laporan kp pengeboran

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam suatu proses penambangan. Dengan Eksplorasi yang baik akan mendapatkan hasil yang baik dan dengan hasil yang baik akan sangat menentukan tindakan yang akan diambil dalam proses penambangan tersebut. Salah satu hal yang dapat menentukan layaknya suatu aktifitas penambangan melakukan produksi adalah dengan mengetahui sampel dari area yang akan di tambang dan untuk mendapatkan sampel yang baik diperlukan suatu proses pengambilan sample yang sering disebut pengeboran geoteknik. Pengeboran geoteknik adalah pengeboran inti (core drilling) yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi batuan yang dibor. Persyaratan utama dalam pengeboran geoteknik adalah mendapatkan inti bor yang utuh, dengan recovery yang maksimal (jika mungkin Recovery > 90%). Untuk mendapatkan data geoteknik yang valid dan representatif bagi suatu rencana pengembangan, penentuan rencana titikbor dan kedalaman pengeboran serta pencapaian Core recovery yang tinggi adalah hal yang sangat penting. 1

Upload: muntazar-cliff

Post on 12-Apr-2017

367 views

Category:

Technology


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan kp pengeboran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eksplorasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam suatu proses

penambangan. Dengan Eksplorasi yang baik akan mendapatkan hasil yang baik

dan dengan hasil yang baik akan sangat menentukan tindakan yang akan diambil

dalam proses penambangan tersebut. Salah satu hal yang dapat menentukan

layaknya suatu aktifitas penambangan melakukan produksi adalah dengan

mengetahui sampel dari area yang akan di tambang dan untuk mendapatkan

sampel yang baik diperlukan suatu proses pengambilan sample yang sering

disebut pengeboran geoteknik.

Pengeboran geoteknik adalah pengeboran inti (core drilling) yang

bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi batuan yang

dibor. Persyaratan utama dalam pengeboran geoteknik adalah mendapatkan inti

bor yang utuh, dengan recovery yang maksimal (jika mungkin Recovery > 90%).

Untuk mendapatkan data geoteknik yang valid dan representatif bagi suatu

rencana pengembangan, penentuan rencana titikbor dan kedalaman

pengeboran serta pencapaian Core recovery yang tinggi adalah hal yang sangat

penting.

            Berdasarkan model (struktur) geologi dari area tambang atau rencana

tambang umumnya dapat dibagi dalam zone-zone, yang diperkirakan mempunyai

kondisi geologi relatif sama. Dalam kaitan dengan Pit Plan, biasanya zoning ini

juga menjadi pertimbangan dalam menentukan sektor desain. Penentuan jumlah

dan pemilihan lokasi titik bor geoteknik harus mempertimbangkan keterwakilan

terkait dengan pembagian zone atau sektor desain ini. Di samping itu, rencana

penambangan yang mencakup luas, bentuk, dan kedalaman bukaan tambang juga

harus menjadi pertimbangan dalam penentuan titik bor geoteknik. Semua lapisan

batuan yang akan membentuk lereng bukaan tambang harus terwakili oleh titik

bor geoteknik yang akan dilakukan.

1

Page 2: Laporan kp pengeboran

Pada aktivitas pengeboran ini kami melakukan kerjasama berupa Kerja

Praktek dengan PT. Bintang Perkasa Mandiri yang berperan sebagai konsultan

pertambangan di indonesia. Lokasi pengeboran pata PT. Bumi Babahrot tepatnya

terletak di daerah di Kec. Babahrot Kab. Aceh Barat Daya (ABDYA).

Gambar 1.1 Lokasi Tambang PT. Bumi Babahrot

2

Page 3: Laporan kp pengeboran

1.2 Iklim

Kabupaten Aceh Barat Daya, khususnya kecamatan Babahrot berada di

wilayah tropis yang mempunyai curah hujan yang tinggi, kelembaban udara

tinggi, dan temperatur udara tinggi. Kondisi angin di wilayah ini bervariasi

bergantung pada musim. Kondisi tersebut dikenal dengan iklim tropis muson

(Tropical Muson Climate). Angin muson adalah angin musiman yang berlansung

selama beberapa bulan. Iklim di Aceh dapat dibagi menjadi 2 musim yaitu:

Musim Barat (April-September) dan musim muson timur (Oktober-Maret).

Ada sedikit perbedaan antara periode muson timur dan muson barat, berdasarkan

suhu, kelembaban, curah hujan dan visibilitas yaitu:

1. Suhu udara rata-rata adalah 27,1ºC dan 27,3ºC. Suhu rata-rata minimum

untuk timur dan barat pada periode muson adalah 20,1ºC dan 19,6ºC, suhu

udara rata-rata maksimum untuk timur dan barat pada periode muson

adalah 31,9ºC dan 32,4ºC.

2. Kelembaban rata-rata untuk periode muson timur sekitar 82% dan di

muson barat sekitar 81%.

3. Curah hujan bulanan rata-rata pada periode muson timur adalah sekitar 80

mm/bulan, rata-rata hujan adalah 7 hari/bulan di musim ini.

Maksimum rata-rata di periode ini adalah 35 mm/hari. Pada muson barat

total rata-rata hujan adalah sekitar 87 mm/bulan, rata-rata hujan adalah 6

hari/bulan dan rata-rata maksimum 39 mm/hari. Visibilitas selama cuaca buruk

adalah 6 sampai 10 km. Periode hujan bisa sedikit bervariasi antara timur dan

barat. Visibilitas periode musim timur adalah 6,3 km – 11,1 km sedangkan selama

musim hujan barat periode itu bervariasi dari 6,1 km – 10,3 km.

1.3 Keadaan Geologi

Keadaan geologi berdasarkan IUP PT. Bumi Babahrot rata – rata berada

pada kemiringat yang agak terjal yaitu 6° - 17°, Hal ini diakibatkan wilayah area

penambangan terletak di area perbukitan. PT. Bumi Babahrot memiliki 2 site

yaitu site A dan site B yang di batasi oleh sungai Babahrot. Keadaan formasi pada

umumnya batu pasir pada kedalaman dangkal, dan pada kedalaman 30m di bawah

3

Page 4: Laporan kp pengeboran

permukaan formasi berubah menjadi batuan gamping dan perpaduan batuan

kuarsa.

1.4 Karakteristik Deposit

Dari hasil pengamatan pada site penambangan PT.Bumi Babahrot,

kandungan besi yang paling banyak di jumpai adalah golongan Limonit dengan

kandungan bijih besi sebesar 60% – 69%, warna dari bijih besi adalah berwarna

merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan dari bijih besi tersebut diakibatkan

batuan dan lingkungan memiliki tingkat kadar air yang cukup tinggi sehingga

timbul warna merah kecoklatan akibat karatan oleh reaksi dengan air. Hal ini

dapat terjadi karna area penambangan site A dan B di batasi oleh sebuah sungai

besar yang memiliki debit air cukup tinggi. Bijih besi pada area penambangan

pada umumnya adalah bijih besi primer, namun juga didapat pada beberapa lokasi

terdapat bijih besi skunder akibat adanya proses sedimentasi.

