laporan case study
TRANSCRIPT
LAPORAN CASE STUDY“PENYAKIT POLIO DI ABABO”
Tutor : dr. Yudhi Wibowo
Disusun oleh :
KELOMPOK 5
1. MEGA G1A009006
2. DIKODEMUS GINTING G1A009019
3. PRASASTIE GITA W. G1A009023
4. AYU ASTRINI N PS G1A009037
5. BUNGA WIHARNING S. P. G1A009060
6. ALFIAN TAGAR A P G1A009064
7. ZAHRA IBADINA SILMI G1A009082
8. DHYAKSA CAHYA P G1A009088
9. ALIFAH NURMALA SARI G1A009099
10. RENDHA FATIMA RYSTA G1A009123
11. HAFIDH RIZA PERDANA G1A009127
BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIRONMENTAL MEDICINE IIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Polio yang disebut dengan poliomyelitis merupakan suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus yang dapat mengahancurkan hampir
seluruh kesehatan komunitas yang ada di dunia. Polio ini terutama dapat
mempengaruhi anak muda. Virus tersebut dapat menular melalui makanan
dan air yang terkontaminasi, dan berkembangbiak dalam usus dan Virus polio
ini dapat melumpuhkan bahkan membunuh. Sifatnya sangat menular dan
selalu menyerang anak balita.. Sebenarnya penyakit polio sudah lama
menjangkiti manusia sejak zaman kuno, wabah yang paling luas terjadi pada
saat tahun 1900, pada tahun tersebut vaksinasi belum diciptakan. Jonas Salk
adalah orang yang membuat vaksinasi dan imunisasi polio baru di kenal oleh
masyarakat luas pada tahun 1955 dan pada saat dua puluh tahun silam, polio
melumpuhkan 1.000 anak tiap harinya di seluruh penjuru dunia.
Pada awal tahun 1990an, WHO mencanangkan program eradikasi polio di
dunia pada tahun 2000. Likura, sebuah negara fiktif dibagian Selatan Afrika,
dipertimbangkan sebagai salah satu negara yang dipilih untuk menguji
efektivitas strategi eradikasi polio oleh WHO. Sayangnya, sedikit sekali
informasi yang diketahui tentang polio di Likura.
Kabupaten Ababo yang merupakan salah satu daerah yang relatif
miskindi Likura hanya memiliki sebuah rumah sakit dan beberapa Puskesmas.
Kabupaten Ababo telah berusaha untuk melakukan surveilans kasus dan
kematian polio selama 5 tahun terakhir. Rumah sakit, Puskesmas dan semua
petugas kesehatan diminta melaporkan setiap kasus polio yang ditemui kepada
Kepala Dinas Kesehatan Ababo.
B. TUJUAN
a. Umum
Menjelaskan mengenai konsep surveillance yang
diaplikasikan dalam kasus wabah polio di Ababo, Afrika
Selatan.
b. Khusus
1. Menjelaskan mengenai prevalensi dan insidensi dalam
surveillance.
2. Menjelaskan komponen-komponen penting dalam
surveillance
3. Menjelaskan bagaimana cara menghitung angka
insidensi, prevalensi, kematian, dan fatalitas penyakit
4. Menjelaskan bagimana cara membuat laporan kasus
yang benar.
C. MANFAAT
1. Mahasiswa dapat memahami konsep surveillance beserta
komponen-komponen di dalamnya.
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan pemahamannya
mengenai konsep surveillance untuk kepentingan
masyarakat luas
BAB II
PEMBAHASAN
PENYAKIT POLIO DI ABABO
BAGIAN 1
Pada awal tahun 1990an, WHO mencanangkan program eradikasi polio di dunia pada
tahun 2000. Likura, sebuah negara fiktif dibagian Selatan Afrika, dipertimbangkan
sebagai salah satu negara yang dipilih untuk menguji efektivitas strategi eradikasi
polio oleh WHO. Sayangnya, sedikit sekali informasi yang diketahui tentang polio di
Likura. Menteri Kesehatan kemudian menugaskan seorang karyawan Departemen
Kesehatan yang baru pulang setelah mengikuti kursus epidemiology di Amerika dan
sedang dicalonkan sebagai Kepala Dinas Kesehatan di Kabupaten Ababo untuk
melakukan analisis keadaan polio di Kabupaten Ababo.
