laporan laparatomi 2013.pdf

Upload: amin-tan-tara

Post on 15-Oct-2015

62 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

xxxxx xxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx x

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PRAKTIKUM

    ILMU BEDAH UMUM VETERINER

    LAPARATOMI PADA KUCING

    Oleh:

    Kelompok VI Sore (14.00-16.30 WIB)

    Annisa Ratnasari B B04110002

    Suci Siti S B04110012

    Miftahul Ilmi B04110040

    Noor Rohman Setiawan B04110044

    Tiara Widiati B04110055

    Indri Saptorini B04110080

    Rio Topan B04110089

    BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI

    DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2013

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen.

    Menurut Jong dan Sjamsuhidayat (2004) bedah laparatomi merupakan teknik sayatan

    yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedag digestif dan

    kandungan. Laparatomi terdiri atas laparatomi flank, laparatomi medianus dan

    laparatomi paramedianus. Laparatomi flank terbagi menjadi flank kanan dan flank

    kiri. Laparatomi flank kiri untuk melihat organ abomasum, rumen, dan uterus.

    Sedangkan laparatomi flank kanan untuk melihat organ abomasum, omentum,

    intestine, caecum, kolon, dan uterus kanan. Laparatomi flank umum dilakukan pada

    hewan besar. Daerah orientasinya pada legok lapar/fossa paralumbal. Lapisan yang

    disayat mulai dari kulit, musculus obliquus abdominis internus, musculus abdominis

    transversus, dan yang terakhir peritoneum. Saat operasi keputusan untuk melakukan

    laparatomi diambil adalah bila ada kecurigaan penyakit dalam rongga abdominal.

    Laparatomi medianus umumnya dilakukan pada hewan kecil. Daerah

    orientasinyaabdominal bagian ventral (linea alba). Lapisan disayat meliputi kulit,

    aponeurose musculus obliquus abdominis externus, musculus obliquus abdominis

    internus, dan peritoneum. Target organ berdasarkan bayangan rongga abdomen yaitu

    daerah epigastrium, mesogastrium, dan hipogastrium. Laparatomi paramedianus

    dilakukan dengan menyayat abdomen ventral sejajar dengan linea alba. Dari ketiga

    jenis laparatomi tadi, masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Pada

    bedah laparatomi medianus, keuntungannya adalah kita mudah menemukan daerah

    yang akan disayat dengan melihat linea alba dan umbilicalis. Selain itu daerah

    tersebut jarang terjadi pendarahan. Tetapi dengan melakukanlaparatomi medianus ini,

    kemungkinan akan terjadinya hernia cukup tinggi karena pada daerah yang dioperasi

    merupakan titik dimana tegangannya paling besar ditambah dengan posisi berdiri

    hewan yang dorsoventral semakin menambahbeban dan kemungkinan untuk

    terjadinya hernia. Persembuhan lukanya juga relatif lebih lama, karena daerah

    penjahitan sedikit mengandung/dilewati darah, sehingga kadar Hb sedikit sehingga

  • suplai oksigen yang diterima juga sedikit. Hal ini menyebabkan metabolisme yang

    terjadi juga rendah sehingga persembuhan luka menjadi lama.

    Tujuan

    Praktikum bertujuan agar mahasiswa mengetahui teknik laparatomi medianus

    pada kucing dan mampu mengaplikasikannya serta bertujuan untuk menemukan

    organ-organ yang ada didalam rongga abdomen secara langsung dan dapat digunakan

    untuk peneguhan diagnosa.

    Alat dan Bahan

    Alat yang dilaukan untuk praktikum antara lain 1 set peralatan bedah minor, 2

    set perlengkapan bedah untuk operator dan asisten, spoid, tali, stetoskop,

    thermometer, duk, kassa, jarum, dan alat pencukur rambut.

  • METODE

    Pre Operatif

    Persiapan sebelum operasi dimulai dengan mempersiapkan ruangan bedah

    yang steril, persiapan peralatan operator dan asisten, dan persiapan alat atau

    instrument telah disterilisasi. Peralatan yang akan digunakan saat operasi disusun

    diatas meja instrument yang telah dialasi linen steril. Peralatan lain tergantung dari

    jenis operasi yang akan dilakukan. Sterilisasi peralatan operasi, baju operasi, masker,

    penutup kepala, sarung tangan, sikat, dan handuk yang telah dicuci bersih serta

    dikeringkan dibungkus dengan kain muslin atau non woven setelah terlebih dahulu

    dilipat dan ditata sesuai dengan urutannya masing-masing. Peralatan yang telah

    dibungkus dimasukkan ke dalam oven untuk disterilisasi dengan suhu 60 oC selama

    15-30 menit. Perlengkapan yang telah disterilisasi digunakan pada saat operasi oleh

    operator dan asisten satu (asisten operator). Alat-alat bedah yang akan digunakan

    dikumpulkan dalam suatu wadah dan direndam dengan larutan sabun hingga seluruh

    bagiannya terendam. Setelah direndam, instrumen bedah pun dicuci bersih dengan

    menggunakan sikat hingga sisa kotoran menghilang dan peralatan menjadi bersih.