1.5 Metode Penambangan

Dari pertimbangan teknis, ekonomis dan lingkungan yang telah dikaji

maka sistem penambangan yang akan diterapkan adalah sistem tambang terbuka

(Open Pit).

1.6 Manfaat kerja praktek pada PT. Bumi Babahrot

1. Menambah wawasan pengetahuan tentang pengeboran, terutama

pengeboran full coring bijih besi

2. Mengkaji dan menganalisa kegiatan pengeboran yang dilakukan pada PT.

Bumi Babahrot

3. Bagi perusahaan dan Jurusan Teknik Pertambangan, terjalinnya kerjasama

dengan adanya mahasiswa yang melakukan kerja praktek pada perusahaan

PT. Bumi Babahrot

4

Page 5: Laporan kp pengeboran

BAB II

URAIAN PROSES

2.1 Komponen Alat

Pada Proses pengeboran di PT. Bumi Babahrot, PT. Bintang Perkasa

Mandiri (BPM) menggunakan masin bor jenis JACRO dengan nomor seri 200.

Jacro 200 merupakan mesin bor yang memilki mesin berjenis Kubota yang

mampu menembus kedalaman 200 meter. Mesin ini mampu melakukan

pengeboran Batu bara, sample bijih logam, dan sumur bor.

Gambar 2.1 Komponen mesin bor penggerak

Keterangan Komponen :

1. Water Suffle, berfungsi utuk memasok air kedalam lubang bor sehingga

mata bor tidak kepanasan dan cutting (serpihan batuan yang tergerus)

dapat terangkat.

5

Page 6: Laporan kp pengeboran

2. Motor Rotary, berfungsi menggerakkan pipa dan mata bor.

3. Gear Box, adalah tempat terletaknya gear yang digunakan untuk

menggerakkan bor.

4. Pipa Bor, berguna untuk mensupport mata bor atau bit baik untuk

memutar, memasok lumpur maupun penarikan sampel.

5. Foot Clamp, berfungsimenjepit pipa ketika akan disambung atau di

lepaskan.

Gambar 2.2 Komponen utama mesin bor

6. Tower, berguna untuk menahan pipa bor agar tetap lurus.

7. Kontrol Box, merupakan pusat untuk menggerakkan seluruh komponen

mesin bor.

8. Engine, Memotori seluruh komponen mesin bor.

9. Fuel Tank, kotak penyimpan bahan bakar berupa solar.

10. Oil Tank, Kotak penyimpanan oli.

6

Page 7: Laporan kp pengeboran

11. Tiang Secured, tiang untuk pengaman tower agar tetap stabil dan tegak

dari permukaan tanah.

Gambar 2.3 Komponen mesin penggerak

12. Cooler, alat yang berfungsi sebagai pendingin mesin, air langsung di

pompa dari sumber air terdekat.

13. Filter, yang berguna sebagai penyaring dari kotoran yang ada dalam oli

dan solar.

14. Hosting Plug, adalah alat yang berguna untuk mengikat sehingga dapat

menarik atau menurunkan pipa kedalam lubang bor.

2.2 Mata Bor (Core Bit)

Mata bor atau core bit merupakan salah satu komponen terpenting dalam

suatu pengeboran. Mata bor atau bit adalah alat yang terpasang di ujung paling

bawah dari rangkaian pipa yang langsung berhadapan dengan formasi atau batuan

yang di bor. Adanya putaran dan beban yang diperoleh dari rangkaian pipa bor

diatasnya, akan menyebabkan mata bor itu menghancurkan batuan yang terletak

dibawah sehingga akan menembus semakin dalam bebatuan tersebut. Lumpur

7

Page 8: Laporan kp pengeboran

yang disirkulasikan akan keluar melalui mata bor dan menyemprotkan langsung

kebatuan yang sedang dihancurkan di dasar lubang bor. Semprotan ini akan ikut

membantu menghancurkan batuan-batuan itu. Batuan yang disemprot oleh

Lumpur tadi akan lebih mudah lagi dihancurkan oleh mata bor, sehingga dengan

demikian akan diperoleh laju pemboran yang lebih cepat.

Berdasarkan struktur pemotongnya (cutter) matabor dapat di

klasifikasikan sebagai berikut :

1. Wing bit

Digunakan pada lapisan permukaan, biasanya digunakan untuk membuat

lubang besar. Pada umumnya mata bor ini memiliki diameter 36 inc. Wing

bit mampu bekerja pada kedalaman berkisar antara 0 – 30 meter.

Gambar 2.4 Wing bit yang memiliki mata bor seperti baling – baling

2. Roller cone bit

Digunakan pada material yang memiliki tingkat kekerasan lunak sampai

keras, Roller Cone Bit adalah mata bor yang terdiri dari satu, dua atau tiga

cones dengan gerigi yang menempel pada cone tersebut. Roller cone bit

dengan tiga cone adalah mata bor yang sering digunakan pada pengeboran.

8

Page 9: Laporan kp pengeboran

Gambar 2.5 Roller cone bit dengan 3 cones

3. Diamond bit

Diamond bit terdiri dari jenis material yang memiliki kekerasansama

seperti intan. Mata bor ini digunakan apabila mata bor lain tidak dapat

menembus lapisan formasi yang memiliki kekerasan sangat keras.

Gambar 2.6 Diamond bit yang kami gunakan dalam pengeboran coring

2.3 Metode Pengeboran

Dalam melakukan pengeboran sangat banyak metode yang di gunakan,

namun secara umum metode tersebut terbagi kedalam 3 bagian sesuai dengan

kebutuhannya yaitu sebagai berikut :

9

Page 10: Laporan kp pengeboran

1. Open Hole

Open Hole adalah metode pengeboran dengan cara melubangi area

tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perencanaan sampai kedalaman

yang telah direncanakan. Dalam pengambilan sampelnya berdasarkan

potongan dari setiap gerusan mata bor per Run atau per pipa bor. Dalam

proses pengeboran open hole cutting akan dinaikkan ke atas dengan media

air bercampur lumpur bor.

Gambar 2.7 Proses pengeboran open hole dengan tricones.

2. Coring

Coring adalah pengeboran yang dilakukan untuk mendapatkan

sampel utuh dari sampel pada kedalaman tertentu yang telah ditentukan.

Dalam melakukan pengeboran coring sampel diambil tanpa menggunakan

metode open hole. Dengan menggunakan metode ini kita akan

mendapatkan data yang lebih akurat dan menditail mengenai data variasi

batuan (stratigrafi) dalam lubang bor.

