laporan pbl fkm unsrat tomohon 2008 (asep rahman)

109
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Dasar dan Tujuan Pelaksanaan PBL I PBL merupakan salah satu wujud dari pelaksaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dimana menghendaki bahwa segala proses yang berlangsung di perguruan tinggi se- Indonesia hendaknya bermuara kepada pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Proses atau kegiatan yang ideal adalah yang mampu menyentuh ketiga dharma tersebut dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan PBL berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan yakni merupakan salah satu bentuk pembelajaran kepada mahasiswa dalam proses belajar disamping Pengalaman Belajar Ceramah (PBC), Pengalaman Belajar Praktikal (PBP) dan Pengalaman Belajar Diskusi (PBD) serta Pengalaman Belajar Integrasi (PBI) yang pada dasarnya untuk menciptakan calon sarjana kesehatan masyarakat bukan hanya berbasis teori yang didapatkan di bangku perkuliahan tetapi mampu menerapkan kemampuan profesionalnya dilapangan berbasis masyarakat. Kegiatan PBL mengajarkan bagaimana berinteraksi dengan masyarakat serta menjadi metode pembelajaran lapangan yang sangat efektif. Masyarakat dengan kompleksitasnya merupakan lingkungan yang akan dihadapi oleh para calon sarjana kesehatan masyarakat kemudian hari. PBL menuntut mahasiswa agar mampu mengidetifikasi masalah kesehatan, mencari solusi pemecahan masalah 1

Upload: 453p

Post on 08-Jun-2015

1.640 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Dasar dan Tujuan Pelaksanaan PBL I

PBL merupakan salah satu wujud dari pelaksaan Tri Dharma Perguruan Tinggi,

dimana menghendaki bahwa segala proses yang berlangsung di perguruan tinggi

se-Indonesia hendaknya bermuara kepada pendidikan, penelitian dan pengabdian

kepada masyarakat. Proses atau kegiatan yang ideal adalah yang mampu

menyentuh ketiga dharma tersebut dalam pelaksanaannya.

Pelaksanaan PBL berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan yakni

merupakan salah satu bentuk pembelajaran kepada mahasiswa dalam proses

belajar disamping Pengalaman Belajar Ceramah (PBC), Pengalaman Belajar

Praktikal (PBP) dan Pengalaman Belajar Diskusi (PBD) serta Pengalaman Belajar

Integrasi (PBI) yang pada dasarnya untuk menciptakan calon sarjana kesehatan

masyarakat bukan hanya berbasis teori yang didapatkan di bangku perkuliahan

tetapi mampu menerapkan kemampuan profesionalnya dilapangan berbasis

masyarakat.

Kegiatan PBL mengajarkan bagaimana berinteraksi dengan masyarakat

serta menjadi metode pembelajaran lapangan yang sangat efektif. Masyarakat

dengan kompleksitasnya merupakan lingkungan yang akan dihadapi oleh para

calon sarjana kesehatan masyarakat kemudian hari. PBL menuntut mahasiswa

agar mampu mengidetifikasi masalah kesehatan, mencari solusi pemecahan

masalah tersebut serta merumuskannya dalam langkah kerja yang nyata.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud pelaksanaan PBL adalah :

1. Memberikan pengalaman belajar langsung di masyarakat bagi mahasiswa

yang berguna untuk mengembangkan kemampuannya untuk menemukan,

memahami, menjelaskan dan merumuskan cara penyelesaian masalah

dibidang kesehatan masyarakat.

2. Memberikan kemampuan bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam bidang kesehatan

1

Page 2: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat dengan sikap dan perilaku yang

sesuai dengan tata kehidupan bersama.

3. Membina kemampuan mahasiswa untuk mampu bersikap dan berperilaku

dalam membawakan diri berkarya dibidang kesehatan masyarakat dalam

kehidupan bersama di masyarakat.

4. Meningkatkan koordinasi dan kemitraan yang sinergis antara perguruan

tinggi, dalam hal ini PS IKM FK UNSRAT, dengan pemerintah dan instansi

yang terkait maupun masyarakat dalam masalah-masalah yang menyangkut

kesehatan masyarakat.

Tujuan pelaksanaan PBL adalah bahwa setelah melalui kegiatan PBL, mahasiswa

diharapkan mampu untuk :

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan

mengidentifikasi alternatif – alternatif pemecahannya.

b. Menentukan pilihan alternatif pemecahan masalah yang memungkinkan untuk

dilaksanakan dan merumuskannya dalam program kerja yang siap

dilaksanakan.

c. Mengevaluasi pelaksanaan program kerja dan menentukan perlu tidaknya

suatu tindakan ulang ataupun perbaikan.

Kesemua tujuan PBL ini merupakan suatu kesatuan, meskipun pelaksanaannya

didistribusikan secara merata kepada ketiga tahapan PBL yang ada.

Khusus untuk PBL I, mahasiswa diharapkan mampu untuk :

1. Mengidentifikasi struktur masyarakat dan organisasinya.

2. Mengenal karakteristik dan norma – norma dalam masyarakat dan

lingkungannya.

3. Bekerja sama secara tim dalam kelompok kegiatan.

4. Mengidentifikasi masalah hasil pengumpulan data base dan data sekunder.

5. Bersama – sama dengan masyarakat menentukan prioritas masalah kesehatan

setempat.

6. Membuat laporan PBL I sebagai pegangan untuk intervensi masalah terhadap

PBL II.

2

Page 3: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

1.3 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan

Kegiatan PBL I dilaksanakan sejak tanggal 8 Juli – 22 juli 2008, yang lokasinya

diwilayah Kelurahan Matani III Kecamatan Tomohon Tengah Kota Tomohon.

Jumlah peserta PBL 1 yang ditempatkan di Kelurahan Matani III sebanyak 12

orang dengan rincian 3 orang laki-laki dan 9 perempuan.

1.4 Pengorganisasian Pos Koordinasi ( POSKO)

3

KOORDINATOR

Asep Rahman

SEKRETARIS

Esra Singal

BENDAHARAMaria Gebze

SEKSI

PERLENGKAPAN

Rico Senaen

Wendy Sumaiku

Wigiantry Tunas

SEKSI

DOKUMENTASI

Kristoni Mala

Rina Tandungan

Nur Alifa Dempata

SEKSI

HUMAS

Gladys Rhemrev

Fina Pelealu

Indri Polii

Page 4: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI

2.1 Sejarah Kelurahan Matani III

Menurut cerita dan data yang diperoleh dari orang-orang tua, budayawan dan

tokoh masyarakat di Desa Matani bahwa asal-usul sejarah Kelurahan Matani III

dimulai pada abad 16 permulaan tahun 1542, yaitu sejak masuknya bangsa

Spanyol di daerah Minahasa.

Mulanya penduduk Desa Matani menempati suatu tempat yang diberi

nama “Nimawanua“ yaitu suatu tempat yang terletak di bagian selatan rumah

sakit Gunung Maria Tomohon sekarang. Tempat tersebut telah menjadi wilayah

Kelurahan Kolongan Kecamatan Tomohon Tengah.

Kata nimawanua adalah salah satu kata yang berasal dari bahasa Tombulu

asli yang artinya ”telah menjadi kampung atau desa”. Kata nimawanua berasal

dari kata dasar wanua atau kampung. Pada masa itu penduduk kampung

Nimawanua hidup dalam keadaan tentram, damai, dan sentosa atas pimpinan

beberapa orang yang disebut Tonaas U Mbanua yang menjadi ketua kampung

atau pelindung Kampung Nimawanua.

Pimpinan desa atau pemimpin Kampung Nimawanua disebut sebagai Tu’a

U Mbanua, Tu’a Lukaz atau Pa’endon Tu’a dan Parewis U Lukaz ( Bahasa

Tombulu ). Dimana, Tu’a Mbanua yang disebut ketua kampung atau desa,

kemudian menjadi Ukung Tua atau Hukum Tua, di desa dan lurah di kelurahan.

Tu’a U Lukaz atau Pa’endon tua yang kemudian menjadi kepala jaga atau kepala

dusun di desa dan kepala lingkungan di kelurahan. Sedangkan Parewis U lukaz

atau Maweteng yaitu, yang membagi pekerjaan dalam setiap jaga atau dusun. Dan

beberapa dari pemimpin di Kampung Nimawanua adalah Dotu Ronsun, Rosok

dan Worotikan.

Keadaan tentram, damai dan sentosa dikampung Nimawanua berlangsung

lama. Sampai pada akhir abad ke-18 yaitu kira-kira pada tahun 1795, di Kampung

Nimawanua tersebut tiba-tiba terjadi suatu musibah gempa bumi yang sangat

dahsyat, sehingga mempengaruhi keadaan penghidupan masyarakat.

Penduduk Nimawanua percaya kepada Opo Walian atau Opo Empung

(Tuhan), selain itu mereka percaya pula akan adanya tahayul sehingga mereka

4

Page 5: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

mengkeramatkan bebatuan dan pepohonan besar dan sebagainya, yang menurut

mereka dapat menpengaruhi hidup manusia. Mereka juga percaya pada bunyi

burung atau binatang lain serta bunyi lainnya, yang dianggap bertanda baik atau

buruk. Gempa merupakan bencana pertanda buruk bagi kampung Nimawanua,

sehingga tua-tua kampung berkumpul dengan maksud untuk mengadakan rapat

atau musyawarah mufakat (meruz) bersama dengan keputusan bahwa mereka

akan meninggalkan Nimawanua dan mencari tempat baru yaitu di sebelah timur

yang lebih aman untuk dijadikan kampung.

Atas prakarsa dari ketiga pemimpin tersebut, maka maksud dari pada

penduduk Nimawanua dapat terlaksana dengan baik. Dan pada saat ketiga

pemimpin tersebut meninggalkan Nimawanua, mereka dibekali dengan

pengetahuan dari tua-tua yang berpengetahuan. Mereka menuju ke sebelah timur

membawa dua ekor ayam jantan. Sampailah mereka di sebelah timur pada suatu

hutan yang lebat, dan melepaskan kedua ekor ayam jantan dengan maksud untuk

meminta persetujuan dari Opo Wailan atau Opo Empung akan maksud mereka.

Tetapi kedua ekor ayam jantan itu tidak mengeluarkan suara. Dengan sangat sedih

mereka kembali dengan maksud akan pulang ke Nimawanua.

Di tengah perjalanan pulang mereka melepaskan salah seekor ayam jantan

yang dibawahnya itu dan ayam jantan itu berkokoklah. Sehingga ketiganya sangat

gembira. Mereka bersyukur kepada Opo Wailan atau Opo Empung karena maksud

mereka telah mendapat persetujuan dari Opo Wailan atau Opo Empung.

Ketiganya bersorak sorai dan berteriak dengan bahasa mereka ( Bahasa Tombulu )

yaitu ”Mei kukuk i ko’ko i ntumani u mbanua weru, ni eneau ni Opo Empung Opo

Wailan karengan ni kita i ma’ eman ni sia, ni sia si nimeteng wo ma’ imek u

nasengan ta i ntou wia mbawoitana”.

Tempat itu lalu dibersihkan oleh mereka bertiga dan diberi tanda atau

patok ( tiang ) dari kayu. Dinamainya tempat itu ”Tumani” yang artinya tempat

atau daerah yang baru dibuka untuk dijadikan kampung atau desa.

Demikianlah ketiganya ( Dotu Ronsun, Rosok dan Worotikan ) kembali ke

Nimawanua untuk memberitahukan kepada masyarakat Nimawanua bahwa

mereka telah mendapatkan suatu tempat yang baru. Tempat tersebut letaknya

5

Page 6: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

disekitar Tugu Tololiu Tua sampai ke sebelah Timur, di sebelah barat sekolah

Dasar Negeri II Tomohon, wilayah Kelurahan Matani III Kecamatan Tomohon

Tengah. Kemudian berangsur-angsur meluas ke timur, ke utara dan ke bagian

selatan. Kampung Tumani diperintah oleh Tu’a U Mbanua dibantu oleh tua-tua

kampung lainnya.

Dengan masuknya bangsa Belanda di Minahasa yaitu pada permulaan

abad 18, merubah tata pemerintahan dan tata kehidupan kampung Tumani.

Dengan adanya campur tangan secara langsung dalam segala segi kehidupan

masyarakat kampung Tumani. Atas desakan Bangsa Belanda untuk merubah

nama Tumani maka melalui musyawarah mufakat (meruz) oleh tua-tua kampung,

Tumani diganti dengan Ma’tani atau Matani. Demikianlah Kampung Matani

tahun demi tahun berkembang dan menjadi Desa Matani yang besar, luas, dan

padat penduduknya.

Dengan adanya perkembangan penduduk dan meluasnya pemukiman

penduduk, maka tentunya sangat perlu untuk membentuk suatu pemerintahan

yang dikepalai oleh seorang Tua U Mbanua atau yang dianggap mampu untuk

mengepalai suatu pemerintahan dalam kampung Matani tersebut. Maka oleh tua-

tua kampung melalui musyawarah bersama mengadakan pemilihan seorang yang

dapat menjadi Tua U Mbanua atau kepala kampung yang kemudian disebut

Ukung Tua atau Hukum Tua yang dipilih oleh masyarakat dengan suara

terbanyak. Hal ini nanti terjadi pada tahun 1805 di masa penjajahan Belanda.

Sehingga pada tahun 1905 tersebut terbentuklah suatu pemerintahan Kampung

Matani yang dikepalai oleh seorang terpilih dengan sebutan Ukung Tua atau

Hukum Tua.

Hukum tua yang pertama memerintah Kampung Matani adalah Hukum

Tua Tololiu Palar (1805 – 1835) Penggantinya adalah Hukum Tua Nikodemus

Palar (1835 – 1866). Kemudia berturut-turut yaitu hukum tua Karel Palar (1866 –

1871), Hukum Tua Petrus Pitoy (1871 – 1881), Hukum Tua Jermias Pitoy (1871 –

1891), Hukum Tua Nangin Polii (1891 – 1898), Hukum Tua George Wenas (1898

– 1900), Hukum Tua Natanael Anes (1900-1917) Hukum Tua Mesak

Pangemanan (1917-1921), Hukum Tua Efraim Tuelah (1921 – 1928). Pada masa

Hukum Tua Efraim Tuelah 1921 hingga tahun 1928, Desa Matani berubah

6

Page 7: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

namanya menjadi Desa Timomor suatu desa gabungan dari dua desa yaitu Desa

Matani dan Desa Walian. Penyebab kedua desa ini digabung menjadi satu desa,

dikarenakan Desa Walian tidak mempunyai Hukum Tua.

Pada akhir tahun 1928 Desa Timomor kembali dibagi menjadi dua desa,

Desa Matani dan Desa Walian dipisahkan kembali karena Desa Walian dapat

mengajukan seorang Hukum Tua. Pada permulaan tahun 1929 Desa Matani

dijabat oleh Hukum Tua Wilhelmus Ngantung (1929 – 1938), Hukum Tua

Rondonuwu Wowor (1938 – 1942), masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Hukum Tua Geiret Mawikere (1942 – 1943), Hukum Tua Manuel Tamunu (1943

– 1944), Hukum Tua Alexander Rotikan (1944 – 1964), Hukum Tua Daniel Palar

(1964 – 1968), Hukum Tua Thomas Mantiri (1968 – 1974), Hukum Tua Alfrits

Worang (1974 – 1978), dalam dua kali pemilihan Hukum Tua, pada tahun 1978

Desa Matani dimekarkan menjadi tiga desa yang terdiri dari Desa Matani I,

Matani II dan Matani III.

