke pusat. Nyeri jenis ini biasanya terdapat di kulit

dan rangsangan bersifat tidak terus-menerus.

2. Nyeri tumpul (Dull pain), biasanya didahului oleh Sharp pain. Nyeri ini dirasakan di

kulit sampai jaringan yang lebih dalam, terasa menyebar dan lambat dijalarkan sedangkan

rangsangat bersifat terus-menerus.

Atas dasar kronologi, nyeri dapat dibagi ke dalam 2 golongan yaitu nyeri akut dan nyeri

kronik.

1. Nyeri Akut

Biasanya disebabkan karena penyakit dan merupakan reaksi biologis yang

merupakan suatu peringatan bagi pasien untuk segera mencari pertolongan. Nyeri jenis ini

merupakan suatu rangsangan yang sering mengakibatkan gerakan tak terkendali (refleks)

segera serta respons dari korteks serebri. Refleks yang dihasilkan merupakan usaha untuk

mempertahankan homeostasis yang menyebabkan kontraksi otot-otot badan.

Respon korteks serebi termasuk perasaan emosional, kecemasan, ketakutan dan

reaksi “menyeringai”, atau berteriak. Meskipun tidak diobati, dengan tidak menggerakkan

atau memfiksasi daerah nyeri, nyeri sering dapat sembuh sendiri, tetapi bila nyeri adalah

karena luka, misalnya luka bakar atau luka pasca bedah, upaya tersebut tidak akan

mempercepat penyembuhan. Bahkan bila luka ini tidak mendapatkan pengobatan yang

memadai, akan menimbulkan keadaan abnormal yang sangat serius, baik secara fisiologis

Page 4: Laporan Pendahuluan Nyeri

maupun psikologis, yang pada akhirnya akan menimbulkan komplikasi yang akan

memperlama penyembuhan.

2. Nyeri Kronis

Bila nyeri dirasakan lebih lama dari perjalanan penyakit atau lukanya, artinya rasa

nyeri masih menetap sesudah penyembuhan penyakit atau disertai dengan kelainan kronis,

maka disebut nyeri kronis. Kelainan ini dapat somatik atau psikologik atau keduanya

(Dwarakanath 1991, Portency 1997). Definisi tersebut seringkali diberi batasan parameter

waktu, yang beberapa ahli menyatakan 3 bulan, sedangkan ahli lain memberi batasan 6

bulan atau lebih. Secara patofisiologik nyeri dibedakan menjadi: nyeri nosiseptif, nyeri

neuropatik, nyeri psikologik dan nyeri campuran atau yang sebabnya tak bisa ditentukan

(undetermined).

PEMBAGIAN NYERI SECARA PATOFISIOLOGIK

1. Nyeri nosi-septif:

Somatik (artritis, muskuloskeletal, kulit dan lain-lain)

Viseral (organ-organ dalam)

2. Nyeri neuropatik:

Neuralgia post-herpetika

3. Nyeri campuran atau patofisiologi tak dapat ditentukan:

Misalnya: nyeri kepala, vaskulitis

4. Nyeri psikologik/psikogenik:

Gangguan somatisasi

Nyeri nosiseptif berasal dari rangsangan reseptor nyeri dan bisa timbul akibat peradangan,

deformasi mekanik atau perlukaan progresif. Jenis nyeri ini biasanya bereaksi baik dengan

obat analgesik dan upaya non-farmakologik (Workman, 1998).

Nyeri neuropatik diakibatkan oleh kerusakan dari sistem saraf pusat atau s.s. perifer. Jenis

nyeri ini biasanya bereaksi buruk terhadap analgesik konvensional akan tetapi baik terhadap

pengobatan antikonvulsan, anti depresan dan anti aritmik, juga terhadap strategi non

farmokologik.

Prevalensi nyeri kronis meningkat pada lansia. Pada sebagian besar lansia, nyeri merupakan

masalah yang akan mempengaruhi aktivitas kegiatan sehari-hari dan kualitas hidupnya. Nyeri

Page 5: Laporan Pendahuluan Nyeri

juga merupakan keadaan yang sangat mengganggu dan menyebabkan penyakit lain menjadi

lebih parah (Warfields 1991; Park and Fulton 1991).

Pada lansia assesment dan pengobatan yang diteliti pada penderita nyeri kronis dapat

memberi hasil yang memuaskan (Park B and Fulton 1991). Pada penelitian didapatkan 66%

lansia yang dirawat di nursing home (panti rawat wredha) menderita nyeri kronis dan dari

66% ini 34% tidak terdeteksi sebelumnya. Para lansia sering tidak melaporkan rasa nyeri dan

tanda-tanda lain yang berkaitan dengan nyeri. Keengganan ini mugkin dikarenakan adanya

anggapan bahwa rasa nyeri itu umum didapatkan pada umur-umur lansia atau ada rasa

khawatir bahwa dokter mungkin akan menganggap remeh rasa nyeri tersebut bila

dibandingkan dengan keluhan-keluhan lainnya.

