laporan dkk kel 6 2011 m1b9

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masa anak-anak merupakan masa yang rentan terhadap penyakit. Keadaan fisiologis tubuh yang masih dalam proses pertumbuhan, perkembangan serta adaptasi menyebabkan berbagai penyebab penyakit seperti infeksi bakteri dan investasi suatu parasit mudah menyerang mereka. Salah satunya dapat menyerang gastrointestinal dan persyarafan dari anak. Hal ini dapat dilihat pada kasus diare dan kejang demam. Diare merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di negara yang sedang berkembang, yang menempati urutan ke-2 dan ke-3 penyebab kematian bayi di Indonesia. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar cairan dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Kerena hilangnya banyak cairan dan elektrolit dari tubuh sehingga akan mempengaruhi keseimbangan metabolisme basal sehingga akan mempengaruhi metabolisme otak dan sebagai konsekuensinya adalah dapat menimbulkan kejang demam pada anak. 1

Upload: shindrummer

Post on 10-Aug-2015

31 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Masa anak-anak merupakan masa yang rentan terhadap penyakit. Keadaan

fisiologis tubuh yang masih dalam proses pertumbuhan, perkembangan serta

adaptasi menyebabkan berbagai penyebab penyakit seperti infeksi bakteri dan

investasi suatu parasit mudah menyerang mereka. Salah satunya dapat menyerang

gastrointestinal dan persyarafan dari anak. Hal ini dapat dilihat pada kasus diare

dan kejang demam.

Diare merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas

anak di negara yang sedang berkembang, yang menempati urutan ke-2 dan ke-3

penyebab kematian bayi di Indonesia. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah

besar cairan dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik karena

kehilangan basa. Kerena hilangnya banyak cairan dan elektrolit dari tubuh

sehingga akan mempengaruhi keseimbangan metabolisme basal sehingga akan

mempengaruhi metabolisme otak dan sebagai konsekuensinya adalah dapat

menimbulkan kejang demam pada anak.

1.2 Manfaat Modul

Manfaat dari modul ini adalah sebagai referensi untuk mengetahui

klasifikasi, etiologi, patogenesis, gejala, serta penatalaksanaan pada kasus diare

dan kejang demam pada anak.

1

Page 2: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

BAB II

ISI

2.1 Skenario

Anto Harus Opname

Anto bayi laki laki umur 8 bulan dibawa ibunya ke prakter dokter umum

dengan keluhan mencret sejak 2 hari, mencret lebih dari sepuluh kali berupa air

dengan sedikit amapas berbau busuk dan berwana seperti air cucian beras, tidak

ada darah maupun lendir. Anto muntah setiap diberi makan dan minum ,oralit

yang diberikan juga dimuntahkan, rewel dan sering menangis, kencingnya rang

dibandingkan biasanya. Badannya demam waktu mau dibawa ke dokter. Dari

pemeriksaan didapatkan ubun-ubun besar cekung, mata cowong, mukosa bibir

dan mulut kering, turgor kulit menurun, perutnya kembung, bising ususnya

meningkat. Sewaktu diperiksa tiba-tiba Anto kejang ± 10 menit, kejang seruluh

tubuh dengan mata melirik keatas, setelah kejang menangis . Dokterr menyakan

Anto segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan secepatnya.

2.2 Step 1 : Identifikasi Istilah

Mata Cowong : Mata cekung, bola mata seakan menonjol

Mencret : BAB abnormal lebih dari 3x dalam sehari, konsistensi

encer, tanpa atau dengan darah/lendir, volume lebih dari 200 ml untuk sekali

mencret

Oralit : Campuran gula dan garam untuk menggantikan cairan tubuh

dan elektrolit yang keluar selama muntah dan mencret. oralit lengkap berisi

glukosa, NaCl, KCl, NaHCO3,

Turgor : Elastisitas atau kekenyalan kulit.

Kejang : Gerakan involunter yang berkala karena adanya kelainan

intra/ekstra cranium.

2

Page 3: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Demam : Peningkatan suhu tubuh> 37°C per axial, atau > 38°C per

rectal

2.3 Step 2 : Identifikasi Masalah

1. Apakah penyebab dari semua gejala yang ada diskenario?

2. Hubungan kejang dan mencret ?

3. Pemeriksaan, diagnosis, DD ?

4. Penatalaksanaan dalam kasus ini ?

2.4 Step 3 : Brain Storming

1. penyebab semua gejala yang ada :

Mencret: virus, bakteri, parasit, malabsorbsi, gangguan sekresi, faktor

parenteral (infeksi diluar saluran pencernaan) seperti otitis media akut,

tonsilofaringitis, dll.

Warna seperti cucian beras : mungkin karena masih minum ASI, makanan

sedikit, sedangkan air yang keluar banyak

Muntah : gangguan pada saluran pencernaan atas biasanya, Jadi, dalam kasus

ini terdapat gangguan pada saluran pencernaan atas dan bawah.

Kencing jarang : cairan tubuh banyak keluar->hipovolemik->oliguria

Demam : karena infeksi

Ubun-ubun besar cekung, mata cowong, mukosa bibir dan mulut kering,

turgor kulit menurun : tanda-tanda dehidrasi.

