laporan pemasakan buah

16
MENGATUR KEMASAKAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN ZAT PENGATUR TUMBUH Oleh : Andriani Diah Irianti : B1J012011 Venthyana Lestari : B1J012133 Agum Gumelar : B1J012134 Kelompok : 2 Rombongan : II Asisten : Siti Nur Hidayah LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2014

Upload: andriani-diah-irianti

Post on 28-Dec-2015

851 views

Category:

Documents


35 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pemasakan Buah

MENGATUR KEMASAKAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN ZAT

PENGATUR TUMBUH

Oleh :

Andriani Diah Irianti : B1J012011

Venthyana Lestari : B1J012133

Agum Gumelar : B1J012134

Kelompok : 2

Rombongan : II

Asisten : Siti Nur Hidayah

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2014

Page 2: Laporan Pemasakan Buah

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pisang merupakan produk holtikultura yang mempunyai arti penting bagi

peningkatan gizi masyarakat karena buahnya merupakan sumber vitamin (A, B1,

C), mineral (kalium, natrium, chlor, magnesium, posfor) dan karbohidrat 25%

yang mudah dicerna (Rumahlewang dan Amanunpunyo, 2012). Menurut Hanum

et al., (2012), pisang adalah buah-buahan tropis yang paling banyak di hasilkan

dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Pemanfaatan buah pisang yang

paling besar adalah untuk pembuatan berbagai jenis makanan, contohnya pisang

kepok (Musa paradisiaca formatypica) merupakan jenis pisang yang baik

dikonsumsi setelah diolah. Pisang kepok merupakan jenis pisang yang biasanya

diolah menjadi keripik pisang.

Proses pemasakan buah merupakan proses pengakumulasian gula dengan

merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhana (Julianti, 2011). Menurut

Abidin (1989), etilen merupakan hormon tumbuh yang dalam keadaan normal

berbentuk gas serta mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana, yaitu terdiri

dari 2 atom karbon dan 4 atom hidrogen. Etilen digolongkan sebagai hormon yang

aktif dalam proses pematangan. Menurut Ahmadi et al., (2011) pematangan

merupakan proses kelayuan yang mengakibatkan organisasi antara sel menjadi

terganggu. Gangguan ini merupakan pelopor hidrolisa pati, klorofil, pektin dan

tanin oleh enzim-enzim di dalamnya yang akan menghasilkan bahan-bahan seperi

etilen, pigmen, energi dan polipeptida. Pematangan juga diartikan sebagai suatu

fase akhir dari proses penguraian substrat dan proses yang dibutuhkan oleh bahan

untuk mensintesa enzim-enzim spesifik yang diantaranya akan digunakan dalam

proses kelayuan.

Proses pematangan buah pisang merupakan proses pengakumulasian gula

dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tidak seperti buah

pada umumnya yang mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman

asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam

bentuk sukrosa (Anderson dan Beardall, 1991). Selama proses pemasakan, buah

pisang akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimiawi, antara lain adalah

Page 3: Laporan Pemasakan Buah

perubahan tekstur, aroma, rasa, kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh

senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak

karena menurunnya jumlah senyawa tersebut. Rasa manis setelah buah masak,

ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih

sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Timbulnya aroma yang khas pada

buah pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang

mudah menguap dan beberapa minyak esensial yang ada. Di samping timbulnya

aroma, terbentuk juga gula selama pemasakan buah. Bertambahnya senyawa

mudah menguap pada saat pemasakan buah pisang sangat erat hubungannya

dengan pembentukan aroma buah pisang. Metabolisme pati mempunyai peran

yang penting pada proses pemasakan buah. Selama periode pasca panen, pati

dapat diubah menjadi gula sederhana seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa.

Dalam penyimpanan suhu rendah, terjadinya akumulasi gula adalah akibat dari

aktivitas enzim (Pantastico, 1989).

B. Tujuan

Tujuan acara praktikum kali ini adalah untuk mengetahui konsentrasi zat

pengatur tumbuh yang mampu mempercepat kemasakan buah.

Page 4: Laporan Pemasakan Buah

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah koran, gelas ukur,

batang pengaduk, beaker glass dan timbangan analitik.

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah buah pisang

kapok, dan ethrel (2-chloroetyl phosponic acid 600 ppm).

