laporan osteoporosis osteoartritis

46
LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL SKENARIO I KELAINAN PADA TULANG DAN SENDI : OSTEOPOROSIS - OSTEOARTRITIS Kelompok A7 : Alifa Rizka A (G0011011) Amirul Zakiya Bravery (G0011019) Dea Saufika Najmi (G0011063) Derajat Fauzan Nardian (G0011065) Fila Apriliawati (G0011093) Gisti Respati R (G0011101) Pertiwi Ramadhany (G0011157) R A Sitha Anisa P (G0011161) Stefanus Bramantyo W (G0011201) Yusiska Wahyu Indrayani (G0011215) Riyan Angga Putra (G0011179) 1

Upload: vickyputra3

Post on 05-Aug-2015

300 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL

BLOK MUSKULOSKELETAL

SKENARIO I

KELAINAN PADA TULANG DAN SENDI :

OSTEOPOROSIS - OSTEOARTRITIS

Kelompok A7 :

Alifa Rizka A (G0011011)

Amirul Zakiya Bravery (G0011019)

Dea Saufika Najmi (G0011063)

Derajat Fauzan Nardian (G0011065)

Fila Apriliawati (G0011093)

Gisti Respati R (G0011101)

Pertiwi Ramadhany (G0011157)

R A Sitha Anisa P (G0011161)

Stefanus Bramantyo W (G0011201)

Yusiska Wahyu Indrayani (G0011215)

Riyan Angga Putra (G0011179)

Tutor : Bambang Widjokongko, dr, M.Pd

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2012

1

Page 2: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembahasan pada blok ini lebih membahas kepada penyakit muskuloskeletal

yang tidak mengarah kepada traumatologi.

Reumatologi adalah sebuah cabang ilmu yang mempelajari tentang penyakit

sendi, termasuk artritis, fibrositis, bursitis, neuralgia, dan kondisi lain yang

menimbulkan kekakuan sendi dan nyeri somatik. Cabang ilmu ini mencakup penyakt

autoimun, artritis dan kelainan muskuloskeletal.

Osteoporosis adalah sebuah penyakit tulang sistemik yang ditandai penurunan

densitas massa tulang dan perburukan mikroaksitektur tulang sehingga tulang menjadi

rapuh dan mudah patah (Sudoyo, 2009).

Osteoartitis adalah sebuah penyakit degenartif yang menyerang pada sendi-

sendi yang bergerak. Kerusakan yang terjadi biasanya menyerang pada kartilago sendi

tersebut.

Berikut ini adalah permasalahan yang dibahas pada skenario ini:

Seorang perempuan berusia 76 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan

nyeri pada pinggangnya terutama bila untuk berdiri, berjalan atau perubahan posisi.

Keluhan ini timbul sejak 4 bulan yang lalu, yang muncul tiba-tiba dan semakin lama

bertambah nyeri.

Hasil pemeriksaan dokter, didapatkan adanya punggung Dowager, skoliosis.

Hasil foto rontgen adalah didapatkan adanya frkatur kompresi di L2-L3, dan pernah

dilakukan pemeriksaan BMD. Kemudian direncanakan pemeriksaan lanjutan yaitu

asam urat, faktor reumatoid, CRP, dan DEXA. Dokter kemudian memebrikan obat

analgesik dan menyarankan untuk fisioterapi ke bagian rehabilitasi medik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi dari collumna vertebralis?

2. Bagaimana biokimia yang terdapat pada collumna vertebralis?

3. Bagaimana etiologi dan faktor risiko yang mendasari perubahan pada collumna

vertebralis?

2

Page 3: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

4. Bagaimana epidemiologi dari penyakit yang terdapat pada skenario?

5. Sebutkan differential diagnosis dari penyakit yang terdapat pada skenario?

6. Bagaimana patogenesis, patofisiologi dari penyakit yang ada pada skenario?

7. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dari penyakit di skenario?

8. Apa hubungan dari gejala klinis yang terjadi dengan penyakit yang terdapat pada

skenario?

9. Bagaimana cara melakukan screening dan profilkasis penyakit pada skenario?

10. Bagaimana prognosis dari penyakit yang terdapat di skenario?

11. Bagaimana penatalaksanaan penyakit pda askenario dan komplikasi yang

menyertainya?

C. Tujuan Pembelajaran

1. Mengetahui histologi dan biokimia dari collumna vertebralis.

2. Mengetahui different diagnosis apa saja yang dapat terkait dengan penyakit pada

skenario.

3. Mengetahui patogenesis dan patofisiolgi dari penyakit yang terdapat pada

skenario.

4. Mengetahui hubungan dari gejala klinis dengan penyakit yang terdapat pada

skenario.

5. Mengetahui pemeriksaan apa saja yang digunakan dalam penegakkan diagnosis.

6. Mengetahui cara profilaksis dan screening penyakit pada skenario.

7. Mengetahui langkah-langkah yang harus diambil sebagai penatalaksaan dari

penyakit.

8. Mengetahui langkah penatalaksanaan dari komplikasi yang timbul dari penyakit di

skenario.

9. Mengetahui prognosis dari penyakit yang diderita pada skenario.

10. Mengetahui jenis-jenis pemeriksaan vertebra.

3

Page 4: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi, Histologi, Fisisologi, dan Biokimia dari Columna Vertebralis

1. Anatomi dari Columna Vertebralis

Gambar 1 Columna Vertebralis (Putz, 2007)

Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh dan berfungsi menyangga

cranium, gelang bahu, ekstremitas superior, dan dinding thorax, serta melalui gelang

panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior. Di dalam rongganya

terdapat medulla spinalis, radix nervi spinales, dan lapisan penutup meningen yang

dilindungi oleh columna vertebralis (Pantom, 2010).

Columna vertebralis termasuk os irreguler yang tersusun atas rangkaian dari

33 vertebrae yang terdiriatas 7 ruas vertebrae cervicalis, 12 ruas vertebrae

thoracicae, 5 vertebrae lumbalis, 5 ruas vertebrae sacrales, dan 4 ruas vertebrae

coccygis (Pantom, 2010).

Nantinya, medulla spinalis akan bercabang keluar columna vertebra menjadi

nervus spinalis. (Bambang, 2012).

4

Page 5: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

2. Histologi Vertebra Cervicalis

Histologi collumna vertebralis diambil dari proses rekonstruksi tulang atau

pembentukan tulang yang baru (remodeling), pada preparat dekalsifikasi, potongan

transversal, dengan pulasan hematoksilin dan eosin. Dimana setiap kerusakan dari

osteon lama akan digantikan oleh pembentukan osteon baru.

