laporan kopi

70
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN PENYEGAR PENGOLAHAN KOPI

Upload: muthmainnahzaen

Post on 18-Jul-2016

105 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Universitas Jenderal Soedirman

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kopi

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN PENYEGAR

PENGOLAHAN KOPI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO

2014

Page 2: Laporan Kopi

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN PENYEGAR

PENGOLAHAN KOPI

Penanggung Jawab :

Muthmainnah A1M012025

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO

2014

Page 3: Laporan Kopi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kopi (Coffea spp.) merupakan tanaman berbentuk pohon yang termasuk

dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman kopi tumbuh tegak, dan

tingginya mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing

(Najiyati dan Danarti, 2007). Kopi merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh

dimana saja. Mutu kopi yang baik sangat tergantung pada jenis bibit yang

ditanam, keadaan iklim, dan tinggi tempat.

Kopi merupakan minuman penyegar yang dikonsumsi oleh sebagian orang

saat santai dan berbagai kesempatan. Sebagian besar pengonsumsian kopi

dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang waktu terjaga dan meningkatkan

konsentrasi berpikir. Hal ini merupakan dampak positif dari kafein (1,3,7

trimetilxantin). Namun, jika dikonsumsi secara berlebihan kafein juga memiliki

efek negatif. Misalnya merangsang kerja jantung, meningkatkan ketegangan otak,

dan meningkatkan sekresi lambung.

Kafein merupakan senyawa alkaloid yang berfungsi untuk merangsang

aktivitas susunan saraf dan meningkatkan kerja jantung sehingga jika dikonsumsi

dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun dengan menghambat mekanisme

kerja saraf manusia (Hodgson dan Levi, 1987). Terlalu banyak kafein dapat

menyebabkan gangguan pada sistem syaraf kafein (yaitu mabuk akibat kafein).

Diantara gejala penyakit ini ialah keresahan, kerisauan, insomnia, keriangan,

warna wajah merah, sering buang air kecil dan masalah gastrointestinal.

Melihat efek negatif, disamping efek positif yang ditimbulkan oleh kafein,

maka penting dilakukan upaya untuk menghilangkan kafein (dekafeinasi), sesuai

standar yang ditetapkan pada kopi. Pada dasarnya, tujuan dekafeinasi adalah

memproduksi kopi tanpa atau sedikit kafein tanpa mengurangi aroma dan rasanya.

Beberapa metode yang digunakan dalam proses dekafeinasi adalah metode dengan

menggunakan air, dan metode kimiawi. Penggunaan air memiliki beberapa

keunggulan, yaitu aman, ekonomis tidak berbau dan tidak berasa. Namun ,

metode ini memiliki kekurangan yaitu penggunaan air dalam jumlah yang cukup

Page 4: Laporan Kopi

banyak. Pelarut kimia yang aman digunakan adalah methylene chloride dan ethyl

acetate. Metode ini lebih efektif, karena penggunaan pelarut kafein yang dapat di

daur ulang.

Selain kandungan kafein yang terkait dengan mutu, proses pengolahan juga

akan mempengaruhi mutu kopi yang dihasilkan. Masing-masing dari pengolahan

kopi yang dilakukan mempunyai fungsi dan tujuan untuk memunculkan aroma

flavor khas dari biji kopi. Salah satu proses pengolahan yang mendukung citarasa

khas pada kopi adalah penyangraian. Oleh karena itu dalam praktikum kali ini

variasi perlakuan yang diberikan adalah kopi dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi

dengan lama penyangraian yang berbeda yaitu 20, 30 dan 40 menit.

B. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum acara pengolahan kopi ini adalah untuk:

1. Membuat kopi bubuk dengan perlakuan dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi

pada biji kopi serta waktu penyangraian yang berbeda (20,30 dan 40

menit)

2. Melakukan pengamatan terhadap rendemen dan sifat sensori kopi yang

dihasilkan

3. Mengetahui pengaruh tahapan pengolahan kopi terhadap karakteristik

fisikokimia dan sensori kopi yang dihasilkan.

Page 5: Laporan Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kopi

Kopi yang sudah dipetik harus segera diolah lebih lanjut dan tidak boleh

dibiarkan selama lebih dari 12-20 jam. Bila tidak segera diolah, kopi akan

mengalami fermentasi dan proses kimia lainnya yang dapat menurunkan mutu.

Bila terpaksa belum dapat diolah, kopi harus direndam dulu dalam air bersih

mengalir (Najiyati dan Danarti, 2007).

Sistematika tanaman kopi robusta menurut Rahardjo, (2012) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionita

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Astridae

Ordo : Rubiaceace

Genus : Coffea

Spesies : Coffea robusta

Penilaian biji-biji kopi didasarkan atas rupa (appearance), warna dan

ukuran, rasa dan aroma dari biji yang telah disangrai dan digiling menjadi serbuk.

Sifat-sifat ini ditentukan oleh tumbuhan asal, cara memlihara kebun, dan cara

pengolahan biji,biji kopi. Sifat-sifat baik dari biji-biji kopi dapat dirusak oleh cara

pengolahan yang kurang tepat. Selain itu, sifat-sifat baik itu juga dapat dirusak

oleh cara penyangraian yang tidak memenuhi syarat dari konsumen sehingga

hasilnya menjadi kurang menarik (Loo, 1983).

Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili

Rubiaceae dan genus Coffea. Dunia perdagangan mengenal beberapa golongan

kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan adalah kopi robusta, arabika, dan

liberika. Pada umumnya, penggolongan kopi berdasarkan spesiesnya, kecuali kopi

robusta. Kopi Robusta bukan nama spesies karena kopi ini merupakan turunan

dari beberapa spesies kopi, terutama Coffea canephora (Haarer, 1971).

Page 6: Laporan Kopi

Menurut Ridwansyah (2003), buah kopi terdiri dari daging buah dan biji.

Buah terdiri dari tiga lapisan yaitu:

a. Lapisan kulit luar (eksokarp) yang terdiri dari satu lapisan yang

tipis.

b. Lapisan daging buah (mesokarp) yang apabila telah masak akan

berlendir.

c. Lapisan kulit tanduk (endocarp/parchment) yang cukup keras.

Gambar 1. Bagian-bagian buah kopi

Berikut ini adalah tabel yang mendeskripsikan tentang syarat mutu umum

kopi menurut Anonim (2012) yaitu :

Tabel 1. Syarat Mutu Umum Kopi SNI 01-2907-2008

No. Kriteria Satuan Persyaratan1. 2. 3. 4

Serangga hidup Biji berbau busuk dan atau berbau kapangKadar airKadar kotoran

% fraksi massa% fraksi massa

Tidak ada Tidak ada

Maks. 12,5Maks 0,5

Sumber: BSN, 2008.

Jenis-jenis kopi menurut Najiyati dan Danarti (1997) yaitu kopi robusta,

kopi arabika dan kopi liberika. Berikut ini adalah deskripsi dari masing-masing

jenis kopi tersebebut yaitu

a. Kopi Robusta

Kopi Robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya dibandingkan

dengan citarasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta di seluruh

Lapisan kulit tanduk

Lapisan daging buah

Biji

Kulit ari

Lapisan kulit luar

Page 7: Laporan Kopi

dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas (neutral taste)

tidak boleh mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta

memiliki kelebihan-kelebihan yaitu kekentalan yang lebih dan warna yang kuat.

Oleh karena itu, kopi Robusta banyak diperlukan untuk bahan campuran blends

untuk merek-merek tertentu (Siswoputranto, 1992).

Secara struktur, kopi robusta memiliki kulit ari yang sulit dilepas dari

endospermnya. Hal ini disebabkan karena kopi robusta memiliki lendir dalam

jumlah yang sedikit (Najiyati dan Danarti, 2004). Kopi robusta memiliki kafein

yang lebih tinggi, rasa yang pahit, dan asam (Indrianto, 2007).

b. Kopi Arabika

Kopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya,

tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak. Jenis-

jenis kopi yang termasuk dalam golongan Arabika adalah Abesinia, Pasumah,

Marago dan Congensis.

c. Kopi Liberika

Kopi Liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak

tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat ini

jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan

rendemennya rendah.

Setelah proses pengolahan, kopi juga harus dinilai bagaiamana standar mutu

yang tepat untuk dilakukan proses pengolahan lanjutan ataupun langsung

dipasarkan. Di dalam mengolah kopi, penyangraian menjadi salah satu titik kritis

karena proses inilah yang akan memunculkan citarasa dan aroma khas kopi.

Berikut ini adalah tabel syarat umum kopi sangrai (tabel 2) serta perbedaan

komposisi kopi dilihat dari jenis dan perlakuan sebelum serta sesudah

penyangraian (tabel 3).

Tabel 2. Syarat Umum Kopi Sangrai (SNI.01-2983-1992)

Kriteria Satuan SyaratKeadaan (bau,rasa) - normalKasar air % w/w maks 4Kadar abu % w/w 7 – 24Kealkalian dari abu 1 N NaOH/100 g 80 -140Kadar kafein % w/w 2 – 8

Page 8: Laporan Kopi

Cemaran logam (Pb,Cu) mg/kg maks 30Padatan tak larut dalam air

% w/w maks 0.25

Jumlah bakteri koloni/g maks 300Sumber: BSN, 1992.