Sering pula terdapat lansia yang menganggap nyeri merupakan tanda-tanda mendekatnya

ajal, atau merupakan gejala yang lebih serius, sehingga justru membuat lansia merasa takut

untuk melaporkan kepada dokter.

Beberapa keadaan yang menyebabkan penanganan nyeri tidak adekuat dan tidak efektif

adalah (Park and Fulton, 1991) :

1. Kekurangan pengetahuan atau perhatian pada kontrol nyeri

a. Kurang pengetahuan tentang patofisiologi nyeri

b. Ketidaktahuan tentang obat-obat analgesik atau cara-cara alternatif lain yang

meningkatkan efektifitas obat-obat yang ada

c. Kurangnya ketrampilan dalam cara pemberian obat analgetik secara regional

2. Kekeliruan asesmen nyeri dan penyembuhannya

3. Kekeliruan dalam komunikasi

Oleh karena rasa nyeri yang tak tertahankan, penderita sering menekankan perlunya

analgesik kepada para medis yang bertanggung jawab merawatnya.

4. Ketakutan akan adiksi

Ketakutan adiksi ini membuat para staf medis memberikan pengobatan yang kurang

adekuat, antara lain tidak berani memberikan obat golongan opioid.

5. Ketakutan efek samping obat

Ketakutan ini menjadikan para staf tidak berani menaikkan dosis yang kurang pada

pasien.

6. Takut akan menjadi masking effect

7. Pendapat bahwa “penderitaan adalah suatu yang berharga”. Hal ini membuat staf medis

mempunyai pendapat bahwa sakit tersebut sangat bermanfaat bagi penyembuhan pasien.

Page 6: Laporan Pendahuluan Nyeri

8. Aspek Hukum

Terutama penggunaan obat-obat dari golongan opium atau psikotropika.

PENATALAKSANAAN

          Dalam penatalaksanaan rasa nyeri, diagnosis spesifik untuk menentukan tipe nyeri

akan sangat membantu pemilihan analgesik atau terapi lain. Diagnosis yang spesifik tersebut

juga mengarahkan pengertian atas penyebab rasa nyeri. Bila nyeri disebabkan oleh penyakit

vaskuler perifer, misalnya, obat-obat untuk memperbaiki sirkulasi, kompres hangat,

perlindungan pada daerah ekstrimitas, dan pemberian perhatian yang lebih pada daerah kulit

dan kuku, sedangkan obat yang mengganggu sirkulasi harus dihentikan.

          Kadang diagnosis spesifik tidak bisa ditegakkan, sehingga terapi farmakologik

diberikan atas dasar karakteristik nyeri. Pemilihan obat dan rejimen pengobatan ditentukan

oleh jenis dan asal nyeri, periodisitasnya, saat-saat dimana nyeri paling dirasakan, keperluan

memberikan obat antiinflamasi, obat-obat lain yang didapat dan kemungkinan interaksinya,

riwayat pernah menggunakan analgesik, catatan tentang alergi obat, dan kemampuaan

penderita untuk mematuhi jadwal pengobatan. Riwayat atau pengetahuan mengenai jenis

analgesik yang pernah atau masih dipakai, efektivitas dan efek samping yang dirasakan, dapat

membantu pemilihan analgesik.

          Dalam anamnesis nyeri, aktivitas rutin sehari-hari serta derajat nyeri dari waktu ke

waktu serta hubungannya dengan aktivitas akan bisa membantu menentukan rejimen dosis

bagi penderita tersebut yang disesuaikan dengan kegiatan sehari-hari dan tingkat rasa

nyerinya.

          Efek samping harus sudah diperkirakan dan sebaiknya diadakan tindakan pencegahan.

Konstipasi merupakan efek samping yang sering (terutama dengan opiat), sedasi dan

konfusio (dengan opiat, trisiklik, anti konvulsan), dispepsia (obat AINS). Penderita biasanya

sangat menghargai pemberitahuan tentang efek samping dari masing-masing obat dan apa

yang harus dikerjakan bila efek samping obat tersebut timbul.

Berbagai obat dan tatacara pengobatan yang sering digunakan pada penatalaksanaan nyeri

adalah sebagai berikut:

1. Analgesik sederhana

Parasetamol dan aspirin merupakan analgesik sederhana, dimana aspirin juga mempunyai

efek anti-inflamasi. Dalam penatalaksanaan nyeri, aspirin tidak lebih baik dari obat AINS

lain dan penggunaannya tidak direkomendasikan untuk pemakaian rutin yang teratur.

Page 7: Laporan Pendahuluan Nyeri

2. Obat AINS

Obat AINS merupakan analgesik efektif dengan daya anti-inflamasi. Obat ini sering

digunakan pada artritis dan nyeri muskuloskeletal serta keluhan nyeri lain yang berdasar

atas peradangan. Dikatakan bahwa golongan obat ini merupakan golongan obat terbanyak

ke-4 yang diresepkan pada usia lanjut.