B. Metode

1. Cara Kerja

Pisang pertama direndam pada larutan 2-chloroetilphosponic acid

dengan konsenterasi 0 ppm selama 5 menit.

Pisang kedua juga direndam pada larutan 2-chloroetilphosponic

acid dengan konsenterasi 300 ppm selama 5 menit.

Kedua pisang dibungkus dengan kertas koran.

Pisang diamati setiap selama 7 hari, amati perubahan aroma,

tekstur, warna dan rasanya.

Data yang didapatkan dicatat.

Page 5: Laporan Pemasakan Buah

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Data Rasa Pemasakan Buah

Konsentrasi

(ppm)

Rasa

1 2 3 4 5 6 7

0 + + + ++ +++ ++++ ++++

300 + + + ++ +++

600 + + ++++

900 + + ++ ++ +++ +++ ++++

Tabel 2. Data Aroma Pemasakan Buah

Konsentrasi

(ppm)

Aroma

1 2 3 4 5 6 7

0 + + + ++ +++ ++++ ++++

300 + + + ++ +++

600 + + ++++

900 + + ++ ++ +++ +++ +++

Tabel 3. Data Tekstur Pemasakan Buah

Konsentrasi

(ppm)

Tekstur

1 2 3 4 5 6 7

0 + + + +++ +++ ++++ ++++

300 + + + ++ +++

600 + ++ +++

900 + + ++ ++ ++ +++ +++

Tabel 4. Data Warna Pemasakan Buah

Konsentrasi

(ppm)

Warna

1 2 3 4 5 6 7

0 + + + ++ +++ ++++ ++++

300 + + + ++ +++

600 + +++ ++++

900 + + ++ ++ +++ +++ +++

Page 6: Laporan Pemasakan Buah

Keterangan :

+ = Perubahan rendah

++ = Perubahan sedang

+++ = Perubahan tinggi

++++ = Perubahan sangat tinggi

Pemasakan Buah Kontrol (0 ppm)

Gambar 1. Konsentrasi 0 ppm

Hari ke-1

Gambar 2. Konsentrasi 0 ppm

Hari ke-2

Gambar 3. Konsentrasi 0 ppm

Hari ke-3

Gambar 4. Konsentrasi 0 ppm

Hari ke-4

Gambar 5. Konsentrasi 0 ppm

Hari ke-5

Gambar 6. Konsentrasi 0 ppm

Hari ke-6

Page 7: Laporan Pemasakan Buah

Pemasakan Buah Konsentrasi 600 ppm

Gambar 7. Konsentrasi 0 ppm

Hari ke-7

Gambar 1. Konsentrasi 600 ppm

Hari ke- 0

Gambar 2. Konsentrasi 600 ppm

Hari ke- 1

Gambar 3. Konsentrasi 600 ppm

Hari ke- 2

Gambar 4. Konsentrasi 600 ppm

Hari ke- 3

Page 8: Laporan Pemasakan Buah

B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum dan pengamatan pemasakan buah dengan ethrel

didapatkan bahwa perubahan aroma dengan konsenterasi 0 ppm adalah rendah

sampai sangat tinggi, konsentrasi 300 ppm perubahan aroma yang terjadi rendah,

sedang dan tinggi. Konsentrasi 600 ppm perubahan aroma yang terjadi rendah

sampai sangat tinggi. Konsenterasi 900 ppm perubahan aroma rendah, sedang

dan tinggi. Hal ini sesuai pustaka bahwa timbulnya aroma yang khas pada buah

pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah

menguap dan beberapa minyak esensial yang ada. Selain timbulnya aroma

terbentuk juga gula selama pemasakan buah. Bertambahnya senyawa mudah

menguap pada saat pemasakan buah pisang sangat erat hubungannya dengan

pembentukan aroma buah pisang. Semakin tinggi konsenterasi ethrel yang

diberikan maka aroma yang dihasilkan juga akan semakin kuat (Mworia et al.,

2011). Menurut Wills, et al (1981), perombakan bahan-bahan organik kompleks

yang terjadi selama proses respirasi akan menghasilkan gula-gula sederhana dan

asam-asam organik yang akan mempengaruhi aroma pada buah.

Perubahan tekstur buah pisang dengan konsenterasi 0 ppm rata-rata adalah

rendah sampai sangat tinggi, konsentrasi 300 ppm rendah, sedang dan tinggi.

