laporan pbl fkm unsrat tomohon 2008 (asep rahman)
TRANSCRIPT
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Dasar dan Tujuan Pelaksanaan PBL I
PBL merupakan salah satu wujud dari pelaksaan Tri Dharma Perguruan Tinggi,
dimana menghendaki bahwa segala proses yang berlangsung di perguruan tinggi
se-Indonesia hendaknya bermuara kepada pendidikan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat. Proses atau kegiatan yang ideal adalah yang mampu
menyentuh ketiga dharma tersebut dalam pelaksanaannya.
Pelaksanaan PBL berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan yakni
merupakan salah satu bentuk pembelajaran kepada mahasiswa dalam proses
belajar disamping Pengalaman Belajar Ceramah (PBC), Pengalaman Belajar
Praktikal (PBP) dan Pengalaman Belajar Diskusi (PBD) serta Pengalaman Belajar
Integrasi (PBI) yang pada dasarnya untuk menciptakan calon sarjana kesehatan
masyarakat bukan hanya berbasis teori yang didapatkan di bangku perkuliahan
tetapi mampu menerapkan kemampuan profesionalnya dilapangan berbasis
masyarakat.
Kegiatan PBL mengajarkan bagaimana berinteraksi dengan masyarakat
serta menjadi metode pembelajaran lapangan yang sangat efektif. Masyarakat
dengan kompleksitasnya merupakan lingkungan yang akan dihadapi oleh para
calon sarjana kesehatan masyarakat kemudian hari. PBL menuntut mahasiswa
agar mampu mengidetifikasi masalah kesehatan, mencari solusi pemecahan
masalah tersebut serta merumuskannya dalam langkah kerja yang nyata.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud pelaksanaan PBL adalah :
1. Memberikan pengalaman belajar langsung di masyarakat bagi mahasiswa
yang berguna untuk mengembangkan kemampuannya untuk menemukan,
memahami, menjelaskan dan merumuskan cara penyelesaian masalah
dibidang kesehatan masyarakat.
2. Memberikan kemampuan bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam bidang kesehatan
1
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat dengan sikap dan perilaku yang
sesuai dengan tata kehidupan bersama.
3. Membina kemampuan mahasiswa untuk mampu bersikap dan berperilaku
dalam membawakan diri berkarya dibidang kesehatan masyarakat dalam
kehidupan bersama di masyarakat.
4. Meningkatkan koordinasi dan kemitraan yang sinergis antara perguruan
tinggi, dalam hal ini PS IKM FK UNSRAT, dengan pemerintah dan instansi
yang terkait maupun masyarakat dalam masalah-masalah yang menyangkut
kesehatan masyarakat.
Tujuan pelaksanaan PBL adalah bahwa setelah melalui kegiatan PBL, mahasiswa
diharapkan mampu untuk :
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat dan
mengidentifikasi alternatif – alternatif pemecahannya.
b. Menentukan pilihan alternatif pemecahan masalah yang memungkinkan untuk
dilaksanakan dan merumuskannya dalam program kerja yang siap
dilaksanakan.
c. Mengevaluasi pelaksanaan program kerja dan menentukan perlu tidaknya
suatu tindakan ulang ataupun perbaikan.
Kesemua tujuan PBL ini merupakan suatu kesatuan, meskipun pelaksanaannya
didistribusikan secara merata kepada ketiga tahapan PBL yang ada.
Khusus untuk PBL I, mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Mengidentifikasi struktur masyarakat dan organisasinya.
2. Mengenal karakteristik dan norma – norma dalam masyarakat dan
lingkungannya.
3. Bekerja sama secara tim dalam kelompok kegiatan.
4. Mengidentifikasi masalah hasil pengumpulan data base dan data sekunder.
5. Bersama – sama dengan masyarakat menentukan prioritas masalah kesehatan
setempat.
6. Membuat laporan PBL I sebagai pegangan untuk intervensi masalah terhadap
PBL II.
2
1.3 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan
Kegiatan PBL I dilaksanakan sejak tanggal 8 Juli – 22 juli 2008, yang lokasinya
diwilayah Kelurahan Matani III Kecamatan Tomohon Tengah Kota Tomohon.
Jumlah peserta PBL 1 yang ditempatkan di Kelurahan Matani III sebanyak 12
orang dengan rincian 3 orang laki-laki dan 9 perempuan.
1.4 Pengorganisasian Pos Koordinasi ( POSKO)
3
KOORDINATOR
Asep Rahman
SEKRETARIS
Esra Singal
BENDAHARAMaria Gebze
SEKSI
PERLENGKAPAN
Rico Senaen
Wendy Sumaiku
Wigiantry Tunas
SEKSI
DOKUMENTASI
Kristoni Mala
Rina Tandungan
Nur Alifa Dempata
SEKSI
HUMAS
Gladys Rhemrev
Fina Pelealu
Indri Polii
BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI
2.1 Sejarah Kelurahan Matani III
Menurut cerita dan data yang diperoleh dari orang-orang tua, budayawan dan
tokoh masyarakat di Desa Matani bahwa asal-usul sejarah Kelurahan Matani III
dimulai pada abad 16 permulaan tahun 1542, yaitu sejak masuknya bangsa
Spanyol di daerah Minahasa.
Mulanya penduduk Desa Matani menempati suatu tempat yang diberi
nama “Nimawanua“ yaitu suatu tempat yang terletak di bagian selatan rumah
sakit Gunung Maria Tomohon sekarang. Tempat tersebut telah menjadi wilayah
Kelurahan Kolongan Kecamatan Tomohon Tengah.
Kata nimawanua adalah salah satu kata yang berasal dari bahasa Tombulu
asli yang artinya ”telah menjadi kampung atau desa”. Kata nimawanua berasal
dari kata dasar wanua atau kampung. Pada masa itu penduduk kampung
Nimawanua hidup dalam keadaan tentram, damai, dan sentosa atas pimpinan
beberapa orang yang disebut Tonaas U Mbanua yang menjadi ketua kampung
atau pelindung Kampung Nimawanua.
Pimpinan desa atau pemimpin Kampung Nimawanua disebut sebagai Tu’a
U Mbanua, Tu’a Lukaz atau Pa’endon Tu’a dan Parewis U Lukaz ( Bahasa
Tombulu ). Dimana, Tu’a Mbanua yang disebut ketua kampung atau desa,
kemudian menjadi Ukung Tua atau Hukum Tua, di desa dan lurah di kelurahan.
Tu’a U Lukaz atau Pa’endon tua yang kemudian menjadi kepala jaga atau kepala
dusun di desa dan kepala lingkungan di kelurahan. Sedangkan Parewis U lukaz
atau Maweteng yaitu, yang membagi pekerjaan dalam setiap jaga atau dusun. Dan
beberapa dari pemimpin di Kampung Nimawanua adalah Dotu Ronsun, Rosok
dan Worotikan.
Keadaan tentram, damai dan sentosa dikampung Nimawanua berlangsung
lama. Sampai pada akhir abad ke-18 yaitu kira-kira pada tahun 1795, di Kampung
Nimawanua tersebut tiba-tiba terjadi suatu musibah gempa bumi yang sangat
dahsyat, sehingga mempengaruhi keadaan penghidupan masyarakat.
Penduduk Nimawanua percaya kepada Opo Walian atau Opo Empung
(Tuhan), selain itu mereka percaya pula akan adanya tahayul sehingga mereka
4
mengkeramatkan bebatuan dan pepohonan besar dan sebagainya, yang menurut
mereka dapat menpengaruhi hidup manusia. Mereka juga percaya pada bunyi
burung atau binatang lain serta bunyi lainnya, yang dianggap bertanda baik atau
buruk. Gempa merupakan bencana pertanda buruk bagi kampung Nimawanua,
sehingga tua-tua kampung berkumpul dengan maksud untuk mengadakan rapat
atau musyawarah mufakat (meruz) bersama dengan keputusan bahwa mereka
akan meninggalkan Nimawanua dan mencari tempat baru yaitu di sebelah timur
yang lebih aman untuk dijadikan kampung.
Atas prakarsa dari ketiga pemimpin tersebut, maka maksud dari pada
penduduk Nimawanua dapat terlaksana dengan baik. Dan pada saat ketiga
pemimpin tersebut meninggalkan Nimawanua, mereka dibekali dengan
pengetahuan dari tua-tua yang berpengetahuan. Mereka menuju ke sebelah timur
membawa dua ekor ayam jantan. Sampailah mereka di sebelah timur pada suatu
hutan yang lebat, dan melepaskan kedua ekor ayam jantan dengan maksud untuk
meminta persetujuan dari Opo Wailan atau Opo Empung akan maksud mereka.
Tetapi kedua ekor ayam jantan itu tidak mengeluarkan suara. Dengan sangat sedih
mereka kembali dengan maksud akan pulang ke Nimawanua.
Di tengah perjalanan pulang mereka melepaskan salah seekor ayam jantan
yang dibawahnya itu dan ayam jantan itu berkokoklah. Sehingga ketiganya sangat
gembira. Mereka bersyukur kepada Opo Wailan atau Opo Empung karena maksud
mereka telah mendapat persetujuan dari Opo Wailan atau Opo Empung.
Ketiganya bersorak sorai dan berteriak dengan bahasa mereka ( Bahasa Tombulu )
yaitu ”Mei kukuk i ko’ko i ntumani u mbanua weru, ni eneau ni Opo Empung Opo
Wailan karengan ni kita i ma’ eman ni sia, ni sia si nimeteng wo ma’ imek u
nasengan ta i ntou wia mbawoitana”.
Tempat itu lalu dibersihkan oleh mereka bertiga dan diberi tanda atau
patok ( tiang ) dari kayu. Dinamainya tempat itu ”Tumani” yang artinya tempat
atau daerah yang baru dibuka untuk dijadikan kampung atau desa.
Demikianlah ketiganya ( Dotu Ronsun, Rosok dan Worotikan ) kembali ke
Nimawanua untuk memberitahukan kepada masyarakat Nimawanua bahwa
mereka telah mendapatkan suatu tempat yang baru. Tempat tersebut letaknya
5
disekitar Tugu Tololiu Tua sampai ke sebelah Timur, di sebelah barat sekolah
Dasar Negeri II Tomohon, wilayah Kelurahan Matani III Kecamatan Tomohon
Tengah. Kemudian berangsur-angsur meluas ke timur, ke utara dan ke bagian
selatan. Kampung Tumani diperintah oleh Tu’a U Mbanua dibantu oleh tua-tua
kampung lainnya.
Dengan masuknya bangsa Belanda di Minahasa yaitu pada permulaan
abad 18, merubah tata pemerintahan dan tata kehidupan kampung Tumani.
Dengan adanya campur tangan secara langsung dalam segala segi kehidupan
masyarakat kampung Tumani. Atas desakan Bangsa Belanda untuk merubah
nama Tumani maka melalui musyawarah mufakat (meruz) oleh tua-tua kampung,
Tumani diganti dengan Ma’tani atau Matani. Demikianlah Kampung Matani
tahun demi tahun berkembang dan menjadi Desa Matani yang besar, luas, dan
padat penduduknya.
Dengan adanya perkembangan penduduk dan meluasnya pemukiman
penduduk, maka tentunya sangat perlu untuk membentuk suatu pemerintahan
yang dikepalai oleh seorang Tua U Mbanua atau yang dianggap mampu untuk
mengepalai suatu pemerintahan dalam kampung Matani tersebut. Maka oleh tua-
tua kampung melalui musyawarah bersama mengadakan pemilihan seorang yang
dapat menjadi Tua U Mbanua atau kepala kampung yang kemudian disebut
Ukung Tua atau Hukum Tua yang dipilih oleh masyarakat dengan suara
terbanyak. Hal ini nanti terjadi pada tahun 1805 di masa penjajahan Belanda.
Sehingga pada tahun 1905 tersebut terbentuklah suatu pemerintahan Kampung
Matani yang dikepalai oleh seorang terpilih dengan sebutan Ukung Tua atau
Hukum Tua.
Hukum tua yang pertama memerintah Kampung Matani adalah Hukum
Tua Tololiu Palar (1805 – 1835) Penggantinya adalah Hukum Tua Nikodemus
Palar (1835 – 1866). Kemudia berturut-turut yaitu hukum tua Karel Palar (1866 –
1871), Hukum Tua Petrus Pitoy (1871 – 1881), Hukum Tua Jermias Pitoy (1871 –
1891), Hukum Tua Nangin Polii (1891 – 1898), Hukum Tua George Wenas (1898
– 1900), Hukum Tua Natanael Anes (1900-1917) Hukum Tua Mesak
Pangemanan (1917-1921), Hukum Tua Efraim Tuelah (1921 – 1928). Pada masa
Hukum Tua Efraim Tuelah 1921 hingga tahun 1928, Desa Matani berubah
6
namanya menjadi Desa Timomor suatu desa gabungan dari dua desa yaitu Desa
Matani dan Desa Walian. Penyebab kedua desa ini digabung menjadi satu desa,
dikarenakan Desa Walian tidak mempunyai Hukum Tua.
Pada akhir tahun 1928 Desa Timomor kembali dibagi menjadi dua desa,
Desa Matani dan Desa Walian dipisahkan kembali karena Desa Walian dapat
mengajukan seorang Hukum Tua. Pada permulaan tahun 1929 Desa Matani
dijabat oleh Hukum Tua Wilhelmus Ngantung (1929 – 1938), Hukum Tua
Rondonuwu Wowor (1938 – 1942), masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Hukum Tua Geiret Mawikere (1942 – 1943), Hukum Tua Manuel Tamunu (1943
– 1944), Hukum Tua Alexander Rotikan (1944 – 1964), Hukum Tua Daniel Palar
(1964 – 1968), Hukum Tua Thomas Mantiri (1968 – 1974), Hukum Tua Alfrits
Worang (1974 – 1978), dalam dua kali pemilihan Hukum Tua, pada tahun 1978
Desa Matani dimekarkan menjadi tiga desa yang terdiri dari Desa Matani I,
Matani II dan Matani III.
7
2.2 Keadaan Geografi dan Demografi
2.2.1 Keadaan Geografi
Luas wilayah : 383,5 Ha
Tabel 2.1 Luas areal tiap lingkungan
Lingkungan Luas Areal (Ha)I 7II 5III 3,5IV 4VI 6,5VII 4,5VIII 349Total (Ha) 383,5
Sumber : Profil Kelurahan Matani III, 2008
Batas-batas Kelurahan
a. Utara : Kelurahan Paslaten II, Kolongan
b. Timur : Kelurahan Matani II
c. Selatan : Kelurahan Walian
d. Barat : Kelurahan Kolongan
2.2.2 Keadaan Demografi
Sesuai dengan sensus penduduk yang dilakukan pada tanggal 31 Desember 2007,
maka jumlah penduduk Kelurahan Matani III adalah sebanyak 1929 jiwa yang
terdiri atas laki-laki dengan jumlah 989 jiwa dan perempuan 940 jiwa yang
tersebar dalam 8 (delapan) lingkungan.