    Instrumen dicuci mulai dari bagian yang bersentuhan dengan tubuh pasien yaitu

    bagian ujung hingga bagian yang paling jauh dan jarang bersentuhan dengan tubuh

    pasien yaitu bagian pangkal. Instrumen-instrumen tersebut kemudian dibilas dengan

    air bersih mulai dari bagian ujung hingga pangkal sebanyak 10-15 kali. Peralatan

    operasi minor yang telah dicuci bersih kemudian dikeringkan terlebih dahulu baru

    setelah itu ditata rapi di dalam kotak peralatan sesuai dengan urutan penggunaannya.

    Kotak peralatan tersebut kemudian dibungkus dengan muslin atau non woven dan

    disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 121 C selama 60 menit. Peralatan yang

    telah disterilisasi digunakan pada saat operasi.

    Pemeriksaan fisik berupa signalement dan keadaan umum hewan. Parameter

    signalement yang dicatat adalah nama kucing, jenis dan ras, jenis kelamin, usia,

    warna rambut dan kulit, serta bobot badan. Keadaan umum kucing yang dicatat yaitu,

    habitus, gizi, sikap berdiri, cara berjalan, adptasi lingkungan, turgor kulit, kelenjar

  • pertahanan, refleks pupil, refleks palpebrae, frekuensi dan ritme napas, temperatur,

    CRT, warna mukosa, dan diameter pupil.

    Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, kucing diinjeksikan dengan premedikasi

    atropin. Dosis sulfa atropin yang digunakan adalah 0,025 mg/kg BB. Setelah 15

    menit, kucing diinjeksikan dengan ketaminxylazine. Dosis ketamin-xylazine yang

    digunakan adalah 10mg/kg BB dan 2 mg/kg BB. Daerah abdomen hewan kemudian

    dicukur dan dioleskan iodine tincture setelah hewan terbius. Kucing diletakkan di

    meja operasi yang telah dialasi handuk. Ketika berada di atas meja operasi, posisi

    hewan disesuaikan dengan keadaan. Keempat kaki diikat keujung-ujung meja

    menggunakan sumbu kompor dengan simpul Tomfool.Kemudian hewan ditutup

    dengan duk, disesuaikan, dan difiksir dengan towelclamp. Setelah itu, operasi siap

    dilakukan.

    Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan operasi, mulai dari kondisi

    umum preoperative, apakah pasien dalam keadaan sakit, sakit ringan, atau ada

    kelainan bawaan. Keadaan umum seperti demam dan kondisi sistemik lainnya akan

    berpengaruh terhadap keberhasilan operasi. Hewan harus dalam keadaan stabil

    sebelum operasi. Pemeriksaan kondisi fisik mutlak harus dilakukan jika terjadi

    kelainan pada cairan, asam-basa, elektrolit, dan kelainan kardiovaskular harus

    diperbaiki sebelum menginduksi anastesi. Transfusi darah harus diberikan jika PC

    kurang dari 20 karena hewan mengalami hipoksia atau anemia (Theresa 2007).

    Operatif

    Operasi yang dilakukan operator pada saat praktikum adalah laparatomi

    medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm

    anterior umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Penyayatan abdomen yang

    dilakukann tepat dibagian tengah mempunyai maksud mempermudah eksplorasi

    organ-organ yang berada baik disebelah anterior maupun posterior dari tempat

    penyayatan (Katzug 2001).

  • Pasien dibaringkan dengan posisi terlentang ke atas, kemudian dibuat sayatan

    kulit pada garis ventral. Sayatan dapat dilakukan dari dekat processus ziphoidea

    sampai dengan daerah pubis. Setelah kulit terbuka, sayat jaringan subkutan sampai

    fascia eksternal dari muskulus rektus abdominis terlihat. Ikat atau cauterisasi

    pembuluh darah kecil yang menyebabkan pendarahan pada subkutan sehingga linea

    alba dapat terlihat jelas. Linea alba disayat tepat diatasnya. Ketika omentum telah

    menyembul, linea alba dijepit bagian kiri dan kanan, gunakan gunting untuk

    memperpanjang sayatan ke kranial atau kaudal (Theresa 2007). Omentum dan

    peritoneum akan terlihat dibawah linea alba. Organ-organ yang terdapat di rongga

    abdomen dicari berdasarkan pembagian daerah, yaitu epigastrium, mesogastrium, dan

    hipogastrium (Katzug 2001).