Konsenterai 600 ppm perubahan tekstur adalah rendah, sedang dan tinggi.

Konsentrasi 900 ppm perubahan tekstur yang terjadi dari rendah, sedang dan

tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra (1994), perubahan tekstur

pada buah disebabkan karena aktifnya enzim-enzim pektinmetilasterase dan

poligaleklturonase selama proses pematangan buah yang telah mengalami

pemecahan menjadi senyawa-senyawa lain, sehingga tekstur yang tadinya keras

akan berubah lunak.

Perubahan warna yang terjadi pada 0 ppm adalah rendah sampai sangat

tinggi. Konsenterasi 300 ppm perubahan warna yang terjadi dari rendah, sedang,

tinggi. Konsenterasi 600 ppm hanya rendah dan sangat tinggi. Konsenterasi 900

ppm perubahan warna yang terjadi pada buah pisang rendah, sedang dan tinggi.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Abidin (1989) bahwa berubahnya warna hijau

menjadi kuning dikarenakan klorofil terdegradasi menjadi bagian yang lebih kecil

dan digantikan dengan karotenoid.

Page 9: Laporan Pemasakan Buah

Perubahan rasa yang terjadi pada pemberian ethrel 0 ppm adalah rendah

sampai sangat tinggi. Konsentrasi 300 ppm perubahan rasa yang terjadi adalah

rendah, sedang dan tinggi. Konsentrasi 600 ppm perubahan yang terjadi rendah,

tinggi dan sangat tinggi. Konsentrasi 900 ppm perubahan yang terjadi rendah,

sedang dan tinggi. Hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa rasa

manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang

menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Daging

buah yang masih mentah memiliki rasa sepet yang disebabkan oleh senyawa

tanin. Selama proses pemasakan buah rasa aktif menurun pada buah yang masak

(Mworia et al., 2011).

Buah berdasarkan kandungan amilumnya (pati), dibedakan menjadi buah

klimaterik dan buah non klimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak

mengandung amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu

kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang

telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan

buah yang diperam. Buah ini memperlihatkan produksi CO2 yang mendadak

meningkat tinggi pada saat matang. Buah klimaterik yang setengah matang dapat

diperam. Hasilnya yaitu buah masak dan rasanya enak dan penampilannya bagus.

Walaupun demikian buah klimaterik yang kurang tua dapat menjadi matang bila

diperam, tetapi mutu buahnya kurang baik, rasa asamnya tinggi, hambar, dan

warna kulit buahnya kurang menarik. Buah nonklimaterik adalah buah yang

kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas.

Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak

dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah. Buah non

klimaterik ini tidak dapat diperam, tingkat kematangannya tidak dapat dipacu.

Pemanenan buah harus dilakukan pada tingkat ketuaan optimal atau saat buah

matang (Satuhu, 1995).

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar

berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan

penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian.

Menurut Abidin (1989), etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum

berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Keadaan normal, etilen akan

Page 10: Laporan Pemasakan Buah

berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Keberadaan etilen di

alam akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu

tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase

klimaterik.

Larutan ethrel mampu membantu buah untuk menghasilkan etilen

langsung dari jaringan tanaman itu sendiri. Semakin tinggi konsentrasi ethrel

yang digunakan perubahan warna dan pelunakkan buah semakin cepat, dan

pemacuan tersebut mempercepat penurunan kadar pati diiringi dengan

peningkatan kadar gula dan kadar asamnya. Ethrel dalam larutan air dapat

memicu pemasakan pada buah, semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi tingkat

pematangan. Etilen yang dilepaskan dari ethrel lebih efektif dalam memicu

pematangan buah dalam tiga kultivar mangga daripada mencelupkan buah dalam

larutan berair dari ethrel. Buah yang terpapar oleh etilen tersebut matang dengan

laju yang lebih cepat dibandingkan bila tanpa etilen. Efeknya pada pematangan

buah ditunjukkan oleh peningkatan warna kulit, peningkatan jumlah gula dan

penurunan kepadatan daging. Ethrel memiliki kelemahan yaitu harus diterapkan

untuk buah dalam larutan air, sehingga dapat meningkatkan biaya dan

meningkatkan penyebaran penyakit. Pemasakan buah merupakan perubahan yang

terjadi pada tahap akhir perkembangan buah atau merupakan tahap awal penuaan

(senescence) pada buah (Mohamed dan Abu Bakar, 2010).