Perut kembung : HCl meningkat sebagai kompensasi tubuh terhadap bakteri,

gas yang dihasilkan bakteri di usus.

Bising usus meningkat : motilitas usus meningkat untuk mengeluarkan isinya

Kejang : hipernatremi, glukosa tubuh kurang, padahal metabolisme tubuh

meningkat saat demam, tidak ada enzim NaK-ATPase yang mengembalikan

Na ke ekstrasel dan K ke intrasel sehingga terjadi potensial aksi terus menerus.

3

Page 4: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

2. Hubungan kejang dan mencret :

Glukosa tubuh kurang, padahal metabolisme tubuh meningkat saat demam, tidak

ada enzim NaK-ATPase yang mengembalikan Na ke ekstrasel dan K ke intrasel

sehingga terjadi potensial aksi terus menerus.

3. Pemeriksaan

pemeriksaan tinja (pH dan kadar gula) dengan kertas lakmus dan clinitest jika

diduga adanya intoleransi gula.

Analisa gas darah dan elektrolit (Na, K, Ca, P)

Pemeriksaan ureum dan kreatinin

Pemeriksaan fisik : anus lecet atau tidak

Untuk kejang dilakukan pemeriksaan kadar elektrolit serum dan untuk anak >

12 tahun dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan diagnosa banding.

DD : meningitis, epilepsi, encephalitis, disentri

Diagnosa : Diare dan kejang demam (step)

4. Penatalaksanaan :

Kejang : diazepam IV 0.3 mg/kgBB. Bila 15 menit kemudian kejang tidak

berhenti maka beri diazepam lagi dengan dosis yang sama. Bila masih tidak

berhenti beri fenobarbitol dengan dosis untuk anak < 1 bulan maka 30

mg/kgBB, >1 bulan : 50 mg/kgBB

Diare : terapi cairan dengan memperhatikan PWL (Previous water Loss),

NWL (Normal Water Loss), CWL (Concomitant Water Loss). Terapi per oral

dengan ASI, gula, garam, makanan setengah padat seperti bubur. Untuk anak

> 2 tahun dapat diberi buah-buahan.

2.5 Step 4 : Strukturisasi Konsep

4

Page 5: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

2.6 Step 5 : Merumuskan Sasaran Pembelajaran

Menjelaskan etiologi, patogenesis, diagnosis, diagnosis banding,

pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan penyakit-penyakit pada anak, yaitu:

1. Diare

2. Kejang demam

2.7 Step 6 : Belajar Mandiri

Pada tahap ini, setiap mahasiswa diberikan kesempatan untuk

mempelajari sasaran pembelajaran yang telah ditetapkan pada diskusi kelompok

kecil pertama.

2.8 Step 7 : Sintesis

5

Enteral parenteral

Jamur Virus Bakteri Parasit

Demam

Diare

Sosio-ekonomi Psikologis Sosio-budaya

Dehidrasi

Kejang

Page 6: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Learning Objective 1

Diare pada Anak

Diare adalah buang air besar yang abnormal dengan konsistensi feses

encer (dapat disertai lendir ataupun darah) dan frekuensi berulang kali dari

normalnya. Pada neonatus, diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4

kali atau volume feses lebih dari 15 g/kg BB/24 jam. Pada bayi berumur lebih dari

1 bulan dan anak bila frekuensi lebih dari 3 kali atau volume feses lebih dari 200

g/24 jam.

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan

menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidelines 2005, diare

akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih

banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.

Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya

para pakar di dunia telah mengajukan beberapa criteria mengenai batasan kronik

pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi

di Indonesia dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat

menginvestigasinya penyebab diare dengan lebih tepat.

Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang

menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari

diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang

dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).

Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare

noninfektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab kasus tersebut. Diare

organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal atau

toksikologi. Diare fungsional bila tidak ditemukan penyebab organik.

Etiologi

Penyebab diare dibagi dalam beberapa faktor yaitu :

6

Page 7: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

1. Faktor infeksi

a) Infeksi enteral yaitu infeksi pada saluran pencernaan (penyebab utama pada

anak)

Bakteri Virus Parasit

Aeromonas sp. Astrovirus Cryptosporidium

Bacillus cereus Kalisivirus Cyclospora spp.

Campylobacter jejuni Koronavirus Entamoeba histolytica

Clostridium perfringens Adenovirus

enterik

Giardia lamblia

Clostridium difficle Virus Norwalk Isospora belli

Escherichia coli

a) Escherichia coli entero invasif

b) Escherichia coli enterohemoragik

c) Escherichia coli enteropatogen

d) Escherichia coli enterotoksik

Rotavirus

(paling utama)

Strongyloides stercoralis

Pleisiomonas shigellosis Enterovirus

(virus ECHO,

poliomyelitis,

Coxsackie)

Salmonella

Shigella

Staphylococcus aureus

Vibrio cholerae

Vibro parahaemolyticus

Yersinia enterocolitica

Keterangan : : penyebab diare radang

: penyebab diare non radang

Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain selain di saluran

pencernaan. Contoh : Otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis,

7

Page 8: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

bronkopneumonia, ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak

berumur dibawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorbsi

a) Malabsorpsi karbohidrat

Intoleransi disakarida : laktosa ( paling sering), sukrosa, maltosa

Intoleransi monosakarida : glukosa, fruktosa, galaktosa

b) Malabsorpsi lemak

c) Malabsorpsi protein

3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jaranng dapat

menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.\

Klasifikasi

Berdasarkan beberapa kriteria diare pada anak dibedakan menjadi :