3. Touch core

Touch Core adalah tenik pengeboran yang awalnya dilakukan

dengan metode Open Hole dan ketika mata bor menyentuh Ore (indikasi

dari lubang bor keluarnya sample cutting berupa ore) , maka akan di stop

10

Page 11: Laporan kp pengeboran

putaran bornya. selanjutnya stang bor di angkat dan mata bor akan diganti

dengan jenis mata bor khusus untuk pengambilan sample core serta di

tambah core barrel untuk tempat penampungan sample core selama

pengambilan (ukuran core barrel lebih kurang 1.60 meter). jadi bila

batubara lebih tebal akan dilakukan pengambilan coring sampai beberapa

kali. Ada teknik khusus dalam melakukan coring ini dan biasanya juru bor

atau driller lebih menguasai teknik ini (seperti kecepatan putaran mata bor

dan kecepatan pompa lumpur bor). Metode ini adalah gabungan dari Open

Hole dan Touch Core.

2.4 Lumpur Pemboran

Lumpur pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-

cairan berbusa, gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi

pemboran dengan membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya

kepermukaan, dengan demikian pemboran dapat berjalan dengan lancar. Lumpur

pemboran yang digunakan sekarang pada mulanya berasal dari pengembangan

penggunaan air untuk mengangkat serbuk bor. Kemudian dengan berkembangnya

teknologi pemboran, lumpur pemboran mulai digunakan.

Pada awal penggunaan pengeboran rotary, fungsi utama lumpur pemboran

hanyalah mengangkat serpih dari dasar sumur ke permukaan. Tetapi saat ini

fungsi utama lumpur pemboran berkembang menjadi :

1. Pengankatan Serpih bor (Cutting Removal)

Lumpur yang disirkulasi membawa serpih bor menuju permukaan dengan

adanya pengaruh gravitasi serpih cenderung jatuh, tetapi dapat diatasi oleh

daya sirkulasi dan kekentalan lumpur. Dalam melakukan pemboran serbuk

bor (cutting) dihasilkan dari pengikisan formasi oleh pahat, harus

dikeluarkan dari dalam lubang bor. Hal ini berdasarkan atas keberhasilan

atau tidaknya lumpur untuk mengangkat serbuk bor. Apabila serbuk bor

tidak dapat dikeluarkan maka akan terjadi penumpukan serbuk bor didasar

11

Page 12: Laporan kp pengeboran

lubang, jika hal ini terjadi maka akan terjadi masalah seperti terjepitnya

pipa oleh serbuk bor

2. Mendinginkan dan melumasi mata bor

Panas yang cukup besar terjadi karena gesekan mata bor dengan formasi

maka panas itu harus dikurangi dengan mengalirkan lumpur sebagai

pengantar panas kepermukaan. Semakin besar ukuran mata bor, semakin

besar juga aliran yang dibutuhkan. Kemampuan melumasi dan

mendinginkan pahat dapat ditingkatkan dengan menambahkan zat - zat

lubrikasi (pelicin) misalnya : minyak, detergent, grapite dan zat surfaktan

khusus, bahkan bentonite juga berfungsi sebagai pelicin karena dapat

mengurangi gesekan antara dinding dan rangkaian bor.

3. Membersihkan dasar lubang

Ini adalah fungsi yang sangat penting dari lumpur bor, lumpur mengalir

melalui lubang kecil yang ada pada mata bor (bit nozzles) menimbulkan

daya sembur yang kuat sehingga dasar lubang dan ujung–ujung pahat

menjadi bersih dari serpih atau serbuk bor. Ini akan memperpanjang umur

mata bor dan akan mempercepat laju pengeboran.

4. Menstabilkan lubang bor

Lumpur bor harus membentuk deposit pada dinding lubang sehingga

formasi menjadi kokoh dan menghalang-halangi masuknya fluida kedalam

formasi. Kemampuan ini akan meningkat jika fraksi koloid dari lumpur

bertambah, misalnya dengan menambahkan attapulgite atau zat kimia

yang dapat meningkatkan pendispersian padatan. Dapat pula dengan

menambahkan polimer sehingga viskositas dari lumpur bor meningkat.

5. Mengimbangi tekanan formasi

Pada kondisi normal formasi memiliki tekanan sebesar 0.465/ft, Berat dari

lumpur yang terdiri dari fase air, partikel - partikel padat lainnya cukup

12

Page 13: Laporan kp pengeboran

memadai untuk mengimbangi tekanan formasi. Tetapi jika menjumpai

daerah yang bertekanan abnormal dibutuhkan materi pemberat khusus

(misal : XCD-polimer) yang mempunyai berat jenis tinggi untuk

menaikkan tekanan hidrostatis dari kolom lumpur agar dapat mengimbangi

dan menjaga tekanan formasi.  Besarnya tekanan hidrostatik tergantung

dari berat jenis fluida yang digunakan dan tinggi kolom yang dapat

dihitung dengan persamaan :

      Hp       = 0.052 x Mw x D = Psi                

dimana :

                  Hp    = Tekanan hidrostatic lumpur, psi.

                  Mw   = Densitas lumpur, ppg.

                  D      = Kedalaman, ft.

6. Sebagai media logging

Data-data dari sumur yang diselesaikan sangat penting untuk dasar

evaluasi sumur yang bersangkutan, juga penting untuk dasar pembuatan

program dan evaluasi sumur-sumur yang akan di bor selanjutnya. Data-

data tersebut diatas didapat dari analisa cutting dan pengukuran langsung

dengan wire logging. Untuk itu lubang bor harus bersih dari cutting.

7. Menghambat dan mencegah laju korosi

Korosi dapat terjadi karena adanya gas-gas yang terlarut seperti oksigen

CO2, dan H2S. Juga karena pH lumpur  yang terlalu rendah atau adanya

garam-garam di dalam. Untuk menghindari hal - hal tersebut diatas, ke

dalam lumpur dapat ditambahkan bahan – bahan pencegah korosi atau

diusahakan untuk mencegah pencemaran yang terjadi.

2.5 Persiapan Awal Pengeboran

Proses Pemboran diawali dengan melakukan Study Regional yang

bertujuan untuk mengetahui geologi struktur, stratigrafi serta bagaimana

geomorfologi yang ada didalamnya, setelah itu dilakukan mapping yaitu proses

13

Page 14: Laporan kp pengeboran

pembuatan peta singkapan beserta struktur geologinya, Kemudian setelah itu

dilakukan Planning pemboran yang didalamnya mencakup penentuan titik, jarak

interval, kedalaman yang harus dilakukan proses pemboran serta luasan wilayah

yang akan dilakukan pemboran. Setelah dilakukan planning dan telah ditentukan

titik yang akan dibor pada skema model maka dilakukan proses penentuan titik

bor dilapangana. Kemudian dibutuhkan preparasi pemboran dimana proses ini

mencakup proses dilakukanya persiapan lokasi, yaitu dengan pembuatan mud

pit (tempat sirkulasi air),  apabila daerah pemboran berada di daerah lereng dan

bergelombang maka dilakukan perataan tanah sehingga daerah titik pemboran rata

dan tidak mengganggu jalannya proses pemboran, lokasi yang baik perlu di

perhatikan karna hal ini juga termasuk kedalam safety kerja.

