laporan - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/laporan-pelaksanaan-penelitian2018/laporan... · dengan...

83
1

Upload: trinhdieu

Post on 12-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

1

Page 2: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

2

LAPORAN

PENELITIAN JARING KONTROL GEODESI

Kelompok Penelitian Jaring Kontrol Geodesi

Pusat Penelitian, Promosi dan Kerjasama

Badan Informasi Geospasial

Agung Syetiawan, S.T.

Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar

Dadan Ramdani, S.T., M.T.

Ayu Nur Safi’I, S.T.

Bambang Riadi, S.T., M.Tech.

Prayudha Hartanto, S.T., M.T.

Yustisi Ardhitasari, S.T.

Page 3: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

3

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir “Penelitian Jaring Kontrol Geodesi”. Laporan akhir ini bisa kami selesaikan dengan maksimal atas bantuan dari berbagai pihak. Beberapa pihak telah dilibatkan dalam tahapan “penyusunan dan pengembangan metode” baik praktisi maupun akademisi dari beberapa institusi. Data yang digunakan dalam kajian berasal dari berbagai sumber. Untuk itu Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan laporan akhir ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki laporan akhir ini menjadi lebih baik. Akhir kata kami berharap semoga laporan akhir penelitian Jaring Kontrol Geodesi dapat memberikan manfaat maupun dampak yang berarti kepada pembaca, baik di lingkungan Badan Informasi Geospasial maupun Kementrian serta lembaga.

Pusat Penelitian, Promosi dan Kerjasama Kepala

Dr. Ir. Wiwin Ambarwulan, M.Sc.

Page 4: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

4

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Latar belakang

Tujuan

Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Personil

Luaran (output)

Dampak (outcome)

LAPORAN HASIL PENELITIAN

Penelitian Pembuatan Parameter Transformasi Koordinat SRGI2013

Permasalahan

Metode Penelitian

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Daftar Pustaka

Page 5: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

5

PENDAHULUAN

Dalam perjalanannya, Indonesia pernah mempunyai beberapa datum sebagai sistem

referensi pemetaan. Berbagai datum tersebut antara lain Datum Genuk (Pulau Jawa)

menggunakan model ellisoid Bessel 1841 yang ditentukan menggunakan metode

triangulasi. Keterbatasan teknologi saat itu, pengukuran dilakukan dengan alat optis,

penyatuan sistem datum geodesi tidak lagi dimungkinkan sehingga jaring utama

triangulasi Jawa-Sumatera-Bali-Lombok tidak satu sistem dengan jaring utama Sulawesi

dan masing-masing mempunyai ketelitian berbeda-beda. Begitupula jaring utama

triangulasi di Kalimantan yang dilaksanakan oleh perusahaan eksplorasi minyak bumi,

tidak satu sistem. Ketelitian relatif yang dicapai dari jaring utama triangulasi tersebut

sekitar 1:100.000. datum lain yang pernah berlaku di Indonesia adalah Indonesia Datum

1974 (ID74) menggunakan ellipsoid referensi SNI (Sferoid Nasional Indonesia) dengan

pengamatan menggunakan metode Doppler. Pada awal tahun 1970-an penentuan posisi

dilakukan dengan memanfaatkan teknologi TRANSIT Navy Navigation Satellite System

atau lebih dikenal dengan satelit Doppler, pertama kali bertujuan untuk keperluan

pemetaan rupabumi pulau Sumatera. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan kerangka

acuan geodesi yang baru, maka Indonesia (dalam hal ini Bakosurtanal sebelum menjadi

BIG) menetapkan suatu ellipsoid referensi yang mempunyai parameter sama dengan

parameter elipsoid GRS-67 (Geodetic Reference System 1967), yang diberi nama SNI

(Sferiod Nasional Indonesia). Untuk menentukan orientasi SNI dalam ruang, ditetapkan

suatu datum relatif, yaitu dengan titik eksentris (stasiun Doppler) BP-A (1884) di Padang

sebagai titik datum SNI. Penetapan SNI bersinggungan dengan sistem NWL9D (sumbu

koordinat kedua ellipsoid didefinisikan paralel) di titik datum maka koordinat BP-A Ecc

pada sistem SNI dikonversi ke koordinat kartesian tiga dimensi dengan memakai

parameter SNI sehingga dapat ditentukan pergeseran pusat sistem SNI terhadap pusat

sistem NWL9D dan pergeseran pusat sistem NWL9D terhadap pusat sistem SNI.

Selanjutnya pergeseran pusat kedua sistem tersebut satu sama lain, per definisi,

ditetapkan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, bertujuan untuk penetapan datum

tunggal geodesi di Indonesia yang diberi nama Indonesian Datum 1974 (ID-74) atau

Datum Indonesia 1974.

Realisasi jaring kontrol geodesi yang titik-titiknya ditentukan dengan memanfaatkan

satelit Doppler sudah dalam satu sistem akan tetapi ketelitian belum homogen karena

metode pengukuran (penentuan posisi absolut, translokasi) dan metode hitungan

(multistation mode, short arc mode) yang dipakai berbeda walaupun koordinat titik-titik

pada jaring kontrol geodesi tersebut secara teknis cukup memenuhi keperluan pemetaan

rupabumi skala 1:50.000.

Bakosurtanal (sekarang BIG) mendefinisikan datum baru seiring perkembangan

teknologi Global Positioning System (GPS) untuk keperluan survei dan pemetaan

menggantikan ID-74 yang disebut dengan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95).

DGN95 merupakan sistem referensi geospasial yang bersifat statis, dimana perubahan

nilai koordinat terhadap waktu sebagai akibat dari pergerakan lempeng tektonik dan

deformasi kerak bumi, tidak diperhitungkan. Perubahan nilai koordinat terhadap waktu

Page 6: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

6

perlu diperhitungkan dalam mendefinisikan suatu sistem referensi geospasial untuk

wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia terletak diantara pertemuan

beberapa lempeng tektonik yang sangat dinamis dan aktif, diantaranya lempeng Eurasia,

Australia, Pacific dan Philipine. Wilayah Indonesia yang terletak pada pertemuan beberapa

lempeng inilah yang menyebabkan seluruh objek-objek geospasial yang ada diatasnya

termasuk titik-titik kontrol geodesi yang membentuk Jaring Kontrol Geodesi Nasional, juga

bergerak akibat pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi.

Teknologi penentuan posisi berbasis satelit seperti GPS dan Global Navigation Sattelite

System (GNSS) telah berkembang dengan pesat sehingga memungkinkan untuk

digunakan dalam penyelenggaraan kerangka referensi geodetik nasional yang terintegrasi

dengan sistem referensi global dan mampu memberikan ketelitian yang memadai untuk

memantau pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi yang berpengaruh

terhadap nilai-nilai koordinat. Pada 17 Oktober 2013, diluncurkannya sebuah Sistem

Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013). SRGI adalah suatu terminologi

modern yang sama dengan terminologi Datum Geodesi Nasional (DGN) yang lebih dulu

didefinisikan, yaitu suatu sistem koordinat nasional yang konsisten dan kompatibel

dengan sistem koordinat global. SRGI mempertimbangkan perubahan koordinat

berdasarkan fungsi waktu, karena adanya dinamika bumi. Secara spesifik, SRGI 2013

adalah sistem koordinat kartesian 3-dimensi (X, Y, Z) yang geosentrik. Implementasi

praktis di permukaan bumi dinyatakan dalam koordinat Geodetik lintang, bujur, tinggi,

skala, gaya berat, dan orientasinya beserta nilai laju kecepatan dalam koordinat

planimetrik (toposentrik).

SRGI 2013 akan mendefinisikan beberapa hal, yaitu:

1. Sistem Referensi Koordinat, yang mendefinisikan titik pusat sumbu koordinat,

skala dan orientasinya.

2. Kerangka Referensi Koordinat, sebagai realisasi dari sistem referensi koordinat

berupa Jaring Kontrol Geodesi Nasional;

3. Ellipsoid Referensi yang digunakan;

4. Perubahan nilai koordinat terhadap waktu sebagai akibat dari pengaruh

pergerekan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi di Wilayah Indonesia;

5. Sistem Referensi Tinggi;

6. Garis pantai nasional yang akurat dan terkini, yang dipublikasi secara resmi;

7. Sistem dan layanan berbasis web untuk mengakses SRGI 2013.

SRGI (Sistem Referensi Geospasial Indonesia) tunggal sangat diperlukan untuk

mendukung kebijakan Satu Peta (One Map) bagi Indonesia. Dengan satu peta maka

semua pelaksanaan pembangunan di Indonesia dapat berjalan serentak tanpa tumpang

tindih kepentingan. Pemerintah menilai kebijakan satu peta merupakan hal yang

Page 7: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

7

mendesak dan dibutuhkan untuk menyatukan seluruh informasi peta produksi di tanah air.

Kebijakan ini merupakan arahan presiden yang tertuang dalam peraturan presiden No. 9

tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta (KSP) pada tingkat

ketelitian peta skala 1:50.00. Dengan diterbitkannya peraturan tersebut, maka tugas BIG

sebagai penyelenggara utama Informasi Geospasial Dasar (IGD) di Indonesia menjadi

semakin mendesak, IGD yang dibutuhkan sebagai data dasar dalam KSP harus segera

diselesaikan dengan skala 1:50.000, bahkan mungkin ke depannya sampai skala 1:1.000.

Selaras dengan amanah yang diemban BIG yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor

4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Selain BIG, kerja sama dengan pihak lain

seperti Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah sebagai walidata juga sangat

penting. Karena data tersebut yang akan digunakan sebagai IG Tematik (IGT) dalam

penyusunan Satu Peta (One Map). Satu referensi geospasial bisa menjadi pegangan

pembuatan kebijakan strategis seperti pemberian perijinan, untuk itu tumpang tindih peta

akan menimbulkan konflik sengketa dan akhirnya akan menghambat laju perekonomian

nasional. Dengan Kebijakan Satu Peta (KSP), maka data dan Informasi Geospasial berupa

peta akan mengacu pada Satu Georeferensi, Satu Geostandar, Satu Geodatabase dan Satu

Geocustodian (Satu Geoportal) pada tingkat akurasi skala peta 1:50.000.

Permen ESDM No. 33 tahun 2015 tentang tata cara pemasangan tanda batas wilayah

izin usaha pertambangan dan wilayah izin usaha pertambangan khusus mineral dan

batubara mewajibkan kegiatan pemasangan Tanda Batas dilakukan pada Sistem Referensi

Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013) menggantikan Datum Geodesi Nasional 1995

(DGN’95) sesuai dengan Kebijakan One Map Policy (Permen ESDM No. 33, 2015). Tanda

batas Tanda Batas WIUP dan WIUPK yang selanjutnya disebut Tanda Batas adalah patok

yang dipasang pada Titik Batas WIUP dan WIUPK di lapangan dan mempunyai ukuran,

konstruksi, warna serta penamaan tertentu. Badan Informasi Geospasial (BIG) saat ini

hanya mempublikasikan data Titik JKHN dalam SRGI 2013 sesuai dengan Keputusan

Kepala BIG No. 15 Tahun 2013 tentang Sistem Referensi Geospasial Indonesia

2013. Selisih nilai koordinat Titik JKHN antara DGN’95 dengan SRGI 2013 bervariasi,

tergantung pada lokasi geografis wilayah.

Perubahan suatu koordinat dengan datum tertentu ke koordinat dengan datum yang

lain secara matematis disebut dengan proses transformasi koordinat. Transformasi

dapat dilakukan dalam bentuk dua atau tiga dimensi, dalam proses transformasi ini

memerlukan sejumlah titik-titik sekutu. Titik sekutu merupakan titik yang memiliki

koordinat baik di sistem datum lama maupun sistem datum baru. Parameter transformasi

ini adalah dalam rangka penyelenggaraan sistem referensi tunggal di Indonesia. Sejak

berlakunya Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 tahun 2013 tentang

Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 maka ketersediaan parameter konversi

koordinat ini menjadi penting karena banyak peta-peta lama masih memiliki sistem

referensi yang berlaku pada saat itu.

Parameter perhitungan transformasi koordinat ini sangat kompleks, menginat vektor

kecepatan pergerakan lempeng di Indonesia tidak seragam. Lempeng aktif mendorong

sebuah posisi dengan kecepatan yang lebih besar, sementara terdapat daerah yang

Page 8: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

8

bahkan tidak mendapatkan dorongan. Untuk itu diperlukan penelitian yang komprehensif

untuk menghasilkan parameter transformasi koordinat ke sistem SRGI 2013. Dengan

dibuatnya penelitian ini, harapanya bisa membantu pengguna data geospasial

menghasilkan koordinat pada sistem baru dalam hal ini adalah SRGI 2013 yang masih

berlaku hingga saat ini di Indonesia.

Rumusan Masalah

Jaring kontrol geodesi merupakan bagian dari Informasi Geospasial Dasar (UU

Informasi geospasial, 2011). Pada perjalanannya, beberapa titik Jaring Kontrol Geodesi

masih berada pada sistem koordinat lama DGN95. Perlu dilakukan sebuah perubahan

koordinat untuk membuat titik titik yang masih berada pada sistem koordinat lama

tersebut bisa digunakan untuk pengukuran sekarang. Datum lama, DGN95 merupakan

datum statik dan tidak memperhitungan perubahan koordinat terhadap fungsi waktu.

Informasi ini menjadi penting karena banyak sekali pengguna (user luar) merasa kesulitan

karena peta mereka dihasilkan dari titik-titik kontrol yang masih menggunakan datum

lama. Perlu dibuat sebuah mekanisme perubahan koordinat DGN95 ke SRGI2013.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana cara menentukan parameter

transformasi dari DGN95 ke SRGI2013. Penelitian ini akan mencoba menjawab

permasalahan tersebut.

Penentuan parameter transformasi koordinat dari DGN95 ke SRGI2013 menggunakan

titik-titik sekutu yang tersebar di seluruh Indonesia. Titik-titik sekutu memiliki arah dan

besaran pergerakan lempeng yang berbeda. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah

bagaimana cara membuat parameter yang berlaku untuk kondisi Indonesia yang dilalui

oleh banyak lempeng tektonik. Penelitian ini akan mencoba menjawab permasalahan

tersebut.

Penentuan parameter transformasi menggunakan hubungan kesamaan antar datum

(similiarity transformation model) dengan memecahkan nilai parameter tersebut menjadi

besaran 3dimensi atau 2dimensi. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana

menguji akurasi parameter yang dihasilkan. Penelitian ini akan mencoba menjawab

permasalahan tersebut.

Batasan Penelitian

Sebaran titik titik jaring kontrol Geodesi yang digunakan adalah meliputi seluruh

wilayah Indonesia. Titik-titik jaring kontrol geodesi ini merupakan hasil pengukuran di

lapangan dan hasil pengolahan data menggunakan perangkat ilmiah. Titik sekutu yang

digunakan adalah titik yang memiliki koordinat di sistem koordinat DGN95 dan SRGI2013.

Parameter disusun menggunakan hubungan kesamaan antar datum (similarity

transformation model) dengan menggunakan 7 parameter dan 10 parameter yang harus

dipecahkan.

Page 9: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

9

METODE PENELITIAN

Program pemetaan nasional diharapkan menggunakan datum geodetik nasional yaitu

Datum SRGI2013. Namun masih banyak peta atau data geodesi yang mempunyai datum

yang berbeda dengan SRGI2013, misalnya datum Indonesia Datum 1974 (ID74) dan

DGN95. Untuk itu perlu suatu model transformasi datum antara datum lama ke datum

baru SRGI2013.

Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 yang selanjutnya disingkat SRGI2013

adalah suatu Sistem Referensi Geospasial yang digunakan secara nasional dan konsisten

untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta kompatibel dengan

sistem referensi geospasial global. SRGI2013 digunakan sebagai sistem referensi

geospasial tunggal dalam penyelenggaraan IG nasional. Setiap Penyelenggara IG wajib

menggunakan SRGI2013 dalam setiap penyelenggaraan IG.

Ketelitian dari transformasi koordinat sangat bergantung dari pemilihan metode,

ketelitian titik, jumlah dan distribusi titik-titik sekutu. Untuk itu diperlukan suatu model

transformasi yang menghubungkan antara dua datum yang berbeda. Ada beberapa faktor

yang mempengaruhi dalam pemilihan suatu model transformasi, antara lain (Bakosurtanal,

2005):

• Luas wilayah yang dicakup oleh jaringan tersebut.

• Distorsi yang ada pada jaringan.

• Dimensi dari jaringan, 2-dimensi (2D) atau 3-dimensi (3D).

• Ketelitian yang diperlukan.

Secara praktis, perbedaan yang mendasar antara SRGI 2013 dengan DGN 1995 bisa

dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Perbedaan SRGI 2013 dan DGN 1995

Keterangan DGN95 SRGI2013

Sifat Sistem referensi Statik

Memperhitungkan perubahan

nilai koordinat sebagai fungsi

waktu

Sistem referensi

koordinat ITRS ITRS

Kerangka referensi

koordinat

Jaring Kontrol

Geodesi yang terikat

pada ITRF2000

Jaring Kontrol Geodesi yang

terikat pada ITRF2008

Datum Geodetik WGS84 WGS84

Page 10: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

10

Keterangan DGN95 SRGI2013

Sistem referensi

geospasial vertikal MSL Geoid

Sistem akses dan

layanan Tertutup Terbuka dan Self service

Sumber: srgi.big.go.id

KONVERSI KOORDINAT

Geografis dan kartesian koordinat

1. Koordinat geografis 3 dimensi dapat didefinisikan sebagai sistem koordinat yang

digunakan untuk menunjukkan posisi titik di permukaan Bumi berdasarkan garis

lintang dan garis bujur.

