laporan akhir bronkhitis

24
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernapasan Disusunoleh : Kelompok : C1 Anggota : Fina Tri H. (G1F011002) Raden Alfian (G1F011004) Ruth Febrina (G1F011006) Dedah N. (G1F011008) Khilman H.P (G1F011036) Windhiana S. (G1F011038) Gitanti R. (G1F011040) Fathia R. Z. (G1F011044) LABORATORIUM FARMASI KLINIK JURUSAN FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: gitantirohman

Post on 01-Jan-2016

60 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

farter

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I

Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernapasan

Disusunoleh :

Kelompok : C1

Anggota : Fina Tri H. (G1F011002)

Raden Alfian (G1F011004)

Ruth Febrina (G1F011006)

Dedah N. (G1F011008)

Khilman H.P (G1F011036)

Windhiana S. (G1F011038)

Gitanti R. (G1F011040)

Fathia R. Z. (G1F011044)

LABORATORIUM FARMASI KLINIK

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2013

Page 2: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

PRAKTIKUM III

FARMAKOTERAPI GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

I. KASUS

Nama : Tn.S

Jenis Kelamin : Laki – laki

Umur : 47 th

Status : Umum

MRS : 11 April 2012

Keluhan Umum : sesak nafas sejak 5 bulan yang lalu, muncul saat udara dingin

atau berjalan jauh, hingga tidur hatus dengan 2 bantal. Sesak nafas memberat

dalam 3 hari terakhir. Batuk sejak 2 bulan lalu dan memberat 3 hari terakhir

dengan riak putih sulit keluar. Tidak nyeri dada, tidak panas.

Riwayat : Merokok sejak usia 15 tahun hingga 42 tahun rata-rata 2-3 pak/hari

Diagnosa : Bronkhitis Kronis

Data Klinik

Tanggal

11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4

TD 100/80 100/80 100/8

0

110/80 120/8

0

120/80 120/80

N 80 80 80 80 80 80 80

RR 32 32 32 24 22 22 20

Suhu 37,5 37 37 37 37 37 36,5

Sesak +++ +++ +++ +++ ++ ++ +

Batuk +++ +++ +++ +++ +++ ++ +

Page 3: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

Dahak + + + + - - -

Data Laboratorium

Parameter Hasil (April 2012) Satuan

11 15

Hb 12 11,9 g/dl

HCT 37,5 37,6 %

Leukosit 7.200 8.500 /mm3

Trombosit 225.000 393.000 /mm3

Na 133 mEq/L

K 2,8 mEq/L

Cl 101 mEq/L

Analisis Gas Darah

pH 7,467

PaCO2 46,3 mmHg

PaO2 75,4 mmHg

HCO3 32,8 mEq/L

Base

Excess

1,6 mEq/L

Saturasi

O2

99,6 %

II. DASAR TEORI

A. Patofisiologi

Bronkitis Kronik berhubungan dengan berlebihnya mukus

trakeobronkial, cukup membuat batuk dengan dahak selama 3 bulan dalam

Page 4: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

setahun sekurangnya 2 tahun berurutan. Gambaran histopatologinya

menunjukkan hipertrofi kelenjar mukosa bronkial dan peradangan peribronkial

yang menyebabkan kerusakan lumen bronkus berupa metaplasia skuamos,

silia yang abnormal, hiperplasia sel otot polos saluran pernapasan, peradangan

dan penebalan mukosa bronkus. Ditemukan banyak sel neutrofil pada lumen

bronkus dan infiltrat neutrofil pada submukosa. Terjadi peradangan hebat pada

bronkiolus respiratorius,banyak sel mononuklear,sumbatan mukus. Semua hal

diatas menyebabkan obstruksi saluran pernapasan. Infiltrat neutrofil dan

perubahan fibrotik peribronkial merupakan aksi dari interleukin 8, colony-

stimulating factor, dan kemotaktik lainnya serta sitokin-sitokin inflamasi. Sel

epitel pada saluran pernapasan melepaskan mediator mediator inflamasi

sebagai respon dari zat toksik,infeksi, ditambah lagi berkurangnya pelepasan

dari produk regulatori seperti ACE (angiotensin-converting enzym) dan

neutral endopeptidase. (Vinay, 2001)

Bronkitis kronik dapat dikategorikan sebagai bronkitis kronik

sederhana, bronkitis kronik mukopurulent, atau bronkitis kronik dengan

obstruksi. Bronkitis kronik dengan ditandai oleh produksi mucoid sputum.

Produksi sputum yang tetap atau berulang tanpa adanya penyakit supuratif

seperti bronkiektasis mengarah pada bronkitis kronik mukopurulen. Bronkitis

kronik harus dapat dibedakan dengan asma. Perbedaannya didasarkan pada

riwayat penyakit sebelumnya: pasien yang menderita bronkitis kronik

mengalami batuk produktif yang lama dan mengi atau wheezing yang muncul

setelahnya,sedangkan pasien dengan asma mengalami mengi yang lama dan

diikuti oleh batuk produktif. Bronkitis kronik bisa akibat dari serangkaian

serangan akut dari bronkitis akut (Sylvia A Price, 2003).