Dalam persiapan awal sebelum dilakukan pengeboran, salah satu yang

wajib untuk di persiapkan adalah Drill Plan yaitu berupa penentuan titik

pengeboran yang akan dilakukan. Dengan adanya penentuan titik sebelum proses

pengeboran kegiatan pengeboran akan berjalan secara terkoordinasi, sehingga

akan didapat hasil yang maksimal.

Gambar 2.8 Area drill plan

14

Page 15: Laporan kp pengeboran

Setelah semua tahapan dan semua persiapan tempat pemboran selesai

maka alat-alat pengeboran dan alat pendukung lainya di atur di tempat tersebut

sehingga jalan pengeboran dapat berlangsung dengan lancar.

2.6 Proses Pengeboran

Setelah semua persiapan awal selesai di lakukan barulah kita dapat

memasuki tahap proses pengeboran. Kegiatan pengeboran dilakukan pada titik

sesuai dengan drill plan yang telah ditentukan oleh PT. Bumi Babahrot. Pada hari

pertama tanggal 03 September pengeboran pada titik DHA1-01 mulai dikerjakan.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah Preparation, yaitu persiapan RIG

berupa pemasangan pipa bor. Setelah persiapan selesai dilakukan Stick Up, yaitu

pengukuran jarak antara permukaan tanah sampai dengan permukaan Foot Clamp,

bertujuan untuk menentukan seberapa panjang pipa yang tidak masuk ketika

dilakukan pengeboran sehingga perbedaan panjang tersebut dapat ditutupi dengan

memasang pipa yang sama panjangnya dengan jarak stick up.

Gambar 2.9 Pengukuran stick up

15

Page 16: Laporan kp pengeboran

Setelah itu barulah proses pengeboran coring dapat dilakukan. Kegiatan

pengeboran kali ini telah ditetapkan kedalaman dari setiap titik bor yaitu 100

meter. Dalam pelaksanaan pemboran, proses pengambilan core sesuai dengan

Standard Operational Procedure (SOP) yang ditetapkan oleh perusahaan.

Dilakukan maksimal setiap kedalaman 1,5 m sesuai dengan kesepakatan antara

Driller dan pihak perusahaan.

Proses pengeboran titik pertama tepatnya tanggal 03 September pada titik

DHA1-01 berjalan lancar mulai dari kedalaman 00.00 – 21.00 meter, memasuki

kedalaman 21.00 ditemukan adanya batu sample yang mengandung bijih besi

sampai dengan kedalaman 31.50 meter. Namun pada Run ke-22 menuju

kedalaman 33.00 meter terjadi stuck yang diakibatkan oleh kurang padatnya

formasi batuan. Setelah dilakukan pengankatan Cutting, ternyata di dapat bahwa

pada lapisan tersebut terdiri dari pasir lempung yang pada umumnya bersifat tidak

kompak, sehingga untuk mengatasi masalah ini diperlukan proses Flushing.

Proses pengeboran kembali berjalan lancar, tampa diduga sebelumnya, pada

kedalaman 36.00 di temukan adanya serpihan Pirit pada batuan berjenis kuarsit.

Batuan tersebut memiliki kekerasan tinggi dengan tekstur putih mengkilat serta

adanya sebaran bijih pirit. Pada umumnya ditemukannya pirit adalah salah satu

anomali adanya endapan emas pada urat (vein) dari batuan tersebut. Pada

kedalaman 37.50 meter yaitu run ke-25 tampa terduga ditemukannya serpihan

emas yang tersebar pada tiap vein.

Pada kedalaman 42.00 meter pengeboran memasuki batuan yang memiliki

formasi lunak dan berongga sehingga terjadi water loss. Dengan terjadinya water

loss lumpur pengeboran yang seharusnya bersirkulasi dengan baik berkurang

secara drastis, pengeboran di hentikan sementara. Meskipun pengeboran

dilanjutkan dapat dipastikan lumpur pengeboran yang ada akan semakin

berkurang, oleh sebab itu driller melakukan inisiatif untuk menambahkan senyawa

Polymer kedalam lumpur bor dengan kadar yang tinggi. Tidak hanya itu, driller

menambahkan serpihan serbuk hasil pemotongan kayu, polimer yang ada dapat

mengentalkan air pada tingkat tertentu sehingga air akan semakin sulit menembus

16

Page 17: Laporan kp pengeboran

pori – pori batuan dan serbuk kayu berfungsi menghambat air masuk ke formasi

batuan melalui celah batuan tersebut.

Proses pengeboran kembali berjalan lancar, hasil sampel core yang

terangkat juga dalam kondisi memuaskan dengan core recovery baik. Namun

mencapai kedalaman 49.50 meter masalah kembali muncul. Masalah yang timbul

yaitu terdapatnya air muka bawah tanah yang sangat beresiko bagi aktifitas

pengeboran. Ketika dalam suatu pengeboran coring menembus lapisan air bawah

tanah yang menyebabkan artesis, air yang keluar tidak dapat terkendali sehingga

mengganggu proses pengeboran. Ditambah lagi dengan adanya air tersebut

sampel coring yang telah tertangkap di corebarel tertekan oleh air tersebut

sehingga core recovery yang tersisa pada kedalaman 49.50 meter hanya tersisa

20%. Jika nilai core recovery rendah maka proses coring harus di ulang, namun

air yang sangat berlebihan menghambat proses yang ada. Dengan berbagai

pertimbangan dan hasil keputusan antara driller dan supervisor yang bertugas

didapatkan suatu kesimpulan bahwa pengeboran di titik DHA1-01 dihentikan.

Secara kesuluruhan pengeboran pada setiap titik memiliki proses yang

sama namun hal yang berbeda adalah kendala dan waktu yang diperlukan akibat

perbedaan tingkat kekerasan batuan. Batuan yang lebih keras cenderung

membutuhkan waktu lama, namun hal tersebut dapat di minimalkan dengan

penggunaan lumpur pengeboran yang tepat.

17

Page 18: Laporan kp pengeboran

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Prinsip Pengeboran

Hampir dalam semua bentuk penambangan, batuan keras diberai

dengan pengeboran dan peledakan. Pengeboran dan peledakan dibutuhkan di

sebagian besar tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Kriteria metode

penggalian menurut Franklin, dkk (1971) adalah dengan gali bebas (free

digging), penggaruan (ripping) dan peledakan (blasting). Peledakan terbagi

menjadi dua, yaitu peledakan peretakan dan peledakan pembongkaran. Kriteria

metode penggalian menurut Franklin, dkk (1971) ditunjukkan pada Gambar

3.1.