Tabel 2.2 Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin
Lingkungan Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)
I 138 144 282II 108 109 217III 85 65 150IV 133 129 262V 97 104 201VI 94 99 193VIIVIII
104230
106184
210414
Jumlah (jiwa) 989 940 1929Sumber : Profil Kelurahan Matani III, 2008
8
2.3 Sarana dan Prasarana
2.3.1 Prasarana
Prasarana yang tersedia berupa
1. Penyediaan air minum
2. Pembuangan sampah
3. Saluran air limbah
4. Listrik
5. Telepon
6. Jalan raya
2.3.2 Sarana
1. Sarana Kesehatan
Tabel 2.3 Sarana Kesehatan
Sarana Kesehatan JumlahRumah Sakit
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
0
0
1
Jumlah 1Sumber : Wawancara pegawai Kelurahan Matani III
Sarana kesehatan yang terdapat di kelurahan Matani III hanyalah
Puskesmas Pembantu (Pustu).
2. Sarana Pendidikan
Tabel 2.4 Sarana Pendidikan
Sarana Pendidikan Jumlah
Taman Kanak-kanak (TK)
Sekolah Dasar (SD)
Sekolah Tingkat Pertama (SMP)
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Perguruan Tinggi (PT)
Lembaga Pendidikan Agama
Lembaga Pendidikan Lain
2
3
1
-
-
-
4
Jumlah 10
Sumber : Monografi Kelurahan Matani III, 2008
9
Terdapat 10 prasarana pendidikan di Kelurahan Matani III dengan rincian
dua Taman Kanak-kanak, tiga Sekolah Dasar, satu SMP, dan empat lembaga
pendidikan lain.
3. Sarana Peribadatan
Sarana peribadatan yang terdapat di Kelurahan Matani III, yaitu:
1. Gereja Kr. Protestan
2. Masjid
10
BAB III. HASIL PENDATAAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pendataan
3.1.1 Data Umum
Kegiatan PBL I yang telah dilaksanakan selama dua minggu terhitung sejak
tanggal 8-22 Juli 2008, kami mendapatkan data umum penduduk Kelurahan
Matani III, yaitu sebagai berikut :
Tabel 3.1 Jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin
Kelompok umur (tahun)
Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah (jiwa)
%
0-4
5-14
15-44
45-64
> 65
58
160
435
209
61
63
142
421
220
56
121
302
856
429
117
6,6
16,6
46,9
23,5
6,4
Jumlah (jiwa) 923 902 1.825 100Sumber : Data primer
Berdasarkan data di atas penduduk Kelurahan Matani III berjumlah 1.825
jiwa, dengan jumlah laki-laki 923 jiwa dan perempuan 902 jiwa. Jumlah
penduduk yang terbanyak terdapat pada kelompok umur 15 – 44 tahun. Hal ini
berarti penduduk Kelurahan Matani III lebih banyak berada pada kelompok usia
produktif. Kelompok umur lansia berada pada posisi akhir dengan jumlah 117
jiwa (6,4% ). Perbedaan jumlah penduduk dari data primer dan sekunder
disebabkan karena mobilitas penduduk, kesibukan, dan penolakan.
11
Tabel 3.2 Jumlah penduduk menurut lingkungan
Lingkungan Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah (jiwa)
%
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
120
121
66
148
127
115
87
139
130
108
75
135
104
109
97
144
250
229
141
283
231
224
184
283
13,7
12,5
7,7
15,5
12,7
12,3
10,1
15,5
Jumlah (jiwa) 923 902 1.825 100Sumber : Data primer
Dari data sekunder terdapat 624 kepala keluarga sedangkan dari data primer
diperoleh 539 kepala keluarga yaitu 86,4% dari jumlah penduduk keseluruhan.
Sebanyak 85 KK tidak didata karena kesibukan, pindah rumah, dan tidak bersedia
untuk diwawancara.
Tabel 3.3 Jumlah penduduk menurut agama
Agama Jumlah (jiwa) % Kr. Protestan 1.418 77,9
Katolik 309 17,4
Islam 99 4,6
Budha 0 0
Hindu 0 0
Jumlah 1.825 100Sumber : Data primer
Mayoritas penduduk menganut agama Kristen Protestan dengan jumlah
1.418 jiwa (77,9%). Sebanyak 309 jiwa menganut agama Kristen Katolik dengan
presentase 17,4%. Sisanya sebanyak 99 jiwa menganut agama Islam dengan
presentase 4,6%.
12
Tabel 3.4 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan Jumlah (jiwa) % Tidak Sekolah 11 0,6
Belum Sekolah 108 6,0
Tidak Tamat SD 61 3,3
SD 325 17,8
SMP 433 23,7
SMA 635 34,8
Perguruan Tinggi 252 13,8
Jumlah (jiwa) 1.825 100Sumber : Data primer
Tingkat pendidikan masyarakat terbanyak pada tingkat SMA sebesar 539
jiwa (34,8%). Sedangkan ditingkat SMP sebanyak 433 jiwa dengan persentase
23,7%, dan bagi penduduk yang tidak bersekolah sebanyak 12 jiwa dengan
persentase 0,6%.
Tabel 3.5 Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (jiwa) % Petani 88 4,8
Petani Penggarap
Pedagang
Buruh/Tukang
6
11
65
0,3
0,6
3,6
PNS 116 6,4
Pegawai Swasta 116 6,4
Wiraswasta
ABRI/Polisi
Pengrajin
201
5
10
10,0
0,3
0,6
I RT
Pensiunan
Lain
309
66
59
16,9
3,6
3,2
Tidak Kerja 781 42,3
Jumlah (jiwa) 1.825 100Sumber : Data primer
13
Ibu Rumah Tangga merupakan jenis pekerjaan yang terbanyak di Kelurahan
Matani III yakni sebanyak 309 jiwa dengan persentase sebesar 16,9%. Kemudian
sebanyak 201 jiwa dengan persentase 10% merupakan wiraswasta. Meskipun
demikian, jumlah penduduk yang tidak bekerja masih lebih tinggi daripada jumlah
penduduk yang bekerja, yakni sebanyak 781 jiwa dengan persentase 42,3%.
Tabel 3.6 Jumlah penduduk berdasarkan penghasilan per bulan
Penghasilan Per Bulan (Rp) Jumlah (KK) % ≤ 750.000
750.000 – 1.500.000
1.500.000 – 2.500.000
2.500.000 – 5.000.000
> 5.000.000
214
176
78
53
18
39,7
32,7
14,5
9,8
3,3
Jumlah (KK) 539 100Sumber : Data primer
Tingkat penghasilan tebanyak dari penduduk kelurahan Matani III berada
pada kategori < Rp750.000, yakni sebanyak 214 KK (39,7%). Kemudian kategori
Rp750.000 – Rp1.500.000, sebanyak 176 KK dengan persentase 32,7%.
14
3.1.2 Bidang Kesehatan Pemukiman dan Lingkungan
Tabel 3.7 Jumlah konstruksi rumah penduduk
KonstruksiRumah
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Permanen 37 32 20 34 19 28 16 46 232 43,0
Semi permanenmemenuhi syarat teknis
21 16 16 27 38 16 36 14 184 34,1
Darurat 1 1 1 1 1 0 0 0 5 0,9
Semi permanentdk memenuhi syarat teknis
14 22 5 25 12 18 3 19 118 22,0
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Konstruksi rumah penduduk Kelurahan Matani III sebagian besar adalah
permanen sebanyak 232 KK dengan persentase tertinggi 43,0%, semi permanen
memenuhi syarat teknis sebanyak 184 KK (34,1%), semi permanen tidak
memenuhi syarat teknis sebanyak 118 KK (22,0%) dan rumah darurat (rumah
yang hampir seluruh bagiannya kayu ataupun tripleks dan tidak memenuhi syarat)
sebanyak 5 KK (0,9%).
Tabel 3.8 Distribusi bagian utama lantai rumah
Bagian Utama Lantai
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Keramik 27 25 9 29 16 25 14 26 171 31,7
Semen 27 31 27 36 38 25 33 36 253 46,9
Kayu 18 14 6 20 13 12 8 15 106 19,7
Batu 1 0 0 0 0 0 0 1 2 0,2
Tanah 0 1 0 2 3 0 0 2 8 1,5
Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
15
Tabel di atas menunjukkan bagian utama lantai rumah penduduk sebagian
besar adalah semen dengan jumlah 253 KK (46,9%). Hal tersebut sesuai dengan
konstruksi rumah penduduk yang sebagian besar adalah permanen. Sedangkan
untuk jenis lantai keramik berjumlah 171 KK (31,7%), jenis lantai kayu berjumlah
106 KK (19,7%) dan jenis lantai rumah dari tanah berjumlah 8 KK (1,5%) dan
jenis lantai rumah yang terbuat dari batu berjumlah 2 KK (0,2%) dengan jumlah
yang paling sedikit.
Tabel 3.9 Distribusi bagian utama dinding rumah penduduk
Bagian Utama
Dinding
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK) %
Beton 49 40 29 49 33 37 35 53 325 60,3
Batu 1 1 1 2 6 5 3 1 20 3,7
Seng 1 4 1 2 2 0 0 1 11 2,0
Kayu 20 26 11 33 26 20 17 23 176 32,7
Bambu 0 0 0 1 1 0 0 1 3 0,6
Lain 2 0 0 0 2 0 0 0 4 0,7
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Bagian utama dinding rumah yang terbuat dari beton sebanyak 325 KK
dengan persentase yaitu 60,3%. Hal tersebut dapat dilihat dari keadaan rumah
penduduk di kelurahan Matani III yang sebagian besar permanen. Sedangkan
persentase terendah yaitu bagian utama dinding rumah yang terbuat dari bambu
dengan jumlah 3 KK (0,6%).
16
Tabel 3.10 Distribusi bagian utama atap rumah penduduk
Bagian Utama Atap
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Genteng 5 9 1 4 0 3 1 6 29 5,4
Seng 66 62 41 82 69 59 54 73 506 93,9
Asbes 2 0 0 0 1 0 0 0 3 0,5
Rumbia 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0,2
Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100
Sumber : Data primer
Berdasarkan data di atas, bagian utama atap rumah penduduk terbanyak
adalah seng, berjumlah 506 KK (93,9%), sedangkan yang menggunakan atap
genteng berjumlah 29 KK (5,4%), dan yang menggunakan asbes 3 KK (0,5%),
serta rumbia 1 rumah (0,2%).
Tabel 3.11 Distribusi luas jendela rumah penduduk
Luas JendelaLingkungan
I II III IV V VI VII VIII Jumlah (KK)
%
Sesuai Luas Ruangan 46 59 29 64 57 47 48 57 407 75,5
Tidak SesuaiLuas Ruangan
26 12 13 22 12 15 7 22 129 23,9
Tidak ada jendela 1 0 0 1 1 0 0 0 3 0,6
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100
Sumber : Data primer
Sebagian besar penduduk Matani III memiliki kondisi jendela yang
luasnya sesuai luas ruangan, yakni sebanyak 407 KK (75,5%), sedangkan yang
memiliki jendela dengan luas yang tidak sesuai dengan luas ruangan sebanyak
129 KK (23,9%), dan yang tidak memiliki jendela berjumlah 3 KK (0,6%).
17
Tabel 3.12 Distribusi ventilasi rumah
VentilasiRumah
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Sejuk dan nyaman 60 60 29 67 62 44 52 63 437 81,1
Banyak angin 7 5 9 3 5 5 0 6 40 7,4
Sumpek, pengap 6 0 1 0 0 7 3 2 19 3,5
Berbau tidak enak 0 6 3 17 3 6 0 8 43 8,0
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Sebagian besar penduduk Kelurahan Matani III memiliki ventilasi yang
baik sehingga suasana di dalam rumah terasa sejuk dan nyaman. Sebanyak 437
KK (81,1%) memiliki ventilasi sejuk dan nyaman, 40 KK (7,4%) ventilasi banyak
angin sebesar, sumpek/pengap sebanyak 19 KK (3,5%) dan yang berbau tidak
enak berjumlah 43 KK (8,0%).
Tabel 3.13 Distribusi Jamban
TempatBuang Air
Besar (BAB)
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Jamban milik pribadi 73 62 41 82 68 62 55 73 516 95,7
Jamban milik umum 0 9 1 0 0 0 0 4 19 3,5
Semak/Hutan 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0,2
Lain* 0 0 0 0 1 0 0 2 3 0,6
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber: Data Primer
Ket : * sungai, selokan
18
Jamban yang digunakan penduduk di Kelurahan Matani III pada umumnya
merupakan jamban milik pribadi, yakni sebanyak 516 KK dengan persentase
95,73%. Ada juga beberapa keluarga yang tidak memiliki jamban sehingga
mereka harus memakai jamban umum.
Tabel 3.14 Distribusi jenis jamban
Jenis JambanLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Cemplung 1 2 0 3 0 0 3 4 13 2,4
Empang 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0,2
Pupuk 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0,2
Leher Angsa 71 69 42 84 69 62 52 75 524 97,2
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100%Sumber : Data primer
Pengguna jenis jamban cemplung sebanyak 13 KK (2,4%), jamban
empang dan jamban pupuk masing-masing hanya sebanyak 1 KK (0,2%). Dari
data yang diperoleh, banyak yang menggunakan jamban leher angsa, yakni
sebanyak 524 KK (97,2%).
19
Tabel 3.15 Distribusi sumber air minum
Sumber Air Minum*
LingkunganI II III IV V VI VII VIII Jumlah %
Sumur gali bersemen 5 13 5 17 39 13 4 32 128 23,2Sumur gali tidak bersemen 1 0 4 5 1 2 0 5 18 3,3Penampungan air hujan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0Air minum kemasan 0 1 1 2 0 0 0 4 8 1,4
Sumur pompa 0 3 2 12 29 13 8 14 81 14,7
PAM 68 53 29 40 1 36 44 14 285 51,6
Mata air 0 0 0 4 0 0 0 12 16 2,9
Sungai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lain 0 1 1 7 0 3 1 3 16 2,9Jumlah 74 71 42 87 70 67 57 84 552 100
Sumber : Data primer
Ket : * Memungkinkan responden menjawab lebih dari satu
Sumber air minum warga, sebagian besar berasal dari PAM yaitu sebanyak
285 KK dengan persentase 51,6%. Penggunaan sumur gali sebagai sumber air
minum sebanyak 146 KK, dengan perbandingan 128 KK (23,2%) menggunakan
sumur bersemen, sedangkan 18 KK (3,3%) menggunakan sumur tidak bersemen.