Untuk pemakaian pada usia lanjut, harus diperhatikan bahwa ekskresi ginjal sudah

menurun, oleh karena itu obat AINS yang diekskresikan lewat ginjal (diflunisal,

indometasin, naproksen dan ketoprofen) harus diberikan dengan hati-hati.

Berbagai obat AINS mengadakan interaksi dengan obat-obat lain yang sering banyak

digunakan pada usia lanjut, diantaranya: digoksin, warfarin, fenitoin, valproat dan litium.

Untuk mengantisipasi hal ini, lakukan monitor kadar obat dalam plasma.

Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain konfusio, tinnitus, agitasi dan retensi

cairan (hati-hati pada penderita hipertensi, gagal ginjal dan penyakit jantung kongestif).

Seperti juga pengobatan pada usia lanjut umumnya, harus diperhatikan bahwa terapi

dengan obat AINS tidak harus diberikan selamanya, dan secara periodik harus diadakan

reviu. Apabila inflamasi sudah terkontrol, fisioterapi mungkin dapat mempertahankan

fungsi tubuh dan pemberian analgesik sederhana mungkin sudah cukup untuk mengobati

nyeri ringan yang timbul.

3. Analgesik opioid

Terdapat pengertian yang keliru mengenai efek analgesik opioid pada usia lanjut dan

golongan usia lainnya. Ketakutan akan terjadinya adiksi dan efek samping (terutama pada

usia lanjut) seperti sedasi, konfusio, gangguan keseimbangan, konstipasi, konsentrasi

berkurang dan nausea. Akan tetapi perlu diketahui bahwa efek analgesik biasanya sudah

tercapai dengan dosis dibawah dosis yang menyebabkan adiksi, dan pemberian dengan

titrasi serta pengawasan yang baik, efek penyembuhan nyeri dapat dicapai tanpa efek

samping berarti. Asosiasi Internasional untuk studi tentang nyeri telah memberikan

panduan untuk pemakaian golongan obat ini (Workman BS, 1998).

Kodein, sendiri atau dalam kombinasi dengan parasetamol cukup efektif untuk

mengontrol nyeri sedang sampai berat. Penggunaannnya dibatasi oleh efek analgesik atap

(ceiling effect) dan efek samping konstipasi. Apabila nyeri belum terkontrol dengan dosis

60 mg fosfat kodein tiap 4-6 jam, dianjurkan untuk menggantinya dengan analgesik yang

lebih kuat.

Page 8: Laporan Pendahuluan Nyeri

Oksi-kodon, merupakan obat analgesik opioid yang lebih kuat dibanding kodein.

Ditoleransi dengan lebih baik, dengan efek samping konstipasi yang lebih sedikit dan

jangka kerja yang lebih panjang. Terdapat bentuk oral maupun supositoria. Bila dengan

pemberian oral 4x10 mg belum dapat mengontrol nyeri, perlu penggantian dengan

morfin.

Morfin, merupakan obat yang sangat baik untuk mengontrol nyeri kronik berat dan

tersedia dalam berbagai bentuk sediaan.

4. Anti-konvulsan

Karbamasepin, valproat sodium dan fenitoin seringkai digunakan pada nyeri neuropatik.

Pada usia lanjut, nyeri pasca-herpetika, nyeri pasca stroke dan nyeri neuropati perifer

sering terdapat dan obat anti-konvulsan ini seringkali lebih efektif dibanding analgesik

untuk mengontrolnya. Kesemua obat tersebut di eliminasi secara lambat pada lansia,

dengan efek samping sentral berupa sedasi, konfusio dan penurunan konsentrasi.

5. Antidepresan

Nyeri kronik seringkali didapatkan dalam bentuk campuran dengan depresi klinik, yang

mungkin timbul sekunder akibat nyeri yang menetap yang sering kali mengakibatkan

imobilisasi dan ketergantungan. Depresi dapat diterapi dengan obat anti-depresan

dan/atau psikoterapi. Antidepresan jenis trisiklik walaupun bukan terapi pilihan untuk

depresi pada lansia karena efek samping antikolinergiknya, sering digunakan untuk nyeri

neuropatik.

6. Obat-obat lain

Kapsaisin (zat aktif dari cabe/lombok) merupakan obat topikal yang digunakan untuk

nyeri neuropatik. Obat ini berdaya menurunkan substansi P di terminal saraf, suatu neuro-

transmiter yang bertanggung jawab atas transmisi nyeri. Kapsaisin mungkin berefek baik

pada nyeri neuropatik neuralgia pasca herpetika, nyeri neuropatik perifer dan pada

beberapa luka saraf.

Meksiletin, obat ini menunjukkan hasil baik pada beberapa penderita nyeri neuropatik,

akan tetapi penggunaannya pada usia lanjut dibatasi oleh efek sampingnya pada jantung.