Tabel 3. Komposisi biji kopi arabika dam robusta sebelum dan sesudah

disangrai

Komponen Arabika Green

Arabika Roasted

Robusta Green

Robusta Roasted

Mineral 3.0-4.2 3.5-4.5 4.0-4.5 4.6-5.0Kafein 0.9-1.2 1.0 1.6-1.2 2.0Trigonelline 1.0-1.2 0.5—1.0 0.6-0.75 0.3-0.6Lemak 12.0-18.0 14.5-20.0 9.0-13.0 11.0-16.0Asam alifatis 1.5-2.0 1.0-1.5 1.5-1.2 1.0-1.5Asam amino 2.0 0 - -Protein 11.0-13.0 13.0-15.0 - 13.0-15.0Human Acid 16.0-17.0 16.0-17.0 - 16.0-17.0Total Cholorgenic acid

5.5-8.0 1.2-2.3 7.0-10.0 3.9-6

Sumber (Clarke dan Mancrae, 1987)

B. Kafein

Kopi merupakan bahan penyegar yang biasanya disajikan dalam bentuk

minuman yang dipersiapkan dari biji tanaman kopi yang telah dipanggang.

Tanaman kopi terbagi menjadi dua spesies yaitu arabika dan robusta. Arabika

adalah kopi tradisional yang memiliki rasa paling enak. Sedangkan robusta

memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dan memiliki rasa pahit dan asam.

Sejenis kopi robusta di Indonesia yang sangat mahal dan memiliki rasa yang unik

adalah kopi luwak (Wikipedia 2007 dalam Firna A.L., 2008).

Kafein ialah alkaloid yang tergolong dalam keluarga methylxanthine

bersama sama senyawa tefilin dan teobromin, berlaku sebagai perangsang sistem

saraf pusat. Pada keadaan asal, kafein ialah serbuk putih yang pahit (Phytomedical

Technologies, 2006) dengan rumus kimianya C6H10O2, dan struktur kimianya

1,3,7- trimetilxantin (Farmakologi UI, 1995). Kafein dalam coklat di dapat dari

biji cacao yang hanya tumbuh di daerah tropis, sedangkan kafein dalam kopi

Page 9: Laporan Kopi

didapatkan dari biji coffe Arabica dan coffe Robusta. Kafein adalah senyawa

bersifat yang stimulan terhadap sistim syaraf pusat dan juga otak, merupakan

bagian dari family Rubiaceae yang secara alami banyak terkandung pada berbagai

produk hasil bumi seperti dalam biji kopi, coklat, daun teh. Karena secara alami

banyak terkandung di dalam produk hasil bumi, maka kafein menjadi jenis

stimulan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum.

Berabad-abad lamanya kopi telah dikenal sebagai minuman yang

menggairahkan tubuh hal ini disebabkan karena kopi mengandung kafein yang

cukup tinggi. Kafein dalam kopi dapat bermanfaat untuk mencegah pembentukan

batu ginjal karena kafein dapat melancarkan pembuangan urin dan memurnikan

konsentrasinya (Khomsan, 2002 dalam Firna A.L., 2008).

Kafein merupakan zat antagonis reseptor adenosin sentral yang bisa

mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat dan mengakibatkan gangguan tidur.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Drapeau et al (2006) meneliti efek

penggunaan kafein 200mg sebelum tidur menunjukkan hasil peningkatan dari

onset tidur (p<0,01), penurunan jumlah jam tidur (p<0,02) dan perburukan

kualitas tidur (p<0,09). Anak yang mengkonsumsi minuman berkafein sekurang-

kurangnya sekali sehari, mempunyai jumlah tidur mingguan 3 jam 30 minit

kurang berbanding anak yang tidak mengkonsumsi kafein (Kirchheimer, 2004).

C. Dekafeinasi Kopi

Dekafeinasi adalah proses untuk mengurangi kadar kafein dalam kopi.

Dekafeinasi biasanya dilakukan pada Green Coffee sebelum disangrai. Ekstraksi

kafein dari kopi pertama kali dilakukan oleh ahli kimia Jerman, pada tahun 1820.

Tetapi terobosan secara teknik tidak pernah ada sampai satu abad kemudian

ketika Ludwig Roselius memutuskan untuk melakukan pengolahan awal biji kopi

dengan kukus sebelum mengontakkannya dengan pelarut penghilang kafein.

Proses Steaming dapat meningkatkan area permukaan biji dan membuat kafein

lebih mudah dihilangkan. Penemuannya membuat kopi bebas kafein dapat

diproduksi secara skala komersial untuk pertama kalinya. (Suhartono J dkk.,

2005)

Page 10: Laporan Kopi

Pengurangan kadar kafein (dekafeinasi) dalam kopi perlu dilakukan sampai

batas aman konsumsi kafein yaitu pada dosis 100-200 mg per hari (Wikipedia,

2008). Sehingga kopi hanya dapat dikonsumsi pada ambang batas aman konsumsi

kafein yaitu 2 sampai 4 gelas per hari. Penurunan kadar kafein kopi dapat

dilakukan dengan melakukan proses dekafeinasi (Wikipedia, 2008).

Dekafeinasi adalah suatu proses untuk mengurangi kadar kafein dalam kopi

dan bahan-bahan lainnya yang mengandung kafein. Penggunaan pelarut organik

merupakan salah satu metode dalam proses dekafeinasi. Pelarut organik mampu

menghilangkan senyawa kafein lebih spesifik namun akan memberikan pengaruh

yang buruk terhadap lingkungan serta masalah kesehatan dan keamanan. Selain

itu, pelarut organik yang digunakan akan menempel pada biji kopi sehingga

memerlukan proses tambahan untuk menghilangkan pelarut tersebut. Penggunaan

klorida kloroform atau metilena dan etil asetat, telah dilakukan untuk

menghilangkan kafein dari bahan pangan. Namun, produk yang dihasilkan tidak

diterima secara luas oleh konsumen karena toksisitas dari residu kimia yang

digunakan (Sakanaka, 2003).

Menurut Peker et al, (2004) laju dekafeinasi merupakan fungsi dari laju

aliran CO2 , temperatur, dan tekanan. Ekstraksi dengan mengunakan metode

supercritical carbon dioxide merupakan pelarut yang selektif dan diaplikasikan

untuk dekafeinasi biji kopi dengan temperatur 70 derajat Celcius dengan

bertekanan tinggi.

Metode dengan menggunakan pelarut air membutuhkan tekanan dan

temperatur di atas titik didih air. Dengan adanya paas dapat memutuskan ikatan

ion kafein dan senyawa lain, sehingga kafein akan terbebas dan lepas dalam air

(Peker et al., 2004)

D. Pengolahan Kopi

Pengolahan buah kopi dilakukan melalui dua cara, yaitu cara basah dan

kering. Pengolahan cara basah memerlukan modal besar, tetapi prosesnya lebih

cepat dan mutu yang dihasilkan lebih baik. Pengolahan basah banyak dilakukan

Page 11: Laporan Kopi

oleh PTP, perkebunan swasta yang cukup besar, atau kelompok petani yang

membentuk koperasi (Ciptadi dan Nasution, 1985).

1. Pengolahan Basah (WP = wet process)

Pengolahan basah atau West Indesche Bereiding, dipakai di Indonesia ini

semenjak kopi Robusta berkembang. Karena sebelum itu untuk jenis kopi Arabika

hanyalah dipergunakan pengolahan kering (Muljana, 1982)

Cara ini disebut pengolahan basah karena prosesnya banyak menggunakan

air. Pengolahan basah hanya digunakan untuk mengolah kopi sehat yang berwarna

merah, sedangkan kopi berwarna hijau dan terserang bubuk diolah secara kering.

Pengolahan basah dilakukan melalui tujuh tahap, yaitu tahap sortasi gelondong,

pulping, fermentasi, pencucian, pengeringan, hulling, dan sortasi biji (Najiyati dan

Danarti, 2007).

a. Sortasi biji

Najiyati dan Danarti (2007) menyatakan bahwa sortasi gelondong

dimaksudkan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dan sehat dengan kopi

hampa dan terserang bubuk. Pemisahan dari buah-buah masak yang baik dan yang

buruk dilakukan dengan air. Yang baik tenggelam dalam air, sedangkan yang

hampa akan mengapung, sehingga mereka dapat dipisahkan dengan mudah (Loo,

1983).

b. Pulping (pengupasan kulit buah)

Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah sehingga diperoleh

biji kopi yang masih terbungkus kulit tanduk (Najiyati dan Danarti, 2007)..

Prinsip kerjanya adalah melepaskan eksocarp dan meksocarp buah kopi dimana

prosesnya dilakukan dilakukan didalam air mengalir. Proses ini menghasilkan

kopi hijau kering dengan jenis yang berbeda-beda. Pemisahan kulit ini

menggunakan mesin pulper. Pulper yang sering digunakan adalah vis pulper dan

raung pulper. Perbedaanya adalah vis pulper berfungsi hanya sebagai pengupas

kulit saja sehingga hasilnya perlu difermentasi dan dicuci lagi. Sementara raung

Page 12: Laporan Kopi

pulper berfungsi sebagai pencuci, sehingga kopi yang keluar dari mesin tidak

perlu lagi difermentasi dan dicuci.