Gambar 3.1 Diagram Kriteria Indeks Kekuatan Batuan (Franklin dkk, 1971)

Misal diketahui nilai Point Load Index 10 MPa dan Fracture Index 0,6 m.

Pada sumbu X di plot garis angka 80 Mpa dan di tarik vertikal. Kemudian dari

18

Page 19: Laporan kp pengeboran

sumbu Y di plot garis pada angka 0,6 sampai berpotongan dengan garis plotting

dari sumbu X. Dari titik perpotongan tersebut, dapat di ketahui metode

pengeboran yang di rekomendasikan. Pada kegiatan pengambilan material sampel

dengan pengeboran, kinerja pengeboran adalah kemampuan alat bor untuk

membuat lubang sebagai saluran untuk mengambil material sampel, kegiatan ini

disebut dengan pengeboran produksi (production drilling). Seiring dengan

perjalanan waktu dan berkembangnya teknologi, pengembangan alat bor juga trus

dilakukan. Terdapat dua faktor utama dalam pengembangan alat bor. Pertama,

pengembangan sifat metalurgi komponen pengeboran, batang bor dan mata bor.

Kedua, pengembangan di bidang pemakaian energi dalam pengeboran unuk

mencapai hasil yang efektif mencakup lumpur pengeboran.

3.2 Komponen Pengeboran

Terdapat empat komponen utama yang ada di semua komponen pengeboran

yaitu:

1. Feed : Gaya aksial yang diberikan untuk

memberikan tekanan vertikal pada titik

pengeboran.

2. Rotation : Gerakan memutar pada batang dan mata

bor.

3. Percussion : Tumbukan yang dilakukan secara

berulang pada titik pengeboran.

4. Flushing : Suatu usaha untuk sesegera mungkin

mengeluarkan potongan hasil pengeboran

keluar dari dalam lubang bor dengan

memberikan sejumlah fluida bertekanan.

19

Page 20: Laporan kp pengeboran

3.3 Faktor yang Menentukan Proses Pemecahan Batuan

3.3.1 Kekerasan

Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan terhadap

abrasi. Kekrasan dipakai untuk mengukur sifat – sifat teknis dari batuan dan

dapat juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang

diperlukan untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan

untuk menyebabkan kerusakan pada batuan. Kekerasan batuan merupakan

fungsi dari komposisi butiran mineral, porositas dan derajat kejenuhan.

Kekerasan batuan diklarifikasikan dengan skala frederich Van Mohs (1882)

sebagai berikut :

Tabel 2.1 Skala Mohs

Nama Mineral Skala Mohs

Talc 1Gypsum 2Calcite 3Fluorite 4Apatite 5Feldspar 6Quartz 7Topaz 8Korundum 9Diamond 10

Tabel 2.2 Kekerasan Batuan dan Kekuatan Batuan

(Dalam Tamrock Surface Drilling and Blasting, 1989)

Deskripsi Kekerasan Kekerasan skala Mohs UCS (MPa)

Sangat keras > 7 > 200Keras 6 - 7 120 - 200Keras menengah 4,5 - 6 60 - 120Cukup lunak 3 – 4,5 30 - 60Lunak 2 - 3 10 - 30

20

Page 21: Laporan kp pengeboran

Sangat lunak 1 - 2 < 10

3.3.2 Kekuatan

Meru pakan sifat fisik mekanika batuan yang sangat berpengaruh

terhadap proses pemecahan batuan. Kekuatan mekanik suatu batuan adalah

suatu sifat dari kekuatan terhadap gaya luar, baik kekuatan statik maupun

dinamik. Pada prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada komposisi

mineralnya. Di antara mineral-mineral yang terkandung di dalam batuan,

kuarsa adalah mineral terkompak dengan kuat tekan mencapai lebih dari 500

MPa, sehingga semakin tinggi kandungan kuarsa maka batuan tersebut juga

semakin tinggi kekuatannya. Beberapa klasifikasi kuat tekan batuan utuh

menurut berbagai peneliti dan institusi ditunjukkan pada gambar 2.2. dari

klarifikasi tersebut, bahwa batuan mulai dikatakan kuat pada kuat tekan sekitar

10 MPa.

Gambar 3.2 Klasifikasi kuat tekan batuan (dalam Diktat pengeboran dan

penggalian, Kramadibrata, 2000)

21

Page 22: Laporan kp pengeboran

3.3.3 Karakteristik Massa Batuan

Karakteristik massa batuan yang mempengaruhi pemecahan batuan

adalah RQD, bidang diskontinuiti, dan jarak antar bidang diskontinuiti.

1. Rock Quality Designation (RQD)

RQD merupakan parameter yang dapat menunjukkan kualitas

massa batuan. RQD dikembangkan oleh Deere (1964) yang

mana datanya diperoleh dari pengeboran inti (lihat Gambar

3.7). RQD dihitung dari persentase bor inti yang diperoleh

dengan panjang minimum 10 cm. Dengan persamaan sebagai

berikut :

RQD = (PANJANG TOTAL INTI BOR>10 cm )/(PANJANG TOTAL BOR) X 100%

Gambar 3.3 Skematik Perhitungan RQD (Deere, 1964)

3.3.4 Sifat Gabungan Mekanik Batuan dan Massa Batuan

Sistem Rrock Mass Rating (RMR) atau sering juga dikenal sebagai

Geomechanics Classification di buat oleh Bieniawski (1973). Klasifikasi ini

22

Page 23: Laporan kp pengeboran

merupakan sifat gabungan mekanik batuan dan massa batuan, yang terdiri

dari enam parameter utama, yaitu : Kuat tekan batuan utuh (UCS), Rock

Quality Designation (RQD), Jarak diskontinu/kekar. Tiap parameter

memberikan pembobotan dan penjumlahan bobot tiap parameter sehingga

mendapat nilai RMR. Semakin tinggi nilai RMR berarti batuan semakin

masif. Pemberian nilai RMR ditunjukkan pada gambar.

Gambar 3.4 Pembobotan Parameter untuk Penentuan Nilai RMR

(Bieniawski, 1973)

3.4 Lumpur Pengeboran

Lumpur pemboran menurut API (American Petroleum Institute) 

didefinisikan sebagai fluida sirkulasi dalam operasi pemboran berputar yang

memiliki banyak  variasi fungsi, dimana merupakan salah satu factor yang

berpengaruh terhadap optimalnya operasi pemboran. Oleh sebab itu sangat

menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran.

Secara umum, lumpur pemboran dapat dipandang mempunyai empat komponen

atau fasa, yaitu ;

a.    fasa cair (air atau minyak); 75% lumpur pemboran menggunakan air.