1. Diare akut (jangka pendek) adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

atau kurang dari 2 minggu. Diare akut ini sendiri dibagi menjadi :

a) Diare radang adalah diare yang disertai gejala radang (rubor, kalor, tumor,

dolor atau functio leasa). Diare radang ada yang disebabkan oleh zat atau patogen

yang bersifat menginfeksi (seperti invasi enteropatogen, produksi sitotoksin) dan

bersifat non infeksi (seperti alergi dan radiasi)

b) Diare nonradang adalah diare tanpa disertai gejala radang yang dapat

disebabkan oleh faktor hormonal, anatomis, obat-obatan, enterotoksin, lisis sel

permukaan usus, perlekatan atau translokasi bakteri.

c) Penyebab umum diare akut :

Bayi Anak Remaja

8

Page 9: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Gastroenteritis

Infeksi sistemik

Akibat pemakaian antibiotik

Gastroenteritis

Infeksi sistemik

Akibat pemakaian antibiotik

Keracunan makanan

Gastroenteritis

Akibat pemakaian

antibiotik

Keracunan makanan

2. Diare kronis adalah diare yang berlangsung ≥ 14 hari dan merupakan

kelanjutan dari diare akut.Diare kronis juga diketegokan menjadi dua sebagai

berikut :

a) Diare osmotik adalah diare yang terjadi akibat gangguan osmotik atau

peningkatan tekanan osmotik dari suatu bahan/ zat makanan yang tidak dapat

diserap dengan baik, lanjutan dari infeksi akut dan lain-lain. Diare osmotik ini

berhenti jika pemberian makanan dihentikan.

b) Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat gangguan sekresi cairan dan

elektrolit dari dinding usus. Diare ini bersifat menetap meskipun pemberian

makanan telah dihentikan.

Penyebab umum diare kronis :

Bayi Anak Remaja

Pasca infeksi

D defisiensi disakaridase sekunder

Intoleransi protein susu

Sindrom iritabilitas kolon

Fibrosis kistik

Penyakit seliakus

Sindrom usus pendek

Buatan

Pasca infeksi

D Defisiensi disakaridase sekunder

Penyakit seliakus

Intoleransi laktosa

Giardiasis

Intoleransi laktosa

Giardiasis

Penyakit radang usus

Penyalahgunaan laksans

(anoreksia nervosa)

o Macam Diare kronis

- Intractable diarrhoea

- Protracted diarrhoea

9

Page 10: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

- Persistent diarrhoea : diare dengan penyebab infeksi yang berlangsung > 2

minggu tanpa periode sembuh.

- Diare rekuren : diare > 2 minggu dengan periode sembuh.

• Tinja berair

• Tinja berlemak

• Tinja berdarah

• Diare bermasalah

1. Disentri berat

2. Diare dengan KEP berat

Diare dengan penyakit penyerta

Komplikasi

Akibat diare yang terjadi dapat menimbulkan beberapa komplikasi sebagai

berikut:

a) Dehidrasi adalah keadaan dimana seseorang kehilangan cairan dan elektrolit

tubuh.

Berdasarkan volume cairan yang hilang, dehidrasi dibagi menjadi :

o Dehidrasi ringan : apabila terjadi penurunan berat badan kurang dari 5%

o Dehidrasi sedang : apabila terjadi penurunan berat badan antara 5-10%

Dehidrasi berat : apabila terjadi penurunan berat badan lebih dari 10% untuk

bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh

( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi )

memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral.

Berdasarkan konsentrasi natrium yang hilang, dehidrasi dibagi menjadi :

Dehidrasi hiponatremia

Keadaan ini timbul karena hilang nya Na yang relatif lebih besar dari pada

air. Kehilangan (defisit) Na ekstraseluler dapat dihitung dengan formula berikut :

Defisit Na (mEq) = (nilai Na normal – nilai Na yang diperiksa) X total cairan

10

Page 11: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

tubuh (dalam L).

Na pada prinsipnya merupakan kation ekstraseluler, cairan tubuh

keseluruhan (total) adalah yang dipakai untuk menghitung defisit Na. Hal ini

memungkinkan bagi penggantian Na yang hilang dari cairan ekstraseluler, untuk

ekspansi cairan ekstraseluler yang terjadi pada saat penggantian dan untuk

mengganti hilangnya Na dari tempat penimbunan pertukaran Na seperti pada

tulang.

Terapi dehidrasi hiponatremi adalah sama seperti pada dehidrasi isonatremi,

kecuali pada kehilangan natrium yang berlebihan pemberian Na perlu

diperhitungkan adanya kehilangan ekstra dari ion tsb. Pemberian jumlah ekstra

dari Na yang diperlukan untuk mengganti kehilangan ekstra dapat dibagi rata

dalam beberapa hari sehingga koreksi bertahap dari hiponatremi dapat tercapai

pada saat volume telah bertambah. Kadar Na seyogyanya tidak dinaikkan secara

mendadak dengan pemberian larutan garam hipertonis kecuali bila terlihat gejala

keracunan air seperti kejang. Gejala jarang timbul kecuali bila serum Na

berkurang dibawah 120 m Eq/L dan hal ini biasanya cepat dikontrol dengan

pemberian larutan Nacl 3% pada kecepatan 1 ml/menit sampai maksimum 12

ml/kg berat badan. Larutan hipotonis perlu dihindarkan terutama pada tahap awal

pemberian cairan karena adanya resiko terjadinya hiponatremi simptomatik.