7

Page 8: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

2.2 Keadaan Geografi dan Demografi

2.2.1 Keadaan Geografi

Luas wilayah : 383,5 Ha

Tabel 2.1 Luas areal tiap lingkungan

Lingkungan Luas Areal (Ha)I 7II 5III 3,5IV 4VI 6,5VII 4,5VIII 349Total (Ha) 383,5

Sumber : Profil Kelurahan Matani III, 2008

Batas-batas Kelurahan

a. Utara : Kelurahan Paslaten II, Kolongan

b. Timur : Kelurahan Matani II

c. Selatan : Kelurahan Walian

d. Barat : Kelurahan Kolongan

2.2.2 Keadaan Demografi

Sesuai dengan sensus penduduk yang dilakukan pada tanggal 31 Desember 2007,

maka jumlah penduduk Kelurahan Matani III adalah sebanyak 1929 jiwa yang

terdiri atas laki-laki dengan jumlah 989 jiwa dan perempuan 940 jiwa yang

tersebar dalam 8 (delapan) lingkungan.

Tabel 2.2 Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin

Lingkungan Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)

I 138 144 282II 108 109 217III 85 65 150IV 133 129 262V 97 104 201VI 94 99 193VIIVIII

104230

106184

210414

Jumlah (jiwa) 989 940 1929Sumber : Profil Kelurahan Matani III, 2008

8

Page 9: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

2.3 Sarana dan Prasarana

2.3.1 Prasarana

Prasarana yang tersedia berupa

1. Penyediaan air minum

2. Pembuangan sampah

3. Saluran air limbah

4. Listrik

5. Telepon

6. Jalan raya

2.3.2 Sarana

1. Sarana Kesehatan

Tabel 2.3 Sarana Kesehatan

Sarana Kesehatan JumlahRumah Sakit

Puskesmas

Puskesmas Pembantu

0

0

1

Jumlah 1Sumber : Wawancara pegawai Kelurahan Matani III

Sarana kesehatan yang terdapat di kelurahan Matani III hanyalah

Puskesmas Pembantu (Pustu).

2. Sarana Pendidikan

Tabel 2.4 Sarana Pendidikan

Sarana Pendidikan Jumlah

Taman Kanak-kanak (TK)

Sekolah Dasar (SD)

Sekolah Tingkat Pertama (SMP)

Sekolah Menengah Atas (SMA)

Perguruan Tinggi (PT)

Lembaga Pendidikan Agama

Lembaga Pendidikan Lain

2

3

1

-

-

-

4

Jumlah 10

Sumber : Monografi Kelurahan Matani III, 2008

9

Page 10: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Terdapat 10 prasarana pendidikan di Kelurahan Matani III dengan rincian

dua Taman Kanak-kanak, tiga Sekolah Dasar, satu SMP, dan empat lembaga

pendidikan lain.

3. Sarana Peribadatan

Sarana peribadatan yang terdapat di Kelurahan Matani III, yaitu:

1. Gereja Kr. Protestan

2. Masjid

10

Page 11: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

BAB III. HASIL PENDATAAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pendataan

3.1.1 Data Umum

Kegiatan PBL I yang telah dilaksanakan selama dua minggu terhitung sejak

tanggal 8-22 Juli 2008, kami mendapatkan data umum penduduk Kelurahan

Matani III, yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.1 Jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin

Kelompok umur (tahun)

Laki-laki (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa)

%

0-4

5-14

15-44

45-64

> 65

58

160

435

209

61

63

142

421

220

56

121

302

856

429

117

6,6

16,6

46,9

23,5

6,4

Jumlah (jiwa) 923 902 1.825 100Sumber : Data primer

Berdasarkan data di atas penduduk Kelurahan Matani III berjumlah 1.825

jiwa, dengan jumlah laki-laki 923 jiwa dan perempuan 902 jiwa. Jumlah

penduduk yang terbanyak terdapat pada kelompok umur 15 – 44 tahun. Hal ini

berarti penduduk Kelurahan Matani III lebih banyak berada pada kelompok usia

produktif. Kelompok umur lansia berada pada posisi akhir dengan jumlah 117

jiwa (6,4% ). Perbedaan jumlah penduduk dari data primer dan sekunder

disebabkan karena mobilitas penduduk, kesibukan, dan penolakan.

11

Page 12: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.2 Jumlah penduduk menurut lingkungan

Lingkungan Laki-laki (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa)

%

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

120

121

66

148

127

115

87

139

130

108

75

135

104

109

97

144

250

229

141

283

231

224

184

283

13,7

12,5

7,7

15,5

12,7

12,3

10,1

15,5

Jumlah (jiwa) 923 902 1.825 100Sumber : Data primer

Dari data sekunder terdapat 624 kepala keluarga sedangkan dari data primer

diperoleh 539 kepala keluarga yaitu 86,4% dari jumlah penduduk keseluruhan.

Sebanyak 85 KK tidak didata karena kesibukan, pindah rumah, dan tidak bersedia

untuk diwawancara.

Tabel 3.3 Jumlah penduduk menurut agama

Agama Jumlah (jiwa) % Kr. Protestan 1.418 77,9

Katolik 309 17,4

Islam 99 4,6

Budha 0 0

Hindu 0 0

Jumlah 1.825 100Sumber : Data primer

Mayoritas penduduk menganut agama Kristen Protestan dengan jumlah

1.418 jiwa (77,9%). Sebanyak 309 jiwa menganut agama Kristen Katolik dengan

presentase 17,4%. Sisanya sebanyak 99 jiwa menganut agama Islam dengan

presentase 4,6%.

12

Page 13: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.4 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Jumlah (jiwa) % Tidak Sekolah 11 0,6

Belum Sekolah 108 6,0

Tidak Tamat SD 61 3,3

SD 325 17,8

SMP 433 23,7

SMA 635 34,8

Perguruan Tinggi 252 13,8

Jumlah (jiwa) 1.825 100Sumber : Data primer

Tingkat pendidikan masyarakat terbanyak pada tingkat SMA sebesar 539

jiwa (34,8%). Sedangkan ditingkat SMP sebanyak 433 jiwa dengan persentase

23,7%, dan bagi penduduk yang tidak bersekolah sebanyak 12 jiwa dengan

persentase 0,6%.

Tabel 3.5 Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (jiwa) % Petani 88 4,8

Petani Penggarap

Pedagang

Buruh/Tukang

6

11

65

0,3

0,6

3,6

PNS 116 6,4

Pegawai Swasta 116 6,4

Wiraswasta

ABRI/Polisi

Pengrajin

201

5

10

10,0

0,3

0,6

I RT

Pensiunan

Lain

309

66

59

16,9

3,6

3,2

Tidak Kerja 781 42,3

Jumlah (jiwa) 1.825 100Sumber : Data primer

13

Page 14: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Ibu Rumah Tangga merupakan jenis pekerjaan yang terbanyak di Kelurahan

Matani III yakni sebanyak 309 jiwa dengan persentase sebesar 16,9%. Kemudian

sebanyak 201 jiwa dengan persentase 10% merupakan wiraswasta. Meskipun

demikian, jumlah penduduk yang tidak bekerja masih lebih tinggi daripada jumlah

penduduk yang bekerja, yakni sebanyak 781 jiwa dengan persentase 42,3%.

Tabel 3.6 Jumlah penduduk berdasarkan penghasilan per bulan

Penghasilan Per Bulan (Rp) Jumlah (KK) % ≤ 750.000

750.000 – 1.500.000

1.500.000 – 2.500.000

2.500.000 – 5.000.000

> 5.000.000

214

176

78

53

18

39,7

32,7

14,5

9,8

3,3

Jumlah (KK) 539 100Sumber : Data primer

Tingkat penghasilan tebanyak dari penduduk kelurahan Matani III berada

pada kategori < Rp750.000, yakni sebanyak 214 KK (39,7%). Kemudian kategori

Rp750.000 – Rp1.500.000, sebanyak 176 KK dengan persentase 32,7%.

14

Page 15: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

3.1.2 Bidang Kesehatan Pemukiman dan Lingkungan

Tabel 3.7 Jumlah konstruksi rumah penduduk

KonstruksiRumah

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Permanen 37 32 20 34 19 28 16 46 232 43,0

Semi permanenmemenuhi syarat teknis

21 16 16 27 38 16 36 14 184 34,1

Darurat 1 1 1 1 1 0 0 0 5 0,9

Semi permanentdk memenuhi syarat teknis

14 22 5 25 12 18 3 19 118 22,0

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Konstruksi rumah penduduk Kelurahan Matani III sebagian besar adalah

permanen sebanyak 232 KK dengan persentase tertinggi 43,0%, semi permanen

memenuhi syarat teknis sebanyak 184 KK (34,1%), semi permanen tidak

memenuhi syarat teknis sebanyak 118 KK (22,0%) dan rumah darurat (rumah

yang hampir seluruh bagiannya kayu ataupun tripleks dan tidak memenuhi syarat)

sebanyak 5 KK (0,9%).

Tabel 3.8 Distribusi bagian utama lantai rumah

Bagian Utama Lantai

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Keramik 27 25 9 29 16 25 14 26 171 31,7

Semen 27 31 27 36 38 25 33 36 253 46,9

Kayu 18 14 6 20 13 12 8 15 106 19,7

Batu 1 0 0 0 0 0 0 1 2 0,2

Tanah 0 1 0 2 3 0 0 2 8 1,5

Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

15

Page 16: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel di atas menunjukkan bagian utama lantai rumah penduduk sebagian

besar adalah semen dengan jumlah 253 KK (46,9%). Hal tersebut sesuai dengan

konstruksi rumah penduduk yang sebagian besar adalah permanen. Sedangkan

untuk jenis lantai keramik berjumlah 171 KK (31,7%), jenis lantai kayu berjumlah

106 KK (19,7%) dan jenis lantai rumah dari tanah berjumlah 8 KK (1,5%) dan

jenis lantai rumah yang terbuat dari batu berjumlah 2 KK (0,2%) dengan jumlah

yang paling sedikit.

Tabel 3.9 Distribusi bagian utama dinding rumah penduduk

Bagian Utama

Dinding

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK) %

Beton 49 40 29 49 33 37 35 53 325 60,3

Batu 1 1 1 2 6 5 3 1 20 3,7

Seng 1 4 1 2 2 0 0 1 11 2,0

Kayu 20 26 11 33 26 20 17 23 176 32,7

Bambu 0 0 0 1 1 0 0 1 3 0,6

Lain 2 0 0 0 2 0 0 0 4 0,7

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Bagian utama dinding rumah yang terbuat dari beton sebanyak 325 KK

dengan persentase yaitu 60,3%. Hal tersebut dapat dilihat dari keadaan rumah

penduduk di kelurahan Matani III yang sebagian besar permanen. Sedangkan

persentase terendah yaitu bagian utama dinding rumah yang terbuat dari bambu

dengan jumlah 3 KK (0,6%).

16

Page 17: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.10 Distribusi bagian utama atap rumah penduduk

Bagian Utama Atap

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Genteng 5 9 1 4 0 3 1 6 29 5,4

Seng 66 62 41 82 69 59 54 73 506 93,9

Asbes 2 0 0 0 1 0 0 0 3 0,5

Rumbia 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0,2

Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100

Sumber : Data primer

Berdasarkan data di atas, bagian utama atap rumah penduduk terbanyak

adalah seng, berjumlah 506 KK (93,9%), sedangkan yang menggunakan atap

genteng berjumlah 29 KK (5,4%), dan yang menggunakan asbes 3 KK (0,5%),

serta rumbia 1 rumah (0,2%).

Tabel 3.11 Distribusi luas jendela rumah penduduk

Luas JendelaLingkungan

I II III IV V VI VII VIII Jumlah (KK)

%

Sesuai Luas Ruangan 46 59 29 64 57 47 48 57 407 75,5

Tidak SesuaiLuas Ruangan

26 12 13 22 12 15 7 22 129 23,9

Tidak ada jendela 1 0 0 1 1 0 0 0 3 0,6

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100

Sumber : Data primer

Sebagian besar penduduk Matani III memiliki kondisi jendela yang

luasnya sesuai luas ruangan, yakni sebanyak 407 KK (75,5%), sedangkan yang

memiliki jendela dengan luas yang tidak sesuai dengan luas ruangan sebanyak

129 KK (23,9%), dan yang tidak memiliki jendela berjumlah 3 KK (0,6%).

17

Page 18: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.12 Distribusi ventilasi rumah

VentilasiRumah

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Sejuk dan nyaman 60 60 29 67 62 44 52 63 437 81,1

Banyak angin 7 5 9 3 5 5 0 6 40 7,4

Sumpek, pengap 6 0 1 0 0 7 3 2 19 3,5

Berbau tidak enak 0 6 3 17 3 6 0 8 43 8,0

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Sebagian besar penduduk Kelurahan Matani III memiliki ventilasi yang

baik sehingga suasana di dalam rumah terasa sejuk dan nyaman. Sebanyak 437

KK (81,1%) memiliki ventilasi sejuk dan nyaman, 40 KK (7,4%) ventilasi banyak

angin sebesar, sumpek/pengap sebanyak 19 KK (3,5%) dan yang berbau tidak

enak berjumlah 43 KK (8,0%).

Tabel 3.13 Distribusi Jamban

TempatBuang Air

Besar (BAB)

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Jamban milik pribadi 73 62 41 82 68 62 55 73 516 95,7

Jamban milik umum 0 9 1 0 0 0 0 4 19 3,5

Semak/Hutan 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0,2

Lain* 0 0 0 0 1 0 0 2 3 0,6

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber: Data Primer

Ket : * sungai, selokan

18

Page 19: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Jamban yang digunakan penduduk di Kelurahan Matani III pada umumnya

merupakan jamban milik pribadi, yakni sebanyak 516 KK dengan persentase

95,73%. Ada juga beberapa keluarga yang tidak memiliki jamban sehingga

mereka harus memakai jamban umum.

Tabel 3.14 Distribusi jenis jamban

Jenis JambanLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Cemplung 1 2 0 3 0 0 3 4 13 2,4

Empang 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0,2

Pupuk 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0,2

Leher Angsa 71 69 42 84 69 62 52 75 524 97,2

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100%Sumber : Data primer

Pengguna jenis jamban cemplung sebanyak 13 KK (2,4%), jamban

empang dan jamban pupuk masing-masing hanya sebanyak 1 KK (0,2%). Dari

data yang diperoleh, banyak yang menggunakan jamban leher angsa, yakni

sebanyak 524 KK (97,2%).