Lintang: garis horizontal yang mengukur sudut antara suatu titik dengan

garis katulistiwa. Titik di utara garis katulistiwa dinamakan Lintang Utara sedangkan

titik di selatan katulistiwa dinamakan Lintang Selatan.

Bujur: garis vertikal yang mengukur sudut antara suatu titik dengan titik nol di

Bumi yaitu yang ditentukan di Greenwich (meridian utama).

Tinggi: jarak antara permukaan bumi terhadap bidang ellipsoid

2. Koordinat cartesian dapat didefinisikan sebagai sistem koordinat yang berasal dari 3

sumbu (X, Y dan Z) yang mengacu pada pusat dari bidang ellipsoid. Posisi titik

dipermukaan bumi akan mengacu pada titik pusat bidang ellipsoid.

Koordinat Geografis Koordinat Kartesian

Lintang, Bujur dan tinggi

(ϕ, λ, h) X Y Z

Tahapan Penelitian

Tahapan awal penelitian yaitu dengan mengumpulkan data koordinat titik sekutu.

Titik-titik sekutu adalah titik yang memiliki koordinat dalam dua sistem datum tersebut.

Koordinat datum lama DGN95 didapatkan dari deskripsi titik yang dikeluarkan oleh Badan

Informasi Geospasial dan koordinat pada datum baru SRGI2013 merupakan hasil

pengolahan menggunakan perangkat pengolahan data satelit ilmiah. Pengolahan data

satelit menggunakan informasi posisi satelit teliti dengan pemodelan ionosfer dan

troposfer menggunakan model global.

Apabila koordinat masih dalam sistem koordinat geodetik maka langkah pertama

adalah merubah koordinat geodetik tersebut menjadi koordinat kartesian 3D. Hal yang

Page 11: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

11

sama dilakukan untuk titik sekutu yang menggunakan datum baru SRGI2013. Untuk tahap

awal, proses transformasi antar datum ini menggunakan beberapa metode yaitu model

Bursa-Wolf 3 dimensi (Helmert 7 parameter), model Molodensky (Helmert 10 parameter)

dan model Affin 3 dimensi (12 parameter). Pada tahap selanjutnya, transformasi koordinat

menggunakan model perhitungan lain seperti model persamaan multi regresi dan model

molodenski. Pemilihan model yang tepat sesuai dengan kondisi topografi Indonesia.

Transformasi Bursa Wolf melakukan transformasi di koordinat kartesiannya sehingga

semua titik sekutu yang digunakan harus pada sistem koordinat kartesian di datum

masing-masing. Keuntungan transformasi Bursa-wolf adalah cocok digunakan untuk

transformasi antar dua datum (Solomon, 2013). Tahapan proses transformasi koordinat

pada penelitian ini dapat dilihat pada diagram proses seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan proses transformasi metode Bursa-Wolf.

Diagram alir penelitian bisa dilihat pada gambar 2 dibawah ini, mekanisme

perhitungan dimulai dengan menentukan titik sekutu. Kemudian data titik sekutu

dilakukan filtering data untuk membuang data-data blunder yang memiliki selisih

perbedaan koordinat sebesar 0.75 meter di koordinat geodetiknya. Setelah koordinat

difilter langkah selanjutnya adalah melakukan transformasi koordinat menggunakan

geodetic tools box yang ada di Matlab. Kemudian untuk mengecek kualitas dari

pengolahan dengan cara melihat residu yang ada. Jika residu hasil masih besar maka kita

lakukan pengulangan transformasi koordinat hingga nilai residu pengolahan dibawah 0.2

Page 12: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

12

meter. Parameter transformasi hasil pengolahan kemudian digunakan untuk menentukan

nilai koordinat SRGI titik check point. Selisih hasil pengolahan dengan nilai koordinat titik

check point merupakan deviasi hasil pengolahan. Kemudian tahapan selnajutannya

melakukan analisis dari hasil yang diperoleh.

Gambar 2. Alur penelitian proses transformasi koordinat.

Three Dimension Geocentric Transformation (Bursa-Wolf)

Bursa wolf mengasumsikan hubungan kesamaan antar datum (similarity

transformation model). Transformasi koordinat Bursa Wolf 3 dimensi menggunakan 7

parameter yang harus dipecahkan meliputi 3 parameter translasi (Tx, Ty, Tz), 3 parameter

rotasi (Rx, Ry, Rz) dan 1 skala. Penyusunan matriks untuk transformasi Bursa-Wolf dapat

dilihat pada persamaan 27 (Bursa, 1962; Wolf, 1963).

[𝑋′

𝑌′

𝑍′] = [

𝑑𝑋𝑑𝑌𝑑𝑍

] + (1 + 𝜅) [

1 𝜗𝑧 −𝜗𝑦

−𝜗𝑧 1 𝜗𝑥

𝜗𝑦 −𝜗𝑥 1] [

𝑋𝑌𝑍] (1)

Transformasi 3 dimensi bursa-wolf ini digunakan untuk melakukan konversi koordinat

dari koordinat lama ke koordinat baru yang biasanya berbeda datum atau sering disebut

dengan transformasi antar datum. Seperti dapat dilihat pada Gambar 3, sistem koordinat

lama yang terdiri dari Xs, Ys dan Zs digeser sejauh ∆X, ∆Y dan ∆Z serta diputar dengan

nilai a, b dan q pada setiap sumbunya menghasilkan titik origin yang berbeda di titik OR

dengan sistem baru XR, YR dan ZR

Gambar 3. Ilustrasi transformasi Bursa-Wolf 3 dimensi.

Page 13: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

13

Model affine 3 dimensi

Ilustrasi model affin 3 dimensi bisa dilihat pada gambar 3. Model affin menggunakan

koordinat awal untuk menentukan pusat rotasi dan translasi perubahan koordinat.

Gambar 4. Ilustrasi transformasi Affin 3 dimensi.

Secara matematis, persamaan transformasi Affin 3 dimensi bisa dilihat sebagai berikut:

𝑉𝑇 = 𝑉𝑇0 + 𝑅 ∗ 𝑉𝑆 (2)

Dimana:

𝑉𝑇 = (

𝑋𝑇

𝑌𝑇

) 𝑉𝑇0 = (

𝐴0

𝐵0

) 𝑅 = (

𝐴1 𝐴2

𝐵1 𝐵2

) 𝑉𝑆 = (

𝑋𝑆

𝑌𝑆

) (3)

Dituliskan secara linier sebagai berikut:

𝑋𝑇 = 𝐴0 + 𝐴1 ∗ 𝑋𝑆 + 𝐴2 ∗ 𝑌𝑆 (4)

𝑌𝑇 = 𝐵0 + 𝐵1 ∗ 𝑋𝑆 + 𝐵2 ∗ 𝑌𝑆 (5)

Penyelesaian model matematik transformasi Bursa-Wolf 3 dimensi

Untuk menyelesaikan model matematik parameter transformasi koordinat yaitu

dengan menggunakan hitung perataan kuadrat terkecil. Perhitungan kuadarat terkecil

pada proses transformasi menggunakan model seperti pada persamaan 1 diatas. Proses

perhitungan perataan kuadrat terkecil dengan membagi menjadi matriks-matriks

perhitungan sehingga memepermudah perhitungan kuadrat terkecil. Susunan titik sekutu

dapat dilihat pada tabel 3.

Page 14: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

14

Tabel 2. Format susunan tabel titik sekutu

ID x y z X Y Z

1 x1 y1 z1 X1 Y1 Z1

2 x2 y2 z2 X2 Y2 Z2

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

n xn yn zn Xn Yn Zn

Keterangan:

n = nomer titik sekutu yang digunakan

[x y z] = koordinat pada datum DGN95 di sistem kartesian

[X Y Z] = koordiant pada datum SRGI2013 di sistem kartesian

Perataan Kuadrat terkecil:

Formula untuk menentukan koordinat SRGI2013

X= (ATA)-1 ATL (6)

V=AX-L (7)

F=AX

Matriks A [3n x 7] =

[ 𝑥1 0 – 𝑧1 𝑦1 1 0 0𝑦1 𝑧1 0 – 𝑥1 0 1 0𝑧1 − 𝑦1 𝑥1 0 0 0 1𝑥2 0 – 𝑧2 𝑦2 1 0 0𝑦2 𝑧2 0 – 𝑥2 0 1 0𝑧2 − 𝑦2 𝑥2 0 0 0 1

.

.

.𝑥𝑛 0 – 𝑧𝑛 𝑦𝑛 1 0 0𝑦𝑛 𝑧𝑛 0 – 𝑥𝑛 0 1 0𝑧𝑛 − 𝑦𝑛 𝑥𝑛 0 0 0 1]

Matriks L[3n x 1] =

[ 𝑋1 − 𝑥1

𝑌1 − 𝑦1

𝑍1 − 𝑧1

𝑋2 − 𝑥2

𝑌2 − 𝑦2

𝑍2 − 𝑧2...

𝑋𝑛 − 𝑥𝑛

𝑌𝑛 − 𝑦𝑛

𝑍𝑛 − 𝑧𝑛 ]

Page 15: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

15

Matriks X[7 x 1] =

[ 𝑠𝑟𝑥𝑟𝑦𝑟𝑧𝑇𝑥

𝑇𝑦

𝑇𝑧]

Keterangan:

F= matriks koordinat di sistem baru (SRGI2013)

L= matriks selisih koordinat SRGI2013 dengan DGN95

A= matriks susunan berdasarkan rumus 1

X= matriks parameter

V= matriks residu

s= skala

𝑟𝑥= rotasi pada sumbu x

𝑟𝑦= rotasi pada sumbu y

𝑟𝑧= rotasi pada sumbu z

𝑇𝑥= Translasi pada sumbu x

𝑇𝑦= Translasi pada sumbu y

𝑇𝑧= Translasi pada sumbu z

Page 16: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran titik sekutu yang digunakan bisa dilihat pada gambar 5. Total keseluruhan

titik sekutu yang digunakan berjumlah 646 titik. Titik berwarna merah merupakan titik uji

independent (check point) yaitu titik yang tidak digunakan pada proses penentuan

parameter transformasi. Titik check point nantinya akan digunakan untuk mengecek hasil

pengolahan parameter dengan cara membandingkan nilai koordinat SRGI2013 hasil dari

pengolahan transformasi dibandingkan dengan nilai koordinat SRGI titik check point

tersebut. Sementara titik hijau merupakan titik sekutu merupakan titik yang memiliki

koordinat di dua sistem datum DGN95 dan SRGI2013, titik sekutu ini yang akan

digunakan untuk mendapatkan besaran parameter koordinat untuk merubah koordinat

DGN95 ke SRGI2013. Menggunakan input total titik sekutu yaitu 646 titik dengan

koordinat input titik sekutu sebanyak 620 titik, 1 titik dihapus karena selisih koordinat

lama dan baru terlalu besar, sedangkan 26 titik digunakan sebagai checkpoint yang tidak

masuk ke dalam perhitungan penentuan transformasi koordinat.

Gambar 5. Sebaran titik sekutu dan check point.

Penentuan titik Check point

Gambar 6 menunjukkan sejarah kejadian gempa (historical earthquake records)

yang ada di Indonesia periode tahun 1990 hingga 2010 bersumber pada katalog gempa

milik USGS. Pengukuran GPS di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1990 dimulai saat

pekerjaan survey satelit untuk pemantau deformasi di pulau sumatera. Gambar 6 terlihat

bahwa wilayah Indonesia beberapa kali diguncang oleh gempa besar, dapat dilihat dari

besaran magnitude gempa yang terjadi. Gempa-gempa ini menyebabkan posisi koordinat

di wilayah Indonesia berubah mengikuti energi dorongan dari setiap lempeng yang

bergerak. Perubahan posisi koordinat ini tidak seragam di seluruh wilayah Indonesia

karena kompleksitas dari gempa yang terjadi.

Perubahan posisi koordinat akan berpengaruh terhadap kerangka pemetaan nasional

dalam hal ini adalah jaring kontrol geodesi. Untuk itu diperlukan sistem koordinat yang

mampu mengakomodir perubahan koordinat terhadap fungsi waktu dan terhadap

pergerakan lempeng tektonik di Indonesia.

Page 17: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

17

Penentuan titik Check point menjadi penting, karena check point merupakan titik

validasi yang digunakan untuk melihat hasil keberhasilan transformasi koordiant yang

sudah dilakukan. Pemilihan titik check point dengan cara melakukan tumpang susun data

histori gempa dengan titik sekutu yang tersedia. Titik check point harus berada pada

lokasi yang dianggap tenang, tidak terganggu dengan aktivitas tektonik yang pernah

terjadi di Indonesia. Titik check point juga harus tersebar secara merata di dalam jaringan

titik sekutu yang ada, untuk melihat konsistensi parameter yang dihasilkan. Titik sekutu

dipilih sebisa mungkin jauh dari kejadian gempa besar di wilayah tersebut.

Gambar 6. Histori gempa dari tahun 1990 hingga 2010

Gambar 7 menunjukkan tumpang susun sejarah kejadian gempa dengan titik sekutu

di wilayah pulau Sumatera. Pulau Sumatera memiliki catatan gempa tektonik aktif, terlihat

pada gambar 7, beberapa kali Sumatera dihantam gempa dengan kekuatan besar dengan

magnitude di atas 7 Mw meskipun gempa-gempa kecil tercatat sering melanda sumatera

pada periode tahun 1990 hingga 2010. Kejadian gempa di Sumatera kebanyakan terjadi

di sepanjang pantai Barat pulau sumatera, akibat dari dorongan lempeng samudra Hindia.

Melihat kondisi ini, maka pemilihan check point untuk proses validasi hasil transformasi

koordinat dipilih pada lokasi yang jauh dari sumber gempa atau lokasi yang dianggap

stabil perubahan posisinya. Titik check point di pulau sumatera berjumlah 6 titik, dapat

ditunjukkan di peta dengan simbol segitiga berwarna merah.

Page 18: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

18

Gambar 7. Distribusi sebaran titik sekutu dan check point pulau sumatera

Gambar 8 menunjukkan tumpang susun sejarah kejadian gempa dengan titik sekutu

di wilayah pulau Sulawesi. Tercatat ada beberapa sesar aktif di Sulawesi seperti sesar

Palu-koro, sesar matano dan lain sebagainya. Frekuensi kejadian gempa kebanyakan

berada di sebelah utara pulau Sulawesi dan di sekitar laut Maluku. Melihat kondisi ini,

maka pemilihan check point untuk proses validasi hasil transformasi koordinat dipilih pada

lokasi yang jauh dari sumber gempa atau lokasi yang dianggap stabil perubahan

posisinya. Titik check point di pulau Sulawesi berjumlah 5 titik, dapat ditunjukkan di

gambar 8 dengan simbol segitiga berwarna merah.

Gambar 8. Distribusi sebaran titik sekutu dan check point pulau Sulawesi

Gambar 9 menunjukkan tumpang susun sejarah kejadian gempa dengan titik sekutu

di wilayah kepulauan Nusa Tenggara. Tercatat kejadian gempa berkekuatan 5 hingga 7

magnitudo terjadi di kepulauan Nusa Tenggara pada periode 1990 hingga 2010. Kejadian

Page 19: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

19

gempa terjadi secara merata hampir di seluruh kepulauan Nusa Tenggara, sehingga

kesulitan untuk menentukan titik ideal check point. Check point dipilih pada lokasi agak

jauh dengan gempa yang memiliki kekuatan relatif rendah. Titik check point di kepulauan

Nusa Tenggara berjumlah 4 titik, dapat ditunjukkan di gambar 9 dengan simbol segitiga

berwarna merah.

Gambar 9. Distribusi sebaran titik sekutu dan check point pulau Nusa Tenggara

Gambar 10 menunjukkan tumpang susun sejarah kejadian gempa dengan titik

sekutu di wilayah Papua dan Maluku. Wilayah Papua dijadikan satu dengan Maluku

dikarenakan jumlah titik sekutu yang tersedia sangat sedikit dan juga arah pergerakan

lempeng wilayah Papua dan Maluku relatif berada pada arah yang sama. Wilayah Maluku

snagat aktif gempa dikarenakan terdapat palung Banda di sekitar Maluku. Frekuensi

kejadian gempa kebanyakan berada di sebelah utara pulau Papua dan di sekitar laut

Maluku. Melihat kondisi ini, maka pemilihan check point untuk proses validasi hasil

transformasi koordinat dipilih pada lokasi yang jauh dari sumber gempa atau lokasi yang

dianggap stabil perubahan posisinya. Titik check point di wilayah Papua dan Maluku

berjumlah 4 titik, dapat ditunjukkan di gambar 10 dengan simbol segitiga berwarna

merah.

Page 20: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

20

Gambar 10. Distribusi sebaran titik sekutu dan check point pulau Maluku dan Papua

Gambar 11 menunjukkan tumpang susun sejarah kejadian gempa dengan titik

sekutu di Pulau Kalimantan. Frekuensi kejadian gempa di pulau Kalimantan sangat sedikit,

sehingga bisa dibilang pulau Kalimantan stabil terhadap aktivitas tektonik dan perubahan

posisi koordinat tidak terlalu signifikan di Pulau Kalimantan. Sebaran dan jumlah titik

sekutu di wilayah Kalimantan sangat terbatas. Untuk itu, titik check point di pulau

Kalimantan ditentukan sebanyak 3 titik, dapat ditunjukkan di gambar 11 dengan simbol

segitiga berwarna merah.

Gambar 11. Distribusi sebaran titik sekutu dan check point pulau Kalimantan

Page 21: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

21

Gambar 12 menunjukkan tumpang susun sejarah kejadian gempa dengan titik

sekutu di wilayah pulau Jawa dan Bali. Pulau Jawa dan Bali memiliki catatan gempa

tektonik aktif, kejadian gempa di Jawa dan Bali kebanyakan terjadi di sepanjang pantai

Selatan pulau Jawa dan Bali, akibat pengaruh dari dorongan lempeng samudra Hindia.