Tulang kanselosa terutama terdiri atas trabekula(5) tulang tipis yang

bercabang, beranastomosis, dan melingkupi rongga sumsum tidak teratur dan

pembuluh darah(4). Periosteum(2,7) yang membungkus tulang menyatu dengan

jaringan pengikat yang berdekatan dan pembuluh darah. Di perifer, trabekula ini

menyatu dengan selapis tipis tulang kompak(9) yang tersusun atas osteon primitif(6)

dan osteon matur (Sistem Havers) (8) dengan lamela konsentris. Kecuali lamela

konsentris di osteon primitif(6) dan osteon matur(8), inferior periosteum (2,7) dan

trabekula tulang(5) memperlihatkan gambaran lamela yang tersusun secara paralel

(Histologi, 2010). Osteosit(3) terdapat pada trabekula(5) dan tulang kompak(9).

Diantara trabekula tulang terdapat rongga sumsum dengan pembuluh darah dan

jaringan hemopoietik(11) yang akan menghasilkan sel-sel darah. Terdapat garis tipis

pada trabekula yang melindungi sel-sel di bagian dalam, yang disebut

endosteum(10). Sel-sel yang terdapat di dalam periosteum dan endosteum akan

berkembang menjadi osteoblas (Eroschenko, 2010).

Gambar 2 Tulang kanselosa (Eroschenko, 2010)

5

Page 6: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

3. Fisiologi Vertebra Cervicalis

Secara fisiologis, collumna vertebralis mempunyai 4 fungsi utama, yaitu

statis, protektif, kinetis dan keseimbangan. Fungsi statis yaitu untuk mempertahakan

posisi tegak tubuh (John R Cameron, 2006). Fungsi protektif untuk melindungi

organ tubuh. Funsi kinetis yaitu untuk mempermudah gerakan tubuh (Ika Rifqiawati

dan Annah, 2010). Sedangkan fungsi keseimbangan adalah untuk mempertahankan

posisi sakrum sebagai pusat keseimbangan (John R Cameron, 2006).

4. Biokimia Tulang

Tulang terdiri dari komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari

serat-serat kolagen dan protein non kolagen. Sel tulang terdiri dari osteoblas

(bertanggung jawab dalam proses formasi tulang), osteoklas (bertanggung jawab

dalam resorpsi tulang), osteosit (sel tulang yang terbenam dalam matriks tulang).

Komponen dasar penyusun tulang ini ada yang organik dan anorganik.

Komponen organik terdiri atas serat kolagen. Sedangkan yang anorganik terdiri atas:

a. Kalsium (Ca2+) :

Ion kalsium berperan penting dalam proses metabolisme tubuh.

Pengaturan dari kadar normal kalsium dalam pembuluh darah penting bagi hidup

manusia, karena kalsium berperan dalam kontraksi otot, koagulasi darah,

permeabilitas membran, dan penghantaran impuls syaraf. Kalsium berperan juga

dalam memelihara mineralisasi tulang. Selain itu, ion kalsium memiliki fungsi

sebagai stabilisasi membran plasma dengan berikatan pada lapisan fosfolipid dan

menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion natrium. Ketika ion kalsium

menurun, maka permeabilitas membran plasma terhadap ion natrium meningkat

dan meningkatkan respon jaringan yang mudah terangsang (IPD, 2009).

b. Fosfor

Berperan dalam proses biokimia intrasel dan pembentukan dan transfer

energi selular. Jika kadar fosfat naik maka kadar kalsium akan turun. Ketika

kadar kalsium ini mengalami penurunan, maka akan merangsang hormon

paratiroid untuk keluar. Setelah itu fosfat akan dikeluarkan dari tubuh melalui

urin, sehingga kadar fosfat di dalam serum menjadi normal kembali.

c. Vitamin D

Vitamin D diproduksi oleh tubuh melalui paparan dengan sinar matahari.

Peran yang dilakukan vitamin D dalam proses pembentukan tulang adalah dengan

6

Page 7: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

mengabsorpsi kalsium di usus, membantu dalam proses resorpsi tulang, menjaga

homeostasis kalsium, dan mobilisasi kalsium di tulang pada kondisi kalsium yang

adekuat.

B. Diagnosis Banding

Dari manifestasi klinis kasus yang terdapat pada skenario, kami dapat menduga

beberapa penyakit yang terjadi pada pasien, antara lain:

1. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penurunan massa tulang karena meningkatnya resorbsi

tulang lebih dari pembentukkan tulang. Penyebabnya dapat berupa penurunan fungsi

gonad atau karena proses penuaan normal (Price and Wilson, 2010). Gejala klinis

yang dapat terjadi antara lain kifosis, kehilangan berat badan, protuberantia abdomen,

dan spinal tenderness.

2. Artritis Rematoid

Artritis rematoid disebabkan oleh proses autoimun. Kejadian penyakit ini lebih

banyak pada wanita dibanding pria. Gejala klinis yang dapat terjadi antara lain lelah,

anoreksia, berat badan menurun, demam, kaku di pagi hari, artritis erosif (erosi di

tulang, dilihat dengan radiografi), poliartitis simetris, deformitas, terdapat nodul-nodul

rematoid. Diagnosis penyakit ini menggunakan faktor rematoid, yaitu sejenis

autoantibodi (IgG atau IgM) dalam tubuh. Selain itu pada artritis rematoid terjadi

peningkatan laju endap darah (LED) (Price and Wilson, 2010).

3. Gout Disease

Gout disease disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi asam urat dalam tubuh.

Kejadiannya lebih banyak pada pria dibanding wanita gejala klinisnya antara lain

hiperurisemia asimptomatik, pembengkakan mendadak, dan nyeri luar biasa pada

sendi (Price and Wilson, 2010).

4. Osteoartritis

Osteoartritis biasanya terjadi pada sendi bergerak dan pada sendi sendi besar,

misalnya articulatio genu. Penyakit ini bersifat kronik dan progresif lambat.

Kejadiannya lebih banyak pada wanita dibanding pria, terutama usia di atas 45 tahun.

Gejala klinis yang dapat terjadi antara lain nyeri sendi, terutama saat bergerak atau

menanggung beban; kaku sendi setelah tidak digerakkan beberapa lama; kaku di pagi

hari, namun hanya beberapa menit, tidak selama pada artritis rematoid; dan

keterbatasan pergerakan sendi yang terkena. Diagnosis penyakit ini menggunakaan

7

Page 8: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

pemeriksaan radiologis, yang akan didapatkan penyempitan ruang sendi, peningkatan

densitas tulang, dan pertumbuhan tulang baru. Sedangkan untuk pemeriksaan lab

belum ditemukan pemeriksaan darah khusus (Price and Wilson, 2010).

Setelah membandingkan gejala pada skenario dengan gejala pada masing-masing

diagnosis banding, hipotesis kami untuk kasus pada skenario adalah osteoporosis.