Selama perkembangan buah, terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi.

Umumnya buah yang masih muda berwarna hijau karena memiliki kloroplas

sehingga dapat melakukan fotosintesis, tetapi sebagian besar kebutuhan

karbohidrat. Pemasakan buah juga merupakan proses yang kompleks dan

terprogram secara genetik diawali dengan perubahan warna, tekstur, aroma, dan

rasa (flavour) (Sinay, 2008). Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat

tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula (Kusumo, 1990).

Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula merupakan proses pemasakan

buah yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna, tekstur buah dan bau pada

buah. Tanda kematangan pertama pada kebanyakan buah adalah hilangnya warna

hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laut berkurang. Saat

terjadi klimaterik, klorofilase bertanggung jawab atas terjadinya penguraian

Page 11: Laporan Pemasakan Buah

klorofil. Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian

vital dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida yang bersangkutan tidak

akan mengakibatkan perubahan warna. Bagian profirin pada molekul klorofil

dapat mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga warna akan hilang. Lunaknya

buah disebabkan oleh adanya perombakan photopektin yang tidak larut.

Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi

rasa manis (Pantastico, 1986).

Menurut Noor (2007), ciri buah pisang yang baik selama proses

pemasakan buah antara lain tekstur lunak, aroma tercium kuat, rasa manis, warna

kuning, kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa

pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya

jumlah senyawa dari pektin dan selulosa. Selama itu jumlah protopektin yang

tidak larut berkurang sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah. Rasa

manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang

menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa. Daging

buah yang masih mentah memiliki rasa sepet yang disebabkan oleh senyawa

tanin. Aroma yang khas pada buah pisang disebabkan terbentuknya senyawa

kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak esensial yang

ada.

Faktor yang mempengaruhi aktivitas gas etilen. Adapun yang

mempengaruhi aktivitas etilen menurut Abidin (1989) yaitu :

1. Suhu

Aktivitas pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu ruang

penyimpan buah. Contoh pada buah apel yang disimpen pada suhu 30C,

penggunaan etilen dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang

nyata baik pada proses pematangan maupun respirasinya. Suhu tinggi (

>35oC) menyebabkan tidak terjadi pembentukan etilen. Suhu optimum

pembentukan etilen (tomat, apel) 32oC sedangkan untuk buah-buahan lain

lebih rendah.

Page 12: Laporan Pemasakan Buah

2. Luka Mekanis dan Infeksi

Pembentukan etilen dapat dirangsang adanya kerusakan mekanis dan infeksi,

misalnya memarnya buah karena jatuh dan lecet selama pengangkutan buah,

sehingga etilen akan berpusat pada bagian tersebut.

3. Sinar Radioaktif

Penggunaan sinar radioaktif dapat merangsang pembentukan etilen. Contoh

pada buah yang disinari sinar gamma sebesar 600 krad dapat mempercepat

pembentukan etilen, apanila diberikan pada saat pra klimaterik. Akan tetapi

apabila pada saat klimaterik penggunaan sinar radiasi ini dapat menghambat

produksi etilen.

4. Adanya CO2 dan O2

Bila O2 diturunkan dan CO2 dinaikan maka proses pematangan terhambat.

Apabila keadaan anaerob tidak terjadi pembentukan etilen.

5. Interaksi dengan Hormon Auksin

Apabila konsentrasi auksin meningkat maka etilen pun meningkat.

6. Tingkat Pematangan

Mekanisme pematangan buah oleh etilen diawali dengan sintesis protein pada

tingkat pematangan yang normal. Protein disintesis secepatnya dalam proses

pematangan.