Klonidin, obat ini kadang-kadang digunakan untuk nyeri neuropatik, akan tetapi

efektivitasnya rendah. Efek samping membatasi penggunaannya, dan pada usia lanjut

jarang sekali digunakan.

Page 9: Laporan Pendahuluan Nyeri

7. Terapi fisik dan rehabilitasi lain

Lanjut usia dengan nyeri kronik biasanya mengalami perubahan fungsi sendi-sendi,

kekuatan otot, gerak langka, postur, mobilitas, tingkat kebugaran dan ketergantungan

sebagai akibat dari nyeri yang diderita. Fisioterapi dan terapi okupasi seringkali

menguntungkan dan memberi alternatif lain untuk mengembalikan fungsi penderita.

Sebagai hasilnya, rasa nyeri sering berkurang disertai peningkatan ketidaktergantungan.

Alat bantu gerak dan alat untuk membantu meningkatkan ketidaktergantungan dalam

aktivitas personal maupun domestik membantu meningkatkan kualitas hidup. Upaya

penyederhanaan tugas dan ergonomik sering mencegah kekambuhan nyeri pada saat

melakukan aktivitas harian.

Teknik fisioterapi spesifik, antara lain olah raga ringan, pelatihan kembali pada gerak

langka, hidroterapi, interferential dan terapi panas atau dingin sangat berharga dalam

pengurangan rasa nyeri. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) dapat

digunakan secara terus menerus untuk mengurangi nyeri kronik. Alat ini cukup aman dan

cocok untuk berbagai jenis nyeri kronik dan dapat digunakan terus menerus atau secara

intermiten sesuai keinginan penderita. Dapat digunakan sendiri oleh penderita lansia

asalkan dapat melakukan pemasangan elektrode dengan benar, atau ada keluarga yang

membantu pemasangannya.

Terapi psikologik

Lansia seringkali memerlukan intervensi psikologik untuk penatalaksanaan nyeri

kroniknya. Edukasi tentang apa itu nyeri dan akibatnya, konseling, relaksasi, imagery,

bio-feedback, teknik pengalihan/distraction), hipnotis atau meditasi bisa bermanfaat.

Beberapa lansia mungkin mengalami kesulitan untuk merubah pola pikir dan perilaku,

akan tetapi banyak diantaranya yang mendapat manfaat dari strategi non farmakologik

ini.

Konseling anggota keluarga dan mereka yang merawat penderita mungkin bermanfaat

bila penderitaan nyeri kronik dari salah seorang anggota keluarga menimbulkan stres

pada keluarga dan perubahan dalam dinamika keluarga tersebut.

8. Berbagai prosedur tindakan lain

Nyeri kronik pada lansia seringkali bisa dikontrol dengan berbagai tindakan, misalnya

blok saraf, penggantian sendi, laminektomi, atau revisi dari tindakan bedah yang lalu.

Usia lanjut bukan merupakan kontraindikasi prosedur tersebut, apabila jelas-jelas terdapat

bukti yang menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan akan memberi manfaat yang

Page 10: Laporan Pendahuluan Nyeri

baik. Sebaliknya tindakan bedah eksploratif tanpa kejelasan atas hasil yang akan dicapai,

biasanya memberikan hasil yang tidak baik dan oleh karenanya tidak dianjurkan.

Pada beberapa keadaan penggantian sendi mungkin akan memberi hasil yang baik, akan

tetapi karena kondisi medis multipel yang diderita, tindakan tersebut tidak mungkin untuk

dilaksanakan. Pada keadaan ini tindakan pengobatan konservatif harus terus

dilaksanakan.

Page 11: Laporan Pendahuluan Nyeri

ASUHAN KEPERAWATAN

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Pencegahan Primer

Lansia adalah subjek terhadap nyeri akut dari infeksi, pembedahan, dan trauma. Masalah-

masalah keseimbangan, vertigo, ketidakstabilan sendi, kelemahan otot, dan penurunan

ketajaman penglihatan merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami kecelakaan.

Hal yang penting untuk mencegah dan mengatasi rasa nyeri adalah mempertahankan

kesehatan yang optimal. Nutrisi, hidrasi, tidur, dan aktivitas perlu ditingkatkan.

2. Pencegahan Sekunder

PENGKAJIAN

Sebagian besar profesional kesehatan hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang

prevalensi nyeri pada lansia karena kurangnya pengkajian dan dokumentasi. Untuk dapat

ditangani, nyeri terlebih dahulu harus diidentifikasi dan didokumentasikan. Banyak orang

percaya bahwa nyeri tidak dapat dihindarkan seiring dengan penuaan. Lansia dapat

menyangkal rasa nyeri yang dirasakan karena takut menderita kanker, pengobatan medis,

biaya, menjadi beban keluarga, atau kemungkinan diinstitusionalisasi.