C. Etiologi Osteoporosis dan Osteoathritis

1. Osteoporosis

Estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostatis tulang yang

penting. Estrogen memiliki efek langsung dan tak langsung pada tulang. Efek tak

langsung berkaita dengan homeostatis kalsium yang meliputi regulasi absorpsi

kalsium di usus, modulasi 1,25 (OH)2D, ekskresi Ca di ginjal dan sekresi paratiroid.

Setelah menopause, maka resorpsi tulang meningkat akibat peningkatan

osteoklas, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insiden fraktur,

terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Selain peningkatan sktivitas

osteoklas, menopause juga menurunkan absorbs kalsium di ginjal dan menurunkan

sintesis berbagai protein yang membawa 1,25(OH)2D.

2. Osteoartritis

Selama ini osteoarthritis (OA) dipandang sebagai akibat dari suatu proses

penuaan yang tidak dapat dihindari. Para Ahli berpendapat OA terjadi akibat

gangguan homeostatis dan metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur

proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan

kimiawi pada sinovial sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur,

stress mekanis, atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas,

genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Moskowitz, 1990). Jejas mekanis dan

kimiawi diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul

abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial yang menyebabkan

inflamasi sendi, kerusakan khondrosit dan nyeri.

8

Page 9: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

D. Epidemiologi dan Faktor Risiko Osteoporosis dan Osteoathritis

1. Osteoporosis

a. Epidemiologi

Osteoporosis dan massa tulang yang rendah saat ini diperkirakan menjadi

ancaman kesehatan masyarakat yang pokok untuk hampir 44 juta wanita dan pria

US umur 50 tahun atau lebih.tahun 2002 telah terjadi 10 juta kasus osteoporosis

dengan sekitar 80% diderita oleh wanita. Pada tahun 2010, diestimasikan bahwa

lebih dari 52 juta wanita dan pria pada kategori umur yang sama akan menderita

osteoporosis dan akan meningkat lebih dari 61 juta orang pada tahun 2020

(national Osteoporosis Foundation, 2011). Komplikasi utama dari osteoporosis

adalah terjadinya peningkatan fragilitas fraktur yang dapat menyebabkan

morbiditas, mortalitas dan penurunan kualitas hidup. Biaya langsung fraktur

osteoporosis di unieropa mencapa €32 milyar pada tahun 2000 (Cumming et al,

2002).

b. Faktor Risiko Osteoporosis:

a) Umur

Tiap peningkatan 1 dekade, risiko meningkat 1,4-1,8

b) Genetik

Seseorang yang memiliki riwayat keluarga penderita osteoporosis akan

berkemungkinan besar mengalami osteoporosis.

c) Jenis kelamin

Osteoporosis disebut juga penyakit wanita, prevalensinya lebih besar pada

wanita dibanding laki-laki. Hal ini berkaitan secara hormonal, bahwa

menopause meningkatan resikonya.

d) Lingkungan

Defisiensi kalsium, aktivitas fisik yang kurang, obat-obatan (kortikosteroid,

anti-konvulsan, heparin, sikosporin), merokok, alkohol dan resiko terjatuh

yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)

diduga menigkatkan resiko terjadinya osteoporosis.

e) Hormonal dan penyakit kronis

Defisiensi estrogen, androgen, tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer,

hiperkortikolisme dan penyakit kronik (sirosis hepatis, gagal ginjal, dan

gastrektomi) akan meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis.

9

Page 10: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

f) Sifat fisik tulang

Densitas, ukuran dan geometri, mirkoarsitektur dan komposisi tulang ayang

tidak baik dan benar akan meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis

(Setyohadi, 2007).

2. Osteoartritis

a. Epidemiologi

Osteoartritis seluruhnya diderita oleh 13,9% orang dewasa umur 25 dan

33,6% (sekitar 12,4 juta) pada umur lebih dari 65 tahun. Dan diestimasikan bahwa

tahun 2005 angka kejadiannya sebesar 26,9 juta orang dewasa di US (Lawrence et

al, 2008).

Insidensi rata-rata Osteoartritis simptomatis yang tergantung umur dan jenis

kelamin (Oliveria SA et al, 1995) pada

1. Osteoartritis tangan sebesar 100 dari 100.000 orang per tahun

2. Osteoartritis pinggang sebesar 88 dari 100.000 orang per tahun

3. Osteoartritis lutut sebesar 240 dari 100.000 orang per tahun

Insidensi ini meningkat pada level umur 80 tahun, dan wanita memiliki

rata-rata kejadian lebih besar dari pria (Buckwalter et al, 2004). Selain itu tingkat

kematian akibat Osteoartritis berkisar 6% dari seluruh kematian akibat arthritis

(Sacks et al, 2004). Osteoartritis juga diiringi oleh mahalnya biaya perawatan, pada

tahun 1997 saja telah menghabiskan estimasi biaya sebesar 7,9 milyar untuk knee

dan hip replacements (Lethbridge et al, 2003).

b. Faktor Risiko:

a) Umur

Prevalensi dan beratnya Osteoartritis semakin meningkat dengan

bertambahnya umur. Osteoartritis sering terjadi pada umur di atas 60 tahun.

b) Jenis kelamin

Wanita lebih sering terkena Osteoartritis lutut dan Osteoartritis banyak sendi

sedangkan lelaki lebih sering terkena Osteoartritis paha, pergelangan tangan

dan leher. Prevalensi pada wanita meningkat akibat masa menopause yang

berperan hormonal sebagai patogenesis Osteoartritis.

10

Page 11: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

c) Suku bangsa

Prevalensi dan pola terkenanya Osteoartritis nampaknya terdapa perbedaan di

antara masing-masing suku bangsa. Misalnya Osteoartritis paha lebih sering

pada orang kaukasia dibanding negro dan asia. Di US Osteoartritis lebih sering

terjadi pada orang Indian dibanding yang berkulit putih. Hal ini berkaitan

dengan perbedaan cara hidup dan frekuensi kelainan kongenital dan

pertumbuhan.

d) Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya Osteoartritis, misalnya pada ibu

daari seorang wanita dengan Osteoartritis sendi interphalanges distalis terdapat

2 kali lebih sering Osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak perempuan

dari wanita tersebut memilki probabilitas 3 kali lebih sering terkena

Osteoartritis. Secara molekuler, Osteoartritis terjadi akibat mutasi dalam gen

prokolagen II.

e) Obesitas dan penyakit metabolik

Beban mekanis akan menigkat pada penderita obesitas dan penyakit metabolic

dan meningkatkan resiko terjadinya Osteoartritis. Lokasi terjadinya pun tidak

hanya pada daerah penyangga beban namun dapat luas.

f) Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga

Resiko Osteoartritis meningkat ketika melakukan pekerjaan berat maupun

pemakaian satu sendi yang terus menerus. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat

menjadi faktor predisposisi Osteoartritis secara traumatik (misalnya robeknya

meniscus, ketidakstabilan ligament) yang dapat mengenai sendi.

g) Faktor-faktor lain

Tingginya kepadatan tulang dikatakan berhubungan dengan resiko

Osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat tak

membantu mengurangi benturan beban yang diterima olah tulang rawan sendi

(Suroso, 2007).