19

Page 20: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.15 Distribusi sumber air minum

Sumber Air Minum*

LingkunganI II III IV V VI VII VIII Jumlah %

Sumur gali bersemen 5 13 5 17 39 13 4 32 128 23,2Sumur gali tidak bersemen 1 0 4 5 1 2 0 5 18 3,3Penampungan air hujan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Air minum kemasan 0 1 1 2 0 0 0 4 8 1,4

Sumur pompa 0 3 2 12 29 13 8 14 81 14,7

PAM 68 53 29 40 1 36 44 14 285 51,6

Mata air 0 0 0 4 0 0 0 12 16 2,9

Sungai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lain 0 1 1 7 0 3 1 3 16 2,9Jumlah 74 71 42 87 70 67 57 84 552 100

Sumber : Data primer

Ket : * Memungkinkan responden menjawab lebih dari satu

Sumber air minum warga, sebagian besar berasal dari PAM yaitu sebanyak

285 KK dengan persentase 51,6%. Penggunaan sumur gali sebagai sumber air

minum sebanyak 146 KK, dengan perbandingan 128 KK (23,2%) menggunakan

sumur bersemen, sedangkan 18 KK (3,3%) menggunakan sumur tidak bersemen.

Tabel 3.16 Distribusi status kepemilikan sumber air minum

Status Kepemilikan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Milik Sendiri 5 17 9 12 63 30 11 55 202 36,6

Milik Tetangga 0 2 4 18 5 1 2 0 32 5,8

Milik Umum 69 52 29 57 2 36 44 29 318 57,6

Jumlah (KK) 74 71 42 87 70 67 57 84 552 100Sumber : Data primer

20

Page 21: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Kepemilikan sumber air minum sebagian besar milik umum yaitu sebanyak

318 KK (57,6%). Milik sendiri sebanyak 202 KK (36,6%) dan untuk status

sumber air minum milik tetangga sebanyak 32 KK (5,8%).

Tabel 3.17 Distribusi jarak sumber air minum (sumur)* dengan septik tank

Jarak(m)

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

≥10 m 3 12 9 28 41 15 5 26 139 61,2

<10 m 3 4 2 6 28 13 7 25 88 38,8

Jumlah (KK) 5 16 11 34 69 28 12 51 227 100Sumber : Data primer

Ket : * Sumur gali semen, sumur tidak semen, dan sumur pompa

Jarak sumber air ke septik tank yang kurang dari 10 meter sebanyak 88 KK

(38,8%) sedangkan jumlah keluarga yang memiliki sumur yang berjarak lebih dari

10 meter ke septik tank sebanyak 139 KK (61,2%).

Tabel 3.18 Distribusi tempat pembuangan sampah

Tempat Pembuangan

Sampah

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Ada 73 70 42 85 68 61 53 72 524 97,2

Tidak ada 0 1 0 2 2 1 2 7 15 2,8

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100%Sumber : Data primer

Dari data yag diperoleh, sebanyak 524 KK (97,2%) memiliki tempat

pembuangan sampah dan yang tidak memiliki tempat sampah sebanyak 15 KK

(2,8%).

21

Page 22: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.19 Tempat Sampah

Tempat SampahLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Keranjang 31 47 10 54 31 38 17 20 248 46,0

Drum bekas 0 0 0 1 2 0 0 0 3 0,4

Bak 2 3 1 0 1 0 1 0 8 1,5

Lain* 40 21 31 32 37 24 37 59 281 52,1

Jumlah (KK) 71 73 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Ket : *Menggunakan truk pengangkut sampah

Tempat sampah yang biasanya digunakan oleh keluarga-keluarga di

Kelurahan Matani III, paling banyak adalah pada kategori lainnya, dalam hal ini

truk pengangkut sampah, sebanyak 281 KK dengan persentase 52,1% dan yang

menggunakan keranjang sebanyak 248 KK dengan persentase 46,0%.

Tabel 3.20 Pengelolaan Sampah

Cara Pengolahan Sampah

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Lubang 3 18 1 3 3 3 4 5 40 7,4

Kumpul, bakar 11 18 5 10 4 4 2 4 98 18,2

Sembarangan 0 0 0 3 1 0 2 2 8 1,5

Lain 59 35 36 71 62 55 47 28 393 72,9

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Dari data yang diperoleh, bahwa cara pengolahan sampah biasanya sampah

dikumpulkan lalu di angkut oleh truk sampah sebanyak 72,9% karena dalam 1

minggu truk samaph mengangkut 2 kali yaitu setiap hari selasa dan kamis, namun

ada juga sampah yang dikumpul dan dibakar sebanyak 18,2%, selain itu yang

menggali lubang untuk tempat sampah sebanyak 7,4%. Mereka yang membuang

sampah sembarangan tempat sebanyak 1,5%.

22

Page 23: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.21 Distribusi sistem pembuangan air limbah

Sistem PembuanganAir limbah

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Riol 61 64 42 78 63 61 50 53 472 87,6

Sungai 10 3 0 8 5 1 5 14 46 8,5

Tidak ada 2 4 0 1 2 0 0 12 21 3,9

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber: Data Primer

Masyarakat Matani III mayoritas membuang air limbah melalui saluran

roil yang telah tersedia. Sedangkan warga yang membuang air limbah lansung ke

sungai sebesar 8,5%. Masih 3,9% warga tidak memiliki saluran riol sehingga air

limbah dibiarkan tergenang.

Tabel 3.22 Kebersihan halaman/pekarangan

Kebersihan halaman /

pekarangan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Serba bersih dan teratur 42 45 22 49 47 35 40 52 332 62,6

Agak kotor dan kurang teratur 31 20 19 31 22 27 15 25 190 35,3

Kotor dan tidak teratur 0 6 1 7 1 0 0 2 17 3,1

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber: Data Primer

Dari data dapat dilihat bahwa halaman rumah dari penduduk Matani III

sebagian besar bersih dan teratur dengan persentase 62,6%. Adapun yang agak

kotor atau kurang teratur sebanyak 35,3%. Sebanyak 17 KK (3,1%) halaman

rumah kotor atau tidak teratur.

23

Page 24: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.23 Kebersihan dalam rumah

Kebersihan dalam rumah

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Serba bersih dan teratur 49 42 32 42 50 28 41 46 330 61,2

Debu di meja 17 21 9 29 19 25 19 16 150 27,8

Sarang laba-laba dan banyak debu 0 4 0 9 0 3 0 2 18 3,3

Banyak sampah / sisa makanan 7 4 1 7 1 6 0 15 41 7,7

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel di atas rumah dari penduduk Matani III yang bersih dan

teratur sebanyak 330 KK (61,2%), sedangkan masih ada juga rumah penduduk

yang rumahnya banyak sampah/sisa makanan yang berserakan. Hal ini

diakibatkan karena masih ada keluarga yang tidak memiliki tempat sampah.

Tabel 3.24 Distribusi hewan peliharaan

HewanLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Tidakhewan 44 32 33 53 39 28 39 23 291 54,0

Hewan ternak 18 13 5 9 12 7 8 17 89 16,5

Bkn hewan ternak 11 26 4 25 19 27 8 39 159 29,5

Jumlah 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Mayoritas penduduk Matani III yakni sebanyak 291 KK (54%) tidak

memiliki hewan peliharaan. Sebanyak 248 KK memiliki hewan peliharaan, yang

terdiri dari 89 KK (16,5%) memiliki hewan ternak dan 159 KK (29,5%) memiliki

hewan bukan ternak.

24

Page 25: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.25 Distribusi lokasi kandang untuk hewan peliharaan

Lokasi Kandang

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Dalam rumah 3 2 0 4 0 2 0 6 17 6,9

Dekat rumah 12 13 3 4 10 11 4 16 73 29,4

Jauh dari rumah 3 2 1 0 3 1 0 2 12 4,8

Tersambung dgn rumah 2 4 0 3 0 1 2 1 13 5,3

Tdk ada kandang 9 18 5 23 18 19 10 31 133 53,6

Jumlah (KK) 29 39 9 34 31 34 16 56 248 100Sumber : Data primer

Dari data yang diperoleh, sebanyak 133 KK (53,6%) yang memiliki hewan

peliharaan tidak memiliki kandang. Dan sebanyak 46,4% memiliki kandang

dengan rincian kandang yang berada dalam rumah sebanyak 17 KK (6,9%),

kandang dekat rumah sebanyak 73 KK (29,4%), berada jauh dari rumah sebanyak

12 KK (4,8%.), dan yang tersambung dengan rumah sebanyak 13 KK (5,3%).

Tabel 3.26 Distribusi kebersihan kandang

Kebersihan Kandang

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIII Jumlah %

Bersih 13 12 3 5 11 11 4 19 78 67,8

Kotor 7 9 1 6 2 4 2 6 37 32,2

Jumlah 20 21 4 11 13 15 6 25 115 100Sumber : Data primer

Dari 115 KK yang memiliki kandang hewan, berdasarkan data di atas

terlihat bahwa sebagian besar (67,8%) memiliki kandang yang bersih, sedangkan

kandang yang kotor sebanyak 32,17%, semuanya tergantung frekuensi

membersihkan kandang.

25

Page 26: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.27 Vaksinasi anjing

VaksinasiLingkungan

I II III IV V VI VII VIII Jumlah (ekor)

%

Ya 13 25 4 25 23 30 16 19 155 58,5

Tidak 8 12 2 10 25 9 10 34 110 41,5

Jumlah (ekor) 21 37 6 35 48 39 26 53 265 100

Sumber : Data primer

Jumlah anjing yang ada dikelurahan Matani III sebanyak 265 dimana 155

(58,5%) sudah divaksin, sedangkan sisanya yaitu 110 belum divaksin.

3.1.3 Bidang Pelayanan Kesehatan

Tabel 3.28 Distribusi akseptor/non akseptor KB

Ikut KBLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Ya 32 26 14 33 34 28 24 26 217 40,3

Tidak 41 45 28 54 36 34 31 53 322 59,7

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Menurut hasil survey yang diperoleh, 59,7% pasutri di kelurahan Matani III

tidak mengikuti program KB. Sebesar 40,3% pasutri mengikuti program KB. Hal

ini disebabkan karena sebagian besar pasutri melakukan KB mandiri, sehingga

tidak mengikuti program KB yang biasanya diberikan di rumah sakit atau

puskesmas.

26

Page 27: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.29 Distribusi jenis-jenis KB

Jenis KBLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Pil 5 14 1 13 9 8 9 2 61 27,1

Suntik 16 8 6 12 14 12 9 16 93 41,3

Susuk 0 0 2 4 2 0 1 1 10 4,4

Spiral 11 1 5 3 9 3 7 5 44 19,6

Kondom 0 1 0 2 1 2 0 1 7 3,1

Kalender 0 2 0 0 1 1 0 0 4 1,8

Operasi 1 0 0 0 0 2 0 2 5 2,2

Lain-lain 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0,5

Jumlah (KK) 33 26 14 34 36 28 27 27 225 100Sumber : Data primer

Ket : * Memungkinkan responden menjawab lebih dari satu

Menurut hasil survey, jenis KB yang paling banyak digunakan oleh pasutri

di Kelurahan Matani III adalah KB jenis suntikan, dengan persentase 41,3%.

Kemudian disusul dengan jenis KB pil yang memiliki persentase sebesar 27,1%.

Hal ini disebabkan karena jenis KB suntikan masih merupakan jenis KB yang

paling tepat dan tidak mudah meleset menurut masyarakat, terutama pasutri di

Kelurahan Matani III yang diwawancarai.

Tabel 3.30 Distribusi tempat pelayanan KB

Tempat Pelayanan KB

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

RS 9 4 8 8 13 8 6 10 66 29,1

Puskesmas 5 2 2 3 6 3 5 7 33 14,5

Pustu 14 0 0 2 0 1 0 0 17 7,5

Bidan 12 5 2 8 7 4 2 3 43 18,9

Lainnya 5 15 2 11 7 11 11 6 68 30,0

Jumlah (KK) 45 26 14 32 33 27 24 26 227 100Sumber : Data primer

27

Page 28: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Dari hasil survey, diperoleh dua tempat pelayanan KB dengan persentase

tertinggi sebesar 30,0% yakni lainya (apotik, klinik, dan dokter praktik).

Kemudian diurutan kedua dengan persentase 19,4% yaitu Rumah Sakit.

Tabel 3.31 Jenis pelayanan selama kehamilan terakhir

Pelayanan Selama

Kehamilan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Imunisasi Ya 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100

Tdk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Peny. gizi

Ya 3 13 3 10 8 6 1 8 52 50,5

Tdk 11 2 1 5 2 8 10 12 51 49,5

Periksa tekanan darah

Ya 12 15 4 15 5 8 5 14 78 75,7

Tdk 1 0 0 0 5 6 6 6 25 24,3

Pemb. tablet Fe

Ya 12 12 4 12 10 11 11 20 92 89,3

Tdk 2 3 0 3 0 3 0 0 11 10,7

Ukur berat badan

Ya 11 15 4 15 6 8 5 11 75 72,8

Tdk 3 0 0 0 4 6 6 9 28 27,2

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Ket : Memungkinkan responden menjawab lebih dari satu

Dimana jenis pelayanan selama kehamilan terakhir yang terbanyak adalah

imunisasi dengan persenatse sebesar 100%. Dengan kata lain kesadaran ibu-ibu

untuk suntik tetanus sangat tinggi. Kemudian pemeriksaan tekanan darah dan

pemberian tablet Fe dengan persentase yang sama yakni 89,3%. Sedangkan

penyuluhan gizi memiliki persentase terendah yaitu 58,5%.

28

Page 29: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.32 Distribusi imunisasi TT pada ibu hamil

Imunisasi TTLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Lengkap 14 14 4 14 10 13 11 17 97 94,2

Tidak 0 1 0 1 0 1 0 3 6 5,8

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Dari tabel di atas menunjukan bahwa imunisasi anti-tetanus diikuti oleh

sebagian besar ibu hamil, dengan persentase sebesar 94,2%. Untuk ibu yang tidak

melengkapi sunti anti-tetanus sebanyak 6 orang atau sebesar 5,8%.

Tabel 3.33 Frekuensi konsumsi table Fe

FrekuensiLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Semua 8 8 3 10 9 10 9 19 76 82,6

Tdk semua 2 4 1 2 0 1 2 1 13 14,1

Tdk diminum 2 0 0 0 1 0 0 0 3 3,3

Jumlah (jiwa) 11 14 4 12 10 11 11 20 92 100Sumber : Data primer

Data yang diperoleh dari 92 ibu yang mendapat tablet Fe, ada sebanyak 3

ibu hamil (3.3%) tidak mengkonsumsi tablet tersebut. Sebanyak 13 ibu hamil

(14,1%) yang juga tidak mengkonsumsi tablet Fe sampai habis. Sisanya sebanyak

76 ibu hamil (82,6%) menghabiskan tablet Fe yang diperoleh.

Tabel 3.34 Distribusi multivitamin, selain tablet Fe

Konsumsi Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Ada 7 11 4 10 8 12 8 17 77 74,8

Tidak 7 4 0 5 2 2 3 3 26 25,2

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Kesadaran ibu hamil untuk mengonsumsi multivitamin dapat ditunjukkan

pada data bahwa sebanyak 74,8% ibu hamil mengkonsumsi multivitamin selain

29

Page 30: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

tablet Fe, sedangkan 25,2% tidak mengkonsumsi tablet multivitamin selai tablet

Fe.