Tercatat gempa besar pernah terjadi di jogja pada tahun 2006 dengan kekuatan

magnitudo 5,9. Melihat kondisi ini, maka pemilihan check point untuk proses validasi hasil

transformasi koordinat dipilih pada lokasi yang jauh dari sumber gempa atau lokasi yang

dianggap stabil perubahan posisinya. Titik check point di pulau Jawa dan Bali berjumlah 4

titik, dapat ditunjukkan di peta dengan simbol segitiga berwarna merah.

Gambar 12. Distribusi sebaran titik sekutu dan check point pulau Jawa dan Bali

Proses Filtering data input

Pada tahap ini dilakukan proses filtering data input yang dijadikan sebagai titik

sekutu. Titik titik koordinat DGN95 dan SRGI2013 yang memiliki selisih koordinat besar

dianggap sebagai titik outlier dan harus dihapus dalam proses pengolahan data. Apabila

masih terdapat titik-titik outlier pada saat pengolahan data maka ketelitian hasil

pengolahan parameter transformasi akan rendah. Ketelitian hasil pengolahan bergantung

pada ketelitian data input yang digunakan.

Page 22: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

22

Gambar 13. Outlier data di wilayah Jawa

Gambar 14. Outlier data di wilayah Sulawesi

Gambar 15. Outlier data di wilayah Kalimantan

Pada gambar 13 terdapat titik outlier di wilayah Gresik dengan perbedaan selisih di

koordinat kartesian X adalah 3 meter, Y adalah 7 meter. Sementara di Kalimantan

Page 23: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

23

terdapat titik outlier yaitu N1.2012 seperti dapat dilihat pada gambar 15 dengan selisih

perbedaan koordinat DGN95 dengan SRGI2013 sebesar 3 meter di koordinat geodetiknya.

Terdapat outlier di wilayah Sulawesi seperti dapat dilihat pada gambar 14, seluruh data

outlier dihapus sebelum masuk ke tahap penentuan parameter transformasi koordinat.

SKEMA PENENTUAN PARAMETER TRANSFORMASI

Pengolahan data transformasi menggunakan beberapa skema untuk melihat

perbedaan hasil dari setiap skema yang digunakan. Perbedaan skema yang dilakukan

akibat data yang digunakan bersifat kompleks, sehingga perlu perlakuan khusus untuk

jenis data tertentu. Dasar pembagian skema berdasarkan dari sebaran titik yang

digunakan dan kualitas titik sekutu yang digunakan. Penentuan skema lebih lanjut bisa

dijabarkan sebagai berikut:

Skema pertama tipe 1: menggunakan titik sekutu seluruh wilayah Indonesia tanpa

dilakukan filtering data.

Skema pertama didapatkan titik sekutu berjumlah 620 titik, titik Check point

berjumlah 26 titik, jadi total titik yang digunakan berjumlah 646 titik. Skema pertama tipe

1 ini menggunakan seluruh data yang tersedia tanpa melihat kualitas data input. Proses

penentuan parameter transformasi SRGI2013 menggunakan perangkat lunak Matlab

dengan terlebih dahulu menyiapkan data input datum 1 dan datum 2. Datum 1

merupakan data input titik sekutu di sistem DGN95, sementara datum 2 merupakan data

input titik sekutu di sistem SRGI2013, keduanya berada pada koordinat kartesian 3

dimensi. Penentuan parameter transformasi menggunakan 3 formula persamaan similarity

transformation, yaitu Bursa Wolf, Molodensky dan Affin 3 dimensi.

Tabel 3. Contoh beberapa koordinat titik sekutu yang digunakan

IdTitik X_DGN95 Y_DGN95 Z_DGN95 X_SRGI2013 Y_SRGI2013 Z_SRGI2013

PKAT -2072875.37 6030511.22 130463.09 -2072875.57 6030511.46 130462.96

TABA -2064804.78 6033942.53 95399.38 -2064804.81 6033941.82 95399.23

N.2007 -2119630.64 6015643.93 -16185.75 -2119630.96 6015643.99 -16185.83

N1.2012 -2176546.47 5991914.05 -201060.96 -2176547.66 5991914.16 -201063.86

N1.2015 -2107259.04 6018103.55 150906.45 -2107259.03 6018102.82 150906.28

N1.2013 -2244155.41 5970327.92 13510.30 -2244155.77 5970327.93 13510.19

N.2006 -2352621.21 5920864.05 -298927.34 -2352621.45 5920863.65 -298927.51

Contoh beberapa koordinat titik sekutu bisa dilihat pada tabel 4, koordinat disusun

terlebih dahulu menjadi kolom-kolom yang berisi informasi koordinat berada di dua sistem

koordinat yaitu koordinat DGN95 dan SRGI2013. Penyajian koordinat menggunakan

sistem kartesian 3 dimensi, sehingga posisi pusatnya berada di pusat datum. Datum 1

dan datum 2 disimpan menggunakan format ASCII tanpa informasi nomor ID atau header

diatasnya, cukup susunan koordinat saja. Datum 1 dan datum 2 harus memiliki jumlah

titik dan susunan titik yang sama, yang nantinya akan dirubah menjadi sebuah matriks

Page 24: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

24

persamaan saat pengolahan di Matlab. Matriks persamaan n x 3, dimana n merupakan

jumlah titik sekutu yang digunakan pada saat penentuan parameter transformasi.

Keluaran dari proses penentuan parameter transformasi ini adalah kumpulan set

parameter transformasi beserta akurasi parameter hitungan, residual datum 2 dan vektor

pusat rotasi di datum 1 (hanya ada di metode Molodensky). Set parameter transformasi

pada metode bursa wolf dan molodensky berisi 7 parameter transformasi. Sementara set

parameter transformasi Affin berisi 12 parameter transformasi. Residual datum 2

merupakan selisih koordinat antara koordinat datum 2 dengan koordinat hasil hitungan

parameter. Nilai residual resultan menggunakan skema pertama tipe 1 dapat dilihat pada

tabel 5.

Tabel 4. Residual resultan skema pertama tipe 1

Affine

Bursa-

Wolf Molodensky

min 0.015219 0.020505 0.020505

max 7.880318 7.909852 7.909852

rata-rata 0.271466 0.284493 0.284493

standart

deviasi 0.383136 0.384926 0.384926

Seperti dapat dilihat pada tabel 5, ketiga metode penentuan transformasi koordinat

yang digunakan menghasilkan nilai resultan residual maksimal pada nilai 7 m dan minimal

pada nilai berkisar 0.015 sampai 0.020m, artinya ada data input yang memiliki selisih

besar antar kedua datum tersebut. Setelah dilakukan filtering data input, maka ditemukan

ada beberapa titik sekutu memiliki selisih yang berbeda secara signifikan di kedua datum

tersebut. Selisih signifikan ini kemungkinan akibat terjadi gempa besar di titik tersebut,

sehingga koordinat DGN95 bergeser jauh di koordinat SRGI nya. Faktor lain kemungkinan

dalam proses pengolahan data satelit terdapat kesalahan penulisan koordinat ataupun

blunder saat pengolahan data.

Nilai parameter transformasi SRGI2013 beserta dengan akurasi perhitungan

parameter skema pertama tipe 1 dapat dilihat pada tabel 6-8. Tabel 6 menunjukkan nilai

parameter transformasi SRGI2013 menggunakan metode Affin dengan urutan 3

komponen translasi xyz (dalam unit datum) dan 9 komponen parameter Affin. Tabel 7

menunjukkan nilai parameter transformasi SRGI2013 metode Bursa-Wolf dengan urutan 3

komponen translasi xyz (dalam unit datum), 3 komponen rotasi xyz (dalam unit radians)

dan 1 komponen faktor skala. Tabel 8 menunjukkan nilai paramater transformasi

SRGI2013 metode Molodensky dengan urutan 3 komponen translasi xyz (dalam unit

datum), 3 komponen rotasi xyz (dalam unit radians), 1 komponen faktor skala dan vektor

pusat rotasi.

Tabel 5. Nilai parameter metode Affin skema pertama tipe 1

Affine parameter akurasi

Translasi-x 0.396381352 5.36E-16

Translasi-y 0.048469962 5.36E-16

Page 25: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

25

Affine parameter akurasi

Translasi-z 5.15933712 5.36E-16

a1 0.999999996 9.40E-09

a2 -8.83E-08 4.44E-09

a3 1.47E-07 2.75E-08

a4 -1.69E-09 9.40E-09

a5 0.999999973 4.44E-09

a6 5.88E-08 2.75E-08

a7 2.53E-07 9.40E-09

a8 -7.83E-07 4.44E-09

a9 0.999999974 2.75E-08

Tabel 6. Nilai parameter metode Bursa-Wolf skema pertama tipe 1

Bursa-Wolf parameter akurasi

Translasi-x -0.19297596 0.0649343

Translasi-y 0.11458651 0.0606917

Translasi-z 0.35819915 0.16850819

Rotasi-x 9.38E-08 2.46E-08

Rotasi-y -8.36E-08 1.44E-08

Rotasi-z -2.99E-09 1.02E-08

Faktor skala 0.99999997 9.40E-09

Tabel 7. Nilai parameter metode Molodensky skema pertama tipe 1

Molodensky parameter akurasi

Translasi-x

-

0.155346774 0.011113544

Translasi-y

-

0.126859677 0.011113544

Translasi-z 5.35E-02 0.011113544

Rotasi-x 9.38E-08 2.46E-08

Rotasi-y -8.36E-08 1.44E-08

Rotasi-z -2.99E-09 1.02E-08

Faktor skala 1.00E+00 9.40E-09

Pusat rotasi

-

2579692.194

5697625.869

-405585.487 Skema pertama tipe 2: menggunakan titik sekutu seluruh wilayah Indonesia yang

sudah difilter

Proses filtering data skema pertama tipe 2 berdasarkan threshold selisih DGN95 dan

SRGI2013, dimana data yang digunakan adalah data dengan selisih kurang dari 1 meter

di koordinat geodetiknya. Acuan filtering data adalah titik sekutu yang digunakan tidak

mengalami perubahan posisi yang signifikan akibat gempa. Selain itu membuang data-

data input yang error sehingga tidak berpengaruh pada kualitas parameter transformasi

Page 26: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

26

yang dihasilkan. Dari hasil proses filtering didapatkan titik sekutu berjumlah 610 titik, titik

Check point berjumlah 26 titik, jadi total titik yang digunakan berjumlah 636 titik.

Tabel 8. Resultan residu skema pertama tipe 2

Affine

Bursa-

Wolf Molodensky

min 0.026637 0.019696 0.019696

max 1.217512 1.20661 1.20661

rata-rata 0.24601 0.256951 0.256951

standart

deviasi 0.177239 0.177644 0.177644

Seperti dapat dilihat pada tabel 9, ketiga metode penentuan transformasi koordinat

yang digunakan menghasilkan nilai resultan residual maksimal pada nilai 1.2 m dan

minimal pada rentang 0.019-0.020m, artinya data input yang digunakan jauh lebih baik

dibandingkan dengan menggunakan tipe 1 tanpa dilakukan filtering data. Meskipun masih

ada resultan residu yang menunjukkan nilai 1.2 meter. Nilai parameter transformasi

SRGI2013 beserta dengan akurasi perhitungan parameter skema pertama tipe 2 dapat

dilihat pada tabel 10-12.

Tabel 9. Nilai parameter metode Affin skema pertama tipe 2

Affine parameter akurasi

Translasi-x 0.904546533 3.41E-16

Translasi-y 0.400779202 3.41E-16

Translasi-z 4.170496672 3.41E-16

a1 1.000000031 6.22E-09

a2 -1.60E-07 2.94E-09

a3 1.38E-07 1.80E-08

a4 1.95E-08 6.22E-09

a5 0.999999919 2.94E-09

a6 7.70E-08 1.80E-08

a7 1.92E-07 6.22E-09

a8 -6.37E-07 2.94E-09

a9 0.999999981 1.80E-08

Tabel 10. Nilai parameter metode Bursa-Wolf skema pertama tipe 2

Bursa-Wolf parameter akurasi

Translasi-x -0.19779323 0.04345

Translasi-y 0.097910004 0.04071

Translasi-z 0.381551691 0.11167

Rotasi-x 9.33E-08 1.63E-08

Rotasi-y -7.29E-08 9.53E-09

Rotasi-z -1.37E-09 6.82E-09

Faktor skala 0.999999965 6.30E-09

Page 27: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

27

Tabel 11. Nilai parameter metode Molodensky skema pertama tipe 2

Molodensky parameter akurasi

Translasi-x -0.14669836 0.00731

Translasi-y -0.14053115 0.00731

Translasi-z 5.04E-02 0.00731

Rotasi-x 9.33E-08 1.63E-08

Rotasi-y -7.29E-08 9.53E-09

Rotasi-z -1.37E-09 6.82E-09

Faktor skala 1.00E+00 6.30E-09

Pusat rotasi

-2567497.21

5707481.302

-406877.105

Skema kedua: menggunakan titik sekutu per wilayah pulau besar

Skema kedua membagi titik sekutu menjadi beberapa wilayah per pulau besar di

Indonesia. Sebaran penentuan titik sekutu bisa dilihat pada gambar 16. Wilayah

Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah yaitu antara lain Sumatera, Kalimantan, Jawa dan

Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara serta Papua dan Maluku. Berdasarkan kriteria ini maka titik

sekutu dibagi sebagai berikut:

- Pulau Sumatera : 150 titik sekutu

- Pulau Kalimantan : 72 titik sekutu

- Pulau Jawa dan Bali : 135 titik sekutu

- Pulau Nusa Tenggara : 77 titik sekutu

- Pulau Sulawesi : 119 titik sekutu

- Pulau Papua dan Maluku : 57 titik sekutu.

77 titik di Nusa Tenggara merupakan gabungan 5 titik dari wilayah Maluku yang

secara geografis sangat dekat dengan Nusa Tenggara, oleh karena itu 5 titik tersebut

dijadikan satu di titik sekutu Nusa Tenggara.

Gambar 16. Skenario pembagian pengolahan data per pulau besar.

Page 28: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

28

Tabel 12. Resultan residu parameter menggunakan metode Affin

Residu Sumatera

Jawa dan

Bali Kalimantan Sulawesi

Nusa

Tenggara

Papua dan

Maluku

MIN 0.030658515 0.015446075 0.034990097 0.040053446 0.034307681 0.063344591

MAX 1.052934471 1.08659199 0.55323736 1.127801209 0.770527371 0.739911382

AVERAGE 0.188990979 0.136492203 0.206781377 0.237786534 0.20664269 0.276989035

STDEV 0.155740134 0.11604897 0.145461676 0.179863614 0.157332204 0.147239242

Tabel 13. Resultan residu parameter menggunakan metode Bursa-Wolf

Residu Sumatera

Jawa dan

Bali Kalimantan Sulawesi

Nusa

Tenggara

Papua dan

Maluku

MIN 0.035246926 0.012292735 0.036222785 0.008794144 0.033846732 0.02560823

MAX 1.169124052 1.087427201 0.551118986 1.211253607 0.801845595 0.885801392

AVERAGE 0.222651335 0.137442827 0.214120286 0.241124008 0.230608024 0.343660251

STDEV 0.180988545 0.117027542 0.143641321 0.189647282 0.151574467 0.174943235

Tabel 14. Resultan residu parameter menggunakan metode Molodensky

Residu Sumatera

Jawa dan

Bali Kalimantan Sulawesi

Nusa

Tenggara

Papua dan

Maluku

MIN 0.035246926 0.012292736 0.036222786 0.008794144 0.033846731 0.025608229

MAX 1.169124053 1.087427202 0.551118987 1.211253607 0.801845595 0.885801392

AVERAGE 0.222651335 0.137442827 0.214120286 0.241124008 0.230608024 0.343660251

STDEV 0.180988546 0.117027542 0.143641321 0.189647282 0.151574467 0.174943235

Seperti dapat dilihat pada tabel 13 hingga tabel 15, ketiga metode penentuan

transformasi koordinat yang digunakan menghasilkan nilai resultan residual bervariatif.

Dari skema pembagian titik sekutu per pulau besar ini, metode Affin memberikan rata-

rata dan standart deviasi lebih kecil daripada metode Bursa-Wolf dan Molodensky kecuali

standart deviasi di wilayah nusa tenggara dan kalimantan dimana residual affin lebih

besar dibandingkan dengan metode Bursa-Wolf dan Molodensky. Untuk hasil per pulau,

nilai parameter pengolahan menggunakan titik sekutu hasil dari pulau Jawa dan Bali

menghasilkan nilai rata-rata dan standart deviasi paling kecil daripada titik-titik sekutu per

pulau lainnya. Sebaran titik sekutu di pulau Jawa dan Bali yang sangat merata membuat

konfigurasi dari pengolahan parameter lebih baik dari pada di pulau-pulau lain. Titik input

yang digunakan sebagai titik sekutu di wilayah Jawa dan Bali memiliki selisih sebesar 0.5

meter antara koordinat DGN95 dengan SRGI2013. Artinya koordinat titik input tidak

berubah secara signifikan akibat gempa atau kesalahan eksternal alinnya. Selain itu

pergerakan lempeng di Pulau Jawa relatif kurang aktif dibandingkan dengan pulau

Sumatera, Sulawesi ataupun Papua.

Page 29: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

29

Gambar 17. Arah pergerakan lempeng berdasarkan hasil pengolahan data GPS.