Pada tahap ini disamping mengganti defisit, keseluruhan cairan dan

elektrolit yang diberikan perlu mencakup pula penggantian kehilangan cairan

yang normal (ongoing normal losses) maupun yang abnormal (ongoing abnormal

losses) yang terjadi melalui diare ataupun muntah.

Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap berikutnya

adalah tahap rumatan yang bertujuan untuk mengganti sisa kehilangan cairan dan

elektrolit secara menyeluruh dan dimulainya pemberian K.

Kebutuhan Na dan air pada tahap ini dapat diperkirakan dengan menambah

25% pada kebutuhan rumatan normal yang diperkirakan dan dengan menambah

11

Page 12: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

kebutuhan bagi kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing abnormal

losses). Kehilangan K mungkin sama dengan kehilangan Na namun hampir

keseluruhan K yang hilang adalah berasal dari cairan ekstraseluler dan harus

diganti dengan memberikannya ke dalam ruang ekstraseluler. Apabila K diberikan

dengan kecepatan sebanding dengan pemberian Na, maka dapat dipastikan bahwa

akan terjadi hiperkalemi. Dengan demikian biasanya penggantian K dilakukan

dalam waktu 3 – 4 hari. K juga jangan diberikan apabila terdapat kenaikan K

serum atau sampai ginjal berfungsi dengan baik, dalam keadaan asidosis berat

pemberian K harus berhati-hati. Kecuali pada keadaan yang hipokalemia berat,

kadar K yang diberikan hendaknya tidak melebihi 40 m Eq/L dan kecepatan

pemberiannya tidak melebihi 3 m Eq/kg/24 jam. 

o Dehidrasi isonatremia

Pada gangguan elektrolit ini tidak saja terdapat kehilangan eksternal Na dari

cairan ekstraseluler tetapi juga Na dari cairan ekstraseluler yang masuk kedalam

cairan intraseluler sebagai kompensasi dari kehilangan K intraseluler. Dengan

demikian pemberian Na dalam jumlah yang sama dengan kehilangannya Na dari

cairan ekstraseluler akan berlebihan dan akan menghasilkan kenaikan dari Na

tubuh total dari penderita; Na intraseluler yang berlebihan kelak akan kembali ke

dalam cairan ekstraseluler apabila diberikan K, dengan akibat terjadinya ekspansi

ke ruang ekstraseluler. Untuk menghindari hal ini, hanya 2/3 dari perkiraan

hilangnya Na dan air dari cairan ekstraseluler yang perlu diganti pada 24 jam

pertama pemberian cairan.

Pada tahap ini disamping mengganti defisit, keseluruhan cairan dan

elektrolit yang diberikan perlu mencakup pula penggantian kehilangan cairan

yang normal (ongoing normal losses) maupun yang abnormal (ongoing abnormal

losses) yang terjadi melalui diare ataupun muntah.

Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap berikutnya

adalah tahap rumatan yang bertujuan untuk mengganti sisa kehilangan cairan dan

elektrolit secara menyeluruh dan dimulainya pemberian K.

12

Page 13: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Kebutuhan Na dan air pada tahap ini dapat diperkirakan dengan menambah

25% pada kebutuhan rumatan normal yang diperkirakan dan dengan menambah

kebutuhan bagi kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing abnormal

losses). Kehilangan K mungkin sama dengan kehilangan Na namun hampir

keseluruhan K yang hilang adalah berasal dari cairan ekstraseluler dan harus

diganti dengan memberikannya ke dalam ruang ekstraseluler. Apabila K diberikan

dengan kecepatan sebanding dengan pemberian Na, maka dapat dipastikan bahwa

akan terjadi hiperkalemi. Dengan demikian biasanya penggantian K dilakukan

dalam waktu 3 – 4 hari. K juga jangan diberikan apabila terdapat kenaikan K

serum atau sampai ginjal berfungsi dengan baik, dalam keadaan asidosis berat

pemberian K harus berhati-hati. Kecuali pada keadaan yang hipokalemia berat,

kadar K yang diberikan hendaknya tidak melebihi 40 m Eq/L dan kecepatan

pemberiannya tidak melebihi 3 m Eq/kg/24 jam. 

o Dehidrasi hipernatremia

Hiperosmolalitas yang berat dapat mengakibatkan kerusakan otak, dengan

perdarahan yang tersebar luas dan trombosis atau efusi subdural. Kerusakan

serebral ini dapat mengakibatkan kerusakan syaraf yang menetap. Bahkan tanpa

kerusakan tersebut yang nyata, sering pula timbul kejang pada pasien dengan

hipernatremi. Diagnosis dari kerusakan serebral sekunder karena hipernatremi di

topang dengan ditemukan kenaikan kadar protein dalam cairan serebrospinal.