Tabel 3.35 Distribusi pemeriksaan kehamilan

Pemeriksaan Kehamilan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Ya 11 15 3 15 10 14 11 20 99 96,1

Tidak 3 0 1 0 0 0 0 0 4 3,9

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Berdasarkan hasil survey, diperoleh bahwa 96,1% ibu hamil di kelurahan

Matani III, memeriksakan kehamilannya. Hal ini membuktikan bahwa tingkat

kesadaran ibu hamil mengenai pentingnya kesehatan kehamilan sudah baik.

Tabel 3.36 Distribusi tempat memeriksa kehamilan

Pemeriksa Kehamilan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Bidan Desa 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1,0

Bidan 6 2 1 4 4 3 7 6 33 33,3

Doter 5 12 2 10 6 10 4 14 63 63,7

Dukun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lain 0 1 0 0 0 1 0 0 2 2,0

Jumlah (jiwa) 11 15 3 15 10 14 11 20 99 100Sumber: Data Primer

Tenaga medis dokter merupakan pemeriksa kehamilan yang mayoritas di

masyarakat Matani III yakni sebanyak 63 jiwa (63%), kemudian tenaga bidan

sebanyak 33 jiwa (33,3%). Untuk tenaga bidan desa hanya satu orang karena

masyarakat lebih cenderung memeriksakan kehamilannya ke puskesmas atau

rumah sakit.

30

Page 31: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.37 Distribusi tempat memeriksa kehamilan

Tempat Memeriksa Kehamilan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Puskesmas 0 3 1 3 3 1 4 6 21 21,2

Pustu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Posyandu 0 0 0 1 0 2 2 0 5 5,1

Rumah Bidan 5 2 0 4 1 1 1 3 17 17,2

Rumah Sakit 7 10 2 7 6 10 4 11 57 57,5

Jumlah (jiwa) 11 15 3 15 10 14 11 20 99 100Sumber: Data Primer

Rumah sakit merupakan tempat pemeriksaan yang lebih banyak dikunjungi

oleh masyarakat Matani III untuk memeriksakan kehamilan dengan presentase

57,6%. Puskesmas menjadi alternatif kedua dengan presentase 21,2%, kemudian

untuk kunjungan ke rumah bidan sebesar 17,2%.

Tabel 3.38 Frekuensi pemeriksaan kehamilan

Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan

(kali)

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah(jiwa)

%

< 5 3 2 0 6 0 3 3 5 22 22,2

≥ 5 8 13 3 9 10 11 8 15 77 77,8

Jumlah (jiwa) 11 15 3 15 10 14 11 20 99 100Sumber : Data primer

Frekuensi pemeriksaan kehamilan terbanyak berada pada frekuensi ≥5 kali

dengan persentase 77,8% dan sisanya berada pada frekuensi <5 kali dengan

persentase 22,2%. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran ibu hamil di kelurahan

Matani III untuk memeriksakan kehamilan secara rutin tiap bulan sudah cukup

baik.

31

Page 32: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.39 Distribusi tempat persalinan

Tempat Persalinan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Rumah Sendiri 2 1 2 2 1 2 3 5 18 17,5

Puskesmas 0 0 0 0 0 1 0 2 3 2,9

Pustu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lain-lain 12 14 2 13 9 11 8 13 82 79,6

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100

Sumber : Data primerSebagia besar tempat bersalin yang paling banyak adalah rumah sakit

dengan persentase 79,6%, dan rumah sendiri 17,5%. Untuk persalinan di Pustu

belum ada karena minimnya peralatan medis dan masyarakat kota lebih cenderung

bersalin di rumah sakit.

Tabel 3.40 Distribusi Berat Badan Bayi Lahir (BBBL)

Berat (kg)Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

< 2,5 0 2 2 0 2 0 0 1 7 6,8

≥ 2,5 13 13 2 15 8 14 11 19 96 93,2

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Dari data bahwa berat badan bayi lahir dengan persentase tertinggi yakni

sebesar 93,2% berada pada >2,5kg, sedangkan sisanya sebanyak 6,8% berada

pada <2,5kg.

32

Page 33: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.41 Distribusi tenaga kesehatan yang menolong persalinan

Tenaga Kesehatan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Bidan 10 1 0 4 6 6 9 4 40 38,8

Dokter 4 14 4 11 4 8 2 16 63 61,2

Dukun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lain-lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa, tenaga kesehatan yang paling banyak

menolong persalinan adalah Dokter dengan persentase 61,2%, selanjutnya bidan

dengan persentase 38,8%. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat lebih

memilih Rumah Sakit sebagai tempat persalinan dan yang menolong persalinan

adalah dokter.

Tabel 3.42 Distribusi pemberian ASI

Pemberian ASI

Lingkungan

I II III IV V VI VIIVIII Jumlah

(jiwa)%

Ya 13 15 4 13 10 14 10 17 96 93,2

Tidak 1 0 0 2 0 0 1 3 7 6,8

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Sebanyak 96 ibu menyusui (93,2%) di Kelurahan Matani III memberikan

ASI kepada anaknya. Sedangkan ibu yang tidak memberikan ASI sebanyak 7

jiwa (6,8%).

Tabel 3.43 Distribusi lama menyusui

Lama Menyusui (bulan)

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

< 6 0 4 2 3 3 2 3 1 18 18,7

≥ 6 13 11 2 10 7 12 7 16 78 81,3

Jumlah (jiwa) 13 15 4 13 10 14 10 17 96 100Sumber : Data primer

33

Page 34: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Pengetahuan untuk menyusui anak selama lebih 6 bulan cukup tinggi yaitu

sebanyak 81,3% sedangkan ibu yang menyusui kurang dari 6 bulan sebanyak

18,7%.

Tabel 3.44 Distribusi imunisasi balita

Imunisasi Balita

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Ya 14 15 4 15 10 14 10 20 102 99,3

Tidak 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0,7

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100

Sumber : Data primer

Balita yang berada di Kelurahan Matani III yang sudah mendapatkan

imunisasi sebanyak 102 jiwa (99,3%). Dan hanya satu balita yang belum

diimunisasi.

Tabel 3.45 Distribusi jenis imunisasi

Jenis Imunisasi

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Lengkap 11 12 3 14 9 12 10 17 88 86,3

Tdk lengkap 3 3 1 1 1 2 0 3 14 13,7

Jumlah 14 15 4 15 10 14 10 20 102 100

Sumber : Data primer

Berdasarkan hasil survey, diperoleh data bahwa 86,3% bayi di Kelurahan

Matani III memperoleh Imunisasi secara lengkap dalam hal ini imunisasi yang

dimaksud adalah Polio sebanyak 4 kali, BCG sebanyak 1 kali, Hepatitis sebanyak

3 kali, DPT sebanyak 3 kali dan Campak sebanyak 1 kali. Sebanyak 14 bayi

imunisasinya tidak lengkap disebabkan karena bayi tersebut belum cukup umur

untuk mendapatkan imunisasi lengkap.

34

Page 35: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.46 Distribusi tempat memperoleh imunisasi

Tempat memperoleh

Imunisasi

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Puskesmas 0 0 0 1 4 2 1 2 10 9,8

Pustu 0 1 0 0 0 1 1 0 3 2,9

Posyandu 7 3 1 7 5 8 8 7 46 45,1

R.S 7 11 3 5 1 3 0 11 41 40,2

Lain 0 0 0 2 0 0 0 0 2 2,0

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 10 20 102 100Sumber: Data Primer

Posyandu adalah tempat yang paling banyak dipilih oleh para ibu untuk

mengimunisasi para balita yaitu dengan presentase 45,1%. Kemudian dengan

imunisasi di rumah sakit sebesar 40,2%.

Tabel 3.47 Distribusi Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Pemberian Makanan Tambahan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIII Jumlah (jiwa)

%

Ada 13 13 4 13 10 11 10 17 91 88,3

Tidak Ada 1 2 0 2 10 3 1 3 22 21,4

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Berdasarkan hasil survey, diperoleh data bahwa terdapat 88,3% balita

memperoleh makanan tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran

ibu mengenai pentingnya pemberian makanan tambahan bagi bayi dan balita

sudah baik, namun masih terdapat 21,4% balita tidak mendapatkan makanan

tambahan, dikarenakan kurangnya kesadaran.

35

Page 36: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.48 Distribusi pemilikan buku KIA

Pemilikan Buku KIA

Lingkungan

I II III IV V VI VIIVIII Jumlah

(jiwa)%

Ya 14 14 4 14 10 14 11 20 101 98,1

Tidak 0 1 0 1 0 0 0 0 2 1,9

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Menurut hasil survey, diperoleh bahwa 98,1% ibu memiliki buku KIA. Hal

ini disebabkan karena mereka sudah menyadari pentingnya pemeriksaan

kesehatan ibu dan anak, sehingga mereka sudah memiliki buku KIA.

Tabel 3.49 Distribusi pemilikan buku KMS

Pemilikan Buku KMS

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Ya 14 14 4 13 10 13 11 19 98 95,2

Tidak 0 1 0 2 0 1 0 1 5 4,9

Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer

Menurut hasil survey, di peroleh bahwa 95,2% ibu memiliki buku KMS.

Hal ini disebabkan karena para ibu sudah menyadari pentingnya pemeriksaan

kesehatan pada anak-anak mereka dan untuk mengetahui sejauh mana

perkembangan dari anak-anak mereka.

36

Page 37: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.50 Distribusi tempat berobat

Tempat Berobat

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Puskemas 16 15 9 21 21 15 28 27 152 30,7

R.S 30 26 14 26 21 32 6 22 177 35,7

Posyandu 3 0 3 0 0 0 0 0 6 1,2

Dokter 11 4 9 10 20 9 9 5 77 15,5

Sendiri 12 9 7 14 10 6 6 14 78 15,7

Dukun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Tdk diobati

0 1 0 1 0 1 0 3 6 1,2

Jumlah (jiwa)

72 55 42 72 72 63 49 71 496 100

Sumber : Data primer

Ket : * Memungkinkan responden menjawab lebih dari satu

Sebagian besar penduduk Kelurahan Matani III memilih Rumah Sakit

sebagai tempat berobat dengan persentasi 35,7%. Hal ini dipengaruhi oleh letak

Rumah Sakit yang terjangkau serta menggunakan fasilitas yang memadai.

Tabel 3.51 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

JPKMLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Ya 40 41 28 47 32 35 34 50 307 57

Tidak 33 30 14 40 38 27 21 29 232 43

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Masyarakat Matani III sebanyak 307 KK memiliki jaminan pemeliharaan

kesehatan masyarakt 57%, dan sebesar 43,0% tidak memiliki jaminan

pemeliharaan kesehatan.

37

Page 38: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.52 Jenis JPKM

JenisLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Askes 17 24 13 28 16 21 14 40 173 56,4

Askeskin 17 14 11 17 15 10 19 4 107 34,8

Jamsostek 5 3 4 2 1 4 1 6 26 8,5

Lain 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0,3

Jumlah (KK) 40 41 28 47 32 35 34 50 307 100Sumber : Data primer

Berdasarkan hasil survey, diperoleh data mengenai Jaminan pemeliharaan

Kesehatan di Kelurahan matani III mendapat JPKM dengan jenis terbanyak

adalah Askes 56,4%, kemudian Askeskin sebanyak 34,8%, dan terakhir Jamsostek

sebanyak 8,5%.

3.1.4 Bidang Perilaku

Tabel 3.53 Frekuensi mandi dalam sehari

Frekuensi (kali)

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

1 41 44 26 47 34 44 29 45 310 57,5

2 28 23 16 35 31 16 25 31 205 38,0

>2 4 4 0 5 5 2 1 3 24 4,5

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Tabel diatas menunjukkan bahwa, Frekuensi mandi dalam sehari sebanyak

1 kali dalam sehari adalah 57.5%,sedangkan 38,0% frekuensi mandi 2 kali dalam

sehari, dan > 2 kali 4,5%. Hal tersebut dikarenakan suhu udara Kota Tomohon

yang dingin, sehingga membuat masyarakat cenderung mandi 1 kali dalam

sehari.

38

Page 39: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.54 Frekuensi gosok gigi dalam sehari

Frekuensi (kali)

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIII Jumlah (KK)

%

1 58 59 37 76 44 59 40 64 437 81,1

2 6 3 5 6 17 1 10 12 60 11,1

>2 9 9 0 5 9 2 5 3 42 7,8

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Frekuensi gosok gigi dalam sehari sebanyak 81,1% untuk responden yang

menjawab 1 kali dalam sehari, sedangkan pada persentase 11,1% bagi responden

yang menjawab gosok gigi 2 kali sehari, dan sebanyak 7,8% yang menjawab

mengosok gigi lebih dari 2 kali sehari.

Tabel 3.55 Jumlah orang yang mengkonsumsi rokok

Merokok

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

Ya 37 36 20 55 52 37 38 56 331 18,1

Tdk 213 193 121 228 179 187 146 227 1.494 81,9

Jumlah (jiwa)

250 229 141 283 231 224 184 283 1.825 100

Sumber : Data primer

Dari data di atas terdapat 1.495 orang tidak merokok dengan persentase

81,9%, sedangkan yang merokok sebanyak 331 orang (18,1%).

39

Page 40: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.56 Frekuensi merokok tiap hari

Frekuensi merokok per

hari

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

< 10 Btg 17 9 9 23 23 10 30 25 146 44,1

10-20 Btg 16 22 10 27 25 26 7 29 162 48,9> 20 Btg 4 5 1 5 4 1 1 2 23 7,0

Jumlah (jiwa) 37 36 20 55 52 37 38 56 331 100Sumber : Data primer

Berdasarkan data di atas, terdapat 162 orang (48,9%) yang merokok,

dengan frekuensi 10 – 20 batang/hari, ini adalah angka tertinggi dari 331 jumlah

orang yang merokok.

Tabel 3.57 Jumlah penduduk yang mengkonsumsi alkohol

Konsumsi Alkohol

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIII Jumlah(jiwa)

%

Ada 28 15 21 35 47 14 29 31 220 12,0

Tidak 222 214 120 248 184 210 155 252 1.605 87,9

Jumlah (jiwa) 250 229 141 283 231 224 184 283 1.825 100

Sumber : Data primer

Jumlah orang yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 220 orang (12,0%)

dan yang tertinggi mengkonsumsi alkohol terdapat di lingkungan V yaitu

sebanyak 47 orang.

Tabel 3.58 Frekuensi mengkonsumsi alkohol

Frekuensi Mengkonsumsi

Alkohol

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIII Jumlah (jiwa)

%

Sering 6 4 2 8 15 1 8 10 54 24,6Kadang-kadang 16 10 17 14 32 6 20 20 135 61,3Jarang 6 1 2 13 0 7 1 1 31 14,1

Jumlah (jiwa) 28 15 21 35 47 14 29 31 220 100

Sumber : Data primer

40

Page 41: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Berdasarkan tabel diatas terdapat 220 orang mengkonsumsi alkohol, dengan

jumlah 135 orang (61,3%) terbanyak mengkonsumsi alkohol kadang-kadang,

sedangkan terdapat 31 orang (14,1%) jarang mengkonsumsi alkohol.