Tabel 3.16 Distribusi status kepemilikan sumber air minum
Status Kepemilikan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Milik Sendiri 5 17 9 12 63 30 11 55 202 36,6
Milik Tetangga 0 2 4 18 5 1 2 0 32 5,8
Milik Umum 69 52 29 57 2 36 44 29 318 57,6
Jumlah (KK) 74 71 42 87 70 67 57 84 552 100Sumber : Data primer
20
Kepemilikan sumber air minum sebagian besar milik umum yaitu sebanyak
318 KK (57,6%). Milik sendiri sebanyak 202 KK (36,6%) dan untuk status
sumber air minum milik tetangga sebanyak 32 KK (5,8%).
Tabel 3.17 Distribusi jarak sumber air minum (sumur)* dengan septik tank
Jarak(m)
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
≥10 m 3 12 9 28 41 15 5 26 139 61,2
<10 m 3 4 2 6 28 13 7 25 88 38,8
Jumlah (KK) 5 16 11 34 69 28 12 51 227 100Sumber : Data primer
Ket : * Sumur gali semen, sumur tidak semen, dan sumur pompa
Jarak sumber air ke septik tank yang kurang dari 10 meter sebanyak 88 KK
(38,8%) sedangkan jumlah keluarga yang memiliki sumur yang berjarak lebih dari
10 meter ke septik tank sebanyak 139 KK (61,2%).
Tabel 3.18 Distribusi tempat pembuangan sampah
Tempat Pembuangan
Sampah
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Ada 73 70 42 85 68 61 53 72 524 97,2
Tidak ada 0 1 0 2 2 1 2 7 15 2,8
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100%Sumber : Data primer
Dari data yag diperoleh, sebanyak 524 KK (97,2%) memiliki tempat
pembuangan sampah dan yang tidak memiliki tempat sampah sebanyak 15 KK
(2,8%).
21
Tabel 3.19 Tempat Sampah
Tempat SampahLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Keranjang 31 47 10 54 31 38 17 20 248 46,0
Drum bekas 0 0 0 1 2 0 0 0 3 0,4
Bak 2 3 1 0 1 0 1 0 8 1,5
Lain* 40 21 31 32 37 24 37 59 281 52,1
Jumlah (KK) 71 73 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Ket : *Menggunakan truk pengangkut sampah
Tempat sampah yang biasanya digunakan oleh keluarga-keluarga di
Kelurahan Matani III, paling banyak adalah pada kategori lainnya, dalam hal ini
truk pengangkut sampah, sebanyak 281 KK dengan persentase 52,1% dan yang
menggunakan keranjang sebanyak 248 KK dengan persentase 46,0%.
Tabel 3.20 Pengelolaan Sampah
Cara Pengolahan Sampah
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Lubang 3 18 1 3 3 3 4 5 40 7,4
Kumpul, bakar 11 18 5 10 4 4 2 4 98 18,2
Sembarangan 0 0 0 3 1 0 2 2 8 1,5
Lain 59 35 36 71 62 55 47 28 393 72,9
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Dari data yang diperoleh, bahwa cara pengolahan sampah biasanya sampah
dikumpulkan lalu di angkut oleh truk sampah sebanyak 72,9% karena dalam 1
minggu truk samaph mengangkut 2 kali yaitu setiap hari selasa dan kamis, namun
ada juga sampah yang dikumpul dan dibakar sebanyak 18,2%, selain itu yang
menggali lubang untuk tempat sampah sebanyak 7,4%. Mereka yang membuang
sampah sembarangan tempat sebanyak 1,5%.
22
Tabel 3.21 Distribusi sistem pembuangan air limbah
Sistem PembuanganAir limbah
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Riol 61 64 42 78 63 61 50 53 472 87,6
Sungai 10 3 0 8 5 1 5 14 46 8,5
Tidak ada 2 4 0 1 2 0 0 12 21 3,9
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber: Data Primer
Masyarakat Matani III mayoritas membuang air limbah melalui saluran
roil yang telah tersedia. Sedangkan warga yang membuang air limbah lansung ke
sungai sebesar 8,5%. Masih 3,9% warga tidak memiliki saluran riol sehingga air
limbah dibiarkan tergenang.
Tabel 3.22 Kebersihan halaman/pekarangan
Kebersihan halaman /
pekarangan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Serba bersih dan teratur 42 45 22 49 47 35 40 52 332 62,6
Agak kotor dan kurang teratur 31 20 19 31 22 27 15 25 190 35,3
Kotor dan tidak teratur 0 6 1 7 1 0 0 2 17 3,1
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber: Data Primer
Dari data dapat dilihat bahwa halaman rumah dari penduduk Matani III
sebagian besar bersih dan teratur dengan persentase 62,6%. Adapun yang agak
kotor atau kurang teratur sebanyak 35,3%. Sebanyak 17 KK (3,1%) halaman
rumah kotor atau tidak teratur.
23
Tabel 3.23 Kebersihan dalam rumah
Kebersihan dalam rumah
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Serba bersih dan teratur 49 42 32 42 50 28 41 46 330 61,2
Debu di meja 17 21 9 29 19 25 19 16 150 27,8
Sarang laba-laba dan banyak debu 0 4 0 9 0 3 0 2 18 3,3
Banyak sampah / sisa makanan 7 4 1 7 1 6 0 15 41 7,7
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel di atas rumah dari penduduk Matani III yang bersih dan
teratur sebanyak 330 KK (61,2%), sedangkan masih ada juga rumah penduduk
yang rumahnya banyak sampah/sisa makanan yang berserakan. Hal ini
diakibatkan karena masih ada keluarga yang tidak memiliki tempat sampah.
Tabel 3.24 Distribusi hewan peliharaan
HewanLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Tidakhewan 44 32 33 53 39 28 39 23 291 54,0
Hewan ternak 18 13 5 9 12 7 8 17 89 16,5
Bkn hewan ternak 11 26 4 25 19 27 8 39 159 29,5
Jumlah 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Mayoritas penduduk Matani III yakni sebanyak 291 KK (54%) tidak
memiliki hewan peliharaan. Sebanyak 248 KK memiliki hewan peliharaan, yang
terdiri dari 89 KK (16,5%) memiliki hewan ternak dan 159 KK (29,5%) memiliki
hewan bukan ternak.
24
Tabel 3.25 Distribusi lokasi kandang untuk hewan peliharaan
Lokasi Kandang
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Dalam rumah 3 2 0 4 0 2 0 6 17 6,9
Dekat rumah 12 13 3 4 10 11 4 16 73 29,4
Jauh dari rumah 3 2 1 0 3 1 0 2 12 4,8
Tersambung dgn rumah 2 4 0 3 0 1 2 1 13 5,3
Tdk ada kandang 9 18 5 23 18 19 10 31 133 53,6
Jumlah (KK) 29 39 9 34 31 34 16 56 248 100Sumber : Data primer
Dari data yang diperoleh, sebanyak 133 KK (53,6%) yang memiliki hewan
peliharaan tidak memiliki kandang. Dan sebanyak 46,4% memiliki kandang
dengan rincian kandang yang berada dalam rumah sebanyak 17 KK (6,9%),
kandang dekat rumah sebanyak 73 KK (29,4%), berada jauh dari rumah sebanyak
12 KK (4,8%.), dan yang tersambung dengan rumah sebanyak 13 KK (5,3%).
Tabel 3.26 Distribusi kebersihan kandang
Kebersihan Kandang
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIII Jumlah %
Bersih 13 12 3 5 11 11 4 19 78 67,8
Kotor 7 9 1 6 2 4 2 6 37 32,2
Jumlah 20 21 4 11 13 15 6 25 115 100Sumber : Data primer
Dari 115 KK yang memiliki kandang hewan, berdasarkan data di atas
terlihat bahwa sebagian besar (67,8%) memiliki kandang yang bersih, sedangkan
kandang yang kotor sebanyak 32,17%, semuanya tergantung frekuensi
membersihkan kandang.
25
Tabel 3.27 Vaksinasi anjing
VaksinasiLingkungan
I II III IV V VI VII VIII Jumlah (ekor)
%
Ya 13 25 4 25 23 30 16 19 155 58,5
Tidak 8 12 2 10 25 9 10 34 110 41,5
Jumlah (ekor) 21 37 6 35 48 39 26 53 265 100
Sumber : Data primer
Jumlah anjing yang ada dikelurahan Matani III sebanyak 265 dimana 155
(58,5%) sudah divaksin, sedangkan sisanya yaitu 110 belum divaksin.
3.1.3 Bidang Pelayanan Kesehatan
Tabel 3.28 Distribusi akseptor/non akseptor KB
Ikut KBLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Ya 32 26 14 33 34 28 24 26 217 40,3
Tidak 41 45 28 54 36 34 31 53 322 59,7
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Menurut hasil survey yang diperoleh, 59,7% pasutri di kelurahan Matani III
tidak mengikuti program KB. Sebesar 40,3% pasutri mengikuti program KB. Hal
ini disebabkan karena sebagian besar pasutri melakukan KB mandiri, sehingga
tidak mengikuti program KB yang biasanya diberikan di rumah sakit atau
puskesmas.
26
Tabel 3.29 Distribusi jenis-jenis KB
Jenis KBLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Pil 5 14 1 13 9 8 9 2 61 27,1
Suntik 16 8 6 12 14 12 9 16 93 41,3
Susuk 0 0 2 4 2 0 1 1 10 4,4
Spiral 11 1 5 3 9 3 7 5 44 19,6
Kondom 0 1 0 2 1 2 0 1 7 3,1
Kalender 0 2 0 0 1 1 0 0 4 1,8
Operasi 1 0 0 0 0 2 0 2 5 2,2
Lain-lain 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0,5
Jumlah (KK) 33 26 14 34 36 28 27 27 225 100Sumber : Data primer
Ket : * Memungkinkan responden menjawab lebih dari satu
Menurut hasil survey, jenis KB yang paling banyak digunakan oleh pasutri
di Kelurahan Matani III adalah KB jenis suntikan, dengan persentase 41,3%.
Kemudian disusul dengan jenis KB pil yang memiliki persentase sebesar 27,1%.
Hal ini disebabkan karena jenis KB suntikan masih merupakan jenis KB yang
paling tepat dan tidak mudah meleset menurut masyarakat, terutama pasutri di
Kelurahan Matani III yang diwawancarai.
Tabel 3.30 Distribusi tempat pelayanan KB
Tempat Pelayanan KB
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
RS 9 4 8 8 13 8 6 10 66 29,1
Puskesmas 5 2 2 3 6 3 5 7 33 14,5
Pustu 14 0 0 2 0 1 0 0 17 7,5
Bidan 12 5 2 8 7 4 2 3 43 18,9
Lainnya 5 15 2 11 7 11 11 6 68 30,0
Jumlah (KK) 45 26 14 32 33 27 24 26 227 100Sumber : Data primer
27
Dari hasil survey, diperoleh dua tempat pelayanan KB dengan persentase
tertinggi sebesar 30,0% yakni lainya (apotik, klinik, dan dokter praktik).
Kemudian diurutan kedua dengan persentase 19,4% yaitu Rumah Sakit.
Tabel 3.31 Jenis pelayanan selama kehamilan terakhir
Pelayanan Selama
Kehamilan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Imunisasi Ya 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100
Tdk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Peny. gizi
Ya 3 13 3 10 8 6 1 8 52 50,5
Tdk 11 2 1 5 2 8 10 12 51 49,5
Periksa tekanan darah
Ya 12 15 4 15 5 8 5 14 78 75,7
Tdk 1 0 0 0 5 6 6 6 25 24,3
Pemb. tablet Fe
Ya 12 12 4 12 10 11 11 20 92 89,3
Tdk 2 3 0 3 0 3 0 0 11 10,7
Ukur berat badan
Ya 11 15 4 15 6 8 5 11 75 72,8
Tdk 3 0 0 0 4 6 6 9 28 27,2
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Ket : Memungkinkan responden menjawab lebih dari satu
Dimana jenis pelayanan selama kehamilan terakhir yang terbanyak adalah
imunisasi dengan persenatse sebesar 100%. Dengan kata lain kesadaran ibu-ibu
untuk suntik tetanus sangat tinggi. Kemudian pemeriksaan tekanan darah dan
pemberian tablet Fe dengan persentase yang sama yakni 89,3%. Sedangkan
penyuluhan gizi memiliki persentase terendah yaitu 58,5%.
28
Tabel 3.32 Distribusi imunisasi TT pada ibu hamil
Imunisasi TTLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Lengkap 14 14 4 14 10 13 11 17 97 94,2
Tidak 0 1 0 1 0 1 0 3 6 5,8
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Dari tabel di atas menunjukan bahwa imunisasi anti-tetanus diikuti oleh
sebagian besar ibu hamil, dengan persentase sebesar 94,2%. Untuk ibu yang tidak
melengkapi sunti anti-tetanus sebanyak 6 orang atau sebesar 5,8%.
Tabel 3.33 Frekuensi konsumsi table Fe
FrekuensiLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Semua 8 8 3 10 9 10 9 19 76 82,6
Tdk semua 2 4 1 2 0 1 2 1 13 14,1
Tdk diminum 2 0 0 0 1 0 0 0 3 3,3
Jumlah (jiwa) 11 14 4 12 10 11 11 20 92 100Sumber : Data primer
Data yang diperoleh dari 92 ibu yang mendapat tablet Fe, ada sebanyak 3
ibu hamil (3.3%) tidak mengkonsumsi tablet tersebut. Sebanyak 13 ibu hamil
(14,1%) yang juga tidak mengkonsumsi tablet Fe sampai habis. Sisanya sebanyak
76 ibu hamil (82,6%) menghabiskan tablet Fe yang diperoleh.
Tabel 3.34 Distribusi multivitamin, selain tablet Fe
Konsumsi Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Ada 7 11 4 10 8 12 8 17 77 74,8
Tidak 7 4 0 5 2 2 3 3 26 25,2
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Kesadaran ibu hamil untuk mengonsumsi multivitamin dapat ditunjukkan
pada data bahwa sebanyak 74,8% ibu hamil mengkonsumsi multivitamin selain
29
tablet Fe, sedangkan 25,2% tidak mengkonsumsi tablet multivitamin selai tablet
Fe.
Tabel 3.35 Distribusi pemeriksaan kehamilan
Pemeriksaan Kehamilan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Ya 11 15 3 15 10 14 11 20 99 96,1
Tidak 3 0 1 0 0 0 0 0 4 3,9
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Berdasarkan hasil survey, diperoleh bahwa 96,1% ibu hamil di kelurahan
Matani III, memeriksakan kehamilannya. Hal ini membuktikan bahwa tingkat
kesadaran ibu hamil mengenai pentingnya kesehatan kehamilan sudah baik.
Tabel 3.36 Distribusi tempat memeriksa kehamilan
Pemeriksa Kehamilan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Bidan Desa 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1,0
Bidan 6 2 1 4 4 3 7 6 33 33,3
Doter 5 12 2 10 6 10 4 14 63 63,7
Dukun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lain 0 1 0 0 0 1 0 0 2 2,0
Jumlah (jiwa) 11 15 3 15 10 14 11 20 99 100Sumber: Data Primer
Tenaga medis dokter merupakan pemeriksa kehamilan yang mayoritas di
masyarakat Matani III yakni sebanyak 63 jiwa (63%), kemudian tenaga bidan
sebanyak 33 jiwa (33,3%). Untuk tenaga bidan desa hanya satu orang karena
masyarakat lebih cenderung memeriksakan kehamilannya ke puskesmas atau
rumah sakit.