Pada bronkitis kronik merokok merupakan salah satu penyebab

dominan. Faktor resiko pada serangan akut bronkitis kronik adalah

bertambahnya usia dan nilai FEV (forced expiratory volume) yang rendah.

Estimasi menunjukkan bahwa merokok dapat meyebabkan 85-90 % bronkitis

kronik dan COPD. Merokok juga merusak pergerakan dari silia mukosa

pernapasan, menghambat kinerja makrofag alveolar dan akan menginduksi

hipertrofi dan hiperplasia dari kelenjar penghasil mukus pada jalan nafas.

Merokok juga dapat meningkatkan resistensi jalan nafas melalui konstriksi

Page 5: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

otot polos bronchiolus. Jadi tindakan pertama pada penderita bronkitis kronik

adalah berhenti merokok bagi mereka yang merokok (Sylvia, 2003)

III. PENATALAKSANAAN KASUS

A. Subjektif

Profil Pasien

Nama : Tn.S

Jenis Kelamin : Laki – laki

Umur : 47 th

Status : Umum

MRS : 11 April 2012

Keluhan Umum : sesak nafas sejak 5 bulan yang lalu, muncul saat udara dingin

atau berjalan jauh, hingga tidur hatus dengan 2 bantal. Sesak nafas memberat

dalam 3 hari terakhir. Batuk sejak 2 bulan lalu dan memberat 3 hari terakhir

dengan riak putih sulit keluar. Tidak nyeri dada, tidak panas.

Riwayat : Merokok sejak usia 15 tahun hingga 42 tahun rata-rata 2-3 pak/hari

Diagnosa : Bronkhitis Kronis

B. Objektif

Data Klinik

Normal Tanggal

11/4 12/4 13/4 14/4 15/4 16/4 17/4

TD 100-120/80 100/80 100/80 100/80 110/80 120/80 120/80 120/80

N 60-80 80 80 80 80 80 80 80

RR 12-20 32 32 32 24 22 22 20

Suhu 36,5-37,5 37,5 37 37 37 37 37 36,5

Sesak +++ +++ +++ +++ ++ ++ +

Batuk +++ +++ +++ +++ +++ ++ +

Dahak + + + + - - -

Page 6: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

Data Laboratorium

Parameter Normal Hasil (April 2012) Satuan

11 15

Hb 12-16 12 11,9 g/dl

HCT 38-42 37,5 37,6 %

Leukosit 3.200-10.000 7.200 8.500 /mm3

Trombosit 150.000-400.000 225.000 393.000 /mm3

Na 135-144 133 mEq/L

K 3,6-4,8 2,8 mEq/L

Cl 98-106 101 mEq/L

Analisis Gas Darah

pH 7,35-7,45 7,467

PaCO2 35-45 46,3 mmHg

PaO2 >80 75,4 mmHg

HCO3 22-26 32,8 mEq/L

Base Excess ±3 1,6 mEq/L

Saturasi O2 >94 99,6 %

C. Assesment

Bronkitis Kronik berhubungan dengan berlebihnya mukus trakeobronkial,

cukup membuat batuk dengan dahak selama 3 bulan dalam setahun sekurangnya

2 tahun berurutan(Vinay, 2001). Pada kasus ini, pasien telah mengalami sesak

nafas dan batuk yang disertai produksi sputum putih selama 5 bulan. Hal ini

merupakan salah satu merupakan gejala bronkitis kronik yang dialami pasien.

Page 7: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

Gambaran histopatologi bronkitis kronis menunjukkan hipertrofi kelenjar mukosa

bronkial dan peradangan peribronkial yang menyebabkan kerusakan lumen

bronkus berupa metaplasia skuamos, silia yang abnormal, hiperplasia sel otot

polos saluran pernapasan, peradangan dan penebalan mukosa bronkus.

Ditemukan banyak sel neutrofil pada lumen bronkus dan infiltrat neutrofil pada

submukosa. Terjadi peradangan hebat pada bronkiolus respiratorius,banyak sel

mononuklear,sumbatan mukus. Semua hal diatas menyebabkan obstruksi saluran

pernapasan(Vinay, 2001). Obstruksi saluran pernafasan akan mengakibatkan

penurunan kemampuan pernafasan. Pada kasus ini pasien mengalami sesak nafas.

Sesak nafas merupakan salah satu bentuk penurunan kemampuan pernafasaan

pada kasus bronkitis kronik.

Hubungan Data Laboratorium dengan Patofisiologi :

Respiratory rate atau frekuensi pernapasan adalah cepat lambatnya bernapas atau

banyaknya oksigen yang dihirup. RR meningkat ketika suplai oksigen kedalam

paru-paru menurun, sehingga tubuh akan meningkatkan frekuensi pernapasan

untuk mencukupi kebutuhan oksigen. Pada pasien dengan penyakit kronis akan

mengalami penurunan HCT. Sedangkan penurunan nilai natrium dikarenakan

penderita mengalami dehidrasi ketika penderita mengeluarkan H2O berlebih saat

ekspirasi (Kee, 2007).