Skema ketiga: membagi per wilayah berdasarkan dengan arah pergerakan titik DGN95

ke SRGI2013

Skenario pengolahan data ketiga adalah dengan membagi region menjadi 14 bagian

sesuai dengan arah pergerakan vektor koordinat titik sekutu. Arah vektor ini didapatkan

dari selisih koordinat DGN95 dan SRGI2013 di koordinat geodetiknya. Pada skema ketiga

ini, penentuan titik sekutu didasarkan pada pola visual vektor koordinat selisih DGN95

dengan SRGI2013. Titik titik yang memiliki arah vektor yang sama pada suatu wilayah

dijadikan satu region dan kemudian dari input titik tersebut ditentukan parameter

transformasi wilayah tersebut.

Pola arah dan besaran pergerakan lempeng di Indonesia berdasarkan dari hasil

perhitungan data GPS CORS bisa dilihat pada gambar 17. Melihat gambar 17, ada

beberapa arah vektor dari selisih koordinat yang tidak sama dengan arah pergerakan

lempeng hasil dari pengolahan data GPS. Mekanisme penentuan parameter transformasi

dengan membagi wilayah berdasarkan dari kesamaan arah vektor kecepatan titik sekutu.

Dari hasil pemilihan wilayah tersebut, maka didapatkan 12 region yang tersebar.

• Region01 Sumatera bagian Utara: 45

• Region02 Sumatera bagian Tengah: 47

• Region03 Sumatera bagian Selatan: 54

• Region06 Sulawesi bagian Selatan: 33

• Region07 Sulawesi bagian Tengah: 56

• Region08 Sulawesi bagian Utara, Maluku dan Papua: 91

Page 30: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

30

• Region09 Nusa Tenggara bagian Selatan: 44

• Region10 Nusa Tenggara bagian Utara: 29

• Region11 Jawa: 136

• Region12 Kalimantan: 74

Gambar 18. Selisih dan arah koordinat DGN95 ke SRGI2013 di koordinat geodetik

Skema ketiga ini menerapkan pembatasan treshold yang digunakan, dengan asumsi

bahwa titik diluar rentang treshold merupakan titik dengan pergerakan deformasi yang

aktif sehingga tidak dilibatkan dalam proses pengolahan data. Demikian juga dengan

penerapan treshold bernilai 0, dengan asumsi bahwa titik tersebut tidak pernah berubah

dalam rentang tahun 1992 hingga 2012 maka titik tersebut tidak digunakan dalam proses

pengolahan data. Penentuan treshold dilihat dari jarak koordinat DGN95 dengan

SRGI2013, pengolahan jarak antar sistem koordinat menggunakan formula vicenty.

Mekanisme treshold bisa dijabarkan sebagai berikut:

• Treshold 0.0-0.40 titik yang digunakan sebanyak 416 dan ditolak sebesar 193 titik.

• Treshold 0.0-0.75 titik yang digunakan sebanyak 572 dan ditolak sebesar 33 titik.

• Treshold 0.2-0.40 titik yang digunakan sebanyak 353 dan ditolak sebesar 256 titik.

• Treshold 0.2-0.75 titik yang digunakan sebanyak 509 dan ditolak sebesar 100 titik.

Uji akurasi menggunakan check point

Uji akurasi hasil parameter menggunakan nilai koordinat check point yang sudah

ditentukan. Hasil perhitungan parameter per pulau kemudian diolah menggunakan titik-

titik check point keseluruhan di koordinat DGN95. Perbedaan nilai hasil olahan dengan

koordinat check point di koordinat SRGI2013 merupakan residu yang digunakan untuk

menguji akurasi hasil parameter yang didapatkan. Semakin kecil selisih perhitungan

Page 31: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

31

dengan koordinat SRGI maka parameter transformasi yang digunakan akan semakin

bagus.

Untuk di beberapa lokasi hasil uji akurasi menggunakan skema perhitungan skema 3

(dengan memperhatikan arah peregrakan lempeng) lebih bagus dibandingkan dengan

pengolahan per pulau (tanpa memperhitungkan arah pergerakan lempengnya). Arah

pergerakan lempeng ini masih berdasarkan kenampakan visual dari vektor selisih antara

koordinat DGN95 dengan koordinat SRGI2013.

Tabel 15. Resultan Check Point menggunakan metode Affin

Check

point Sumatera

Jawa dan

Bali Kalimantan Sulawesi

Nusa

Tenggara

Papua dan

Maluku

MIN 0.101529733 0.024309245 0.086584053 0.112017513 0.050801387 0.047943888

MAX 13.23939238 1.578188829 4.313032685 9.537730582 8.193018121 4.160877301

AVERAGE 3.10538789 0.426989625 0.826084734 2.705240323 1.771771358 1.266624205

STDEV 2.544697643 0.311193986 0.705472341 2.149967178 1.548239502 0.93035368

Tabel 16. Resultan Check Point menggunakan metode Bursa-Wolf

Check point Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi

Nusa

Tenggara Papua dan Maluku

MIN 0.047502757 0.019301994 0.056925042 0.073585917 0.063077957 0.120624635

MAX 1.631443441 1.564565488 1.393924724 1.283621393 1.616697474 1.916285526

AVERAGE 0.402279437 0.417570413 0.492813608 0.520314542 0.555848831 0.803327803

STDEV 0.259878756 0.244121046 0.231355044 0.206794992 0.294701594 0.313982539

Tabel 17. Resultan Check Point menggunakan metode Molodensky

Check

point Sumatera

Jawa dan

Bali Kalimantan Sulawesi

Nusa

Tenggara

Papua dan

Maluku

MIN 0.035257831 0.021492321 0.053577655 0.066238669 0.063077743 0.097481321

MAX 1.623597779 1.56460076 1.39796883 1.371742801 1.616677329 1.669269546

AVERAGE 0.393680106 0.416774625 0.482244907 0.355891611 0.55596274 0.620921409

STDEV 0.272290787 0.242996128 0.229276112 0.181218963 0.294679574 0.282886419

Setelah dilakukan validasi menggunakan titik check point, residual titik sekutu per

wilayah pulau besar dapat dilihat pada tabel 16 hingga tabel 18. Setelah divalidasi rata-

rata dan standart deviasi wilayah Jawa dan Bali memberikan hasil yang paling kecil

daripada pulau lain. Distribusi titik sekutu di Jawa dan Bali yang ideal membuat hasil

check point nya bagus. Pada tabel 16, nilai resultan check point menggunakan metode

Affin dengan titik sekutu di Pulau Sumatera mendapatkan nilai maksimal 13.239 meter.

Nilai besar ini akibat nilai CP di titik N.6004A di Pulau Papua. Titik N.6004A tidak cocok

menggunakan parameter transformasi hasil perhitungan dengan titik sekutu wilayah

Sumatera. Secara keseluruhan metode Affin menghasilkan nilai uji akurasi jauh lebih

rendah dibandingkan dengan kedua metode lain. Nilai rata-rata dan deviasi metode Affin

lebih besar dibandingkan dengan kedua metode lain, dilihat dari masih terdapat titik

dengan selisih di atas 4 meter.

Gambar 19 menyajikan hasil lain pengolahan yaitu grafik hasil uji titik check point

yang berada di dalam konfigurasi titik sekutunya. Metode affin menghasilkan nilai yang

Page 32: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

32

bagus untuk titik uji yang berada di dalam konfigurasi titik sekutu dengan nilai di bawah

0.3 meter di wilayah Sumatera. Berbeda dengan tabel 16, penggunaan parameter titik

sekutu Sumatera masih ditemukan titik check point dengan nilai residu yang besar di luar

dari konfigurasi titik sekutu wilayah Sumatera. Berdasarkan gambar 19, secara

keseluruhan wilayah kalimantan menghasilkan nilai akurasi paling bagus untuk semua

metode pengolahan data yang digunakan, rentang nilai akurasi di bawah 0.2 meter.

Gambar 19. Grafik uji akurasi titik di dalam konfigurasi titik sekutu

Transformasi affin bersifat linier, sehingga sifat objek geometris yang ditransformasi

adalah invariant. Dalam hal ini transformasi affin mempertahankan kesegarisan,

kesejajaran, dan perbandingan, namun tidak mengawetkan kesebangunan (Gunawan &

Suwanda, 2013). Metode Affin tidak cocok untuk menghasilkan parameter transformasi

dengan jumlah titik sekutu terbatas dan kurang bagus menentukan koordinat di luar dari

konfigurasi titik sekutunya.

Metode Molodensky memberikan nilai rata-rata dan standart deviasi yang lebih kecil

dibandingkan dengan metode Bursa-Wolf dan Affin, kecuali resultan check point Bursa-

Wolf di Sumatera yang memiliki standart deviasi lebih kecil dari pada std menggunakan

metode Molodensky.

Uji akurasi kedua dilakukan pada skema 3 hasil parameter menggunakan nilai

koordinat check point yang sudah ditentukan. Untuk di beberapa lokasi skema

perhitungan skema 3 (dengan memperhatikan arah peregrakan lempeng) lebih bagus

dibandingkan dengan pengolahan per pulau (tanpa memperhitungkan arah pergerakan

lempengnya). Hasil residual skema 3 bisa dilihat pada gambar 21 hingga gambar 28.

-1,000

-0,800

-0,600

-0,400

-0,200

0,000

0,200

0,400

0,600

0,800

1,000

jaw

a

ka

lim

an

tan

Nu

sra

Pap

ua m

alu

ku

Su

law

es

i

Su

mate

ra

Su

mate

ra

Affin dx (m)

Affin dy (m)

Affin dz (m)

Affin resultan

Bursa-wolf dx (m)

Bursa-wolf dy (m)

Bursa-wolf dz (m)

Bursa-wolf resultan

Molodensky dx (m)

Molodensky dy (m)

Molodensky dz (m)

Molodensky resultan

Page 33: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

33

Gambar 20. Residual titik check point menggunakan parameter Indonesia.

Gambar 21. Standard Deviasi dari Check Point dengan threshold 0.0-0.4

-0.600

-0.400

-0.200

0.000

0.200

0.400

0.600

0.800

dx dy dz S-1 dx dy dz S-2 dx dy dz S-3 dx dy dz S-1 dx dy dz S-2 dx dy dz S-3 dx dy dz S-1 dx dy dz S-2 dx dy dz S-3