Gambar 2. Sketsa tipe pulper

Terkadang buah kopi yang keluar dari mesin pulper kulitnya belum

terkelupas seluruhnya. Oleh karena itu kulit buah yang belum terkupas harus

dikumpulkan, lalu dimasukkan ke mesin pulper lagi hingga seluruh kulitnya

terkelupas.

c. Fermentasi

Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir

(mucilage) yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan

mudah terlepas (terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Hidrolisis

pektin disebabkan, oleh pektinase yang terdapat didalam buah atau reaksinya bisa

dipercepat dengan bantuan jasad renik (Saccharomyces) yang disebut dengan

proses peragian dan pemeraman. Biji kopi yang keluar dari mesin pulper dialirkan

lewat saluran sebelum masuk bak fementasi. Selama dalam pengaliran lewat

saluran ini dapat dinamakan proses pencucian pendahuluan. Di dalam pencucian

pendahuluan ini biji kopi yang berat (bernas) dapat dipisahkan dari sisa-sisa

daging buah yang terbawa, lapisan lendir, biji-biji yang hampa karena bagian ini

terapung di atas aliran air sehingga mudah dipisahkan.

Proses fermentasi akan berlangsung selama lebih kurang dari 1,5 sampai 4,5

hari tergantung pada keadaan iklim dan daerahnya. Proses fermentasi yang terlalu

lama akan menghasilkan kopi beras yang berbau apek disebabkan oleh terjadinya

pemecahan komponen isi putih lembaga (Ridwansyah, 2002).

d. Pencucian

Page 13: Laporan Kopi

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dari

kotoran lainnya yang masih tertinggal setelah difermentasi atau setelah keluar

dari mesin raung pulper. Pencucian secara sederhana dilakukan pada bak

memanjang dengan air mengalir. Cara yang lebih sederhana lagi bisa dilakukan di

dalam bak yang bagian bawahnya diberi lubang pengatur keluaran air. Bila sudah

bersih dan tidak licin, kopi diangkat dari bak dan ditiriskan (Najiyati dan Danarti,

2007).

e. Pengeringan

Kopi yang sudah selesai dicuci mengandung air sekitar 53-55%.

Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air menjadi 8-10%. Dengan

demikian, kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika

dihulling. Pengeringan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara alami, buatan

dan kombinasi keduanya. Pengeringan alami hanya dilakukan pada musim

kemarau karena pengeringan pada musim hujan tidak sempurna. Pengeringan

buatan dilakukan dengan alat pengering yang hanya memrlukan waktu sekitar 18

jam, tergantung jenis alatnya. Sedangkan pengeringan kombinasi alami dan

buatan dilakukan dengan cara menjemur kopi di terik matahari hingga kadar air

mencapai 30%. Kemudian, kopi dikeringkan lagi secara buatan sampai kadar air

mencapai 8-10% (Najiyati dan Danarti, 2007). Rata-rata pengeringan antara 10-15

hari. Pengeringan buatan (suhu tidak lebih dari 55°C) juga banyak digunakan

sejak pengeringan kopi alami menjadi lebih sulit dilakukan pada perkebunan yang

lebih luas.

f. Hulling (pemecahan kulit tanduk)

Hulling bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit

tanduk dan kulit ari. Pemisahan dilakukan dengan mesin huller yang mempunyai

bermacam-macam tipe. Didalam mesin huller, maka biji kopi itu dihimpit dan

diremas, dengan demikian kulit tanduk dan kulit arinya akan terlepas. Pecahan

kulit tanduk dan kulit ari setelah keluar dari mesin huller tertiup dan terpisah dari

biji kopi beras yang akan berjatuhan kebawah dan masuk ke dalam wadah

(Najiyati dan Danarti, 2007).

Page 14: Laporan Kopi

2. Pengolahan kering (dry process)

Pengolahan secara kering sangat cocok untuk lahan yang tidak terlalu luas,

karena alatnya sederhana dan biaya investasi rendah (Najiyati dan Danarti, 2007).

Pengolahan secara kering terutama ditujukan untuk kopi robusta karena tanpa

fermentasi sudah diperoleh mutu yang cukup baik. Sedangkan untuk kopi arabika,

sedapat mungkin diolah secara basah karena diperlukan fermentasi untuk

mendapatkan mutu kopi yang baik. Pengolahan secara kering dilakukan beberapa

tahap, yaitu sortasi gelondong, pengeringan dan pengupasan.

a. Sortasi gelondong

Sortasi gelondong sudah mulai dilakukan sejak pemetikan tetapi harus

diulangi lagi pada waktu pengolahan. Sortasi pada awal pengolahan dilakukan

setelah kopi datang dari kebun. Kopi yang berwarna hijau, hampa, dan terserang

bubuk disatukan. Sementara kopi yang berwarna merah dipisahkan karena akan

menghasilkan kopi yang bermutu baik (Najiyati dan Danarti, 2007)

b. Pengeringan

Kopi yang sudah dipeik dan disortasi harus segera dikeringkan agar tidak

mengalami proses kimia yang dapat menyebabkan penurunan mutu. Cara

pengeringan ini hampir sama dengan pengeringan biji kopi pada pengolahan

basah, yaitu pengeringan secara alami, buatan dan kombinasi keduanya (Najiyati

dan Danarti, 2007).

c. Hulling

Hulling pada pengolahan kering agak berbeda dengan hulling pada

pengolahan basah. Hulling pada pengolahan kering bertujuan untuk memisahkan

biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit ari.

Kadar air optimum kopi pada saat dihulling sekitar 15%. Lebih dari 15%

biasanya kopi masih sulit dikupas sehingga banyak kulit kopi yang belum

terkupas. Sebalinya, bila kadar air kurang dari 15% banyak kopi yang pecah.

Kadar air tersebut dapat dicapai dengan cara kopi yang baru keluar dari alat

Page 15: Laporan Kopi

pengering harus diangin-anginkan terlebih dahulu sekitar 21-24 jam (Najiyati dan

Danarti, 2007).

Proses selanjutnya yang harus dilakuakn setelah hulling baik pada pengolan

basah maupun pengolahan kering adalah sortasi biji. Sortasi biji dimaksudkan

untuk membersihkan kopi beras dari kotoran sehingga memnuhi syarat mutu dan

mengklasifikasikan kopi tersebut menurut standar mutu yang telah ditetapkan

(Najiyati dan Danarti, 2007).

Kopi yang telah memenuhi syarat mutu umum dinilai lebih kanjut untuk

ditentukan tingkat mutunya. Penilaian tersebut menggunakan sistem nilai cacat

dan dapat menghasilkan enam nilai mutu. Untuk memperoleh nilai cacat, dapat

menggunakan pedoman penentuan besarnya nilai cacat kopi.

Tabel 4. Penilaian tingkat mutu berdasarkan sistem nilai cacat

No Tingkat mutu Syarat mutu khusus1. Mutu 1 Jumlah nilai cacat maksimum 112. Mutu 2 Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 253. Mutu 3 Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 444. Mutu 4 Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 605. Mutu 5 Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 806. Mutu 6 Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 1507. Mutu 7 Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225

Sumber : (Najiyati dan Danarti, 2007).

d. Roasting

Roasting atau penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu

200-225°C. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kopi yang berwarna cokelat

kayu manis-kehitaman (Najiyati dan Danarti, 2007).

Dalam proses penyangraian ini biji kopi mengalami dua proses, yaitu

penguapan air pada suhu 100°C dan pirolisis pada suhu 180-225°C. Pada tahap

pirolisis, kopi mengalami perubahan kimia antara lain pengarangan serat kasar,

terbentuknya senyawa volatil, penguapan zat-zat asam, dan terbentuknya zat

beraroma khas kopi.

Pada proses penyangraian, kopi juga mengalami perubahan warna dari hijau

atau cokelat muda menjadi cokelat kayu manis, kemudian menjadi hitam dengan

permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah

Page 16: Laporan Kopi

(retak) maka penyangraian segera dihentikan. Selanjutnya kopi diangkat dan

didinginkan.

Penyangraian secara tradisional umumnya dilakukan petani secara terbuka

dengan wajan yang terbuat dari tanah (kuali) atau dengan wajan yang terbuat dari

besi/baja. Sedangkan pada proses penyangraian oleh pedagang atau pabrik

dilakukan secara tertutup dengan mesin yang harganya cukup mahal seperti batch

roaster.

Gambar 3. Mesin penyangrai

Bagian terpenting dari alat penyangrai adalah silinder, pemanas, dan alat

penggerak atau pemutar silinder. Cara menggunakannya, pertama silinder

dipanaskan hingga suhu tertentu dan dipytar dengan kecepatan tertentu,

tergantung tipe alatnya. Setelah silinder dipanaskan kemudian kopi dimasukkan

ke dalam silinder tersebut. Sementara itu, pemanasan dan pemutaran silinder tetap

berlangsung. Bila kopi sudah mencapai tahap roasting point (kopi masak sangrai),

pemasakan segera dihentikan, lalu kopi diangkat dan didinginkan.

Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light),

medium dan gelap ( dark ). Pada penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai

makin mendekati hitam karena senyawa hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur

karbon. Sedangkan senyawa gula mengalami proses karamelisasi. Kisaran suhu

sangrai untuk tingkat sangrai ringan adalah antara 190 – 195 oC, sedangkan untuk

tingkat sangrai medium adalah sedikit diatas 200 oC. Untuk tingkat sangrai gelap

adalah diatas 205 oC.

e. Penggilingan (penumbukan)

Page 17: Laporan Kopi

Penggilingan merupakan proses pemecahan butir-butir kopi yang telah

disangrai untuk mendapatkan kopi bubuk berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran

butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi berpengaruh terhadap rasa dan aroma

kopi. Secara umum, semakin kecil ukurannya maka rasa dan aromanya semakin

baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar bahan yang terdapat didalam kopi dapat

larut dalam air ketika diseduh.

Penggilingan tradisioanal dilakukan dengan cara menumbuk kopi

menggunakan alat penumbuk yang disebut lumpang dan alu. Lumpang terbuat

dari kayu atau batu, sedangkan alu terbuat dari kayu. Setelah ditumbuk hingga

halus, bubuk kopi disaring dengan ayakan paling besar 75 mesh. Bubuk kopi yang

tidak lolos ayakan dikumpulkan dan ditumbuk lagi.

Penggilingan oleh industri kecil atau pabrik menggunakan mesin giling.

Mesin ini biasanya sudah dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga

secara otomatis bubuk kopi yang keluar berukuran seperti yang diinginkan dan

tidak perlu disaring lagi (Najiyati dan Danarti, 2007).

Page 18: Laporan Kopi

III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

i. Bahan :

Biji kopi

Air

Gula

ii. Alat :

Wadah plastik

Penggorengan tanah liat

Soled kayu

Kompor gas

Ayakan 60 mesh

Nampan plastik

Plastik PP

Wadah untuk menyeduh kopi

Saringan ampas

Gelas plastik untuk untuk organoleptik

Sendok

Form organoleptik

Timbangan digital

Oven

Grinder

B. Prosedur Kerja

Biji kopi dibagi menjadi 2 perlakuan yaitu biji A (melalui proses dekafeinasi) dan biji B (tanpa dekafeinasi)

Page 19: Laporan Kopi

Untuk kopi yang melalui dekafeinasi, dilakukan perebusan pada air mendidih selama 15 menit

Biji kopi ditimbang sebanyak 200 g untuk masing-masing perlakuannya.

Kemudian biji kopi disangrai pada waktu tertentu (20, 30 dan 40 menit)

Biji kopi didinginkan

Digiling dengan grinder

Diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh

Bubuk kopi yang dihasilkan disimpan di dalam plastik PP sebelum dilakukan uji organoleptik

Dilakukan uji sensori dengan menyeduh 5% bubuk kopi dalam 10% larutan gula

Page 20: Laporan Kopi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Data Pengamatan

Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik Parameter Warna Bubuk Kopi

PenelisKode Sampel

234 678 123 567 456 345

1 2 5 5 3 3 3

2 3 5 5 4 4 4

3 3 3 5 4 4 4

4 2 3 5 4 3 3

5 2 2 3 4 5 5

6 3 4 5 4 4 4

7 2 3 5 4 4 4

8 2 2 5 4 4 4

9 1 2 5 3 4 4

10 3 3 5 4 4 4

11 2 2 5 4 5 5

12 5 2 5 5 5 5

13 2 4 5 5 4 4

14 4 4 5 4 4 4

15 4 3 5 4 5 5

Jumlah 40 47 73 60 62 62

Rata-rata 2.67 3.13 4.87 4 4.13 4.13

Keterangan :

Skor : 1 = hitam

2 = hitam kecoklatan

3 = coklat kehitaman

4 = coklat tua

Page 21: Laporan Kopi

5 = coklat

Kode sampel :

234 (kelompok 1) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 20 menit

678 (kelompok 2) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 30 menit

123 (kelompok 3) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 40 menit

567 (kelompok 4) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit

456 (kelompok 5) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit

345 (kelompok 6) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 20 menit

Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik Parameter Warna Air Seduhan

PanelisKode Sampel

234 678 123 567 456 345

1 5 5 5 3 4 4

2 5 3 5 2 2 3

3 2 5 5 4 4 4

4 4 4 5 2 3 3

5 3 3 5 1 2 2

6 4 5 5 2 4 4

7 4 4 5 2 3 3

8 4 4 5 2 3 4

9 4 4 5 3 4 4

10 2 3 5 2 3 3

11 3 4 5 3 3 3

12 4 5 5 3 4 4

13 3 4 4 3 3 3

14 5 3 5 1 2 2

15 4 5 5 2 3 3

Jumlah 52 61 74 35 47 49

Rata-rata 3.47 4.07 4.93 2.33 3.13 3.27

Page 22: Laporan Kopi

Keterangan :

Skor : 1 = hitam

2 = hitam kecoklatan

3 = coklat kehitaman

4 = coklat tua

5 = coklat

Kode sampel :

234 (kelompok 1) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 20 menit

678 (kelompok 2) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 30 menit

123 (kelompok 3) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 40 menit

567 (kelompok 4) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit

456 (kelompok 5) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit

345 (kelompok 6) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 20 menit

Tabel 7. Hasil Uji Organoleptik Parameter Kekuatan Aroma Kopi

PanelisKode Sampel

234 678 123 567 456 345

1 5 5 5 3 4 4

2 5 5 5 1 2 3

3 5 5 5 3 4 3

4 4 5 4 2 2 2

5 5 5 5 3 4 3

6 5 4 5 2 4 2

7 1 4 2 2 4 1

8 5 5 5 4 4 2

9 5 5 5 3 5 3

10 5 5 5 2 2 1

11 4 5 4 3 3 3

12 5 5 5 3 5 3

13 3 4 4 3 2 2

Page 23: Laporan Kopi

14 2 3 2 1 1 1

15 3 5 1 1 2 1

Jumlah 62 70 62 36 44 39

Rata-rata 4.13 4.67 4.13 2.4 2.93 2.6

Keterangan :

Skor : 1 = sangat kuat

2 = kuat

3 = agak kuat

4 = sedikit kuat

5 = tidak kuat

Kode sampel :

234 (kelompok 1) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 20 menit

678 (kelompok 2) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 30 menit

123 (kelompok 3) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 40 menit

567 (kelompok 4) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit

456 (kelompok 5) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit

345 (kelompok 6) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 20 menit

Tabel 8. Hasil Uji Organoleptik Parameter Kekuatan Rasa Pahit Sepat

PanelisKode Sampel

234 678 123 567 456 345

1 2 2 1 3 4 4

2 4 2 4 2 2 4

3 3 5 5 4 3 3

4 4 4 5 2 2 2

5 4 3 5 2 3 3

6 5 4 3 2 2 3

7 3 1 2 2 3 1

8 3 4 4 2 2 2

9 4 5 4 3 4 3

10 4 4 4 1 3 3

Page 24: Laporan Kopi

11 3 3 4 2 3 2

12 5 5 4 2 4 2

13 3 3 4 3 3 3

14 2 4 2 3 1 3

15 2 2 1 1 2 4

Jumlah 51 51 52 34 38 42

Rata-rata 3.4 3.4 3.47 2.27 2.53 2.8

Keterangan :

Skor : 1 = sangat kuat

2 = kuat

3 = agak kuat

4 = sedikit kuat

5 = tidak kuat

Kode sampel :

234 (kelompok 1) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 20 menit

678 (kelompok 2) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 30 menit

123 (kelompok 3) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 40 menit

567 (kelompok 4) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit

456 (kelompok 5) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit

345 (kelompok 6) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 20 menit

Tabel 9. Hasil Uji Organoleptik Parameter Kekuatan Rasa Asam

PanelisKode Sampel

234 678 123 567 456 345

1 2 2 1 3 4 4

2 5 3 4 2 3 3

3 5 5 5 4 5 5

4 3 1 4 4 4 4

5 3 3 3 3 3 4

6 4 4 4 2 2 3

7 4 3 3 3 4 2

Page 25: Laporan Kopi

8 3 2 3 5 5 2

9 4 2 4 4 5 4

10 4 3 3 5 3 4

11 3 2 4 3 3 3

12 5 4 5 5 5 5

13 4 3 4 3 3 3

14 2 3 3 4 2 4

15 3 4 2 4 3 5

Jumlah 54 44 52 54 54 55

Rata-rata 3.6 2.93 3.47 3.6 3.6 3.67

Keterangan :

Skor : 1 = sangat kuat

2 = kuat

3 = agak kuat

4 = sedikit kuat

5 = tidak kuat

Kode sampel :

234 (kelompok 1) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 20 menit

678 (kelompok 2) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 30 menit

123 (kelompok 3) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 40 menit

567 (kelompok 4) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit

456 (kelompok 5) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit

345 (kelompok 6) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 20 menit

Tabel 10. Hasil Uji Organoleptik Parameter Tingkat Kesukaan

PanelisKode Sampel

234 678 123 567 456 345

Page 26: Laporan Kopi

1 5 5 5 3 4 3

2 3 4 4 4 3 3

3 5 5 3 4 5 2

4 5 5 5 3 2 2

5 5 4 4 4 4 2

6 4 5 4 3 2 2

7 3 4 3 2 2 1

8 4 3 3 4 4 3

9 5 5 5 4 4 3

10 4 4 4 4 3 2

11 4 4 4 3 2 2

12 5 5 5 3 4 3

13 3 3 4 3 3 2

14 5 5 5 3 4 3

15 3 2 5 2 2 1

Jumlah 63 63 63 49 48 34

Rata-rata 4.2 4.2 4.2 3.27 3.2 2.27

Keterangan :