Kejang sering pula timbul pada saat pemberian cairan karena kembalinya Na

serum menjadi normal. Hal ini dapat terjadi oleh kenaikan jumlah Na dalam sel

otak pada saat terjadinya dehidrasi, yang dalam gilirannya akan menimbulkan

perpindahan yang berlebihan dari air ke dalam sel otak pada saat rehidrasi

sebelum kelebihan Na sempat dikeluarkan, kejadian ini dapat dihindari dengan

melakukan koreksi hipernatremi secara pelan dalam waktu beberapa hari. Itulah

sebabnya terapi cairan perlu disesuaikan agar Na serum kembali normal tidak

melebihi 10 m Eq/24 jam.

13

Page 14: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Defisit Na pada dehidrasi hipernatremi adalah relatif kecil dan volume cairan

ekstraseluler relatif masih tetap tak berubah sehingga jumlah air dan Na yang

diberikan pada tahap ini perlu dikurangi bila dibandingkan pada dehidrasi hipo-

isonatremi. Jumlah yang sesuai adalah pemberian 60 – 75 ml/kg/24 jam dari

larutan 5% dektrosa yang mengandung kombinasi bikarbonat dan khlorida.

Jumlah dari cairan dan Na rumatan perlu dikurangi dengan sekitar 25% pada

tahap ini karena penderita dengan hipernatremi mempunyai ADH (antidiuretic

hormone) yang tinggi yang menimbulkan berkurangnya volume urin.

Penggantian dan kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing

abnormal losses) tidak memerlukan modifikasi. Apabila timbul kejang, dapat

diberikan Nacl 3% 3 – 5 ml/kg intravena atau manitol hipertonik.

Pada pengobatan dehidrasi hipertonis dengan memberikan sejumlah besar air,

dengan atau tanpa garam, sering menimbulkan ekspansi volume cairan

ekstraseluler sebelum terjadi ekskresi Cl yang nyata atau koreksi dari asidosis.

Sebagai akibatnya dapat terjadi sembab dan gagal jantung yang memerlukan

digitalisasi.

Hipokalsemia kadang terlihat pula selama pengobatan dehidrasi

hipernatremi, hal ini dapat dicegah dengan memberikan jumlah yang cukup

kalium. Tetapi sekali timbul diperlukan pemberian kalsium (0,5 ml/kg kalsium

glukonat 10%) intravena. Komplikasi lain adalah terjadinya kerusakan tubulus

ginjal dengan gejala azotemia dan berkurangnya kemampuan konsentrasi ginjal,

sehingga memerlukan modifikasi cara pemberian terapi cairan. Walaupun

dehidrasi hipernatremi dapat secara berhasil ditangani, pengelolaannya tetap sulit

dan sering terjadi kejang, meskipun cara pemberian terapi yang terencana dengan

baik.

b) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik ini terjadi akibat kehilangan NaCO3.

14

Page 15: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Diagnosis :

Melaui pemeriksaan fisik dan Laboratorium :

1. Pemeriksaan fisik :

- Peningkatan suhu tubuh

- Enek dan muntah

- Nyeri perut dan sakit kepala

- Sifat tinja dan BAB : Konsistensi lebih kearah cairan, Peningkatan volume,

Peningkatan frekuensi BAB, Bisa ditemukan adanya darah maupun lendir,

perubahan warna

- Kondisi umum bayi / anak : Mengantuk, haus, gelisah, rewel, cengeng

( tergantung tingkatan diare dan dhidrasinya )

- Nadi radialis : terjadi peningkatan ( tergantung tingkatannya )

- Pernafasan : semakin parah semakin dalam dan cepat

- Ubun-ubun besar : semakin parah akan semakin cekung

- Elastisitas kulit saat disentuh atau dicubit : semakin parah akan semakin

lambat kembali keposisi normalnya

- Tekanan darah sistolik : semakin parah kan semakin rendah

- Pengeluaran urin : semakin parah akan semakin sedikit bahkan tidak ada

- Selaput lendir dan mata : semakin parah akan semakin kering

Mata : semkin parah akan semakin cekung

Diagnosis Defrensiasi :

- Maldigesti

- Defisiensi Enzim disakaridase selektif

- Cacat pada absobsi enterosit

- Ingesti sorbitol berlebihan

- Infeksi usus

- Radang mukosa colon

- Obstruksi pembulih limfe usus

- Kelainan dan variasi motilitas usus

- Diare akibat obat

15

Page 16: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

- Karena pengaruh hormon

Pemeriksaan lab.

- Pemeriksaan tinja : Makroskopis dan mikroskopis, PH dan kadar gula dalam

tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi

gula, bila perlu dilakukan uji biakan dan uji resistensi

- Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan

menentukan PH dan cadangan alkali atau pemeriksaan AGD

- Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk menentukan fungsi faal ginjal

- Pemeriksaan kadar elektrolit terutama : natrium, kalium, kalsium, dan fosfor

- Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau

parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama pada penderita diare kronik.

Penatalaksanaan :

-Anamnesa

-Pemeriksaan fisik dan LAB.

