laporan kkl 2.pdf

Upload: qonita-az-zahra

Post on 05-Oct-2015

343 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

  • Laporan KKL II Geografi 2013 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kampus Lapangan Geologi Karangsambung merupakan daerah kawasan

    tropis yang tidak terlalu luas namun, menyimpan fenomena geologi dan aneka

    batuan unik dan langka. Teori tentang lempeng tektonik dapat diuji kebenarannya

    di sini. Lokasi kampus ini juga luput dari kegiatan gunung api muda dan relatif

    terhindar dari disintegrasi iklim tropis. Daerah Karangsambung memiliki ciri khas

    geologi yang sangat menarik untuk dipelajari. Pada daerah ini terdapat batuan Pra-

    Tersier dengan jenis batuan yang beragam serta tatanan dan struktur geologi yang

    kompleks.

    Kondisi geologi yang kompleks ini terbentuk karena pada daerah

    Karangsambung merupakan zona meratus, yaitu daerah pertemuan antara lempeng

    (subduksi) yang terangkat. Lempeng yang saling bertabrakan tersebut membentuk

    boudin-boudin lonjong yang membentuk formasi masing-masing dengan jenis

    batuan yang beragam. Sebelum palung subduksi tersebut terangkat, banyak jenis

    batan yang terendapkan dengan batuan domiannya berupa batu lempung. Pada

    daerah ini juga ditemukan batuan yang berada di laut dalam, karena proses

    pengangkatan pada zona palung subduksi tersebut.

    Geologi Karangsambung mempunyai formasi yang khas dibandingkan

    dengan daerah lain. Hal ini terlihat dari bentuk morfologi yang berbentuk lonjong

    dan berbukit-bukit dengan formasi batuan yang berbeda-beda, stratigrafi daerah

    ini sangta khas dan membentuk formasi yang beragam, struktur geologi pada

    daerah ini terdiri dari lipatan, sesar dan kekar.

    Fenomena Gumuk Pasir Parang Kusumo yang memiliki butiran pasair

    pantai yang sangat halus juga sebuah fenomena yang tidak dialami oleh sebagian

    besar pantai-pantai yang ada di Indonesia. Lokasi Gumuk Pasir Parang kusumo ini

    berada pada Timur dari Padepokan. Dimana Padepokan ini merupakan tempat

    pertemuan antara Sri Sultan Hamengkubuwono dengan Nyi Roro Kidul).

    Fenomena Pembelokan muara sungai Opak yang berada di Pantai Samas.

    Pembelokan tersebut bukan hanya sekedar proses secara alami yang biasa terjadi

  • Laporan KKL II Geografi 2013 2

    namun, pembelokan arah muara sungai ini hanya terjadi pada Kali Opak. Diman

    aproses ini disebabkan oleh pembelokan arah angina sehingga

    mengalamipembentukan bendungan dari pasir pantai. Atau bisa dikatakan bahwa

    angin mendorong butiran pasir naik sehingga membentuk sebuah tanggul alami.

    Fenomena alam tersebutlah yang bisa memberikan informasi bagaimana

    proses terjadinya suatu wilayah atau daerah dengan karakteristik tertentu.

    Terutama bagi Mahasiswa Geografi Murni, kajian-kajian tersebutlah yang harus

    diketahui dan dipelajari guna untuk meningkatkan pengetahuan.

    1.2 Rumusan Masalah

    1.2.1 Bagaimana Karakteristik dan Formasi Batuan yang ada di Kec.

    Karang Sambung, Kebumen?

    1.2.2 Bagaimana Dampak dari fenomena alam terhadap kegiatan sosial

    ekonomi masyarakat sekitar?

    1.2.3 Bagaimana Karakteristik dari Gunung Api Purba Nglanggrang?

    1.2.4 Bagaimana Karakteristik dari Gumuk Pasir Parang Kusumo?

    1.2.5 Bagaimana dampak dari fenomena tersebut bagi masyarakat sekitar?

    1.2.6 Bagaimana Karakteristik dari Kali Opak?

    1.2.7 Bagaimana hasil dari sedimentasi yang terjadi?

    1.2.8 Pengaruh apa yang berkaitan dengan masyarakat sekitar?

    1.2.9 Bagaimana Karakteristik dari Pantai Samas?

    1.2.10 Pengaruh apa yang berkaitan dengan masyarakat sekitar?

    1.2.11 Bagaimana pengaruh adanya Goa Pindul Bagi masyarakat

    disekitarnya?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Penelitian in berjutuan untuk mengetahui :

    1.3.1 Karakteristik dan Formasi Batuan yang ada di Kec. Karang Sambung,

    Kebumen.

    1.3.2 Dampak dari fenomena alam terhadap kegiatan sosial ekonomi

    masyarakat sekitar.

    1.3.3 Karakteristik dari Gunung Api Purba Nglanggrang.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 3

    1.3.4 Karakteristik dari Gumuk Pasir Parang Kusumo.

    1.3.5 Dampak dari fenomena tersebut bagi masyarakat sekitar.

    1.3.6 Karakteristik dari Kali Opak

    1.3.7 Hasil dari sedimentasi yang terjadi.

    1.3.8 Pengaruh yang berkaitan dengan masyarakat sekitar.

    1.3.9 Karakteristik dari Pantai Samas.

    1.3.10 Pengaruh yang berkaitan dengan masyarakat sekitar.

    1.3.11 Pengaruh adanya Goa Pindul Bagi masyarakat disekitarnya.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 4

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Geografi Fisik

    2.1.1 Formasi Batuan

    Fisiografi Pulau Jawa. Wilayah Jawa Tengah dan Jawa

    Timur secara fisiografi dapat dikelompokkan kedalam lima zona

    (van Bemmelen, 1949) yaitu ::

    1. Zona PegununganSelatan

    2. Zona Solo

    3. Zona Kendeng

    4. Zona Randublatung

    5. Zona Rembang

    Zona fisiografi ini mencerminkan elemen struktur dari hasil

    penafsiran anomali gaya berat di bagian utara Jawa Timur (Sutarso

    dan Suyitno, 1976). Elemen struktur dengan anomali positif adalah

    Zona Kendeng dan Zona Rembang, sedangkan elemen struktur

    anomali negatif adalah Depresi Semarang-Pati, Depresi

    Randublatung dan depresi Kening-Solo. Struktur utama Jawa

    Tengah-Jawa Timur disamping arah barat timur yang mengilruti

    zona tersebut, juga terdapat struktur yang berarah NE-SW

    memotong disekitar batas zona Rembang dan volkanik Muria.

    Zona Pegunungan Selatan Daerah Pegunungan Selatan

    Jawa secara fisiografi termasuk ke dalam lajur pegunungan selatan

    Jawa (Bemmelen, 1949), sedangkan secara tektonik global

    diperkirakan pada cekungan antar busur sampai busur vulkanik.

    Daerah Pegunungan Selatan yang membujur mulai dari Yogyakarta

    kearah timur, Wonosari, Wonogiri, Pacitan menerus ke daerah

    Malang selatan, terus ke daerah Blambangan. Berdasarkan pada

  • Laporan KKL II Geografi 2013 5

    letak yang berada di zona Pegunungan Selatan Jawa Timur,

    bentang alam yang terdiri atas rangkaian pegunungan yang

    memanjang relatif barat - timur dan jenis litologi penyusunnya

    yang didominasi oleh volkanik klastik, daerah penelitian termasuk

    dalam zona Wonosari Plateau.

    Gambar 1.1 Fisiografi bagian tengah dan timur Pulau Jawa (dikembangkan dari van

    Bemmelen, 1949).

    Zona Pegunungan Selatan Jawa terbentang dari wilayah

    Jawa Tengah, di selatan Yogyakarta dengan lebal kurang lebih 55

    km, hingga Jawa Timur, dengan lebar kurang lebih 25 km, di

    selatan Blitar. Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran

    Yogyakarta-Surakarta di sebelah barat dan utara, sedangkan di

    sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur, Wonogiri. Di sebelah

    barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi

    oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir

    Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini hampir membujur

    barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan

    mempunyai lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001).

    Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga

    subzona, yaitu Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan

    Subzona Gunung Sewu Subzona Wonosari merupakan dataran

    tinggi (190 m) yang terletak di bagian tengah Zona Pegunungan

  • Laporan KKL II Geografi 2013 6

    Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Dataran ini

    dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara,

    sedangkan di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona

    Gunung Sewu. Aliran sungai utama di daerah ini adalah K. Oyo

    yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K. Opak sebagai

    endapan permukaan di daerah ini adalah lempung hitam dan

    endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah

    batugamping.

    Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan

    bentang alam karts, yaitu bentang alam dengan bukit-bukit

    batugamping membentuk banyak kerucut dengan ketinggian

    beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga,

    luweng (sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua

    batugamping serta aliran sungai bawah tanah. Bentang alam karts

    ini membentang dari pantai Parangtritis di bagian barat hingga

    Pacitan di sebelah timur. Zona Pegunungan Selatan pada umumnya

    merupakan blok yang terangkat dan miring ke arah selatan. Batas

    utaranya ditandai escarpment yang cukup kompleks. Lebar

    maksimum

    Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan Surakarta,

    sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara

    Parangtritis dan Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut

    Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu, dengan luas kurang lebih

    1400 km2 (Lehmann. 1939). Sedangkan antara Pacitan dan Popoh

    selain tersusun oleh batugamping (limestone) juga tersusun oleh

    batuan hasil aktifitas vulkanis berkomposisi asam-basa antara lain

    granit, andesit dan dasit (Van Bemmelen,1949).

    Tatanan Tektonik Pegunungan Selatan

    Zona Pegunungan Selatan merupakan cekungan yang

    menunjang dengan arah relatif barat V timur mulai dari

  • Laporan KKL II Geografi 2013 7

    Parangtritis di bagian barat sampai Ujung Purwo di bagian Jawa

    Timur. Perkembangan tektoniknya tidak lepas dari interaksi

    konvergen antara Lempeng Hindia - Australia dengan Lempeng

    Micro Sunda. Mengutip dari pernyataan C.Prasetyadi (2007) secara

    lisan mengenai Evolusi Tektonik Tersier Pulau Jawa ,dijelaskan

    bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Busur Sunda

    yang mempunyai sejarah geodinamik aktif, yang jika dirunut

    perkembangannya dapat dikelompokkan menjadi beberapa fase

    tektonik dimulai dari Kapur Akhir hingga sekarang yaitu :

    1. Periode Kapur Akhir - Paleosen

    Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika

    pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah timurlaut meng-

    hasilkan subduksi dibawah Sunda Microplate sepanjang suture

    Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan (rifting

    phase) selama Paleogen dengan pembentukan serangkaian horst

    (tinggian) dan graben (rendahan). Aktivitas magmatik Kapur Akhir

    dapat diikuti menerus dari Timurlaut Sumatra, Jawa-Kalimantan

    Tenggara. Pembentukan cekungan depan busur (fore arc basin)

    berkembang di daerah selatan Jawa Barat dan Serayu Selatan di

    Jawa Tengah. Mendekati Kapur Akhir Paleosen, fragmen benua

    yang terpisah dari Gondwana, mendekati zona subduksi

    Karangsambung-Meratus.

    Kehadiran allochthonous micro-continents di wilayah Asia

    Tenggara telah dilaporkan oleh banyak penulis (Metcalfe, 1996).

    Basement bersifat kontinental yang terletak di sebelah timur zona

    subduksi Karangsambung-Meratus dan yang mengalasi Selat

    Makasar teridentifikasi di Sumur Rubah-1 (Conoco, 1977) berupa

    granit pada kedalaman 5056 kaki, sementara didekatnya Sumur

    Taka Talu-1 menembus basement diorit. Docking (mera-patnya)

    fragmen mikro-kontinen pada bagian tepi timur Sundaland

    menyebabkan matinya zona subduksi Karang-sambung-Meratus

  • Laporan KKL II Geografi 2013 8

    dan terang-katnya zona subduksi tersebut menghasilkan

    Pegunungan Meratus.