Kabupaten Ababo merupakan daerah yang relative miskin, memiliki sebuah rumah
sakit dan beberapa Puskesmas. Kabupaten Ababo telah berusaha untuk melakukan
surveilans kasus dan kematian polio selama 5 tahun terakhir. Rumah sakit, Puskesmas
dan semua petugas kesehatan diminta melaporkan setiap kasus polio yang ditemui
kepada Kepala Dinas Kesehatan Ababo.
Pertanyaan 1. Apakah yang dimaksud dengan insidensi ?
Jawab : insidensi adalah laju dengan beberapa kejadian terjadi (Jumlah kasus baru
suatu penyakit spesifik yang terjadi selama 1 masa tertentu pada populasi
yang mempunyai resiko)
Rumus angka insidensi adalah jumlah kejadian dalam waktu tertentu dibagi
penduduk yang mempunyai risiko (population at risk) terhadap kejadian
tersebut dalam kurun waktu tertentu dikalikan dengan konstanta “k”.
p = (d/n) x k
p = estimasi angka insidensi k = konstanta
d = jumlah kasus baru
n = jumlah individu yang awalnya tidak sakit
Salah satu penilaian situasi polio dalam komunitas adalah menghitung prevalensi
kelumpuhan pada anak-anak, karena kelumpuhan merupakan sequel polio yang
paling umum dijumpai.
Pertanyaan 2. Apakah yang dimaksud dengan prevalensi?
Jawab : Prevalensi merupakan jumlah kasus penyakit yang terjadi dalam populasi
pada waktu tertentu, pada suatu titik tertentu / selama periode waktu.
Prevalensi menunjukkan perkiraan kemungkinan seseorang menjadi sakit
pada satu saat tertentu. Prevalensi ada 2, yaitu point prevalence dan periode
prevalence. Rumusnya :
Point jumlah semua kasus yang dicatat (pada saat tertentu)
jumlah penduduk
periode jumlah semua kasus yang dicatat (selama satu periode)
jumlah penduduk
Pertanyaan 3.
a. Data apa yang harus digunakan ( atau anda cari) untuk menentukan insidensi
polio pada populasi ?
Jawab : Data yang harus dicari/digunakan untuk menentukan insidensi polio
pada populasi:
Data tentang jumlah penderita baru.
Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru
(Population at Risk).
Insidensi dibagi menjadi 2:
Incidence Rate:
Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
jangka waktu tertentu (umumnya 1 tahun) dibandingkan dengan
jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut
pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan.
Attack Rate:
Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
saat dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin
terkena penyakit tersebut pada saat yang sama.
Rumus:
incidencerate= jumlah penderitabarupopulationat risk
( pertengahan tahun)
x k (100% ,1000 % ,100.000 , dsb)
attack rate= jumlah penderita barudalam satu saatpopulation at risk pada saat yang sama
× constanta
b. Data apa yang harus digunakan (atau didapatkan) untuk menentukan
prevalensi sequel polio (kelumpuhan) pada populasi?
Jawab : jumlah populasi anak di ababo, jumlah orang yang sakit polio pada 1
periode dan jumlah orang yang sakit pada suatu waktu tertentu
Pertanyaan 4. Apa sajakah elemen pokok yang harus dimasukkan dalam definisi
surveilans?
Jawab : Public health surveilence adalah kegiatan yang berlangsung terus
menerus,pengumpulan data secara sistematis, analisis, interpretasi, dan
penyebaran data kesehatan yang berhubungan dengan tindakan dalam
kesehatan masyarakat untuk menurunkan morbiditas ( kesakitan) dan
mortalitas ( kematian) serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Komponen pokok :
1. Berkesinambungan (Ongoing)
2. Sistematik
3. Pengumpulan (collection)
4. Pengolahan
5. Analisis
6. Interpretasi
7. Diseminasi=penyebaran
8. Penerapan ( link to action)
Pertanyaan 5. Apakah perbedaan antara sistem surveilans pasif dan aktif ?
Jawab : Pada surveillans pasif, informasi diperoleh dari penyedia layanan kesehatan,
rumah sakit, laboratorium, dan lain-lain, yang mengirim data atau laporan
kepada departemen kesehatan berdasarkan seperangkat aturan dan undang-
undang. Sedangkan pada surveillans aktif, informasi diperoleh dengan cara
menghubungi staf departemen kesehatan atau dengan mengunjungi langsung
penyedia layanan kesehatan secara rutin, misalnya mingguan atau bulanan,
untuk mengumpulkan laporan kasus-kasus yang terjadi. Dalam kasus di atas,
Ababo termasuk memiliki sistem surveillans pasif.