    Sebelum penutupan dilakukan teteskan antibiotik pada ruang abdomen untuk

    meminimalisir infeksi pasca operasi. Penjahitan pertama dilakuakn pada lapisan

    peritoneum dan linea alba. Linea alba dapat ditutup dengan jahitan simple interrupted

    suture atau simple continuous suture. Pastikan saat penjahitan pada linea alba tidak

    ada jaringan lain yang ikut terjahit karena bisa menghambat penutupan luka. Jahitan

    kedua tutup jaringan subkutan dengan jahitan simple continuous suture dengan yang

    absorbable. Lalu teteskan lagi antibiotik pada subkutan sebelum dilakukan penutupan

    kulit. Penjahitan kulit dilakakukan menggunakan benang nonabsorbable dengan

    jahitan simple interrupted suture untuk meminimalisir terjadinya hernia atau dapat

    pula digunakan stainless steel staples. Jarak tepi jahitan fascia adalah 4 sampai 10

    mm. Jahitan simple interrupted suture biberi jaraj 5 mm-10 mm dari jahitan satu

    dengan jahitan lainnya, tergantung pada ukuran hewan. Jahitan pada kulit dilakukan

    dengan sedikit tegangan untuk meminimalisir bekas jahitan (Theresa 2007).

    Setelah penjahitan selesai diberikan iodine tingturdi bekas sayatan yang telah

    dijahit. Setelah itu sayatan ditutup dengan tampon segi empat dan plester. Sebelum

    dipakaikan gurita, hewan di suntik oxytetracycline 0.175 ml secara intramuscular,

    setelah itu hewan baru dipakaikan gurita (Katzug 2001).

  • A. pada kucing dan anjing betina. B. pada anjing jantan. (Theresa, 2007)

    Post Operatif

    Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung perawatan postoperatif.

    Pengecekan tersebut anatara lain efek anastesi dan meyakinkan bahwa persembuhan

    luka berjalan dengan baik (Hedlund 2002). Komplikasi sering kali menyertai operasi

    seperti reaksi alergi jahitan, seroma, hematoma, self trauma, dan ketidaknyamanan

    pasien. Terapi cairan harus dilanjutkan pada kebanyakan hewan pasca operasi

    abdomen. Elektrolit, asam-basa, dan protein serum harus diperhatikan dan dikoreksi

    pasca operasi untuk memastikan bahwa pasien dengan memiliki asupan kalori yang

    memadai pasca operasi (Theresa 2007). Perawatan seperti pemberian antibiotik,

    terapi cairan, perawatan balutan, anti inflamasi akan membantu persembuhan luka

    setelah operasi. Penanganan post operatif sangat penting karena dapat mempengaruhi

    persembuhan hewan (pasien). Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap pasien

    bedah post operatif untuk perawatan pasien bedah, dianataranya hewan dibawa ke

    ruang pemulihan yang tenang, hewan tetap dimonitor dengan diukur suhu, frekuensi

    nafas, frekuensi denyut jantung, serta diameter pupil. Diperhatikan membran mukosa,

    limphonodus, dan selaput lendir, serta pasien diberikan obat untuk mengatasi rasa

    nyeri selama 1 sampai 3 hari setelah operasi (Hedlund 2002). Diberikan infus bila

    terjadi muntah dan diare hebat, disfungsi ginjal dan penyakit hati dengan

    memperhatikan laju infus dan jenis infus yang diberikan. Apabila pasien

  • hypothermia, diberi penghangat menggunakan air hangat, diberikan suplemen

    oksigen, kateter apabila diperlukan (Mc Curnin 2002). Hal lain yang perlu dilakukan

    post operatif adalah pencucian peralatan, pencucian perlengkapan, pembersihan ruang

    operasi. Pencucian peralatan dilakukan dengan mencuci alat setelah digunakan

    dengan direndam dalam air yang diberi larutan pencuci, disikat, dimulai dari ujung

    yang paling steril (ujung yang pertama mengenai pasien), kemudia dibilas dengan air