    2. Periode Eosen (Periode Ekstensional /Regangan)

    Antara 54 jtl - 45 jtl (Eosen), di wilayah Lautan Hindia

    terjadi reorganisasi lempeng ditandai dengan berkurangnya secara

    mencolok kecepatan pergerakan ke utara India. Aktifitas

    pemekaran di sepanjang Wharton Ridge berhenti atau mati tidak

    lama setelah pembentukan anomali 19 (atau 45 jtl). Berkurangnya

    secara mencolok gerak India ke utara dan matinya Wharton Ridge

    ini diinterpretasikan sebagai pertanda kontak pertama Benua India

    dengan zona subduksi di selatan Asia dan menyebabkan terjadinya

    tektonik regangan (extension tectonics) di sebagian besar wilayah

    Asia Tenggara yang ditandai dengan pembentukan cekungan-

    cekungan utama (Cekungan-cekungan: Natuna, Sumatra, Sunda,

    Jawa Timur, Barito, dan Kutai) dan endapannya dikenal sebagai

    endapan syn-rift. Pelamparan extension tectonics ini berasosiasi

    dengan pergerakan sepanjang sesar regional yang telah ada

    sebelumnya dalam fragmen mikrokontinen.

    Konfigurasi struktur basement mempengaruhi arah

    cekungan syn-rift Paleogen di wilayah tepian tenggara Sundaland

    (Sumatra, Jawa, dan Kalimantan Tenggara) (Gambar 2.2).

    3. Periode Oligosen Tengah (Kompresional - Terbentuknya OAF)

    Sebagian besar bagian atas sedimen Eosen Akhir memiliki

    kontak tidak selaras dengan satuan batuan di atasnya yang berumur

    Oligosen. Di daerah Karangsambung batuan Oligosen diwakili

    oleh Formasi Totogan yang kontaknya dengan satuan batuan lebih

    tua menunjukkan ada yang selaras dan tidakselaras. Di daerah

    Karangsambung Selatan batas antara Formasi Karangsambung dan

    Formasi Totogan sulit ditentukan dan diperkirakan berangsur,

    sedangkan ke arah utara Formasi Totogan ada yang langsung

  • Laporan KKL II Geografi 2013 9

    kontak secara tidak selaras dengan batuan dasar Komplek Melange

    Luk Ulo.

    Di daerah Nanggulan kontak ketidakselarasan terdapat

    diantara Anggota Seputih yang berumur Eosen Akhir dengan

    satuan breksi volkanik Formasi Kaligesing yang berumur Oligosen

    Tengah. Demikian pula di daerah Bayat, bagian atas Formasi

    Wungkal-Gamping yang berumur Eosen Akhir, tanda-tanda

    ketidak selarasan ditunjukkan oleh terdapatnya fragmen-fragmen

    batuan Eosen di sekuen bagian bawah Formasi Kebobutak yang

    berumur Oligosen Akhir. Ketidakselarasan di Nanggulan dan

    Bayat merupakan ketidakselarasan menyudut yang diakibatkan

    oleh deformasi tektonik yang sama yang menyebabkan

    terdeformasinya Formasi Karangsambung. Akibat deformasi ini di

    daerah Cekungan Jawa Timur tidak jelas teramati karena endapan

    Eosen Formasi Ngimbang disini pada umumnya selaras dengan

    endapan Oligosen Formasi Kujung.

    Deformasi ini kemungkinan juga berkaitan dengan

    pergerakan ke utara Benua Australia. Ketika Wharton Ridge masih

    aktif Benua Australia bergerak ke utara sangat lambat. Setelah

    matinya pusat pemekaran Wharton pada 45 jt, India dan Australia

    berada pada satu lempeng tunggal dan bersama-sama bergerak ke

    utara. Pergerakan Australia ke utara menjadi lebih cepat dibanding

    ketika Wharton Ridge masih aktif. Bertambahnya kecepatan ini

    meningkatkan laju kecepatan penunjaman Lempeng Samudera

    Hindia di Palung Jawa dan mendorong ke arah barat, sepanjang

    sesar mendatar yang keberadaannya diperkirakan, Mikrokontinen

    Jawa Timur sehingga terjadi efek kompresional di daerah

    Karangsambung yang mengakibatkan terdeformasinya Formasi

    Karangsambung serta terlipatnya Formasi Nanggulan dan Formasi

    Wungkal-Gamping di Bayat. Meningkatnya laju pergerakan ke

    utara Benua Australia diperkirakan masih berlangsung sampai

  • Laporan KKL II Geografi 2013 10

    Oligosen Tengah. Peristiwa ini memicu aktifitas volkanisme yang

    kemungkinan berkaitan erat dengan munculnya zona gunungapi

    utama di bagian selatan Jawa (OAF=Old Andesite Formation) yang

    sekarang dikenal sebagai Zona Pegunungan Selatan. Aktifitas

    volkanisme ini tidak menjangkau wilayah Jawa bagian utara

    dimana pengendapan karbonat dan silisiklastik menerus di daerah

    ini.

    4. Periode Oligo-Miosen (Kompresional-Struktur Inversi )

    Pada Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah pergerakan ke

    utara India dan Australia berkurang secara mencolok karena

    terjadinya benturan keras (hard collision) antara India dengan

    Benua Asia membentuk Pegunungan Himalaya. Akibatnya laju

    penunjaman Lempeng Samudera Hindia di palung Sunda juga

    berkurang secara drastis. Hard collision India menyebabkan efek

    maksimal tektonik ekstrusi sehingga berkembang fase kompresi di

    wilayah Asia Tenggara. Fase kompresi ini menginversi sebagian

    besar endapan syn-rift Eosen.

    Di Cekungan Jawa Timur fase kompresi ini menginversi

    graben RMKS menjadi zona Sesar RMKS. Di selatan Jawa,

    kegiatan volkanik Oligosen menjadi tidak aktif dan mengalami

    pengangkatan. Pengangkatan ini ditandai dengan pengen-dapan

    karbonat besar-besaran seperti Formasi Wonosari di Jawa Tengah

    dan Formasi Punung di Jawa Timur. Sedangkan di bagian utara

    dengan aktifnya inversi berkembang endapan syn-inversi formasi-

    formasi Neogen di Zona Rembang dan Zona Kendeng. Selama

    periode ini, inversi cekungan terjadi karena konvergensi Lempeng

    Indian menghasilkan rezim tektonik kompresi di daerah busur

    depan Sumatra dan Jawa. Sebaliknya, busur belakang merupakan

    subjek pergerakan strike-slip utara-selatan yang dominan

    sepanjang sesar-sesar turun (horst dan graben) utara-selatan yang

    telah ada.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 11

    5. Periode Miosen Tengah- Miosen Akhir

    Pengaktifan kembali sepanjang sesar tersebut menghasilkan

    mekanisme transtension dan transpression yang berasosiasi dengan

    sedimentasi turbidit dibagian yang mengalami penurunan. Namun

    demikian, di bagian paling timur Jawa Timur, bagian basement

    dominan berarah timur-barat, sebagaimana secara khusus dapat

    diamati dengan baik mengontrol Dalaman Kendeng dan juga

    Dalaman Madura.Bagian basement berarah Timur - Barat

    merupakan bagian dari fragmen benua yang mengalasi dan

    sebelumnya tertransport dari selatan dan bertubrukan dengan

    Sundaland sepanjang Suture Meratus (NE-SW struktur).

    Tektonik kompresi karena subduksi ke arah utara telah

    mengubah sesar basement Barat - Timur menjadi pergerakan sesar

    mendatar, dalam perioda yang tidak terlalu lama (Manur dan

    Barraclough, 1994). Kenaikan muka air laut selama periode ini,

    menghasilkan pengendapan sedimen klastik di daerah rendahan,

    dan sembulan karbonat (carbonate buildup) pada tinggian yang

    membatasinya.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 12

    Gambar 1.2 Rekontruksi perkembangan tektonik Pulau Jawa dimulai pada Kapur-

    Paleosen sampai dengan Oligosen tengah (Prasetyadi, 2007)

    Stratigrafi Regional

    Stratigrafi Daerah Pegunungan Selatan

    Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah

    dikemukakan oleh beberapa peneliti. Perbedaan ini terutama antara

    wilayah bagian barat (Parangtritis-Wonosari) dan wilayah bagian

    timur (Wonosari-Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan

    bagian barat diusulkan diantaranya oleh Bothe (1929) dan Surono

    (1989), dan di bagian timur diantaranya diajukan oleh Sartono

    (1964), Nahrowi (1979) dan Pringgoprawiro (1985), sedangkan

    Samodra. (1989) mengusulkan tatanan stratigrafi di daerah

    peralihan antara bagian barat dan timur

  • Laporan KKL II Geografi 2013 13

    Stratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Barat (Batuan dasar

    Pra- Tersier) Batuan berumur Pra-Tersier tersingkap di

    Pegunungan Jiwo daerah Bayat Klaten, tersusun oleh batuan

    metamorfosa batusabak, sekis , genis, serpentinit dan batugamping

    kristalin. Batugamping mengandung Orbitolina hadir sebagai

    lensa-Iensa (bongkah) dalam batulempung. Berdasarkan

    kesamaannya dengan satuan batuan yang ada di daerah Luk Ulo,

    Kebumen, Jawa Tengah, kelompok batuan ini diperkirakan

    berumur Kapur Atas (Verbeek dan Fenomena, op.cit. Bothe,

    1929).Untuk penjelasan sesuai dengan hubungan stratigrafi tiap

    satuan batuan dapat dilihat pada kolom stratigrafi pegunungan

    selatan beikut ini :

    Gambar 1.3 Stratigrafi Pegunungan Selatan, Jawa Tengah (Surono, et al. 1992) dan penarikan umur absolut

    menurut peneliti terdahulu.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 14

    Dari kolom stratigrafi diatas dapat dijelaskan urutan serta

    hubungan stratigrafi pegunungan selatan adalah sebagai berikut :

    Formasi Wungkal dan Formasi Gamping. Formasi Wungkal

    dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir dan

    batulempung, sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh

    kalkarenit dan batupasir tufaan. Di daerah Gamping (sebelah barat

    Kota Yogyakata, sebagai tipe lokasi), Formasi Gamping ini

    dicirikan oleh batugamping yang berasosiasi dengan gamping

    terumbu.Beberapa peneliti menafsirkan sebagai ketidakselarasan

    (Sumosusastro, 1956 dan Marks, 1957) dan peneliti lainnya

    menafsirkan hubungan kedua formasi tersebut selaras (Bothe,

    1929, Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Surono et al. (1989)

    menyebutnya sebagai Formasi GampingWungkal yang

    merupakan satu formasi yang tidak terpisahkan. Namun demikian

    semua para peneliti tersebut sepakat bahwa kedua formasi

    tersebut berumur Eosen Tengah-Eosen Atas.Di atas Formasi

    Wungkal dan Formasi Gamping ditutupi secara tidakselaras oleh

    sedimen volkanoklastik yang dikelompokkan sebagai : Formasi

    Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan

    Formasi Sambipitu.

    Formasi Kebo, terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir

    tufaan, serpih dan lanau. Di beberapa tempat dijumpai adanya

    lava bantal dan intrusi diorit. Ketebalan formasi ini sekitar 800

    meter dan diendapkan di lingkungan laut, dan pada umumnya

    memperlihatkan endapan aliran gravitasi (gravity-flow deposits).

    Formasi Butak, lokasi tipe formasi ini terdapat di Gunung Butak

    yang terletak di Sub-zona Baturagung. Formasi ini tersusun oleh

    litologi breksi, batupasir tufaan, konglomerat batuapung,

    batulempung dan serpih yang memperlihatkan perselingan, dan

    menunjukkan ciri endapan aliran gravitasi di lingkungan laut.

    Formasi ini berumur Oligosen.Ciri Formasi Kebo dan Formasi

  • Laporan KKL II Geografi 2013 15

    Butak di beberapa tempat tidak begitu nyata sehingga, pada

    umumnya beberapa peneliti menyebutnya sebagai Formasi Kebo-

    Butak yang berumur Oligosen Atas (N1-N3).