Tabel 3.59 Frekuensi cuci tangan sebelum makan

Frekuensi Cuci Tangan

Sebelum Makan

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Sering 71 68 34 85 66 62 52 79 517 95,9

Kadang-kadang 1 3 8 2 3 0 3 0 20 3,7

Tidak Pernah 1 0 0 0 1 0 0 0 2 0,4

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa frekuensi cuci tangan

sebelum makan mencapai 95,9% berada dalam kategori sering, sebanyak 3,71%

dalam kategori kadang-kadang, sedangkan yang tidak pernah hanya sebesar

0,37%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesedaran masyarakat akan

pentingnya mencuci tangan sebelum makan sudah baik.

Tabel 3.60 Frekuensi makan dalam sehari

Frekuensi (kali)

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

2 15 8 1 6 6 11 9 8 64 11,9

3 58 63 41 81 64 51 46 70 474 87,9

>3 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0,2

Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer

Frekuensi makan 3 kali dalam seharinya sebanyak 474 orang (87,9%),

kemudian sebanyak 64 (11,9%) makan 2 kali dalam sehari. Akan tetapi ada

sekitar 0.2% frekuensi makan berada pada kategori lebih dari 3 kali sehari.

41

Page 42: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.61 Frekuensi konsumsi makanan pokok

Jenis Makanan PokokLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Beras Hari 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100

1x/minggu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jarang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jagung Hari 1 7 0 2 1 2 0 1 14 2,6

1x/minggu 7 11 4 18 22 17 9 27 115 21,34

Bulan 3 9 9 13 14 12 8 6 74 13,73

Jarang 62 44 29 54 33 31 38 45 336 62,33

Ubi Kayu

Hari 1 1 0 2 0 2 0 0 6 1,1

1x/minggu 13 19 6 19 15 18 15 21 126 23,4

Bulan 10 7 8 19 24 10 13 18 109 20,2

Jarang 49 44 28 47 31 32 27 40 272 55,3

Ubi Jalar

Hari 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0,2

1x/minggu 13 11 5 13 14 12 11 18 97 18

Bulan 10 7 8 16 22 12 11 12 98 18,2

Jarang 50 52 29 58 34 38 33 49 342 63,6

Mie Instant

Hari 8 8 7 15 7 7 7 12 71 13,2

1x/minggu 26 33 16 30 47 33 29 30 244 45,3

Bulan 6 10 8 9 8 4 5 5 55 10,2

Jarang 33 20 11 33 8 18 14 32 169 31,3

Sagu Hari 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0,2

1x/minggu 2 2 0 3 7 2 3 1 20 3,7

Bulan 0 2 2 0 1 3 4 1 13 2,4

Jarang 71 67 40 83 62 57 48 77 505 93,7

Sumber : Data primer

Dari data diatas diketahui bahwa beras merupkan makanan pokok penduduk

Matani III, sedangkan untuk jagung, ubi kayu, ubi jalar, mie instant dan sagu

hanyalah sebagai makanan selingan saja.

42

Page 43: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.62 Frekuensi konsumsi protein hewani.

Jenis Protein Hewani

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah(KK)

%

Ternak Besar

Hari 3 7 4 3 1 2 0 1 21 3,9

1x/minggu 34 33 25 49 38 34 29 49 291 54,0

Bulan 5 11 3 8 26 9 10 13 85 15,8

Jarang 31 20 10 27 5 17 16 16 142 26,3

Unggas Hari 1 5 3 3 1 0 0 1 14 2,6

1x/minggu 27 28 23 45 33 38 31 48 273 50,7

Bulan 6 13 4 7 30 8 11 9 88 16,3

Jarang 39 25 12 32 6 16 13 21 164 30,4

Telur Hari 18 21 14 31 18 19 15 26 162 30,1

1x/minggu 34 32 15 40 45 40 27 39 272 50,5

Bulan 4 4 6 6 7 0 4 4 35 6,5

Jarang 17 14 7 10 0 3 9 10 70 13,0

Hati/jeroan

Hari 1 0 0 0 0 0 2 0 3 0,6

1x/minggu 1 6 2 8 1 3 4 6 31 5,8

Bulan 1 1 1 6 7 6 4 9 35 6,5

Jarang 70 64 39 73 62 53 45 64 470 87,2

Ikan basah

Hari 72 59 36 76 69 57 50 76 495 91,8

1x/minggu 1 10 4 8 1 3 4 1 32 5,9

Bulan 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0,2

Jarang 0 2 2 3 0 2 1 1 11 2,0

ikan kering

Hari 6 8 9 11 39 14 11 13 111 20,6

1x/minggu 14 32 20 35 20 21 24 48 214 39,7

Bulan 10 8 4 16 5 8 6 5 62 11,5

Jarang 43 23 9 25 6 19 14 13 152 28,2

Udang Hari 0 0 1 0 0 0 1 0 2 0,4

1x/minggu 0 4 0 1 0 3 4 3 15 2,8

Bulan 3 3 2 7 2 2 0 3 22 4,1

Jarang 73 64 39 79 68 57 50 73 499 92,6

Sumber : Data primer

43

Page 44: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel di atas menunjukkan konsumsi harian protein hewani cukup tinggi yaitu

sebanyak 495 KK dengan persentase 91,8%. Dimana pada umumnya penduduk

Kelurahan Matani III mengkonsumsi jenis protein hewani berupa ikan basah

setiap hari (91,8%), sedangkan telur (30,1%) dan ikan kering (20,6%) juga

menjadi alternatif lain bila harga ikan basah naik. Sedangkan konsumsi mingguan

protein hewani untuk daging ternak besar mencapai (54%) dan unggas sebesar

(50,7%), biasanya tersedia pada waktu-waktu tertentu, misalnya pesta

perkawinan, kedukaan, ulang tahun, dan lain-lain.

Tabel 3.63 Frekuensi konsumsi sayuran

Jenis SayuranLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Daun Kangkung

Hari 36 34 19 44 18 35 18 40 244 45,3

Minggu 19 26 19 24 45 17 30 29 209 38,8

Bulan 3 2 2 5 4 2 2 3 23 4,2

Jarang 15 9 2 14 3 8 5 7 63 11,7

Daun Bayam

Hari 21 10 10 11 6 17 4 16 95 17,6

Minggu 14 22 15 29 38 20 22 19 179 33,2

Bulan 3 5 2 7 9 3 4 12 45 8,4

Jarang 35 34 15 40 17 22 25 32 220 40,8

Ubi Jalar Hari 4 3 0 6 0 8 1 13 35 6,5

1x/minggu 7 10 11 5 28 7 10 12 90 16,7

Bulan 3 7 1 8 7 5 5 5 41 7,6

Jarang 59 51 30 68 35 42 39 49 373 69,2

Daun Singkong

Hari 10 5 1 4 1 9 4 14 48 8,9

Minggu 12 19 10 10 33 8 9 17 118 21,9

Bulan 6 9 9 15 9 9 7 7 71 13,2

Tahun 45 38 22 58 27 36 35 41 302 56,0

Daun Kelor

Hari 1 2 3 1 0 0 3 0 9 1,9

Minggu 1 1 2 1 5 1 13 1 25 4,6

Bulan 0 2 0 2 1 1 4 1 11 2,0

Tahun 71 66 37 83 64 60 35 77 493 91,5

Sumber : Data primer

44

Page 45: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Daun kangkung merupakan sayur yang paling banyak dikonsumsi

masyarakat, dengan persentase 45,5% per hari dan 38,8% per bulannya. Hal ini

disebabkan karena harga pasaran untuk jenis sayur ini sangatlah murah.

Sedangkan untuk jenis sayuran lain dikonsumsi mingguan dan bulanan, kecuali

daun kelor karena selain jarang ditemui, daun kelor juga kurang dikenal oleh

penduduk Matani III.

Tabel 3.64 Frekuensi konsumsi buah-buahan

Jenis Buah-buahanLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Pisang Hari 35 35 16 54 24 50 13 47 274 50,8

1x/minggu 25 22 21 24 32 11 19 23 177 32,8

Bulan 7 2 1 2 7 0 3 1 23 4,3

Jarang 6 12 4 7 7 1 20 8 65 12,1

Mangga Hari 1 0 2 2 1 1 6 2 15 2,8

1x/minggu 3 4 6 4 1 0 6 2 26 4,8

Bulan 5 4 8 3 8 2 8 8 46 8,5

Jarang 64 63 26 78 60 59 35 67 452 83,9

Jeruk Hari 8 10 3 8 5 8 9 7 58 10,76

1x/minggu 13 14 14 24 30 15 10 20 140 25,97

Bulan 14 15 3 13 9 6 7 17 84 15,6

Jarang 38 32 22 42 26 33 29 35 257 47,68

Pepaya Hari 19 19 12 42 15 37 14 35 193 35,8

1x/minggu 26 26 20 15 37 16 19 35 194 36

Bulan 8 5 4 4 5 2 3 3 34 6,3

Jarang 20 21 6 26 13 7 19 6 118 21,9

Sumber : Data primer

Dari hasil frekuensi komsumsi buah-buahan di atas menunujukan bahwa

konsumsi pisang tiap harinya lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi buah

lain. Untuk mangga paling jarang dikonsumsi harian atau mingguan dikarenakan

buah tersebut hanya dikonsumsi apabila datang musim mangga.

45

Page 46: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.65 Frekuensi konsumsi protein nabati.

Jenis Protein NabatiLingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)

%

Tempe/Tahu

Hari 17 26 23 25 34 29 16 28 198 3,7

1x/minggu 27 28 10 44 28 27 29 32 225 41,8

Bulan 6 5 4 5 4 2 2 3 31 5,7

Jarang 23 12 5 13 4 4 8 16 85 15,8

Kacang Kedelai

Hari 3 6 3 4 2 3 2 6 29 5,4

1x/minggu 12 24 2 11 18 13 13 9 102 18,9

Bulan 4 10 9 13 24 14 9 11 94 17,4

Jarang 54 31 28 59 26 32 31 53 314 58,3

KacangHijau

Hari 2 3 1 1 2 0 0 1 10 1,9

1x/minggu 17 25 6 18 20 23 14 19 142 26,3

Bulan 8 12 8 14 24 16 14 15 111 20,6

Jarang 46 31 27 54 24 23 27 44 276 51,2

Kacang Tanah

Hari 5 9 0 3 5 4 2 10 38 7,1

1x/minggu 12 20 8 23 19 22 20 26 150 27,8

Bulan 14 11 10 10 27 16 11 10 109 20,2

Jarang 42 31 24 51 19 20 22 33 242 44,9

Sumber : Data primer

Dari data diatas frekuensi konsumsi protein nabati menunjukan bahwa

persentasi konsumsi protein nabati tertinggi setiap harinya adalah kacang tanah

yaitu 7,1% ,untuk konsumsi perminggu kacang tanah sebesar 27,8%,untuk

konsumsi perbulan adalah kacang hijau 20,59%, sedangkan untuk presentase

tertinggi yang jarang dikonsumsi adalah kacang kedelai yaitu 58,3%.

46

Page 47: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.66 Frekuensi konsumsi Minuman

Jenis MinumanLingkungan

I II III IV V VI VIIVIII Jumlah

(KK)%

Teh Hari 51 40 25 47 42 38 26 55 324 60,1

1x/minggu 0 7 4 10 10 4 5 4 44 8,9

Bulan 2 2 4 1 0 0 0 0 9 1,7

Jarang 20 22 9 29 14 20 24 20 158 29,3

Kopi Hari 33 35 19 47 21 31 32 47 265 49,2

1x/minggu 4 11 4 8 13 3 2 4 49 9,1

Bulan 3 2 2 1 5 0 1 1 15 2,7

Jarang 33 23 17 31 31 28 20 27 210 39,0

Gula Hari 44 56 9 51 46 49 26 73 354 65,7

1x/minggu 2 3 1 5 9 3 3 2 28 5,2

Bulan 2 0 0 1 0 0 0 1 4 0,7

Jarang 25 12 32 30 15 10 26 3 153 28,4

Susu Hari 35 19 18 33 16 26 24 43 214 39,7

1x/minggu 9 12 5 9 13 8 8 10 74 13,7

Bulan 3 7 4 4 5 5 1 2 31 5,8

Jarang 26 33 15 41 36 23 22 24 220 40,8

Sumber : Data primer

Teh adalah minuman yang sering dikonsumsi penduduk dengan jumlah 324

jiwa (60,1%) yang mengkonsumsi tiapa hari. Banyak juga orang yang

mengkonsumsi gula alasannya karena di campur dengan teh, kopi atau susu.

47

Page 48: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Tabel 3.67 Frekuensi penggunaan minyak goreng

Jenis MinyakLingkungan

I II III IV V VI VIIVIII Jumlah

(KK)%

Santan Hari 1 2 2 1 0 0 0 1 7 1,3

1x/minggu 7 10 7 20 8 16 4 14 86 15,9

Bulan 22 20 11 10 27 10 17 22 140 25,9

Jarang 43 39 22 56 35 36 34 42 307 56,9

Minyak Goreng

Hari 69 67 42 78 70 61 55 70 512 95

1x/minggu 4 3 0 10 0 0 0 9 26 4,8

Bulan 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0,1

Jarang 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0,1

Sumber : Data primer

Sebanyak 95% masyarakat menggunakan minyak goreng tiap hari , hal ini

dikarenakan masyarakat menyukai makanan yang digoreng. Sedangkan untuk

santan jarang digunkan dikarenakan pengolahannya untuk dikonsumsi cukup

lama.

3.1.5 Angka Kesakitan dan Kematian

Tabel 3.68 Penyakit yang diderita dalam kurun waktu 6 bulan terakhir

JenisPenyakit

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIII Jumlah (jiwa)

%

Influenza 99 87 52 121 129 58 61 109 716 73,1

Diare 0 3 0 3 3 0 5 2 16 1,6

Malaria 0 0 1 1 2 0 0 0 4 0,4

DHF 5 3 1 6 1 0 1 1 18 1,8

Chikungunya 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0,1

Hipertensi 12 6 6 15 14 8 9 11 81 8,3

Sesak napas 1 2 1 1 2 1 6 0 14 1,4

Jantung K. 2 0 0 4 1 0 0 2 9 0,9

DM 8 6 1 3 3 1 0 3 25 2,5

Lain 15 16 1 25 2 26 4 7 96 9,8

Jumlah (jiwa) 142 123 64 179 157 94 86 135 980 100

Sumber : Data primer

48

Page 49: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Penyakit influenza merupakan penyakit yang sering menyerang penduduk,

hal ini disebabkan suhu udara yang dingin. Angka penyakit hipertensi cukup

tinggi yaitu sebesar 8,3%, hal ini konsumsi daging cukup tinggi, rata-rata daging

menjadi konsumsi mingguan penduduk Matani III.