30
Tabel 3.37 Distribusi tempat memeriksa kehamilan
Tempat Memeriksa Kehamilan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Puskesmas 0 3 1 3 3 1 4 6 21 21,2
Pustu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Posyandu 0 0 0 1 0 2 2 0 5 5,1
Rumah Bidan 5 2 0 4 1 1 1 3 17 17,2
Rumah Sakit 7 10 2 7 6 10 4 11 57 57,5
Jumlah (jiwa) 11 15 3 15 10 14 11 20 99 100Sumber: Data Primer
Rumah sakit merupakan tempat pemeriksaan yang lebih banyak dikunjungi
oleh masyarakat Matani III untuk memeriksakan kehamilan dengan presentase
57,6%. Puskesmas menjadi alternatif kedua dengan presentase 21,2%, kemudian
untuk kunjungan ke rumah bidan sebesar 17,2%.
Tabel 3.38 Frekuensi pemeriksaan kehamilan
Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan
(kali)
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah(jiwa)
%
< 5 3 2 0 6 0 3 3 5 22 22,2
≥ 5 8 13 3 9 10 11 8 15 77 77,8
Jumlah (jiwa) 11 15 3 15 10 14 11 20 99 100Sumber : Data primer
Frekuensi pemeriksaan kehamilan terbanyak berada pada frekuensi ≥5 kali
dengan persentase 77,8% dan sisanya berada pada frekuensi <5 kali dengan
persentase 22,2%. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran ibu hamil di kelurahan
Matani III untuk memeriksakan kehamilan secara rutin tiap bulan sudah cukup
baik.
31
Tabel 3.39 Distribusi tempat persalinan
Tempat Persalinan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Rumah Sendiri 2 1 2 2 1 2 3 5 18 17,5
Puskesmas 0 0 0 0 0 1 0 2 3 2,9
Pustu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lain-lain 12 14 2 13 9 11 8 13 82 79,6
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100
Sumber : Data primerSebagia besar tempat bersalin yang paling banyak adalah rumah sakit
dengan persentase 79,6%, dan rumah sendiri 17,5%. Untuk persalinan di Pustu
belum ada karena minimnya peralatan medis dan masyarakat kota lebih cenderung
bersalin di rumah sakit.
Tabel 3.40 Distribusi Berat Badan Bayi Lahir (BBBL)
Berat (kg)Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
< 2,5 0 2 2 0 2 0 0 1 7 6,8
≥ 2,5 13 13 2 15 8 14 11 19 96 93,2
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Dari data bahwa berat badan bayi lahir dengan persentase tertinggi yakni
sebesar 93,2% berada pada >2,5kg, sedangkan sisanya sebanyak 6,8% berada
pada <2,5kg.
32
Tabel 3.41 Distribusi tenaga kesehatan yang menolong persalinan
Tenaga Kesehatan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Bidan 10 1 0 4 6 6 9 4 40 38,8
Dokter 4 14 4 11 4 8 2 16 63 61,2
Dukun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lain-lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa, tenaga kesehatan yang paling banyak
menolong persalinan adalah Dokter dengan persentase 61,2%, selanjutnya bidan
dengan persentase 38,8%. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat lebih
memilih Rumah Sakit sebagai tempat persalinan dan yang menolong persalinan
adalah dokter.
Tabel 3.42 Distribusi pemberian ASI
Pemberian ASI
Lingkungan
I II III IV V VI VIIVIII Jumlah
(jiwa)%
Ya 13 15 4 13 10 14 10 17 96 93,2
Tidak 1 0 0 2 0 0 1 3 7 6,8
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Sebanyak 96 ibu menyusui (93,2%) di Kelurahan Matani III memberikan
ASI kepada anaknya. Sedangkan ibu yang tidak memberikan ASI sebanyak 7
jiwa (6,8%).
Tabel 3.43 Distribusi lama menyusui
Lama Menyusui (bulan)
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
< 6 0 4 2 3 3 2 3 1 18 18,7
≥ 6 13 11 2 10 7 12 7 16 78 81,3
Jumlah (jiwa) 13 15 4 13 10 14 10 17 96 100Sumber : Data primer
33
Pengetahuan untuk menyusui anak selama lebih 6 bulan cukup tinggi yaitu
sebanyak 81,3% sedangkan ibu yang menyusui kurang dari 6 bulan sebanyak
18,7%.
Tabel 3.44 Distribusi imunisasi balita
Imunisasi Balita
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Ya 14 15 4 15 10 14 10 20 102 99,3
Tidak 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0,7
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100
Sumber : Data primer
Balita yang berada di Kelurahan Matani III yang sudah mendapatkan
imunisasi sebanyak 102 jiwa (99,3%). Dan hanya satu balita yang belum
diimunisasi.
Tabel 3.45 Distribusi jenis imunisasi
Jenis Imunisasi
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Lengkap 11 12 3 14 9 12 10 17 88 86,3
Tdk lengkap 3 3 1 1 1 2 0 3 14 13,7
Jumlah 14 15 4 15 10 14 10 20 102 100
Sumber : Data primer
Berdasarkan hasil survey, diperoleh data bahwa 86,3% bayi di Kelurahan
Matani III memperoleh Imunisasi secara lengkap dalam hal ini imunisasi yang
dimaksud adalah Polio sebanyak 4 kali, BCG sebanyak 1 kali, Hepatitis sebanyak
3 kali, DPT sebanyak 3 kali dan Campak sebanyak 1 kali. Sebanyak 14 bayi
imunisasinya tidak lengkap disebabkan karena bayi tersebut belum cukup umur
untuk mendapatkan imunisasi lengkap.
34
Tabel 3.46 Distribusi tempat memperoleh imunisasi
Tempat memperoleh
Imunisasi
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Puskesmas 0 0 0 1 4 2 1 2 10 9,8
Pustu 0 1 0 0 0 1 1 0 3 2,9
Posyandu 7 3 1 7 5 8 8 7 46 45,1
R.S 7 11 3 5 1 3 0 11 41 40,2
Lain 0 0 0 2 0 0 0 0 2 2,0
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 10 20 102 100Sumber: Data Primer
Posyandu adalah tempat yang paling banyak dipilih oleh para ibu untuk
mengimunisasi para balita yaitu dengan presentase 45,1%. Kemudian dengan
imunisasi di rumah sakit sebesar 40,2%.
Tabel 3.47 Distribusi Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Pemberian Makanan Tambahan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIII Jumlah (jiwa)
%
Ada 13 13 4 13 10 11 10 17 91 88,3
Tidak Ada 1 2 0 2 10 3 1 3 22 21,4
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Berdasarkan hasil survey, diperoleh data bahwa terdapat 88,3% balita
memperoleh makanan tambahan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
ibu mengenai pentingnya pemberian makanan tambahan bagi bayi dan balita
sudah baik, namun masih terdapat 21,4% balita tidak mendapatkan makanan
tambahan, dikarenakan kurangnya kesadaran.
35
Tabel 3.48 Distribusi pemilikan buku KIA
Pemilikan Buku KIA
Lingkungan
I II III IV V VI VIIVIII Jumlah
(jiwa)%
Ya 14 14 4 14 10 14 11 20 101 98,1
Tidak 0 1 0 1 0 0 0 0 2 1,9
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Menurut hasil survey, diperoleh bahwa 98,1% ibu memiliki buku KIA. Hal
ini disebabkan karena mereka sudah menyadari pentingnya pemeriksaan
kesehatan ibu dan anak, sehingga mereka sudah memiliki buku KIA.
Tabel 3.49 Distribusi pemilikan buku KMS
Pemilikan Buku KMS
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Ya 14 14 4 13 10 13 11 19 98 95,2
Tidak 0 1 0 2 0 1 0 1 5 4,9
Jumlah (jiwa) 14 15 4 15 10 14 11 20 103 100Sumber : Data primer
Menurut hasil survey, di peroleh bahwa 95,2% ibu memiliki buku KMS.
Hal ini disebabkan karena para ibu sudah menyadari pentingnya pemeriksaan
kesehatan pada anak-anak mereka dan untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan dari anak-anak mereka.
36
Tabel 3.50 Distribusi tempat berobat
Tempat Berobat
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Puskemas 16 15 9 21 21 15 28 27 152 30,7
R.S 30 26 14 26 21 32 6 22 177 35,7
Posyandu 3 0 3 0 0 0 0 0 6 1,2
Dokter 11 4 9 10 20 9 9 5 77 15,5
Sendiri 12 9 7 14 10 6 6 14 78 15,7
Dukun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tdk diobati
0 1 0 1 0 1 0 3 6 1,2
Jumlah (jiwa)
72 55 42 72 72 63 49 71 496 100
Sumber : Data primer
Ket : * Memungkinkan responden menjawab lebih dari satu
Sebagian besar penduduk Kelurahan Matani III memilih Rumah Sakit
sebagai tempat berobat dengan persentasi 35,7%. Hal ini dipengaruhi oleh letak
Rumah Sakit yang terjangkau serta menggunakan fasilitas yang memadai.
Tabel 3.51 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
JPKMLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Ya 40 41 28 47 32 35 34 50 307 57
Tidak 33 30 14 40 38 27 21 29 232 43
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Masyarakat Matani III sebanyak 307 KK memiliki jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakt 57%, dan sebesar 43,0% tidak memiliki jaminan
pemeliharaan kesehatan.
37
Tabel 3.52 Jenis JPKM
JenisLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Askes 17 24 13 28 16 21 14 40 173 56,4
Askeskin 17 14 11 17 15 10 19 4 107 34,8
Jamsostek 5 3 4 2 1 4 1 6 26 8,5
Lain 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0,3
Jumlah (KK) 40 41 28 47 32 35 34 50 307 100Sumber : Data primer
Berdasarkan hasil survey, diperoleh data mengenai Jaminan pemeliharaan
Kesehatan di Kelurahan matani III mendapat JPKM dengan jenis terbanyak
adalah Askes 56,4%, kemudian Askeskin sebanyak 34,8%, dan terakhir Jamsostek
sebanyak 8,5%.
3.1.4 Bidang Perilaku
Tabel 3.53 Frekuensi mandi dalam sehari
Frekuensi (kali)
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
1 41 44 26 47 34 44 29 45 310 57,5
2 28 23 16 35 31 16 25 31 205 38,0
>2 4 4 0 5 5 2 1 3 24 4,5
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Tabel diatas menunjukkan bahwa, Frekuensi mandi dalam sehari sebanyak
1 kali dalam sehari adalah 57.5%,sedangkan 38,0% frekuensi mandi 2 kali dalam
sehari, dan > 2 kali 4,5%. Hal tersebut dikarenakan suhu udara Kota Tomohon
yang dingin, sehingga membuat masyarakat cenderung mandi 1 kali dalam
sehari.
38
Tabel 3.54 Frekuensi gosok gigi dalam sehari
Frekuensi (kali)
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIII Jumlah (KK)
%
1 58 59 37 76 44 59 40 64 437 81,1
2 6 3 5 6 17 1 10 12 60 11,1
>2 9 9 0 5 9 2 5 3 42 7,8
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Frekuensi gosok gigi dalam sehari sebanyak 81,1% untuk responden yang
menjawab 1 kali dalam sehari, sedangkan pada persentase 11,1% bagi responden
yang menjawab gosok gigi 2 kali sehari, dan sebanyak 7,8% yang menjawab
mengosok gigi lebih dari 2 kali sehari.
Tabel 3.55 Jumlah orang yang mengkonsumsi rokok
Merokok
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
Ya 37 36 20 55 52 37 38 56 331 18,1
Tdk 213 193 121 228 179 187 146 227 1.494 81,9
Jumlah (jiwa)
250 229 141 283 231 224 184 283 1.825 100
Sumber : Data primer
Dari data di atas terdapat 1.495 orang tidak merokok dengan persentase
81,9%, sedangkan yang merokok sebanyak 331 orang (18,1%).
39
Tabel 3.56 Frekuensi merokok tiap hari
Frekuensi merokok per
hari
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
< 10 Btg 17 9 9 23 23 10 30 25 146 44,1
10-20 Btg 16 22 10 27 25 26 7 29 162 48,9> 20 Btg 4 5 1 5 4 1 1 2 23 7,0
Jumlah (jiwa) 37 36 20 55 52 37 38 56 331 100Sumber : Data primer
Berdasarkan data di atas, terdapat 162 orang (48,9%) yang merokok,
dengan frekuensi 10 – 20 batang/hari, ini adalah angka tertinggi dari 331 jumlah
orang yang merokok.
Tabel 3.57 Jumlah penduduk yang mengkonsumsi alkohol
Konsumsi Alkohol
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIII Jumlah(jiwa)
%
Ada 28 15 21 35 47 14 29 31 220 12,0
Tidak 222 214 120 248 184 210 155 252 1.605 87,9
Jumlah (jiwa) 250 229 141 283 231 224 184 283 1.825 100
Sumber : Data primer
Jumlah orang yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 220 orang (12,0%)
dan yang tertinggi mengkonsumsi alkohol terdapat di lingkungan V yaitu
sebanyak 47 orang.
Tabel 3.58 Frekuensi mengkonsumsi alkohol
Frekuensi Mengkonsumsi
Alkohol
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIII Jumlah (jiwa)
%
Sering 6 4 2 8 15 1 8 10 54 24,6Kadang-kadang 16 10 17 14 32 6 20 20 135 61,3Jarang 6 1 2 13 0 7 1 1 31 14,1
Jumlah (jiwa) 28 15 21 35 47 14 29 31 220 100
Sumber : Data primer
40
Berdasarkan tabel diatas terdapat 220 orang mengkonsumsi alkohol, dengan
jumlah 135 orang (61,3%) terbanyak mengkonsumsi alkohol kadang-kadang,
sedangkan terdapat 31 orang (14,1%) jarang mengkonsumsi alkohol.
Tabel 3.59 Frekuensi cuci tangan sebelum makan
Frekuensi Cuci Tangan
Sebelum Makan
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Sering 71 68 34 85 66 62 52 79 517 95,9
Kadang-kadang 1 3 8 2 3 0 3 0 20 3,7
Tidak Pernah 1 0 0 0 1 0 0 0 2 0,4
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa frekuensi cuci tangan
sebelum makan mencapai 95,9% berada dalam kategori sering, sebanyak 3,71%
dalam kategori kadang-kadang, sedangkan yang tidak pernah hanya sebesar
0,37%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesedaran masyarakat akan
pentingnya mencuci tangan sebelum makan sudah baik.