E. Patogenesis dan Patofisiologi

1. Osteoporosis

a. Patogenesis

Pada orang dewasa terdapat suatu keseimbangan dinamis antara pembentukan

dan penyerapan tulang. Osteoporosis timbul jika keseimbangan ini bergeser ke arah

11

Page 12: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

penyerapan tulang oleh osteoklas. Masih belum diketahui pasti bagaimana

ketidakseimbangan ini bisa terjadi. Nemun, banyak kemajuan yang menarik dalam

penelitian mengenai mekanisme molekular pertumbuhan dan remodeling tulang telah

memberikan petunjuk mengenai masalah ini. Yang menjadi hal pokok dalam

pemahaman ini adalah ditemukannya anggota baru famili reseptor faktor nekrosis

tumor (TNF) dan ligannya yang mempengaruhi fungsi osteoklas. Sekarang diketahui

bahwa sel stroma dan osteoblas mensistesis dan mengekspresikan pada membran

selnya suatu anggota family TNF yang disebut ³ligan RANK´. Seperti diisyaratkan

oleh namanya, ligan RANK berikatan dengan suatu molekul reseptor yang dikenal

dengan singkatan RANK (receptor activator for nuklear factor KB). Nama berasal dari

kemampuan RANK mengaktifkan jalur transkripsi NFKB. Sementara ligan RANK

dihasilkan oleh osteoblas dan sel stroma, reseptornya (RANK) diekspresikan oleh

makrofag. Diferensiasi makrofag menjadi osteoklasmensyaratkan bahwa ligan RANK

yang diekspresikan di permukaan sel stroma atau osteoblas berikatan dengan reseptor

RANK di makrofag. Selain itu, sel stroma juga menghasilkan suatu sitokin yang

disebut macrophage colony-stimulating factor, yang melekat ke suatu reseptor khusus

di makrofag (Kumar, 2007).

Bersama-sama, ligan RANK dan macrophage colony-stimulating factor

bekerja untuk mengubah makrofag menjadi osteoklas yang mencerna tulang. Oleh

karena itu, pengaktifan reseptor RANK merupakan stimulus utama terjadinya resorpsi

tulang. Aktivitas osteoklastogenik dinjalur ligan RANK²RANK diatur oleh sebuah

molekul yang disebut osteoprotegerin (OPG), yang juga disekresikanoleh sel

stroma/osteoblas. OPG adalah suatu µdecoy reseptor¶ (reseptor pemikat) yang dapat

mengikat ligan RANK sehingga ligan ini tidaak dapat berikatan dengan RANK. Jika

ligan RANK berikatan dengan OPG dan bukan dengan reseptor RANK di prekursor

osteoklas, pembentukan osteoklas dan fungsi penyerapan tulang terganggu.

Berdasarkan penemuan baru ini, sekarang diakui bahwa disregulasi RANK, ligan

RANK, dan OPG adalah faktor utama dalam patogenesis osteoporosis; disregulasi ini

dapat dipicu melalui banyak cara, termasuk defisiensi estrogen. Oleh karena itu, saat

ini diperkirakan osteoporosis bukan suatu penyakit tersendiri, tetapi lebih merupakan

sekelompok penyakit dengan ekspresi morfologik yang sama, yaitu penurunan masa

tulang total dan densitasnya. Sebagian faktor utama yang berkaitan dengan timbulnya

osteoporosis (Kumar, 2007).

12

Page 13: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

Pada keadaan normal, masa tulang meningkat secara tetap pada masa bayi dan

anak, mencapai puncaknya pada masa dewasa muda. Masa tulang puncak ini

merupakan determinan penting untuk resiko osteoporosis di kemudian hari. Masa

puncak ini umumnya ditentukan oleh faktor genetik, meskipun faktor eksternal,

termasuk aktifitas fisik, diet, dan status hormon juga berperan. Laki-laki mencapai

densitas tulang yang lebih tinggi daripada perempuan, dan orang kulit hitam memiliki

masa tulang puncak yang lebih besar daripada orang yang berkulit putih. Dengan

demikian, perempuan berkulit putih adalah kelompok paling rentan terhadap

osteoporosis dan berbagai penyulitnya (Kumar, 2007).

Perubahan terkait usia dalam kepadatan tulang terjadi pada semua orang dan

jelas berperan menyebabkan osteoporosis pada kedua jenis kelamin. Tulang adalah

suatu jaringan yang dinamis dan terus menerus mengalami remodeling seumur hidup.

Remodeling ini ditandai dengan periode resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru

secara bergantian. Densitas tulang maksimum biasanya dicapai pada usia tiga

puluhan. Setelah itu, kepadatan tulang mulai menurun. Kecepatan penurunan ini

besarnya sekitar 0,7% per tahun meskipun kecepatan ini sangat berlainan dari orang

ke orang dan dari satu tulang ke tulang lainnya. Penurunan terbesar tejadi di daerah

yang mengandung banyak cancellous (trabekular), seperti tulang belakang dan leher

femur. Oleh karena itu tempat inilah yang d=sering mangalami fraktur pada pengidap

osteoporosis. Penurunan masa tulang terkait usia tampaknya terutama disebabkan oleh

penurunan aktifitas osteoblas serta peningkatan aktifitas osteoklas yang berkaitan

dengan usia. Setelah dekade ketiga. Pada setiap siklus remodeling tulang,

pembentukan tulang baru tidak dapat mengompensasi kehilangan tulang sehingga

secara bertahap terjadi pengurangan tulang (Kumar, 2007).

Faktor hormon berperan penting dalam timbulnya osteoporosis terutama pada

perempuan pasca menopause. Munculnya menopause diikuti oleh penurunan pesat

masa tulang. Sebaliknya, pemberian estrogen kepada perempuan pasca menopause

mengurangi kehilangan tulang dan menyebabkan penurunan insidensi fraktur.

Penelitian awal mengenaai efek estrogen pada tulang berfokus pada pengendalian

sitokin yang mempengaruhi resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru. Penurunan

kadar estrogen menyebabkan peningkatan produksi interleukin 1 (IL-1), interleukin 6

(IL-6), dan faktor nekrisis tumor (TNF) oleh monosit dan elemen sumsum tulang

lainnya. Sitokin ini meningkatkan penyerapan tulang terutama dengan meningkatkan

jumlah prekursor osteoklas di sumsum tulang. Estrogen merangsang pembentukan

13

Page 14: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

OPG sehingga menghambat pembentukan osteoklas; estrogen juga menumpulkan

responsivitas prekursor osteoklas terhadap ligan RANK; peningkatan kadar IL-1 dan

TNF (ditemukan pada defisiensi estrogen) merangsang pembentukan ligan RANK dan

macrophage colony-stimulating factor, keduanya meningkatkan pembentukan

osteoklas (Kumar, 2007).