Tersedia beberapa alat yang sangat membantu untuk mengkaji nyeri. Salah satu alat

yang paling nyaman digunakan adalah skala intensitas nyeri 0 sampai 10.

Skala memberikan suatu pemahaman yang lebih objektif tentang nyeri seseorang. Skala

tersebut biasanya dengan mudah dapat digunakan dalam berbagai situasi. Grafik “wajah-

wajah nyeri” dan gambar grafik tubuh juga merupakan alat yang sangat berguna. Lansia

harus diminta untuk menggambarkan kualitas nyeri dengan menggunakan kata-katanya

sendiri. Perawat dapat meminta pasien untuk menentukan apa yang membuat nyeri terasa

lebih baik atau yang membuatnya lebih buruk. Anjurkan pasien untuk menunjuk ke daerah

nyeri atau menandai lokasinya pada grafik tubuh.

Jika lansia mengalami nyeri akut, hanya pertanyaan esensial yang harus ditanyakan.

Seringnya memposisikan pasien atau imobilisasi dapat memperberat nyeri. Pertanyaan yang

tepat adalah sebagai berikut:

Kapan nyeri dimulai?

Bagaimana kualitasnya, termasuk intensitas?

Apa yang telah dilakukan untuk mengatasinya?

Kapan hal itu terjadi?

Page 12: Laporan Pendahuluan Nyeri

Apakah anda mengalami nyeri kronis?

Di mana itu?

Bagaimana kualitasnya?

Untuk melakukan pengkajian nyeri yang lengkap, perawat harus menanyakan kepada

klien tentang riwayat medisnya. Sering kali, ketika pasien berada dalam keadaan nyeri, ia

mungkin pergi ke beberapa dokter dan menerima berbagai jenis resep. Perawat harus

menemukan pengobatan yang digunakan oleh pasien, baik yang diresepkan maupun yang

dibeli bebas. Jika terdapat penyakit penyerta, ada resiko terjadi toksisitas dan reaksi

sensitivitas karena asupan obat-obat yang tidak sesuai. Apakah pasien menggunakan obat-

obat tradisional untuk nyeri? Bagaimana nyeri mempengaruhi kualitas kehidupan klien?

Aktivitas? Fungsi sosial? Apakah pasien mengalami depresi karena rasa nyerinya?

Perawat harus membangun rasa percaya dengan cara pada awalnya membiarkan pasien

mengetahui bahwa perawat percaya. Perawat harus tampak tidak tergesa-gesa dalam

pengkajian, memberikan waktu pada pasien untuk berespon. Perawat harus menghadap

kepada orang tersebut, berbicara perlahan-lahan dan jelas. Pasien mungkin memiliki masalah

kognitif ringan atau berat, dan mungkin menunjukkan masalah penglihatan atau pendengaran.

Perawat harus siap untuk membaca atau menunjukkan pertanyaan atau menggambarkan skala

nomor kepada pasien.

Evaluasi pengurangan rasa nyeri yang telah dicapai sangat penting untuk mencegah

nyeri memuncak melebihi tingkat yang dapat ditoleransi. Perawat tidak dapat bergantung

pada pasien dalam melaporkan pengurangan nyeri yang tidak adekuat karena ia percaya

bahwa pengurangan nyeri yang telah dicapai adalah yang terbaik atau permintaan bantuan

yang lain mungkin ditolak. Pasien harus dianjurkan untuk mengatakan rasa nyerinya dan

membiarkan pemberi perawatan, anggota keluarga, atau dokter mengetahui jika nyeri tidak

terkendali. Namun, perawat tidak boleh menjanjikan kepada pasien bahwa nyeri dapat

dihilangkan sepenuhnya. Tujuannya adalah untuk menurunkan nyeri sampai pada tingkat

yang dapat ditoleransi dan tingkat fungsional.

Kesulitan dalam pengkajian nyeri dapat terjadi pada lansia yang tidak dapat

mengungkapkan sesuatu secara verbal, koma, atau konfusi. Perilaku-perilaku tertentu dapat

mengekspresikan nyeri seperti mengerang, kegelisahan, atau penarikan diri. Juga, perawat

harus waspada bahwa setiap kondisi atau penanganan yang oleh pasien yang dapat berbicara

dikatakan sebagai penyebab nyeri mungkin juga menjadi penyebab nyeri pada lansia yang

tidak dapat berbicara dalam situasi yang hampir sama. Reaksi terhadap penanganan nyeri

mungkin sama tidak bergantung pada apakah dia bisa atau tidak bisa mengungkapkan nyeri

Page 13: Laporan Pendahuluan Nyeri

secara verbal. Contoh kondisi ini adalah mengatur posisi pasien dengan fraktur atau

kontraktur, mengganti balutan, dan pemberian makanan melalui slang. Pasien tersebut harus

diobati walaupun mereka tidak dapat mengungkapkan nyerinya.

INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN FARMAKOLOGIS

Analgesik secara kontinu merupakan terapi utama dalam penatalaksanaan nyeri.