    yang mengalir sebanyak 10-15 kali (dimulai dari ujung yang pertama disikat),

    dikeringkan dengan ditata di rak. Peralatan yang sudah kering kemudian disterilisasi

    lagi seperti di awal tadi. Pencucian perlengkapan meliputi masker, tutup kepala,

    handuk dan baju operasi yang telah selesai digunakan dilaundri/dicuci dengan sabun,

    dibilas dikeringkan. Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi

    sebagaimana proses pra operasi tadi. Ruang operasi kembali dibersihkan dari

    kotoran/debu dengan disapu dan disterilisasi baik dengan radiasi atau dengan

    menggunakan desinfektan berupa alkohol 70% (Harari 2004).

  • HASIL DAN PEMBAHASAN

    HASIL PEMERIKSAAN

    A. Pemeriksaan Fisik

    1. Signalemen Hewan

    Nama : Nelson

    Jenis : Kucing

    Ras/Bangsa : Domestik

    Jenis kelamin : Jantan

    Berat badan : 4 Kg

    Tanda khusus : -

    2. Status Present

    2.1. Keadaan Umum

    Perawatan : Baik

    Gizi : Baik; gemuk

    Habitus : Tegap, tulang punggung lurus

    Sikap Berdiri : Menumpu dengan keempat kaki

    Suhu tubuh : 38 C

    Frek. Nadi : 112 kali/menit

    Frek. Napas : 12 kali/menit

    2.2. Regio Kepala dan Leher

    Ekspresi wajah : Galak

    Pertulangan kepala : Kompak, tegas, dan keras

    Posisi tegak telinga : Tegak ke atas

    Posisi kepala : Lebih tinggi dari tulang punggung

    Refleks panggilan : Baik; ada refleks

    Krepitasi telinga : Tidak ada krepitasi

    Bau Telinga : Bau khas cerumen

  • Mata dan Orbita Kanan-Kiri

    Sklera : Putih

    Cornea : Tembus terang

    Iris : Tidak ada perlekatan

    Limbus : Melingkar rata; tidak ada perlekatan

    Refleks pupil : Baik; ada refleks

    Vasa injection : Tidak ada vasa injection

    Hidung, Mulut, dan Sinus-sinus

    Mukosa Mulut : Pink rose, licin, dan basah.

    Lidah : Pink

    Gigi : Ada gigi patah, tidak ada karang gigi.

    Foetor ex ore : Tidak ada

    2.3. Regio Thoraks

    Bentuk rongga : Simetris

    Tipe pernapasan : Costal

    Ritme : Teratur

    Intensitas : Dalam

    2.4. Alat Gerak

    Spasmus otot : Tidak ada spasmus otot

    Tremor otot : Tidak ada tremor otot

    Sudut persendian : Tidak ada kelaianan

    Cara berjalan : Melangkah biasa, koordinatif, dan tidak ada

    kelainan

    Cara berdiri : Menumpu dengan keempat kakinya

  • B. Perhitungan Dosis Obat-obatan

    a. Atropin

    =

    =

    = 0.4 ml

    b. Oxytetraxyclin

    =

    =

    = 1.12 ml

    c. Xylazine

    =

    =

    = 0.4 ml

    d. Amoxycilin

    =

    =

    = 3.2 ml

    e. Ketamine

    =

    =

    = 0.4 ml

  • C. Monitoring Pasien

    Tabel 1. Pemantauan Tanda Vital Pasien

    Parameter

    /Waktu

    Pre

    Op Operasi

    Post

    Op

    0 15 30 45 60 75 90 105 120 5

    Suhu Tubuh (C) 38 37.8 37.6 37.1 36.9 36.7 36.7 36.2 36.2 36.1

    Frek. Jantung

    (kali/menit) 112 98 98 98 95 94 108 110 108 108

    Frek. Napas 12 8 8 8 4 4 4 4 4 4

    CRT 3 4 4 4 5 5 5 4 4 4

    Mukosa Pink Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat

    Refleks Pupil Ada - - - - - - - - Ada

    Refleks digit Ada - - - - - - - - Ada

    Grafik 1. Suhu Tubuh, Frek. Jantung, dan Frek. Napas

  • Tabel 2. Pemantauan Status Kesehatan Pasien Post Operatif

    Parameter

    /Waktu

    H+1 H+2 H+3

    Pa Si So Pa Si So Pa Si So

    Suhu Tubuh (C)

    Frek. Jantung

    (kali/menit)