Tabel 3.69 Distribusi penduduk yang meninggal berdasarkan golongan umur

Meninggal 6 bulan terakhir

(tahun)

Lingkungan

I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)

%

0 – 4 0 1 0 0 0 0 0 0 1 4,8

5 – 14 0 0 0 0 0 0 0 1 1 4,8

15 – 44 1 0 0 0 0 0 0 1 2 9,5

45 – 64 2 2 0 0 0 4 1 2 11 52,4

>65 1 1 0 2 0 0 2 0 6 28,5

Jumlah (jiwa) 4 4 0 2 0 4 3 4 21 100Sumber : Data primer

Berdasarkan hasil survey yang diperoleh, jumlah penduduk yang meninggal

berdasarkan golongan umur, terbanyak berada pada umur 45 – 64 thn dengan

persentase 52,4%. Kemudian disusul dengan umur >65 thn dengan persentase

28,6%. Hal ini disebabkan karena meningkatnya penyakit degeneratif.

49

Page 50: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

3.2 Pembahasan

3.2.1 Identifikasi Masalah Kesehatan

Berdasarkan kegiatan PBL 1 yang dilakukan oleh Mahasiswa PS IKM FK

UNSRAT di Kelurahan Matani III Kecamatan Tomohon Tengah Kota Tomohon,

yang berupa pendataan, observasi, dan wawanacara langsung, maka masalah

kesehatan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Masalah Kesehatan Lingkungan

1. Masalah vaksinasi anjing

Banyaknya anjing yang belum divaksin sehingga memiliki kemungkinan

untuk terjadi Rabies.

2. Masalah SPAL

1. Sampah yang menyumbat SPAL.

2. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk membersihkan SPAL.

3. Di beberapa lingkungan telah mengalami kerusakan SPAL.

3. Masalah sampah

1. Kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan meskipun

sudah disediakan tempat sampah oleh pemerintah.

2. Sampah yang akan diangkut dengan mobil sampah hanya dikumpul di

depan jalan oleh masyarakat, sehingga sangat mudah untuk dirusak

atau diacak-acak oleh anjing, kucing, atau pun tikus.

3. Jadwal pengangkutan sampah oleh mobil sampah yang kurang teratur.

4. Mobil sampah tidak menjangkau sampai ke daerah-daerah yang jauh

dari jalan raya.

4. Masalah kepadatan hunian

1. Adanya satu rumah yang dihuni oleh lebih dari satu keluarga.

2. Luas rumah tidak sesuai dengan jumlah penghuninya.

5. Masalah kandang

1. Banyaknya kandang yang berada dekat dengan lingkungan pemukiman.

2. Kandang yang kotor.

6. Masalah sumber air

Air sumur yang keruh dan berwarna kecokelatan.

50

Page 51: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

b. Masalah Kesehatan Perorangan

1. Masalah Posyandu

Tempat kegiatan Posyandu yang sulit dijangkau oleh masyarakat di

beberapa lingkungan sehingga menyebabkan kurangnya partisipasi

masyarakat.

2. Masalah penyakit

1. Penyakit influenza merupakan penyakit yang paling banyak dialami

oleh masyarakat berdasarkan hasil pendataan.

2. Penyakit degeneratif yang paling banyak dialami oleh masyarakat

adalah Diabetes Melitus.

3. Hipertensi merupakan gejala yang paling sering dan paling banyak

dialami oleh masyarakat.

4. Penyakit DBD banyak terjadi di masyarakat, terutama dimusim hujan.

3. Masalah gizi

Tingginya tingkat konsumsi daging dimasyarakat.

4. Masalah perilaku

Kebiasaan mengonsumsi rokok dan alkohol yang cukup tinggi.

Berdasarkan hasil pendataan, observasi, dan wawancara langsung yang

kami peroleh, maka masalah-masalah kesehatan tersebut akan diuraikan sebagai

berikut:

3.2.1.1 Masalah Kesehatan Lingkungan

a. Masalah vaksinasi anjing

Vaksinasi merupakan suatu upaya untuk membuat hewan kesayangan kita

menjadi kebal terhadap infeksi atau penyakit. Vaksin dapat berupa

mikroorganisme yang dimatikan atau dimodifikasi dengan teknik tertentu yang

dapat menyebabkan sistem pertahanan tubuh hewan bereaksi untuk melawannya

seperti yang terjadi pada infeksi mikroorganisme sesungguhnya.

Sebagai akibatnya hewan akan menghasilkan antibody yang dapat

melawan organisme yang masuk ke dalam tubuhnya. Antibodi yang dihasilkan

oleh hewan ini kadarnya akan menurun secara perlahan sehingga untuk

51

Page 52: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

mempertahankan kadarnya supaya tetap tinggi diperlukan vaksinasi ulang atau

yang dikenal dengan istilah booster.

Beberapa hewan mengalami reaksi tubuh setelah vaksinasi seperti demam

dan rasa sakit pada otot. Reaksi ini umum terjadi pada hewan muda yang

menyebabkan mereka kehilangan napsu makan dan terlihat lebih banyak

beristirahat. Sebagian kecil dari populasi hewan dapat mengalami reaksi alergi

pasca vaksinasi yang lebih parah, seperti wajah membengkak dan bahkan muntah,

namun reaksi ini sebenarnya dapat dicegah dengan mudah melalui pemberian

antihistamin. Jika hewan kesayangan anda pernah mengalami reaksi pasca

vaksinasi demikian, janganlah anda menghindari vaksinasi berikutnya, namun

sebelum melakukan vaksinasi beritahulah dokter hewan anda tentang hal ini

sehingga reaksi alergi dapat dicegah. (http://jakartapets.com, 2008)

Berdasarkan data yang diperoleh, di kelurahan Matani III terdapat 265

ekor anjing, dimana 155 ekor anjing dengan persentase 58,5% telah divaksinasi,

sedangkan sisanya yakni sebanyak 110 ekor anjing dengan persentase 41,5%

belum divaksinasi. 265 ekor anjing ini dimiliki oleh 157 keluarga, dimana 86

keluarga telah memberikan vaksinasi terhadap anjingnya dan masih ada 71

keluarga yang belum memberikan vaksinasi terhadap anjingnya.

Melihat banyaknya jumlah anjing yang belum divaksinasi, sehingga

memiliki kemungkinan untuk terjadi rabies meskipun di kelurahan Matani III

belum ditemui kasus rabies. Rabies atau penyakit anjing gila ialah suatu penyakit

yang biasa menyerang hewan dan manusia. Penyakit ini sangat ditakuti dan telah

lama dikenal di Indonesia sebagai penyakit menular terutama pada manusia

melalui gigitan. Rabies merupakan penyakit yang sangat ditakuti dikalangan

masyarakat karena penyakit ini menyerang saraf. Kalau di Negara lain

kebanyakan menggunakan istilah hydrophobia, karena gejala dari penyakit yang

sangat nyata pada orang yang sakit adalah rasa takut pada air, alasannya gejala

takut pada air ini tidak terlihat menciri pada hewan. Sementara itu, ketika ditanya

soal penyakit rabies, Simanjuntak (Kepala Dinas Kesehatan dan Kessos Kota

Tomohon) menegaskan hingga bulan April 2008 belum ditemukan ada warga

yang terserang penyakit rabies. Meski demikian, langkah-langkah antisipasi terus

52

Page 53: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

digalakan setiap harinya oleh sejumlah petugas di lapangan.

(http://www.tomohonkota.go.id)

Ciri-ciri klinis anjing yang terkena rabies:

a) Anjing sebagai hewan yang rentan

b) Cara penularan penyakit melalui gigitan yang lain

c) Dampak yang dapat terjadi terhadap ancaman keswelamatan jiwa orang

yang digigit yang berarti ancaman terhadap kesehatan masyarakat

d) Secara terbatas tentang cara pencegahan sederhana dengan prinsip

menghindari terjadinya gigitan anjing

e) Diterbitkan aturan yang memberikan efek jera bagi pemilik untuk lebih

hati-hati dan bertanggung jawab terhadap anjing piaraannya.

Aturan tersebut diatas dikenal dengan Code of Hamurabi of Ancient

Babylon. Undang-undang yang mengatur sanksi hukuman terhadap masalah

rabies dan penyakit yang membahayakan keselamatan hidup orang ini sampai

sekarang pun secara khusus belum ada di Indonesia.

Ciri-ciri anjing yang dicurigai mengidap penyakit rabies secara klasik

antara lain sebagai berikut:

a) Mulut menganga dengan lidah menjulur.

b) Keluar air liur yang banyak dari mulutnya.

c) Telinga terkulai lemah.

d) Posisi ekor menggantung.

e) Terjadi perubahan suara sewaktu menyalak.

Propinsi Sulawesi Utara khususnya kabupaten Minahasa, selalu dalam

prevalensi yang tinggi walaupun cakupan vaksinasi dilaporkan mencapai 92%

dari populasi terdaftar. Perlu dikaji lebih lanjut apakah situasi ini disebabkan oleh

pendataan yang kurang akurat baik tentang populasi ataupun cakupan

vaksinasinya atau karena pergantian populasi yang cepat dan tidak seimbang

dengan vaksinasi yang umumnya hanya diberikan setahun sekali atau akibat lain.

(Budi Tri Akoso, 2007).

Tabel 3.69 Kasus rabies di Pulau Sulawesi

No. Provinsi 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

1 Sulut 273 280 190 203 177 203 324 394 573 627

2 Sulteng 83 106 32 54 42 37 66 135 61 71

53

Page 54: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

3 Sulsel 219 229 83 90 52 42 145 142 175 63

4 Sultra 7 7 6 9 3 0 42 29 19 33

5 Gorontalo - - - - - - 4 2 4 6

Sulawesi 582 622 311 356 274 282 581 702 832 800

Sumber: Akoso T.B, 2007

Catatan 0 = tidak ada atau belum ada laporan kasus

- = tidak diperoleh data

Yang perlu kita kerjakan agar hewan kesayangan kita (anjing, kucing, kera) tidak

terjangkit penyakit anjing gila

1. Memelihara hewan piaraan dengan baik.

2. Membawa hewan ke Suku Dinas Peternakan dan Perikanan setempat atau

dokter hewan praktek, untuk mendapatkan vaksinasi anti rabies secara

teratur 1-2 kali setahun tergantung jenis vaksin yang digunakan.

3. Setelah hewan tersebut divaksin, mintalah surat keterangan vaksinasi.

4. Melaporkan kepemilikannya kepada Suku Dinas Peternakan dan

Perikanan/ Petugas Peternakan Kecamatan.

5. Anjing, kucing, kera peliharaan sebaiknya jangan dilepas keluar

pekarangan.

6. Bilamana akan membawa hewan piaraan keluar pekarangan rumah, harus

diikat dengan rantai sepanjang-panjangnya 2 m serta dipasang berangus.

Usaha suku dinas peternakan dan perikanan jakarta pusat dalam melaksanakan

pencegahan dan pemberantasan penyakit anjing gila

1. Melaksanakan vaksinasi/pengebalan anti penyakit rabies terhadap anjing,

kucing, kera secara rutin 1-2 kali setahun tergantung vaksin yang

digunakan.

2. Melaksanakan penertiban/penangkapan anjing, kucing, kera yang

berkeliaran di jalan-jalan, di tempat-temapat umum dan dianggap

membahayakan manusia.

3. Melaksanakan pengamanan terhadap setiap kasus penggigitan oleh anjing,

kucing, kera dan hewan yang dicurigai menderita penyakit rabies yang

dilaporkan dengan jalan mengobservasi hewan tersebut.

4. Melaksanakan penyuluhan berkesinambungan kepada masyarakat tentang

penyakit rabies.(http://www.indofamilypets.com/index.php, 2008)

54

Page 55: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

b. Masalah SPAL

Setiap aktivitas manusia akan menghasilkan limbah baik yang berupa limbah

padat maupun limbah cair dan sebagian besar masyarakat mengenalnya dengan

istilah air limbah. Air limbah (sewage) diartikan sebagai air dan cairan yang

merupakan sisa dari kegiatan manusia di rumah tangga, commercial buildy

(kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan) atau industri.

Air limbah digolongkan menjadi air limbah industri dan limbah domestik.

Air limbah industri bersumber dari aktivitas industri, pertanian, dan sejenisnya.

Kandungan limbah industri ini tergantung pada bahan dan teknologi yang

digunakan serta barang hasil produksi yang akan dihasilkan. Sementara itu,

sumber air limbah domestik berasal dari aktivitas rumah tangga, kantor,

commercial buildy (hotel, restoran, rumah sakit), dll.

Adapun limbah domestik ini memiliki kandungan bahan berupa 99,9% air

dan 0,1% bahan padat. Dari 0,1% bahan padat itu, terdiri dari bahan organik

sebanyak 70%, yang meliputi karbohidrat (25%), lemak (10%), protein (65%) dan

bahan anorganik sebanyak 30 % yang terdiri dari logam, tanah, dan pasir. Melihat

kandungan air limbah tersebut, maka produk sisa dari aktivitas manusia ini

berpotensi besar terhadap terjadinya penyebaran penyakit dan kesakitan pada

manusia, bila air limbah itu tidak dikelola dengan baik. Di sinilah perlu dilakukan

proses pengolahan air limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau

lingkungan lainnya.

Oleh karena itu dibuat Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang

memenuhi syarat kesehatan. Sistem pembuangan air limbah tidak boleh dibuang

begitu saja, dan saluran harus dibersihkan agar tidak menjadi tempat

berkembangnya bibit penyakit dan vektor. Serta agar tidak menggangu

kesenangan hidup dan tidak mencemari alam sekitar.

Dari data yang diperoleh, sebanyak 472 keluarga dengan persentase 87,6%

menggunakan SPAL sebagai saluran pembuangan. Yang menjadi permasalahan

adalah sebagian daerah yang berada di lingkungan I, II, IV, V, VII, dan VIII

mengalami kerusakan SPAL. Kerusakan SPAL ini disebabkan oleh berbagai

macam hal. Seperti di lingkungan I, ada sebuah daerah yang terletak di belakang

Kantor Advent mengalami kerusakan SPAL. Menurut masyarakat setempat, hal

55

Page 56: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

ini terjadi sejak berdirinya Kantor Advent tersebut dimana pembangunannya

menghalangi SPAL sehingga air tidak lagi mengalir pada salurannya dan hanya

tergenang di daerah tersebut.

Selain itu, di bagian lain dari lingkungan I yakni di daerah sekitar

perbatasan yang dekat dengan jembatan sering terjadi banjir. Berdasarkan hasil

pengamatan, SPAL yang dibangun disitu lebih tinggi dari rumah penduduk dan

sudah banyak yang bocor, sehingga saat hujan banyak air yang merembes dan

menggenangi rumah penduduk.

Selain kedua masalah di atas, yang menjadi masalah utama adalah

banyaknya sampah yang dibuang ke saluran pembuangan air limbah sehingga

menyumbat aliran air dan menyebabkan air menjadi genangan yang bisa menjadi

tempat berkembangnya vektor penyakit.

c. Masalah sampah

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan, sebenarnya hanya sebagian

dari benda-benda atau hal yang dipandang tidak berguna, tidak dipakai, tidak

disenangi atau harus di buang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai menganggu

kelangsungan hidup (Azrul Azwar, 1981). Masalah sampah merupakan masalah

yang sangat kompleks sehingga tidak cukup hanya dengan melihat secara umum

tetapi perlu dilakukan analisa dan ditunjang dengan kegiatan survey disetiap

rumah tangga serta observasi lingkungan, bahkan memerlukan data penunjang

yang terkait dengan masalah sampah.