Skor : 1 = sangat suka

2 = suka

3 = agak suka

4 = sedikit suka

5 = tidak suka

Kode sampel :

234 (kelompok 1) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 20 menit

678 (kelompok 2) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 30 menit

123 (kelompok 3) = perlakuan dekafeinasi penyangraian 40 menit

567 (kelompok 4) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit

456 (kelompok 5) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit

345 (kelompok 6) = perlakuan tanpa dekafeinasi penyangraian 20 menit

Page 27: Laporan Kopi

Tabel 11. Data Sifat Fiskokimia Kopi pada Berbagai Perlakuan

Parameter/

Variabel

Non Dekafeinasi Dekafeinasi

20 menit 30 menit 40 menit 20 menit 30 menit 40 menit

Berat biji awal (g) 200 200 200 204 200 200

Berat biji setelah

disangrai (g)212 170 170 226 195 181

Rendemen biji

sangrai (%)106 85 85 110,78 97,5 90,5

Berat bubuk

setelah diayak (g)135 130 160 10 43 49

Rendemen

bubuk kopi (%)67,5 65 80 9,8 21,5 24,5

2. Perhitungan

Kelompok 1, perlakuan dekafeinasi dengan penyangraian 20 menit

Rendemen biji sangrai = berat akh irberat awal x 100%

= 226 g204 g x 100%

= 110,78%

Rendemen bubuk kopi = berat akh irberat awal x 100%

= 20 g

204 g x 100%

= 9,8%

Kelompok 2, perlakuan dekafeinasi dengan penyangraian 30 menit

Rendemen biji sangrai = berat akh irberat awal x 100%

= 195 g200 g x 100%

= 97,5%

Page 28: Laporan Kopi

Rendemen bubuk kopi = berat akh irberat awal x 100%

= 43 g

200 g x 100%

= 21,5%

Kelompok 3, perlakuan dekafeinasi dengan penyangraian 40 menit

Rendemen biji sangrai = berat akh irberat awal x 100%

= 181 g200 g x 100%

= 90,5%

Rendemen bubuk kopi = berat akh irberat awal x 100%

= 49 g

200 g x 100%

= 24,5%

Kelompok 4, perlakuan tanpa dekafeinasi dengan penyangraian 40 menit

Rendemen biji sangrai = berat akh irberat awal x 100%

= 170 g200 g x 100%

= 85%

Rendemen bubuk kopi = berat akh irberat awal x 100%

= 160 g200 g x 100%

= 80%

Kelompok 5, perlakuan tanpa dekafeinasi dengan penyangraian 30 menit

Rendemen biji sangrai = berat akh irberat awal x 100%

= 170 g130 g x 100%

Page 29: Laporan Kopi

= 85%

Rendemen bubuk kopi = berat akh irberat awal x 100%

= 130 g200 g x 100%

= 65%

Kelompok 6, perlakuan tanpa dekafeinasi dengan penyangraian 20 menit

Rendemen biji sangrai = berat akh irberat awal x 100%

= 212 g200 g x 100%

= 106%

Rendemen bubuk kopi = berat akh irberat awal x 100%

= 135 g200 g x 100%

= 67,5%

B. Pembahasan

Praktikum Teknologi Bahan Penyegar acara II tentang Pengolahan Kopi ini

dilakukan di ruang Laboratorium Pangan dan Gizi gedung Laboratorium

Teknologi Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Praktikum ini bertujuan

untuk membuat kopi bubuk dengan perlakuan dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi

pada biji kopi serta waktu penyangraian yang berbeda (20,30 dan 40 menit),

melakukan pengamatan terhadap rendemen dan sifat sensori kopi yang dihasilkan,

serta mengetahui pengaruh tahapan pengolahan kopi terhadap karakteristik

fisikokimia dan sensori kopi yang dihasilkan.

Praktikum ini menggunakan jenis kopi robusta. Rahardjo (2012)

menyatakan bahwa konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi

arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta. Dalam hal produksi, AEKI

(2009) menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke tiga dunia setelah

Brazil dan Vietnam untuk kopi jenis Robusta dengan jumlah produksi 5,82 juta

Page 30: Laporan Kopi

karung pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 6,01 juta karung pada tahun

2008. Banyaknya produksi kopi jenis robusta ini menyebabkan penyebaran kopi

yang ada di Indonesia kebanyakan kopi jenis robusta. Kopi robusta yang

digunakan dalam praktikum kali ini sudah menjadi kopi beras (sudah hilang pulp-

nya dan sudah dikeringkan) sehingga praktikan dapat langsung melakukan

perlakuan yang akan diuji yaitu dekafeinasi dan tanpa dekafeinasi dengan variasi

waktu penyangraian selama 20, 30 dan 40 menit.

Kita mengetahui bahwa kopi merupakan salah satu bahan penyegar karena

terdapatnya kafein di dalam biji kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

psikostimulant yang akan menyebabkan orang tetap terjaga, mengurangi

kelelahan, dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi (Bhara

L.A.M., 2005). Efek farmakologi yang utama adalah sebagai antagonis reseptor

adenosin yang dapat mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat serta dapat

menganggu kualitas tidur. Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif

tidur. (Daswin N.B.T. et al, 2013)

Namun kopi juga memiliki banyak kekurangan. Mulato (2001) menyatakan

masalah utama dari pengkonsumsian kopi adalah nilai kafein yang terkandung

dalam kopi. Kafein apabila dikonsumsi berlebihan dapat meningkatkan

ketegangan otot, merangsang kerja jantung, dan meningkatkan sekresi asam

lambung. Oleh karena itu dekafeinasi kopi (penurunan kadar kafein) perlu

dilakukan sampai batas aman konsumsi. Setelah di dekafeinasi, perlu juga

dilakukan analisis sensoris dan perbandingannya dengan perlakuan tanpa

dekafeinasi sehingga dapat diketahui apakah perlakuan dekafeinasi menghasilkan

kopi bubuk yang dapat diterima secara sensoris atau tidak.

Secara umum, proses pengolahan kopi bubuk hanya ada tiga tahapan yaitu:

penyangraian (roasting), penggilingan (grinding) dan pengemasan. Penyangraian

sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi

sedangkan penggilingan yaitu menghaluskan partikel kopi sehingga dihasilkan

kopi coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very fine

(bubuk amat halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara

menyeduh kopi yang digemari oleh masyarakat (Ridwansyah, 2003). Kopi bubuk

Page 31: Laporan Kopi

yang langsung diseduh dengan air panas akan meninggalkan ampas di dasar

cangkir. Kopi bubuk mempunyai kandungan kafein sebesar 115 mg per 10 gram

kopi (± 1-2 sendok makan) dalam 150 ml air (Dollemore D. dan Mark Giuliucci,

2001).

Seperti yang telah disebutkan bahwa penyangraian merupakan salah satu

proses yang sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan

dikonsumsi. Oleh karena itu dalam praktikum kali ini selain perlakuan dekafeinasi

atau tanpa dekafeinasi, waktu penyangraian sebagai titik kritis kemunculan

citarasa dan aroma yang khas juga menjadi perlakuan yaitu 20, 30 dan 40 menit.

Dalam praktikum, variabel yang diamati adalah sifat fiskokimia yaitu rendemen

biji sangrai dan rendemen bubuk kopi serta sifat sensoris meliputi warna bubuk

kopi, warna air seduan, kekuatan aroma kopi, kekuatan rasa pahit sepat, kekuatan

rasa asam dan tingkat kesukaan.

Variabel fiskokimia yang diamati adalah rendemen. Rendemen adalah

jumlah persentase sampel akhir setelah pemasakan dan dinyatakan dalam %

(bobot/bobot). Rendemen biasanya dihitung dari berat akhir yang dihasilkan (g)

dibagi dengan berat awal sampel (g). Dalam praktikum kali ini, rendemen yang

diukur adalah rendemen biji sangrai dan rendemen kopi bubuk. Untuk perlakuan

dekafeinasi, rendemen biji sangrai yang dihasilkan relatif menurun dengan

semakin intensnya lama penyangraian (20, 30 dan 40 menit) yaitu 110,78%;

97,5% dan 90,5%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan perlakuan non dekafeinasi

yang menghasilkan rendemen biji sangrai berturut turut 106%; 85% dan 85%.

Saat dilakukan penyangraian, terlihat bahwa volume kopi yang semakin

membesar sehingga menyebabkan kulit ari terlepas dari biji. Selain itu

kenampakan warna biji kopi berubah menjadi coklat hingga coklat kehitaman dan

aroma khas kopi mulai muncul saat disangrai.

Hal ini selaras dengan pernyataan Mulato (2002) proses penyangraian

merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji

kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak

senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai

ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajat sangrai.

Page 32: Laporan Kopi

Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua

kehitaman. Belitz dan Grosch (1987) juga menyatakan bahwa penyangraian akan

memperbesar volume dari biji kopi (sekitar 50-80%) serta akan mengubah

struktur warna biji kopi yang dihasilkan.

Untuk rendemen kopi bubuk baik pada perlakuan dekafeinasi maupun non

dekafeinasi relatif menurun seiring dengan lama waktu penyangraian. Pada

perlakuan dekafeinasi, rendemen kopi bubuk yang dihasilkan berturut turut

(penyangraian 20, 30 dan 40 menit) adalah 9,8%; 21,5% dan 24,5%. Hasil

rendemen kopi bubuk untuk perlakuan non dekafeinasi juga menurun seiring

dengan semakin lamanya waktu penyangraian dengan nilai berturut-turut yaitu

67,5%; 65% dan 80%.