BAGIAN 2
Untuk mengetahui karakteristik insidensi polio selama 5 tahun terakhir, Dinas
Kesehatan membuat tabel catatan yang didapat dari surveilans rutin dalam 5 tahun
terakhir. Di Ababo, definisi operasional kasus dalam surveilans untuk polio adalan
onset akut flaccid paraysis dan demam. Data tabulasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Sensus paling akhir dilakukan pada tahun 1986, ketika penduduk kabupaten Ababo
berjumlah 360.000 orang. Diasumsikan pertumbuhan populasi Kabupaten Ababo
adalah konstan pada angka 3,8% pertahun.
Tahun Jumlah
Kasus
Baru
Jumlah
Ke-
matian
Populasi
Tengah
Tahun
Incidence
rate (per
100000)
Mortality
rate
(per
Case
Fatality Rate
(%)
100000)
1986 54 5
1987 56 7
1988 50 6
1989 66 8
1990 74 10
Pertanyaan 6.
a. Apakah yang dimaksud dengan case fatality rate (CFR) ?
Jawab : Case Fatality Rate merupakan perbandingan antara jumlah kematian
yang disebabkan oleh penyakit tertentu dengan jumlah kasus
penyakit tertentu. CFR digunakan untuk menganalisis tingkat
keparahan suatu penyakit tertentu (mengetahui penyakit-penyakit
dengan tingkat kematian tinggi) dalam suatu populasi tertentu dan
biasanya dinyatakan sebagai prosentase dari total jumlah kasus yang
dilaporkan dari suatu penyakit tertentu.
jumla hkematiankarena kasus penyakit tertentujumla h kasus penyakit tertentu
×100 %
b. Lengkapilah Tabel 1 dengan menghitung perkiraan jumlah populasi, angka
incidence rate polio, mortality rate, dan CFR dari tahun 1986-1990!
Tahun Jumlah
Kasus
Baru
Juml
ah
Kem
atian
Populasi
Tengah
Tahun
Incidence
Rate Per
100.000
Mortality
Rate Per
100.000
Case-fatality
rate (%)
1986 54 5 360.000 15 1,39 9,26 %
1987 56 7 373.680 14,99 1,87 12,5 %
1988 50 6 387.880 12,89 1,55 12 %
1989 68 8 402.619 16,89 1,99 11,76 %
1990 74 10 417.919 17,71 2,39 13,51 %
I. Diketahui pertumbuhan penduduk di Distrik Ababo 3,8 % per tahun,
estimasi jumlah populasi dalam pertengahan tahun:
Populasi tahun 1986 = 360.000 jiwa
Populasi tahun 1987 = 360.000 + (3,8% x 360.000) = 373.680 jiwa
Populasi tahun 1988 = 373.680 + (3,8% x 373.680) = 387.880 jiwa
Populasi tahun 1989 = 387.880 + (3,8% x 387.880) = 402.619 jiwa
Populasi tahun 1990 = 402.619 + (3,8% x 402.619) = 417.919 jiwa
II. Perhitungan incidence rate
Angka insidensi tahun 1986 = 54 / 360.000 x 100.000 = 15
Angka insidensi tahun 1987 = 56 / 373.680 x 100.000 = 14,99
Angka insidensi tahun 1988 = 50 / 387.880 x 100.000 = 12,89
Angka insidensi tahun 1989 = 68 / 402.619 x 100.000 = 16,89
Angka insidensi tahun 1990 = 74 / 417.919 x 100.000 = 17,71
III. Perhitungan mortality rate
Angka kematian tahun 1986 = 5 / 360.000 x 100.000 = 1,39
Angka kematian tahun 1987 = 7 / 373.680 x 100.000 = 1,87
Angka kematian tahun 1988 = 6 / 387.879,8 x 100.000 = 1,55
Angka kematian tahun 1989 = 8 / 402.619,3 x 100.000 = 1,99
Angka kematian tahun 1990 = 10 / 417.918,8 x 100.000 = 2,39
IV. Perhitungan case-fatality rate (CFR)
Populasi tahun (1986 + a) = Populasi pertengahan tahun + (3,8% x populasi pertengahan tahun)
Incidence rate = (kasus baru/ populasi pada pertengahan tahun) x 100.000
Mortality rate = (Jumlah kematian/ populasi pertengahan tahun) x 100.000
CFR = (jumlah kematian karena kasus/jumlah kasus) x 100%
CFR tahun 1986 = 5 / 54 x 100% = 9,26 %
CFR tahun 1987 = 7 / 56 x 100% = 12,5 %
CFR tahun 1988 = 6 / 50 x 100% = 12 %
CFR tahun 1989 = 8 / 68 x 100% = 11,76 %
CFR tahun 1990 = 10 / 74 x 100% = 13,51 %
Pertanyaan 7. Bagaimana interpretasi Anda terhadap data-data incidence rate,
mortality rate, dan CFR ?