-Pengobatan diare :

- Pemberian cairan

- Dietetik

- Obat-obatan

1. Pemberian cairan :

- Jenis cairan :

a. Cairan rehidrasi oral : Formula lengkap mengandung : NaCl, NaHCO3, KCl,

dan glukosa, dan Formulasederhana : hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau

Karbohidrat lain : larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras

garam, dll

b. Cairan Parenteral : DG aa, RL g, RL, 3 @, DG 1 : 2, RLg 1 : 2, Cairan 4 : 1

Jalan Pemberian cairan :

c. Peroral untuk dehidrasi ringan , sedang, dan tanpa dehidrasi, dan bila anak

mau minum serta kesadaran baik

16

Page 17: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

d. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak

tak mau minum, atau kesadaran menurun

e. Intravena untuk dehidrasi berat

- Jumlah cairan :

a. Dehidrasi pada anak dibawah 2 tahun : ringan jumlahnya 175, sedang

jumlahnya 200, berat 250

b. Dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun : ringan jumlahnya 135, sedang

jumlahnya 155, berat 185

c. Menurut berat badan penderita dan umurnya :berat ....-3 kg dengan umur

hingga 1 bulan jumlah cairannya 300, berat 3-10 kg dengan umur 1 bulan -2

tahun jumlah cairannya 250, berat 10-15 kg dengan umur 2-5 tahun jumlah

cairannya 205, berat 15-25 kg dengan umur 5-10 tahun jumlah cairannya : 170

- Jadwal / kecepatan pemberian cairan :

a. Belum ada dehidrasi : oral sebnayak anak mau minum atau 1 gelas setiap

kalu buang air besar dan juga parenteral dibagi rata dalm 24 jam

b. Dehidrasi ringan : 1 jam pertama : 25-50 ml / kgbb peroral atau intragastrik

selanjutnya : 125 ml / kgbb/ hari

c. Dehidrasi berat :

1. Untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3- 10 kg : 1 jam pertama

berikan 40 ml / kgbb/jam, 7 jam kemudian berikan12 ml/ kgbb/jam, 16 jam

berikutnya berikan 125 ml / kgbb oralit peroral / intragastrik

2. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg : 1 jam pertama

berikan 30 ml/ kgbb/jam, 7 jam kemudian berikan 10ml/kgbb/jam, 16 jam

berikutnya berikan 125 ml/kgbb oralit peroral atau intragastrik

3. Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg : 1 jam

pertama berikan 20 ml/kgbb/ menit, 7 jam beikutnya berikan 10ml/kgbb/jam, 16

jam berikutnya berikan 105 ml/kgbb oralit peroral

4. Untuk neonatus dengan berat badan 2-3 kg : kebutuhan cairan 250

ml/kgbb/24 jam, jenis cairan : cairan 4: 1, kecepatan : 4 jam pertama berikan 25

ml/kgbb/menit, 20 jam berikutnya berikan : 150 ml/ kgbb/20 jam

17

Page 18: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

5. Untuk bayi BBLR dengan berat badan kurang dari 2 kg : kebutuhan cairan

250 ml/ kgbb/ 24 jam, jenis cairan 4:1, kecepatannya : 4 jam pertama berikan 25

ml/kgbb/jam, 20 jam berikutnya berikan 150 ml/kgbb/20 jam

2. Pengobatan dietetik :

- Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan

kurang dari 7 kg jenis makanannya : Susu dengan laktosa rendah dan asam lemak

tak jenuh, makanan setengah padat atau makanan padat bila anak tidak mau

minum susu, susu khusus yang tidak mengandung laktosa atau mengandung asal

lemak tak jenuh, caranya :

a. Hari 1 : setelah rehidrasi segera diberikan makan peroral dan bila diberi ASI

atau susu formula diare menjadi lebih sering sebaiknya diberikan tambahan oralit

atau air tawar selang-seling dengan ASI

b. Hari 2-4 : ASI / susu formula rendah laktosa penuh

c. Hari 5 : Dipulangkan dengan ASI / susuformula sesuai dengan kelainan yang

ditemukan

- Untuk anak diatas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg jenis

makanannya adalah makan padat atau makanan cair / susu sesuai kebiasaan maka

dirumah, caranya :

a. Hari 1 : setelah rehidrasi segera diberikan makanan seperti biah pisang,

biskuit dan breda, dan ASI diteruskan dan ditambah dengan oralit

b. Hari 2 : breda, biskuit, ASI, buah

c. Hari 3 : Nasi tim, buah, biskuit, ASI

d. Hari 4 : Makan biasa dengan ekstrak kalori

e. Hari 5 : Dipulangakan dengan nasihat makanan seperti hari 4

2. Obat-obatan, prinsipnya pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang

hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung

elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain, sbb :

a. Obat anti sekresi : Asetosal dengan dosis 25 mg / tahun dengan dosis

minimum 30 mg, kloropromazin dengan dosis 0,5 – 1 mg / kgbb/hari

18

Page 19: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

b. Obat anti spasmolitik : umumnya obat papaverine, ekstrak beladona, opium,

loperamid, dan sebaginya tidak duperlukan untuk mengatasi diare akut

c. Obat pengeras tinja : kaolin, pektin, charcoal, tabonal

d. Antibiotika : Tidak digunakan untuk mengobati diare akut kecuali dengan

penyebab yang jelas

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan tinjaPemeriksaan darah : DPL, kadar feritin. Sl-IBC. kadar vitamin B12 darah, kadar asam folat darah, albumin serum, eosinofll darah, serologi amuba (IDT), widal.Pemeriksaan imunodefisiensi (CD4, CDS), feses lengkap dan darah samar.Pemeriksaan anatomi usus : Barium enema, colon in loop (didahului BNO). Kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi, barium follow through atau enteroclysis, ERCP, USG abdomen, CT Scan abdomenFungsi usus dan pankreas : tes fungsi ileum dan yeyunum, tes fungsi pankreas, tes Schilling. CE A dan Ca 19-9