Istilah oil-base digunakan bila minyaknya lebih dari 95%.

23

Page 24: Laporan kp pengeboran

b.  reactive solids, yaitu padatan yang bereaksi dengan air membentuk koloid

(clay); dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite mengisaqp (absorb) air tawar

dan membentuk lumpur.

c.  inert solids (zat padat yang tak bereaksi); ini dapat berupa Barite (BaSO4) yang

digunakan untuk menaikkan densitas lumpur. Selain itu, juga berasal dari formasi-

formasi yang dibor dan terbawa lumpur, seperti chert, pasir atau clay-clay non

swelling, sehingga akan menyebabkan abrasi atau kerusakan pompa.

d.  fasa kimia, merupakan bagian dari system yang digunakan untukmengontrol

sifat-sifat lumpur, misalnya dalam disperson (menyebarkan partikel-partikel clay)

atau flocculation (pengumpulan partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju

pada peng ‘koloid’ an clay yang bersangkutan.

3.4.1 Tipe Lumpur Pemboran

Sesuai dengan  lithologi dan stratigrafi yang berbeda-beda untuk setiap

lapangan, serta tujuan pemboran yang berbeda-beda (eksplorasi, pengembangan,

kerja ulang) kita mengenal type/ sistim lumput yang berbeda-beda pula, seperti :

1. Sistim Lumpur Tak Terdispersi (Non Dispersed). Termasuk diantaranya lumpur

tajak untuk permukaan dan sumur dangkal dengan treatment yang sangat terbatas.

2. Sistim Lumpur Terdispersi untuk sumur yang lebih dalam yang membutuhkan

berat jenis yang lebih tinggi atau kondisi lubanh yang problematis. Lumpur perlu

didispersikan menggunakan dispersant seperti senyawa Lignosulfonat, Lignite

serta Tannin

3. Lime Mud (Calcium Treated Mud), sistim Lumpur yang mengandalkan ion-ion

Calcium untuk melindungi lapisan formasi shale yang mudah runtuh karena me-

nyerap air.

4. Sistim Lumpur Air Garam yang mengandalkan larutan garam (NaCl, KCl))

untuk mengurangi pembasahan formasi oleh air.

5. Sistim Lumpur Polymer yang mengandalkan polymer-polymer seperti Poly

Acrylate, Xanthan Gum, Cellulosa untuk melindungi formasi dan mencegah

terlarutnya cuttings kedalam lumpur bor. Sistim ini dapat ditingkatkan kemam-

24

Page 25: Laporan kp pengeboran

puannya dengan menambahkan daram KCl atau NaCl, sehingga sistim ini disebut

Salt Polymer System.

6. Oil Base Mud. Untuk membor lapisan formasi yang sangat peka terhadap air,

digunakan sistim lumpur yang menggunakan minyak sebagai medium pelarut.

Bahan-bahan kimia yang dipakai haruslah dapat larut atau  kompatibel dengan

minyak., berbeda dengan bahan kimia yang larut dalam air. Sistim Lumpur ini 

Sistim Lumpur ini sangat handal melindungi desintefrasi formasi, tahan suhu

tinggi, akan tetapi kecuali mahal juga kurang ramah lingkungan

7. Sistim Lumpur Synthetis menggunakan fluida sintetis dar jenis ester, ether, dan

poly alha olefin, untuk menggantikan minyak sebagai medium pelarut. Lumpur ini

sekwaalitas dengan Oil Based Mud, ramah lingkungan, akan tetapi dianggap

teralu mahal.

3.5 Sifat-Sifat Penting Lumpur Pemboran

Dalam suatu operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah

berada dalam kondisi yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung

dengan baik. Hal ini dapat dicapai apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga

secara kontinyu dalam setiap tahap operasi pemboran. Selain hal tersebut di atas

pengukuran dan pengamatan sifat - sifat kimia juga harus dilakukan dengan

seksama.Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur

pemboran.

3.5.1 Berat Jenis

Sifat ini berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh

suatu kolom lumpur, karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan

hidrostatik yang sesuai dengan tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan

akan menyebabkan enterusi fluida formasi kedalam lubang dan hal ini akan

menyebabkan kerontokan dinding lubang, kick dan blow out. Lumpur yang terlalu

berat akan dapat menyebabkan problema Lost Circulation.

3.5.2  Viscositas

Viscositas adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk

laminar flow. Alat untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh Funnel.

25

Page 26: Laporan kp pengeboran

3.5.3 Plastic Viscosity (Pv)

Plasctic viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan

oleh gesekan antara sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah

satu parameter kenaikan solid yang ada dalam lumpur.

3.5.4 Yield Point (Yp)

Yield point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya

elektrokimia antara padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan.

3.5.5    Gel Strength

Gel strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila

dalam keadaan diam, dan makin lama akan bertambah kental.

3.5.6 Sand Content

           Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah

abrasi Pada pompa dan peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah

penebalan mud cake dan drill pipe sticking.

3.5.7 Alkalinity Filtrate

Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate adalah untuk mengetahui

kontaminan – kontaminan terhadap lumpur. Kontaminan – kontaminan ini dapat

berasal dari formasi yang di bor maupun dari air yang digunakan untuk

pembuatan lumpur.

3.5.8 Fluid (Water) Loss

Bila suatu campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak

dengan media porous seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang

bekerja padanya, makan akan terjadi perembesan zat cair kedalam media porous

tesebut.

3.5.9 PH

PH menyatakan konsentrasi dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat

dalam lumpur yang akan mempengaruhi kereaktifan bahan – bahan kimia yang

digunakan dalam lumpur.

26

Page 27: Laporan kp pengeboran

3.6 Fungsi Lumpur Pemboran

Menurut Preston L. Moore (1974), lumpur pemboran mulai dikenal pada

sekitar tahun 1900-an bersamaan dengan dikenalnya pemboran rotari. Pada

mulanya tujuan utama dari lumpur pemboran adalah untuk mengangkat serbuk

bor secara kontinyu. Dengan berkembangnya zaman, banyak fungsi-fungsi

tambahan yang diharapkan dari lumpur pemboran. Banyak additif dengan

berbagai fungsi yang ditambahkan kedalamnya, menjadikan lumpur pemboran

yang semula hanya berupa fluida sederhana menjadi campuran yang kompleks

antara fluida, padatan dan bahan kimia.

Dari adanya perkembangan dalam penggunaan lumpur hingga saat ini,

fungsi-fungsi utama dari lumpur pemboran yang diharapkan adalah sebagai

berikut:

1)   Mengendalikan tekanan formasi.

2)   Mengangkat serbuk bor kepermukaan dan membersihkan dasar lubang bor.

3)   Memberi dinding pada lubang bor dengan mud-cake.