Tabel 3.60 Frekuensi makan dalam sehari
Frekuensi (kali)
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
2 15 8 1 6 6 11 9 8 64 11,9
3 58 63 41 81 64 51 46 70 474 87,9
>3 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0,2
Jumlah (KK) 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100Sumber : Data primer
Frekuensi makan 3 kali dalam seharinya sebanyak 474 orang (87,9%),
kemudian sebanyak 64 (11,9%) makan 2 kali dalam sehari. Akan tetapi ada
sekitar 0.2% frekuensi makan berada pada kategori lebih dari 3 kali sehari.
41
Tabel 3.61 Frekuensi konsumsi makanan pokok
Jenis Makanan PokokLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Beras Hari 73 71 42 87 70 62 55 79 539 100
1x/minggu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jarang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jagung Hari 1 7 0 2 1 2 0 1 14 2,6
1x/minggu 7 11 4 18 22 17 9 27 115 21,34
Bulan 3 9 9 13 14 12 8 6 74 13,73
Jarang 62 44 29 54 33 31 38 45 336 62,33
Ubi Kayu
Hari 1 1 0 2 0 2 0 0 6 1,1
1x/minggu 13 19 6 19 15 18 15 21 126 23,4
Bulan 10 7 8 19 24 10 13 18 109 20,2
Jarang 49 44 28 47 31 32 27 40 272 55,3
Ubi Jalar
Hari 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0,2
1x/minggu 13 11 5 13 14 12 11 18 97 18
Bulan 10 7 8 16 22 12 11 12 98 18,2
Jarang 50 52 29 58 34 38 33 49 342 63,6
Mie Instant
Hari 8 8 7 15 7 7 7 12 71 13,2
1x/minggu 26 33 16 30 47 33 29 30 244 45,3
Bulan 6 10 8 9 8 4 5 5 55 10,2
Jarang 33 20 11 33 8 18 14 32 169 31,3
Sagu Hari 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0,2
1x/minggu 2 2 0 3 7 2 3 1 20 3,7
Bulan 0 2 2 0 1 3 4 1 13 2,4
Jarang 71 67 40 83 62 57 48 77 505 93,7
Sumber : Data primer
Dari data diatas diketahui bahwa beras merupkan makanan pokok penduduk
Matani III, sedangkan untuk jagung, ubi kayu, ubi jalar, mie instant dan sagu
hanyalah sebagai makanan selingan saja.
42
Tabel 3.62 Frekuensi konsumsi protein hewani.
Jenis Protein Hewani
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah(KK)
%
Ternak Besar
Hari 3 7 4 3 1 2 0 1 21 3,9
1x/minggu 34 33 25 49 38 34 29 49 291 54,0
Bulan 5 11 3 8 26 9 10 13 85 15,8
Jarang 31 20 10 27 5 17 16 16 142 26,3
Unggas Hari 1 5 3 3 1 0 0 1 14 2,6
1x/minggu 27 28 23 45 33 38 31 48 273 50,7
Bulan 6 13 4 7 30 8 11 9 88 16,3
Jarang 39 25 12 32 6 16 13 21 164 30,4
Telur Hari 18 21 14 31 18 19 15 26 162 30,1
1x/minggu 34 32 15 40 45 40 27 39 272 50,5
Bulan 4 4 6 6 7 0 4 4 35 6,5
Jarang 17 14 7 10 0 3 9 10 70 13,0
Hati/jeroan
Hari 1 0 0 0 0 0 2 0 3 0,6
1x/minggu 1 6 2 8 1 3 4 6 31 5,8
Bulan 1 1 1 6 7 6 4 9 35 6,5
Jarang 70 64 39 73 62 53 45 64 470 87,2
Ikan basah
Hari 72 59 36 76 69 57 50 76 495 91,8
1x/minggu 1 10 4 8 1 3 4 1 32 5,9
Bulan 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0,2
Jarang 0 2 2 3 0 2 1 1 11 2,0
ikan kering
Hari 6 8 9 11 39 14 11 13 111 20,6
1x/minggu 14 32 20 35 20 21 24 48 214 39,7
Bulan 10 8 4 16 5 8 6 5 62 11,5
Jarang 43 23 9 25 6 19 14 13 152 28,2
Udang Hari 0 0 1 0 0 0 1 0 2 0,4
1x/minggu 0 4 0 1 0 3 4 3 15 2,8
Bulan 3 3 2 7 2 2 0 3 22 4,1
Jarang 73 64 39 79 68 57 50 73 499 92,6
Sumber : Data primer
43
Tabel di atas menunjukkan konsumsi harian protein hewani cukup tinggi yaitu
sebanyak 495 KK dengan persentase 91,8%. Dimana pada umumnya penduduk
Kelurahan Matani III mengkonsumsi jenis protein hewani berupa ikan basah
setiap hari (91,8%), sedangkan telur (30,1%) dan ikan kering (20,6%) juga
menjadi alternatif lain bila harga ikan basah naik. Sedangkan konsumsi mingguan
protein hewani untuk daging ternak besar mencapai (54%) dan unggas sebesar
(50,7%), biasanya tersedia pada waktu-waktu tertentu, misalnya pesta
perkawinan, kedukaan, ulang tahun, dan lain-lain.
Tabel 3.63 Frekuensi konsumsi sayuran
Jenis SayuranLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Daun Kangkung
Hari 36 34 19 44 18 35 18 40 244 45,3
Minggu 19 26 19 24 45 17 30 29 209 38,8
Bulan 3 2 2 5 4 2 2 3 23 4,2
Jarang 15 9 2 14 3 8 5 7 63 11,7
Daun Bayam
Hari 21 10 10 11 6 17 4 16 95 17,6
Minggu 14 22 15 29 38 20 22 19 179 33,2
Bulan 3 5 2 7 9 3 4 12 45 8,4
Jarang 35 34 15 40 17 22 25 32 220 40,8
Ubi Jalar Hari 4 3 0 6 0 8 1 13 35 6,5
1x/minggu 7 10 11 5 28 7 10 12 90 16,7
Bulan 3 7 1 8 7 5 5 5 41 7,6
Jarang 59 51 30 68 35 42 39 49 373 69,2
Daun Singkong
Hari 10 5 1 4 1 9 4 14 48 8,9
Minggu 12 19 10 10 33 8 9 17 118 21,9
Bulan 6 9 9 15 9 9 7 7 71 13,2
Tahun 45 38 22 58 27 36 35 41 302 56,0
Daun Kelor
Hari 1 2 3 1 0 0 3 0 9 1,9
Minggu 1 1 2 1 5 1 13 1 25 4,6
Bulan 0 2 0 2 1 1 4 1 11 2,0
Tahun 71 66 37 83 64 60 35 77 493 91,5
Sumber : Data primer
44
Daun kangkung merupakan sayur yang paling banyak dikonsumsi
masyarakat, dengan persentase 45,5% per hari dan 38,8% per bulannya. Hal ini
disebabkan karena harga pasaran untuk jenis sayur ini sangatlah murah.
Sedangkan untuk jenis sayuran lain dikonsumsi mingguan dan bulanan, kecuali
daun kelor karena selain jarang ditemui, daun kelor juga kurang dikenal oleh
penduduk Matani III.
Tabel 3.64 Frekuensi konsumsi buah-buahan
Jenis Buah-buahanLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Pisang Hari 35 35 16 54 24 50 13 47 274 50,8
1x/minggu 25 22 21 24 32 11 19 23 177 32,8
Bulan 7 2 1 2 7 0 3 1 23 4,3
Jarang 6 12 4 7 7 1 20 8 65 12,1
Mangga Hari 1 0 2 2 1 1 6 2 15 2,8
1x/minggu 3 4 6 4 1 0 6 2 26 4,8
Bulan 5 4 8 3 8 2 8 8 46 8,5
Jarang 64 63 26 78 60 59 35 67 452 83,9
Jeruk Hari 8 10 3 8 5 8 9 7 58 10,76
1x/minggu 13 14 14 24 30 15 10 20 140 25,97
Bulan 14 15 3 13 9 6 7 17 84 15,6
Jarang 38 32 22 42 26 33 29 35 257 47,68
Pepaya Hari 19 19 12 42 15 37 14 35 193 35,8
1x/minggu 26 26 20 15 37 16 19 35 194 36
Bulan 8 5 4 4 5 2 3 3 34 6,3
Jarang 20 21 6 26 13 7 19 6 118 21,9
Sumber : Data primer
Dari hasil frekuensi komsumsi buah-buahan di atas menunujukan bahwa
konsumsi pisang tiap harinya lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi buah
lain. Untuk mangga paling jarang dikonsumsi harian atau mingguan dikarenakan
buah tersebut hanya dikonsumsi apabila datang musim mangga.
45
Tabel 3.65 Frekuensi konsumsi protein nabati.
Jenis Protein NabatiLingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (KK)
%
Tempe/Tahu
Hari 17 26 23 25 34 29 16 28 198 3,7
1x/minggu 27 28 10 44 28 27 29 32 225 41,8
Bulan 6 5 4 5 4 2 2 3 31 5,7
Jarang 23 12 5 13 4 4 8 16 85 15,8
Kacang Kedelai
Hari 3 6 3 4 2 3 2 6 29 5,4
1x/minggu 12 24 2 11 18 13 13 9 102 18,9
Bulan 4 10 9 13 24 14 9 11 94 17,4
Jarang 54 31 28 59 26 32 31 53 314 58,3
KacangHijau
Hari 2 3 1 1 2 0 0 1 10 1,9
1x/minggu 17 25 6 18 20 23 14 19 142 26,3
Bulan 8 12 8 14 24 16 14 15 111 20,6
Jarang 46 31 27 54 24 23 27 44 276 51,2
Kacang Tanah
Hari 5 9 0 3 5 4 2 10 38 7,1
1x/minggu 12 20 8 23 19 22 20 26 150 27,8
Bulan 14 11 10 10 27 16 11 10 109 20,2
Jarang 42 31 24 51 19 20 22 33 242 44,9
Sumber : Data primer
Dari data diatas frekuensi konsumsi protein nabati menunjukan bahwa
persentasi konsumsi protein nabati tertinggi setiap harinya adalah kacang tanah
yaitu 7,1% ,untuk konsumsi perminggu kacang tanah sebesar 27,8%,untuk
konsumsi perbulan adalah kacang hijau 20,59%, sedangkan untuk presentase
tertinggi yang jarang dikonsumsi adalah kacang kedelai yaitu 58,3%.
46
Tabel 3.66 Frekuensi konsumsi Minuman
Jenis MinumanLingkungan
I II III IV V VI VIIVIII Jumlah
(KK)%
Teh Hari 51 40 25 47 42 38 26 55 324 60,1
1x/minggu 0 7 4 10 10 4 5 4 44 8,9
Bulan 2 2 4 1 0 0 0 0 9 1,7
Jarang 20 22 9 29 14 20 24 20 158 29,3
Kopi Hari 33 35 19 47 21 31 32 47 265 49,2
1x/minggu 4 11 4 8 13 3 2 4 49 9,1
Bulan 3 2 2 1 5 0 1 1 15 2,7
Jarang 33 23 17 31 31 28 20 27 210 39,0
Gula Hari 44 56 9 51 46 49 26 73 354 65,7
1x/minggu 2 3 1 5 9 3 3 2 28 5,2
Bulan 2 0 0 1 0 0 0 1 4 0,7
Jarang 25 12 32 30 15 10 26 3 153 28,4
Susu Hari 35 19 18 33 16 26 24 43 214 39,7
1x/minggu 9 12 5 9 13 8 8 10 74 13,7
Bulan 3 7 4 4 5 5 1 2 31 5,8
Jarang 26 33 15 41 36 23 22 24 220 40,8
Sumber : Data primer
Teh adalah minuman yang sering dikonsumsi penduduk dengan jumlah 324
jiwa (60,1%) yang mengkonsumsi tiapa hari. Banyak juga orang yang
mengkonsumsi gula alasannya karena di campur dengan teh, kopi atau susu.
47
Tabel 3.67 Frekuensi penggunaan minyak goreng
Jenis MinyakLingkungan
I II III IV V VI VIIVIII Jumlah
(KK)%
Santan Hari 1 2 2 1 0 0 0 1 7 1,3
1x/minggu 7 10 7 20 8 16 4 14 86 15,9
Bulan 22 20 11 10 27 10 17 22 140 25,9
Jarang 43 39 22 56 35 36 34 42 307 56,9
Minyak Goreng
Hari 69 67 42 78 70 61 55 70 512 95
1x/minggu 4 3 0 10 0 0 0 9 26 4,8
Bulan 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0,1
Jarang 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0,1
Sumber : Data primer
Sebanyak 95% masyarakat menggunakan minyak goreng tiap hari , hal ini
dikarenakan masyarakat menyukai makanan yang digoreng. Sedangkan untuk
santan jarang digunkan dikarenakan pengolahannya untuk dikonsumsi cukup
lama.
3.1.5 Angka Kesakitan dan Kematian
Tabel 3.68 Penyakit yang diderita dalam kurun waktu 6 bulan terakhir
JenisPenyakit
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIII Jumlah (jiwa)
%
Influenza 99 87 52 121 129 58 61 109 716 73,1
Diare 0 3 0 3 3 0 5 2 16 1,6
Malaria 0 0 1 1 2 0 0 0 4 0,4
DHF 5 3 1 6 1 0 1 1 18 1,8
Chikungunya 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0,1
Hipertensi 12 6 6 15 14 8 9 11 81 8,3
Sesak napas 1 2 1 1 2 1 6 0 14 1,4
Jantung K. 2 0 0 4 1 0 0 2 9 0,9
DM 8 6 1 3 3 1 0 3 25 2,5
Lain 15 16 1 25 2 26 4 7 96 9,8
Jumlah (jiwa) 142 123 64 179 157 94 86 135 980 100
Sumber : Data primer
48
Penyakit influenza merupakan penyakit yang sering menyerang penduduk,
hal ini disebabkan suhu udara yang dingin. Angka penyakit hipertensi cukup
tinggi yaitu sebesar 8,3%, hal ini konsumsi daging cukup tinggi, rata-rata daging
menjadi konsumsi mingguan penduduk Matani III.
Tabel 3.69 Distribusi penduduk yang meninggal berdasarkan golongan umur
Meninggal 6 bulan terakhir
(tahun)
Lingkungan
I II III IV V VI VII VIIIJumlah (jiwa)
%
0 – 4 0 1 0 0 0 0 0 0 1 4,8
5 – 14 0 0 0 0 0 0 0 1 1 4,8
15 – 44 1 0 0 0 0 0 0 1 2 9,5
45 – 64 2 2 0 0 0 4 1 2 11 52,4
>65 1 1 0 2 0 0 2 0 6 28,5
Jumlah (jiwa) 4 4 0 2 0 4 3 4 21 100Sumber : Data primer
Berdasarkan hasil survey yang diperoleh, jumlah penduduk yang meninggal
berdasarkan golongan umur, terbanyak berada pada umur 45 – 64 thn dengan
persentase 52,4%. Kemudian disusul dengan umur >65 thn dengan persentase
28,6%. Hal ini disebabkan karena meningkatnya penyakit degeneratif.