Berdasarkan tabel yang ada (tabel 3.20) dapat dilihat bahwa sebagian

besar masyarakat Kelurahan Matani III lebih cenderung membuang sampah

melalui truk pengangkut sampah yang tersedia yakni sebanyak 393 keluarga

dengan persentase 72,9%. Akan tetapi, dalam sistem pengangkutan sampah masih

terdapat kendala yaitu jadwal pengangkutan. Karena kurang teraturnya jadwal

pengangkutan, membuat sampah yang sudah dikumpulkan masyarakat di depan

jalan berserakan karena dirusak atau diacak-acak anjing, kucing, ataupun tikus

sehingga mengotori lingkungan dan merusak pemandangan kota. Selain dengan

cara pengangkutan, penanggulangan sampah di Kelurahan Matani III juga

56

Page 57: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

dilakukan dengan cara dikumpul dan dibakar, yakni sebanyak 98 keluarga dengan

persentase 18,2%.

Disamping kurang teraturnya jadwal pengangkutan, mobil sampah yang

yang biasanya mengangkut sampah tidak menjangkau daerah-daerah yang jauh

dari jalan raya seperti pada beberapa daerah di lingkungan VIII. Hal ini membuat

masyarakat hanya melakukan penanggulangan sampah seadanya saja, seperti

dikumpul di satu tempat dan dibakar atau hanya dibuang begitu saja ke SPAL.

Namun yang menjadi perhatian utama adalah masih kurangnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya untuk tidak membuang sampah sembarangan.

d. Masalah kepadatan hunian

Kepadatan hunian merupakan salah satu syarat rumah yang sehat menurut

KEPMENKES No.829/MENKES/SK/VII/1999. Namun berdasarkan hasil

observasi, banyak ditemukan satu rumah yang dihuni oleh lebih dari satu

keluarga. Hal ini bisa didapati di hampir semua lingkungan dim kelurahan Matani

III. Yang menjadi permasalahan adalah luas rumah yang tidak sesuai dengan

jumlah penghuninya, dimana tingkat kepadatan hunian yang tinggi akan

mempermudah penyebaran penyakit.

e. Masalah kandang

Pada umumnya masyarakat Kelurahan Matani III senang memelihara hewan baik

hewan ternak maupun bukan ternak. Permasalahan yang timbul yaitu pada cara

pemeliharaan hewan-hewan tersebut yang tidak sesuai dengan syarat kesehatan.

Kandang mereka berada di belakang rumah, dimana sanitasi kandang kurang baik

dan menyebabkan keadaan lingkungan sekitar menjadi terganggu. Adapula

beberapa masyarakat yang memiliki hewan peliharaan namun tidak memiliki

kandang, sehingga hewan tersebut berkeliaran di pekarangan rumah dan

menyebabkan pencemaran akibat kotoran hewan.

Tabel 3.24 menunjukan bahwa hewan peliharaan ternak sebanyak 89 ekor

dengan persentase 16,5% dan hewan peliharaan bukan ternak sebanyak 159 ekor

dengan persentase 29,5%. Pada tabel 3.25, menunjukan bahwa hewan peliharaan

yang tidak memiliki kandang, baik hewan ternak maupun bukan ternak, memiliki

57

Page 58: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

frekuensi tertinggi dibanding dengan hewan peliharaan lainnya yang memiliki

kandang yakni sebanyak 133 ekor dengan persentase 53,6%.

Dengan jumlah hewan peliharaan yang cukup banyak seperti ini baik

ternak maupun bukan ternak, tentunya akan sangat mengganggu apabila tidak

ditangani dengan baik, terutama mengenai masalah kotorannya seperti yang sudah

dijelaskan. Apalagi frekuensi hewan yang tidak memiliki kandang cukup tinggi.

f. Masalah sumber air

Sebagian besar masyarakat di Kelurahan Matani III memang telah menggunakan

PAM sebagai sumber air minum mereka, namun masih ada beberapa keluarga

yang memanfatkan sumur sebagai sumber air. Masalahnya adalah air sumur yang

digunakan oleh masyarakat keruh dan berwarna kecokelatan. Seperti sumur-

sumur yang dimiliki oleh masyarakat di lingkungan I dan VIII. Hal ini disebabkan

daerah di lingkungan I dan VIII merupakan daerah persawahan dan bekas rawa,

sehingga air sumurnya menjadi keruh dan berwarna kecokelatan. Di lingkungan

VIII ada satu keluarga yang menggunakan saringan pasir untuk memnjernihkan

air sumur agar bisa dikonsumsi.

3.2.1.2 Masalah Kesehatan Perorangan

a. Masalah Posyandu

Posyandu, demikian singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu, awalnya adalah

sebuah organisasi pelayanan pencegahan penyakit dan keluarga berencana bagi

kalangan isteri berusia subur dan balita. Posyandu diharapkan lahir dan

dikembangkan atas kesadaran dan upaya masyarakat sendiri, atau partisipasi

sosial dari setiap komunitas di desa dan kelurahan. Dalam rencananya kegiatan

posyandu akan dilakukan oleh para anggota PKK tingkat desa dan kelurahan di

bawah koordinasi isteri kepala desa atau lurah setempat. Posyandu juga

sebenarnya merupakan salah satu kegiatan dari LKMD. Sebagaimana dalam

ketentuan Depdagri, LKMD merupakan perwujudan dari seluruh anggota

masyarakat dengan memadukan pimpinan formal pemerintahan dan para tokoh

informal setempat di bawah koordinasi kepala desa atau lurah. Mereka merancang

kegiatan pembangunan dan melaksanakannya bersama berdasarkan keputusan

58

Page 59: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

bersama yang demokratis termasuk posyandu. Posyandu : pos pelayanan terpadu

adalah akronim yang sudah sangat familiar di telinga masyarakat kita, tapi jujur

harus diakui bahwa sampai dengan saat ini masih banyak desa yang belum

memiliki organisasi ini. Kalaupun ada, tidak berjalan, berjalan pada awal bulan

selanjutnya tidak berjalan atau berjalan pada saat ada kunjungan dari atasan atau

juga ada KLB, kejadian luar biasa. Yang berjalan pun hanyalah terbatas pada

kegiatan penimbangan bayi dan pengisian KMS serta pemberian makanan

tambahan. Kegiatan posyandu pada saat ini mengalami kemunduran. Yang masih

berjalan hanya imunisasi dan gizi dalam pertemuan bulanan. (John Th Ire, 2006)

Posyandu dimulai terutama untuk melayani balita (imunisasi, timbang

berat badan) dan orang lanjut usia (Posyandu Lansia), yang lahir melalui suatu

Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri), Menteri

Kesehatan (Menkes) RI, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) dan Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP

PKK) dan dicanangkan pada sekitar tahun 1986.

Legitimasi keberadaan Posyandu ini diperkuat kembali melalui Surat

Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tertanggal 13 Juni 2001 yang

antara lain berisikan “Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu” yang antara lain

meminta diaktifkannya kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL)

Posyandu di semua tingkatan administrasi pemerintahan. Penerbitan Surat Edaran

ini dilatarbelakangi oleh perubahan lingkungan strategis yang terjadi demikian

cepat bersamaan dengan krisis moneter yang berkepanjangan. Merebaknya

berbagai kasus kesehatan di berbagai daerah sejakpertengahan

tahun 2005, seperti busung lapar, flu burung dan demam

berdarah dengue menyadarkan kita semua

betapa selama ini kita telah mengabaikan pentingnya per an

tradisional Posyandu sebagai sarana pemberi peringatan dini

tentang status kesehatan keluarga dan masyarakat. Di sejumlah

daerah, Posyandu bahkan sudah dianggap 'mati suri' karena

berbagai aktivitas dasar tidak berjalan karena berbagai sebab,

seperti kurangnya kadertiadanya partisipasi masyarakat dan

kurangnya pembinaan dari sektor pemerintah terkait. Keadaan

59

Page 60: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

ini bahkan menyebabkan Bapak Presiden untukmenyerukan

kembali Revitalisasi Posyandu, suatu program yang telah

dicanangkan sejak tahun 2001.

Kelurahan Matani III memiliki dua Posyandu, yakni di Kantor Kelurahan

Matani III yang terletak di lingkungan VI dan di Panti Asuhan Nazaret yang

terletak di lingkungan VIII. Posyandu ini diadakan setiap bulan yang jadwalnya

diatur oleh Puskesmas.

Dari hasil observasi yang kami lakukan pada kegiatan Posyandu tanggal

21 Juli 2008 di kantor Kelurahan Matanai III, dapat dilihat kurangnya partisipasi

masyarakat dalam mengikuti kegiatan Posyandu. Berdasarkan wawancara

langsung dengan kader yang bertugas pada waktu itu, memang partisipasi

masyarakat sangat kurang, hanya pada bulan tertentu saja banyak masyarakat

yang berpartisipasi yakni pada bulan Februari dan Agustus, karena kedua bulan

tersebut adalah bulan Vitamin A.

Permasalahan yang terjadi adalah sulitnya untuk menjangkau lokasi

tempat pelaksanaan Posyandu. Masyarakat yang berada di lingkungan I, II, III,

IV, dan VII sulit untuk menjangkau temapat pelaksanaan Posyandu karena

letaknya yang terlalu jauh.

b. Masalah Hipertensi

Penyakit yang terjadi pada masyarakat di kelurahan Matani III beragam. Dari

SP2TP Puskesmas Kecamatan Tomohon Tengah, ada sekitar 90 penyakit yang

dialami oleh masyarakat selama 6 bulan terakhir (Januari – Juli 2008). Dari semua

penyakit tersebut, terdapat sepuluh penyakit menonjol yaitu :

1. ISPA sebanyak 320 kasus

2. Hipertensi sebanyak 174 kasus

3. Dermatitis sebanyak 50 kasus

4. Gastritis sebanyak 44 kasus

5. Obs. Febris sebanyak 43 kasus

6. CC (Common Coled) sebanyak 29 kasus

7. Diabetes Melitus sebanyak 24 kasus

8. Myalgia sebanyak 11 kasus

9. GE (Gastro Entritis) sebanyak 12 kasus

60

Page 61: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Hipotensi sebanyak 12 kasus

10. Cephalgia sebanyak 10 kasus

Kami mengangkat hipertensi sebagai salah satu masalah kesehatan yang akan

dibahas karena dilihat dari berbagai dampak yang dapat ditimbulkan, antara lain

stroke dan jantung koroner yang bisa berujung kepada kematian

Dikenal 2 bentuk hipertensi yaitu hipertensi primer dan hipertensi

sekunder. Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang progresif

sesuai dengan usia dan tidak diketahui penyebabnya (hipertensi idiopatik).

Beberapa faktor yang diduga terlibat dalam terjadinya hipertensi primer

ialah genetik, obesitas, konsumsi alkohol, pola diet dan kurangnya aktivitas fisik.

Sedangkan hipertensi sekunder ialah hipertensi yang diketahui penyebabnya.

(materi perkuliahan kesehatan wisata, 2005)

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah :

1. Umur

2. Genetik

3. Lingkungan

4. Obesitas

5. Merokok

6. Oral kontrasepsi

7. Diet kalium/kalsium/magnesium

8. Insulin resisten

Faktor yang mempengaruhi perjalanan dari hipertensi :

1. Ras Negro/hitam

2. Usia muda hipertensi

3. Kelamin laki-laki

4. Tekanan Diastolik menetap > 115 mmHg

5. Merokok

6. Diabetes Mellitus

7. Hiperkolesterolemia

8. Obesitas

9. Intake alkohol

10. Adanya kerusakan organ tubuh (mata, ginjal, pembesaran jantung)

61

Page 62: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

11. Nervous sistem

Efek atau akibat dari hipertensi :

- Terhadap pembuluh darah : mempercepat terjadinya Atherosclerosis

- Pada otak : menyebabkan terjadinya stroke baik trombotik maupun

hemoragic. Pada hipertensi berat dapat terjadi sindrom hipertensi

encephalopathy

- Pada jantung : terjadi kekurangan suplai pada pembuluh koroner jantung,

disfungsi ventrikel kiri, gagal jantung

- Pada ginjal : pada hipertensi ringan, fungsi ginjal masih baik. Namun bila

berlanjut dan progresif/tidak terkontrol akan menyebabkan gagal ginjal

c. Masalah gizi

Data yang diperoleh memperlihatkan masih tingginya frekuensi masyarakat yang

mengonsumsi daging. Hal ini berhubungan dengan berbagai penyakit maupun

gejala penyakit yang diderita yaitu hipertensi, asam urat, stroke, diabetes melitus,

dll. Masyarakat tidak mengetahui bahwa frekuensi makan daging yang cukup

tinggi dapat merugikan kesehatan. Pola makan daging tersebut berhubungan

dengan kebudayaan dan tingkat ekonomi masyarakat.

Data yang diperoleh menunjukan (tabel 3.62) bahwa konsumsi daging,

baik daging ternak besar maupun daging unggas masih sangat tinggi. Untuk

daging ternak besar frekuensi konsumsi tertinggi terdapat pada kategori mingguan

yakni sebanyak 291 keluarga. Sedangkan untuk daging ungas, frekuensi konsumsi

tertinggi juga terdapat pada kategori mingguan yakni sebanyak 273 keluarga.

Tingginya frekuensi konsumsi daging di masyarakat sangat mempengaruhi

besarnya jumlah penderita hipertensi kelurahan Matani III. Hal ini dapat dilihat

pada SP2TP Puskesmas Kecamatan Tomohon Tengah, dimana hipertensi

merupakan urutan ke dua dari sepuluh penyakit menonjol khususnya di kelurahan

Matani III.

Perubahan gaya hidup memang tidak menyembuhkan penyakit tetapi dapat

membantu pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit-penyakit tertentu

dengan mengendalikan berat badan agar tetap normal atau ideal. Apabila

frekuensi makan daging dapat dikontrol maka dapat menghindari kegemukan.

62

Page 63: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Frekuensi makan daging yang tinggi juga mempengaruhi besarnya jumlah

penderita hipertensi di Kelurahan Matani III.

d. Masalah perilaku tidak sehat

Minuman alkohol yang di minum hanya untuk menghangatkan tubuh. Masyarakat

sudah mengerti bahwa kebiasaan minum alkohol yang berlebihan itu dapat

merugikan kesehatan mereka. Jika ditinjau dari segi kesehatan, alkohol sangat

bermanfaat untuk dijadikan obat anti-septik dan alkohol memiliki jumlah kalori

sebesar 9kkal. Tetapi jika disalah gunakan yaitu dengan cara meminum alkohol

itu dapat merugihkan kesehatan. Kadar alkohol dalam tuak yaitu 20%. Gejala-

gejala dari ketagihan minum alkohol yaitu :

1. Perubahan perilaku (tindak kekerasan)

2. Slurred Speech (bicara tidak tentu)

3. Gangguan koordinasi yaitu cara jalan tidak mantap

4. Nistagmus yaitu bola mata bergerak tidak tentu

5. Euforia atau disforia yaitu rasa gembira atau rasa sedih berlebihan

6. Mudah dan tersinggung

7. Banyak bicara dan gangguan konsentrasi

8. Gangguan pada organ vital tubuh, misalnya Sirosis Hepatik dan Gouth

Athritis (asam urat).