Penatalaksanaan

Dasar pengobatan diare adalah :

1. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumat)

2. Dietetik (pemberian makanan)

3. Obat-obatan

I. Pemberian cairan

Jenis cairan :

1. Cairan rehidrasi oral (oral rehidration salts)

Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan glukosa. Kadar

natrium 90 mEq/l untuk kolera dan diare akut pada anak di atas 6 bulan

dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan

dehidrasi).

19

Page 20: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Kadar natrium 50-60 mEq/l untuk diare akut non-kolera pada anak di bawah 6

bulan dengan dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap

sering disebut oralit.

Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau

karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan

tepung beras garam dan sebagainya untuk pengobatan di rumah pada semua

anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada

dehidrasi ringan.

2. Cairan parenteral

DG aa (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)

RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%)

RL (Ringer laktat)

3 @ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na-laktat 1/6

mol/l)

DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%)

RL g 1 : 3 (1 bagian Ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%)

Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1,5% atau 4 bagian

glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%)

Jalan pemberian cairan :

1. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau

minum serta kesadaran baik.

2. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi, tetapi anak

tidak mau minum, atau kesadaran menurun.

3. Intravena untuk dehidrasi berat.

II. Pengobatan dietetik

1. Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan

kurang dari 7 kg.

Jenis makanan :

20

Page 21: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam

lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron)

Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak

tidak mau minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat.

Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan

asam lemak berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang

ditemukan.

2. Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg.

Jenis makanan :

Makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di

rumah.

III. Obat-obatan

Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja

dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan

glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya).

1. Obat anti sekresi

Asetosal

Klorpromazin

2. Obat anti spasmolitik

Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine, ekstrak beladona,

opium, loperamid dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare

akut.

3. Obat pengeras tinja

Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal dan sebagainya

tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare.

4. Antibiotika

Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut,

kecuali bila penyebabnya jelas seperti :

Kolera, diberikan tetrasiklin

21

Page 22: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Campylobacter, diberikan eritromisin

Antibiotika lain dapat pula diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti

misalnya :

Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain

Infeksi sedang (bronkitis), diberikan penisilin prokain atau ampisilin

Infeksi berat (bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan

kloramfenikol atau ampisilin ditambah gentamisin atau derivat sefalosforin.

Learning Objective 2

Kejang Demam pada Anak

Etiologi

Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum

diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah

demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

2. Gangguan metabolik

3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media,

bronchitis.

4. Keracunan obat

5. Faktor herediter

6. Idiopatik

Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak perlu

diperlukan energy yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme

otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat prose situ adlah oksidasi dengan

perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalu system

kardiovaskuler.

22

Page 23: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energy otak adalah

glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi

oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan

luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium

(Na+) dan elaktrolit lainnya., kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+

dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron

terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion dalam

dan diluar sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini

diperlukan energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada

oermukaan sel.

Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :

1. perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

2. rangsangan yang datangnya mendadakmisalnya mekanis, kimiawi, atau aliran

listerik dari sekitarnya.

3. perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme baal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangaan dari membrane sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

melalui membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas

muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun

sel membrane sel tetanggganya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmitter dan terjadilah kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan

suhu tertentu . pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi

pada suhu 38o sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi

23

Page 24: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

bila suhu mencapai 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa

berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang

yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada

tingkat suhu berapa pasien menderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya

dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih

dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan

energy untuk kontraksi oto skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,

asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobic, hipotensi arterial disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang

disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah factor penyebab

hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.

Factor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia

sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat

serangan kejan yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudan hari

sehingga terjadi serangan epilepsy yang spontan. Karena itu kejang demam yang

berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi

epilepsy.

Diagnosa

1. Anamnesa :

Panas mulai kapan ?

Kejang : kapan, lama, pola, keadaan sebelum/sesudah kejang

Apakah pernah kejang sebelumnya, lama, frekwensi dalam 1 tahun

Apakah selalu demam bila kejang

Riwayat kelahiran dan persalinan

2. Pemeriksaan fisik

Periksa suhu, nadi, respirasi

24

Page 25: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Apa ada tanda-tanda infeksi

Dehidrasi,

Ubun-ubun

Kesadaran

Reflex

Parese / Paralyse

3. Pemeriksaan Penunjang

DL, Glukosa, Elektrolit, urium (KP)

Lumbal Pungsi

o Warna : keruh atau jernih

o konsistensi : kental , cair

o PMN/MN

o Glukosa

o Protein

Transiluminasi

Funduscopy

Foto Tengkorak, EEG

Manifestasi Klinik

Menurut Livingstone( 1954, 1963) kejang dibagi menjadi 2 :