    Frek. Napas

    CRT

    Mukosa Pink Pink Pink Pink Pink Pink Pink Pink Pink

    Makan Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya

    Minum Cekok Cekok Cekok Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri Sendiri

    Defekasi - - - Ada Ada Ada Ada;

    lunak

    Ada;

    lunak

    Ada;

    lunak

    Urinasi - - - Ada Ada Ada Ada Ada Ada

    Keterangan : Pa : Pagi, Si : Siang, So : Sore

    Grafik 2. Frekuensi Pernafasan dari H+1 sd H+3

  • 100

    105

    110

    115

    120

    125

    130

    135

    140

    hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3

    pagi

    siang

    sore

    Grafik 3. Frekuensi Jantung dari H+1 sd H+3

    Grafik 4. Suhu badan dari H+1 sd H+3

    36

    36.5

    37

    37.5

    38

    38.5

    39

    hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3

    pagi

    siang

    sore

  • PEMBAHASAN

    Sebelum dilakukan operasi, kucing diperiksa secara umum untuk mengetahui

    suhu, frekuensi jantung dan frekuensi nafasnya. Kemudian kucing diberi premedikasi

    dengan atropin sulfas untuk mencegah muntah saat operasi, karena atropin

    menyebabkan blokade reversibel kerja kolinomimetik mempengaruhi motilitas usus,

    bronkodilatator, dan mencegah terjadinya hipersalivasi (Katzung 2001).

    Obat yang digunakan terdiri dari obat premedikasi, obat bius, sedative, dan antibiotik.

    Premedikasi yang diberikan berupa sulfas atropine dengan dosis 0.4 ml, rute

    pemberian SC (subcutan). Penyuntikan pertama diberikan sulfas atropine. Setelah 10

    menit kucing yang akan dibedah disuntikkan dengan kombinasi obat ketamine dan

    xylazine. Obat bius yang diberikan adalah ketamine HCl 10% dengan dosis 0.4 ml,

    rute pemberian intra muscular (IM). Sedative yang diberikan adalah xylazine HCl 2%

    dengan dosis 0.4 ml, rute pemberian IM. Pemberian obat bius dicampur dengan

    sedative. Pengambilan xylazine terlebih dahulu disusul dengan ketamine. Hal ini

    dilakukan untuk mencegah efek negatif pada kucing ataupun hewan yang akan

    disuntikkan dengan kombinasi obat tersebut. Setelah operasi dilakukan, diberikan

    antibiotik dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri selama operasi.

    Antibiotik yang digunakan ada tiga yaitu Penicillin, Oxytetraxyclin, dan Amoxycilin.

    Penicillin diberikan setiap sebelum operator menjahit. Rute pemberian secara topical

    (diteteskan), diberikan secukupnya. Oxytetraxyclin diberikan setelah operasi melalui

    IM dengan dosis 1.12 ml. Sedangkan Amoxycilin diberikan selama perawatan post

    operasi dengan dosis 3.2 ml. Rute pemberiannya per oral selama 5 hari perawatan 2

    kali sehari, pada pagi dan malam hari (Katzug 2001).

    Pasien yang sudah teranasthesi diletakkan di atas meja bedah yang telah

    dialasi koran lalu dilakukan physical restraint. Pertama dilakukan pemasangan duk

    diatas tubuh pasien dengan menggunakan towel clamp. Penyayatan abdomen

    dilakukan pada 1 cm anterior umbilical sampai 1 cm posterior umbilical dengan cara

    menarik kulit dengan dua jari dan dilakukan penyayatan menggunakan scalpel.

    Lokasi penyayatan ini dimaksudkan agar mudah mengeksplorasi organ yang terdapat

    di bagian abdomen. Penyayatan kulit pertama sepanjang 2 cm dilakukan

  • menggunakan scalpel dengan terlebih dahulu merenggangkan kulit abdomen

    menggunakan tangan operator. Setelah kulit tersayat dilakukan penguakan subcutan

    menggunakan gunting sampai linea alba terlihat jelas. Pembukaan linea alba

    dilakukan dengan hati-hati, aponeurose dari muskulus obliquus dijepit tepat dikedua

    sisi linea alba lalu ditarik, dilakukan penusukan ditengah linea alba dengan scalpel

    untuk menbuat sedikit lubang. Setelah lubang terbentuk sayatan diperlebar dengan

    menggunakan gunting tumpul-runcing dengan bagian yang tumpul yang menyentuh

    jaringan agar tidak melukai jaringan dan untuk meminimalisir kemungkinan trauma

    pada organ di dalam peritoneum. Jika terjadi kesalahan penyayatan linea alba maka