Pada perlakuan dekafeinasi rendemen kopi bubuk yang dihasilkan lebih

rendah daripada kopi dengan perlakuan non dekafeinasi. Hal ini terjadi karena

adanya proses perebusan kopi dengan air mendidih untuk perlakuan dekafeinasi

sehingga mempengaruhi keadaan biji saat akan digiling. Saat direbus secara

otomatis kadar air dalam biji kopi meningkat sehingga setelah proses

penyangraian kandungan air yang ada di dalam biji masih terlalu tinggi sehingga

kopi dekafeinasi relatif sulit saat digiling. Oleh karena itu rendemen yang

dihasilkan cenderung lebih sedikit daripada kopi non dekafeinasi.

Seperti pernyataan Primadia (2009), peningkatan kadar air kopi dikarenakan

perebusan kopi pada ekstrakor mengakibatkan kopi mengembang. Pori-pori

jaringan biji menjadi terbuka dan dimanfaatkan oleh molekul air masuk ke

dalamnya. Perbedaan konsentrasi antara permukaan dan di dalam biji

mengakibatkan terjadinya peristiwa osmose. Molekul air masuk ke dalam kopi

sehingga kadar air menjadi meningkat.

Paramater selanjutnya yang diamati adalah karakteristik sensoris baik dari

segi warna, aroma, dan rasa. Ada 6 parameter sensooris yakni warna bubuk kopi,

warna air seduhan, kekuatan aroma kopi, kekuatan rasa pahit sepat, kekuatan rasa

asam dan tingkat kesukaan. Masing-masing parameter ini akan dilihat bagaimana

pengaruhnya terhadap perlakuan dengan menggunakan tabel uji ranking yang

bersumber dari Kramer et al (1974). Berikut ini adalah tabel uji ranking

Page 33: Laporan Kopi

Tabel 12. Uji Ranking

No. Of

reps

Number of treatment

2 3 4 5 6

15 19-26

19-26

23-37

25-35

28-47

30-45

32-58

36-54

37-68

42-63

Sumber: Kramer et al (1974)

Uji organoleptik yang dihasilkan dianalisis menggunakan uji ranking dengan

nilai 1 merupakan nilai terbaik disusul dengan 2 hingga nilai 5 yang merupakan

nilai terendah. Pembahasan masing-masing parameter sensoris akan disertai

dengan grafik dari tiap parameternya sehingga lebih memudahkan dalam

membaca dan memahami hasil praktikum. Berikut ini adalah grafik dari pengaruh

masing-masing parameter sensoris terhadap seluruh perlakuan yang dilakukan.

1. Warna bubuk kopi

Konsep warna secara organoleptik merupakan penomena psokologik yang

merupakan hasil respon mata manusia terhadap rangsangan sinar visible light pada

panjang gelombang 380-770 nm (Soekarto, 1985). Pada praktikum kali ini,

indikator warna dengan nilai 1 merupakan warna terbaik yaitu hitam disusul nilai

2 (hitam kecoklatan), 3 (coklat kehitaman), 4 (coklat tua) dan 5 (coklat) sebagai

warna yang terendah nilainya.

Page 34: Laporan Kopi

dekafe

inasi pen

yangra

ian 20 m

enit

dekafe

inasi pen

yangra

ian 30 m

enit

dekafe

inasi pen

yangra

ian 40 m

enit

tanpa d

ekafei

nasi pen

yangra

ian 40 m

enit

tanpa d

ekafei

nasi pen

yangra

ian 30 m

enit

tanpa d

ekafei

nasi pen

yangra

ian 20 m

enit

0

2

4

6

2.67 3.134.87

4 4.13 4.13

Grafik pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap warna bubuk kopi

perlakuan dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

rata

-rat

a w

arna

bub

uk k

opi

Gambar 4. Pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

terhadap warna bubuk kopi

Gambar 1 menunjukkan grafik tentang pengaruh perlakuan dekafeinasi/ non

dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap warna bubuk kopi. Terlihat pada

grafik bahwa perlakuan yang menghasilkan nilai terendah (ranking terbaik) yaitu

perlakuan dekafeinasi dengan penyangraian 20 menit dengan nilai sebesar 2,67

yang setara dengan nilai 3 yang berarti warna bubuk kopi yang dihasilkan adalah

coklat kehitaman. Sedangkan nilai tertinggi atau menjadi ranking terendah adalah

perlakuan dekafeinasi dengan penyangraian 40 menit dan nilai yang dihasilkan

adalah 4,87 atau setara dengan 5 yang berarti kopi bubuk yang dihasilkan

berwarna coklat. Hal ini berbeda dengan literatur yang ada. Semakin lama waktu

penyangraian otomatis akan menghasilkan warna kopi yang semakin gelap. Selain

itu dekafeinasi akan menghasilkan warna yang coklat atau coklat muda karena

adanya proses perebusan dengan air sehingga mencegah pembentukan warna

yang lebih gelap.

Selanjutnya jika dibandingkan dengan tabel uji ranking Kramer et al (1974)

pada taraf 5%, perlakuan 1 (dekafeinasi penyangraian 20 menit), 2 (dekafeinasi

penyangraian 30 menit), 4 (tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit), 5 (tanpa

dekafeinasi penyangraian 30 menit) dan 6 (tanpa dekafeinasi penyangraian 20

menit) dengan jumlah berturut turut 40, 47, 60, 62, dan 62 tidak memberikan

Page 35: Laporan Kopi

perbedaan yang signifikan terhadap atribut warna bubuk kopi. Sedangkan untuk

perlakuan 3 atau dekafeinasi penyangraian 40 menit dengan jumlah 73

memberikan perbedaan yang signifikan terhadap atribut warna bubuk kopi.

2. Warna air seduhan

Selain warna yang dihasilkan pada bubuk kopi, warna air seduhan juga tidak

lupa diamati. Warna air seduhan ini terkait dengan kemampuan terekstraknya kopi

pada masing-masing perlakuan. Dengan 5 ranking nilai pada parameter dan

tingkatannya sama dengan parameter warna bubuk kopi, yaitu hitam, hitam

kecoklatan, coklat kehitaman, coklat tua dan coklat.

0246

3.47 4.074.93

2.33 3.13 3.27

Grafik pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap warna air seduhan

perlakuan dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

rata

-rat

a w

arna

air

sedu

han

Gambar 5. Pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

terhadap warna air seduhan

Gambar diatas menunjukkan grafik pengaruh perlakuan dekafeinasi/ non

dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap warna air seduhan. Terlihat pada

grafik bahwa perlakuan yang menghasilkan nilai terendah (ranking terbaik) yaitu

perlakuan tanpa dekafeinasi dengan penyangraian 40 menit (kelompok 4) dengan

nilai sebesar 2,33 yang setara dengan nilai 2 yang berarti warna air seduhan yang

dihasilkan adalah hitam kecoklatan. Sedangkan nilai tertinggi atau menjadi

ranking terendah adalah perlakuan dekafeinasi dengan penyangraian 40 menit dan

nilai yang dihasilkan adalah 4,93 atau setara dengan 5 yang berarti air seduhan

Page 36: Laporan Kopi

yang dihasilkan berwarna coklat. Hal ini sudah sedikit selaras dengan referensi

yang ada karena warna air seduhan akan lebih baik (ke arah hitam) saat kopi

disangrai dengan waktu yang lebih lama. Namun seharusnya perlakuan dengan

nilai ranking terendah yaitu dekafeinasi penyangraian 20 menit. Hal ini terjadi

karena proses dekafeinasi juga akan mempengaruhi terkstraknya kopi dari bubuk

yang dihasilkan. Dengan adanya dekafeinasi rendemen yang dihasilkan semakin

sedikit sehingga kopi yang terekstrak juga jumlahnya lebih sedikit.

Jika dibandingkan dengan tabel uji ranking Kramer et al (1974) pada taraf

5%, perlakuan 1 (dekafeinasi penyangraian 20 menit), 2 (dekafeinasi

penyangraian 30 menit), 5 (tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit) dan 6 (tanpa

dekafeinasi penyangraian 20 menit) dengan jumlah berturut turut 52, 62, 47 dan

49 tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap atribut warna air

seduhan. Sedangkan untuk perlakuan 3 atau dekafeinasi penyangraian 40 menit

dan perlakuan 4 (tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit) dengan jumlah 74 dan

35 memberikan perbedaan yang signifikan terhadap atribut warna air seduhan.

3. Kekuatan aroma kopi

Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam memilih

produk makanan dan minuman yang disukai. Kriteria aroma kopi diterapkan

untuk menentukan aspek mutu melalui kesan ordo (bau) yang diakibatkan oleh

senyawa-senyawa yang timbul dari suatu bahan makanan dan minuman. Aroma

kopi dipengaruhi dari beberapa hal, seperti pertumbuhan kopi tersebut di kebun,

proses pascapanen, dan aroma yang terbentuk pada saat proses penyangraian.

Parameter ini diuji dengan 5 tingkatan ranking nilai pada parameter dengan

deskripsinya yaitu sangat kuat, kuat, agak kuat, kuat dan tidak kuat.