Sayangnya, salah satu alasan terbesar penanganan nyeri yang tidak tepat di negara maju

adalah akibat kurangnya pengetahuan tentang farmakologi analgesik. Untuk mencapai

pengendalian nyeri yang optimal melalui penggunaan analgesik, seseorang harus memahami

prinsip-prinsip dasar dari pemberian analgesik. Walaupun prinsip-prinsip ini diterapkan untuk

semua pasien yang merasa nyeri, ada beberapa hal khusus yang harus diperhatikan tentang

penggunaan analgesik untuk lansia.

Tiga jenis pengobatan yang biasa digunakan untuk mengendalikan nyeri: analgesik

nonopioid (mis: asetaminofen/tylenol dan aspirin), opioid (mis: NSAID), dan adjuvan.

Adjuvan bukan merupakan analgesik yang sebenarnya, tetapi zat tersebut dapat membantu

jenis-jenis nyeri tertentu, terutama nyeri kronis.

PEDOMAN PENGAJARAN: INTRUKSI UNTUK LANSIA YANG MENGGUNAKAN

NSAID

Pastikan untuk memberikan NSAID dalam masa percobaan yang adekuat (2-3 minggu)

sebelum memutuskan apakah obat itu efektif atau tidak

Jangan pernah menggunakan lebih dari satu NSAID pada satu waktu (termasuk aspirin)

Ikuti dengan uji feses rutin untuk mengetahui darah samar dan tes fungsi ginjal dan hati

Jangan menggunakan NSAID dengan steroid

Minum NSAID dengan makanan atau susu untuk mencegah gangguan pada GI

Informasikan dokter Anda jika terjadi efek yang tidak diinginkan

Page 14: Laporan Pendahuluan Nyeri

ANJURAN UNTUK PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS TERHADAP TIPE-TIPE NYERI YANG SERING TERJADI PADA LANSIA

Tipe Nyeri Nonopioid Opioid AdjuvanNyeri inflamasi (arthritis rematoid, osteoarthritis)

Salah satu dari NSAID berikut ini:

    Clinoril    Trilisate    Disalcid    Dolobid    Ecotrin    Rimadyl

(Untuk semua tipe nyeri yang terdaftar, hindari Feldene dan Indocin)

Antidepresan trisiklik seperti Pamelor atau Sinequan(Untuk semua tipe nyeri yang terdapat dalam daftar, gunakan Endep dan Elavil secara hati-hati, karena lebih banyak efek antikolinergik yang terlihat)

Nyeri Kanker

Salah satu dari NSAID di atas, terutama jika terdapat metastasis tulang

Morfin oral atau dilaudid oral(Untuk semua tipe nyeri yang terdaftar, hindari Demerol, metadon, Talwin, Nubain, Stadol)

Antidepresan trisiklik seperti Pamelor atau Sinequan

Nyeri punggung bagian bawah

Salah satu dari NSAID di atas

Oksikodon oral, kodein oral

Antidepresan trisiklik seperti Pamelor atau Sinequan

Nyeri neuropati (pascastroke, neuropati diabetic, neuralgia pascaherpetik, nyeri fantom ekstemitas, causalgia, neuralgia trigeminal)

Kodein oral, oksikodon oral, morfin oral, Dilaudid oral

Antikonvulsan seperti Tegretol dan antidepresan trisiklik seperti Pamelor atau Sinequan.Anestesi topical (krim EMLA, capsaicin, Lidocaine)ClonidineBaclofen

Page 15: Laporan Pendahuluan Nyeri

PEDOMAN PENGAJARAN : PENATALAKSANAAN NYERI SECARA FARMAKOLOGIS PADA LANSIA

Buat catatan harian tentang nyeri Anda dan apa yang membuatnya terasa lebih baik atau lebih buruk

Gunakan obat yang diresepkan untuk nyeri sesuai dengan waktunya pada jadwal yang telah ditetapkan

Gunakan aspirin atau obat anti-inflamasi non-narkotik lainnya bersama makanan atau susu untuk menurunkan perubahan-perubahan akibat gangguan lambung

Informasikan kepada perawat atau dokter tentang semua obat yang Anda gunakan (baik yang diresepkan maupun yang dibeli bebas)

Cegah efek samping konstipasi yang umum terjadi, jika menggunakan narkotik, dengan cara meningkatkan cairan dan serat dalam diet Anda

Jangan khawatir akan adiksi jika Anda menggunakan narkotuk untuk mengurangi nyeri

Laporkan adanya efek yang tidak diinginkan dari pengobatan kepada perawat atau dokter

Beritahu perawat atau dokter  jika nyeri terjadi di antara jadwal penggunaan obat untuk nyeri

Tetaplah seaktif mungkin Ingat, Anda berkuasa atas nyeri Anda, hanya Anda yang mengetahui

bagaimana rasanya

INTERVENSI NON INVASIF

Walaupun nyeri terutama ditangani melalui penggunaan obat-obatan, beberapa teknik

noninvasive dapat juga membantu mengendalikan nyeri: masase, relaksasi dan imajinasi,

stimulasi saraf dengan listrik transkutan (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation

[TENS]), penggunaan kompres panas atau dingin, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnotis,

dan akupresur. Teknik-teknik ini pada umumnya aman, tersedia dengan mudah, dan dapat

dilakukan di rumah atau dalam lingkungan fasilitas perawatan akut.