    sayatan diulangi dengan sayatan tepat pada linea alba. Terjadi kesalahan pada proses

    penyayatan linea alba, bagian yang tersayat adalah pinggir linea alba sehingga setelah

    penyayatan dilakukan masih ditemui otot di bawahnya. Kesalahan terjadi karena

    ditemukan banyak lapisan lemak pada abdomen kucing sehingga penguakkan untuk

    mencari linea alba agak sulit, hal ini dikarenakan kucing yang dioperasi tergolong

    gemuk. Kemudian dilakukan penyayatan sekitar 1.5 cm lagi ke arah caudal agar linea

    alba lebih mudah terlihat. Setelah dilakukan penyayatan linea alba, dilakukan

    eksplorasi organ pada bagian abdomen.

    Eksplorasi organ dilakukan setelah ruang abdomen terbuka. Ekplorasi

    dilakukan dengan cara palpasi karena terdapat banyak lemak di ruang abdomen,

    organ-organ yang ditemukan di dalam rongga abdomen pada saat operasi antara lain

    adalah usus halus, usus besar, ginjal kiri, ginjal kanan, vesika urinaria dan lambung.

    Usus merupakan organ yang paling mudah ditemukan karena posisi penyayatan yang

    dilakukan tepat di ventromedial abdomen. Usus memiliki konsistensi yang lunak,

    licin, dan lumennya kosong ketika dipalpasi. Vesika urinaria dapat diketahui dengan

    palpasi bagian hipogastricum. Vesika urinaria berisi urin memiliki konsistensi lunak

    dan padat. Ginjal kanan dan kiri dapat teraba ketika dilakukan palpasi. Bentuk dari

    kedua ginjal bulat seperti kacang dengan konsistensi yang lunak dan padat. Organ

    lainnya tidak terpalpasi pada saat eksplorasi abdomen. Letak dari organ-organ di

    dalam rongga abdomen dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

  • Sumber: http://www.exploringnature.org/graphics/animal_anatomy/cat_organs_color_72.jpg

    Semua organ yang berada di dalam ruang abdomen tersebut diselubungi oleh

    omentum. Untuk mempermudah mengenali organ dalam rongga abdomen, maka

    rongga abdomen dibagi menjadi tiga wilayah yaitu epigastrium, mesogastrium dan

    hipogastrium. Di wilayah epigastrium dapat ditemukan lambung, limpa, hati, ginjal

    kanan dan kiri. Ginjal kanan terkesan lebih ke cranial dibandingkan yang kiri karena

    pada bagian kiri rongga abdomen terdapat organ perut yang mendorong ginjal kiri

    dari posisi yang seharusnya (Aspinall, OReilly 2004). Usus dan ovarium ditemukan

    di mesogastrium, sedangkan di hipogastrium berada vesica urinaria dan uterus.

    Setelah dilakukan eksplorasi abdomen, penutupan ruang abdomen dimulai

    dengan penjahitan linea alba dan omentum menggunakan benang chromic catgut 3/0

    agar mudah diserap oleh tubuh dan jarum berpenampang segitiga untuk jaringan yang

  • lunak. Digunakan jahitan simple interrupted sebanyak delapan jahitan. Subcutan

    dijahit sebanyak tiga jahitan menggunakan jahitan simple interrupted. Benang catgut

    dapat diabsorpsi oleh tubuh sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan benang

    kembali post operasi. Sedangkan untuk penjahitan kulit digunakan jahitan simple

    interrupted dengan benang silk sebanyak sebelas jahitan. Benang ini digunakan

    karena untuk penjahitan superficial dibutuhkan benang yang kuat dan tidak

    diabsorpsi oleh tubuh sehingga jahitan tidak mudah terlepas. Tujuan penggunaan

    jahitan simple interrupted adalah agar jahitan lebih kuat menahan tekanan organ

    dalam rongga abdomen sehingga tidak terjadi hernia.

    Sumber : (Theresa, 2007)

    Pada setiap lapisan sebelum dilakukan penjahitan diberikan antibiotik

    penisilin dengan cara diteteskan pada setiap jaringan sebelum dijahit. Pemberian

    penisilin bertujuan untuk menghindari infeksi pasca operasi. Pemberian penisilin

    antara lain pada ruang abdomen, lapis antara linea alba dan subcutan, serta pada

    lapisan antara subcutan dan kulit.