Defisiensi estrogen serta proses penuaan normal juga dapat menyebabkan

penurunan aktifitas osteoblastik sehingga pembentukan tulang baru juga menurun.

Oleh karena itu, berkurangnya tulang pada defisiensi estrogen dapat disebabkan oleh

kombinasi peningkatan resorpsi tulang dan penurunan pembentukan tulang. Defisiensi

testosteron terdapat pada sekitar sepertiga laki-laki dengan osteoporosis senilis. Hal

ini juga tampaknya berperan pada peningkatan pertukaran tulang melalui efek lokal

pada produksi sitokin. Namun, efek ini tidak sama besarnya seperti efek yang

ditimbulkan oleh defisiensi estrogen (Kumar, 2007).

Faktor genetik adalah salah satu bagian penting dari osteoporosis. Densitas

tulang maksimum yang dicapai seseorang ditentukan terutama oleh pengaruh genetik.

Meskipun masih banyak pengaruh genetik yang bertanggungjawab dalam

perkembangan normal tulang yang perlu diidentifikasi, salah satu penentu densitas

tulang maksimum tampaknya adalah molekul reseptor vitamin D (VDR). Varian

tertentu gen VDR dilaporkan berkaitan dengan penurunan densitas tulang maksimum,

mungkin karena terjadi gangguan pada efek vitamin D terhadap pembentukan tulang.

Namun, peran keseluruhan polimorfisme ini dalam patogenesis osteoporosis masih

belum jelas (Kumar, 2007).

Faktor mekanis, terutama penyangga beban, merupakan rangsangan penting

bagi remodeling normal tulang, dan penurunan aktivitas fisik menyebabkan

percepatan kehilangan tulang. Hal ini secara dramatis dibuktikan oleh berkurangnya

tulang di ekstremitas yang lumpuh atau mengalami imobilisasi dan oleh penurunan

substansial masa tulang pada astronot yang tinggal dalam kondisi gaya tarik nol untuk

jangka lama. Gaya hidup umumnya santai pada banyak orang dewasa jelas berperan

mempercepat osteoporosis (Kumar, 2007).

Peran diet, termasuk asupan kalsium dan vitamin D, dalam pembentukan,

pencegahan, dan terapi osteoporosis masih belum sepenuhnya dipahami. Densitas

tulang maksimum seseorang sebagian ditentukan oleh asupan kalsium total dalam

makanan, terutama sebelum pubertas. Tampaknya asupan kalsium dari makanan pada

perempuan dewasa muda jauh lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki usia

14

Page 15: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

sepadan, dan keadaan tersebut mungkin salah satu faktor yang mempermudah

terjadinya osteoporosis di kemudian hari pada perempuan (Kumar, 2007).

b. Patofisiologi

Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terdapat pengurangan jaringan

tulang per unit volume, sehingga tidak mampu melindungi dan mencegah terjadinya

fraktur terhadap trauma minimal (Stubbart JR, 2004)

Pada tulang belakang yang mengalami osteoporosis seringkali terjadi patah

patologis karena beban (fraktur kompresi) yang pada kondisi normal tidak

mengganggu tulang belakang. Bila ini terjadi maka keluhan yang seringkali

mengganggu penderita adalah nyeri yang berkepanjangan (Stubbart JR, 2004).

Fraktur kompresi vertebra terjadi jika berat beban melebihi kemampuan

vertebra dalam menopang beban tersebut, seperti pada kasus terjadinya trauma. Pada

osteoporosis, fraktur kompresi dapat terjadi gerakan yang sederhana, seperti terjatuh

pada kamar mandi, bersin atau mengangkat beban yang berat (Hilman. 2011).

Tanda Tanda Dari Spinal Fracture sangat bervariasi, Melihat dimana 65% dari

fraktur vertebra tidak menyebabkan gejala apapun dan apabila gejala sudah muncul

maka bisa jadi kerusakan yang terjadi telah sangat parah (Lentle Et al. 2007).

Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka

akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang

menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami

hancur secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba –

tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika

penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi

biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau

beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk

kelengkungan abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan

ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh

tekanan yang ringan atau karena jatuh (Stubbart JR, 2004).

2. Osteoarthritis

Osteoartritis merupakan penyakit gangguan hemostasis dari metabolisme

kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan (Suroso, 2007).

Timbulnya rasa sakit pada ostoartritis ini diawali dengan pelepasan mediator

kimiawi (prostaglandin dan IL) yang dapat menyebabkan bone angina melalui

15

Page 16: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

subchondral. Rasa saikit yang dikeluhkan oleh penderita osteoartritis juga dapat

disebabkan oleh adanya osteofit (penambahan tulang baru di persendian) yang

menekan periosteum dan radiks saraf dari medulla spinalis. Adanya ujung saraf yang

sensibel merupakan penghantar terjadinya rasa sakit. Selain dapat menibulkan rasa

sakit, prostaglandin bersama kinin dapat menimbulkan terjadinya radang sendi.

Adanya peregangan tendo / ligamentum serta spasmus otot – otot ekstra artikuler

diakibatkan oleh adanya kerja yang berlebih (Suroso, 2007).

F. Profilaksis

Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda maupun

masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis, yaitu:

1) Asupan kalsium cukup

Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan

dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D

setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang

sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap

hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari,

sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari

makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju

dan kacang-kacangan.

2) Paparan Sinar Matahari

Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang

dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah

sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan

pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari

membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam

pembentukan massa tulang.

3) Melakukan olahraga dengan beban

Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat

berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga

beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur

merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai,

mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang

penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga

16

Page 17: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah

osteoporosis (Ernawati, 2008).

G. Diagnosis Osteoporosis dan Osteoathritis

1. Diagnosis Osteoporosis

Prosedur diagnostik yang lazim digunakan untuk menentukan adanya penyakit tulang

metabolik seperti osteoporosis, adalah

a. Penentuan massa tulang secara radiologis, dengan densitometer DEXA (Dual

Energy X-ray Absorptiometry)

Pengukuran massa tulang dapat memberi informasi massa tulangnya saat

itu, dan terjasdinya risiko patah tulang di masa yang akan datang. Salah satu

prediktor terbaik akan terjadinya patah tulang osteoporosis adalah besarnya massa

tulang. Pengukuran massa tulang dilakukan oleh karena massa tulang berkaitan

dengan kekuatan tulang. Ini berarti semakin banyak massa tulang yang dimiliki,

semakin kuat tulang tersebut dan semakin besar beban yang dibutuhkan untuk

menimbulkan patah tulang.