Terdapat beberapa hal yang penting untuk diingat ketika menggunakan terapi panas

atau dingin atau TENS untuk lansia yang mengalami nyeri. Kewaspadaan diperlukan ketika

menggunakan terapi panas atau dingin pada pasien dengan riwayat penyakit vaskuler atau

diabetes. Luka bakar atau kerusakan jaringan akibat es dapat terjadi dengan mudah pada

seseorang dengan penurunan sensasi atau penurunan tingkat kesadaran. TENS

Page 16: Laporan Pendahuluan Nyeri

dikontraindikasikan pada lansia yang menggunakan pacu jantung karena stimulasi listrik

dapat mengganggu kerja alat pacu jantung jenis-jenis tertentu.

STRATEGI RELAKSASI

Latihan-latihan ini dirancang untuk membuat seseorang yang cemas, stress menjadi

relaks. Latihan ini dapat mengurangi nyeri secara efektif dengan cara melawan komponen

stress. Strategi relaksasi termasuk imajinasi terbimbing, relaksasi otot progresif, dan

pengobatan. Perawat dapat dengan mudah mengajarkan pasien untuk melakukan bentuk

latihan relaksasi yang sederhana seperti napas dalam dan memfokuskan pada suatu objek.

Bentuk latihan relaksasi singkat ini dapat efektif untuk mengontrol nyeri jangka pendek, dan

nyeri tipe procedural.

Karena lansia kaya dengan pengalaman hidup, teknik distraksi yang sederhana dapat

dilakukan dengan cara meminta pasien untuk mengingat masa-masa bahagia di masa lalu,

dengan melihat album foto, dan dengan menceritakan cerita-cerita dalam kaset rekaman.

Teknik apapun yang aman dan mudah untuk dilakukan sendiri oleh pasien sangat bermanfaat

untuk penatalaksanaan nyeri.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosis Keperawatan : Nyeri akut Hasil yang diharapkan Tindakan Keperawatan

Pasien akan mengatakan adanya pengurangan nyeri secara jelas.

    Kaji laporan nyeri pasien, ketahui lokasi, intensitas dengan menggunakan skala nyeri 0-10, setiap 2 jam

    Ajarkan pasien untuk meminta obat nyeri kapanpun ia memerlukannya sebelum nyeri menjadi berat

    Berikan pengobatan analgesic setiap 3-4 jam sesuai waktunya untuk 48 jam

    Pantau keefektifan analgesik dan status kesadaran. Beri tahu dokter jika analgesik tidak efektif

    Sangga tungkai yang dioperasi dengan kesejajaran yang tepat menggunakan gulungan trokanter dan bantal

    Hindari fleksi pada tubuh    Pantau bukti-bukti komplikasi

Pasien menggunakan cara alternative untuk

    Bantu pasien untuk menggunakan strategi relaksasi, meliputi imajinasi terbimbing dan

Page 17: Laporan Pendahuluan Nyeri

mengurangi stress yang berhubungan.

relaksasi otot progresif    Pertahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit yang adekuat    Bantu pasien untuk istirahat dengan

menutup tirai dan pintu. Berikan catatan pada pintu pasien yang menyatakan “Pasien sedang beristirahat sampai  ___”

Diagnosis Keperawatan : Nyeri kronis Hasil yang diharapkan Tindakan Keperawatan

Pasien menyatakan bahwa nyeri dapat ditolerir dalam skala 0-10.

    Kaji nyeri dalam skala 0-10 setiap 3-4 jam    Minta pasien atau keluarga atau keduanya

untuk membuat catatan atau laporan tertulis tentang intensitas nyeri

    Anjurkan pasien untuk menggunakan obat sebelum nyeri bertambah berat

    Bantu pasien atau keluarga atau keduanya untuk memasang bidai dan mengobservasi atau untuk mencegah daerah yang tertekan

    Bantu dengan mandi air hangat atau shower

    Tinjau ulang gaya hidup dalam hubungannya dengan sumber-sumber stress yang dapat dihindari dan hal-hal yang dapat memperberat nyeri

    Pastikan istirahat, nutrisi, dan hidrasi yang adekuat

    Dukung orang tersebut untuk menggunakan tindakan-tindakan mekanisme koping yang positif seperti berdo’a, meditasi, relaksasi, atau distraksi

Pasien mempertahankan fungsi sendi sebanyak mungkin.