    Terakhir didaerah bekas jahitan diberi betadine. Pemberian antiseptik ini bertujuan

    untuk mencegah infeksi dan mempercepat pengeringan luka. Bekas jahitan dibalut

    dengan menggunakan tampon segi empat yang telah diberi betadine untuk kemudian

    ditempel dengan menggunakan perekat hypafix. Hal ini bertujuan untuk menghindari

  • bekas jahitan terbuka akibat dari gigitan atau gerakan kucing maka dilakukan

    pemasangan kain gurita.

    Anestesi dilakukan secara perinjeksi akan mendepres fungsi fisiologis tubuh

    sehingga terjadi penurunan fungsi fisiologis (Hall 2001). Salah satu perubahan

    fisiologis yang dapat teramati adalah suhu tubuh, pada awal sebelum pemberian obat

    bius adalah 38 C, namun lima menit kemudian terjadi penurunan suhu tubuh

    menjadi 37.8 C. Seiring dengan berjalannya waktu, suhu tubuh kucing semakin

    menurun, dan yang terendah mencapai 36.1 C yaitu pada menit ke 125 setelah dua

    kali diberikan maintenance. Setelah itu, pada monintoring selanjutnya adalah

    perubahan frekuensi jantung menunjukkan pengaruh kerja jantung dalam memompa

    darah. Pada tabel 1, terlihat frekuensi jantung semakin meningkat. Peningkatan

    frekuensi ini disebkan karena adanya luka sayatan. Pada saat pre operasi frekuensi

    jantung adalah 112 kali, namun setelah diberikan anestesi frekuensi rata-ratanya

    adalah 103 kali/menit tiap 15 menit. Pada pengamatan frekuensi nafas terjadi

    penurunan frekuensi nafas karena sifat anestesi yang diberikan dapat mendepres pusat

    respirasi di medulla oblongata. Sebelum pemberian anestesi frekuensi pernafasan

    kucing sebanyak 12 kali, namun setelah beberapa menit pasca pemberian frekuensi

    pernafasan rata-ratanya adalah 6 kali/menit tiap 15 menit. Mukosa kucing terlihat

    perbedaan yang sangat nyata pada saat pre dan post anestesi. Pada saat pre anestesia

    mukosanya berwarna pink rose, namun setelah anestesi selama operasi berlangsung

    warna mukosa berubah menjadi pucat, hal tersebut dikarenakan tidak lancarnya aliran

    darah pada daerah perifer. Secara umum anestesi juga akan menghilangkan refleks

    pasien, dalam hal ini yang diamati adalah refleks pupil dan refleks digit yang

    menghilang selama anestesi berlangsung (Hall 2001).

    Setelah operasi, kucing di injeksi dengan oxtetracyclin melalui intramuscular

    otot celana. Oxytetracyclin merupakan antibiotic berspektrum luas yang berfungsi

    mencegah infeksi sekunder pasca operasi. Kemudian tunggu pasien hingga tersadar.

    Pasien mulai sadar pukul 18.28 WIB, dengan tanda-tanda mulai adanya refleks

    berkedip, menjilat, batuk dan tersedak. Pada pukul 18.55 WIB, kaki depan dang

    belakang mulai bisa bergerak. Pukul 19.40, pasien mulai bisa muntah dan urinasi.

  • Pukul 21.46 WIB, pasien sudah bisa bangun dan mengangkat kepala. Pukul 22.10,

    pasien bisa berdiri, mencakar dan menggigit. Sekitar pukul 23.00 WIB pasien

    diberikan antibiotik (amoxcylin cair) 3.2 ml secara peroral. Tujuan pemberian

    antibiotic ini untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka.

    Pada masa persembuhan atau post operasi, kucing menunjukkan grafik pernapasan

    yang cukup baik. Kucing nomal memiliki frekuensi napas 25-30 kali per menit

    (Eldredge 2008). Untuk frekuensi napas di hari 1 cenderung tidak menunjukkan

    perbedaan yang signifikan yaitu pada kisaran 24-32 kali/menit. Hal ini dapat

    mengindikasikan bahwa kucing tersebut tidak mengalami gangguan pernapasan pasca

    operasi.

    Untuk frekuensi jantung hewan menunjukkan frekuensi yang stabil pada setiap

    harinya yaitu rata-rata sekitar 123 kali/menit dari frekuensi pulsus normal kucing

    antara 110130 kali/menit.