Gangguan kesehatan karena alkohol tidak timbul seketika tetapi dapat

terjadi pada pemakaian dalam waktu lama. Alkohol dapat menyebabkan seseorang

menjadi ketagihan dan apabila terjadi kelebihan takaran mengakibatkan

penekanan fungsi pernapasan, penurunan tekanan darah, gangguan pembentukan

darah, shock, koma, dan dapat terjadi kematian. Gangguan lain yang dapat

ditimbulkan, yaitu:

1. Keracunan langsung pada sel-sel hati, perlemakan hati, alkoholik hepatitis,

dan pengerasan sel hati (sirosis).

2. Pada saluran pencernaan: peradangan pada esofagus, lambung, dan

duodenum.

3. Pada jantung terjadi penyakit payah jantung.

4. Pada sel kelamin: penurunan hormon androgen dan terjadi impotensi atau

steril.

63

Page 64: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

5. Gangguan pada susunan saraf: gemetar atau tremor, halusinasi, dan kejang-

kejang.

6. Gangguan fungsi otak: gangguan intelektual atau kecerdasan, gangguan emosi

dan berpikir, pemandangan kabur, dan kelumpuhan saraf.

Akibat kebiasaan minum alkohol akan terjadi penurunan daya apresiasi dan

kreasi, penurunan efisiensi fungsi hidup dalam kemunduran penghasilan,

kehilangan produktivitas dan daya kemampuan, dan rusaknya kehidupan keluarga.

Hal-hal tersebut dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap

kehidupan sosial suatu lingkungan (Irianto dan Waluyo, 2004).

Apabilah telah kecanduan alkohol dan terjadi putus alkohol maka orang

dapat menampakkan gejala tremor (gemetaran), mual, lesu, jantung berdebar,

keringat banyak, tekanan darah tinggi (Hipertensi), kecemasan, dan ketakutan,

murung dan mudah tersinggung serta mengalami halusinasi. Ada juga masyarakat

matani III yang menghisap rokok, dari data yang kami dapatkan sebanyak 18,1%

warga yang masih menghisap rokok sedangkan 81,9% tidak menghisap

rokok(tabel 3.55) pada umumnya masyarakat sudah mengetahui bahaya dari

rokok misalnya merokok dapat menyebabkan Impotensi, gangguan kehamilan dan

janin, kanker, serangan jantung juga menyebabkan polusi udara dan

mendatangkan penyakit bagi orang lain yang sering mencium bau asap rokok.

Dengan demikian hal ini perlu adanya perhatian dari masyarakat dan

pengetahuan mengenai kegunaan alkohol sebenarnya dan kerugian bila salah

menggunakannya, serta pengetahuaan akan bahaya rokok bagi kesehatan.

Pengetahuan akan dapat menentukan pola perilaku atau kebiasaan masyarakat.

Karena kesehatan itu sangat penting dan merupakan Anugerah dari Tuhan,

dimana jika kesehatan kita terganggu itu tidak ada artinya lagi.

64

Page 65: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

3.2.2 Skala Prioritas

Setelah masalah kesehatan di Matani III teridentifikasi maka untuk mencari

pemecahannya kami menggunakan metode PAHO (Pan American Health

Organization) untuk menentukan skala prioritas masalah. Penilaian dengan

metode ini didasarkan atas :

M (mangnitude) : jumlah penduduk yang terkena ( luasnya atau

banyaknya penduduk yang terkena atau tingginya

prevalensi)

S (severity) : keparahan atau beratnya kerugian yang timbul

V (vulnerability) : tersedianya teknologi atau obat untuk mengatasi

masalah tersebut.

C ( community and political : menunjukkan sejauh mana masyarakat dan

concern)    pemerintah atau para politisi peduli dengan

masalah tersebut.

A (affordability) : menunjukkan ada tidaknya dana yang tersedia.

Dengan pemberian nilai mengacu pada syarat berikut:

Nilai 1 : sangat kurang

Nilai 2 : kurang

Nilai 3 : cukup besar

Nilai 4 : besar

Nilai 5 : sangat besar

65

Page 66: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Berdasarkan metode PAHO ini masalah-masalah yang telah kami identifikasi

dimasukkan ke dalam tabel berikut ini:

Penentuan prioritas masalah

Menurut metode Pan American Health Organization (PAHO)

NO Masalah M S V C P Total

1 Vaksinasi anjing 3.8 4.2 3 3.7 2.2 389,7

2 Sampah 3.5 3.7 3 3.4 2 264,2

3 SPAL 3.3 3.1 2.6 2.8 1.2 89,4

4 Posyandu 2.8 3.5 2.3 2.6 1.5 87,9

5 Kandang 2.8 3 1.9 2.1 2 67

6 Sumber Air 2.8 2.8 2.5 2 1.7 66,6

7 Perilaku tidak sehat 3.2 3.1 1.9 1.7 1.7 54,5

8 Hipertensi 2.7 2.7 1.5 2.6 1.8 51,2

9 Gizi 2.3 2.3 2 2.3 1.6 38,9

10 Kepadatan Hunian 2.7 2.5 1.5 1.8 1.5 27,3

Adapun 4 masalah pokok berdasarkan hasil perhitungan PAHO diatas yaitu

sebagai berikut:

NO Masalah M S V C P Total

1 Vaksinasi anjing 3.8 4.2 3 3.7 2.2 389,7

2 Sampah 3.5 3.7 3 3.4 2 264,2

3 SPAL 3.3 3.1 2.6 2.8 1.2 89,4

4 Posyandu 2.8 3.5 2.3 2.6 1.5 87,9

66

Page 67: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Berdasarkan metode PAHO yang telah digunakan ini telah ditentukan

urutan masalah mulai dari yang paling utama dan yang dibutuhkan oleh

masyarakat:

1. Masalah tidak meratanya pemberian vaksinasi rabies pada anjing.

2. Masalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada

tempatnya.

3. Masalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk memperhatikan

kebersihan SPAL.

4. Posyandu yang letaknya cukup jauh untuk dijangkau.

67

Page 68: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

3.2.3 Identifikasi Alternatif – alternatif Pemecahan Masalah

Dalam mengindentifikasi pemecahan masalah kami menggunakan metode SWOT,

dimana dalam mengambil langkah pemecahan masalah perlu diperhatikan

kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman setiap alternatif.

Analisis SWOT untuk prioritas masalah dari kegiatan penyuluhan rabies dan

vaksinasi massal

Opportunity TreatMenyukseskan Kota Tomohon sebagai tempat wisata yang bebas rabies

Dukungan pemerintah terhadap program vaksinasi anjing.

Rabies merupakan penyakit yang sangat berbahaya.

Pengobatan rabies belum ada

Strengh Strategi SOPeraturan perundangan-undangan bertujuan untuk mendukung keg. Pariwisata yang nyaman bagi pendatang

Peraturan tersebut menghimbau masyarakat untuk memvaksinansi hewan peliharaan

Strategi STPenerapan UU bertujuan untuk mencegah penyebaran virus rabies yang mengancam kesehatan warga

Peraturan perundangan yang mendukung keg. pariwisata di Tomohon, tentu pemerintah akan berusaha agar tingkat rabies mencapai 0%.

Undang-undang No.6 tahun 1967 tentang pengendalian rabies.

Weakness Strategi WOKerjasama dengan Dinas peternakan untuk melakukan kegiatan vaksinasi massal.

Peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingnya vaksinasi hewan peliharaan

Strategi WTDengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menvaksinasi hewan peliharaan, serta adanya kegiatan vaksinasi akan memperkecil ancaman penyakit rabies

Vaksinasi yang belum merata bisa menjadi ancaman karena bahaya rabies masih terus mengintai.

Kesadaran warga untuk vaksinasi hewan peliharaan masih kurang

68

Page 69: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Analisis SWOT untuk prioritas masalah dari sampah

Opportunity TreatSebagian besar ibu rumah tangga memelihara bunga di halaman, sampah oraganik dapat digunakan sebagai pupuk kompos.

Sampah dapat menjadi sarang vektor penyakit

Karena sampah kadang tidak dibuang pada tempatnya, dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

Strengh Strategi SOPeran pemerintah dalam menciptakan Kota Tomohon yang bersih dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

TFF menjadi pendorong bagi ibu rumah tangga menggunakan pupuk yang murah (kompos) dan ramah lingkungan dalam memelihara tanaman peliharaan

Strategi STPeran pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang asri dan didukung dengan kegiatan TFF secara lansung dan tidak lansung mengurangi dampak negatif dari sampah

Pemerintah sangat peduli akan kebersihan kota terbukti dengan pengadaan tongpas dan truk pengangkut sampah.

Undang-undang RI No.18 Tahun 2008, tentang pengelolaan sampah

Acara Tomohon Festival Flower, mencitrakan kota Tomohon sebagai kota yang asriWeakness Strategi WO

Bekerja sama dengan pemerintah setempat, agar truk sampah menggankut sampah tepat pada jam yang telah ditentukan

Peningkatan pengetahuan mengenai pengolahan sampah organic menjadi pupuk kompos.

Strategi WTKeteraturan pembuangan sampah serta pemanfaatan sampah organic dapat meminimalisir dampak negatif dari sampah, bahkan sampah menjadi bahan pupuk yang sangat murah

Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sampah organic sebagi pupuk kompos bagi tanaman peliharaan

Kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya belum 100% dilakukan .

Jadwal pengangkutan sampah oleh truk sampah tidak jelas

69

Page 70: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Analisis SWOT untuk prioritas masalah dari SPAL

Opportunity TreatSebagian besar masyarakat mengantungkan pembuangan limbah rumah tangga pada SPAL yang tersedia

Jika SPAL yang kurang baik akan menimbulkan banjir, dan kalau banjir akan mengalami kerugian material dan juga banyak penyakit yang akan timbul.

Strengh Strategi SOSPAL yang memenuhi syarat menjadi prasarana yang dapt dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat

Strategi STAdanya SPAL yang dibuat oleh pemerintah, agar kota tidak mengalami kebanjiran dan merugikan semua pihak.

SPAL yang memenuhi persyaratan merupakan prasarana yang mendukung kehidupan masyarakat

Weakness Strategi WOBekerja sama dengan pemerintah setempat untuk memperbaiki SPAL yang kurang baik atau rusak total, serta melakukan kerja bakti untuk membersihkan SPAL yang tersumbat

Penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan SPAL agar tidak tersumbat

Strategi WTKesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara kebersihan SPAL agar tidak tersumbat dapat mencegah timbulnya dampak negative

Kesadaran untuk menjaga kebersihan SPAL agar tidak tersumbat masih kurang

Analisis SWOT untuk prioritas masalah dari Posyandu

70

Page 71: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Opportunity ThreatAdanya dukungan dari kader untuk pengadaan pos-pos penimbangan.

Jika posyandu tidak di jalankan dengan baik maka anak-anak bisa mendapatkan penyakit.

Apabila anak-anak tidak dibawah keposyandu maka kekebalan tubuh mereka tidak bisa menahan penyakit yang menyerang .

Strength Strategi SOPeraturan yang ada mendorong keasadaran orang tua untuk membawa anaknya mengikuti posyandu

Strategi STAdanya posyandu yang dilakuakan dalam 1 bulan 1 sekali, supaya anak-anak sehat.

Kesehatan merupakan hak asasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No.23 Tahun1993) dan sekaligus sebagai investasi

Weakness Strategi WOBekerja sama dengan dinas kesehatan, agar posyandu berjalan dengan baik

Strategi WTKader yang mandiri dan pelayanan yang merata karena kerjasama dengan dinas terkait menjadikan kesadaran masyarakat untuk mengikuti posyandu semakin tinggi

Tempat pelayanan yang masih belum merata

Kader yang belum mandiri

Penghargaan terhadap kader masih kurang

BAB IV. PENUTUP

71

Page 72: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

4.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, dan hasil pertemuan yang

dilaksanakan dengan aparat kelurahan Matani III, maka dapat disimpulkan bahwa

yang menjadi prioritas masalah yang berhasil diidentifikasi melalui kegiatan PBL

I adalah sebagai berikut:

1. Masalah pemerataan vaksinasi anjing.

2. Masalah sampah.

3. Masalah SPAL.

4. Masalah pelayanan posyandu.

4.2. Saran

Berdasarkan prioritas masalah yang diangkat, alternatif pemecahan berupa:

1. Masalah vaksinasi anjing

a. Bekerjasama dengan dinas peternakan untuk melakukan vaksinasi

massal.

b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya

rabies.

2. Masalah sampah

a. Advokasi kepada pihak yang terkait agar tercipta pengaturan waktu

yang efektif untuk pengangkutan oleh truk pengangkut sampah.

b. Pembuatan TPS percontohan.

c. Bekerjasama dengan dinas kebersihan kota dan instansi swasta

lainnya.

d. Penyuluhan tentang sampah.

3. Masalah SPAL

a. Penyuluhan kepada masyarakat terhadap masalah SPAL

b. Kerja bakti membersihkan selokan dari kotoran ataupun sampah

c. Pengerukan kembali saluran yang telah tersumbat.

4. Masalah posyandu

72

Page 73: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

a. Bekerjasama dengan dinas kesehatan agar tiap lingkungan

memiliki pos penimbangan masing-masing

b. Bekerjasama dengan pemerintah kelurahan agar tiap lingkungan

memiliki kader pelaksanaan posyandu.

DAFTAR PUSTAKA

73

Page 74: Laporan PBL FKM UNSRAT Tomohon 2008 (Asep Rahman)

Anonimous. 2008. Pedoman Vaksinasi Anjing.(Online)( http://jakartapets.com, diakses 20 Agustus)

Anonimous. 2008. Penyakit Anjing Gila / Rabies.(Online) (http://www.indofamilypets.com/index.php, diakses 20 Agustus 2008)

Anonimous. 2008. Simanjuntak Antisipasi Berbagai Penyakit.(Online) (http://www.tomohonkota.go.id/index.php, diakses 20 Agustus 2008)

Asoko, Budi Tri. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Rabies. Yogyakarta:Kanisius, hlm 157.

Azwar A. 1981. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : PT Mutiara

Bustan, M, N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta.

Ire, John Th. 2006. Posyandu Sebuah Konsep Pendekatan Hak Anak Dan Perempuan.(Online)(http://www.indomedia.com/poskub/posyandusebuahkonseppendekatanhakanakdanperempuan.html, diakses 17 Juli 2008)

Irianto K, Waluyo K. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : CV Yrama Widya, hlm 89 : 105 : 114 (5) : 126 (9) : 143 : 178-179 : 182.

Komarudin. 1999. Sistem Pengolahan Persampahan di Perkotaan: Jurnal Pembangunan Perkotaan Berwawasan Lingkungan. 9(3): 251-254.

Langi, F. 2004. Pedoman Pedoman Pelaksanaan Praktik Belajar Lapangan. PS.Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNSRAT, Manado.

Sutiyoso, Rini. 2006. Revitalisasi dan pengembangan Posyandu Mandiri.Jakarta : Yayasan Dana Sejahtera Mandiri

74