    Formasi Mandalika, Tipe lokasi formasi ini terdapat di Desa

    Mandalika. Formasi ini memiliki ketebalan antara 80-200 m.

    Formasi ini tersusun oleh lava andesitik-basaltik, porfiri, petite,

    rhyolite dan dasit; dasit, lava andesitik, tuff dasit dengan dioritik

    dyke; lava andesitic basaltic trachytik dasitik dan breksia

    andesitic yang ter-prophyliti-kan; andesite, dasit, breksia

    vulkanik, gamping kristalin; breksia, lava, tuff, dengan interkalasi

    dari batupasir dan batulanau yang memperlihatkan cirri endapan

    darat. Satuan ini beda fasies menjari dengan Anggota Tuff dari

    Formasi Kebobutak.

    Formasi Semilir. Formasi ini tersingkap baik di Gunung Semilir

    di sekitar Baturagung, terdiri dari perselingan tufa, tufa lapili,

    batupasir tufaan, batulempung, serpih dan batulanau dengan

    sisipan breksi, sebagai endapan aliran gravitasi di lingkungan laut

    dalam. Formasi ini berumur Oligosen Awal (N1-N2).

    Formasi Nglanggran. Lokasi tipenya adalah di Desa Nglanggran.

    Formasi ini terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufaan,

    yang memperlihatkan sebagai endapan aliran gravitasi pada

    lingkungan laut. Formasi ini berumur Oligosen Akhir (N3).

    Formasi Nglanggran, pada umumnya selaras di atas Formasi

    Semilir, akan tetapi di tempat-tempat lainnya, kedua formasi

    tersebut saling bersilangjari (Surono, 1989).

    Formasi Sambipitu. Lokasi tipenya terdapat di Desa Sambipitu.

    Formasi ini tersusun oleh perselingan antara batupasir tufaan,

    serpih dan batulanau, yang memperlihatkan ciri endapan turbidit.

    Di bagian atas sering dijumpai adanya struktur slump skala besar.

    Satuan ini selaras di atas Formasi Nglanggran, dan merupakan

  • Laporan KKL II Geografi 2013 16

    endapan lingkungan laut pada Miosen Awal bagian tengah-

    Miosen awal bagian akhir (N6 - N8).

    Formasi Oyo. Formasi ini tersingkap baik di Kali Oyo sebagai

    lokasi tipenya, terdiri dari perselingan batugamping bioklastik,

    kalkarenit, batugamping pasiran dan napal dengan sisipan

    konglomerat batugamping. Satuan ini diendapkan pada

    lingkungan paparan dangkal pada Miosen Tengah (N10-N12).

    Formasi Wonosari. Formasi ini tersingkap baik di daerah

    Wonosari dan sekitarnya, membentuk morfologi karts, terdiri dari

    batugamping terumbu, batugamping bioklastik berlapis dan napal.

    Satuan batuan ini merupakan endapan karbonat paparan

    (carbonate plateform) pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir

    (N9-N18). Formasi Wonosari ini mempunyai hubungan selaras di

    atas Formasi Oyo, akan tetapi di beberapa tempat, bagian bawah

    formasi ini saling berhubungan silang jari dengan Formasi Oyo.

    Formasi Kepek. Lokasi tipenya terdapat di Kali Kepek,

    tersusun oleh batugamping dan napal dengan ketebalan mencapai

    200 meter. Litologi satuan ini nenunjukkan ciri endapan paparan

    laut dangkal dan merupakan bagian dari sistem endapan karbonat

    paparan pada umur Miosen Akhir (N15-N18). Formasi ini

    mempunyai hubungan silang jari dengan satuan batugamping

    terumbu Formasi Wonosari.

    Di atas batuan karbonat tersebut, secara tidakselaras

    terdapat satuan batulempung hitam, dengan ketebalan 10 meter.

    Satuan ini menunjukkan ciri sebagai endapan danau di daerah

    Baturetno pada waktu Plistosen. Selain itu, daerah setempat

    terdapat laterit berwarna merah sampai coklat kemerahan sebagai

    endapan terrarosa, yang pada umumnya menempati uvala pada

    morfologi karst. Di lokasi lainnya, hubungan antara sedimen

  • Laporan KKL II Geografi 2013 17

    volkanoklastik dan sedimen karbonat tersebut berubah secara

    berangsur (Surono et al., 1989)

    2.1.2 Morfologi

    Perbedaan morfologi di daerah ini disebabkan oleh

    perbedaan karakteristik geologi yang dicerminkan oleh lithologi

    yang menyusun daerah tersebut yang memiliki kekerasan dan

    resistensi yang berbeda-beda terhadap erosi yang akhirnya

    membentuk morfologi yang khas dari daerah ini, serta pengaruh dari

    struktur geologi yang berupa perlipatan dan sesar yang berkembang

    di daerah Karangsambung.

    Daerah Karangsambung dilewati oleh sungai besar yang

    disebut Sungai Luk Ulo dan sungai-sungai kecil yang bermuara di

    Luk Ulo. Sungai Luk Ulo mengalir dari Utara hingga ke Selatan

    daerah pemetaan (membelah perbukitan Waturanda dan Gunung

    Brujul) dan merupakan sungai yang telah memasuki tahap sungai tua

    dicirikan oleh bentuk Luk Ulo yang meander. Sungai Luk Ulo dan

    sungai-sungai kecil yang mengalir di daerah Karangsambung juga

    memiliki peran penting dalam pembentukan morfologi di daerah ini

    berkaitan dengan proses erosi dan sedimentasi.

    Berdasarkan data stratigrafi daerah pemetaan, maka urutan

    satuan batuan yang diendapkan dari tua ke muda adalah satuan

    Breksi perselingan batupasir , satuan perselingan Batupasir

    Batulempung, Satuan Batugamping perselingan Batupasir,

    Batulempung, Batulanau, dan Tufa, dan satuan endapan aluvial.

    Berdasarkan urutan satuan batuan tersebut, maka dapat dianalisis

    bagaimana sejarah geologi yang terjadi di daerah pemetaan.

    Pertama diawali dengan pengendapan breksi dan batupasir

    yang terjadi di dasar laut, tepatnya di daerah slope, yaitu dengan

    mekanisme sedimentasi arus turbidit. Hal ini dapat terlihat dari

    pemilahan yang sangat buruk. Kemudian diperlukan energi

  • Laporan KKL II Geografi 2013 18

    sedimentasi yang besar untuk mentransport fragmen-fragmen batuan

    yang dimensinya sangat besar, sehingga kemungkinan energi

    tersebut dipengaruhi oleh adanya gravity mass flow. Satuan batuan

    ini terbentuk dalam kondisi magmatisme bawah laut yang aktif.

    Hal tersebut ditandai dengan terdapatnya fragmen rijang di

    dalamnya. Rijang yang terbentuk tersebut kemungkinan berasal dari

    larutan silika yang dikeluarkan selama aktivitas megmatisme bawah

    laut. Kemudian diendapkan secara selaras satuan Batupasir

    Batulempung di atasnya. Seiring dengan menurunnya aktivitas

    magmatisme, maka energi yang berperan dalam proses

    sedimentasinya relatif lebih lemah dibandingkan dengan satuan yang

    sebelumnya.

    Litologi yang menyusun satuan batuan ini bersifat

    karbonatan, sehingga dapat diperkirakan bahwa disekitar lingkungan

    pengendapannya berada di zona CCD dan juga terdapat sumber

    bahan karbonat (CaCO3), yang kemudian bereaksi dengan batuan

    sekitarnya dan menyebabkan batuan tersebut bersifat karbonatan.

    Satuan ini masih terendapkan di zona laut dalam.

    Kemudian disusul oleh pengendapan satuan Batugamping

    Batulempung di atasnya secara selaras. Satuan ini ditandai oleh

    terbentuknya batuan dengan ukuran butir yang sangat halus, yang

    menandakan bahwa energi yang dibutuhkan untuk

    mengendapkannya relatif lemah dan sistem pengendapan yang

    berperan saat itu adalah suspensi. Satuan ini terbentuk dalam kondisi

    magmatisme yang sangat lemah dikarenakan terbentuknya

    batugamping, karena salah satu syarat terbentuknya batugamping

    tersebut adalah dalam lingkungan yang arusnya tenang. Lalu disusul

    oleh pengendapan Tuff. Pada saat satuan batuan terbentuk

    kemungkinan pada saat aktivitas magmatisme aktif kembali, karena

    adanya lapisan tuff. Di dalam satuan batuan ini terdapat diantara

    batugamping.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 19

    Pada saat tertentu, terjadi letusan gunungapi yang

    menghasilkan debu-debu vulkanik yang kemudian diendapkan di

    daerah sekitar sumber letusan tersebut. Di saat yang berikutnya,

    yaitu saat tidak terjadi letusan, yang diendapkan adalah

    batugamping. Kemudian terjadi lagi letusan, dan berulang lagi

    seperti yang sebelumnya. Oleh karena itu, terbentuklah tuff yang

    diantara batugamping. Setelah Tuff terbentuk, kemudian terjadi

    pengendapan satuan batuan berikutnya.

    Setelah satuan-satuan batuan terbentuk, terjadi proses

    tektonik, dalam rezim kompresi, dalam arah relatif utara-selatan.

    Kegiatan tektonik tersebut mengakibatkan terbentuknya lipatan

    berupa sinklin dan antiklin yang sumbunya memiliki arah relatif

    barat-timur dan menunjam ke arah barat. Selain sinklin, terbentuk

    pula struktur berupa sesar-sesar yang diakibatkan oleh tegasan yang

    sama, yaitu yang berarah utara-selatan. Sesar-sesar tersebut

    merupakan jenis sesar strike-slip, dengan arah relatif utara-selatan.

    Sesar tersebut menimbulkan zona lemah yang kemudian dialiri oleh

    air dan membentuk sungai-sungai yang memiliki kelurusan, yang

    arahnya sesuai dengan arah dari sesarnya itu sendiri.

    Setelah semua proses yang disebut di atas terjadi, maka

    diendapkanlah satuan batuan yang berumur paling muda yaitu satuan

    endapan aluvial. Fragmen-fragmen batuan pada aluvial tersebut

    terdiri dari batupasir, konglomerat, dan rijang, beku, dan sekis dan

    gneis, serta kuarsa susu. Akibat terjadinya proses tektonik dan erosi

    yang terus berlangsung, maka terjadinya proses transport material-

    material batuan tersebut di sepanjang Sungai Luk Ulo. Batas satuan

    aluvial ini dengan satuan batuan di bawahnya adalah berupa batas

    erosional.

    2.1.3 Geomorfologi

    Geomorfologi dapat didefinisikan sebagai Ilmu tentang yang

    membicarakan tentang bentuklahan yang mengukir permukaan

  • Laporan KKL II Geografi 2013 20

    bumi, Menekankan cara pembentukannya serta konteks

    kelingkungannya (Dibyosaputro, 1998). Obyek kajian geomorfologi

    adalah bentuklahan yang tersusun pada permukaan bumi di daratan

    maupun penyusun muka bumi didasar laut, yang dipelajari dengan

    menekankan pada proses pembentukan dan perkembangan pada

    masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan

    (Verstappen, 1983).

    Permukaan bumi selalu mengalami perubahan bentuk dari

    waktu ke waktu sebagai akibat proses geomorfologi, baik yang

    bersal dari dalam bumi (endogen) maupun yang berasal dari luar

    bumi (eksogen). Dalam mempelajari mengenai geomorfologi

    penekanan utamanya adalah mempelajari bentuklahan/landform.

    Bentuklahan sendiri merupakan bentukan pada permukaan bumi

    sebagai hasil perubahan bentuk permukaan bumi oleh proses-proses

    geomorfologis yang beroperasi di permukaan bumi Proses

    geomorfologis diakibatkan oleh adanya tenaga yang ditimbulkan

    oleh medium alami yang berada di permukaan bumi.