    Begitu halnya dengan temperatur tubuh hewan. Temperatur tubuh hewan pasca

    operasi cenderung menunjukkan gambaran yang sangat baik dan merata hingga hari

    ke-3. Hanya pada waktu 3-4 jam pasca operasi, pengamat mencatat suhu hewan yang

    turun hingga mencapai 36o C. Keadaan hipothermia seperti ini diduga akibat efek

    samping dari obat bius yang masih terasa. Namun, keadaan itu segera membaik di

    hari ke-1 yang ditunjukkan dengan meningkatnya suhu tubuh hewan menjadi 37-38o

    C. Suhu tersebut masih dalam kisaran normal karena suhu normal

    tubuh kucing adalah 100 - 102.5F (37.7 - 39.1C).

  • Selama masa penyembuhan, hewan menunjukkan nafsu makan yang baik kecuali

    pada hari ke-2 siang kucing tidak mau makan sama sekali. Hal seperti ini sangat

    mendukung dalam proses penyembuhan luka pasca operasi. Sedangkan untuk proses

    defekasi, hewan tidak memiliki keteraturan dalam defekasi. Pada hari ke-1 kucing

    belum defekasi dan urinasi, pada hari ke-2 kucing defekasi dan urinasi.

    Konsisternsinya lunak dan berbentuk. Pada hari ke-3 kucing defekasi dengan

    konsistensi feses sangat lunak tetapi tidak diare. Untuk minum dan urinasi, pada hari

    ke-1 kucing perlu pencekokan air agar minum. Dan pada hari berikutnya selalu

    minum sendiri setiap hari mulai pagi hingga malam teratur. Jumlah urin yang

    dikeluarkan pada hari ke-1 cenderung banyak sekali, hal ini mungkin terjadi karena

    ketika operasi, vesica urinaria penuh tetapi urin tidak bisa dikeluarkan. Tetapi pada

    hari berikutnya cenderung normal. Volume urin kucing normal berkisar 18-25 ml/kg

    BB per-24 jam (Widodo et al. 2011). Dari jumlah normal urin tersebut dapat

    diketahui bahwa hewan melakukan urinasi dengan baik dan tidak ada gangguan

    ataupun kelainan.

  • KESIMPULAN

    Laparatomi medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang

    dilakukan 1 cm anterior umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Obat yang

    digunakan untuk laparatomi terdiri dari obat premedikasi, obat bius, sedative, dan

    antibiotik. Premedikasi yang diberikan berupa sulfas atropine dengan dosis 0.4 ml,

    rute pemberian SC (subcutan). Eksplorasi organ dilakukan setelah ruang abdomen

    terbuka. Ekplorasi dilakukan dengan cara palpasi karena terdapat banyak lemak di

    ruang abdomen, organ-organ yang ditemukan di dalam rongga abdomen pada saat

    operasi antara lain adalah usus halus, usus besar, ginjal kiri, ginjal kanan, vesika

    urinaria dan lambung.

  • LAMPIRAN I

    (DOKUMENTASI)

  • Persiapan Operator dan Asisten operator

    Pasca Pencukuran Rambut Kucing dan Physical Restrain

    Penyayatan Abdomen

    Penjahitan dan Pembalutan

  • LAMPIRAN II

    (LAPORAN PROTOKOL BEDAH)

  • DAFTAR PUSTAKA

    Aspinall V, OReilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology.

    Philadelphia: Butterworth-Heinemann.

    Eldredge D. M, Carlson D. G, Carlson L. D & Giffin J. M. 2008. Cat Owners Home

    Veterinary Handbook. 3th Ed. Wiley Publishing, INC. Hoboken, New Jersey.

    Hall, L.W., K.W Clarke, CM Trim. 2001. Veterinary Anaesthesia 10th Edition. W.B.

    Saunder. London

    Harari, Joseph. 2004. Small Animal Surgery Secret 2nd Edition. Hanley & Belfus

    INC. Philadelpia, USA.

    Hedlund CS, Donald AH, Ann LJ, Howard BS, Michael DW, Gwendolyn LC.

    2002. Small Animal Surgery 2nd Edition. Mosby of Elsevier. USA.

    http://www.exploringnature.org/graphics/animal_anatomy/cat_organs_color_72.jpg

    Katzug, BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika: Jakarta.

    Mc Curnin DM, Joanna MB. 2002. Clinical Textbook For Veterinary Technicians

    6rd Edition. Elsevier Sabre Faundation. USA.

    Theresa, Welch., Fossum, et all. 2007. Small Animal Surgery 3rd Edition. Mosby

    Elsevier. Missouri.

    Widodo Setyo, Sajuthi Dondin, Choliq Chusnul, Wijaya Agus, Wulansari Retno,

    Lelana Agus. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. IPB Press:Bogor