4)   Melumasi dan mendinginkan rangkaian pipa pemboran.

5)   Menahan padatan dari formasi dan melepaskannya dipermukaan.

Masing-masing fungsi akan dijelaskan satu persatu. Dan dalam penulisan ini yang

berkaitan erat dengan judul penulisan adalah fungsi yang nomor kedua dari kelima

fungsi utama dari lumpur pemboran tersebut.

27

Page 28: Laporan kp pengeboran

BAB IV

TUGAS KHUSUS

4.1 Judul Tugas Khusus

Dalam Tugas Kerja Praktek, permasalahan yang penulis bahas adalah “Pengamatan Kegiatan Pengeboran dan Optimasi Hasil Menggunakan Lumpur Pengeboran Pada PT.Bumi Babahrot Kecamatan Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya”.

4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus

Tugas khusus dilaksanakan selama satu bulan sejak tanggal 1 September – 10 Oktober 2015 di PT. Bumi Babahrot pada site A bagian Eksplorasi.

4.3 Objek Tugas Khusus

Yang menjadi Objek pada Tugas Khusus adalah pengamatan pengamatan hasil pengeboran full coring dan optimasi hasil menggunakan lumpur pengeboran menggunakan Mesin JACRO seri 200.

4.4 Latar Belakang Tugas Khusus

Pengeboran Full Coring merupakan pengeboran untuk mendapatkan hasil berupa sampel dari cadangan sehingga dapat dipastikan cadangan yang sebelumnya terukur (measurable) menjadi bahan galian layak produksi. Pengeboran Full Coring membutuhkan biaya yang sangat besar dibandingkan pengeboran lainnya karena diperlukan diamond bit dalam prosesnya karena membutuhkan mata bor yang tajam. Diamond bit terdiri dari intan yang memiliki kekerasan tinggi, sehingga

28

Page 29: Laporan kp pengeboran

potongan dari coring akan baik dan memungkinkan pengeboran mendapatkan hasil recovery > 90% dengan keadaan utuh.

Namun nyatanya keadaan deformasi di alam membuat hasil recovery bisa saja di bawah 90%, keadaan tanah yang tidak stabil, batu yang terlalu keras ataupun lunak menjadi kendala tersendiri dalam proses pengeboran. Oleh sebab itu dibutuhkannya bantuan injeksi campuran lumpur pengeboran yang benar. Ada berbagai jenis campuran lumpur pengeboran seperti Polimer dan Bentonite. Tetapi tidak hanya itu juga dibutuhkan skill dari operator agar proses pengeboran berjalan dengan baik.

4.5 Tujuan Tugas Khusus

1. Mengetahui kegiatan pengeboran dan pengambilan sampel.

2. Mengetahui peralatan yang digunakan dalam pengeboran bijih besi.

3. Menambah pengetahuan tentang kegiatan eksplorasi bijih besi.

4.6 Permasalahan

Permasalah yang ada dalam proses penyusunan laporan adalah data Geologi dan data hasil pengeboran yang mejadi data utama dari kegiatan pengamatan tidak dapat saya masukkan kedalam laporan karena sudah menjadi perjanjian antara perusahaan untuk tidak mengekspose data yang menjadi rahasia perusahaan. Namun pengalaman yang begitu besar menjadi pengetahuan yang sangt berharga bagi penulis.

4.7 Metodologi Pelaksanaan Tugas Khusus

Dalam pelaksanaan penulisan ini dilakukan pendekatan dengan menggabungkan antara teori dengan data dilapangan secara langsung. Urutan pekerjaan penulisan meliputi:

29

Page 30: Laporan kp pengeboran

1. Studi LiteraturStudi Literatur dilakukan dengan mempelajari bahan pustaka yang menunjang penulisan laporan yang diperoleh dari perusahaan terkait, perpustakaan, peta, grafik, tabel, dsb.

2. Pengamatan LapanganDilakukan dengan melakukan pengamatan lansung dilapangan terkait penggunaan dan operasi alat pengeboran.

3. Pengambilan Data LapanganPengambilan data dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatn pengeboran full coring.

4. Pengolahan DataPengolahan data dilakukan dengan melakukan pengumpulan data di lapangan secara statistik, untuk disajikan sebagai hasil pengamatan.

4. Analisis HasilAnalisis hasil pengolahan data yang telah selesai baik dalam output table bagan ataupun hasil berupa kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai bahan acua

30

Page 31: Laporan kp pengeboran

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengamatan Kegiatan Pengeboran

Berdasarkan hasil pengamatan kegiatan pengeboran pada proses coring

berlangsung, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga efisiensi

dan kestabilan lubang atau yang biasa disebut Hole Condition. Untuk menjaga

Hole Condition tetap dalam kondisi baik maka ada beberapa hal yang perlu

dilakukan diantaranya :

1. Pembersihan lubang (Flushing)

Pembersihan lubang dilakukan dengan fluida (air), fluida dipompa dengan

tekanan ke bawah melalui stang bor, mata bor dan kemudian membawa

cutting ke permukaan diantara dinding lubang bor dan stang bor. Ini

dilakukan agar cutting tidak mengahambat perputaran bor atau bahkan

mengakibatkan stuck.

2. Pembesaran lubang (Reaming)

Tujuan dari proses ini adalah untuk memudahkan dalam pemasangan pipa

Dengan menerapkan hal – hal diatas, proses coring berjalan dengan lancar

meskipun tetap menemukan beberapa masalah yang umum terjadi diantaranya:

31

Page 32: Laporan kp pengeboran

1. Runtuh dinding, yang mana disebabkan oleh formasi batuan yang kurang

stabil dan tidak kompak atau dapat pula disebabkan oleh penggunaan

lumpur yang kurang tepat.

2. Mud loss/Water loss (kehilangan tekanan fluida) :

a. Lumpur didalam lubang hilang akibat masuk kedalam formasi atau

pori-pori lapisan batuan, sebagian atau seluruhnya.

b. Terjadi karna berat jenis lumpur bor terlalu besar, sehingga tekanan

lumpur lebih besar dari tekanan lapisan.

c. Hilang nya lumpur yang diikuti Blow Out (semburan keluar)

3. Water block, yaitu kondisi dimana mata bor tersumbat oleh cutting

sehingga fluida tidak dapat memberikan tekanan atau bisa juga fluida

terhambat karena cutting dan viskositas lumpur yang besar.

4. Stuck (pipa yang terjepit), yang mana terjadi karena runtuh atau

membesarnya dinding lubang, dan bisa juga diakbitkan cutting yang tidak

terangkat sehingga terjadinya penyempitan lubang.