    Kondisi geomorfologi yang dimiliki suatu daerah merupakan

    sumberdaya alam. Salah satu bagian dari sumberdaya alam adalah

    sumberdaya lahan. Pemanfaatan sumberdaya lahan yang seoptimal

    mungkin menjadi suatu keharusan agar mendapat hasil yang optimal,

    namun perlu diupayakan agar tidak terjadi kerusakan pada lahan.

    Data mengenai sumberdaya lahan sangat diperlukan untuk dapat

    memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara optimal. Informasi

    mengenai kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan dasar

    utama dalam penyusunan pengelolaan lahan.

    Peta geomorfologi yang memuat data tentang bentuklahan

    dan proses geomorfologinya, merupakan salah satu bentuk data yang

    relatif lengkap mengenai potensi sumberdaya lahan. Manfaat peta

    geomorfologi antara lain untuk inventarisasi lahan pertanian, untuk

    mempelajari masalah-masalah penggunaan lahan secara ekstensif,

  • Laporan KKL II Geografi 2013 21

    dan sebagai dasar untuk mengembangkan peta terhadap penggunaan

    yang lebih bervariasi lagi. Peta geomorfologi juga dapat berguna

    untuk penyusunan rencana tata ruang agar sesuai dengan kondisi

    fisik lingkungan setempat, sehingga diharapkan dapat memberikan

    kontribusi optimal bagi peningkatan kondisi kehidupan yang lebih

    baik bagi masyarakat (Iskandar, 2008).

    2.1.4 Bentuk Lahan

    Klasifikasi bentuklahan didasarkan pada: genesis, proses, dan

    batuan. Bentuklahan bentukan asal fluvial berhubungan dengan

    daerah-daerah penimbunan (sedimentasi) seperti lembah-lembah

    sungai besar dan dataran aluvial. Pada dasarnya bentuklahan ini

    disebabkan karena proses fluvial akibat proses air yang mengalir

    baik yang memusat (sungai) maupun aliran permukaan bebas

    (overlandflow). Ketiga aktivitas baik dari sungai maupun aliran

    bebas mencakup Erosi, Transportasi, dan Sedimentasi.

    Erosion merupakan pelepasan progresif material dasar dan

    tebing sungai, yang diakibatkan karena proses menumbuk dan

    menggerus material sungai sehingga material alluvial yang tidak

    kompak seperti krakal, kerikil, pasir, dan lempung dapat terangkut.

    Transportasi pada sedimen yang terangkut tergantung pada ; debit

    sungai, material sedimen, kecepatan aliran. Deposisi merupakan

    suatu pengendapan dari material-material permukaan yang

    terendapakan disuatu tempat dimana gaya yang bekerja sudah tidak

    aktif.

    2.1.5 Hidrologi

    Kecepatan sedimentasi pada sungai dilihat dari besarnya laju

    angkutan sedimen. Besarnya laju angkutan sedimen pada sungai

    ditentukan oleh besarnya debit sungai dan jumlah sedimen pada

    dasar sungai. Laju angkutan sedimen akan berkurang sejalan dengan

    tingkat pengambilan sedimen dan akan menimbulkan degradasi

  • Laporan KKL II Geografi 2013 22

    dasar sungai. Besarnya degradasi dasar sungai yang akan terjadi

    tergantung pada jumlah sedimen yang dipindahkan relatif tehadap

    muatan sedimen tahunan dari sungai tersebut. Setiap pengambilan

    sedimen akan menurunkan level dasar sungai tetapi bila persentasi

    jumlah pasir yang ditambang lebih kecil dibandingkan terhadap

    muatan sedimen tahunan, penurunan elevasi dasar sungai akan kecil.

    Bila lokasi penambangan lebih jauh ke arah hulu dari mulut

    sungai atau titik pengontrolan dasar sungai lainnya, maka penurunan

    elevasi dasar sungai menjadi lebih besar pada tingkat penambangan

    pasir yang sama. Jadi untuk jumlah penambangan pasir tertentu lebih

    dekat ke mulut sungai akan menyebabkan penurunan yang lebih

    kecil dari elevasi dasar sungai daripada bila penambangan beberapa

    kilometer lebih ke hulu. Sedimen pada dasar sungai berasal dari

    hasil erosi yang terjadi di hulu sungai. Oleh sebab itu dapat

    disimpulkan bahwa besarnya kecepatan sedimen seiring dengan

    tingkat erosi pada sungai. Aliran sungai pada perbukitan homoklin

    adalah sungai tipe trellis dengan karakteristik tahapan sungai sungai

    muda.

    Gambar 1.4 Pola Aliran Sungai Trellis

  • Laporan KKL II Geografi 2013 23

    Tipe sungai pada satuan perbukitan lipatan ini adalah sungai

    tipe paralel dan annular yang mengalir dari barat ke timur dengan

    karakteristik tahapan sungai sungai muda.

    Gambar 1.5 Pola Aliran Sungai Annular dan Parallel

    2.1.6 Gunung Api Purba

    Gunung Api Purba merupakan Gunung Api yang telah mati atau tidak

    beraktifitas lagi setelah berjuta tahun yang lalu. Tidak ada aktifitas

    yang berkaitan dengan vulkanik lagi. Sehingga Gunung Api tersebut

    tidak berbahaya secara besar bagi masyarakat sekitar.

    2.1.7 Muara Sungai

    Muara sungai merupakan tempat aliran air terakhir atau tempat

    berkumpulnya semua air yang berasal dari sungai di hilir dan di hulu

    sebelum masuk ke laut. Biasanya Muara Sungai bentuknya lebih besar

    dari sungai yang ada di hilir dan di hulu. Sedimentasinya juga lebih

    banyak dan lebih beragam.

    2.1.8 Sedimentasi Sungai

    Sedimentasi sungai merupakan hasil endapan yang dibawa oleh arus

    atau aliran air pada daerah hulu maupun hilir. Dimana hasil

    sedimentasi ini dipengaruhi oleh kekuatan arus air mendorong

    perpindahan material. Semakin besar aliran airnya makan material

    yang terpindahkan semakin banyak, sedangkan semakin kecil aliran

    airnya makan hasil sedimentasinya semakin banyak.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 24

    2.1.9 Profiling

    Profiling merupakan salah satu proses untuk melihat bentuk secara 2D

    atau 3D dari suatu pengukuran area di Lapangan. Metode profiling bisa

    dilakukan secara memanjang maupun melintang. Tergantung dengan

    kondisi area pengukuran.

    2.2.Kajian Geografi Sosial

    2.2.1 Tingkat Peradaban

    Menjelang akhir abad ke-18, perkembangan geografi semakin

    pesat. Pada masa ini berkembang aliran fisis determinis dengan

    tokohnya yaitu seorang geograf terkenal dari USA yaitu Ellsworth

    Hunthington. Di Perancis, faham posibilis terkenal dengan tokoh

    geografnya yaitu Paul Vidal de la Blache, sumbangannya yang

    terkenal adalah Gen re de vie. Perbedaan kedua faham tersebut,

    kalau fisis determinis memandang manusia sebagai figur yang pasif

    sehingga hidupnya dipengaruhi oleh alam sekitarnya. Sedangkan

    posibilisme memandang manusia sebagai makhluk yang aktif, yang

    dapat membudidayakan alam untuk menunjang hidupnya.

    1. Fisis determinime

    Faham ini mengemukakan bahwa semua kehidupan dan

    aktivitas manusia dipengaruhi dan tergantung pada pemberian alam

    di sekitarnya. Manusia cenderung pasif dalam menghadapi tantangan

    alam, respon terhadap alam hanya berupa respon menerima apa

    adanya. Dengan kata lain manusia tidak dapat menentukan hidupnya

    sendiri. Hal ini dapat dilihat dari mata pencaharian, tingkah laku,

    kebiasaan, serta kebudayaan manusia pada lingkungan tertentu.

    Berikut ini beberapa pendukung fisis determinisme :

    a) Charles Darwin (1809 1882)

    Charles Darwin adalah seorang naturalis dari

    Inggris yang teori-teorinya sangat kontroversial di bidang

    ilmu pengetahuan dengan Teori Evolusi Darwin-nya.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 25

    Teorinya mengatakan bahwa semua makhluk hidup darai

    waktu ke waktu secara berkesinambungan akan mengalami

    perkembangan. Setiap perubahan yang terjadi pada

    mofologi, fisiologi, dan perilaku makhluk hidup sebagai

    respon dari perubahan alam lingkungannya.

    Perjuangan hidup (struggle for life) pada makhluk

    hidup merupakan bagian yang penting juga dalam

    menanggapi perubahan alam lingkungannya. Hanya

    individu yang kuatlah yang mampu bertahan hidup dari

    keganasan alam lingkungan. Dominasi lingkungan pada

    makhluk hidup terlihat sangat jelas dan sepertinya makhluk

    hidup tidak bisa lepas dari pengarauh alam tersebut.

    b) Ellsworth Huntington

    Ellsworth Huntington merupakan geograf dari

    Amerika Serikat dan merupakan salah seorang dari

    determinisme iklim. Dalam bukunya principle of Human

    Geography, dia mengatakan bahwa iklim sangat

    mempengaruhi pola kebudayaan masyarakat. Iklim di dunia

    ini memiliki variasi yang banyak, sehingga variasi

    kebudayaan yang didukung oleh manusia juga sangat

    beraneka ragam. Bentuk bangunan, seni, agama,

    pemerintahan sangat ditentukan oleh iklim. Sebagai contoh

    orang Eskimo akan membangun iglo yang terbuat dari es

    yang dikeraskan. Atap rumah yang dibangun oleh orang

    gurun pasir akan cenderung dibuat rata, dan ini berbeda

    dengan atap rumah yang dibangun oleh orang-orang Eropa

    dibuat seruncing mungkin.

    c) Friederich Ratzel (1844 1904)

    Friederich Ratzel merupakan geograf Jerman

    dengan teori Anthropogeographie-nya. Dalam teorinya

    disebutkan bahwa meskipun manusia merupakan makhluk

  • Laporan KKL II Geografi 2013 26

    yang dinamis, namun pola-pola pergerakan dan

    mobilitasnya tetap dibatasi oleh alam. Manusia sebagai

    pendukung kebudayaan berkecenderungan membentuk

    unsur-unsurnya sebagai respon dari apa yang telah

    diberikan oleh alam lingkungannya.

    Alam dalam mempengaruhi manusia dapat dilihat

    dari dua segi, yaitu:

    Secara positif

    Contoh dari pengaruh alam secara positif antara lain

    adalah manusia yang hidup di daerah yang dingin secara

    otomatis menggunakan pakaian yang tebal dan hangat agar

    bisa bertahan hidup. sebaliknya dengan yang hidup di

    daerah panas akan memakai baju yang berbahan tipis atau

    dengan bahan yang dapat menyerap keringat.

    Secara negatif

    Contoh dari pengaruh alam secara negatif adalah

    terjadinya bencana alam yang dapat menelan korban,

    seperti contoh gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan

    lainnya. Bencana alam seperti itu merupakan hal yang tidak

    bisa kita duga. Akibat dari bencana alam ini dapat

    menyebabkan kerugian bagi manusia, bahkan dapat

    menimbulkan korban jiwa.

    2. Fisis Posibilisme

    Faham ini mengatakan bahwa manusia adalah makhluk

    yang berakal. Dengan kemampuan akalnya itu manusia mampu

    merespon apa yang diberikan oleh alam. Pada faham ini juga

    disebutkan bahwa alam tidak selamanya mampu mendikte setiap

    kehidupan dan aktivitas manusia, namun alam memberikan

    berbagai alternatif (pilihan) dan manusia menanggapi setiap pilihan

  • Laporan KKL II Geografi 2013 27

    yang diberikan oleh alam tersebut. Beberapa pengikut faham ini

    adalah :

    a. EC Sample

    EC Sample awalnya merupakan pengikut dan

    pendukung faham fisis determinisme. Dia merupakan anak

    buah dan muridnya dari Ratzel. Menurut pandangannya,

    alam bukan merupakan faktor penentu, namun hanyalah

    sebagai faktor pengontriol bagi aktivitas manusia. Alam

    memberikan banyak peluang dan kemungkinan-

    kemungkinan yang direspon manusia untuk menentukan

    unsur-unsur kebudayannya. Para ahli geografi terkadang

    menyebut faham ini dengan istilah lain yaitu faham fisis

    probabilisme.

    b. Paul Vidal de la Blache (1845 1919)

    Paul Vidal de la Blache merupakan geograf dari

    Perancis. Menurutnya alam tidak lagi menentukan,

    melainkan proses produksi (genre de vie) yang dipilih

    manusia sebagai pilihan dari alternatif-alternatif yang

    diberikan oleh alam berupa tanah, iklim, dan ruang di suatu

    wilayah. Sebagai contoh bahwa aktivitas manusia di

    sekitar lingkungan pantai, menurut faham determinisme,

    dipastikan sebagai nelayan.