1. Kejang demam sederhana :

• Umur : 6 bln – 4 Thn

• Lama kejang : < 15 menit

• Sifat umum

• 16 jam pertama timbulnya demam

• Tidak ada kelainan neurologi

• Frekuensi 4 kali dalam 1 tahun

• EEG normal

2. Kejang demam kompleks

Lama kejang > 15 menit

Kejang parsial atau kejang satu sisi tubuh

25

Page 26: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Kejang umum disertai kejang parsial

Kejang berulang > 1 kali dalam 24 jam

Selain itu, gejala timbulnya kejang demam adalah :

1. anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh

yang terjadi secara tiba-tiba),

2. kejang tonik-klonik atau grand mal,

3. pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi

pada anak-anak yang mengalami kejang demam).

4. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya

berlangsung selama 10-20 detik),

5. gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya

berlangsung selama 1-2 menit),

6. lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,

7. inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),

gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.

Diagnosis banding

Menghadapi soerang anak yang menderita demam kejang, harus

dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf

pusat (otak). Kelainan didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis,

ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk

menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis otak.

Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang

demam sederhana atau epilepsy yang di provokasi oleh demam.

Pemeriksaan Penunjang

1. Glukosa puasa.2. Kalsium.3. Magnesium.

26

Page 27: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

4. Elektrolit Serum.5. Lumbal Pungsi.6. CT scan, untuk melihat apakah ada lesi pada otak.7. Pemeriksaan fisik: ada atau tidaknya hiperventilasi, penutupan mata, stimulasi

cahaya.8. EEG, namun EEG ini tidak begitu efektif karena tidak bisa membedakan

antara kejang demam dan epelepsi.

Penatalaksanaan

1. Tangani kejangnya:a. Tempatkan/baringkan pada posisi aman dan nyaman, beralaskan

empuk/nyaman, lindungi kepala dengan bantal.b. beri spatel yang dililit kain lalu taruh pada mulut pasien.c. beri oksigen.d. bersihkan/ bebaskan jalan nafas dari penghalang jalan nafas.e. longgarkan pakaian pasiean.f. terus perhatikan ABCnya.g. beri pentobarbital untuk dosis awal, jika masih tidak mempan baru berikan

diazepam 0,3 mg/kg BB/8 jam.2. Cari penyebab demam dan tangani penyebabnya.3. Beri antipiretik.4. Tenangkan orang tua pasien.5. Jika sudah tertangani maka berikan edukasi pada orang tua, untuk memberikan

antikovulsan & antipiretik jika suatu hari kejangnya kembali.

Prognosis

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak

perlu menyebabkan kematian. Angka kejadian epilepsy berbeda-beda tergantung

dari cara penelitiannya.

Resiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam

tergantung dari factor :

1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf seeblum anak menderita

keajng demam

3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

27

Page 28: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka kemudian hari

akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya

terdapat 1 atau tidak sama sekali factor tersebut diatas, serangan kejang tanpa

demam hanya 2%-3% saja.

Hemiparesis biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama

(berlangsung lebih dari 30 menit) baik bersifat umum atau local. Kelumpuhannya

sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula mula kelumpuhan bersifat flaksid,

tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.

Dari suatu penelitian terhadap 431 pasien dengan kejang demam sederhana, tidak

terdpat kelainan pada IQ, tetapi pada pasien dengan kejang demam yang

sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelianan neurologis akan

didapat IQ yang lebih rendah disbanding dengan saudaranya. Jika kejang demam

diikuti dengan terulangnya kejang demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali

lebih besar.

BAB III

PENUTUP

28

Page 29: Laporan DKK Kel 6 2011 M1B9

A. Kesimpulan

Diare merupakan suatu pengeluaran tinja dalam keadaan tidak normal atau

cair dan memiliki frekuensi lebih dari 4 kali pada neonatus dan pada bayi yang

berumur lebih 1 bulan maka frekuensinya 3 kali.

Diare dibedakan menjadi diare akut dan kronis yang bergantung dari

penyebabnya. Penyebab diare ada berbagai macam yakni karena factor infeksi,

factor malabsorbsi, factor makanan, factor psikologis, gangguan osmotic,

gangguan sekresi dan gangguan motilitas usus.

Dengan adanya diare tersebut yang di derita maka komplikasi selanjtnya dapat

menyebabkan dehidrasi, gangguan gizi, gangguan sirkulasi darah, asidosis

metabolic bahkan sampai kematian akibat keparahan dari diare tersebut.

Penanganan diare ada berbagai macam tergantung tingkat dehidrasinya dan

penanganannya dapat melewati penanganan pemberian cairan, makanan

tambahan, obat – obatan, dll.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada

anak 6 bulan – 4 tahun. Penyebab dari kejang juga bermacam – macam dan

bisa merupakan proses berlanjut dari suatu demam yang diderita anak

tersebut.

Penanganan pada kejang demam tersebut diberikan bergantung dari jenis atau

golongan kejang demam menurut Livingston.

B. Saran

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari

segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami

mengharapkan kritik dan saran anda agar kami dapat menyempurnakan makalah

dan ilmu kami.

29