Kepala Dinas Kesehatan Ababo menemukan bahwa jumlah kasus polio yang
dilaporkan terlihat rendah. Beliau mencurigai bahwa sensitivitas mungkin merupakan
salah satu kelemahan system surveilans di wilayahnya.
Pertanyaan 8.
a. Apakah definisi sensitivitas ? Apabila sensitivitas system surveilans tersebut
memang rendah? Apakah rata-rata pada Tabel 1 masih dapat dipakai untuk
menggambarkan trend penyakit polio di Ababo?
Jawab : Sensitifitas : 1. Probabilitas hasil test akan (+) bila penyakit benar-benar ada
2. Suatu kemampuan dari tes secara benar untk menempatkan
mereka yang betul-betul menderita pada kelompok penderita
Sensitivitas dan spesivisitas pada definisi kasus atau deteksi surveilans:
Disease status (Dx) Total
1986 1987 1988 1989 19900
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1514.99
12.89
16.8917.71
1.39 1.87 1.55 1.992.39
9.26
12.5 1211.78
13.5
Incidence Rate, Mortality Rate, and CFRAbabo District, 1986-1990
Incidence Rate per 100.000Mortality Rate per 100.000CFR (%)
Positif Negatif
Hasil screening tes (T)
Positif a B a + b
Negatif c D c + d
a + c b + d
a = jumlah individu dengan screening test (+) dan benar-benar menderita sakit
(True positive)
b = jumlah orang dengan screening test (+) tetapi tidak menderita sakit (false
positive)
c = jumlah orang dengan hasil screening test (-) tetapi orang tersebut
menderita sakit (false negative)
d = jumlah orangdengan hasil screening test (-) dan orang tersebut tidak
menderita sakit (True negative)
b. Disamping sensitivitas, atribut apa sajakah yang harus di evaluasi dalam
system surveilans untuk menentukan apakah system tersebut sesuai dengan
tujuan ?
Jawab : Saat mengevaluasi system surveillance, faktor berikut harus
dijalankan :
a. Kepentingan kesehatan masyarakat
b. Objektifitas dan operasi dalam system
c. Kegunaan system
d. Elemen system
1. Kesederhanaan
2. Flexibilitas
3. Kualitas data
4. Dapat diterima
5. Sensitifitas
e. Biaya sumber daya yang diperlukan dalam system
f. Productive value positive
g. Representative
h. Timeline
i. Stabilitas
Pertanyaan 9: Faktor apa sajakah yang mungkin menjadi penyebab meningkatnya
penemuan kasus baru pada 2 tahun terakhir (tabel 1)?
Jawab: 1. Hal yang biasa terjadi
i. Chance (kesalahan yang tidak disengaja)
a. Predictive value
Dibuat-buat besarnya
Dibuat-buat dari ukuran sampel
b. Interval
ii. Kesalahan sistematika
a. Berubahnya prosedur laporan lokal ( misalnya lebih mudahnya
prosedur laporan seperti aktif dari pada pasif)
b. Berubahnya penjelasan kasus
c. Meningkatnya kepentingan karena lokal atau kesadaran nasional
d. Petugas kesehatan baru atau fasilitas mungkin dilihat lebih
menunjuk kasus, mungkin diagnosis yang lebih sering, mungkin
laporan yang lebih dipercaya
e. Wabah sama dengan penyakit, kesalahan diagnosis penyakit
f. Kesalahan laboratorium atau laporan
g. Berubahnya denominator seperti adanya arus turis, pengungsi, petani
yang berpindah
2. Adanya hipotesis baru
a. Meningkatnya kerentanan populasi (kelahiran, imigrasi)
b. Rendahnya vaksinasi
c. Gagalnya vaksinasi (primer = tidak ada imunitas dalam tubuh, sekunder
= berkurangnya imunitas )
d. Berubahnya agent (agent turunan yang lebih virulen)
3. Bias :
1. Bias sukarelawan: kondisi kesehatan sukarelawan yang baik,
mortalitas rendah.