    Namun bagi faham posibilisme disebutkan bahwa

    bentukan pantai dapat berupa bentukan pantai yang landai,

    agak curam, dan sangat curam (cliff), berawa, dan yang

    memiliki continental shelf yang panjang. Respon mata

    pencaharian manusia terhadap bentukan lingkungan pantai

    akan beragam, misalnya menjadi nelayan, petambak udang

    atau garam, petambak rumput laut, bahkan bersawah pada

    wilayah pesisir atau muara sungai.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 28

    Kemampuan manusia dalam menanggapi alam tidak

    terlepas dari pengunaan teknologi yang digunakannya. Dengan

    kemampuan penciptaan teknologi oleh manusia, menjadikan hidup

    manusia semakin mudah dan ringan. Keberhasilan manusia dalam

    menerapan teknologi, menjadikan bahwa teknologi menjadi

    tumpuan bahkan keyakinan sebagai tumpuan untuk pememnuhan

    kebutuhan hidup.

    2.2.2 Pola Permukiman

    Pemukiman adalah suatu tempat dimana penduduk atau

    masyarakat bertempat tinggal dan melakukan kegiatan/aktivitas

    sehari hari, dimana tempat tinggal tersebut terkonsentrasi

    sehingga membentuk sebuah pola pemukiman. Sedangkan

    pengertian pola pemukiman penduduk adalah bentuk dari

    persebaran tempat tinggal atau bermukimnya penduduk yang

    dipengaruhi oleh faktor faktor geografis.

    Seperti yang telah dikatakan bahwa faktor yang

    mempengaruhi pola pemukiman penduduk adalah berupa faktor

    geografis dari pemukiman tersebut, dimana secara umum faktor

    faktor tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Sumber daya Air adalah penunjang kehidupan yang

    paling utama untuk memenuhi kebutuhan hidup

    manusia. Sehingga, orang orang pasti lebih memilih

    untuk bermukim di daerah yang terdapat banyak

    sumber daya air seperti mata air, sungai, danau dan atau

    pun laut dibandingkan daerah yang sulit sumber daya

    air.

    2. Relief adalah tinggi rendahnya bentuk permukaan bumi.

    Mengapa relief mempengaruhi pola pemukiman

    penduduk? Dikarenakan hal ini mempengaruhi

    keinginan penduduk untuk bermukim. Semakin tinggi

    suatu daerah, semakin curam lereng, dataran tinggi atau

  • Laporan KKL II Geografi 2013 29

    daerah pegunungan biasanya semakin sedikit orang -

    orang yang akan bermukim disana, dikarenakan sulit

    air, susahnya aksesibilitas baik transportasi

    dan jaringan listrik. Orang orang lebih cenderung

    tinggal di daerah dataran rendah, karena cenderung

    relatif aman, morfologinya datar dibandingkan di

    daerah yang memiliki lereng curam.

    3. Keadaan iklim Suhu udara, curah hujan, intensitas

    penyinaran matahari, kelembaban dsb di setiap daerah

    akan berbeda-beda. Bersamaan dengan faktor relief, hal

    ini juga akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah

    dan kondisi alam daerah tersebut.

    4. Keadaan ekonomi berhubungan dengan berbagai

    fasilitas, sarana dan prasarana yang tersedia,

    aksesibilitas, jaringan listrik, dsb. Sehingga, semakin

    baik keadaan ekonomi suatu daerah cenderung semakin

    banyak orang-orang yang ingin bermukim di daerah

    tersebut. Karena ini berhubungan dengan kemudahan

    dalam pemenuhan kebutuhan hidup.

    5. Kultur penduduk Menurut Ari Sudewa (2010) Pola

    permukiman penduduk sangat bergantung pada

    kemajuan dan kebutuhan penduduk itu sendiri. Jika

    penduduk itu masih tradisional, pola permukimannya

    akan cenderung terisolir dari permukiman lain.

    Permukiman di daerah tersebut hanya diperuntukkan

    bagi mereka yang masih anggota suku atau yang masih

    berhubungan darah. Contohnya adalah suku Baduy

    dalam yang terisolir dan belum dipengaruhi oleh

    budaya luar dan teguh dalam memegang tradisinya,

    berbeda dengan suku Baduy luar yang sudah mulai

    berbaur dengan masyarakat sekitar non Baduy dan

  • Laporan KKL II Geografi 2013 30

    sudah mulai mengenal teknologi seperti televisi dan

    telepon genggam.

    POLA PEMUKIMAN PENDUDUK

    Secara umum, pola pemukiman penduduk terbagi menjadi tiga,

    yakni :

    1. Pola Pemukiman Memanjang (linear)

    Pola pemukiman ini memeiliki ciri-ciri yakni deret

    memanjang mengikuti suatu jalur seperti jalan, sungai,

    rel kereta api, atau pantai.

    a. Mengikuti jalan Pola pemukiman ini memanjang

    sepanjang kanan kiri jalan. Umumnya memiliki

    morfologi datar dan atau landai, sehingga

    memudahkan pembangunan jalan.

    b. Mengikuti alur sungai Pola pemukiman ini

    memanjang sepanjang kanan kiri badan sungai.

    Umumnya orang-orang memilih tinggal disini

    karena memanfaatkan sungai sebagai alat

    pemenuhan kebutuhan mereka sehari - hari.

    c. Mengikuti rel kereta api Pada daerah ini pemukiman

    berada di sebelah kanan kiri rel kereta api.

    Umumnya pola pemukiman seperti ini banyak

    terdapat di daerah perkotaan terutama di DKI

    Jakarta, Bandung dan atau daerah padat

    penduduknya yang dilalui rel kereta api.

    d. Mengikuti sepanjang pantai Pola pemukiman ini

    terjadi dikarenakan umumya penduduk

    bermatapencaharian sebagai nelayan. Sehingga

    orientasi mereka adalah pergi melaut atau budidaya

    perikanan. Selain itu pula pariwisata yang

    berkembang di daerah pantai juga ikut

  • Laporan KKL II Geografi 2013 31

    mempengaruhi pola pemukiman sehingga banyak

    dibangunnya resort, hotel, dan lain sebagainya

    2. Pola Pemukiman Memusat

    Pada umumnya pemukiman memusat ini cenderung

    dikarenakan mencari sumber air seperti mata air, dan

    danau atau terdapat pusat pertambangan. Pemukiman

    ini biasanya mencari daerah yang landai atau datar di

    dataran tinggi atau pegunungan yang berelief curam dan

    terisolir

    3. Pola Pemukiman Menyebar

    Pola pemukiman ini umumnya juga berada di daerah

    dataran tinggi atau pengunungan, dan tersebar untuk

    mencari daerah yang tidak terjal. Tidak hanya di daerah

    dataran tinggi atau pegunungan namun di daerah kapur

    yang notabene sulit air, pasti akan mencari tempat

    dengan kondisi air yang memadai.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 32

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan Laporan

    KKL ini dengan :

    3.1.1 Observasi

    Teknik pengumpulan data secara Observasi merupakan kegiatan

    pengamatan yang dilakukan dengan melibatkan penglihatan,

    pendengaran, penciuman, perasa, dan pembau. Observasi dilakukan

    dengan cara mengamati wilayah pengamatan dengan beberapa alat

    dokumentasi.

    Metode Observasi dilakukan disemua tempat pengamatan selama

    proses KKL II ini.mulai dari Karang sambung, Nglanggrang, Parang

    Kusumo, Pantai Samas,Kali Opak dan GoaPindul. MetodeObservasi

    ini dilakukan untuk menunjang data baik kajian secara fisik maupun

    sosial

    3.1.2 Wawancara

    Pengumpulan data selanjutnya menggunakan metode wawancara

    terstruktur dan tidak terstruktur. Perbedaan antara duametodetersebut

    adalah Wawancara terstruktur dilakukan hanya membutuhkan

    jawaban yang singkat dimana data atau dokumen yang dibutuhkan

    sudah ada dan sifatnya tidak mendalam, sedangkan wawancara tidak

    terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan tujuan

    mendapatkan jawaban yang mendalam, bersifat spontan sesuai

    keadaan sekitar, dan untuk menggali isu yang sedang hangat di

    masyarakat.

    Metode Wawancara Terstruktur dilakukan di Karang Sambung.

    Sedngakan Metode Wawancara Tidak Terstruktur dilakukan di

    Nglanggrang, Kali Opak, Pantai Samas dan Goa Pindul.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 33

    3.1.3 Dokumen

    Pengumpulan data berupa dokumen merupakan pengambilandata yang

    berasal dari instansi atau secara elektronikuntuk mendukung

    penunjangan kelengkapan data yang diperlukan.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 34

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Karang Sambung, Kebumen

    4.1.1 Karang Sambung

    Daerah Karangsambung berada di Kabupaten Kebumen,

    Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Batas wilayah di sebelah utara daerah

    ini adalah dengan wilayah Banjarnegara, di timur berbatasan dengan

    wilayah Wadaslintang, di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah

    Kebumen dan di sebelah barat berbatasan dengan daerah Gombong.

    Secara geografis, daerah Karangsambung mempunyai koordinat

    73400 - 73630 LS dan 1093700 - 1094400 BT. Secara

    administratif, daerah pemetaan Gunung Paras termasuk kedalam

    Kecamatan Karangsambung dan Kecamatan Karanggayam, Kabupaten

    Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Secara fisiografis, daerah

    Karangsambung termasuk ke dalam Zona Pegunungan Serayu Selatan.

    Daerah Karangsambung memiliki elevasi 11m dpl dengan

    morfologi yang disebut sebagai amphitheatre, merupakan suatu antiklin

    raksasa yang memiliki sumbu yang menunjam (inclined anticline) ke

    arah Timur Laut yang telah mengalami erosi. Morfologi yang khas ini

    memanjang ke arah Barat mulai dari daerah Klepoh hingga Kali

    Larangan. Sayap-sayap dari antiklin raksasa tersebut membentuk

    morfologi berupa perbukitan di bagian utara (G. Paras) dan Selatan

    (G.Brujul dan Bukit Selaranda) dari daerah pemetaan. Perbukitan ini

    memiliki arah memanjang Timur-Barat. Sumbu antiklin tersebut

    mengalami proses erosi yang membentuk morfologi berupa lembah di

    daerah Karangsambung dengan adanya perbukitan-perbukitan terisolasi

    yang berupa tubuh batuan beku (intrusi) dan batu gamping

    (Jatibungkus) serta konglomerat (Pesanggrahan). Pada daerah

    pemetaan, di sebelah Barat Laut dari lembah Karangsambung, terdapat

  • Laporan KKL II Geografi 2013 35

    perbukitan kompleks (Pagerbako dan Igir Kenong) yang tersusun atas

    lithologi berupa fragmen-fragmen raksasa batuan metamorf ( filit) dan

    batu sedimen laut dalam (perselingan rijang dan gamping merah) yang

    tertanam di dalam massa dasar lempung.