Page 37: Laporan Kopi

dekafei

nasi pen

yangra

ian 2...

dekafei

nasi pen

yangra

ian 3...

dekafei

nasi pen

yangra

ian 4...

tanpa d

ekafei

nasi pen

yangra

i...

tanpa d

ekafei

nasi pen

yangra

i...

tanpa d

ekafei

nasi pen

yangra

i...0

1

2

3

4

54.13

4.674.13

2.42.93 2.6

Grafik pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap kekuatan aroma kopi

perlakuan dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

rata

-rat

a ke

kuat

an a

rom

a ko

pi

Gambar 6. Pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

terhadap kekuatan aroma kopi

Gambar diatas menunjukkan grafik pengaruh perlakuan dekafeinasi/ non

dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap kekuatan aroma kopi. Terlihat pada

grafik bahwa perlakuan yang menghasilkan nilai terendah (ranking terbaik) yaitu

perlakuan tanpa dekafeinasi dengan penyangraian 40 menit (kelompok 4) dengan

nilai sebesar 2,4 yang setara dengan nilai 2 yang berarti aroma kopi yang

dihasilkan tergolong kuat. Sedangkan nilai tertinggi atau ranking terendah adalah

perlakuan dekafeinasi dengan penyangraian 30 menit dan nilai yang dihasilkan

adalah 4,67 atau setara dengan 5 yang berarti aroma kopi yang dihasilkan tidak

kuat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kemunculan aroma erat kaitannya

dengan lama penyangraian yang dilakukan. Semakin lama waktu penyangraian

(waktu optimum hingga akan muncul kegosongan) maka semakin kuat pula aroma

yang ditimbulkan oleh kopi tersebut.

Jika dibandingkan dengan tabel uji ranking Kramer et al (1974) pada taraf

5%, perlakuan 1 (dekafeinasi penyangraian 20 menit), 3 (dekafeinasi

penyangraian 40 menit), 5 (tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit) dan 6 (tanpa

dekafeinasi penyangraian 20 menit) dengan jumlah berturut turut 62, 62, 44 dan

39 tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap atribut kekuatan aroma

Page 38: Laporan Kopi

kopi. Sedangkan untuk perlakuan 2 (dekafeinasi penyangraian 30 menit) dan 4

(tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit) dengan jumlah 70 dan 36 memberikan

perbedaan yang signifikan terhadap atribut kekuatan aroma kopi yang dihasilkan.

4. Kekuatan rasa pahit sepat

Rasa pahit sepat pada kopi muncul karena adanya kandungan kafein pada

kopi. Apalagi jenis kopi robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dan

memiliki rasa pahit dan asam. Kekuatan rasa pahit sepat ini akan diuji dengan

tingkatan nilai ranking dari 1 sampe 5 dengan keterangan berturut-turutsangat

kuat, kuat, agak kuat, sedikit kuat dan tidak kuat

dekafeinasi penyangraian

20 menit

dekafeinasi penyangraian

30 menit

dekafeinasi penyangraian

40 menit

tanpa dekafeinasi

penyangraian 40 menit

tanpa dekafeinasi

penyangraian 30 menit

tanpa dekafeinasi

penyangraian 20 menit

00.5

11.5

22.5

33.5

43.4 3.4 3.47

2.272.53

2.8

Grafik pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap kekuatan rasa pahit sepat

perlakuan dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

rata

-rat

a ke

kuat

an ra

sa p

ahit

sepa

t

Gambar 7. Pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

terhadap kekuatan rasa pahit sepat

Gambar diatas menunjukkan grafik pengaruh perlakuan dekafeinasi/ non

dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap kekuatan rasa pahit sepat. Terlihat

pada grafik bahwa perlakuan yang menghasilkan nilai terendah (ranking terbaik)

yaitu perlakuan tanpa dekafeinasi dengan penyangraian 40 menit (kelompok 4)

dengan nilai sebesar 2,27 yang setara dengan nilai 2 yang berarti rasa pahit sepat

yang muncul tergolong kuat. Sedangkan nilai tertinggi atau ranking terendah

adalah perlakuan dekafeinasi dengan penyangraian 40 menit dan nilai yang

Page 39: Laporan Kopi

dihasilkan adalah 3,47 atau setara dengan 3 yang berarti citarasa pahit sepat yang

dihasilkan agak kuat. Rasa pahit sepat dipengaruhi oleh kadar kafein yang ada

pada kopi. Semakin tinggi kafein yang terkandung dalam kopi maka semakin kuat

citarasa sepat pahit yang dihasilkan. Hasil praktikum ini menunjukkan relevansi

data dengan literatur. Karena pada perlakuan dekafeinasi, rata-rata rasa pahit sepat

yang muncul agak kuat sedangkan untuk non dekafeinasi kemunculan rasa pahit

sepat tergolong kuat

Jika dibandingkan dengan tabel uji ranking Kramer et al (1974) pada taraf

5%, perlakuan 1 (dekafeinasi penyangraian 20 menit), 2 (dekafeinasi

penyangraian 30 menit), 3 (dekafeinasi penyangraian 40 menit), 5 (tanpa

dekafeinasi penyangraian 30 menit) dan 6 (tanpa dekafeinasi penyangraian 20

menit) dengan jumlah berturut turut 51, 51, 52, 38, dan 42 tidak memberikan

perbedaan yang signifikan terhadap atribut kekuatan rasa pahit sepat. Sedangkan

untuk perlakuan 4 (tanpa dekafeinasi penyangraian 40 menit) dengan jumlah 34

memberikan perbedaan yang signifikan terhadap atribut kekuatan rasa pahit sepat

yang muncul.

5. Kekuatan rasa asam

Acidity, yang umumnya dikenal sebagai keasaman kopi. Keasaman yang

dirasakan dalam kopi tidak selalu berkorelasi dengan pH kopi, tetapi diyakini

merupakan hasil dari tumbuhan itu sendiri. Keasaman kopi arabika akan lebih

jelas dibanding kopi robusta. Kopi-kopi di Indonesia adalah kopi yang rata-rata

memiliki acidity lebih rendah jika dibanding dengan kopi dari Afrika atau

Amerika Tengah. Itu bukan berarti kopi Indonesia memiliki kualitas lebih rendah,

melainkan ia adalah ciri khas kopi Indonesia yang memiliki body lebih baik

dibandingkan kopi dari negara lain. Tingkatan ranking yang digunakan sama

seperti yang sebelumnya.

Page 40: Laporan Kopi

00.5

11.5

22.5

33.5

4 3.62.93

3.47 3.6 3.6 3.67

Grafik pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap rasa asam pada kopi

perlakuan dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

rata

-rat

a ke

kuat

an ra

sa a

sam

Gambar 8. Pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

terhadap kekuatan rasa asam pada kopi

Gambar diatas menunjukkan grafik pengaruh perlakuan dekafeinasi/ non

dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap kekuatan rasa asam. Terlihat pada

grafik bahwa perlakuan yang menghasilkan nilai terendah (ranking terbaik) yaitu

perlakuan dekafeinasi dengan penyangraian 30 menit (kelompok 2) dengan nilai

sebesar 2,93 yang setara dengan nilai 3 yang berarti rasa asam yang muncul

tergolong agak kuat. Sedangkan nilai tertinggi atau ranking terendah adalah

perlakuan tanpa dekafeinasi dengan penyangraian 20 menit dan nilai yang

dihasilkan adalah 3,67 atau setara dengan 3 yang berarti citarasa pahit sepat yang

dihasilkan agak kuat.

Jika dibandingkan dengan tabel uji ranking Kramer et al (1974) pada taraf

5%, perlakuan 1 (dekafeinasi penyangraian 20 menit), 2 (dekafeinasi

penyangraian 30 menit), 3 (dekafeinasi penyangraian 40 menit), 4 (tanpa

dekafeinasi penyangraian 40 menit), 5 (tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit)

dan 6 (tanpa dekafeinasi penyangraian 20 menit) dengan jumlah berturut turut 54,

44, 52, 54, 54, dan 55 tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap

atribut kekuatan rasa pahit sepat.

Page 41: Laporan Kopi

6. Tingkat kesukaan

Rasa merupakan suatu kesan yang diterima melalui syaraf indera

pengecapan di lidah, sebagai hasil dari hadirnya senyawa-senyawa yang larut

dalam air. Kopi memiliki citarasa yang khas yang tidak dapat ditemukan pada

minuman seduh yang lain. Rasa kopi itu bervariasi, mulai hanya terasa satu

karakter yang menonjol hingga rasa yang kompleks. Semua itu terjadi karena

genetik pohon kopi, proses dikebun, proses pascapanen, hingga proses sangrai.

Kopi yang memiliki flavors kompleks bisa membuat peminumnya sangat

menikmatinya karena kopi terasa lebih meriah. Kopi-kopi dari Afrika atau

Amerika Tengah memiliki kompleksitas rasa lebih banyak dibandingkan kopi-

kopi dari Brazil. Di Indonesia, kopi-kopi dari Toraja akan lebih memiliki rasa

kompleks dibandingkan kopi-kopi dari Jawa. Kopi yang memiliki rasa tidak

kompleks biasanya digunakan sebagai kopi campuran dikarenakan memiliki satu

dominan rasa yang mungkin tidak dimiliki kopi-kopi lainnya.