Indonesia - Residuals

N.1045 N.1001 N1.1038 N1.1041 N.1089 JKU8_GPS N1.0269 N1.0321 N1.3081

N1.2056 N1.2076 N1.2065 KARU_GPS N1.4025 N1.4008 GT01_GPS N1.4069 N1.3074

N.3004 N1.3035 KAPA_GPS N1.5016 N1.5006 WAPO_GPS TPRA_GPS

Affine Bursa-Wolf Molodensky

Affine Bursa-Wolf Molodensky

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

Par0

7 Su

mR

eg1

Par1

0 Su

mR

eg1

Par1

2 Su

mR

eg1

Par0

7 Su

mR

eg2

Par1

0 Su

mR

eg2

Par1

2 Su

mR

eg2

Par0

7 Su

mR

eg3

Par1

0 Su

mR

eg3

Par1

2 Su

mR

eg3

Par0

7 STrR

eg6

Par1

0 STrR

eg6

Par1

2 STrR

eg6

Par0

7 STh

Reg7

Par1

0 STh

Reg7

Par1

2 STh

Reg7

Par0

7 SM

PR

eg8

Par1

0 SM

PR

eg8

Par1

2 SM

PR

eg8

Par0

7 N

usR

eg9

Par1

0 N

usR

eg9

Par1

2 N

usR

eg9

Par0

7 SN

sReg1

0

Par1

0 SN

sReg1

0

Par1

2 SN

sReg1

0

Par0

7 K

alReg1

1

Par1

0 K

alReg1

1

Par1

2 K

alReg1

1

Par0

7 JB

lReg1

2

Par1

0 JB

lReg1

2

Par1

2 JB

lReg1

2

Par0

7 JK

lReg4

Par1

0 JK

lReg4

Par1

2 JK

lReg4

Par0

7 N

usR

eg5

Par1

0 N

usR

eg5

Par1

2 N

usR

eg5

Par0

7 A

ll

Par1

0 A

ll

Par1

2 A

ll

Standard Deviasi dari Check Point

0.0-0.4

X Y Z R

Page 34: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

34

Gambar 22. Standard Deviasi dari Check Point dengan threshold 0.0-0.75

Gambar 23. Standard Deviasi dari Check Point dengan threshold 0.2-0.4

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

Par0

7 Su

mR

eg1P

ar10

Sum

Reg1

Par1

2 Su

mR

eg1P

ar07

Sum

Reg2

Par1

0 Su

mR

eg2P

ar12

Sum

Reg2

Par0

7 Su

mR

eg3P

ar10

Sum

Reg3

Par1

2 Su

mR

eg3P

ar07

STrReg6

Par1

0 STrR

eg6P

ar12

STrReg6

Par0

7 STh

Reg7

Par1

0 STh

Reg7

Par1

2 STh

Reg7

Par0

7 SM

PR

eg8P

ar10

SMP

Reg8

Par1

2 SM

PR

eg8P

ar07

Nu

sReg9

Par1

0 N

usR

eg9P

ar12

Nu

sReg9

Par0

7 SN

sReg1

0P

ar10

SNsR

eg10

Par1

2 SN

sReg1

0P

ar07

KalR

eg11

Par1

0 K

alReg1

1P

ar12

KalR

eg11

Par0

7 JB

lReg1

2P

ar10

JBlR

eg12

Par1

2 JB

lReg1

2P

ar07

JKlR

eg4P

ar10

JKlR

eg4P

ar12

JKlR

eg4P

ar07

Nu

sReg5

Par1

0 N

usR

eg5P

ar12

Nu

sReg5

Par0

7 A

llP

ar10

All

Par1

2 A

llStandard Deviasi dari Check Point

0.0-0.75

X Y Z R

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

Par0

7 Su

mR

eg1P

ar10

Sum

Reg1

Par1

2 Su

mR

eg1P

ar07

Sum

Reg2

Par1

0 Su

mR

eg2P

ar12

Sum

Reg2

Par0

7 Su

mR

eg3P

ar10

Sum

Reg3

Par1

2 Su

mR

eg3P

ar07

STrReg6

Par1

0 STrR

eg6P

ar12

STrReg6

Par0

7 STh

Reg7

Par1

0 STh

Reg7

Par1

2 STh

Reg7

Par0

7 SM

PR

eg8P

ar10

SMP

Reg8

Par1

2 SM

PR

eg8P

ar07

Nu

sReg9

Par1

0 N

usR

eg9P

ar12

Nu

sReg9

Par0

7 SN

sReg1

0P

ar10

SNsR

eg10

Par1

2 SN

sReg1

0P

ar07

KalR

eg11

Par1

0 K

alReg1

1P

ar12

KalR

eg11

Par0

7 JB

lReg1

2P

ar10

JBlR

eg12

Par1

2 JB

lReg1

2P

ar07

JKlR

eg4P

ar10

JKlR

eg4P

ar12

JKlR

eg4P

ar07

Nu

sReg5

Par1

0 N

usR

eg5P

ar12

Nu

sReg5

Par0

7 A

llP

ar10

All

Par1

2 A

ll

Standard Deviasi dari Check Point

0.2-0.4

X Y Y Z

Page 35: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

35

Gambar 24. Standard Deviasi dari Check Point dengan threshold 0.2-0.75

Gambar 25. RMS dari Check Point dengan threshold 0.0-0.4

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

1,4

1,6

Par0

7 Su

mR

eg1

Par1

0 Su

mR

eg1

Par1

2 Su

mR

eg1

Par0

7 Su

mR

eg2

Par1

0 Su

mR

eg2

Par1

2 Su

mR

eg2

Par0

7 Su

mR

eg3

Par1

0 Su

mR

eg3

Par1

2 Su

mR

eg3

Par0

7 STrR

eg6

Par1

0 STrR

eg6

Par1

2 STrR

eg6

Par0

7 STh

Reg7

Par1

0 STh

Reg7

Par1

2 STh

Reg7

Par0

7 SM

PR

eg8

Par1

0 SM

PR

eg8

Par1

2 SM

PR

eg8

Par0

7 N

usR

eg9

Par1

0 N

usR

eg9

Par1

2 N

usR

eg9

Par0

7 SN

sReg1

0

Par1

0 SN

sReg1

0

Par1

2 SN

sReg1

0

Par0

7 K

alReg1

1

Par1

0 K

alReg1

1

Par1

2 K

alReg1

1

Par0

7 JB

lReg1

2

Par1

0 JB

lReg1

2

Par1

2 JB

lReg1

2

Par0

7 JK

lReg4

Par1

0 JK

lReg4

Par1

2 JK

lReg4

Par0

7 N

usR

eg5

Par1

0 N

usR

eg5

Par1

2 N

usR

eg5

Par0

7 A

ll

Par1

0 A

ll

Par1

2 A

llStandard Deviasi dari Check Point

0.2-0.75X Y Z R

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

Par

07

Su

mR

eg1

Par

10

Su

mR

eg1

Par

12

Su

mR

eg1

Par

07

Su

mR

eg2

Par

10

Su

mR

eg2

Par

12

Su

mR

eg2

Par

07

Su

mR

eg3

Par

10

Su

mR

eg3

Par

12

Su

mR

eg3

Par

07

STr

Reg

6

Par

10

STr

Reg

6

Par

12

STr

Reg

6

Par

07

STh

Reg

7

Par

10

STh

Reg

7

Par

12

STh

Reg

7

Par

07

SM

PR

eg8

Par

10

SM

PR

eg8

Par

12

SM

PR

eg8

Par

07

Nu

sReg

9

Par

10

Nu

sReg

9

Par

12

Nu

sReg

9

Par

07

SN

sReg

10

Par

10

SN

sReg

10

Par

12

SN

sReg

10

Par

07

Kal

Reg

11

Par

10

Kal

Reg

11

Par

12

Kal

Reg

11

Par

07

JB

lReg

12

Par

10

JB

lReg

12

Par

12

JB

lReg

12

Par

07

JK

lReg

4

Par

10

JK

lReg

4

Par

12

JK

lReg

4

Par

07

Nu

sReg

5

Par

10

Nu

sReg

5

Par

12

Nu

sReg

5

Par

07

All

Par

10

All

Par

12

All

RMSdari Check Point

0.0-0.4

X Y Z

Page 36: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

36

Gambar 26. RMS dari Check Point dengan threshold 0.2-0.4

Gambar 27. RMS dari Check Point dengan threshold 0.0-0.75

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

Par

07

Su

mR

eg1

Par

10

Su

mR

eg1

Par

12

Su

mR

eg1

Par

07

Su

mR

eg2

Par

10

Su

mR

eg2

Par

12

Su

mR

eg2

Par

07

Su

mR

eg3

Par

10

Su

mR

eg3

Par

12

Su

mR

eg3

Par

07

STr

Reg

6P

ar1

0 S

TrR

eg6

Par

12

STr

Reg

6P

ar0

7 S

ThR

eg7

Par

10

STh

Reg

7P

ar1

2 S

ThR

eg7

Par

07

SM

PR

eg8

Par

10

SM

PR

eg8

Par

12

SM

PR

eg8

Par

07

Nu

sReg

9P

ar1

0 N

usR

eg9

Par

12

Nu

sReg

9P

ar0

7 S

NsR

eg1

0P

ar1

0 S

NsR

eg1

0P

ar1

2 S

NsR

eg1

0P

ar0

7 K

alR

eg1

1P

ar1

0 K

alR

eg1

1P

ar1

2 K

alR

eg1

1P

ar0

7 J

BlR

eg1

2P

ar1

0 J

BlR

eg1

2P

ar1

2 J

BlR

eg1

2P

ar0

7 J

KlR

eg4

Par

10

JK

lReg

4P

ar1

2 J

KlR

eg4

Par

07

Nu

sReg

5P

ar1

0 N

usR

eg5

Par

12

Nu

sReg

5P

ar0

7 A

llP

ar1

0 A

llP

ar1

2 A

ll

RMS dari Check Point

0.2-0.4

X Y Z

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

Par

07

Su

mR

eg1

Par

10

Su

mR

eg1

Par

12

Su

mR

eg1

Par

07

Su

mR

eg2

Par

10

Su

mR

eg2

Par

12

Su

mR

eg2

Par

07

Su

mR

eg3

Par

10

Su

mR

eg3

Par

12

Su

mR

eg3

Par

07

STr

Reg

6P

ar1

0 S

TrR

eg6

Par

12

STr

Reg

6P

ar0

7 S

ThR

eg7

Par

10

STh

Reg

7P

ar1

2 S

ThR

eg7

Par

07

SM

PR

eg8

Par

10

SM

PR

eg8

Par

12

SM

PR

eg8

Par

07

Nu

sReg

9P

ar1

0 N

usR

eg9

Par

12

Nu

sReg

9P

ar0

7 S

NsR

eg1

0P

ar1

0 S

NsR

eg1

0P

ar1

2 S

NsR

eg1

0P

ar0

7 K

alR

eg1

1P

ar1

0 K

alR

eg1

1P

ar1

2 K

alR

eg1

1P

ar0

7 J

BlR

eg1

2P

ar1

0 J

BlR

eg1

2P

ar1

2 J

BlR

eg1

2P

ar0

7 J

KlR

eg4

Par

10

JK

lReg

4P

ar1

2 J

KlR

eg4

Par

07

Nu

sReg

5P

ar1

0 N

usR

eg5

Par

12

Nu

sReg

5P

ar0

7 A

llP

ar1

0 A

llP

ar1

2 A

ll

RMS dari Check Point

0.0-0.75

X Y Z

Page 37: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

37

Gambar 28. RMS dari Check Point dengan threshold 0.2-0.75

Dari hasil grafik pada gambar 22 hingga gambar 28, maka dapat dilihat bahwa

pemberian treshold rentang data yang digunakan untuk input titik sekutu tidak

berdampak secara signifikan ke hasil pengolahan data. Artinya selama data sudah tidak

mengandung outlier maka data tersebut bisa digunakan sebagai input pengolahan

transformasi koordinat. Hasil pengolahan data dengan mengelompokkan data

berdasarkan arah pergerakan lempeng, memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan

dengan skema membagi titik sekutu per pulau besar.

KESIMPULAN

Titik sekutu yang sudah dikelompokkan berdasarkan skema 1 hingga skema 3

menghasilkan parameter-parameter transformasi koordinat untuk merubah koordinat

DGN95 ke SRGI2013. Pembagian wilayah titik sekutu sangat berpengaruh terhadap hasil

residu check point. Data inputan titik sekutu yang memiliki error besar akan

mempengaruhi hasil parameter transformasi yang didapatkan. Error titik sekutu bisa

dilihat dari selisih koordinat datum lama dengan koordinat datum baru. Error ini akibat

kejadian gempa besar di wilayah tersebut ataupun kesalahan saat pengolahan data

satelit, perlu ditelusuri lebih lanjut. Setelah dilakukan analisis arah vektor selisih koordinat

ini ada yang merupakan akibat dari proses pergerakan lempeng di wilayah tersebut dan

beberapa ada yang bukan merupakan kegiatan deformasi. Kesulitan dalam proses

membedakan pengaruh deformasi dalam penentuan transformasi koordinat ini sehingga

ke depannya dibutuhkan kajian yang lebih komprehensif untuk mendapatkan ketelitian

transformasi yang memadai.

Hasil pengolahan data dengan mengelompokkan data berdasarkan arah pergerakan

lempeng, memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan skema membagi titik

sekutu per pulau besar. Akan tetapi skema pengelompokkan titik sekutu berdasarkan arah

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

Par

07

Su

mR

eg1

Par

10

Su

mR

eg1

Par

12

Su

mR

eg1

Par

07

Su

mR

eg2

Par

10

Su

mR

eg2

Par

12

Su

mR

eg2

Par

07

Su

mR

eg3

Par

10

Su

mR

eg3

Par

12

Su

mR

eg3

Par

07

STr

Reg

6P

ar1

0 S

TrR

eg6

Par

12

STr

Reg

6P

ar0

7 S

ThR

eg7

Par

10

STh

Reg

7P

ar1

2 S

ThR

eg7

Par

07

SM

PR

eg8

Par

10

SM

PR

eg8

Par

12

SM

PR

eg8

Par

07

Nu

sReg

9P

ar1

0 N

usR

eg9

Par

12

Nu

sReg

9P

ar0

7 S

NsR

eg1

0P

ar1

0 S

NsR

eg1

0P

ar1

2 S

NsR

eg1

0P

ar0

7 K

alR

eg1

1P

ar1

0 K

alR

eg1

1P

ar1

2 K

alR

eg1

1P

ar0

7 J

BlR

eg1

2P

ar1

0 J

BlR

eg1

2P

ar1

2 J

BlR

eg1

2P

ar0

7 J

KlR

eg4

Par

10

JK

lReg

4P

ar1

2 J

KlR

eg4

Par

07

Nu

sReg

5P

ar1

0 N

usR

eg5

Par

12

Nu

sReg

5P

ar0

7 A

llP

ar1

0 A

llP

ar1

2 A

ll

RMSdari Check Point

0.2-0.75

X Y Z

Page 38: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

38

pergerakan lempeng sangat susah saat diterapkan pada saat pelayanan data. Skema ini

menghasilkan banyak sekali parameter transformasi koordinat. Saat proses transformasi,

perangkat lunak transformasi yang akan dibuat nanti harus bisa mengakomodir

parameter transformasi yang ada tersebut. Perlu batasan berapa ketelitian yang bisa

dicapai menggunakan metode transformasi koordinat ini, sehingga akan ada satu

parameter transformasi yang akan digunakan untuk merubah koordinat DGN95 ke

SRGI2013.

Dari ketiga metode yang digunakan maka metode molodensky lebih bagus dari

kedua metode lainnya dilihat dari nilai deviasi pengolahan data. Meskipun demikian perlu

kajian lebih dalam lagi dengan metode lain sehingga dapat dihasilkan parameter

transformasi koordinat yang sudah mengakomodir pergerakan lempeng dan sangat sesuai

dengan ketelitian yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Bakosurtanal. (2005). Panduan Teknis Datum dan Sistem Koordinat Peta Rupabumi

Indonesia. Bogor.

Bursa, M. (1962). The theory of the determination of the nonparallelism of the minor axis

of the reference ellipsoid, Polar axis of the Earth, and initial astronomical and geodetic

meridians from observation of artificial E arth satellites. Studia Geophysica et

Geodaetica, 6(2), 209–214.

Gunawan, G., & Suwanda. (2013). Transformasi affin pada bidang. Jurnal Matematika,

12(1), 1–8.

Republik Indonesia. (2015). Peraturan Mentri ESDM No. 33.

Republik Indonesia. (2011). Undang-undang Informasi Geospasial No. 4.

Sandi, E. H., Pahlevi, A. M., Aditiya, A., & Efendi, J. (2013). Status Stasiun Continuously

Operating Reference Station (CORS) Badan Informasi Geospasial (BIG) 2012. In

Ikatan Surveyor Indonesia.

Solomon, M. (2013). DETERMINATION OF TRANSFORMATION PARAMETERS FOR

MONTSERRADO COUNTY, REPUBLIC OF LIBERIA. Kwame Nkrumah University.

Wolf, H. (1963). Geometric connection and reorientation of three-dimensional triangulation

nets. Bulletin Geodesique, 68(1), 165–169.

Page 39: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

39

LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENELITIAN INTERFERENSI

GELOMBANG DI SEKITAR STASIUN CORS TANGERANG (CTGR)

METODE PENGAMATAN KEHANDALAN FUNGSI STASIUN CORS BIG

CTGR DI GEDUNG STO LENGKONG TELKOM-BSD

Kelompok Penelitian Jaring Kontrol Geodesi

Pusat Penelitian, Promosi dan Kerjasama

Badan Informasi Geospasial

Page 40: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

40

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi navigasi membuat penggunaan spektrum radio magnetik menjadi

meningkat beberapa tahun belakangan ini. Peningkatan ini menyebabkan spektrum

frekuensi radio berubah secara signifikan. Ketika dua sistem menggunakan frekuensi yang

sama atau frekuensi yang saling berdekatan, menyebabkan terjadinya interferensi antar

kedua sistem tersebut. Radio Frequency Interference (RFI) dapat secara signifikan

mengurangi kinerja receiver GNSS atau bahkan sepenuhnya memblok akuisisi atau

pelacakan satelit. Efek RFI dapat menyebabkan loss of receiver tracking, kekuatan RFI

yang cukup kuat bisa mengganggu proses tracking sinyal satelit. Selain itu, RFI membuat

Signal to Noise (SNR) menjadi menurun dan meningkatkan noise pengukuran

pseudorange dan fase. Untuk penerima GNSS, penurunan kinerja dapat mengakibatkan

antara lain pengukuran rentang dan fase yang kurang akurat yang mengarah ke solusi

posisi yang kurang akurat. Karena aplikasi GNSS modern menuntut akurasi yang semakin

tinggi sehingga menjadikan subjek interferensi sangat penting.

Selama ini pemasangan stasiun CORS sebgaian besar ditempatkan di kantor Sentral

Telepon Otomat atau sering disebut dengan STO milik PT. Telekomunikasi Indonesia

(Telkom). Alasan pemilihan kantor STO telkom untuk tempat operasi CORS karena lokasi

stasiun telkom yang tersedia hampir di setiap ibukota kabupaten, selain itu alasan krusial

stasiun CORS ditempatkan disana karena pengiriman data pengamatan satelit GNSS

dikirimkan menggunakan layanan VPN (Virtual Private Network) milik telkom. Hubungan

ini dibangun melalui suatu tunnel virtual antara 2 node (Sandi, Pahlevi, Aditiya, & Efendi,

2013). BIG menggunakan VPN IP untuk mengkomunikasikan beberapa alatnya yang ada

di kantor STO telkom diseluruh Indonesia ke server yang ada di Cibinong. Untuk

komunikasi datanya bersifat Realtime. Gambar 29 menujukan status implementasi VPN IP

pada GNSS station di Badan Informasi Geospasial.

Gambar 29. Topologi VPN pada komunikasi data stasiun GNSS (Sandi et al., 2013)

Dalam pelaksanaannya, penempatan stasiun CORS di wilayah Kantor telkom perlu

kewaspadaan, karena kita sadari bersama di kantor telkom banyak terdapat pemancar-

pemancar gelombang Elektromagnetik (EM) berkekuatan tinggi seperti microwave, sinyal

GSM dan lain sebagainya yang ada kemungkinan bisa mengganggu penerimaan sinyal

satelit di stasiun CORS tersebut. Meskipun gangguan itu kecil dan tidak secara langsung

berdampak terhadap penerimaan data satelit, akan tetapi perlu dibuatkan standart dan

pedoman penempatan stasiun CORS yang bebas dari gangguan sinyal elektromagnetik.

Kerentanan sinyal GNSS dapat disebabkan oleh sinyal Elektromagnetik yang sengaja

dilakukan jammer (seperti pada era Selective Availibility) maupun dengan tidak sengaja

Page 41: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

41

(seperti interference, multipath, radiated emission, cyber, ionosphere, segment errors).

Interferensi bisa terjadi di Continuous Wave (CW), Narrow Band (NB) or Wide Band (WB)

pada domain spektrum. Pengaruh interferensi pada perangkat GNSS adalah meningkatkan

noise in –band receiver dan mengurangi nilai Signal to Noise Ratio (SNR) pada receiver.

Kehadiran interferensi yang lebih kuat juga dapat menyebabkan kompresi atau saturasi

penerima dan menghasilkan produk harmonik dan intermodulasi yang masuk dalam jalur

pass penerima GNSS.

Sumber: https://www.novatel.com/tech-talk/velocity/velocity-2015/unintentional-interference/

Gambar 30. Interferensi di perangkat GNSS

Diperlukan pengujian lingkungan peralatan CORS untuk mengetahui apakah ada emisi

yang dikeluarkan perangkat lain baik sengaja maupun tidak disengaja yang dapat

mengganggu performa perangkat CORS. Untuk mengetahui hal tersebut maka

dilaksanakan kegiatan penelitian potensi gangguan interferensi gelombang

elektromagnetik dari sumber sinyal di sekitar satasiun CORS. Pengamatan interferensi

dilakukan di stasiun CORS BIG yang berada di gedung STO TELKOM BSD, Serpong mulai

tanggal 29 Januari 2018 sampai dengan 2 Februari 2018. Tujuan kegiatan penelitian

adalah untuk mengetahui kehandalan/integrity dari stasiun CORS BIG di gedung Telkom

khususnya dalam menghadapi potensi gangguan interferensi elektromagnetik dari sumber

sinyal di sekitar stasiun CORS BIG. Diharapkan dengan memiliki pengetahuan perihal

kehandalan stasiun CORS BIG dalam menghadapi potensi gangguan elektromagnetik dari

sumber sinyal di sekitar antenna penerimanya akan memberikan informasi perihal potensi

gangguan dan mitigasi dalam mengurangi potensi gangguan tersebut serta dapat

memberikan masukan terkait metodologi untuk perencanaan penempatan stasiun CORS

maupun metodologi evaluasi kehandalan stasiun CORS terkait gangguan elektromagnetik

dari lingkungan sekitarnya. Ilustrasi gangguan sinyal elektromagnetik bisa dilihat pada

gambar 31. Pada penelitian ini fokus gangguan adalah sinyal gelombang elektromagnetik

yang berasal dari tower-tower di sekitar STO Telkom. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini

dilakukan dengan koordinasi dan kerjasama tim lab EMC Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi (BPPT) dengan tim bidang penelitian Badan Informasi Geospasial.

Page 42: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

42

Gambar 31. Ilustrasi interferensi gelombang elektromagnetik yang menjadi gangguan saat

pengukuran GNSS.

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan informasi kegiatan monitoring data CORS bahwa data yang diterima dari

stasiun CORS milik BIG terkadang mengalami gangguan seperti tiba-tiba kehilangan sinyal

ataupun sinyal dari satelit GNSS mengalami gangguan penerimaan dimana nilai Signal To

Noise Ratio (SNR) nya mengalami penurunan drastis. Hal ini akan sangat mempengaruhi

ketersediaan maupun keakuratan data yang diperoleh dari stasiun CORS tersebut.

Gangguan sinyal ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal yang dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Faktor yang disebabkan oleh alam: hal ini bisa disebabkan oleh terdapatnya

perubahan pada tingkat kandungan partikel elektronik di atmosfer (ionosfer dan

troposfer), maupun disebabkan oleh kondisi cuaca lainnya.

2. Faktor yang disebabkan oleh system GNSS: hal ini bisa disebabkan oleh kesalahan

orbital atau ketidak akurasian lokasi satelit GNSS, maupun konfigurasi lokasi satelit

GNSS yang digunakan terletak pada posisi geometris yang kurang baik sehingga

menimbulkan nilai tinggi pada nilai Dillution of Precision (DOP) nya.

3. Faktor yang disebabkan oleh lingkungan perangkat penerima GNSS: hal ini bisa

disebabkan oleh letak perangkat penerima GNSS yang berada di tengah gedung-

gedung tinggi/obstacles sehingga menimbulkan efek multipath, jumlah satelit yang

dapat diterima oleh perangkat penerima kurang dari minimum kebutuhan satelit

untuk menentukan posisi, ataupun penurunan kualitas sinyal satelit yang dapat

disebabkan oleh obstacles maupun sumber sinyal elektromagnetik yang letaknya

berdekatan dengan posisi perangkat penerima sinyal GNSS .