    A. Karakteristik Iklim Karangsambung

    Wilayah Kabupaten Kebumen mempunyai iklim tropis dengan

    dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tercatat curah

    hujan pada tahun 2005 sebesar 3.062,00 mm, lebih tinggi daripada

    curah hujan tahun sebelumnya dan hari hujan sebesar 113 hari. Suhu

    terendah terjadi di stasiun pemantauan Wadaslintang bulan Agustus

    2005 sebesar 14,50C. Rata-rata kelembaban udara setahun 80,00% dan

    kecepatan angin 1,39 meter/detik. Stasiun pemantau Sempor suhu

    terendah 17,30C dan rata-rata kelembaban udara setahun 83,00% dan

    kecepatan angin 0,53 meter/detik.

    Iklim tropis di kawasan Karangsambung menyebabkan

    terjadinya pelapukan yang intensif. Pada musim kemarau daerah ini

    sangat panas dan banyak partikel-partikel tanah yang terurai sehinga

    ketika terjadi musim penghujan partikel-partikel tanah tersebut tererosi

    dan terendapkan di sungai Luk Ulo yang merupakan sungai utama di

    kawasan Karangsambung ini.

    Bagian utara kawasan geologi Karangsambung merupakan

    bagian dari Lajur Pegunungan Serayu Selatan. Pada umumnya daerah

    ini terdiri atas dataran rendah hingga perbukitan menggelombang dan

    perbukitan tak teratur yang mencapai ketinggian hingga 520 m. Musim

    hujan di daerah ini berlangsung dari Oktober hingga Maret, dan musim

    kemarau dari April hingga September. Masa transisi diantara kedua

    musim itu adalah pada Maret-April dan September-Oktober. Tumbuhan

    penutup atau hutan sudah agak berkurang, karena di beberapa tempat

    telah terjadi pembukaan hutan untuk berladang atau dijadikan hutan

    produksi yaitu pohon jati dan pinus.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 36

    B. Karakteristik Geologi Karangsambung

    1. Morfologi Daerah Karang Sambung

    Karangsambung terletak sekitar 20 km ke arah utara dari

    Kebumen dengan elevasi 111 mdpl. Di daerah ini terdiri dari

    beberapa gunung di antaranya yaitu Gunung Paras (510 mdpl),

    Gunung Brujul (428 mdpl), Gunung Gedog (312 mdpl), Gunung

    Sigeong, Gunung Waturanda dan masih banyak lagi.

    Van Bemmelen (1949) membagi Jawa tengah atas enam satuan,

    yaitu Satuan Gunungapi Kuarter, Dataran Aluvial Jawa Utara,

    Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng, Depresi Jawa Tengah,

    Pegunungan Serayu Selatan, dan Pegunungan Selatan. Berdasarkan

    pembagian fisiografi di atas, daerah Karangsambung termasuk ke

    dalam Zona Pegunungan Serayu Selatan.

    Topografi bagian utara dan selatan dari daerah ini didominasi

    oleh daerah perbukitan Litologi di daerah bagian utara didominasi oleh

    batuan metamorf (filit, sekis, marmer), batuan beku (basalt, diabas, dll)

    dan batuan sedimen keras (breksi, batupasir kasar, dll) sedangkan

    bagian selatan didominasi oleh batuan sedimen keras (breksi, batupasir

    kasar, dll). Di bagian timur merupakan daerah lembah dimana

    morfologi ini dihasilkan oleh litologi lunak (batulempung) di bagian

    tengah yang tererosi dan litologi kasar (breksi) di bagian utara dan

    selatan yang tahan terhadap erosi. Di bagian barat sampai ke bagian

    tengah lebih di dominasi oleh dataran karena litologi bagian ini adalah

    batulempung.

    Daerah Karangsambung merupakan bagian dari fisiografi

    Pegunungan Serayu Selatan (Bemmelen, 1949). Daerah ini

    bermorfologi perbukitan dan sebagian kecil bermorfologi pedataran.

    Enam puluh persen (60%) dari wilayah Karangsambung adalah dataran

    tinggi/perbukitan dan 40% nya adalah dataran rendah yang menyimpan

    berbagai kekayaan alam berupa batuan dan mineral/bahan tambang

    terutama di sepanjang dan sekitar sungai Luk Ulo yang secara ilmiah

  • Laporan KKL II Geografi 2013 37

    dikenal dengan zona spesifik Zona Rekaman Sejarah pembentukan

    muka bumi dan pertemuan lempeng samudra yang terjadi jutaan tahun

    yang lalu, bahkan konon rekaman terlengkap ini hanya ada 3 di dunia.

    Gambar 1.6 Fisiografi Regional Jawa Tengah (van Bemmelen,

    1949 op.cit. Hadiansyah, 2005)

    Morfologi perbukitan disusun oleh endapan melange, batuan

    beku, batuan sedimen dan endapan volkanik Kuarter, sedangkan

    morfologi pedataran disusun oleh batuan melange dan aluvium.

    Seluruh batuan penyusun yang berumur lebih tua dari Kuarter telah

    mengalami proses pensesaran yang cukup intensif terlebih lagi pada

    batuan yang berumur Kapur hingga Paleosen.

    Morfologi perbukitan dapat dibedakan menjadi dua bagian

    yang ditentukan berdasarkan bentuknya (kenampakannya), yaitu

    perbukitan memanjang dan perbukitan prismatik. Perbukitan

    memanjang umumnya disusun oleh batuan sedimen Tersier dan batuan

    volkanik Kuarter, sedangkan morfologi perbukitan prismatik

    umumnya disusun oleh batuan yang berasal dari melange tektonik dan

    batuan beku lainnya (Intrusi). Perbedaan kedua morfologi tersebut

    nampak jelas dilihat pada saat diamati dari puncak bukit Jatisamit.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 38

    Bukit Jatisamit terletak di sebelah barat Karangsambung

    (Kampus LIPI). Tubuh bukit ini merupakan bongkah batuan sedimen

    terdiri atas batulempung merah, rijang, batugamping merah dan chert

    yang seluruhnya tertanam dalam masa dasar lempung bersisik. Pada

    bagian puncak bukit inilah kita dapat melihat panorama daerah

    Karangsambung secara leluasa sehingga ada istilah khusus yang sering

    digunakan oleh para ahli geologi terhadap pengamatan morfologi di

    daerah ini yaitu dengan sebutan Amphitheatere. Istilah ini semacam

    pertunjukan dimana penonton berada di atas tribune pertunjukan.

    2. Stratigrafi Daerah Karang Sambung

    Satuan paleogen di daerah Karangsambung terdiri dari Formasi

    Karangsambung dan Formasi Totogan. Tidak selaras di bawah satuan

    Formasi Karangsambung terdiri dari batuan Pra Tersier dimana

    Sukendar (1974) memasukannya ke dalam Kompleks Melange Luk

    Ulo. Pengambilan contoh batuan dari Formasi Karangsambung

    tersebar di beberapa tempat. Formasi Karangsambung terdiri atas

    sedimen yang diendapkan oleh proses pelongsoran dimana sedimen

    turbidit dengan lensa-lensa konglomerat, batugamping dan batupasir

    dalam lempung tergeruskan di bagian bawah satuan dan sedimen

    normal berupa napal yang berselingan dengan tufa dari anggota

    Banjarsari di bagian atas satuan tersebut.

    Ketidakteraturan lapisan dengan ciri bongkah yang tercampur

    aduk dalam formasi Karangsambung ini mengindikasikan suatu

    sedimentasi yang terjadi oleh proses pelongsoran di bawah permukaan

    laut. Umur formasi Karangsambung diperkirakan Eosen. Satuan

    Oligosen di daerah Karangsambung berupa Formasi Totogan yang

    terdiri dari lempung breksi, breksi volkanik dan lempung dengan

    sisipan batugamping dan tufa napalan. Perubahan sedimen yang terjadi

    pada masa Paleogen ini memperlihatkan suatu pergeseran dari

    lingkungan laut dalam di zona penekukan ke arah cekungan di bagian

    rumpang palung-busur (Sukendar, 1974).

  • Laporan KKL II Geografi 2013 39

    Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa batuan tertua

    yang tersingkap di daerah Karangsambung adalah batuan melange

    yang berumur Kapur hingga paleosen. Berdasarkan sejarah

    pembentukannya melange tektonik akan terbentuk lebih dahulu

    dibandingkan dengan melange sedimenter (olistostrom), dengan

    demikian batuan tertua yang tersingkap di daerah Karangsambung

    adalah melange tektonik (Asikin, 1974).

    Gambar 1.7 Kolom Stratigrafi Umum Daerah Karangsambung (modifikasi

    Harsolumakso et al., 1996 dari Asikin et al., 1992 )

    Melange tektonik atau melange Luk Ulo didefinisikan oleh

    Asikin (1974), sebagai percampuran tektonik dari batuan yang

    mempunyai lingkungan berbeda, sebagai hasil dari proses subduksi

    antara Lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah Lempeng

    Benua Asia Tenggara, yang terjadi pada Kala Kapur Atas-Paleosen.

    Melange tektonik ini litologinya terdiri atas batuan metamorf, batuan

  • Laporan KKL II Geografi 2013 40

    basa dan ultra basa, batuan sedimen laut dalam (sedimen pelagic) yang

    seluruhnya mengambang di dalam masa dasar lempung hitam yang

    tergerus (Scally clay). Selanjutnya penulis ini membagi kompleks

    melange menjadi dua satuan berdasarkan sifat dominansi fragmenya,

    yaitu Satuan Seboro dan Satuan Jatisamit.

    Kedua satuan tersebut mempunyai karakteristik yang sama

    yaitu masa dasarnya merupakan lempung hitam yang tergerus (Scally

    clay). Bongkah yang berada di dalam masa dasar berupa boudin dan

    pada bidang permukaan tubuh bongkahnya juga tergerus. Beberapa

    macam dan sifat fisik komponen melange tektonik ini, antara lain

    batuan metamorf, batuan sedimen dan batuan beku.

    C. Karakteristik Geomorfologi Karangsambung

    Ada beberapa fenomena geologi yang dapat dijelaskan di

    tempat ini, yaitu:

    a) Daerah bermorfologi pedataran terletak di sekitar wilayah

    aliran Sungai Luk Ulo. Sungai ini merupakan sungai utama

    yang mengalir dari utara ke selatan mengerosi batuan melange

    tektonik, melange sedimenter, sedimen Tersier (F. Panosogan.

    F. Waturanda, F. Halang ). Di sekitar daerah Karangsambung,

    morfologi pedataran ini terletak pada inti antiklin sehingga

    tidak mengherankan apabila di daerah ini tersingkap batuan

    melange yang berumur tua, terdiri atas konglomerat, lava

    bantal, rijang, lempung merah, chert dan batugamping fusulina.

    Bongkah batuan tersebut tertanam dalam masa dasar lempung

    bersisik (Scally clay).

    b) Morfologi perbukitan disusun oleh batuan melange tektonik,

    batuan beku, batuan sedimen Tersier dan batuan volkanik

    Kuarter. Perbukitan yang disusun oleh melange tektonik dan

    intrusi batuan beku umumnya membentuk morfologi

    perbukitan dimana puncak perbukitannya terpotong-potong

    (tidak menerus/terpisah-pisah). Hal ini disebabkan karena

  • Laporan KKL II Geografi 2013 41

    masing-masing tubuh bukit tersebut (kecuali intrusi)

    merupakan suatu blok batuan yang satu sama lainnya saling

    terpisah yang tertanam dalam masa dasar lempung bersisik

    (Scally clay). Morfologi perbukitan dimana batuan

    penyusunnya terdiri atas batuan sedimen Tersier dan batuan

    volkanik Kuarter nampak bahwa puncak perbukitannya

    menerus dan relatif teratur sesuai dengan sumbu lipatannya.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

    bentuk perbukitan antara batuan melange dengan batuan

    sedimen Tersier/volkanik.

    D. Karakteristik Hidrologi Karangsambung

    Secara Administrasi DAS Lukulo Hulu ini meliputi 3 (tiga)

    kabupaten, yakni Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara, dan

    Kabupaten Wonosobo.

    Daerah Karangsambung terlintasi sebuah sungai yang besar dan

    penting di Kabupaten Kebumen, yaitu Sungai Luk Ulo. Sungai ini

    mempunyai arti penting karena merupakan salah satu sumber air

    permukaan di daerah Kebumen.