49
3.2 Pembahasan
3.2.1 Identifikasi Masalah Kesehatan
Berdasarkan kegiatan PBL 1 yang dilakukan oleh Mahasiswa PS IKM FK
UNSRAT di Kelurahan Matani III Kecamatan Tomohon Tengah Kota Tomohon,
yang berupa pendataan, observasi, dan wawanacara langsung, maka masalah
kesehatan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Masalah Kesehatan Lingkungan
1. Masalah vaksinasi anjing
Banyaknya anjing yang belum divaksin sehingga memiliki kemungkinan
untuk terjadi Rabies.
2. Masalah SPAL
1. Sampah yang menyumbat SPAL.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk membersihkan SPAL.
3. Di beberapa lingkungan telah mengalami kerusakan SPAL.
3. Masalah sampah
1. Kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan meskipun
sudah disediakan tempat sampah oleh pemerintah.
2. Sampah yang akan diangkut dengan mobil sampah hanya dikumpul di
depan jalan oleh masyarakat, sehingga sangat mudah untuk dirusak
atau diacak-acak oleh anjing, kucing, atau pun tikus.
3. Jadwal pengangkutan sampah oleh mobil sampah yang kurang teratur.
4. Mobil sampah tidak menjangkau sampai ke daerah-daerah yang jauh
dari jalan raya.
4. Masalah kepadatan hunian
1. Adanya satu rumah yang dihuni oleh lebih dari satu keluarga.
2. Luas rumah tidak sesuai dengan jumlah penghuninya.
5. Masalah kandang
1. Banyaknya kandang yang berada dekat dengan lingkungan pemukiman.
2. Kandang yang kotor.
6. Masalah sumber air
Air sumur yang keruh dan berwarna kecokelatan.
50
b. Masalah Kesehatan Perorangan
1. Masalah Posyandu
Tempat kegiatan Posyandu yang sulit dijangkau oleh masyarakat di
beberapa lingkungan sehingga menyebabkan kurangnya partisipasi
masyarakat.
2. Masalah penyakit
1. Penyakit influenza merupakan penyakit yang paling banyak dialami
oleh masyarakat berdasarkan hasil pendataan.
2. Penyakit degeneratif yang paling banyak dialami oleh masyarakat
adalah Diabetes Melitus.
3. Hipertensi merupakan gejala yang paling sering dan paling banyak
dialami oleh masyarakat.
4. Penyakit DBD banyak terjadi di masyarakat, terutama dimusim hujan.
3. Masalah gizi
Tingginya tingkat konsumsi daging dimasyarakat.
4. Masalah perilaku
Kebiasaan mengonsumsi rokok dan alkohol yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil pendataan, observasi, dan wawancara langsung yang
kami peroleh, maka masalah-masalah kesehatan tersebut akan diuraikan sebagai
berikut:
3.2.1.1 Masalah Kesehatan Lingkungan
a. Masalah vaksinasi anjing
Vaksinasi merupakan suatu upaya untuk membuat hewan kesayangan kita
menjadi kebal terhadap infeksi atau penyakit. Vaksin dapat berupa
mikroorganisme yang dimatikan atau dimodifikasi dengan teknik tertentu yang
dapat menyebabkan sistem pertahanan tubuh hewan bereaksi untuk melawannya
seperti yang terjadi pada infeksi mikroorganisme sesungguhnya.
Sebagai akibatnya hewan akan menghasilkan antibody yang dapat
melawan organisme yang masuk ke dalam tubuhnya. Antibodi yang dihasilkan
oleh hewan ini kadarnya akan menurun secara perlahan sehingga untuk
51
mempertahankan kadarnya supaya tetap tinggi diperlukan vaksinasi ulang atau
yang dikenal dengan istilah booster.
Beberapa hewan mengalami reaksi tubuh setelah vaksinasi seperti demam
dan rasa sakit pada otot. Reaksi ini umum terjadi pada hewan muda yang
menyebabkan mereka kehilangan napsu makan dan terlihat lebih banyak
beristirahat. Sebagian kecil dari populasi hewan dapat mengalami reaksi alergi
pasca vaksinasi yang lebih parah, seperti wajah membengkak dan bahkan muntah,
namun reaksi ini sebenarnya dapat dicegah dengan mudah melalui pemberian
antihistamin. Jika hewan kesayangan anda pernah mengalami reaksi pasca
vaksinasi demikian, janganlah anda menghindari vaksinasi berikutnya, namun
sebelum melakukan vaksinasi beritahulah dokter hewan anda tentang hal ini
sehingga reaksi alergi dapat dicegah. (http://jakartapets.com, 2008)
Berdasarkan data yang diperoleh, di kelurahan Matani III terdapat 265
ekor anjing, dimana 155 ekor anjing dengan persentase 58,5% telah divaksinasi,
sedangkan sisanya yakni sebanyak 110 ekor anjing dengan persentase 41,5%
belum divaksinasi. 265 ekor anjing ini dimiliki oleh 157 keluarga, dimana 86
keluarga telah memberikan vaksinasi terhadap anjingnya dan masih ada 71
keluarga yang belum memberikan vaksinasi terhadap anjingnya.
Melihat banyaknya jumlah anjing yang belum divaksinasi, sehingga
memiliki kemungkinan untuk terjadi rabies meskipun di kelurahan Matani III
belum ditemui kasus rabies. Rabies atau penyakit anjing gila ialah suatu penyakit
yang biasa menyerang hewan dan manusia. Penyakit ini sangat ditakuti dan telah
lama dikenal di Indonesia sebagai penyakit menular terutama pada manusia
melalui gigitan. Rabies merupakan penyakit yang sangat ditakuti dikalangan
masyarakat karena penyakit ini menyerang saraf. Kalau di Negara lain
kebanyakan menggunakan istilah hydrophobia, karena gejala dari penyakit yang
sangat nyata pada orang yang sakit adalah rasa takut pada air, alasannya gejala
takut pada air ini tidak terlihat menciri pada hewan. Sementara itu, ketika ditanya
soal penyakit rabies, Simanjuntak (Kepala Dinas Kesehatan dan Kessos Kota
Tomohon) menegaskan hingga bulan April 2008 belum ditemukan ada warga
yang terserang penyakit rabies. Meski demikian, langkah-langkah antisipasi terus
52
digalakan setiap harinya oleh sejumlah petugas di lapangan.
(http://www.tomohonkota.go.id)
Ciri-ciri klinis anjing yang terkena rabies:
a) Anjing sebagai hewan yang rentan
b) Cara penularan penyakit melalui gigitan yang lain
c) Dampak yang dapat terjadi terhadap ancaman keswelamatan jiwa orang
yang digigit yang berarti ancaman terhadap kesehatan masyarakat
d) Secara terbatas tentang cara pencegahan sederhana dengan prinsip
menghindari terjadinya gigitan anjing
e) Diterbitkan aturan yang memberikan efek jera bagi pemilik untuk lebih
hati-hati dan bertanggung jawab terhadap anjing piaraannya.
Aturan tersebut diatas dikenal dengan Code of Hamurabi of Ancient
Babylon. Undang-undang yang mengatur sanksi hukuman terhadap masalah
rabies dan penyakit yang membahayakan keselamatan hidup orang ini sampai
sekarang pun secara khusus belum ada di Indonesia.
Ciri-ciri anjing yang dicurigai mengidap penyakit rabies secara klasik
antara lain sebagai berikut:
a) Mulut menganga dengan lidah menjulur.
b) Keluar air liur yang banyak dari mulutnya.
c) Telinga terkulai lemah.
d) Posisi ekor menggantung.
e) Terjadi perubahan suara sewaktu menyalak.
Propinsi Sulawesi Utara khususnya kabupaten Minahasa, selalu dalam
prevalensi yang tinggi walaupun cakupan vaksinasi dilaporkan mencapai 92%
dari populasi terdaftar. Perlu dikaji lebih lanjut apakah situasi ini disebabkan oleh
pendataan yang kurang akurat baik tentang populasi ataupun cakupan
vaksinasinya atau karena pergantian populasi yang cepat dan tidak seimbang
dengan vaksinasi yang umumnya hanya diberikan setahun sekali atau akibat lain.
(Budi Tri Akoso, 2007).
Tabel 3.69 Kasus rabies di Pulau Sulawesi
No. Provinsi 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
1 Sulut 273 280 190 203 177 203 324 394 573 627
2 Sulteng 83 106 32 54 42 37 66 135 61 71
53
3 Sulsel 219 229 83 90 52 42 145 142 175 63
4 Sultra 7 7 6 9 3 0 42 29 19 33
5 Gorontalo - - - - - - 4 2 4 6
Sulawesi 582 622 311 356 274 282 581 702 832 800
Sumber: Akoso T.B, 2007
Catatan 0 = tidak ada atau belum ada laporan kasus
- = tidak diperoleh data
Yang perlu kita kerjakan agar hewan kesayangan kita (anjing, kucing, kera) tidak
terjangkit penyakit anjing gila
1. Memelihara hewan piaraan dengan baik.
2. Membawa hewan ke Suku Dinas Peternakan dan Perikanan setempat atau
dokter hewan praktek, untuk mendapatkan vaksinasi anti rabies secara
teratur 1-2 kali setahun tergantung jenis vaksin yang digunakan.
3. Setelah hewan tersebut divaksin, mintalah surat keterangan vaksinasi.
4. Melaporkan kepemilikannya kepada Suku Dinas Peternakan dan
Perikanan/ Petugas Peternakan Kecamatan.
5. Anjing, kucing, kera peliharaan sebaiknya jangan dilepas keluar
pekarangan.
6. Bilamana akan membawa hewan piaraan keluar pekarangan rumah, harus
diikat dengan rantai sepanjang-panjangnya 2 m serta dipasang berangus.
Usaha suku dinas peternakan dan perikanan jakarta pusat dalam melaksanakan
pencegahan dan pemberantasan penyakit anjing gila
1. Melaksanakan vaksinasi/pengebalan anti penyakit rabies terhadap anjing,
kucing, kera secara rutin 1-2 kali setahun tergantung vaksin yang
digunakan.
2. Melaksanakan penertiban/penangkapan anjing, kucing, kera yang
berkeliaran di jalan-jalan, di tempat-temapat umum dan dianggap
membahayakan manusia.
3. Melaksanakan pengamanan terhadap setiap kasus penggigitan oleh anjing,
kucing, kera dan hewan yang dicurigai menderita penyakit rabies yang
dilaporkan dengan jalan mengobservasi hewan tersebut.
4. Melaksanakan penyuluhan berkesinambungan kepada masyarakat tentang
penyakit rabies.(http://www.indofamilypets.com/index.php, 2008)
54
b. Masalah SPAL
Setiap aktivitas manusia akan menghasilkan limbah baik yang berupa limbah
padat maupun limbah cair dan sebagian besar masyarakat mengenalnya dengan
istilah air limbah. Air limbah (sewage) diartikan sebagai air dan cairan yang
merupakan sisa dari kegiatan manusia di rumah tangga, commercial buildy
(kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan) atau industri.
Air limbah digolongkan menjadi air limbah industri dan limbah domestik.
Air limbah industri bersumber dari aktivitas industri, pertanian, dan sejenisnya.
Kandungan limbah industri ini tergantung pada bahan dan teknologi yang
digunakan serta barang hasil produksi yang akan dihasilkan. Sementara itu,
sumber air limbah domestik berasal dari aktivitas rumah tangga, kantor,
commercial buildy (hotel, restoran, rumah sakit), dll.
Adapun limbah domestik ini memiliki kandungan bahan berupa 99,9% air
dan 0,1% bahan padat. Dari 0,1% bahan padat itu, terdiri dari bahan organik
sebanyak 70%, yang meliputi karbohidrat (25%), lemak (10%), protein (65%) dan
bahan anorganik sebanyak 30 % yang terdiri dari logam, tanah, dan pasir. Melihat
kandungan air limbah tersebut, maka produk sisa dari aktivitas manusia ini
berpotensi besar terhadap terjadinya penyebaran penyakit dan kesakitan pada
manusia, bila air limbah itu tidak dikelola dengan baik. Di sinilah perlu dilakukan
proses pengolahan air limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air atau
lingkungan lainnya.
Oleh karena itu dibuat Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang
memenuhi syarat kesehatan. Sistem pembuangan air limbah tidak boleh dibuang
begitu saja, dan saluran harus dibersihkan agar tidak menjadi tempat
berkembangnya bibit penyakit dan vektor. Serta agar tidak menggangu
kesenangan hidup dan tidak mencemari alam sekitar.
Dari data yang diperoleh, sebanyak 472 keluarga dengan persentase 87,6%
menggunakan SPAL sebagai saluran pembuangan. Yang menjadi permasalahan
adalah sebagian daerah yang berada di lingkungan I, II, IV, V, VII, dan VIII
mengalami kerusakan SPAL. Kerusakan SPAL ini disebabkan oleh berbagai
macam hal. Seperti di lingkungan I, ada sebuah daerah yang terletak di belakang
Kantor Advent mengalami kerusakan SPAL. Menurut masyarakat setempat, hal
55
ini terjadi sejak berdirinya Kantor Advent tersebut dimana pembangunannya
menghalangi SPAL sehingga air tidak lagi mengalir pada salurannya dan hanya
tergenang di daerah tersebut.
Selain itu, di bagian lain dari lingkungan I yakni di daerah sekitar
perbatasan yang dekat dengan jembatan sering terjadi banjir. Berdasarkan hasil
pengamatan, SPAL yang dibangun disitu lebih tinggi dari rumah penduduk dan
sudah banyak yang bocor, sehingga saat hujan banyak air yang merembes dan
menggenangi rumah penduduk.
Selain kedua masalah di atas, yang menjadi masalah utama adalah
banyaknya sampah yang dibuang ke saluran pembuangan air limbah sehingga
menyumbat aliran air dan menyebabkan air menjadi genangan yang bisa menjadi
tempat berkembangnya vektor penyakit.
c. Masalah sampah
Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan, sebenarnya hanya sebagian
dari benda-benda atau hal yang dipandang tidak berguna, tidak dipakai, tidak
disenangi atau harus di buang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai menganggu
kelangsungan hidup (Azrul Azwar, 1981). Masalah sampah merupakan masalah
yang sangat kompleks sehingga tidak cukup hanya dengan melihat secara umum
tetapi perlu dilakukan analisa dan ditunjang dengan kegiatan survey disetiap
rumah tangga serta observasi lingkungan, bahkan memerlukan data penunjang
yang terkait dengan masalah sampah.