5.2 Pengamatan Keadaan Tekanan Hidrostatik

Pada kegiatan pengeboran di site PT. Bumi Babahrot kami juga

melakukan pengamatan pada tekanan Hidrostatik. Tekanan hidrostatik perlu

diperhitungkan untuk mengoptimalkan hasil pengeboran. Dari hasil data di

lapangan dapat ditentukan seberapa yield point dari lumpur bor yang di butuhkan

untuk mengimbangi besarnya tekanan hidrostatiknya menggunakan persamaan :

Hp = 0.052 x Mw x D (dalam PSI)

Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman

315 meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal

yield point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut :

315 m = 315 m x 3.2808

= 1003,452 ft

32

Page 33: Laporan kp pengeboran

= 1003,452 ft x 0,465 psi/ft

= 466,605 psi

Tekanan hidrostatik pada kedalaman 315m adalah 466,605 psi

Mw = HP/0.052xD

= 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft

= 466,605 psi / 52,1795 ft

= 8,9423 ppg

Jadi besar yield point yang di perlukan adalah 8,9423 ppg.

5.3 Perhitungan Core Recovery

Pada pengeboran coring core recovery merupakan hal mutlak yang perlu

di perhatikan. Oleh sebab itu ketika dilapangan perhitungan core recovery menjadi

hal yang saya fokuskan ketika berada dilapangan.

Gambar 5.1 hasil coring pada kedalaman 37,50 m – 39,00 m

33

Page 34: Laporan kp pengeboran

Pada hasil coring tersebut hasil pengeboran curing diukur terlebih dahulu

karena ukuran di bawah 5 cm tidak dapat digunakan dan dianggap 0 cm. Untuk

menentukan Core recovery digunakan rumus RQD yaitu :

RQD = (PANJANG TOTAL INTI BOR)/(PANJANG TOTAL BOR) X 100%

Langkah awal perhitungan core recovery adalah dengan mengamati panjang

setiap fragmen hasil pengeboran, misalkan didapat 30cm, 17cm, 20cm, 8cm dan

13 cm dan selebihnya berukuran di bawah 5 cm sehingga di anggap 0 cm.

Sehingga :

RQD = (38 + 17 + 20 + 8 + 13)/(150) x 100%

= ( 96) / (150) x 100%

= 0,64 x 100%

= 64 %

Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat

berdasarkan tabel berikut :

Tabel 5.1 Index kualitas core recovery

RQD (%) Kualitas core

< 25

25 – 50

50 – 75

75 – 90

90 – 100

Sangat jelek ( very poor )

Jelek ( Poor )

Sedang ( Fair )

Baik ( Good )

Sangat Baik (Excellent)

Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang

(fair).

34

Page 35: Laporan kp pengeboran

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan data hasil perhitungan semakin kedalam maka tekanan yand

diberikan oleh deformasi akan semakin besar. Terutama tekanan

hidrostatik. Oleh sebab itu diperlukan takaran lumpur pengeboran yang

seimbang, untuk mengimbangi tekanan dari formasi batuan.

2. Penggunaan alat pengeboran harus perhatikan dengan teliti untuk

menghindari masalah teknis yang bisa terjadi kapan saja.

3. Penggunaan lumpur pengeboran sejara baik dapat membuat pengeboran

coring mendapat hasil maksimal yaitu hasil core > 90%

6.2 Saran

1. Dikarenakan pengeboran coring harus dilakukan secara hati-hati dam

setiap 1,5 meter alangkah baiknya jika adanya pembagian shift seperti

pagi, sore atau bahkan malam agar target dapat cepat tercapai.

2. Penggubaaan lumpur pegngeboran disuaikan dengan keadaan formasi dan

batuan di area pengeboran.

35

Page 36: Laporan kp pengeboran

3. Untuk mendapatkan hasil yang sempurna sangat dibutuhkan seorang

driller yang berpengalaman dan skill yang baik.

LAMPIRAN A

SPESIFIKASI TEKNIS ALAT PENGEBORAN JACKRO 200

Diesel Engine : Kubota seri D1105 4 Cylinders

Spesifikasi mesin : 2800 RPM, Wireline

Jenis Rotary : Top Drive Rotary

Kapasitas : 1. N size 250 m

2. H size 175 m

3. P Size 150 m

Kegunaan : Pengeboran Base metal, Coal

Sistem pengeboran : Full Coring

Spasi Pemboran : Strike – line

Jenis Pipa : Q series

Moving type : Men Portable

36

Page 37: Laporan kp pengeboran

LAMPIRAN B

Perhitungan Tekanan Hidrostatik

Tentukanlah kekentalan (yield point) dari lumpur pengeboran pada kedalaman

315 meter dengan tekanan gradien 0,465 psi/ft. Untuk mendapatkan titik optimal

yield point kita dapat menghitung besarnya tekanan sebagai berikut :

315 m = 315 m x 3.2808

= 1003,452 ft

= 1003,452 ft x 0,465 psi/ft

= 466,605 psi

Tekanan hidrostatik pada kedalaman 315m adalah 466,605 psi

Mw = HP/0.052xD

= 466,605 psi / 0.052 x 1003,452 ft

= 466,605 psi / 52,1795 ft

= 8,9423 ppg

Jadi besar yield point yang di perlukan adalah 8,9423 ppg.

37

Page 38: Laporan kp pengeboran

Perhitungan Core Recovery

Pada hasil coring tersebut hasil pengeboran curing diukur terlebih dahulu

karena ukuran di bawah 5 cm tidak dapat digunakan dan dianggap 0 cm. Untuk

menentukan Core recovery digunakan rumus RQD yaitu :

RQD = (PANJANG TOTAL INTI BOR)/(PANJANG TOTAL BOR) X 100%

Langkah awal perhitungan core recovery adalah dengan mengamati panjang

setiap fragmen hasil pengeboran, misalkan didapat 30cm, 17cm, 20cm, 8cm dan

13 cm dan selebihnya berukuran di bawah 5 cm sehingga di anggap 0 cm.

Sehingga :

RQD = (38 + 17 + 20 + 8 + 13)/(150) x 100%

= ( 96) / (150) x 100%

= 0,64 x 100%

= 64 %

Setelah itu kita dapat menentukan index core recovery yang kita dapat

berdasarkan tabel berikut :

Tabel 5.1 Index kualitas core recovery

RQD (%) Kualitas core

< 25

25 – 50

50 – 75

75 – 90

90 – 100

Sangat jelek ( very poor )

Jelek ( Poor )

Sedang ( Fair )

Baik ( Good )

Sangat Baik (Excellent)

Jadi berdasarkan tabel batuan pada kedalaman 37,50m – 39,00m adalah sedang

(fair).

38

Page 39: Laporan kp pengeboran

LAMPIRAN C

TABEL

Data Core Recovery

Tanggal : 29 September – 9 Oktober

Lokasi : Site A DHA – 02

Aktifitas : Pengeboran Full Coring

Jumlam Alat Bor yang diamati : 1 Unit

Shift : Siang

39

Page 40: Laporan kp pengeboran

40