Pada kegiatan penelitian ini akan dikaji gangguan penerimaan sinyal satelit GNSS

akibat faktor yang diduga berasal dari faktor ketiga diatas yang dapat menyebabkan

Page 43: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

43

gangguan pada sinyal GNSS pada perangkat penerima yaitu dalam hal ini adalah CORS

CTGR. Informasi lengkap perihal CORS yang akan menjadi objek uji (Device Under

Test/DUT) adalah sebagai berikut:

Nama Titik Kontrol CTGR

Desa / Kelurahan Lengkong

Kabupaten / Kota Tangerang

Kecamatan Serpong

Nama Lokal STO Lengkong Tangerang

Provinsi Banten

Keterangan Pilar Cor beton 30 x 30 x 100 cm

Lintang -6.290832

Bujur 106.663803

Tinggi Elipsoid 66.3642

X -1818043.81023

Y 6073794.02811

Z -694242.568

Alamat lokasi Jl. Civic Centre di belakang Kawasan Auto 2000 Bumi Serpong Damai

Tangerang.

METODE PENELITIAN

Pengambilan data untuk proses pengujian interferensi gelombang dilakukan di stasiun

CORS Tangerang (CTGR) tepatnya berada di kantor STO Telkom Bumi Serpong Damai,

Serpong yang beralamat di Jalan Civic centre, kelurahan Lengkong, Kecamatan Serpong,

Kabupaten Tangerang, Banten. Sample titik STO telkom BSD dipilih karena lokasi STO

dekat dengan lab EMC BPPT dan ada beberapa tower besar yang berhadapan langsung

dengan stasiun CORS CTGR.

Dalam rangka melaksanakan penelitian ini maka disiapkan metodologi pengujian

dengan melakukan monitoring kinerja perangkat penerima stasiun CORS CTGR selama

lima hari. Tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan ini sebagai berikut:

1. Tahapan pertama:

a. Identifikasi sumber potensi gangguan Radio Frequency

Scan frekuensi yang dapat terdeteksi dari lingkungan di sekitar CORS CTGR

menggunakan perangkat spectrum analyzer Tektronix dan antenna directional

Rohde&Schwartz baik pada lokasi di bawah Tower Pemancar (untuk mendeteksi

kemungkinan side lobes yang ada) serta pada lokasi di atas atap dekat lokasi

antenna CORS CTGR (untuk mendeteksi kemungkinan sinyal baik side lobes maupun

main lobes dari Tower pemancar yang mengarah ke perangkat penerima CORS

CTGR). Identifikasi potensi ini khususnya dilakukan pada rentang frekuensi dan tipe

interferensinya.

b. Kekuatan sinyal frekuensi sekitar CORS CTGR yang terdeteksi baik di bawah tower

maupun di dekat perangkat penerima CORS CTGR di data menjadi potensi sumber

sinyal interferensi yang dapat mengganggu penerimaan sinyal GNSS pada perangkat

penerima CORS CTGR di STO Telkom Lengkong.

Page 44: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

44

2. Tahapan kedua:

a. pengukuran sinyal yang ada di lingkungan CORS CTGR dengan menggunakan

perangkat spectrum analyzer Signal Hound pada rentang frekuensi hasil pantauan

scan pada tahapan pertama serta dilakukan perekaman sinyal pada rentang

frekuensi antara 175MHz s/d 2.7 GHz. Perekaman digunakan untuk mencari potensi

sinyal yang dapat menjadi sumber interferensi pada perangkat penerima sinyal

GNSS.

b. Perekaman sinyal GNSS yang diterima CORS CTGR pada periode pengujian dengan

interval 1 detik selama periode 29 januari s/d 2 februari 2018. Perekaman digunakan

untuk memonitor potensi terjadi gangguan pada penerimaan sinyal GNSS yang

kemungkinan dapat disebabkan oleh interferensi yang bersumber dari sinyal tower

pemancar di dekat perangkat penerima CORS CTGR.

3. Pada tahapan ketiga dilakukan pula pemantauan sinyal GNSS pada perangkat low-cost

(portable) GNSS receiver GT06 pada saat yang bersamaan dengan waktu pemantauan

CORS CTGR. Pemantauan dilakukan pada perangkat GT06 baik yang berada dekat

dengan perangkat penerima CORS CTGR maupun pada perangkat GT06 yang terletak

di titik kontrol Puspiptek dengan tujuan melakukan pembandingan kinerja perangkat

penerima GNSS.

4. Pada tahapan keempat dilakukan percobaan pada hari ketiga dengan menambahkan

material peredam sinyal pada frekuensi GSM (900 dan 1800MHz) yang diletakkan untuk

memblokir sinyal dari arah tower pemancar.

5. Pada tahapan kelima dilakukan:

a. Analisis dari hasil penerimaan sinyal tower pemancar pada periode pemantauan

b. Analisis dari hasil penerimaan sinyal GNSS pada perangkat CORS CTGR pada periode

pemantauan.

Setup pengujian untuk perekaman data dilakukan seperti pada gambar 32, dimana

terdapat 2 lokasi pengamatan yaitu lokasi di STO Lengkong dengan CORS CTGR nya serta

lokasi titik kontrol horizontal yang berada di dekat gedung Teknologi 3 Puspiptek Serpong.

Page 45: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

45

Gambar 32. Setup pemantauan sinyal GNSS dan sinyal yang berpotensi menjadi sumber

interferensi di dua lokasi pengamatan.

Perangkat-perangkat yang digunakan untuk perekaman data pada lokasi STO

Lengkong adalah sebagai berikut:

1. Signal hound spectrum analyzer USB-SA44B

2. Antenna directional Rohde & Schwarz HE300 dan antenna omni directional

3. GT06 GPS receiver dengan GSM module

4. LEICA GNSS receiver dengan koneksi ke server BIG

5. Material absorber dengan campuran organik material, carbon dan bahan perekat.

6. Aplikasi pengukuran sudut elevasi/azimuth dari antenna pada tower pemancar pada

smartphone dengan OS android (azimuth cam).

Perangkat yang digunakan untuk perekaman data pada lokasi di Puspiptek Serpong

adalah:

1. GT06 GPS receiver dengan GSM Module

2. Virtual Private Server (VPS) untuk perekaman data dari perangkat GT 06 baik yang

di lokasi STO lengkong maupun yang berada di Puspiptek Serpong

3. Aplikasi navigasi bandara yang digunakan untuk pemantauan lokasi dari perangkat

GT06 secara real time pada smartphone dengan OS android

Page 46: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

46

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap 1: Scan frekuensi yang berpotensi menjadi sumber sinyal pengganggu

penerimaan sinyal GNSS pada perangkat penerima CORS CTGR dengan

menggunakan spectrum analyzer Tectronix

Pelaksanaan scan frekuensi signal di sekitar CORS CTGR dilakukan baik di bawah

tower pemancar maupun di atas atap bangunan berdekatan dengan lokasi CORS CTGR

milik BIG. Pemantauan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran awal

perihal ambient noise di lingkungan sekitar perangkat penerima sinyal GNSS CORS CTGR,

utamanya sinyal elektromagnetik yang berasal dari tower pemancar dekat CORS CTGR.

Range frekuensi hasil pemantauan (scan) sinyal tersebut digunakan untuk menentukan

range frekuensi perekaman data yang akan dilakukan selama periode pengamatan.

GSM band Center Frequency

(MHz)

Uplink (MHz) Downlink(MHz)

(Mobile to base) (base to mobile)

GSM-710 710 698.2 – 716.2 728.2 – 746.2

GSM-750 750 777.2 – 792.2 747.2 – 762.2

T-GSM-810 810 806.2 – 821.2 851.2 – 866.2

GSM-850 850 824.2 – 848.8 869.2 – 893.8

P-GSM-900 900 890.0 – 915.0 935.0 – 960.0

DCS-1800 1800 1710.2 – 1784.8 1805.2 – 1879.8

PCS-1900 1900 1850.2 – 1909.8 1930.2 – 1989.8

Simulasi sebaran sumber potensi gangguan RF.

Pada tahapan ini dilakukan simulasi sebaran sumber potensi gangguan radio frekeunsi

di sekitar stasiun CORS Tangerang yang bertepat di kantor telkom STO lekong. Proses

simulasi dilakukan pada sinyal GSM 788 MHz, GSM 900 MHz dan GSM 1800 MHz. Tahapan

simulasi ini digunakan untuk data awal saat proses scan frekuensi sinyal.

1. Sebaran simulasi dari sinyal GSM 788MHz dengan daya 50 watt, antenna ITU

R-465 (k=27) parabola, azimuth 10 derajat

Gambar 33. Simulasi sinyal GSM 788 MHz

Page 47: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

47

2. Sebaran simulasi dari sinyal GSM 900 MHz dengan daya 40 watt, antenna ITU

R-465 (k=27) parabola, azimuth 10 derajat

Gambar 34. Simulasi sinyal GSM 900 MHz

3. Sebaran simulasi dari sinyal GSM 1800 MHz dengan daya 20 watt, antenna ITU

R-465 (k=27) parabola, azimuth 10 derajat

Gambar 35. Simulasi sinyal GSM 1800 MHz

Scanning sinyal potensi gangguan Radio frekuensi di sekitar lokasi

pemasangan stasiun CORS.

Tahapan scanning sinyal potensi gangguan RF dilakukan untuk mengetahui sinyal apa saja

yang berada di sekitar stasiun CORS yang kemungkinan mengganggu penerimaan data

satelit ke receiver GNSS CORS. Stasiun CORS dipasang di atas atap gedung STO telkom,

untuk itu proses scanning dilakukan di sekitar lokasi stasiun CORS dan di bawah gedung

stasiun CORS lantai 1 tepatnya di bawah tower pemancar. Proses scanning dilakukan

selama 1 hari dengan menggunakan alat spectrum analyzer.

Page 48: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

48

a. Pemantauan sinyal tower pemancar yang diterima di bawah tower pemancar

Gambar 36. Pemantauan kekuatan sinyal tower pemancar yang ada di bawah tower

b. Pemantauan sinyal tower pemancar yang diterima di dekat perangkat antenna

penerima sinyal GNSS CORS tangerang (CTGR) di atas bangunan STO telkom.

Gambar 37. Aktifitas pemantauan sinyal di atas bangunan STO telkom

Page 49: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

49

Tahap 2: Perekaman sinyal tower pemancar dan sinyal GNSS

Pelaksanaan perekaman data sinyal baik yang berasal dari tower pemancar maupun

dari perangkat penerima sinyal GNSS CORS CTGR dilakukan pada periode tanggal

29 Januari s/d 2 Februari 2018, dengan waktu pengamatan dimulai pukul 09.00 sampai

dengan pukul 12.00 dan dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 hingga pukul 14.00. Hasil

pengamatan dari sinyal elektromagnetik di lingkungan perangkat penerima CORS CTGR

direkam pada rentang frekuensi antara 175MHz s/d 2.7 GHz. Tujuan dari perekaman data

dari kedua sumber ini (sinyal dari tower pemancar dan sinyal GNSS yang diterima pada

perangkat penerima CORS CTGR) secara bersamaan waktu ini dengan harapan dapat

mengidentifikasi potensi interferensi maupun gangguan penerimaan sinyal GNSS terkait

sumber sinyal elektromagnetik yang berasal dari antenna stasiun pemancar.

a. Pemantauan sinyal tower pemancar dengan menggunakan perangkat sinyal hound

dan antenna directional.

Gambar 38. Set-up pelaksanaan pengukuran yang dilakukan di STO Lengkong BSD.

Gambar 39. Perekaman sinyal elektromagnetik yang diduga berpotensi mengganggu penerimaan

sinyal GNSS.

Page 50: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

50

b. Perekaman sinyal GNSS pada perangkat penerima CORS CTGR milik BIG

Gambar 40. Set-up pelaksanaan pengukuran signal GNSS pada perangkat penerima CORS CTGR

yang dilakukan di STO Lengkong BSD.

Hasil pengolahan data CORS CTGR pada tanggal 29 Januari 2018 menggunakan perangkat

lunak RTKlib bisa dilihat pada gambar 41.

(a)

Page 51: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

51

(b)

(c)

Gambar 41. Hasil olah data CORS CTGR

(a) Jumlah satelit tersedia dan nilai DOP (b) nilai SNR-Multipath-Elevation dari sinyal L1

(c) nilai SNR-Multipath-Elevation dari sinyal L2.

Tahap 3: Perekaman sinyal GNSS pada perangkat GT06:

Pelaksanaan perekaman sinyal GNSS pada perangkat GT06 dilakukan pada 2 lokasi

yaitu di titik kontrol horizontal dekat Gedung Teknologi 3 Puspiptek Serpong serta di lokasi

yang berdekatan dengan perangkat penerima sinyal GNSS CORS CTGR. Informasi posisi

dikirimkan dari kedua perangkat GT06 ke Virtual Private Server yang dikelola oleh PMI

BPPT melalui komunikasi TCP pada jaringan GPRS. Perekaman data dari kedua perangkat

GT06 ini diharapkan dapat menjadi pembanding apabila terjadi gangguan penerimaan

Page 52: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

52

sinyal GNSS yang bukan disebabkan oleh faktor lingkungan tetapi misalnya disebabkan

oleh faktor alam atau faktor lainnya yang akan memiliki dampak yang relatif sama pada

setiap jenis penerima sinyal GNSS pada waktu tertentu.

a. Perekaman sinyal GNSS pada perangkat GT06 di Gedung Tekno 3 Puspiptek Serpong

Gambar 42. Perekaman sinyal GNSS pada perangkat GT06 di Puspiptek.

b. Pemantauan dan Perekaman sinyal GNSS pada perangkat portable GT06 (sebagai

referensi) yang diletakkan berdekatan dengan lokasi stasiun penerima CORS CTGR

Gambar 43. Setup perekaman sinyal GNSS pada perangkat portable GT06 yang diletakkan

berdekatan dengan lokasi stasiun penerima CORS CTGR.

Page 53: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

53

Gambar 44. Lokasi dan arah potensi sumber sinyal pengganggu terhadap sinyal GNSS pada

perangkat GT06 di STO Lengkong

Tahap 4: Penambahan material absorber pada GT06 di STO Lengkong pada

arah kedatangan sinyal tower pemancar

Pelaksanaan penambahan material absorber pada perangkat penerima sinyal GNSS

GT06 di STO Lengkong bertujuan untuk mengurangi dampak gangguan yang mungkin

disebabkan oleh interferensi sinyal yang dipancarkan oleh antenna dari tower pemancar.

Diharapkan dengan menggunakan material absorber berhahan baku sekam padi+karbon

dan serbuk gergaji+karbon dapat mengurangi potensi gangguan sinyal elektromagnetik

pada frekuensi 900MHz dan 1800MHz dari sinyal GSM, tetapi diharapkan masih dapat

meneruskan gelombang sinyal L1 (1.5GHz) dan L2 (1.2GHz) dari sinyal satelit GNSS.

Gambar 45. Penambahan material absorber untuk mengurangi dampak potensi gangguan sinyal

elektromagnetik pada frekuensi 900MHz dan 1800MHz.

Page 54: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

54

Tabel 4. Karakteristik material absorber untuk mengurangi dampak potensi gangguan sinyal

elektromagnetik pada frekuensi 900MHz dan 1800MHz.

Tahap 5: Analisis hasil perekaman data

a. analisis dari hasil penerimaan sinyal tower pemancar pada periode pemantauan

Pada saat awal persiapan pengujian dilakukan scanning (pemantauan) terhadap potensi

arah sumber sinyal elektromagnetik di sekitar lokasi stasiun penerima CORS CTGR. Seperti

telah digambarkan pada gambar 39 terdapat beberapa potensi sumber signal

elektromagnetik di sekitar lokasi stasiun penerima CORS CTGR. Dengan menggunakan

perangkat spectrum analyser dan Signal hound, maka dilakukan pemantauan dengan

mengarahkan antenna pari directional R&S ke arah barat, selatan, timur dan utara.

Berdasarkan data yang diperoleh dari perekaman pada perangkat spectrum analyzer signal

hound dan dengan memperhatikan lokasi potensi sumber sinyal pengganggu pada gambar

39, diperoleh hasil seperti bisa dilihat pada gambar 46.

Page 55: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

55

Gambar 46. Perekaman data spectrum analyzer untuk mengukur potensi arah sumber sinyal

interferensi

Potensi gangguan dari arah selatan

Berdasarkan gambar 10 diatas terlihat bahwa sumber sinyal elektromagnetik yang

potensial berasal dari arah Selatan dari CORS CTGR dengan komposisi:

• 527.5MHz dengan kekuatan sinyal -35dBm

• 743.5MHz dengan kekuatan sinyal -41dBm

• 942.5MHz dengan kekuatan sinyal -37dBm

• 1838.5MHz dengan kekuatan sinyal -30dBm

• 2118.5MHz dengan kekuatan sinyal -33dBm

• 2326.5MHz dengan kekuatan sinyal -37dBm

Pada saat ini alokasi frekuensi yang digunakan operator telekomunikasi terdapat pada

beberapa rentang frekuensi, diantaranya adalah:

• frekuensi 800 MHz dengan lebar pita 7,5 MHz

• frekuensi 900 MHz dengan lebar pita 7,5 MHz

• frekuensi 1,8 GHz dengan lebar pita 22,5 MHz

• frekuensi 2,1 GHz dengan lebar pita 15 MHz

• frekuensi 2,3 GHz dengan lebar pita 30 MHZ

Sedangkan frekuensi lainnya berasal dari beberapa stasiun telekomunikasi ataupun dari

stasiun penyiaran TV digital, TV UHF ataupun layanan komunikasi bergerak lainnya,

sebagaimana dialokasikan di Indonesia seperti dibawah ini:

• Pita frekuensi 700MHz digunakan untuk analog TV.broadcast

• Pita Frekuensi 850 MHz digunakan untuk layanan FWA CDMA

• frekuensi 900 MHz digunakan untuk layanan GSM 2G.