Berdasarkan tabel yang ada (tabel 3.20) dapat dilihat bahwa sebagian
besar masyarakat Kelurahan Matani III lebih cenderung membuang sampah
melalui truk pengangkut sampah yang tersedia yakni sebanyak 393 keluarga
dengan persentase 72,9%. Akan tetapi, dalam sistem pengangkutan sampah masih
terdapat kendala yaitu jadwal pengangkutan. Karena kurang teraturnya jadwal
pengangkutan, membuat sampah yang sudah dikumpulkan masyarakat di depan
jalan berserakan karena dirusak atau diacak-acak anjing, kucing, ataupun tikus
sehingga mengotori lingkungan dan merusak pemandangan kota. Selain dengan
cara pengangkutan, penanggulangan sampah di Kelurahan Matani III juga
56
dilakukan dengan cara dikumpul dan dibakar, yakni sebanyak 98 keluarga dengan
persentase 18,2%.
Disamping kurang teraturnya jadwal pengangkutan, mobil sampah yang
yang biasanya mengangkut sampah tidak menjangkau daerah-daerah yang jauh
dari jalan raya seperti pada beberapa daerah di lingkungan VIII. Hal ini membuat
masyarakat hanya melakukan penanggulangan sampah seadanya saja, seperti
dikumpul di satu tempat dan dibakar atau hanya dibuang begitu saja ke SPAL.
Namun yang menjadi perhatian utama adalah masih kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya untuk tidak membuang sampah sembarangan.
d. Masalah kepadatan hunian
Kepadatan hunian merupakan salah satu syarat rumah yang sehat menurut
KEPMENKES No.829/MENKES/SK/VII/1999. Namun berdasarkan hasil
observasi, banyak ditemukan satu rumah yang dihuni oleh lebih dari satu
keluarga. Hal ini bisa didapati di hampir semua lingkungan dim kelurahan Matani
III. Yang menjadi permasalahan adalah luas rumah yang tidak sesuai dengan
jumlah penghuninya, dimana tingkat kepadatan hunian yang tinggi akan
mempermudah penyebaran penyakit.
e. Masalah kandang
Pada umumnya masyarakat Kelurahan Matani III senang memelihara hewan baik
hewan ternak maupun bukan ternak. Permasalahan yang timbul yaitu pada cara
pemeliharaan hewan-hewan tersebut yang tidak sesuai dengan syarat kesehatan.
Kandang mereka berada di belakang rumah, dimana sanitasi kandang kurang baik
dan menyebabkan keadaan lingkungan sekitar menjadi terganggu. Adapula
beberapa masyarakat yang memiliki hewan peliharaan namun tidak memiliki
kandang, sehingga hewan tersebut berkeliaran di pekarangan rumah dan
menyebabkan pencemaran akibat kotoran hewan.
Tabel 3.24 menunjukan bahwa hewan peliharaan ternak sebanyak 89 ekor
dengan persentase 16,5% dan hewan peliharaan bukan ternak sebanyak 159 ekor
dengan persentase 29,5%. Pada tabel 3.25, menunjukan bahwa hewan peliharaan
yang tidak memiliki kandang, baik hewan ternak maupun bukan ternak, memiliki
57
frekuensi tertinggi dibanding dengan hewan peliharaan lainnya yang memiliki
kandang yakni sebanyak 133 ekor dengan persentase 53,6%.
Dengan jumlah hewan peliharaan yang cukup banyak seperti ini baik
ternak maupun bukan ternak, tentunya akan sangat mengganggu apabila tidak
ditangani dengan baik, terutama mengenai masalah kotorannya seperti yang sudah
dijelaskan. Apalagi frekuensi hewan yang tidak memiliki kandang cukup tinggi.
f. Masalah sumber air
Sebagian besar masyarakat di Kelurahan Matani III memang telah menggunakan
PAM sebagai sumber air minum mereka, namun masih ada beberapa keluarga
yang memanfatkan sumur sebagai sumber air. Masalahnya adalah air sumur yang
digunakan oleh masyarakat keruh dan berwarna kecokelatan. Seperti sumur-
sumur yang dimiliki oleh masyarakat di lingkungan I dan VIII. Hal ini disebabkan
daerah di lingkungan I dan VIII merupakan daerah persawahan dan bekas rawa,
sehingga air sumurnya menjadi keruh dan berwarna kecokelatan. Di lingkungan
VIII ada satu keluarga yang menggunakan saringan pasir untuk memnjernihkan
air sumur agar bisa dikonsumsi.
3.2.1.2 Masalah Kesehatan Perorangan
a. Masalah Posyandu
Posyandu, demikian singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu, awalnya adalah
sebuah organisasi pelayanan pencegahan penyakit dan keluarga berencana bagi
kalangan isteri berusia subur dan balita. Posyandu diharapkan lahir dan
dikembangkan atas kesadaran dan upaya masyarakat sendiri, atau partisipasi
sosial dari setiap komunitas di desa dan kelurahan. Dalam rencananya kegiatan
posyandu akan dilakukan oleh para anggota PKK tingkat desa dan kelurahan di
bawah koordinasi isteri kepala desa atau lurah setempat. Posyandu juga
sebenarnya merupakan salah satu kegiatan dari LKMD. Sebagaimana dalam
ketentuan Depdagri, LKMD merupakan perwujudan dari seluruh anggota
masyarakat dengan memadukan pimpinan formal pemerintahan dan para tokoh
informal setempat di bawah koordinasi kepala desa atau lurah. Mereka merancang
kegiatan pembangunan dan melaksanakannya bersama berdasarkan keputusan
58
bersama yang demokratis termasuk posyandu. Posyandu : pos pelayanan terpadu
adalah akronim yang sudah sangat familiar di telinga masyarakat kita, tapi jujur
harus diakui bahwa sampai dengan saat ini masih banyak desa yang belum
memiliki organisasi ini. Kalaupun ada, tidak berjalan, berjalan pada awal bulan
selanjutnya tidak berjalan atau berjalan pada saat ada kunjungan dari atasan atau
juga ada KLB, kejadian luar biasa. Yang berjalan pun hanyalah terbatas pada
kegiatan penimbangan bayi dan pengisian KMS serta pemberian makanan
tambahan. Kegiatan posyandu pada saat ini mengalami kemunduran. Yang masih
berjalan hanya imunisasi dan gizi dalam pertemuan bulanan. (John Th Ire, 2006)
Posyandu dimulai terutama untuk melayani balita (imunisasi, timbang
berat badan) dan orang lanjut usia (Posyandu Lansia), yang lahir melalui suatu
Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri), Menteri
Kesehatan (Menkes) RI, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) dan Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (TP
PKK) dan dicanangkan pada sekitar tahun 1986.
Legitimasi keberadaan Posyandu ini diperkuat kembali melalui Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tertanggal 13 Juni 2001 yang
antara lain berisikan “Pedoman Umum Revitalisasi Posyandu” yang antara lain
meminta diaktifkannya kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL)
Posyandu di semua tingkatan administrasi pemerintahan. Penerbitan Surat Edaran
ini dilatarbelakangi oleh perubahan lingkungan strategis yang terjadi demikian
cepat bersamaan dengan krisis moneter yang berkepanjangan. Merebaknya
berbagai kasus kesehatan di berbagai daerah sejakpertengahan
tahun 2005, seperti busung lapar, flu burung dan demam
berdarah dengue menyadarkan kita semua
betapa selama ini kita telah mengabaikan pentingnya per an
tradisional Posyandu sebagai sarana pemberi peringatan dini
tentang status kesehatan keluarga dan masyarakat. Di sejumlah
daerah, Posyandu bahkan sudah dianggap 'mati suri' karena
berbagai aktivitas dasar tidak berjalan karena berbagai sebab,
seperti kurangnya kadertiadanya partisipasi masyarakat dan
kurangnya pembinaan dari sektor pemerintah terkait. Keadaan
59
ini bahkan menyebabkan Bapak Presiden untukmenyerukan
kembali Revitalisasi Posyandu, suatu program yang telah
dicanangkan sejak tahun 2001.
Kelurahan Matani III memiliki dua Posyandu, yakni di Kantor Kelurahan
Matani III yang terletak di lingkungan VI dan di Panti Asuhan Nazaret yang
terletak di lingkungan VIII. Posyandu ini diadakan setiap bulan yang jadwalnya
diatur oleh Puskesmas.
Dari hasil observasi yang kami lakukan pada kegiatan Posyandu tanggal
21 Juli 2008 di kantor Kelurahan Matanai III, dapat dilihat kurangnya partisipasi
masyarakat dalam mengikuti kegiatan Posyandu. Berdasarkan wawancara
langsung dengan kader yang bertugas pada waktu itu, memang partisipasi
masyarakat sangat kurang, hanya pada bulan tertentu saja banyak masyarakat
yang berpartisipasi yakni pada bulan Februari dan Agustus, karena kedua bulan
tersebut adalah bulan Vitamin A.
Permasalahan yang terjadi adalah sulitnya untuk menjangkau lokasi
tempat pelaksanaan Posyandu. Masyarakat yang berada di lingkungan I, II, III,
IV, dan VII sulit untuk menjangkau temapat pelaksanaan Posyandu karena
letaknya yang terlalu jauh.
b. Masalah Hipertensi
Penyakit yang terjadi pada masyarakat di kelurahan Matani III beragam. Dari
SP2TP Puskesmas Kecamatan Tomohon Tengah, ada sekitar 90 penyakit yang
dialami oleh masyarakat selama 6 bulan terakhir (Januari – Juli 2008). Dari semua
penyakit tersebut, terdapat sepuluh penyakit menonjol yaitu :
1. ISPA sebanyak 320 kasus
2. Hipertensi sebanyak 174 kasus
3. Dermatitis sebanyak 50 kasus
4. Gastritis sebanyak 44 kasus
5. Obs. Febris sebanyak 43 kasus
6. CC (Common Coled) sebanyak 29 kasus
7. Diabetes Melitus sebanyak 24 kasus
8. Myalgia sebanyak 11 kasus
9. GE (Gastro Entritis) sebanyak 12 kasus
60
Hipotensi sebanyak 12 kasus
10. Cephalgia sebanyak 10 kasus
Kami mengangkat hipertensi sebagai salah satu masalah kesehatan yang akan
dibahas karena dilihat dari berbagai dampak yang dapat ditimbulkan, antara lain
stroke dan jantung koroner yang bisa berujung kepada kematian
Dikenal 2 bentuk hipertensi yaitu hipertensi primer dan hipertensi
sekunder. Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang progresif
sesuai dengan usia dan tidak diketahui penyebabnya (hipertensi idiopatik).
Beberapa faktor yang diduga terlibat dalam terjadinya hipertensi primer
ialah genetik, obesitas, konsumsi alkohol, pola diet dan kurangnya aktivitas fisik.
Sedangkan hipertensi sekunder ialah hipertensi yang diketahui penyebabnya.
(materi perkuliahan kesehatan wisata, 2005)
Faktor yang mempengaruhi tekanan darah :
1. Umur
2. Genetik
3. Lingkungan
4. Obesitas
5. Merokok
6. Oral kontrasepsi
7. Diet kalium/kalsium/magnesium
8. Insulin resisten
Faktor yang mempengaruhi perjalanan dari hipertensi :
1. Ras Negro/hitam
2. Usia muda hipertensi
3. Kelamin laki-laki
4. Tekanan Diastolik menetap > 115 mmHg
5. Merokok
6. Diabetes Mellitus
7. Hiperkolesterolemia
8. Obesitas
9. Intake alkohol
10. Adanya kerusakan organ tubuh (mata, ginjal, pembesaran jantung)
61
11. Nervous sistem
Efek atau akibat dari hipertensi :
- Terhadap pembuluh darah : mempercepat terjadinya Atherosclerosis
- Pada otak : menyebabkan terjadinya stroke baik trombotik maupun
hemoragic. Pada hipertensi berat dapat terjadi sindrom hipertensi
encephalopathy
- Pada jantung : terjadi kekurangan suplai pada pembuluh koroner jantung,
disfungsi ventrikel kiri, gagal jantung
- Pada ginjal : pada hipertensi ringan, fungsi ginjal masih baik. Namun bila
berlanjut dan progresif/tidak terkontrol akan menyebabkan gagal ginjal
c. Masalah gizi
Data yang diperoleh memperlihatkan masih tingginya frekuensi masyarakat yang
mengonsumsi daging. Hal ini berhubungan dengan berbagai penyakit maupun
gejala penyakit yang diderita yaitu hipertensi, asam urat, stroke, diabetes melitus,
dll. Masyarakat tidak mengetahui bahwa frekuensi makan daging yang cukup
tinggi dapat merugikan kesehatan. Pola makan daging tersebut berhubungan
dengan kebudayaan dan tingkat ekonomi masyarakat.
Data yang diperoleh menunjukan (tabel 3.62) bahwa konsumsi daging,
baik daging ternak besar maupun daging unggas masih sangat tinggi. Untuk
daging ternak besar frekuensi konsumsi tertinggi terdapat pada kategori mingguan
yakni sebanyak 291 keluarga. Sedangkan untuk daging ungas, frekuensi konsumsi
tertinggi juga terdapat pada kategori mingguan yakni sebanyak 273 keluarga.
Tingginya frekuensi konsumsi daging di masyarakat sangat mempengaruhi
besarnya jumlah penderita hipertensi kelurahan Matani III. Hal ini dapat dilihat
pada SP2TP Puskesmas Kecamatan Tomohon Tengah, dimana hipertensi
merupakan urutan ke dua dari sepuluh penyakit menonjol khususnya di kelurahan
Matani III.
Perubahan gaya hidup memang tidak menyembuhkan penyakit tetapi dapat
membantu pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit-penyakit tertentu
dengan mengendalikan berat badan agar tetap normal atau ideal. Apabila
frekuensi makan daging dapat dikontrol maka dapat menghindari kegemukan.
62
Frekuensi makan daging yang tinggi juga mempengaruhi besarnya jumlah
penderita hipertensi di Kelurahan Matani III.
d. Masalah perilaku tidak sehat
Minuman alkohol yang di minum hanya untuk menghangatkan tubuh. Masyarakat
sudah mengerti bahwa kebiasaan minum alkohol yang berlebihan itu dapat
merugikan kesehatan mereka. Jika ditinjau dari segi kesehatan, alkohol sangat
bermanfaat untuk dijadikan obat anti-septik dan alkohol memiliki jumlah kalori
sebesar 9kkal. Tetapi jika disalah gunakan yaitu dengan cara meminum alkohol
itu dapat merugihkan kesehatan. Kadar alkohol dalam tuak yaitu 20%. Gejala-
gejala dari ketagihan minum alkohol yaitu :
1. Perubahan perilaku (tindak kekerasan)
2. Slurred Speech (bicara tidak tentu)
3. Gangguan koordinasi yaitu cara jalan tidak mantap
4. Nistagmus yaitu bola mata bergerak tidak tentu
5. Euforia atau disforia yaitu rasa gembira atau rasa sedih berlebihan
6. Mudah dan tersinggung
7. Banyak bicara dan gangguan konsentrasi
8. Gangguan pada organ vital tubuh, misalnya Sirosis Hepatik dan Gouth
Athritis (asam urat).