    Bagian hulu lembah Sungai Luk Ulo berbentuk relatif lurus,

    sempit dan dalam menyerupai huruf V. Semakin ke hilir terutama di

    daerah Karangsambung bentuk lembah Sungai Luk Ulo berubah relatif

    dangkal dan berkelak-kelok. Kenampakan ini seperti seekor ular

    sehingga dinamakan Luk Ulo (meliuk seperti ular), serta sering disebut

    sebagian ahli kebumian sebagai sungai meander. Untuk itu perlu

    dilakukan kajian apakah Sungai Luk Ulo khususnya yang melintasi

    Daerah Karangsambung sudah dapat dikatakan sungai meander atau

    belum.

    Dalam sejarah alirannya, sungai bagian hulu mengalami proses

    erosi vertikal lebih dominan sehingga lembahnya cukup dalam dan

    menyerupai huruf V. Semakin ke hilir erosi yang berkembang adalah

    erosi horisontal sehingga kedalaman sungai akan berkurang dan

  • Laporan KKL II Geografi 2013 42

    alirannya dapat berbelok-belok atau dikenal dengan sungai meander.

    Meander adalah kelokan yang berbentuk sinus dan menyerupai bentuk

    huruf S (Schultz, 1958). Menurut Dury (1969), sinuosity adalah rasio

    dari panjang alur terhadap jarak sumbu (L/D) dan suatu harga sinuosity

    > 1,5 digunakan sebagai batas kriteria penamaan meandering.

    DAS Luk Ulo mempunyai anak-anak sungai antara lain Kali

    Kating, Kali Sentol, Kali Kedung Bener, Kali Gebang, Kali Cacaban,

    Kali Mondo, Kali Cangkring, Kali Loning dan Kali Maetan dengan

    luas 675,53245 km2, sedangkan yang masuk wilayah Kebumen seluas

    572,84365 km2. Panjang sungai sungai sekitar 68,5 km, pola aliran

    dominan denritik di bagian atas hingga tengah, sedangkan dari tengah

    ke bawah pola aliran berbentuk paralael hingga sub paralel. Fisiografi

    bagian upperstream berupa perbukitan, pegunungan dan lembah antar

    pegunungan.

    Curah hujan di bagian upperstream berkisar antara 2500

    mm/tahun sampai 3250 mm/tahun, dan bagian downstream curah

    hujan kurang lebih 2600 mm/tahun. Daerah banjir ada di Kecamatan

    Buluspesantren dan alian bagian selatan masuk DAS Jeblok.

    Kerusakan DAS sering dipicu oleh perubahan tata guna lahan

    akibat naiknya tingkat kebutuhan hidup manusia serta lemahnya

    penegakan hukum. Penggunaan lahan merupakan bentuk intervensi

    manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya,

    baik materiil maupun spiritual. Perkembangan bentuklahan ditentukan

    oleh proses pelapukan dan perkembangan tanah, erosi, gerakan massa

    tanah, banjir, sedimentasi, abrasi marin, oleh agen iklim, gelombang

    laut, gravitasi bumi, dan biologi termasuk manusia.

    Perubahan bentuklahan berpengaruh terhadap kondisi tanah,

    tata air (hidrologi), potensi bahan tambang, potensi bencana seperti

    banjir, erosi, dan longsor lahan, vegetasi, dan kegiatan manusia dalam

    bidang pertanian, permukiman, kerekayasaan, industri, rekreasi, dan

    pertambangan. Secara garis besar, penggunaan lahan dapat

    dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu penggunaan lahan pertanian dan

  • Laporan KKL II Geografi 2013 43

    penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian

    dibedakan ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas

    penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang

    terdapat di atas lahan tersebut.

    DAS Lukulo merupakan salah satu DAS yang mempunyai

    tingkat erosi yang tinggi, hal tersebut terlihat dari sedimen-sedimen

    yang dihasilkan. Proses terkikisnya dan terangkutnya tanah oleh media

    alami yang berupa air (air hujan) memberikan sedimentasi yang tinggi

    pada sungai dan terendapkan membentuk poin bar-poin bar. Erosi ini

    dapat mempengaruhi produkti-vitas lahan yang biasanya mendominasi

    DAS bagian hulu dan dapat memberikan dampak negatif pada DAS

    bagian hilir yang berupa hasil sedimen.

    E. Karakteristik Lahan Karangsambung

    Kedalaman tanah pada DAS Luk Ulo hulu memiliki kedalaman

    profil tanah 0 30 cm, sedangkan bagian tengah memiliki kedalaman

    30 90 cm, dan pada bagian hilir rata rata memiliki kedalaman > 90

    cm. Penggunaan lahan merupakan salah satu parameter penting dalam

    mempelajari suatu wilayah. Proses input yang digunakan dalam

    pemetaan penggunaan lahan berupa bahan data primer yaitu citra/foto

    udara. Intepretasi mengenai penggunaan lahan melalui citra/foto hanya

    didapat sebatas penutup lahan saja, untuk mengetahui jenis

    penggunaan lahannya maka digunakan survey lapangan.

    Dari hasil analisis dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi

    Geografis) jenis penggunaan lahan yang ada di Kawasan Cagar Alam

    Geologi Karangsambung berjumlah 11 jenis, yaitu Air Tawar,

    Permukiman dan Gedung, Sawah Irigasi, Sawah Tadah Hujan,

    Semak/Belukar, Perkebunan, Tegalan, Rumput, Pasir Darat, dan

    Hutan.

    Luasan jenis penggunaan lahan yang paling tinggi di Kawasan

    Cagar Alam Geologi Karangsambung adalah jenis penggunaan lahan

    kebun, penggunaan lahan kebun ini memiliki luas sekitar 8.428,942

  • Laporan KKL II Geografi 2013 44

    hektar dan luasan terkecil merupakan jenis penggunaan lahan

    terbangun non-pemukiman (gedung). Penggunaan lahan kebun ini

    menandakan bahwa pada lokasi penelitian masih merupakan suatu

    daerah dengan keterbatasan akan lahan pertanian. Sawah irigasi

    mempunyai penyebaran disekitar sungai utama dengan jumlah jauh

    lebih kecil dibandingkan dengan sawah tadah hujan yang penyebaran

    sebagian besar di sekitar lembah antiklin.

    Penggunaan Lahan jenis semak/belukar memiliki luasan sekitar

    1535,887 hektar dengan sebagian besar penyebarannya di daerah

    melange (pratersier), hal ini sedikit banyak dipengaruhi oleh adanya

    lokasi yang masih berbukit-bukit dan masih banyak terdapat singkapan

    batuan (bedrock). Pemukiman mempunyai penyebaran yang merata di

    seluruh kawasan cagar akan tetapi polayang terbentuk teratur dengan

    mengikuti keberadaan dari aliran sungai, hal ini menandakan bahwa

    sebagain besar masyarakatnya masih menggunakan air sungai sebagai

    memenuhi kebutuhannya, luasan untuk jenis penggunaan lahan ini

    sekitar 1565,719 hektar. Jenis penggunaan lahan tegalan terkonsentrasi

    pada daerah dengan kemiringan lereng yang tinggi, dan sebagian besar

    berada di daerah melange dengan luasan sekitar 4959,38 hektar.

    Penggunaan lahan yang memiliki luasan lebih dari 5000 hektar

    hanya meliputi 3 jenis penggunaan lahan, yaitu kebun, tegalan, dan

    sawah tadah hujan. Ketiga jenis penggunaan lahan ini merupakan jenis

    pertanian lahan kering, sehingga sebagian besar kawasan ini masih

    kekurangan sumberdaya air. Hal ini juga terlihat keadaan umum pada

    sungai Lukulo yang merupakan sungai utama yang melintas pada

    kawasan ini mengalami fluktuasi debit sungai yang tidak menentu,

    pada musim penghujan debit sangat tinggi dan sering menimbulkan

    banjir sedangkan pada musim kemarau debit sungai sangat kecil

    bahkan anak-anak sungai sering mengalami kekeringan.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 45

    4.1.2 Formasi Batuan Karang Sambung

    Formasi batuan yang berada di karang sambung merupakan

    Formasi Melang. Beberapa macam dan sifat fisik komponen melange

    tektonik ini, antara lain batuan metamorf, batuan sedimen dan batuan

    beku. Masing-masing jenis batuan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

    Batuan metamorf, terdiri atas filit, sekis, marmer.

    a) Filit merupakan batulempung yang telah mengalami

    metamorfisma tingkat rendah. Kenampakan di lapangan

    berwarna abu-abu kehitaman, lunak, mengalami deformasi

    yang cukup kuat yang dicirikan oleh pembentukan lipatan-

    lipatan kecil (micro fold). Singkapan yang baik dijumpai di sisi

    tebing Sungai Luk Ulo di sebelah utara singkapan lava bantal.

    b) Sekis merupakan kelanjutan proses metamorfisma filit.

    Kenampakan di lapangan menunjukan sifat berlapis,

    dibeberapa tempat mengandung garnet. Berdasarkan hasil

    penanggalan radioaktif K-Ar terhadap mineral Mika, diketahui

    batuan ini mengalami metamorfisma pada 117 juta tahun yang

    lalu atau setara dengan Jaman Kapur hingga Awal Tersier

    (Ketner dkk, 1976).

    c) Marmer merupakan ubahan dari batugamping yang telah

    mengalami metamorfisma regional. Singkapan yang baik

    dijumpai di sekitar Desa yang merupakan lokasi bekas

    penambangan. Sifat fisik batuannya antara lain berwarna putih

    (dominan) dan abu-abu kemerahan yang mencerminkan adanya

    proses oksidasi, di beberapa tempat masih menampakan adanya

    bidang perlapisan, disusun oleh mineral kalsit yang sebagian

    sudah mengkristal. Adanya bidang lapisan pada tubuh batuan ii

    menunjukan bahwa asal mula batuannya berasal dari

    batugamping klastik. Tubuh batuan ini dipotong oleh sejumlah

    sesar baik minor maupun major, hal ini dicerminkan dengan

    banyaknya bidang-bidang sesar dengan berbagai macam arah

  • Laporan KKL II Geografi 2013 46

    jurus serta berbagai macam sifat pergerakannya (Dijelaskan

    lebih lanjut pada pembahasan struktur).

    Batuan sedimen, terdiri atas sedimen laut dalam,

    sedimen laut dangkal dan sedimen darat, yaitu ;

    a) Sedimen laut dalam (Sedimen Pelagik), terdiri atas lempung

    merah dan batugamping merah. Sedimen laut dalam ini

    terbentuk dibawah CCD, artinya sedimen diendapkan di bawah

    kedalaman 3000 meter dari permukaan air laut. Pada kondisi

    ini bahan kimia yang mengandung kalsit akan larut sehingga

    tidak mungkin batuannya bersifat karbonatan. Seluruh endapan

    sedimen yang terbentuk di dalam kondisi ini bersifat silikaan.

    Lokasi yang baik dari singkapan batugamping merah dan

    lempung merah ini dijumpai di daerah Watukelir, lereng bukit

    Jatisangit dan di dasar sungai Luk Ulo. Berdasarkan

    pengamatan batuan di beberapa lokasi tersebut diketahui bahwa

    kedua jenis batuan tersebut telah mengalami tektonik kompresi

    yang cukup kuat, hal ini dicerminkan dengan banyaknya

    bidang gerus (cermin sesar) yang memotong bidang lapisan

    disamping adanya cermin sesar pada batas antara bidang

    lapisan batuannya. Karakteristik litologi batugamping merah

    dan batulempung merah, yaitu :

    - Batugamping merah seluruhnya dibentuk oleh cangkang

    radiolaria, bersifat silikaan, keras dan berlapis tipis.

    - Lempung merah seluruhnya bersifat silikaan, berlapis tipis,

    keras.

    b) Sedimen laut dangkal, ditemukan di dalam kelompok batuan

    ini adalah batugamping terumbu (Sunarti, 1973, di dalam

    Handoyo 1996). Berdasarkan lokasi typenya, batugamping ini

    dinamakan sebagai Batugamping Jatibungkus (Asikin, 1974).