    Bantu pasien menggunakan NSAID dengan makanan dalam dosis dan interval yang ditentukan

    Kaji rasa mual dan efek samping lain    Pastikan bahwa latihan yang diperintahkan

dilakukan secara benar    Minta pasien atau keluarga atau keduanya

untuk mendemonstrasikan latihan-latihan yang harus dilakukan setelah keluar dari rumah sakit

DOKUMENTASI YANG ESENSIAL

NYERI AKUT

Nyeri akut harus dikaji dan digambarkan pada interval yang teratur dan bila terdapat

perubahan dalam lokasi atau kualitasnya, hal-hal berikut harus dicatat :

Page 18: Laporan Pendahuluan Nyeri

Lokasi dan pergerakan

Penampilan lokasi

Intensitas pada skala 0-10, dengan 0=tidak ada nyeri dan 10=nyeri terburuk

Pengurangan nyeri atau kenyamanan pada skala 0-10, dengan 0=nyeri hilang dan 10=tidak

ada pengurangan nyeri

Alat-alat bantu yang digunakan pasien

Tindakan-tindakan pengurangan nyeri yang dilakukan

Keefektifan intervensi pada skala 0-10

NYERI KRONIS

Nyeri kronis harus dikaji dan digambarkan satu kali sehari dan bila terdapat perubahan

kejadian atau kualitasnya.

Lokasi dan pergerakan

Intensitas pada skala 0-10, dengan 0=tidak ada nyeri dan 10=nyeri terburuk

Pengurangan nyeri atau kenyamanan pada skala 0-10, dengan 0=nyeri hilang dan 10=tidak

ada pengurangan nyeri

Alat-alat bantu yang digunakan pasien

Apa yang memperberat nyeri

Apa yang membuat nyeri lebih baik

Efeknya pada tidur, nafsu makan dan mobilitas

Tindakan-tindakan pereda nyeri yang dilakukan

Keefektifan intervensi pada skala 0-10

3. Pencegahan Tersier

Perawat Sebagai Advokat dan Edukator Pasien

Posisi perawat dalam merawat lansia yang mengalami nyeri meliputi menjadi model

peran untuk orang lain untuk memeriksa sikap dan prasangka pasien pada nyeri. Perawat

menjadi advokat dengan mengajarkan kepada lansia dan keluarganya untuk mengharapkan

pengurangan nyeri yang adekuat. Pemerintah telah mengembangkan pedoman praktik

klinis untuk nyeri akut, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri kanker melalui lembaga

Health Care and Policy and Research. Standar-standar ini, jika secara konsisten digunakan,

akan memiliki dampak yang signifikan pada masalah nyeri. Perawat harus mengetahui

sumber-sumber yang tersedia untuk nyeri dan penatalaksanaannya untuk membantu lansia

yang mengalami nyeri.

Page 19: Laporan Pendahuluan Nyeri

Nyeri bukan dan tidak boleh menjadi bagian normal dari penuaan. Melalui advokasi

dan pengajaran, upaya perawat dan upaya berbagai pihak untuk mengurangi nyeri adalah

langka pertama dalam melawan masalah nyeri pada lansia.

PENUTUP

          Nyeri pada lansia dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, fisik dan psikologis.

Penanganan nyeri pada lansia, tergantung dari lokasi, lamanya nyeri tersebut berlangsung dan

berbagai faktor lain yang mempengaruhi. Penanganan rasa nyeri ini harus dilakukan secara

adekuat. Nyeri akut harus diselesaikan segera, dan penanganan nyeri kronis harus dilakukan

secara hati-hati. Penanganan nyeri tersebut harus dilakukan dengan assesmen yang sering

melibatkan disiplin lain: psikiater, occupational therapist dan dibawah pimpinan seorang

geriatrist dari penyakit dalam. Terapi nyeri dapat dengan cara pemberian obat secara oral,

injeksi, perilaku, operasi dan lain-lain yang melibatkan disiplin ilmu lain.

Page 20: Laporan Pendahuluan Nyeri

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & suddath. (2001). Buku Ajar Bedah Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran. EGC.

2. Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

3. Jaimel Stockslager, Lisschaeffer. (2008). Askep Geriatrik Edisi 2. Jakarta: EGC

4. Martono, Hadi dan Krispranarka. (2010). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri, Ilmu

Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

5. Mickey Stanley, Patricia Gauntlett Beare. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik

Edisi 2. Jakarta: EGC

6. Price, Sylvia Anderson. Patologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Penerbit

Buku Kedokteran. Jakarta. EGC. 1990

7. R.Siti Maryam, Mia Fatma Ekasari, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan

Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

8. Soejono. H.C.H. (2001). Gejala dan Tanda Penyakit pada Lanjut Usia, Subbag, Geriatri

Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI-RSUPN Ciptomangunkusumo

9. S.Thamher, Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

10. Utama, Hendra, GERIATRI ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke-2, Jakarta, 2000

Page 21: Laporan Pendahuluan Nyeri