Page 56: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

56

• frekuensi 1800 MHz untuk layanan GSM 2G dengan 5 operator yang beroperasi

dengan lebar pita seluruhnya adalah 75 MHz.

• frekuensi 2100 MHz. digunakan untuk layanan UMTS 5 operator yang

menggunakan lebar pita 60 MHz. ( 12 blok ) frekuensi dengan lebar pita 5 MHz

• Frekuensi Radio 2.3 GHz ditetapkan bahwa pita ini menggunakan tegnologi

moda TDD (Time Division Duplex)

Potensi gangguan dari arah timur

Berdasarkan gambar 10, pada arah timur dari perangkat penerima CORS CTGR diperoleh

pula sinyal elektromagnetik yang cukup besar pada rentang-rentang frekuensi yang hampir

sama dengan dari arah selatan.. Hal ini kemungkinan disebabkan dengan adanya menara

pemancar lain di sebelah sisi timur dari lokasi CORS CTGR seperti digambarkan pada gambar

8.

Secara garis besar table dibawah ini memberikan ilustrasi kekuatan sinyal dari masing-

masing arah pengujian.

Berdasarkan table di atas, maka potensi sumber sinyal pengganggu penerimaan signal

GNSS pada CORS CTGR adalah dari arah selatan dengan kekuatan sinyal mencapai -28.7867

dBm dengan polarisasi horizontal serta -32.1074 dBm pada polarisasi vertical. Sedangkan

dari arah timur terdapat sumber sinyal dengan maksimum kekuatan sinyal mencapai -

31.2813 dBm pada polarisasi horizontal serta -29.3692dBm pada polarisasi vertical. Sumber-

sumber sinyal yang potensi menjadi pengganggu GNSS tidak berada pada frekuensi utama

dari signal GNSS tetapi memungkinkan atau berpotensi mengganggu . Alokasi frekuensi

sinyal GNSS digambarkan pada gambar dibawah ini.

Page 57: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

57

sumber: http://www.gpsworld.com/wp-content/uploads/2013/03/SignalSpectrumGNSSDT-W.jpg

Gambar 47. Alokasi spectrum signal GNSS

Meskipun sumber sinyal di sekitar CORS CTGR tidak in-band dari sinyal GNSS tetapi

seperti misalnya sinyal GPS L1 yang berada pada frekuensi 1575.42 MHz, maka sumber

sinyal pada frekuensi 787.71MHz dapat mengganggu apabila memiliki 2nd harmonisa pada

2*787.71 MHz tepat di center dari frekuensi L1 GPS. Sehingga sinyal 743.5MHz pada gambar

10 dapat berpotensi menjadi pengganggu bila memiliki 2nd harmonisa sinyal. Demikian juga

sinyal pada rentang frekuensi 615MHz dapat berpotensi mengganggu L2 GPS bila memiliki

2nd harmonisa.

Pada gambar berikut terlihat bahwa frekuensi spectrum dari sumber sinyal yang

berpotensi mengganggu signal GNSS terkait lower band dari L-band adalah frekuensi 925

MHz dengan nilai -35.40 dBm dan 1069.5 MHz dengan nilai -56 dBm sedangkan pada higher

band dari L-band adalah frekuensi 1825.5 MHz dengan nilai -30dBm. Sehingga secara garis

besar terlihat bahwa penerimaan sinyal GNSS dari CORS CTGR relative aman dari gangguan

apabila perangkat-perangkat sumber sinyal tersebut beroperasi secara normal. Sumber

signal di sekitar CORS CTGR berpotensi mengganggu penerimaan sinyal GNSS seperti

gambar dapat dilihat pada gambar 48.

Page 58: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

58

sumber: http://gpsworld.com/expert-advice-the-impact-of-rfi-on-gnss-receivers/

Gambar 48. Akuisisi sinyal GPS L1 C/A pada (a) lingkungan yang bebas dari sinyal interferensi

dibandingkan dengan lingkungan yang memiliki potensial gangguan sinyal

elektromagnetik (b) –140 dBW pada band Continuous Wave Interference (CWI); (c) –

135 DBW pada band CWI; (d) –130 dBW pada band Digital Wave Interference (DWI)

Kehadiran dari interferensi signal kemungkinan tidak sampai mengganggu terlalu besar

pada nilai SNR, karena SNR merupakan rasio dari daya signal yang diterima dibandingkan

dengan thermal noise yang tidak berubah apabila ada interferensi. Meskipun demikian

dengan masuknya sinyal interferensi pada saat tracking (output dari korelator) kemungkinan

akan terdapat penurunan nilai SNR yang disebabkan oleh (non-thermal) noise yang

ditimbulkan oleh sinyal interferensi tersebut.

Gambar 49.Alokasi frekuensi dan Bandwidths GNSS

Page 59: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

59

Disebutkan pula bahwa interferensi dapat menyebabkan gangguan pada perangkat penerima

GNSS dalam bentuk:

1. Loss of receiver tracking: bila sinyal interferensi cukup kuat untuk menggagalkan

proses tracking dari semua satelit signal

2. Menurunkan kekuatan sinyal yang diterima: nilai SNR (C/NO) menurun diakibatkan

dengan adanya Radio Frequency Interference (RFI)

3. Meningkatkan noise pada pengukuran pseudo range dan pada pengukuran fase

Selain mengamati potensi gangguan terkait alokasi spectrum frekuensi sumber

elektromagnetik di sekitar lokasi CORS CTGR yang terlihat berdasarkan gambar-gambar

perekaman dari sinyal elektromagnetik dengan menggunakan signal hound, akan dilakukan

pula metode pemantauan perbandingan antara kualitas sinyal yang direkam oleh CORS CTGR

secara kontinu dengan periode perekaman per 1 detik selama masa pemantauan dengan

aktivitas sumber sinyal di sekitar CORS CTGR untuk melihat apakah ada korelasi antara sudut

arah kedatangan sinyal yang berpotensi mengganggu penerimaan sinyal GNSS dengan

kualitas penerimaan sinyal GNSS pada CORS CTGR.

Gambar 50. Perekaman data signal elektromagnetik pada perangkat penerima Signal Hound tanggal

30 Januari 2018

Page 60: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

60

Gambar 51. Perekaman data signal elektromagnetik MaxHold pada perangkat penerima Signal

Hound 30/10/2018

Page 61: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

61

Gambar 52. Perekaman data signal elektromagnetik MaxHold pada perangkat penerima Signal

Hound 30/10/2018 s/d 2/2/2018

b. analisis dari hasil penerimaan sinyal GNSS pada perangkat CORS CTGR pada periode

pemantauan.

Sehubungan dengan lebih dominannya potensi sinyal elektromagnetik dari arah sisi

selatan dari letak CORS CTGR, maka dilakukan pemantauan selama periode pengujian

dengan mengarahkan antenna pari R&S ke arah selatan (arah menara pemancar). Dalam

rangka mengamati potensi gangguan terkait alokasi spectrum frekuensi sumber

elektromagnetik di sekitar lokasi CORS CTGR yang terlihat berdasarkan gambar-gambar

perekaman dari sinyal elektromagnetik dengan menggunakan signal hound, akan dilakukan

pula metode pemantauan perbandingan antara kualitas sinyal yang direkam oleh CORS CTGR

secara kontinu dengan periode perekaman per 1 detik selama masa pemantauan dengan

aktivitas sumber sinyal di sekitar CORS CTGR untuk melihat apakah ada korelasi antara sudut

arah kedatangan sinyal yang berpotensi mengganggu penerimaan sinyal GNSS dengan

kualitas penerimaan sinyal GNSS pada CORS CTGR.

Page 62: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

62

Gambar 53. Sudut elevasi dan azimuth dari antenna pada tower pemancar di STO Lengkong relative

terhadap posisi antenna penerima CORS CTGR.

Pada gambar 53 terlihat bahwa antenna pemancara terletak pada azimuth antara 144˚

sampai dengan 153˚ dan elevasi sekitar 52.49˚. Berdasarkan data tersebut, maka dicoba

untuk melakukan pengamatan kualitas signal GNSS yang diterima CORS CTGR pada sudut

azimuth dan elevasi yang berdekatan dengan sudut azimuth serta elevasi tersebut. Data

rekaman diterima dari BIG mulai periode 29/01/2018 sampai dengan 02/02/2018 dengan

interval perekaman setiap 1 detik.

Page 63: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

63

Perekaman data tanggal 29/01/2018:

Gambar 54. Perekaman data tanggal 29 Januari 2018

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilakukan maka ada potensi sumber

gangguan Radio frekuensi Interferensi sinyal penerima GNSS L1 pada arah sebelah selatan

dari stasiun CORS CTGR yang direkam pada tnaggal 30 Januari 2018. Gangguan penerimaan

sinyal GPS L1 akan terjadi pada gelombang GSM 700 MHz harmonisasi kedua dan gelombang

GSM 500 MHz harmonisasi ketiga. Berdasarkan data yang diperoleh dari eprekaman sinyal

GNSS di stasiun CORS CTGR tanggal 29 Januari 2018 diperoleh indikasi bahwa DOP dari

sinyal GNSS paling tinggi terjadi sekitar pukul 14.32.26 sampai dengan 14.32.27 dimana

perolehan jumlah satelit minimal hanya sejumlah 7 satelit. Gambar 55 menjelaskan daftar

satelit yang dapat diterima pada saat distribusi tersebut.

Gambar 55. Jumlah penerimaan satelit

Page 64: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

64

Dimana satelit pada kuadran kedua yang terletak pada azimuth antara 90˚ hingga 180˚

(arah antenna pada pemancar) tidak dapat diperoleh pada saat tersebut.

Melihat potensi gangguan ini ada dan kemungkinan bisa mengganggu penerimaan data

satelit GNSS maka perlu kehati-hatian pada proses pembangunan stasiun CORS. Peletakan

antenna CORS harus memperhatikan potensi gangguan radio frekuensi yang ada dengan

memilih lokasi yang seminimal mungkin bebas dari Radio Frequency Interference (RFI).

Hindari Obstruksi (halangan) di atas garis horisontal 10° dari antenna penerima. Keamanan

stasiun CORS dari RFI sangat penting untuk menghasilkan data sinyal dengan kualitas yang

baik. Kualitas sinyal berperan penting untuk menghasilkan posisi teliti koordinat stasiun

CORS tersebut.

Sehingga dalam perencanaan penempatan stasiun CORS harus memperhatikan potensi

gangguan interferensi. Tahapan-tahapan yang disarankan untuk mengecek potensi

gangguan interferensi gelombang disekitar stasiun CORS antara lain:

1. identifikasi sumber potensi gangguan Radio Frekuensi di sekitar area usulan

penempatan stasiun CORS, identifikasi dilakukan khususnya mengecek rentang

frekeunsi yang ada dan tipe interferensi di sekitar stasiun CORS.

2. Lakukan simulasi sebaran sumber potensi gangguan RF untuk mendapatkan arah

radiasi dan kekuatan sumber potensi gangguan RF.

3. Lakukan scanning sinyal potensi gangguan Rfdi sekitar lokasi antenna receiver

GNSS untuk mendapatkan spektrum frekuensi dari sumber potensi interferensi RF.

4. Lakukan perekaman data satelit GNSS dan analisis untuk menganalisisi

kemungkinan distorsi pada data GNSS khususunya untuk sinyal dari satelit ke arah

sumber potensi RFI.

Apabila terpaksa penempatan CORS berada di daerah dengan cakupan RFI, maka bias

dipasangkan perangkat tambahan berupa alat antenuator yang bisa untuk menguatkan

sinyal GNSS yang diterima. Tak hanya itu, antenna yang digunakan sebagai stasiun CORS

harus dipilih dengan spesifikasi mampu meredam gangguan dan noise sebaik mungkin.

Page 65: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

65

LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENELITIAN KERJA SAMA ANTARA

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN PT. ZITECH ASIA

ANALISIS PENENTUAN KOORDINAT DEFINITIF NAVE MENGGUNAKAN

SOFTWARE ILMIAH GAMIT10.7

Kelompok Penelitian Jaring Kontrol Geodesi

Pusat Penelitian, Promosi dan Kerjasama

Badan Informasi Geospasial

Ayu Nur Safi’I, S.T.

Agung Syetiawan, S.T.

Dadan Ramdani, S.T., M.T.

Page 66: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

66

BIG melakukan kerjasama dengan PT. Zi-Techasia di tahun 2018 untuk melakukan

kegiatan penelitian mengenai penggunaan CORS di BIG dengan kemajuan satelit GPS

yang dikembangkan oleh Jepang, yaitu satelit QZSS. Harapan dari penelitian ini adalah

adanya pemnfaatan perangkat produk PT. Zi-Techasia untuk menunjang percepatan

pemetaan skala besar dan mendukung pengelolaan Jaring Kontrol Geodesi Nasional.

Dalam penelitian ini, metode pengukuran GPS yang digunakan adalah metode pengukuran

statik dengan alat ukur GPS Dual Frekuensi. Software yang digunakan untuk pengolahan

data GPS adalah Scientific Software GAMIT. Hasil pengolahan data adalah terbentuknya

koordinat base station/CORS dengan ketelitian tinggi. Koordinat definitif base ini nantinya

akan digunakan sebagai titik ikat dalam pengukuran di lapangan yang dilakukan secara

statik maupun radial, sehingga dapat diketahui bagaimana hasil ketelitian pengukuran

yang mengggunakan alat ukur GPS Dual Frequensi produksi PT. Zi-Techasia.

Kata Kunci : GPS, GAMIT

I. Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Pusat Penelitian, Promosi dan Kerjasama adalah pusat yang bertugas melakukan

berbagai kegiatan kerjasama dengan pihak luar di bawah kepengurusan Sekretaris Utama

Badan Informasi Geospasial. Salah satu tuganya adalah dengan mengadakan penelitian dan

kerjasama dengan PT. Zi-Techasia. Perjanjian kerjasama yang dilakukan antara BIG dengan

PT.Zi-Techasia adalah melakukan kajian kemampuan, fungsi dan integrasi peralatan ukur

berbasis sistem satelit navigasi global untuk menguji kemampuan dan kemanfaatannya.

Ruang lingkup yang ingin dicapai dalam bentuk kerjasama ini adalah sebagai berikut :

a. Kajian kemampuan dan integrasi Antenna GNSS, Model 3G + C dan Open Source

Receiver dari NavXperience, Germany, dalam mengakses Satelit Navigasi Global

Beidou, GPS, GLONASS dan Galileo

b. Kajian kemampuan dan integrasi Perangkat Lunak GNSMART dari Geo++, Germany

untuk pengoperasian Jaring Kontrol Geodesi (CORS), dalam kaitannya untuk studi

Geodinamika dan Meteorologi.

c. Kajian analisis optimalisasi penggunaan network RTK

d. Penelitian Pemanfaatan teknologi satelit QZSS Jepang untuk mendukung Pemetaan

Skala Besar di Indonesia

Dalam menunjang empat point kegiatan yang ingin dicapai adalah dengan mencoba

melakukan pengukuran GPS Geodetik untuk mendapatkan nilai koordinat titik sampel (NAVE)

yang diolah menggunakan software scientific dengan harapan titik yang telah diolah nantinya

memiliki tingkat keakurasian dan ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan software

pengolah data yang komersil.

Page 67: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

67

I.2 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

Maksud dari penelitian ini adalah mengetahui koordinat definitif hasil pengolahan data

GPS yang menggunakan Scientific Software GAMIT pada pengamatan GPS menggunakan

metode statik.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk koordinat definitif beserta simpangan baku hasil

pengolahan GPS menggunakan Scientific Software GAMIT.

I.3 PERUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian tugas akhir ini adalah :

1). Bagaimana nilai koordinat definitif dari titik NAVE yang diukur di BIG dari

tanggal 10-19 Januari 2018?

2). Bagaimana ketelitian dari koordinat definitif yang dihasilkan dari pengolahan

software GAMIT?

I.4 BATASAN MASALAH

Dalam penulisan penelitian ini memiliki batasan-batasan sebagai berikut :

1). Daerah penelitian di Gedung Q Lantai 2, Badan Informasi Geospasial.

2). Pengumpulan data menggunakan GPS Geodetik NAVE yang dipasang di BIG

dan menggunakan metode statik.

3). Pengolahan data pengamatan GPS menggunakan Scientific Software GAMIT

sehingga dihasilkan koordinat titik pengamatan dan simpangan bakunya.

4). Penelitian berfokus pada penentuan koordinat definitif tanggal 10-19 Januari

2018.

II.1. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 GPS (Global Positioning System)

GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang

dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini didesain untuk memberikan posisi dan

kecepatan tiga-dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia

tanpa bergantung waktu dan cuaca, dan bagi banyak orang secara simultan. Saat ini GPS

sudah banyak digunakan orang di seluruh dunia dalam berbagai bidang aplikasi yang

menuntut informasi tentang posisi, kecepatan, percepatan ataupun waktu yang teliti. GPS

dapat memberikan informasi posisi dengan ketelitian bervariasi dari beberapa millimeter

(orde nol) sampai dengan puluhan meter.