01.5

34.5 4.2 4.2 4.2

3.27 3.22.27

Grafik pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap tingkat kesukaan kopi

perlakuan dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

rata

-rat

a tin

gkat

kes

ukaa

n

Gambar 9. Pengaruh dekafeinasi / non dekafeinasi dan waktu penyangraian

terhadap tingkat kesukaan kopi

Gambar diatas menunjukkan grafik pengaruh perlakuan dekafeinasi/ non

dekafeinasi dan waktu penyangraian terhadap tingkat kesukaan panelis. Terlihat

pada grafik bahwa perlakuan yang menghasilkan nilai terendah (ranking terbaik)

Page 42: Laporan Kopi

yaitu perlakuan tanpa dekafeinasi dengan penyangraian 20 menit (kelompok 6)

dengan nilai sebesar 2,27 yang setara dengan nilai 2 yang berarti bahwa panelis

menyukai kopi pada perlakuan tersebut. Sedangkan nilai tertinggi atau ranking

terendah adalah perlakuan dekafeinasi baik dengan penyangraian 20, 30 maupun

40 menit dengan nilai yang dihasilkan adalah 4,2 atau setara dengan 4 yang berarti

panelis sedikit menyukai kopi dengan perlakuan dekafeinasi.

Jika dibandingkan dengan tabel uji ranking Kramer et al (1974) pada taraf

5%, perlakuan 1 (dekafeinasi penyangraian 20 menit), 2 (dekafeinasi

penyangraian 30 menit), 3 (dekafeinasi penyangraian 40 menit), 4 (tanpa

dekafeinasi penyangraian 40 menit), 5 (tanpa dekafeinasi penyangraian 30 menit)

dan) dengan jumlah berturut turut 63, 63, 63, 49 dan 48 tidak memberikan

perbedaan yang signifikan terhadap atribut kesukaan. Sedangkan untuk perlakuan

6 (tanpa dekafeinasi penyangraian 20 menit) dengan jumlah 34 memberikan

perbedaan yang signifikan terhadap atribut kesukaan.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman dapat ditarik kesimpulan

bahwa

1. Proses pengolahan kopi bubuk melalui beberapa tahap yakni

penyangraian (roasting), penggilingan (grinding) dan pengemasan.

Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang

akan dikonsumsi sedangkan penggilingan yaitu menghaluskan partikel

kopi sehingga dihasilkan kopi coarse (bubuk kasar), medium (bubuk

sedang), fine (bubuk halus), very fine (bubuk amat halus).

2. Data yang diamati berupa rendemen (biji sangrai dan kopi bubuk) dan

sifat sensori kopi bubuk yang dihasilkan (warna bubuk kopi, warna air

seduhan, kekuatan rasa asam, kekuatan aroma kopi, kekuatan rasa pahit

sepat dan tingkat kesukaan). Untuk rendemen, hasil yang didapat bahwa

Page 43: Laporan Kopi

semakin lama waktu penyangraian maka rendemen sangrai semakin

menurun. Hal ini terjadi karena pada masing-masing perlakuan proses

penyangraian mengalami pembengkakan volume biji yang berbeda-

beda. Rata-rata perbesaran volume yang terjadi sekitar 50-80%. Untuk

sifat sensoris disajikan menggunakan grafik dan dibandingkan dengan

tabel (taraf 5%) apakah berpengaruh nyata atau tidak terhadap masing-

masing perlakuan.

3. Sortasi gelondong dimaksudkan untuk memisahkan kopi merah yang

berbiji dan sehat dengan kopi hampa dan terserang bubuk. Pulping

bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah sehingga diperoleh biji

kopi yang masih terbungkus kulit tanduk. Proses fermentasi bertujuan

untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat

pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas

(terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Pencucian

bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dari kotoran

lainnya yang masih tertinggal setelah difermentasi atau setelah keluar

dari mesin raung pulper. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan

kadar air menjadi 8-10%. Dengan demikian, kopi tidak mudah terserang

cendawan dan tidak mudah pecah ketika di hulling. Hulling bertujuan

untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk dan

kulit ari. Roasting atau penyangraian adalah proses pemanasan kopi

beras pada suhu 200-225°C. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kopi

yang berwarna cokelat kayu manis-kehitaman. Penggilingan merupakan

proses pemecahan butir-butir kopi yang telah disangrai untuk

mendapatkan kopi bubuk berukuran maksimum 75 mesh.

Page 44: Laporan Kopi

DAFTAR PUSTAKA

AEKI. 2009. Situasi Pemasaran dan Pengembangan Ekspor Komoditi Kopi Rakyat. Disampaikan pada Workshop Temu Bisnis 16 Mei 2009.

Belitz, H.D., and W., Grosch, 1987. Food Chemistry. Springer-Verlag Berlin, Heidelberg.

Bhara L.A.M., 2009. Semarang : Pengaruh Pemberian Kopi Dosis Bertingkat Per Oral 30 Hari terhadap Gambaran Histology Hepar Tikus Wistar. Skripsi. Universitas Diponegoro, Fakultas Kedokteran. 15-17.

BSN, 1992. Standar Nasional Indonesia tentang Syarat Umum Kopi Sangrai. SNI.01-2983-1992

BSN, 2008. Standar Nasional Indonesia tentang Biji Kopi. SNI 01-2907-2008.

Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut Pertanian Bogor.

Clarke, R. J. and Macrae, R. 1987. Coffe Technology (Volume 2). Elsevier Applied Science, London and New York.

Page 45: Laporan Kopi

Daswin N. B. T. Dan Nelly E.S., 2008. Pengaruh Kafein trerhadap Kualitas Tidur Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. E-Jurnal Fk-USU Volume 1 NO.1 Tahun 2013.

Dollemore D dan Giuliucci M. 2001. Rahasia Awet Muda bagi Pria. Penerjemah Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama

Drapeau, Bert, Robillard, Selmaoui, Filipi N, Carrier, 2006. Challenging sleep in aging: the effects of 200 mg of caffeine during the evening in young and middle-aged moderate caffeine consumers. J Sleep Res, 15; 133-141

Farmakologi Ui ; 1995, Farmakologi Dan Terapi, Edisi Ke 4, Percetakan Gaya Baru Jakarta.

Firna Aklesta Leni, 2008. Preferensi dan Perilaku Konsumsi Pangan Sumber Kafein pada Mahasiswa TPB IPB tahun 2007/2008. Skripsi. Bogor, Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.

Haarer, A.E. 1971. Coffee Growing. Oxford University Press, London. 10 hal.Indrianto, N. 2007. Kopi robusta (coffea robusta). (On-

line).http://bla3x.blogspot.com/2005/09/manfaat-kopi.html. Diakses 3 Desember 2014.

Kirrcheimer, S 2004 Young Children Don’t Sleep Enough. Available from: http://www.webmd.com/parenting/baby/news/20040329/young-children-dont-sleep-enough [Accessed on 4 Desember 2014]

Loo, T.G. 1983. Penuntun Praktis Mengelola Teh dan Kopi. Jakarta: P.T. Kinta.

Mulato, S. 2001. Pelarutan Kafein Biji Robusta Dengan Kolom Tetap Menggunakan Pelarut Air. Pelita Perkebunan. Jakarta.

Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian Nasional Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia

Najiyati,S., dan Danarti. 2004. Kopi: Budi Daya dan Penanganan Pascapanen. Penebar Swadaya, Jakarta.

Peker, H., M.P.Srivasan, J.M Smith, Ben J.McCoy. 2004. Caffeine Extraction Rates From Coffee Beans With Supercritical Carbon Dioxide. AIChE. 38:761-770

Phytomedical technologies ; 2006, Caffeine . Diakses Tanggal 3 Desember 2014

Page 46: Laporan Kopi

Primadia, A.D . 2009. Pengaruh Peubah Proses Dekafinasi Kopi dalam Reaktor Kolom Tunggal terhadap Mutu Kopi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahardjo, Pudji. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta. Penebar Swadaya. Jakarta

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Sakanaka, S., Tachibana, Y., Okad Dan Yuki. (2005). Preparation And Antioxiant Properties Of Extracts Of Japanese Persimo Leaf Tea (Kakinocha-Cha). Foodchemistry 89: 569-575.

Siswoputranto, P.S 1992. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius. Yogyakarta

Soekarto, TS. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Suhartono, J. Pertiwi, D.S. Faslah, A. Dan Saputra, Y.F., 2005. Penentuan Koefisien Perpindahan Massa Pada Dekafeinasi Kopi Dengan Pelarut Methylene Chloride. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan Proses 2005 Issn: 1411-4261.

Wikipedia, 2008. Coffee Pod. Http://En.Wikipedia.Org 3 Desember 2014

Page 47: Laporan Kopi

LAMPIRAN FOTO

No. Gambar Keterangan

1. Biji kopi ditimbang sebanyak 200

gram untuk masing-masing

perlakuan

Page 48: Laporan Kopi

2. Biji kopi disangrai selama 20 menit

3. Biji kopi digiling dengan grinder

Page 49: Laporan Kopi

4. Bubuk kopi diayak dengan ayakan

60 mesh

5. Bubuk kopi yang dihasilkan

disimpan di dalam plastik PP

sebelum dilakukan uji organoleptik

6. Dilakukan uji sensori dengan

menyeduh 5% bubuk kopi dalam

10% larutan gula