Gangguan kesehatan karena alkohol tidak timbul seketika tetapi dapat
terjadi pada pemakaian dalam waktu lama. Alkohol dapat menyebabkan seseorang
menjadi ketagihan dan apabila terjadi kelebihan takaran mengakibatkan
penekanan fungsi pernapasan, penurunan tekanan darah, gangguan pembentukan
darah, shock, koma, dan dapat terjadi kematian. Gangguan lain yang dapat
ditimbulkan, yaitu:
1. Keracunan langsung pada sel-sel hati, perlemakan hati, alkoholik hepatitis,
dan pengerasan sel hati (sirosis).
2. Pada saluran pencernaan: peradangan pada esofagus, lambung, dan
duodenum.
3. Pada jantung terjadi penyakit payah jantung.
4. Pada sel kelamin: penurunan hormon androgen dan terjadi impotensi atau
steril.
63
5. Gangguan pada susunan saraf: gemetar atau tremor, halusinasi, dan kejang-
kejang.
6. Gangguan fungsi otak: gangguan intelektual atau kecerdasan, gangguan emosi
dan berpikir, pemandangan kabur, dan kelumpuhan saraf.
Akibat kebiasaan minum alkohol akan terjadi penurunan daya apresiasi dan
kreasi, penurunan efisiensi fungsi hidup dalam kemunduran penghasilan,
kehilangan produktivitas dan daya kemampuan, dan rusaknya kehidupan keluarga.
Hal-hal tersebut dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
kehidupan sosial suatu lingkungan (Irianto dan Waluyo, 2004).
Apabilah telah kecanduan alkohol dan terjadi putus alkohol maka orang
dapat menampakkan gejala tremor (gemetaran), mual, lesu, jantung berdebar,
keringat banyak, tekanan darah tinggi (Hipertensi), kecemasan, dan ketakutan,
murung dan mudah tersinggung serta mengalami halusinasi. Ada juga masyarakat
matani III yang menghisap rokok, dari data yang kami dapatkan sebanyak 18,1%
warga yang masih menghisap rokok sedangkan 81,9% tidak menghisap
rokok(tabel 3.55) pada umumnya masyarakat sudah mengetahui bahaya dari
rokok misalnya merokok dapat menyebabkan Impotensi, gangguan kehamilan dan
janin, kanker, serangan jantung juga menyebabkan polusi udara dan
mendatangkan penyakit bagi orang lain yang sering mencium bau asap rokok.
Dengan demikian hal ini perlu adanya perhatian dari masyarakat dan
pengetahuan mengenai kegunaan alkohol sebenarnya dan kerugian bila salah
menggunakannya, serta pengetahuaan akan bahaya rokok bagi kesehatan.
Pengetahuan akan dapat menentukan pola perilaku atau kebiasaan masyarakat.
Karena kesehatan itu sangat penting dan merupakan Anugerah dari Tuhan,
dimana jika kesehatan kita terganggu itu tidak ada artinya lagi.
64
3.2.2 Skala Prioritas
Setelah masalah kesehatan di Matani III teridentifikasi maka untuk mencari
pemecahannya kami menggunakan metode PAHO (Pan American Health
Organization) untuk menentukan skala prioritas masalah. Penilaian dengan
metode ini didasarkan atas :
M (mangnitude) : jumlah penduduk yang terkena ( luasnya atau
banyaknya penduduk yang terkena atau tingginya
prevalensi)
S (severity) : keparahan atau beratnya kerugian yang timbul
V (vulnerability) : tersedianya teknologi atau obat untuk mengatasi
masalah tersebut.
C ( community and political : menunjukkan sejauh mana masyarakat dan
concern) pemerintah atau para politisi peduli dengan
masalah tersebut.
A (affordability) : menunjukkan ada tidaknya dana yang tersedia.
Dengan pemberian nilai mengacu pada syarat berikut:
Nilai 1 : sangat kurang
Nilai 2 : kurang
Nilai 3 : cukup besar
Nilai 4 : besar
Nilai 5 : sangat besar
65
Berdasarkan metode PAHO ini masalah-masalah yang telah kami identifikasi
dimasukkan ke dalam tabel berikut ini:
Penentuan prioritas masalah
Menurut metode Pan American Health Organization (PAHO)
NO Masalah M S V C P Total
1 Vaksinasi anjing 3.8 4.2 3 3.7 2.2 389,7
2 Sampah 3.5 3.7 3 3.4 2 264,2
3 SPAL 3.3 3.1 2.6 2.8 1.2 89,4
4 Posyandu 2.8 3.5 2.3 2.6 1.5 87,9
5 Kandang 2.8 3 1.9 2.1 2 67
6 Sumber Air 2.8 2.8 2.5 2 1.7 66,6
7 Perilaku tidak sehat 3.2 3.1 1.9 1.7 1.7 54,5
8 Hipertensi 2.7 2.7 1.5 2.6 1.8 51,2
9 Gizi 2.3 2.3 2 2.3 1.6 38,9
10 Kepadatan Hunian 2.7 2.5 1.5 1.8 1.5 27,3
Adapun 4 masalah pokok berdasarkan hasil perhitungan PAHO diatas yaitu
sebagai berikut:
NO Masalah M S V C P Total
1 Vaksinasi anjing 3.8 4.2 3 3.7 2.2 389,7
2 Sampah 3.5 3.7 3 3.4 2 264,2
3 SPAL 3.3 3.1 2.6 2.8 1.2 89,4
4 Posyandu 2.8 3.5 2.3 2.6 1.5 87,9
66
Berdasarkan metode PAHO yang telah digunakan ini telah ditentukan
urutan masalah mulai dari yang paling utama dan yang dibutuhkan oleh
masyarakat:
1. Masalah tidak meratanya pemberian vaksinasi rabies pada anjing.
2. Masalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada
tempatnya.
3. Masalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk memperhatikan
kebersihan SPAL.
4. Posyandu yang letaknya cukup jauh untuk dijangkau.
67
3.2.3 Identifikasi Alternatif – alternatif Pemecahan Masalah
Dalam mengindentifikasi pemecahan masalah kami menggunakan metode SWOT,
dimana dalam mengambil langkah pemecahan masalah perlu diperhatikan
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman setiap alternatif.
Analisis SWOT untuk prioritas masalah dari kegiatan penyuluhan rabies dan
vaksinasi massal
Opportunity TreatMenyukseskan Kota Tomohon sebagai tempat wisata yang bebas rabies
Dukungan pemerintah terhadap program vaksinasi anjing.
Rabies merupakan penyakit yang sangat berbahaya.
Pengobatan rabies belum ada
Strengh Strategi SOPeraturan perundangan-undangan bertujuan untuk mendukung keg. Pariwisata yang nyaman bagi pendatang
Peraturan tersebut menghimbau masyarakat untuk memvaksinansi hewan peliharaan
Strategi STPenerapan UU bertujuan untuk mencegah penyebaran virus rabies yang mengancam kesehatan warga
Peraturan perundangan yang mendukung keg. pariwisata di Tomohon, tentu pemerintah akan berusaha agar tingkat rabies mencapai 0%.
Undang-undang No.6 tahun 1967 tentang pengendalian rabies.
Weakness Strategi WOKerjasama dengan Dinas peternakan untuk melakukan kegiatan vaksinasi massal.
Peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingnya vaksinasi hewan peliharaan
Strategi WTDengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menvaksinasi hewan peliharaan, serta adanya kegiatan vaksinasi akan memperkecil ancaman penyakit rabies
Vaksinasi yang belum merata bisa menjadi ancaman karena bahaya rabies masih terus mengintai.
Kesadaran warga untuk vaksinasi hewan peliharaan masih kurang
68
Analisis SWOT untuk prioritas masalah dari sampah
Opportunity TreatSebagian besar ibu rumah tangga memelihara bunga di halaman, sampah oraganik dapat digunakan sebagai pupuk kompos.
Sampah dapat menjadi sarang vektor penyakit
Karena sampah kadang tidak dibuang pada tempatnya, dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
Strengh Strategi SOPeran pemerintah dalam menciptakan Kota Tomohon yang bersih dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
TFF menjadi pendorong bagi ibu rumah tangga menggunakan pupuk yang murah (kompos) dan ramah lingkungan dalam memelihara tanaman peliharaan
Strategi STPeran pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang asri dan didukung dengan kegiatan TFF secara lansung dan tidak lansung mengurangi dampak negatif dari sampah
Pemerintah sangat peduli akan kebersihan kota terbukti dengan pengadaan tongpas dan truk pengangkut sampah.
Undang-undang RI No.18 Tahun 2008, tentang pengelolaan sampah
Acara Tomohon Festival Flower, mencitrakan kota Tomohon sebagai kota yang asriWeakness Strategi WO
Bekerja sama dengan pemerintah setempat, agar truk sampah menggankut sampah tepat pada jam yang telah ditentukan
Peningkatan pengetahuan mengenai pengolahan sampah organic menjadi pupuk kompos.
Strategi WTKeteraturan pembuangan sampah serta pemanfaatan sampah organic dapat meminimalisir dampak negatif dari sampah, bahkan sampah menjadi bahan pupuk yang sangat murah
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sampah organic sebagi pupuk kompos bagi tanaman peliharaan
Kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya belum 100% dilakukan .
Jadwal pengangkutan sampah oleh truk sampah tidak jelas
69
Analisis SWOT untuk prioritas masalah dari SPAL
Opportunity TreatSebagian besar masyarakat mengantungkan pembuangan limbah rumah tangga pada SPAL yang tersedia
Jika SPAL yang kurang baik akan menimbulkan banjir, dan kalau banjir akan mengalami kerugian material dan juga banyak penyakit yang akan timbul.
Strengh Strategi SOSPAL yang memenuhi syarat menjadi prasarana yang dapt dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat
Strategi STAdanya SPAL yang dibuat oleh pemerintah, agar kota tidak mengalami kebanjiran dan merugikan semua pihak.
SPAL yang memenuhi persyaratan merupakan prasarana yang mendukung kehidupan masyarakat
Weakness Strategi WOBekerja sama dengan pemerintah setempat untuk memperbaiki SPAL yang kurang baik atau rusak total, serta melakukan kerja bakti untuk membersihkan SPAL yang tersumbat
Penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan SPAL agar tidak tersumbat
Strategi WTKesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara kebersihan SPAL agar tidak tersumbat dapat mencegah timbulnya dampak negative
Kesadaran untuk menjaga kebersihan SPAL agar tidak tersumbat masih kurang
Analisis SWOT untuk prioritas masalah dari Posyandu
70
Opportunity ThreatAdanya dukungan dari kader untuk pengadaan pos-pos penimbangan.
Jika posyandu tidak di jalankan dengan baik maka anak-anak bisa mendapatkan penyakit.
Apabila anak-anak tidak dibawah keposyandu maka kekebalan tubuh mereka tidak bisa menahan penyakit yang menyerang .
Strength Strategi SOPeraturan yang ada mendorong keasadaran orang tua untuk membawa anaknya mengikuti posyandu
Strategi STAdanya posyandu yang dilakuakan dalam 1 bulan 1 sekali, supaya anak-anak sehat.
Kesehatan merupakan hak asasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No.23 Tahun1993) dan sekaligus sebagai investasi
Weakness Strategi WOBekerja sama dengan dinas kesehatan, agar posyandu berjalan dengan baik
Strategi WTKader yang mandiri dan pelayanan yang merata karena kerjasama dengan dinas terkait menjadikan kesadaran masyarakat untuk mengikuti posyandu semakin tinggi
Tempat pelayanan yang masih belum merata
Kader yang belum mandiri
Penghargaan terhadap kader masih kurang
BAB IV. PENUTUP
71
4.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara, dan hasil pertemuan yang
dilaksanakan dengan aparat kelurahan Matani III, maka dapat disimpulkan bahwa
yang menjadi prioritas masalah yang berhasil diidentifikasi melalui kegiatan PBL
I adalah sebagai berikut:
1. Masalah pemerataan vaksinasi anjing.
2. Masalah sampah.
3. Masalah SPAL.
4. Masalah pelayanan posyandu.
4.2. Saran
Berdasarkan prioritas masalah yang diangkat, alternatif pemecahan berupa:
1. Masalah vaksinasi anjing
a. Bekerjasama dengan dinas peternakan untuk melakukan vaksinasi
massal.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya
rabies.
2. Masalah sampah
a. Advokasi kepada pihak yang terkait agar tercipta pengaturan waktu
yang efektif untuk pengangkutan oleh truk pengangkut sampah.
b. Pembuatan TPS percontohan.
c. Bekerjasama dengan dinas kebersihan kota dan instansi swasta
lainnya.
d. Penyuluhan tentang sampah.
3. Masalah SPAL
a. Penyuluhan kepada masyarakat terhadap masalah SPAL
b. Kerja bakti membersihkan selokan dari kotoran ataupun sampah
c. Pengerukan kembali saluran yang telah tersumbat.
4. Masalah posyandu
72
a. Bekerjasama dengan dinas kesehatan agar tiap lingkungan
memiliki pos penimbangan masing-masing
b. Bekerjasama dengan pemerintah kelurahan agar tiap lingkungan
memiliki kader pelaksanaan posyandu.
DAFTAR PUSTAKA
73
Anonimous. 2008. Pedoman Vaksinasi Anjing.(Online)( http://jakartapets.com, diakses 20 Agustus)
Anonimous. 2008. Penyakit Anjing Gila / Rabies.(Online) (http://www.indofamilypets.com/index.php, diakses 20 Agustus 2008)
Anonimous. 2008. Simanjuntak Antisipasi Berbagai Penyakit.(Online) (http://www.tomohonkota.go.id/index.php, diakses 20 Agustus 2008)
Asoko, Budi Tri. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Rabies. Yogyakarta:Kanisius, hlm 157.
Azwar A. 1981. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : PT Mutiara
Bustan, M, N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta.
Ire, John Th. 2006. Posyandu Sebuah Konsep Pendekatan Hak Anak Dan Perempuan.(Online)(http://www.indomedia.com/poskub/posyandusebuahkonseppendekatanhakanakdanperempuan.html, diakses 17 Juli 2008)
Irianto K, Waluyo K. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : CV Yrama Widya, hlm 89 : 105 : 114 (5) : 126 (9) : 143 : 178-179 : 182.
Komarudin. 1999. Sistem Pengolahan Persampahan di Perkotaan: Jurnal Pembangunan Perkotaan Berwawasan Lingkungan. 9(3): 251-254.
Langi, F. 2004. Pedoman Pedoman Pelaksanaan Praktik Belajar Lapangan. PS.Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNSRAT, Manado.
Sutiyoso, Rini. 2006. Revitalisasi dan pengembangan Posyandu Mandiri.Jakarta : Yayasan Dana Sejahtera Mandiri
74