laporan pendahuluan dm
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
A. DEFINISI
Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi dari WHO dibagi beberapa type yaitu :
1. Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus
(IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD),
klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau
usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
2. Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus
(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes
(MOD) terbagi dua yaitu :
a. Non obesitas
b. Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas,
tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan
obesitas.
3. Diabetes Mellitus Type Lain
a. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan
hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain.
b. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam
hidotinik.
c. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa
selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada
pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan
dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini
meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
C. ETIOLOGI
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun
dimungkinkan karena faktor :
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan
pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan
abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes
Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
D. PATOFISIOLOGI
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa
baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani akan mengakibatkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tiba–tiba pada usia anak–
anak sebagai akibat dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi
insulin dengan baik. Gejala–gejalanya antara lain adalah sering buang air kecil,
terus menerus lapar dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur,
infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air
seni, cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun.
Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan–lahan sampai
menjadi gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala
pada diabetes mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa
tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang
berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan,
biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya
kini semakin tinggi pada golongan anak–anak dan remaja.
Gejala–gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan
akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga bila urine
tersebut tidak disiram akan dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya gula.
Gejala lain yang biasa muncul adalah penglihatan kabur, luka yang lam asembuh,
kaki tersa keras, infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita, impotensi pada
pria.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik.
1. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang
penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah
dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah:
a. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut
dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik
ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata.
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang
didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN
dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada
KHHN.
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah)
terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga
60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat
insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit.
2. Komplikasi kronik
Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi
menjadi 2 yaitu (Long 1996) :
a. Mikrovaskuler
Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi
ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme
filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan
kebocoran protein darah dalam urin.
Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala
penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur
tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588).
Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang
berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan
kerusakan lensa (Long, 1996 : !6).
Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem
saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat.
Akumulasi sorbital dan perubahan–perubahan metabolik lain
dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan
hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b. Makrovaskuler
Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus
maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan
darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik
atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh
darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf
sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor
dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren.
Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada
daerah–daerah yang tekena trauma.
Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan
sehingga suplai darah ke otak menurun.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.
2. Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa darah meningkat di bawah kondisi stress.
3. Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl
4. Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
5. Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.
Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah
menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi.selama perubahanini asam lemak
bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditujukkan oleh
ketonuria.glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi
glukosa tercapai.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat, menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
ateroskerosis.
Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal. Tes ini mengukur
presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada
hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5-6%.
I. PENATALAKSAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitasinsulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskulerserta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadarglukosa darah normalAda 5 komponen dalam
penatalaksanaan diabetes:
1. Diet
a. Latihan
b. Pemantauan
c. Terapi (jika diperlukan)
d. Pendidikan
2. Perencanan Makan (Meal Planning)
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standart yang diajurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%) protein (10-15%) dan
lemak (20-25%). Apabila diperlukan santapan karbohidrat sampai 70-75%
juga memberikan hasil yang baik. Terutama untuk golongan ekonomi
rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal, jumlah
kandungan kolesterol < 300 mg/hr. Jumlah kandungan serat + 25 g/hr,
diutamakan jenis serat larut, konsumsi garam dibatasi bila terdapat
hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
3. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5 jam
yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Progresive, Endurance
Trainning). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot
berkonsentrasi dan relaksasi secara teratur, selang-seling antara gerak
cepat dan lambat, berangsur-angsur dari sedikit kelatihan yang lebih berat
secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Latihan yang dapat
dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan
berdayung.
4. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
a. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara
Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkan ambang sekresi insulin.
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat
badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya
sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal
dan orang tua karena resiko hipoglikemia yang berkepanjangan,
demikian juga glibenklamid, untuk orang tua dianjurkan preparat
dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga
diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
ringan.
b. Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di
bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin.
Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa tubuh / IMT
>30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT
27-30) dapat dikombinasikan dengan obat golongan sulfonilurea.
c. Inhibitor dan Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim dan
glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
d. Insulin Sensitizing Agent
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai
efek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa
mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat
resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5. Insulin diperlukan pada keadaan :
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetic
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dosis
hampir maksimal
g. Stres berat (Infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali
i. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
j. Kontraindikasi atau alergi tarhadap OHO
Jenis dan lama kerja Insulin berdasarkan lama kerja, insulin terbagi
menjadi empat jenis, yakni :
a. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
b. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
c. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
d. Insulin kerja panjang (long acting insulin)
e. Insulin campuran tetap (premixed insulin)
Efek samping terapi insulin:
a. Efek samping utama dari terapi insulin adalah terjadinya
hipoglikemia.
b. Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Cara penyuntikan insulin
a. Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit
(subkutan). Dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap
permukaan kulit.
b. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara
bolus atau drip.
c. Terdapat sediaan insulin campuran (Mixed Insulin) antara insulin
kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang
tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut
atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan
pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.
d. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyinpanan
insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai
rotasi tempat suntik.
e. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit
insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh
diabetisi yang sama.