Ethrel atau etilen berperan untuk membantu mempercepat pematangan

buah, apabila konsentrasi yang digunakan terlalu rendah maka efek dari ethrel itu

sendiri akan rendah sehingga tidak begitu berdampak kepada pematangan buah,

karena pematangan buah itu dibantu oleh ethler tersebut. Kerja etilen mampu

memecahkan klorofil pada buah yang masih muda hingga mengakibatkan merah

atau orange karena klorofil telah tereduksi oleh gas etilen. Akibat kelebihan etilen

akan menghalangi pertumbuhan tanaman (menghambat pemanjangan tanaman),

menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun, batang dan bunga

(Andre, 2012). Hormon etilen diperlukan dalam pematangan buah. Kelebihan

hormon etilen dapat menyebabkan berakhirnya masa dorman, pembentukan akar

adventif, merangsang absisi buah dan daun, merangsang induksi sel kelamin

betina pada bunga. Sedangkan kekurangan hormon etilen dapat menyebabkan

munculnya pengaruh yang berlawanan dengan auksin dan mendorong atau

Page 13: Laporan Pemasakan Buah

menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, batang, daun dan bunga

(Ting, 1982).

Page 14: Laporan Pemasakan Buah

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa:

1. Zat pengatur tumbuh jenis ethrel merupakan salah satu hormon etilen sintetis

dalam bentuk cairan yang mampu mempercepat pemasakan buah.

2. Selama proses pematangan terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan rasa.

3. Semakin tinggi konsentrasi etilen maka makin cepat proses pematangan buah

tertentu.

B. Saran

Seharusnya setiap kali acara praktikum, harusnya praktikum dikasih kertas

yang nantinya digunakan untuk mencatat data.

Page 15: Laporan Pemasakan Buah

DAFTAR REFERENSI

Abidin, Z. 1989. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh.

Penerbit Angkasa: Bandung.

Ahmadi., N.R, Mangunwidjaja., D, Suparno., O dan Iswanti., D. 2011. Pengaruh

Tingkat Kematangan Buah Terhadap Aktivitas Larvasida dan Sifat Fisiko-

Kimia Minyak Kamandrah (Croton Tiglium L.). Jurnal Litri, 17(4):163-

168.

Anderson J. W dan Beardall. 1991. Molecular Activities of Plant Cell An

Introduction to Plant Biochemistry, Oxford. Blackwell Scientific

Publication: 384.

Andre, Veliarry. 2012. Kelebihan dan Kekurangan Hormon pada Tanaman.

http://veliarryandre.blogspot.com/2012/09/kelebihan-dan-kekurangan-

hormon-pada-tanaman.html. Diakses pada tanggal 13 Mei 2014.

Hanum, F., M. A. Turigun dan I. M. D. Kaban. Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah

Pisang Kepok (Musa paradisiaca). Jurnal Teknik Kimia USU: 49-53.

Julianti, Eka. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan dan Suhu Penyimpanan

Terhadap Mutu Buah Terong Belanda (Cyphomandra betacea). Jurnal

Hortikultura Indonesia 2(1):14-20.

Kartasapoetra, A. G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta:

Jakarta.

Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna: Bogor.

Mohamed, N. I. A and Abu Bakar, A.A.G. 2010. Effect of ethrel in aqueous

solution and ethylene released from ethrel on guava fruit ripening.

Agriculture And Biology Journal Of North America, 1(3) : 232-237.

Mworia, E. G., Takashi Y., Nadiah S., Chisato O., William O. A., Naoki Y.,

Daigo A., Koichiro U., Ryohei N dan Yasutaka K. 2011. Low-

temperature-modulated Fruit Ripening is Independent of Ethylene in

‘Sanuki Gold’ kiwifruit. Agric. Biol. J. N. Am., 1(3): 232-237.

Noor, Z. 2007. Perilaku Selulase Buah Pisang Dalam Penyimpanan Udara

Termodifikasi. Seminar Nasional Teknologi, Yogyakarta.

Pantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press:

Yogyakarta.

Page 16: Laporan Pemasakan Buah

Rumahlewang, W. dan H. R. D. Amanupunyo. 2012. Patogenesitas Collectricum

musae Penyebab penyakit Antraknosa Pada Beberapa Varietas Buah

Pisang. Agrologia, 1(1): 76-81.

Sinay, M. 2008. Kontrol Pemasakan Buah Tomat Menggunakan RNA Antisense.

UGM Press: Yogyakarta.

Satuhu. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. ITB: Bandung.

Wills, R. A. H., T. H. Lee, D. Graham, W. B. McGlasson and G.C. Hall. 1981.

Postharvest An Introduction to the Physiology and Handding of Fruit

Vegetables. New South Wales Univercity Press: Sidney.

Ting, I.P. 1982. Plant Physiology. Addison Wesley Publishing Company Inc:

London.