2. Bias Panjang (length bias): bias karena penyakit orang yanng
terdeteksi memiliki masa pre-klinis yang panjang sehingga mudah
dideteksi.
3. Bias Led-time: diagnosis dini memperpanjang survival time tanpa
menurunkan mortalitas.
Untuk mengetahui karakteristik populasi yang telah menderita polio, petugas Dinas
Kesehatan Ababo berkunjung ke rumah sakit untuk mereview catatan medis anak-
anak yang mondok di rumah sakit dengan diagnosis polio selama 2 tahun terakhir.
Petugas tersebut terkejut, karena menemukan jumlah kasus polio di rumah sakit pada
tahun 1989 dan 1990 lebih banyak dari jumlah semua kasus yang dilaporkan dari
seluruh Kabupaten pada tahun yang sama.
Pertanyaan 10. Jelaskan mengapa ada ketidaksesuaian antara jumlah kasus di rumah
sakit dengan jumlah kasus yang dilaporkan ?
Jawab : Penyebab adanya ketidaksesuaian antara jumlah kasus di rumah sakit dengan
jumlah kasus yang dilaporkan:
1) Kesalahan akibat penggunaan data yang tidak sesuai :
Menggunakan sumber data yang tidak representative :
Hanya data dari pelayanan kesehatan saja, padahal diketahui bahwa
cakupan pelayanan kesehatan sangat terbatas dan tidak semua
masyarakat datang berobat ke fasilitas pelayanan tersebut.
Memanfaatkan data dari hasil survey khusus yang pengambilan
respondennya tidak secara acak. (tidak memenuhi syarat Randomisasi)
Memanfaatkan data dari hasil survey khusus yang sebagian
respondenya tidak memberikan jawaban ( drop out )
2) Kesalahan karena adanya factor BIAS :
BIAS = adanya perbedaan antara hasil pengukuran dengan nilai
sebenarnya.
Sumber BIAS :
a) Dari Pengumpul Data :
Menggunakan alat ukur yang berbeda – beda / tidak standar
Menggunakan teknik pengukuran yang berbeda
b) Dari Masyarakat :
Adanya perbedaan persepsi masyarakat terhadap penyakit yang
ditanyakan
Adanya perbedaan respon terhadap alat / test yang dipergunakan.
Untuk mengingatkann, definisi kerja kasus polio dalam surveilans di Ababo adalah
onset akut flaccid paralysis dan demam. Saat mereview catatan medis, petugas
menemukan bahwa data tentang tanda dan gejala anak-anak yang di diagnosis polio
tidak dicatat dengan seragam. Sebagian besar medical record mencatat bahwa anak
mengalami demam dan ada onset akut flaccid paralysis. Pada sekitar 1/3 dari total
medical record, tidak ada catatan mengenai demam tetapi hanya menyebutkan onset
akut flaccid paralysis.
Pertanyaan 11. Apakah dampak dari memasukkan anak-anak yang dalam catatan
medisnya tidak mengalami panas terhadap definisi kasus saudara?
Jawab : Dampak memasukkan anak-anak dengan rekaman status tidak demam dalam
grafik adalah untuk menurunkan sensitivitas dan meningkatkan spesifisitas
tes, diagnosis, atau screening.
Setelah kembali ke kantor, karyawan tersebut menemukan bahwa blanko laporan
penyakit telah habis. Dia melihat hal ini sebagai kesempatan untuk mendeseain
formulir laporan penyakit yang baru.
Pertanyaan 12. Jenis informasi apakah yang akan anda cantumkan dalam formulir
laporan penyakit yang baru.
Jawab : Informasi yang akan dicantumkan jika akan membuat formulir laporan
penyakit yang baru adalah sebagai berikut:
1. Data demografi : nama pasien, umur, jenis kelamin, suku, alamat,
nomor telepon kepala keluarga.