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Data-data yang dikumpul atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku, bangasa, status perkawinan, pendidikan
terakhir, nomor register, pekerjaan pasien, dan nama orang tua/ suami/
istri.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kepada pasien Berapa lama menderita DM, bagaimana
penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara
minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada pasien apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama dengan pasien atau penyakit
lainnya.
3. Pengkajian
Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
Integritas Ego
Stres, ansietas
Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan
berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya
infeksi / tidak)
Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotik ditandai dengan peningkatan haluaran urine, haus
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan defisiensi insulin ditandai dengan penurunan berat badan,
kurang minat terhadap makanan.
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik, perubahan kimia darah: insufisensi insulin ditandai
dengan keyidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas biasa.
4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan, meminta
informasi.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakseimbangan
glukosa/ insulin dan elektrolit.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :
Tirah Baring atau
imobilisasi
Kelemahan menyeluruh
Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
Gaya hidup yang
dipertahankan.
DS:
Melaporkan secara
verbal adanya kelelahan
atau kelemahan.
Adanya dyspneu atau
ketidaknyamanan saat
beraktivitas.
NOC :
Self Care : ADLs
Toleransi aktivitas
Konservasi energi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama …. Pasien bertoleransi terhadap
aktivitas dengan Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan darah, nadi
dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri
Keseimbangan aktivitas dan istirahat
NIC :
Observasi adanya pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
Kaji adanya faktor yang menyebabkan
kelelahan
Monitor nutrisi dan sumber energi yang
adekuat
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan
Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
pasien
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam merencanakan progran terapi
yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
DO :
Respon abnormal dari
tekanan darah atau nadi
terhadap aktifitas
Perubahan ECG :
aritmia, iskemia
yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk
memasukkan atau mencerna
nutrisi oleh karena faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.
DS:
- Nyeri abdomen
- Muntah
- Kejang perut
- Rasa penuh tiba-tiba
setelah makan
DO:
NOC:
a. Nutritional status: Adequacy of nutrient
b. Nutritional Status : food and Fluid Intake
c. Weight Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….nutrisi kurang teratasi dengan
indikator:
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding capacity
Jumlah limfosit
NIC:
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
serat untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein,
Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
- Diare
- Rontok rambut yang
berlebih
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah
jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama
makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan
Berhubungan dengan:
- Kehilangan volume
cairan secara aktif
- Kegagalan mekanisme
pengaturan
DS :
- Haus
DO:
- Penurunan turgor
kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit
kering
- Peningkatan denyut nadi,
penurunan tekanan darah,
penurunan
volume/tekanan nadi
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama….. defisit volume cairan teratasi
dengan kriteria hasil:
Mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB, BJ urine normal,
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam
batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas
turgor kulit baik, membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang berlebihan
Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas
normal
NIC :
Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi
cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin,
total protein )
Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
Kolaborasi pemberian cairan IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan oral
Berikan penggantian nasogatrik sesuai output
(50 – 100cc/jam)
Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
- Pengisian vena menurun
- Perubahan status mental
- Konsentrasi urine
meningkat
- Temperatur tubuh
meningkat
- Kehilangan berat badan
secara tiba-tiba
- Penurunan urine output
- HMT meningkat
- Kelemahan
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Pasang kateter jika perlu
Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas
jaringan
berhubungan dengan:
Gangguan sirkulasi, iritasi
kimia (ekskresi dan sekresi
tubuh, medikasi), defisit
cairan, kerusakan mobilitas
fisik, keterbatasan
pengetahuan, faktor
mekanik (tekanan,
gesekan),kurangnya nutrisi,
radiasi, faktor suhu (suhu
yang ekstrim)
DO :
- Kerusakan jaringan
(membran mukosa,
integumen, subkutan)
NOC:
Tissue integrity : skin and mucous
membranes
Wound healing : primary and secondary
intention
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama …. kerusakan integritas jaringan
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
Perfusi jaringan normal
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Ketebalan dan tekstur jaringan normal
Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cidera berulang
Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
NIC :
Pressure ulcer prevention
Wound care
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
yang longgar
- Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
jam sekali
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
yang tertekan
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat
- Kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan
- Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman
luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
- Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka
- Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP,
vitamin
- Cegah kontaminasi feses dan urin
- Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
- Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada
luka
- Hindari kerutan pada tempat tidur
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kurang Pengetahuan
Berhubungan dengan :
keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap
informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk
mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber
informasi.
DS: Menyatakan secara
verbal adanya masalah
DO: ketidakakuratan
mengikuti instruksi,
perilaku tidak sesuai
NOC:
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama …. pasien menunjukkan pengetahuan
tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:
Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
NIC :
Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
tepat
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi
Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan
lingkungan
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
NOC :
Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama…… pasien tidak mengalami infeksi
dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria
dalam batas normal
NIC :
Pertahankan teknik aseptif
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik:.................................
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
Pertahankan teknik isolasi k/p
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
- Pertahan primer tidak
adekuat (kerusakan kulit,
trauma jaringan,
gangguan peristaltik)
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4
jam
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6, Volume I. Jakarta:EGC.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth,. Alih bahasa Agung Waluyo Edisi. 8. Jakarta : EGC.