Ada dua jenis X-ray absorptiometry yaitu SXA (Single X-ray

Absorptiometry) dan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry). Saat ini gold

standard pemeriksaan osteoporosis pada laki-laki maupun osteoporosis

pascamenopause pada wanita adalah DEXA, yang digunakan untuk pemeriksaan

vertebra, collum femur, radius distal, atau seluruh tubuh. Ada empat kategori

diagnosis massa tulang (densitas tulang) berdasarkan T-score adalah sebagai

berikut:

- Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1 selisih

pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di bawah rata-rata

orang dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau sama dengan -1 SD).

- Osteopenia (massa tulang rendah): T-score antara -1 SD sampai -2,5 SD

- Osteoporosis: T-score di bawah -2,5 SD

- Osteoporosis lanjut: T-score di bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih

patah tulang osteoporosis

Pemeriksaan DEXA dianjurkan pada:

- Wanita lebih dari 65 tahun dengan faktor risiko.

17

Page 18: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

- Pascamenopause dan usia < 65 tahun dengan minimal 1 faktor risiko disamping

menopause atau dengan fraktur.

- Wanita pascamenopause yang kurus (Indek Massa Tubuh < 19 kg/m2).

- Ada riwayat keluarga dengan fraktur osteoporosis.

- Mengkonsumsi obat-obatan yang mempercepat timbulnya osteoporosis.

- Menopause yang cepat (premature menopause).

- Amenorrhoea sekunder > 1 tahun.

- Kelainan yang menyebabkan osteoporosis seperti:

Anorexia nervosa

Malabsorpsi

Primary hyperparathyroid

Post-transplantasi

Penyakit ginjal kronis

Hyperthyroid

Immobilisasi yang lama

Cushing syndrom

- Berkurangnya tinggi badan, atau tampak kiphosis.

2) Pemeriksaan laboratorium berupa parameter biokimiawi untuk bone turnover,

terutama mengukur produk pemecahan kolagen tulang oleh osteoklas.

Penentuan massa tulang secara radiologis penting untuk menentukan

diagnosis osteoporosis, akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang proses

dinamis penyerapan dan pembentukan tulang, yang dapat menunjukkan derajat

kecepatan kehilangan tulang. Biopsi tulang dan parameter biokimiawi dapat

memberikan gambaran ini dengan jelas, tetapi biopsi tulang merupakan prosedur

yang invasif, sehingga sulit untuk dilaksanakan secara rutin, baik untuk ujisaring

maupun untuk pemantauan pengobatan. Sehingga satusatunya pilihan untuk

menentukan bone turnover adalah parameter atau penanda biokimiawi.

Petanda resorpsi tulang akibat aktivitas osteoklas meningkat, saat ini

merupakan metode pilihan untuk memperkirakan akan terjadinya osteoporosis,

atau untuk memantau terapi pada pasien yang diberi obat antiresorpsi oral.

Penentuan Crosslink Telopeptida Cterminal (CTx) dalam serum merupakan

indikator yang baik untuk resorpsi tulang. Penelitian akhir-akhir ini membuktikan

bahwa kadar interleukin-6 dan RANK-ligand yang tinggi dalam serum merupakan

18

Page 19: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

faktor risiko terhadap kejadian osteo porosis pada wanita pascamenopause

defisiensi estrogen.

2. Diagnosis Osteoartritis

Diagnosis osteoartritis didasarkan pada keluhan nyeri pada sendi yang

terkena, dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik yang memperlihatkan pembesaran

tulang pada persendian, akumulasi cairan, timbul krepitasi selama bergerak,

kelemahan otot, dan instabilitas sendi.

Diagnosa untuk osteoartritis dapat ditegakkan melalui:

1. Pemeriksaan Lab

- Ditemukan adanya peningkatan faktor – faktor rematoid (terutama pada usia

lanjut)

- Adanya peningkatan LED (Laju Endap Darah) jika terdapat sinovitis

2. Pemeriksaan Radiologi

- Penyempitan ruang sendi karena penyusutan rawan sendi

- Peningkatan densitas tulang di sekitar sendi

- Adanya penambahan osteofit (Suroso, 2007).

H. Penatalaksanaan untuk Osteoporosis dan Osteoathritis

1. Penatalaksanaan Osteoporosis

Prinsipnya adalah dengan menghambat kerja osteoklas (anti resorptif) dan

meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang). Obat anti resorptif yaitu esterogen, anti

esterogen, bisfosfonat, kalsitonin. Sedangkan obat stimulator tulang yaitu Na Fluorida,

PTH. Vitamin D dan kalsium hanya untuk optimalisasi mineralisasi osteoid setelah

formasi osteoblas. Kekurangan kalsium menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi

tidak efektif. Penatalaksanaan berdasarkan presentase klinik penderita (Sudoyo, 2009).

Presentase klinik Pendekatan diagnostic Penatalaksanaan

Fracture karena trauma

minimal

diagnostis osteoporosis tegak edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi, terapi

farmakologi, pembedahan

atas indikasi

19

Page 20: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

Dugaan fraktur vertebra Radiografi spinal memastikan

fraktur

edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi, terapi

farmakologi, pembedahan

atas indikasi

Pasien usia ≥ 60tahun Densitometri tulang

T score < -2.5

T score >-1 <-2.5

T score >-1

edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi, terapi

farmakologi, pembedahan

atas indikasi

edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi

edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi

Faktor resiko osteoporosis Densitometri tulang

T score < -2.5

T score >-1 <-2.5

T score >-1

edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi, terapi

farmakologi, pembedahan

atas indikasi

edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi

edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi

Pengguna glukokortikoid densitometri tulang

T score < -1 edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi, terapi

farmakologi, pembedahan

atas indikasi

20

Page 21: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

T score >-1 edukasi, pencegahan,

latihan, rehabilitasi

Sumber : Sudoyo, Aru W; Setiyohadi, Bambang; Alwi, Idrus; Simadribata K, Marcellus; Setiati, Siti.

2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III.

2. Penatalaksanaan Osteoarthritis

Pengeloaan Osteoartritis berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat

ringannya Osteoartritis yang diderita ( Soeroso, 2006 ). Penatalaksanaan Osteoartritis

terbagi atas 3 hal, yaitu :

1. Terapi non-farmakologis

a. Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien

dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,

bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar

persendiaanya tetap terpakai (Soeroso, 2006).

b. Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini

dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan

melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit (Soeroso, 2006).

c. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.

Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan

diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan

berlebih (Soeroso, 2006).

2. Terapi farmakologis

Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,

mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi

klinis dari ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).

a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor COX-2, dan Asetaminofen

Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan

obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan

asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada

21

Page 22: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam

penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas

dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya dengan

menggunakan inhibitor COX-2 ( Felson, 2006 ).

b. Chondroprotective Agent

Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga

atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang

termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat,

kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya (Felson, 2006).

3. Terapi pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi

rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang

mengganggu aktivitas sehari – hari.

I. Penatalaksanaan Komplikasi

Komplikasi punggung dowager dapat ditata laksana dengan cara pembedahan untuk

mengeluarkan lemak di punggung, kemudian pemberian obat-obatan seperti suplemen

kalsium. Selain itu dapat juga dilakukan fisioterapi (juga bisa untuk skoliosis).

J. Pemeriksaan Fisik untuk Columna Vertebralis

Pemeriksaan vertebra cervicalis dilakukan dengan prinsip pemeriksaan sebagai

berikut.

1. Pasien diperiksa dalam posisi duduk.

2. Pemeriksa berdiri di depan, di samping, dan di belakang pasien pada saat

melakukan pemeriksaan.

3. Area yang dipaparkan meliputi regio leher, dada, anggota gerak atas, dan anggota

gerak bawah (mengenakan pakaian dalam).

Penilaian pemeriksaan fisik vertebra cervicalis ini adalah dari aspek look, feel, dan

movement. Untuk look dilakukan dengan inspeksi dari tiga bagian, yaitu anterior, lateral,

dan posterior. Pada bagian anterior, yang diinspeksi adalah leher dan kepala, adakah

tortikolis, apakah miring ke satu arah (karena prolaps diskus servikalis atau spasme otot),

adakah asimetri wajah (biasanya karena neglected tortikolis); pembengkakan di bagian

anterior leher pada thoracic outlet karena tumor; dan perubahan kulit : adakah inflamasi,

22

Page 23: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

sikatriks, serta sinus. Kemudian pada bagian lateral, maka yang diinspeksi adalah ada

tidaknya lordosis, pembengkakan, dan perubahan kulit: adakah inflamasi, sikatriks,

sinus. Sedangkan untuk inspeksi posterior yang dilihat adalah prominent m. Trapezius,

wasting muscle, pembengkakan, perubahan kulit : adakah inflamasi, sikatriks, sinus, dan

prominent processus spinalis.

Selanjutnya, untuk pemeriksaan feel dilakukan dengan palpasi. Palpasi ini

dilakukan untuk mengetahui:

- Untuk identifikasi level collumna vertebralis, palpasi processus spinalis T1 (paling

prominen).

- Meraba suhu kulit (hangat/dingin).

- Adanya nyeri tekan : anterior, processus spinalis (dari C2-T1).

- Adanya spasme otot (m. sternocleidomastoideus → penderita diminta menengok ke

kiri-kanan, pemeriksa di belakang pasien).

Terakhir adalah pemeriksaan move dengan ROM (Range of Movement).

Dilakukan secara aktif dan pasif dengan memegang kepala dengan dua tangan pada regio

temporal, bergerak /digerakkan ke segala arah. Diamati apakah gerakan yang trejadi

smooth atau terdapat keterbatasan gerakan karena rasa nyeri (lihat ekspresi pasien).

- Fleksi anterior

Normal : 75-90° = dagu dapat menempel pada dinding dada

- Ekstensi

Normal : 45° = pasien diminta mengadahkan kepala (melihat langit-langit)

- Fleksi ke lateral dekstra

Normal : 45-60°

- Fleksi ke lateral sinistra

Normal : 45-60°

- Rotasi ke lateral dekstra atau sinistra

Normal : 75°

Pemeriksaan thorakalis dan lumbalis juga mempunyai prinsip-prinsip

pemeriksaan, yaitu area yang dipaparkan adalah tulang belakang dan anggota gerak

bawah, pasien berdiri, supinasi, dan pronasi, dan pemeriksaan neorulogi pada anggota

gerak bawah. Berikut adalah tahap pemeriksaanya.

a. Inspeksi :

- Posterior

23

Page 24: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

Apakah bentuk dinding thoraks dan lumbal normal/simetris?

Shoulder tilt

Adakah skoliosis?

Konveksitas

Plumb line (dari processus spinosus C7, dengan menggunakan tali bandul

untuk mengetahui keseimbangan tulang belakang seimbang dengan

mengukur kesegarisan T1-S1)

Rib hump

Perubahan kulit (inflamasi, sikatriks, sinus)

Pelvic tilt (diperiksa ketinggian krista iliaka)

Adanya wating otot-otot gluteus, hamstring muscles, dan calf

Deformitas anggota gerak bawah (panjang kaki, varus, valgus)

- Lateral

Apakah bentuk dinding thoraks dan lumbal normal/simetris : dilihat adanya

kifosis thorakal dan lordosis lumbal

Kyphosis : dilihat konveksitas posterior dari tulang belakang. Konveksitas

posterior meningkat pada Schuerman's disease dan ankylosing spondylitis

Lordosis : dilihat konveksitas anterior dari tulang belakang. Konveksitas

anterior meningkat pada pasien dengan spondylolisthesis, menurun pada

spasme otot paraspinal.

Gibbus : acute short angle kyphotic → pada tuberkulosis spinal

- Anterior

Dilihat adanya asimetri dinding dada : penonjolan kosta

Short trunk : pada pasien dengan spondyloptosis dan severe osteoporosis

tulang belakang dengan fraktur vertebra multipel

Pinggang : adanya inflamasi, sikatriks, sinus

Deformitas anggota gerak bawah :

a. Panggul : rotasi internal/eksternal, fleksi/ekstensi

b. Lutut : pada ekstensi penuh, dilihat adanya varus/valgus

c. Tumi : dilihat adanya varus/valgus

b. Palpasi

- Sepanjang processus spinalis → adanya bony landmarks

24

Page 25: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

- Diraba suhu kulit

- Adanya nyeri tekan : di antara vertebra lumbalis, pada lumbosacral junction,

sendi-sendi sela iga

- Pembengkakan, gibbus, spasme paraspinal

c. Range Of Motion (ROM) :

- Fleksi anterior

Normal : 90°, pada pasien non obese fleksi dapat sampai menyentuh di bawah

lutut

- Lumbal spine excursion test/ fleksi vertebra lumbalis : Schober test

Buat 2 titik di midline lumbal berjarak 10 cm

Pasien diminta membungkuk ke depan (fleksi anterior)

Ukur penambahan jarak kedua titik tersebut → indikasikan lumbal excursion

(normal : > 5 cm)

- Ekstensi

Normal : 30°

- Fleksi lateral dekstra atau sinistra

Normal : 30-40°

- Rotasi dekstra atau sinistra

Normal : 45°

K. Prognosis

Prognosis dilakukan setelah dilakukan terapi. Untuk prognosis dari osteoporosis

meliputi beberapa hal, yaitu: 1) Pengobatan dapat membantu pencegahan patah tulang

yang berikutnya, tetapi tulang belakang yang sudah rusak (kolaps) tidak bisa

diselamatkan; 2) Orang yang sudah osteoporosis akan cacat karena kelemahan pada

tulangnya; dan 3) Fraktur pinggul mengharuskan penderita osteoporosis untuk dirawat

(karena sudah tidak bisa apa-apa).