2. Data penyakit : diagnosis, tanggal onset penyakit, manifestasi
klinik dan gambaran epidemiologik
3. Nama, alamat dan nomor telepon orang yang membuat laporan
4. Tanggal pelaporan
Rumah sakit mengidentifikasikan total kasus polio adalah 150 kasus . karakteristik
kasus-kasus tersebut ditampilkan dalam tabel-tabel berikut.
Tabel 2. Distribusi musim (bulanan) polio, Kabupaten Ababo, 1989, dan 1990
BULAN 1989 1990 BULAN 1989 1990
Januari 5 7 Juli 2 3
Februari 19 16 Agustus 0 2
Maret 4 8 September 1 1
April 9 13 Oktober 2 1
Mei 4 8 November 4 4
Juni 4 5 Desember 7 5
Pertanyaan 13. Deskripsikan kejadian musiman (bulanan) polio di Ababo (Ababo
terletak di daerah subtropis di belahan bumi Selatan)
Jawab : Puncak kasus polio di Ababo terjadi pada bulan Februari, Maret, sampai
April karena pada bulan-bulan tersebut terjadi musim panas – gugur di
Ababo. Hal ini juga sesuai dengan distribusi musiman polio yang banyak
terjadi pada musim panas.
Tabel 3. Distribusi kasus polio berdasarkan umur di RS Ababo, 1989, dan 1990
Umur (Tahun) Jumlah Umur (Tahun) Jumlah
<1 34 5 2
1 50 6 3
2 25 7 2
3 27 8 0
4 7
Pertanyaan 14. Hitunglah umur median dan umur rata-rata kasus
Jawab : median = (n + 1) / 2 = (150+1)/2 = 75.5umur rata−rata=¿
(0,5) .(34)+(1,5).(50)+(2,5).(25)+(3,5).(27)+(4,5) .(7)+(5,5) .(2)+(6,5) .(3)+(7,5) .(2)+(8) .(0)150
=2,17
Tabel 4. Bistribusi kasus polio berdasarkan jenis kelamin dan suku di RS Ababo,
1989 dan 1990
SUKU JENIS KELAMIN
Laki-laki Perempuan Jumlah
Suku Zanu 73 53 126
Suku Hanzu 12 2 14
Suku lain 8 2 10
Jumlah 93 57 150
Pertanyaan 15. Hitunglah rasio kasus polio pada laki-laki dan perempuan!
Jawab :Rasio kasus laki-laki dan perempuanTotal jumlah laki-laki = 93Total jumlah perempuan = 57 Rasio laki-laki: perempuan = 93 : 57 = 1,631 : 1
Pertanyaan 16.
Perhatikan distribusi etnik kasus polio. Apakah Anda dapat menyimpulkan,
berdasarkan hasil tersebut, bahwa menjadi anggota suku Zanu adalah faktor risiko
untuk menderita polio? Mengapa?
Jawab : Tidak, karena etnik Zanu lebih banyak jumlah populasinya dan proporsi
penduduk masing-masing suku tidak diketahui.
Untuk mendapatkan informasi tentang prevalensi polio, petugas dinas kesehatan
melakukan servei anak-anak di kapubaten tersebut. kelumpuhan digunakan sebagai
pengganti kata polio. Prevalensi kelumpuhan berdasarkan status vaksinasi dapat
dilihat di Tabel 5.
Tabel 5. Kelumpuhan berdasarkan status imunisasi pada anak-anak usia 12-23 bulan
di Kabupaten Ababo, 1991
Lumpuh Normal Jumlah
VAKSIN POLIO1 Dosis 1 242 243
2 Dosis 9 667 676
Jumlah 10 909 919
Pertanyaan 17
a. Berapakah prevalensi polio (kelumpuhan) pada anak-anak yang divaksinasi
polio (1 dosis)?
Jawab : P = 1 x 100% = 0,042 % 243
Jadi, prevalensi polio (kepincangan) di antara anak-anak yang diberi
vaksin 0 dosis adalah 0,042%
b. Berapakah prevalensi polio pada anak-anak yang tidak divaksinasi polio?
Jawab : P = 1 x 100% = 0,042 % 243
Jadi, prevalensi polio (kepincangan) di antara anak-anak yang diberi
vaksin 0 dosis adalah 0,042%
c. Berapakah cakupan imunisasi polio (paling tidak 1 dosis) dalam populasi?