    Batugamping Jatibungkus terdiri atas batugamping terumbu

    (dominan), batugamping foram, batugamping klastik,

    batugamping talus dengan fragmen konglomeratan, kuarsa,

  • Laporan KKL II Geografi 2013 47

    rijang dan fragmen batuan (Sunarti, 1973, dalam Handoyo

    1996). Berdasarkan kandungan fosilnya batuan ini berumur

    Eosen Bawah-Tengah (Sunarti, 1973, dalam Handoyo 1996).

    c) Sedimen Darat, merupakan endapan sungai yang didominasi

    oleh konglomerat polimik dengan masa dasar batupasir

    berselingan dengan batupasir, batulanau dan serpih.

    Singakapan kolonglomerat antara lain dijumpai di Bukit

    Pesanggrahan, bibir sungai Loh Ulo depan Kampus LIPI dan

    dibeberapa tempat lainnya ke arah hulu sungai Loh Ulo.

    Konglomerat terdiri atas berbagai macam batuan, diantaranya

    adalah rijang, kuarsa, basalt, sekis, batuan silika lainnya, dan

    dibeberapa tempat dijumpai fosil kayu dan batubara. Lapisan

    batupasir, dijumpai sebagai sisipan dicirikan oleh butiran yang

    kasar hingga halus; struktur sedimen berupa laminasi sejajar,

    silang siur planar, gelembur gelombang, sole mark, dan jejak

    binatang. Serpih yang juga dijumpai sebagai sisipan

    mempunyai karakteristik berupa non karbonatan, mengandung

    butiran karbon dan dijumpai bioturbasi.

    Batuan beku bersifat basaltis atau lebih dikenal sebagai

    ofiolit (Ophiolites). Batuannya terdiri atas basalt, peridotit,

    serpentinit gabro dan diabas, yaitu :

    a) Basalt, merupakan batuan beku basa yang umumnya

    memperlihatkan struktur bantal (Pillow lava). Sifat fisik

    batuannya antara lain : berwarna hitam, keras, tekstur afanitik,

    secara umum tubuh batuan ini memperlihatkan struktur bantal

    dan dibeberapa tempat tubuh batuannya sudah terkoyak yang

    dicerminkan dengan adanya breksi sesar. Singkapan yang baik

    dijumpai di dinding sungai (Daerah Watukelir).

  • Laporan KKL II Geografi 2013 48

    b) Peridotit merupakan batuan beku ultra basa.

    c) Serpentinit, merupakan hasil ubahan dari peridotit, pada

    sayatan tipis namapk adanya bentuk pseudomorph piroksen dan

    olivin.

    d) Gabro, merupakan batuan beku berkomposisi basa.

    Batuan Pra-Tersier terdiri atas batuan beku basalt (ofiolit)

    yang pembentukannya berasal dari zona punggungan tengah

    samudra (Mid Oceanic Ridge), batuannya terdiri atas lava bantal,

    diabas, sekis. Batuan asal laut dangkal terdiri atas batugamping

    fusulina dan batugamping yang telah mengalami metamorfisma

    (marmer); batuan asal daratan terdiri atas konglomerat (hasil

    sedimentasi fluviatil). Batuan Tersier yang menutupi secara tidak

    selaras batuan berumur Pra-tersier, terdiri atas Formasi Totogan,

    Formasi Waturanda dan Formasi Halang. Batuan Kuarter terdiri

    atas endapan volkanik dan aluvium.

    Gambar 1.8 Jenis Batuan yang ditemukan di Karang Sambung

    Berdasarkan Jenis Batuan yang telah disampaikan di atas,

    observasi yang pertama kali dilakukan yaitu :

    a. Titik 1, Gunung Parang

  • Laporan KKL II Geografi 2013 49

    Gunung Parang merupakan sebuah Gunung yang berasal

    dari intrusi magma di sill dalam dimensi yang sangat besar dan

    memiliki tekstur batuan yang halus. Batuan yang tersingkap

    berasal dari pembekuan magma dalam silt. Sehingga, tampak

    berbentuk columner joit yang tegak lurus dengan bidang

    pendinginan sehingga Gunung Parang dilihat dari arah kekarnya

    membentuk kipas terbalik. Dimana mengalami proses

    pembekuan dan pengkerutan dengan bentuk segi 6 sempurna.

    Gambar 1.9 Gunung Parang berbentuk Sesar Kolom segi 6

    Karakteristik batuan pada Gunung Parang tersebut masuk

    dalam kategori Batuan Diabas yang memiliki warna abu-abu

    terang dengan 2 kandungan mineral (faneritik dan avanetik)

    yang berbentuk seperti jarum berwarna hitam (piroksen) dan

    mineral putih (plagioplas) tekstur mineral konsentris massif dan

    kompak.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 50

    Gambar 1.10 Detail Batu Diabas, Gunung Parang

    b. Titik 2, Kali Mandala

    Kali Mandala merupakan salah satu lokasi yang

    menampakkan singkapan dari aliran bawah laut dimana aliran ini

    berupa leleran magma atau eksflusif magma. Kali Mandala

    merupakan lereng Atas dari Gunung Parang. Meski demikian

    jenis batuannya tidak sama. Pada kali Mandala, jenis batuan yang

    tersingkap yaitu Batuan Beku Basalt Breksi Autoklasik dengan

    ciri-ciri batuan berwarna hitam kemerah-merahan dimana batuan

    yang terbreksikan yaitu jenis tuff, lafili dan breksi.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 51

    Gambar 1.11 Kali Mandala dengan Batuan Basalt dan sesar Gerus

    Pada batu basalt terbreksikan ini tampak goresan saling

    tegak lurus yang sangat banyak pada semua sisi batuan. Hal ini

    merupakan sesar gores, yang bisa digunakan untuk menentukan

    arah sesar batuan di arah Utara Selatan atau Timur Barat. Kali

    Mandala adalah Sungai dengan jenis internmitten atau sungai

    yang tidak mengalirkan airnya sepanjang tahun. Hal ini dibukti

    dengan aliran airnya yang tergenang diantara cekungan bebatuan.

    Dan hanya mengalir saat musin hujan.

    Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan sesar gerus

    di 8 titik, didapatkan hasil :

    Tabel Hasil Pengukuran Sesar Gerus Kali Mandala

    NO. TITIK DIP (o) STRIKE (

    o)

    1 Titik 1 60 197

    2 Titik 2 76 233

    3 Titik 3 88 204

  • Laporan KKL II Geografi 2013 52

    4 Titik 4 80 235

    5 Titik 5 79 190

    6 Titik 6 90 189

    7 Titik 7 81 120

    8 Titik 8 65 60

    c. Titik 3, Kali Luk Ulo

    Melange Luk Ulo didefinisikan oleh Asikin (1974) sebagai

    percampuran tektonik dari batuan yang mempunyai lingkungan

    berbeda, sebagai hasil dari proses subduksi antara Lempeng

    Indo-Australia yang menunjam di bawah Lempeng Benua Asia

    Tenggara, yang terjadi pada Kala Kapur Atas-Paleosen. Melange

    tektonik ini litologinya terdiri atas batuan metamorf, batuan basa

    dan ultra basa, batuan sedimen laut dalam (sedimen pelagic)

    yang seluruhnya mengambang di dalam masa dasar lempung

    hitam yang tergerus (Scally clay).

    Selanjutnya penulis ini membagi kompleks melange

    menjadi dua satuan berdasarkan sifat dominansi fragmenya, yaitu

    Satuan Seboro dan Satuan Jatisamit. Kedua satuan tersebut

    mempunyai karakteristik yang sama yaitu masa dasarnya

    merupakan lempung hitam yang tergerus (Scally clay). Bongkah

    yang berada di dalam masa dasar berupa boudin dan pada

    bidang permukaan tubuh bongkahnya juga tergerus. Beberapa

    macam dan sifat fisik komponen melange tektonik ini, antara lain

    batuan metamorf, batuan sedimen dan batuan beku.

    Sungai Luk Ulo merupakan sungai endapan dari hulu,

    sehingga banyak ditemukan berbagai jenis batuan di dalam

    sungai Luk Ulo. Seperti Sekis Mika yang merupakan batuan

    tertua di Pulau Jawa yang merupakan lapisan batuan dasar.

    Batuan metamorf non foliasi seperti kuarsa, Marmer, grafit, dan

    fillit. Sedangkan untuk batuan sedimen terdapat batuan sedimen

    pasir.

  • Laporan KKL II Geografi 2013 53

    Gambar 1.12 Kali Luk Ulo

    d. Titik 4, Desa Totogan

    Desa Totogan merupakan titik pengamatan area patahan dan

    pertemuan antara struktur batuan usia muda dan usia tua.

    Berdasarkan lokasi pengamatan sangat Nampak perbedaan antar

    sisi sebelah kiri dengan sisi sebelah kanan.

    Gambar 1.13 Formasi Totogan

    JENIS BATUAN HETEROGEN

    PATAHAN LUK ULO

    JENIS BATUAN HOMOGEN

  • Laporan KKL II Geografi 2013 54

    e. Titik 5, Kali Muncar, Desa Puncangan

    Berada di tepi Sungai Luk Ulo (Kaki bukit Sipako). Pada

    Lokasi ini terdapat batu rijang, termasuk batuan sedimen dengan

    tempat pengendapannya pada laut dalam. Batuan ini berselang-

    seling secara vertikal dengan batu gamping merah, yang

    merupakan batuan sedimen juga. Batu rijang ini berwarna merah

    hati, sedangkan batu gampingnya berwarna merah mudah.

    Diatas rijang merah terdapat batuan dari lava yang dikenal

    dengan lava bantal, merupakan batuan beku yang berasal dari

    lava basalt. Tidak jauh dari lokasi batuan ini, terdapat singkapan

    batu lempung bersisik yang juga merupakan batuan sedimen.

    Gambar 1.14 Batu Rijang merah selang-seling gamping merah

    (bawah) dan batu lava bantal (atas).

    Batu Lempung Bersisik

    Batuan rijang termasuk batuan sedimen. Batuan ini

    merupakan batuan sedimen laut dalam ( 4000 meter dibawah

    permukaan laut). Batuan ini sangat keras dan kompak dan

    bersifat silikaan. Mengandung kristal kuarsa yang saling

    mengikaat sehingga nampak seperti dilapisi kaca (sernivitreous)

    dan mengandung amorphous silica (opal). Batuan ini terbentuk

  • Laporan KKL II Geografi 2013 55

    oleh proses pengendapan pada dasar samudera. Batuan ini kaya

    akan fosil renik Radiolaria yang berukuran kurang lebih 1/100

    mm. Biasanya batuan ini berasosiasi dengan batugamping merah.

    Didaerah Karangsambung, fosil ini menunjukkan umur

    Kapur, yaitu sekitar 85 juta hingga 140 juta tahun yang lalu.

    Batugamping merah juga termasuk batuan sediment. Batuan ini

    termasuk kedalam batugamping klastik yang halus hasil dari

    transport oleh arus dengan energi lemah di laut dalam yang

    masih memungkinkan terbentuknya larutan karbonat. Warna

    merah merupakan hasil pengotoran mineral lain seperti minera

    hematit atau bisa juga akibat oksidasi besi. Batuan ini relatif

    keras dan biasanya berasosiasi dengan sedimen laut dalam

    seperti rijang. Batuan gamping merah dan rijang secara teori

    merupakan batuan yang hanya bisa ditemui di Dasar lautan. Dan

    batuan ini terbentuk dari proses sedimentasi dari hasil pelapukan

    batuan yang kemudian mengalami transport ke laut. Sedimentasi

    dibedakan menjadi dua, yaitu:

    a) Sedimentasi di dasar laut dangkal. Contohnya Gamping.

    b) Sedimentasi di dasar laut dalam (lebih dari 4000m).

    Contohnya Rijang (chert) Batuan dari samudra yang

    terbentuk 60-140 juta tahun yang lalu bisa ditemui