Prognosis untuk osteoathritis bergantung pada masing-masing aktivitas dan gaya

hidup sehat seseorang, tetapi apabila orag itu terdiagnosis osteoathritis maka dapat

dilakukan terapi untuk meningkatkan fungsi sendi.

25

Page 26: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Collumna vertebra merupakan bagian penting bagi tubuh yang berperan dalam

pembentukan tulang, fungsi penegakkan tubuh, tempat pembentukan pembuluh darah,

dan lain sebagainya. Pada osteoporosis terjadi perubahan mikro arsitektur tulang

yang menyebabkan kerapuhan tulang. Faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia,

lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah. Penyusutan kepadatan tulang

mulai terjadi berangsur-angsur sejak perempuan berusia 30-40 tahun dan osteoporosis

mulai dapat dijumpai kurang lebih 5-10 tahun setelah menopause. Terapi pada

osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan dan terapi obat-

obatan berdasarkan presentase klinik penderita. Selain osteoporosis, kelainan pada

otot dan sendi juga dijumpai pada osteoartritis. Pada osteoartritis terjadi gangguan

hemostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan.

Prevalensi dan beratnya Osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya

umur. Osteoartritis sering terjadi pada umur di atas 60 tahun. Diagnosis penyakit ini

menggunakaan pemeriksaan radiologis, yang akan didapatkan penyempitan ruang

sendi, peningkatan densitas tulang, dan pertumbuhan tulang baru. Penatalaksanaan

Osteoartritis terbagi atas 3 hal yaitu terapi non-farmakologis, terapi farmakologis dan

terapi pembedahan.

B. Saran

Saran yang dapat kami berikan terkait kasus dalam skenario ialah:

1. Pasien yang telah lanjut usia dan mengalami kerentanan pada columna

vertebranya, disarankan untuk mengurangi aktifitas berat

2. Banyak mengkonsumsi suplemen-suplemen yang bisa digunakan sebagai

pencegahan kelainan vertebra, karena kebutuhan akan kalsium sangat besar pada

orang-orang yang lanjut usia, khususnya wanita

26

Page 27: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

3. Pada pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan pada vertebranya,

disarankan untuk secara rutin melakukan sreening untuk deteksi dini kelainan

yang terjadi pada pasien

4. Berada di tempat yang licin cukup sebentar saja agar risiko jatuh dan terjadi

fraktur berkurang.

Diskusi sudah berjalan dengan cukup lancar dari awal hingga akhir. Meskipun

terkadang kami terhambat di beberapa pertanyaan, kami tetap bisa mengikuti diskusi

dengan baik dan tertib. Semoga untuk diskusi berikutnya kami bisa lebih

mempersiapkan diri agar diskusi tutorial bisa berjalan lebih lancar.

27

Page 28: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

DAFTAR PUSTAKA

Buckwalter JA, Saltzman C, Brown T. The impact of osteoarthritis. Clin Orthoped Rel

Res2004:427S: S6–S15.

Cummings SR, Melton III JR.2002. Epidemiology and outcomes of osteoporotic fractures.

Lancet;359:1761–7.

Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 11.

Jakarta: EGC.

Ernawati, Endang. 2008. Osteoporosis Dan Osteonecrosis Pencegahan dan

Penatalaksanaannya. Universitas Sumatera Utara : Medan.

Felson, David T.2006. Osteoarthritis of the Knee.

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp051726. (diakses: Senin, 1

Oktober 2012 pukul:06.00 WIB)

Hilman. 2011. Fraktur Kompresi Vertebra. http://bedah-mataram.org/index.php?

view=article&catid=39%3Arefrat_ortopedi&id=94%3Afraktur-kompresi-

vertebra&format=pdf&option=com_content&Itemid=79. Diakses Pada 27

September 2012: 17.00

Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7. Jakarta:

EGC.

Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. Estimates of the prevalence of arthritis and

other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis Rheum

2008;58(1):26–35.

Lentle, Et al. 2007. Recognizing and Reporting Vertebral Fractures: Reducing the Risk of

Future Osteoporotic Fractures. CARJ: BC

Lethbridge-Cejku M, Helmick CG, Popovic JR. Hospitalizations for arthritis and other

rheumatic conditions: Data from the 1976 National Hospital Discharge Survey.

Medi Care2003;41(12):1367–1373.

28

Page 29: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

Herunefi, Udi. 2012. Buku Pedoman Keterampilan Klinis untuk Semester 3. FK UNS:

Laboratorium Keterampilan Klinis.

Lewiecki EM. In the clinic. Osteoporosis. Ann Intern Med. 2011;155(1):ITC1-1-15;quiz

ITC1-16.

National Osteoporosis Foundation. 2010. Clinician's Guide to Prevention and Treatment of

Osteoporosis. Washington, DC: National Osteoporosis Foundation.

National Osteoporosis Foundation. 2011. Prevalence of Osteoporosis.

http://www.nof.org/advocacy/resources/prevalencereport (diakses 3 oktober

2012)

Oliveria SA, Felson DT, Reed JI et al. Incidence of symptomatic hand, hip, and knee

osteoarthritis among patients in a health maintenance organization. Arthritis

Rheum1995;38(8):1134–1141

Park-Wyllie LY, Mamdani MM, Juurlink DN, Hawker GA, Gunraj N, Austin PC, et al.

Bisphosphonate use and the risk of subtrochanteric or femoral shaft fractures in

older women. JAMA. 2011;305(8):783-789.

Price, S. A., Wilson, L. M. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6.

Jakarta: EGC.

Sacks JJ, Helmick CG, Langmaid G. Deaths from arthritis and other rheumatic conditions,

United States, 1979–1998. J Rheumatol 2004;31:1823–1828.

Setiyohadi, Bambang.2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II ed.IV. Jakarta: Interna

Publishing.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Suroso Joewono, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II ed.IV. Jakarta: Interna

Publishing.

29

Page 30: Laporan Osteoporosis Osteoartritis

Wheeler, Stubbart JR. 2004. Pathophysiology of Chronic Back Pain. Diakses pada tanggal 13

November 2011 dari http://www.emedicine.com.

30