Jawab : Kekuatan vaksin (sekurang-kurangnya 1 kali) pada populasi ini adalah
243/ 919 dikalikan 100% yaitu 24,6 %.
d. Interpretasikan data-data pada point 17a sampai dengan 17c
Jawab : Data yang dapat diperoleh dari tabel tersebut adalah jumlah terjadinya
kasus kelumpuhan pada anak berumur 12-36 bulan di daerah Ababo
District dengan tindakan vaksinasi yang sudah dilakukan sebelumnya
dan yang tidak divaksinasi sebelumnya. Pada populasi yang telah
diberikan vaksinasi sebelumnya, jumlah kasus kelumpuhan yang
terjadi adalah satu kasus dari 243 anak pada populasi tersebut.
Sedangkan untuk yang tidak divaksinasi sebelumnya, jumlah kasus
kelumpuhan yang terjadi adalah sembilan kasus dari 567 anak pada
populasi tersebut. Berdasarkan data-data yang ada di atas, prevalensi
kejadian polio pada anak yang sudah divaksinasi sebelumnya dan
yang tidak divaksinasi sebelumnya dapat diketahui. Prevalensi polio
pada anak yang sudah divaksinasi mencapai tiga kali lebih rendah
dibandingkan dengan prevalensi polio pada anak yang tidak
divaksinasi. Dari data yang membahas vaccine coverage juga dapat
disimpulkan bahwa Distrik Ababo belum mencapai nilai minimal
SPM (Standar Pelayanan Minimal) yaitu 80%, karena nilai SPM di
distrik Ababo ini baru mencapai 24,6%. Sehingga dapat diketahui
bahwa di distrik Ababo ini belum mencapai health immunity
terutama pada immunitas komunitas.
Bagaimanapun juga, vaksinasi tetap dapat menjadi solusi untuk
menurunkan angka kejadian dari kasus polio dan dapat menjadi
sebuah pengendali epidemi polio terhadap penyebarannya pada
tingkat pertama atau sebagai pencegahan pada tingkat primer.
Petugas dinas kesehatan merencanakan untuk mereview data surveilans polio setiap
bulan. Menyadari bahwa bagian dari sistem surveilans yang baik diantaranya adalah
menyebarkan informasi kepada “mereka yang harus tahu”, dinas kesehatan mulai
membuat daftar.
Pertanyaan 18.
Kepada siapa sajakah informasi surveilans harus disebarkan? Bagaimana Anda dapat
menyebarkan informasi tersebut?
Jawab : Surveilans yang telah ditemukan pihak kesehatan masyarakat harus segera
didistribusikan ke dua kelompok : 1. pihak yang menyediakan data sehingga
data yang ada dapat diverifikasi; 2. pihak yang bertanggungjawab atas
kegiatan dan aksi kesehatan masyarakat.
Data hasil surveilans juga harus didistribusikan kepada mereka yang
seharusnya tahu, yaitu antara lain:
a. pihak yang menyediakan data seperti petugas kesehatan, rumah sakit, lab
b. pihak yang bertanggungjawab untuk melakasanakan aksi data, seperti
manager program kesehatan masyarakat, pekerja lapangan, pembuat
kebijakan
c. pihak yang memiliki sebagian tanggungjawab seperti kementrian dan
staff, agen donor
d. pihak yang tertarik seperti penduduk desa, kesehatan masyarakat,
kelompok tertentu hingga masyarakat luas
Cara yang dapat dilakukan untuk mendistribusikan hasil surveilans antara
lain melalui koran, jurnal, jumpa pers, dsb.
Beberapa bulan setelah review catatan media RS selesai, petugas medis Bagian Anak
RS Ababo mamanggil petugas dinas kesehatan. Dia mencatat masing-masing ada 12
dan 34 kasus pada bulan Januari dan Februari 1991.
Pertanyaan 19.
a. Berapakah perkiraan jumlah kasus polio pada bulan Januari dan Februari
1991?
Jawab : Nilai yang diharapkan adalah rata-rata dari jumlah kasus yang terjadi
pada bulan itu.
Januari =
5+72
= 6 kasus
Februari =
19+162
= 17.5 kasus
b. Menurut pendapat Anda, apakah Ababo mengalami epidemi polio?