Beberapa kemampuan GPS antara lain dapat memberikan informasi tentang posisi,

kecepatan, dan waktu secara cepat, akurat, murah, dimana saja di bumi ini tanpa tergantung

cuaca. Hal yang perlu dicatat bahwa GPS adalah satu-satunya sistem navigasi ataupun

sistem penentuan posisi dalam beberapa abad ini yang memiliki kemampuan handal seperti

itu (Abidin, 2007). Ketelitian dari GPS dapat mencapai beberapa mm untuk ketelitian

posisinya, beberapa cm/s untuk ketelitian kecepatannya dan beberapa nanodetik untuk

ketelitian waktunya. Ketelitian posisi yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor

Page 68: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

68

yaitu metode penentuan posisi, geometri satelit, tingkat ketelitian data, dan metode

pengolahan datanya.

Prinsip penentuan posisi dengan GPS yaitu menggunakan metode reseksi jarak, dimana

pengukuran jarak dilakukan secara simultan ke beberapa satelit yang telah diketahui

koordinatnya. Pada pengukuran GPS, setiap epoknya memiliki empat parameter yang harus

ditentukan : yaitu 3 parameter koordinat X,Y,Z atau L,B,h dan satu parameter kesalahan

waktu akibat ketidaksinkronan jam osilator di satelit dengan jam di receiver GPS. Oleh

karena diperlukan minimal pengukuran jarak ke empat satelit.

Ada tiga macam tipe alat GPS, dengan masing-masing memberikan tingkat ketelitian

(posisi) yang berbeda-beda. Tipe alat GPS pertama adalah tipe Navigasi (Handheld, Handy

GPS). Tipe nagivasi memiliki ketelitian posisi yang diberikan saat ini baru dapat mencapai

tiga sampai enam meter. Tipe alat yang kedua adalah tipe geodetik single frekuensi (tipe

pemetaan), yang biasa digunakan dalam survey dan pemetaan yang membutuhkan ketelitian

posisi sekitar centimeter sampai dengan beberapa desimeter. Tipe terakhir adalah tipe

Geodetik dual frekuensi yang dapat memberikan ketelitian posisi hingga mencapai milimeter.

Tipe ini biasa digunakan untuk aplikasi precise positioning seperti pembangunan jaring titik

kontrol, survey deformasi, dan geodinamika.

Metode penentuan posisi dengan GPS pertama-tama terbagi dua, yaitu metoda absolut

dan metoda diferensial. Masing-masing metode kemudian dapat dilakukan dengan cara real

time dan atau post-processing. Apabila obyek yang ditentukan posisinya diam maka

metodenya disebut metode statik. Sebaliknya apabila obyek yang ditentukan posisinya

bergerak, maka metodenya disebut kinematik. Selanjutnya lebih detail lagi akan

menemukan metoda-metoda seperti DGPS, RTK, Survei GPS, Rapid statik, pseudo kinematik,

dan stop and go, serta masih ada beberapa metode lainnya.

GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi yang paling populer dan

paling banyak diaplikasikan di dunia pada saat ini, baik di darat, laut, udara, maupun

angkasa. Disamping aplikasi-aplikasi militer, bidang-bidang aplikasi GPS yang cukup marak

saat ini antara lain meliputi survei pemetaan, geodinamika, geodesi, geologi, geofisik,

transportasi dan navigasi, pemantauan deformasi, pertanian, kehutanan, dan bahkan juga

bidang olahraga dan rekreasi. Di Indonesia sendiri penggunaan GPS sudah dimulai sejak

beberapa tahun yang lalu dan terus berkembang sampai saat ini baik dalam volume maupun

jenis aplikasinya.

BAB 2 GAMIT/ GLOBK

GAMIT ( GPS Analysis Package Developed at MIT) adalah sebuah paket perangkat lunak

ilmiah yang digunakan untuk pengolahan data pengamatan GPS yang dikembangkan oleh

MIT (Massachusetts Institute of Techology) dan SIO (Scripps Institution of Oceanography).

Perangkat lunak ini dapat menghasilkan posisi relative tiga dimensi dari pengamat dengan

ketelitian tinggi.

Page 69: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

69

GLOBK adalah satu paket program yang dapat mengkombinasikan data survey terestris

ataupun data survey ekstra terestris. Kunci dari data input pada GLOBK adalah matriks

kovarian dari koordinat stasiun, parameter rotasi bumi, parameter orbit dan koordinat hasil

pengamatan lapangan.

III.1 METODE PELAKSANAAN PENELITIAN

1) Persiapan

Tahap awal penelitian ini adalah :

a. Studi literatur mengenai semua informasi yang terkait penyusunan penelitian.

b. Persiapan peralatan baik hardware maupun software.

c. Pengadaan data dengan melakukan pengukuran titik kontrol horizontal GPS Dual

Frekuensi NAVE dari tanggal 10-19 Januari 2018.

d. Melakukan proses pengolahan data menggunakan Scientific Software GAMIT

2) Lokasi

Lokasi Penelitian dilakukan di Gedung Q, Badan Informasi Geospasial.

3) Alat dan Bahan

Alat

1) Laptop Aser seri E1-470G

2) GPS Dual Frekuensi

3) Scientific Software GAMIT.

Bahan

1) Data Pengukuran GPS Dual Frekuensi dari tanggal 10-19 Januari 2018.

4) Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

N

o Tahap Penelitian

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan

2 Studi Literatur

3 Pengukuran GPS

4 Pengolahan Data

5 Laporan

Page 70: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

70

5) Diagram Alir Penelitian

Diagram alir proses pengolahan data pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar

56.

Gambar 56. Diagram Alir Penelitian

Page 71: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

71

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Baseline

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat akurasi titik pengamatan hasil

pengolahan menggunakan perangkat lunak GAMIT. Untuk penentuan Baselinenya dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 18. Penentuan Baseline

Titik yang diukur IGS yang Digunakan

NAVE

BAKO

COCO

DARW

GUAM

IISC

NTUS

PIMO

Pembuatan Project Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakansuatu project (pembuatan folderisasi pengolahan data) . Hasil

yang diperoleh dari project nantinya dianalisis ketelitian titiknya. Konfigurasi project yang

digunakan tersebut adalah :

/NAVE

/brdc /igs /rinex /tables /met /ion

Gambar 57. Pembuatan Project Pengolahan Data /NAVE

/NAV2

/brdc /igs /rinex /tables /met /ion

Gambar 58. Pembuatan Project Pengolahan Data /NAVE

Pengolahan Data GPS

Data pengamatan yang akan diolah dengan GAMIT, sebaiknya dilakukan cek kualitas

menggunakan TEQC. Pengecekan data dilakukan untuk mengetahui waktu mulai dan

Page 72: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

72

berakhirnya sebuah pengamatan, nilai multipath yang terjadi, interval perekaman, total

satelit, dan informasi lainnya yang mana dapat menggunakan software TEQC.

Perintah dasar untuk mengetahui kualitas data (lite quality check) terhadap file observasi

adalah:

teqc +qc <observation file >

Dalam pekerjaan ini contoh perintahnya adalah sebagai berikut :

teqc +qc navx0010.18o

Hasil Teqc dari masing-masing DOY adalah sebagai berikut :

1. DOY 010

Page 73: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

73

2. DOY 011

2. DOY 012

Page 74: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

74

3. DOY 013

4. DOY 014

Page 75: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

75

5. DOY 015

6. DOY 016

Page 76: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

76

7. DOY 017

8. DOY 018

Page 77: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

77

9. DOY 019

Rekap Hasil TEQC dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 19. Rekap TEQC Rinex Data NAVE

No DOY Mp1 Mp2

1 010 0.126119 0.154812

2 011 0.094590 0.120595

3 012 0.097903 0.130869

4 013 0.098403 0.129616

5 014 0.110384 0.134290

6 015 0.105954 0.142089

7 016 0.114872 0.145129

8 017 0.105939 0.133885

9 018 0.121603 0.131716

10 019 0.096195 0.125117

Setelah melakukan pengecekan terhadap raw data pengukuran GPS, maka

dilanjutkan dengan proses Editing data untuk proses di sh_gamit. Editing data

dilakukan pada folder /tables. Proses ini dilakukan dengan mengedit file lfile,

station.info, sestbl., process.default, sittbl., dan sites.default pada masing – masing

project. Berikut beberapa hal yang menjadi perhatian dari proses editing adalah :

1). Sestbl

Page 78: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

78

File sestbl merupakan file skenario yang digunakan untuk pengolahan. Editing file

sestbl. ini dengan mengubah cut of elevation : 10 dan cut of elevation : 0. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui hasil pengolahan apakah berbeda jauh atau tidak

nilai koordinatnya.

2). Station.info

Editing station info dapat dilakukan secara manual maupun otomatis dengan

perintah. Editing manual dilakukan berdasarkan informasi kondisi pengukuran

yang ada pada file rinex *.YYo. Perintah ini dijalankan pada folder/tables. Apabila

terdapat masalah pada proses updating station.info, maka perlu pengecekan yang

bisa dilakukan dengan melihat file hi.dat yang ada di folder~/gg/tables. Perlu

menjadi perhatian juga mengenai tinggi antena harus diinputkan secara manual

ke dalam station.info.

Setelah tahapan persiapan, input data dan editing data selesai dilakukan, langkah

selanjutnya adalah melakukan perhitungan dengan GAMIT.

Perlu menjadi perhatian juga sebelum running sh_gamit, perhatikan rinex data

pengamatan haruslah sama penamaan nama file rinex dengan yang berada di

station.info agar menghindari terjadinya fatal error pada saat proses pengolahan

data menggunakan GAMIT.

Setelah pengecekan yang dilakukan dirasa sudah sesuai semua, dapat dilakukan

proses perhitungan menggunakan GAMIT. Proses hitungan ini dapat

menggunakan perintah :

sh_gamit –s 2018 010 019 -expt nave -pres ELEV –met -ion -orbit IGSF -

copt x k p -dopts c -ao --> untuk cut of elevation : 0

sh_gamit –s 2018 010 019 -expt navx -pres ELEV –met -ion -orbit IGSF -

copt x k p -dopts c -ao --> untuk cut of elevation : 10

Hasil dari pengolahan data dengan GAMIT salah satunya berupa h-files dengan nilai

postfit, prefit, dan fract. Format nama h-files ini untuk seri “a” adalah

h<nama_project>a.<doy> misalnya hnavea.18010. Sebelum ke tahapan selanjutnya,

perlu dilakukan cek kualitas hasil hitungan GAMIT dengan melihat nilai postfit, prefit, dan

fractnya. Nilai postfit dan prefit nrms tidak boleh melebihi 0,5 dan nilai fract nya < 10

(Introduction GAMIT 10.04, 2011).

Selain itu, menurut Petunjuk Teknis Pengolahan Data PJKGG, selain mengecek tiga

komponen itu, harus juga dicek apakah terjadi fatal error, bagaimana ambiguity fase yang

dihasilka. Dari pengolahan folder /NAVE maupun /NAV2 semua kriteria lolosnya

pengolahan GAMIT sudah terpenuhi. Hal ini dapat dilihat pada lampiran folder /summary

dari tiap-tiap project.

Hasilnya dapat dilihat bahwa nilai posftit dan prefit nrms tidak boleh melebihi 0,5 untuk

semua Doy. Dan nilai fract-nya kurang dari 10. Hal ini menunjukkan hasil pengolahan data

dengan GAMIT diterima dan dapat dilakukan proses perhitungan dengan GLOBK.

Dalam pengolahan menggunakan GAMIT, dihasilkan pula skyplot dan phase residual vs

elevation angle satelit saat pengukuran. Contoh skyplot pada Gambar 4 sedangkan phase

residual vs elevation angle ada pada Gambar 5. Kedua gambar ini bisa dilihat pada folder

/figs yang berisi gambar plot skyplot dan phase residual vs elevation angle semua titik

Page 79: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

79

pada semua DOY dalam format *.png. Pada Gambar xx dapat dilihat bahwa NAVE pada

DOY 011 menerima sinyal satelit dengan noise yang seperti ditampilkan pada gambar.

Banyak sedikitnya noise yang ada pada waktu pengukuran mempengaruhi kualitas data

pengamatan dan hasil hitungan nanti. Data lengkap untuk semua titik pengamatan dapat

dilihat pada folder /figs masing-masing project (/NAVE dan /NAV2).

Gambar 59. Skyplot Pengamatan NAVE DOY 011

Gambar 60. Phase Residual Vs Elevation Angle

Page 80: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

80

Pengolahan Menggunakan GLOBK

Sebelum melakukan perhitungan menggunakan GLOBK perlu dilakukan persiapan

directory kerja. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan membuat folder

/glbf. Folder /glbf berisi h-files global hasil olah global di processing PJKGG dan folder

/hgamit berisi data h-files hasil pengolahan GAMIT. H-files dari hasil pengolahan dengan

GAMIT berupa file ASCII. Tetapi untuk melakukan perhitungan dengan GLOBK, h-file

tersebut harus berupa data biner. Untuk itu perlu dilakukan konversi ke data biner. Cara

konversi data dilakukan dengan perintah sebagai berikut :

htoglb <directory output><ephemeris file ><inputfile >

Perintah dalam perkerjaan ini adalah

Htoglb ../glbf svt ../0??/h*a.*

Perintah ini dilakukan pada directory project, yaitu /NAVE dan /NAV2, /hgamit untuk

konversi /h-files hasil pengolahan GAMIT dan h-files untuk konversi data h-files global.

Hasil dari konversi ini adalah file *.glr dan *.glx pada folder /glbf. File *.glr merupakan

resolusi ambiguitas fase free dan file *.glx merupakan resolusi ambiguitas fase fix.

Pengolahan data dengan GLOBK dapat dilakukan dengan perintah glorg_com.cmd dan

globk_comb.cmd. Perintah ini dapat dicopy dari ~/gg/tables ke folder /gsoln dan dapat

dijalankan dengan dua cara, yaitu dengan melakukan kedua proses tersebut atau dengan

melakukan perintah globk_comb.cmd dan mengaktifkan glred secara otomatis.

Selain itu, sebelum menjalankan GLOBK, cek dulu apakah file svnav.dat, pmu.usno sudah

berada di direktori folder /glbf dan /tables. File-file di /tables harus terus diperhatikan

keupdate-annya dengan cara mengecek di http:everest.mit.edu/pub/tables. Selesai

melakukan pengecekan dapat dijalankan GLOBK pada folder project (/NAVE dan /NAV2).

Perintah yang digunakan adalah sebagai berikut :

Sh_combine -s <yr d1 yr d2> -ncomb 1 >> untuk mendapatkan koordinat harian.

Sh_combine -s <yr d1 yr d2> -ncomb 9 >> untuk mendapatkan satu koordinat rata-rata

dari 9 DOY pengukuran GPS.

Dari perintah tsb akan dihasilkan file .org di folder /gsoln untuk masing-masing DOY. File

ini berisikan hasil koordinat definitif pengolahan GAMIT/GLOBK beserta simpangan

bakunya. Tabel di bawah ini menggambarkan hasil pengolahan koordinat definitif pada

tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 20. Koordinat Definitif NAVE X,Y,Z beserta simpangan bakunya

No DOY X (m) Y (m) Z (m) Std X

(m)

Std Y

(m)

Std Z

(m)

1 010 -1836970.30553 6065634.86530 -716187.50143 0.00551 0.01047 0.00348

2 011 -1836970.28899 6065634.72835 -716187.48207 0.00526 0.01029 0.00346

3 012 -1836970.30764 6065634.86452 -716187.50533 0.00531 0.01060 0.00359

4 013 -1836970.31045 6065634.86653 -716187.50527 0.00587 0.01162 0.00398

5 014 -1836970.30409 6065634.86777 -716187.50698 0.00565 0.01087 0.00366

Page 81: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

81

No DOY X (m) Y (m) Z (m) Std X

(m)

Std Y

(m)

Std Z

(m)

6 015 -1836970.30244 6065634.90185 -716187.51432 0.01110 0.03550 0.00972

7 016 -1836970.30374 6065634.72835 -716187.48207 0.00546 0.01029 0.00360

8 017 -1836970.28899 6065634.72835 -716187.48207 0.00487 0.01019 0.00336

9 018 -1836970.28899 6065634.72835 -716187.48207 0.00529 0.01050 0.00380

10 019 -1836970.28899 6065634.72835 -716187.48207 0.00530 0.01034 0.00373

Tabel 21. Koordinat Definitif NAV2 X,Y,Z beserta simpangan bakunya

No DOY X (m) Y (m) Z (m) Std X

(m)

Std Y

(m)

Std Z

(m)

1 010 -1836970.28899 6065634.72835 -716187.48207 0.00515 0.00959 0.00326

2 011 -1836970.30248 6065634.86918 -716187.50195 0.00459 0.00835 0.00306

3 012 -1836970.30745 6065634.86516 -716187.50515 0.00465 0.00854 0.00318

4 013 -1836970.28899 6065634.72835 -716187.48207 0.00506 0.00931 0.00348

5 014 -1836970.28899 6065634.72835 -716187.48207 0.00497 0.00887 0.00324

6 015 -1836970.28899 6065634.72835 -716187.51414 0.00786 0.02513 0.00692

7 016 -1836970.30359 6065634.86664 -716187.50035 0.00478 0.00834 0.00319

8 017 -1836970.30432 6065634.86231 -716187.50359 0.00404 0.00811 0.00290

9 018 -1836970.29925 6065634.85703 -716187.50072 0.00453 0.00850 0.00337

10 019 -1836970.28899 6065634.72835 -716187.48207 0.00464 0.00851 0.00333

Selain itu, time series pengolahan juga dapat kita pada Gambar 6 dan Gambar 7 di bawah

ini.

Page 82: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

82

Gambar 61. Time series NAVE

Page 83: LAPORAN - big.go.idbig.go.id/e-ppid/asset/Laporan-pelaksanaan-penelitian2018/Laporan... · Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puji

83

Gambar 62. Time Series NAV2