Jawab : Tidak, karena tidak menunjukan kejelasan untuk suatu peningkatan
tertentu. Seperti yang diketahui bahwa epidemi merupakan suatu
kejadian luar biasa dengan timbulnya suatu penyakit yang menimpa
masyarakat pada suatu daerah tertentu melebihi perkiraan kejadian
yang normal dalam periode yang singkat.
Setelah rapat segera diadakan untuk mendiskusikan masalah ini. Hasil cakupan
imunisasi direview kembali dan diputuskan untuk melakukan kampanye intensif
untuk vaksinasi polio.
EPILOG
Pada tahun 1988, the World Health Assembly mencanangkan inisiatif global untuk
eradikasi polio pada akhir tahun 2000. Inisiatif ini memunculkan kontroversi.
Beberapa ahli kesehatan masyarakat menyatakan bahwa polio merupakan penyakit
yang fatal dan menimbulkan kecacatan dan dapat dieradikasi, sehingga langkah-
langkah eradikasi harus dilakukan. Dalam jangka panjang, eradikasi akan menghemat
milyaran dollar. Sebagian yang lain menyatakan bahwa uang dan energi yang
dikeluarkan untuk eradikasi polio, penyakit yang prevalensinya di banyak negara
sudah rendah, lebih baik digunakan untuk intervensi kesehatan masyarakat yang
komprehensif daripada hanya sekedar untuk satu penyakit, dan bahwa usaha-usaha
eradikasi polio akan mengurangi waktu, perhatian dan sumber-sumber daya untuk
program-program kesehatan yang lain.
Sejak dimulainya Global Polio Eradication Initiative pada tahun 1988 sampai akhir
tahun 2002, jumlah kasus polio telah turun sebesar 99 %, dari sekitar lebih dari
350.000 kasus pada tahun 1988 menjadi 1.919 laporan kasus pada tahun 2002
(keadaan pada 16 April 2003). Pada periode waktu yang sama, jumlah negara yang
terinfeksi polio berkurang dari 125 menjadi 7 negara. Polio saat ini hanya ditemukan
di sebagian wilayah Afrika dan Asia Selatan. Sementara itu, surveilans polio telah
menunjukkan peningkatan, dengan angka deteksi Acute Flaccid Paralysis (AFP)
meningkat dari 1,6 menjadi 1,9 per 100.000 anak berusia <15 tahun antara tahun
2001 dan 2002.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit polio merupakan salah satu penyakit menular yang diakibatkan oleh
virus. Penyakit ini bisa menghancurkan kehidupan manusia karena dapat
mengakibatkan kelumpuhan secara mendadak hingga kematian dan tentunya
mengurangi produktifitas seorang manusia. Di Kabupaten Ababo, Afrika Selatan,
banyak ditemukan kasus polio. Kebanyakan penyakit ini menyerang anak-anak,
terutama yang tidak divaksinasi. Puncak kasus polio di Ababo terjadi pada bulan
Februari, Maret, sampai April karena pada bulan-bulan tersebut terjadi musim
panas – gugur di Ababo. Hal ini juga sesuai dengan distribusi musiman polio yang
banyak terjadi pada musim panas.
Untuk bisa mengetahui bagaimana distribusi penyakit ini dan seberapa besar
tingkat keparahannya, dapat dilakukan surveillance secara berkala karena di dalam
surveillance juga dilakukan penghitungan mengenai angka insidensi, prevalensi,
angka kematian, dan Case Fatality Rate. Surveillance sendiri dapat dilakukan
dengan metode aktif dan pasif, data-data yang diperoleh kemudian dikumpulkan,
diolah, dianalisis, diinterpretasi, disebarkan kepada orang-orang yang memerlukan
data hasil surveillance dan pengambil kebijakan, lalu diterapkan untuk
penanggulangan kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Bustan, MN.2006.Pengantar Epidemiologi (Edisi Revisi).Jakarta:PT.Rineka Cipta
Dorland, W.A.2002.Kamus kedokteran Dorland, edisi 29.Jakarta:EGC
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/case+fatality+rate, diakses pada
tanggal 17 Mei 2009, pukul 14.00
Materi Kuliah “Surveilans” oleh dr. Agung S. Dwi Laksana, MSc.PH, tanggal 11 Mei
2010
Materi Kuliah “Uji Tapis (Screening Test)” oleh dr. Agung S. Dwi Laksana, MSc.PH,
tanggal 11 Mei 2010