Analisis gas darah perlu dilakukan untuk indikasi penyakit PPOK atau Bronkitis

kronis dimana tujuannya untuk menegakkan diagnose. CO2 didalam darah

dibawa dalam bentuk HCO3 karena terjadinya reaksi antara CO2 dengan H2O

pada darah, CO2 harus dibawa ke paru-paru untuk ditukarkan dengan O2 yang

akan didifusikan kedalam darah. HCO3 dibawa bersama - sama ke paru - paru,

lalu di paru - paru dipisah lagi menjadi CO2 dan H2O (Sacher, 2004). Pada

pasien data lab menunjukkan HCO3 meningkat yang artinya semakin banyak juga

CO2 yang tidak diekspirasi dan kurangnya pemasukan O2 kedalam darah.

PCO2 (tekanan parsial CO2) adalah tekanan atau tegangan yang diberikan oleh

CO2 yang terlarut dalam darah dan sebanding dengan tekanan parsial CO2 di

udara alveolar. Ketika tekanan CO2 pada pembuluh arteri (PaCO2) meningkat

dari 40 menjadi 45 mmHg, hal ini menyebabkan pelebaran alveolar 3 kalinya.

Peningkatan PaCO2 (hypercapnia) biasanya berhubungan dengan hypoventilasi

(retensi CO2). Penyebab peningkatan ini adalah bronchitis kronis, emfisema,

trauma kepala, anastesi, dan lain-lain (Fischbach, 2000). Berdasarkan data lab

Page 8: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

pada pasien dapat disimpulkan bahwa peningkatan PaCO2 yang terjadi pada

pasien disebabkan karena bronchitis yang diderita. Kekurangan pemasukan

oksigen menyebabkan tekanan CO2 pada pembuluh arteri meningkat sehingga

terjadi pelebaran alveolar. Pelebaran alveolar ini bertujuan agar pertukaran CO2

dan O2 menjadi lebih maksimal.

PO2 (tekanan parsial O2) menggambarkan jumlah O2 yang mampu melewati atau

berdifusi pada membrane alveolar kemudian masuk ke dalam darah. Penurunan

nilai PO2 ini salah satunya dapat disebabkan oleh gangguan pernapasan seperti

bronchitis (Fischbach, 2000). Penurunan PO2 pada data laboratorium pasien

menunjukan bahwa terdapat gangguan pernapasan pada pasien.

Pengukuran pH ditujukan untuk melihat keseimbangan antara asam dan basa pada

tubuh. Jika terlalu asam ataupun terlalu basa dapat mengindikasikan adanya

disfungsi pada metabolisme atau pernapasan seseorang. Untuk memastikan

apakah perubahan pH darah disebabkan oleh gangguan metabolisme atau

pernapasan, perlu dikaitkan juga dengan PCO2 (terkait pernapasan) dan HCO3

(terkait renal) pasien (Fischbach, 2000). Dari data pasien menunjukan terjadi

alkalosis dengan peningkatan pH darah yaitu 7,467.

Pengukuran saturasi O2 merupakan rasio antara jumlah aktual O2 pada

hemoglobin dan kapasitas maksimal hemoglobin dapat mengikat O2. SO2 adalah

persentasi yang mengindikasikan hubungan O2 antara dengan hemoglobin

(Fischbach, 2000). Data pasien menunjukan hasil normal, yang dapat

disimpulkan bahwa tidak ada gangguan pada kemampuan pengkatan O2 oleh

hemoglobin.

Base excess merupakan tes yang dilakukan untuk mengetahui kelebihan basa

(atau kekurangan asam) atau kekurangan basa (atau kelebihan asam) pada darah.

Nilai base execess lebih rendah dari -3 mEq/L menunjukan terjadinya kekurangan

basa atau kelebihan asam, sedangkan lebih besar dari +3 mEq/L menunjukan

terjadinya kelebihan basa atau kekurangan asam (Fischbach, 2000). Berdasarkan

hal tersebut, disimpulkan bahwa kondisi pasien masih dalam rentang normal

karena data lab menunjukkan 1,6 mEq/L yaitu lebih dari -3 mEq/L dan kurang

dari +3 mEq/L.

D. Plan

Tujuan terapi :

- Mengeluarkan dahak

Page 9: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

- Menyembuhkan inflamasi

- Mengurangi sesak nafas

- Mengurangi gejala batuk

TERAPI FARMAKOLOGI

1. Infus RL (Sanbe Vision)

Komposisi Ringer Laktat( mmol/100 mL) :

Na = 130 – 140

K = 4 – 5

Ca = 2 – 3

Cl = 109 – 110

Sediaan : larutan infus

Indikasi : Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan

syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena

menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan

menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme

anaerob.

Kontraindikasi : Hipertemia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati.

Mekanisme : Keunggulan terpenting adalah komposisi elektrolit dan

konsentrasinya yang sangat serupa dengan komposisi yang

dikandung cairan ekstra sel. Kalium dan natrium merupakan

anion dan kation utama dalam plasma darah untuk

menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok

perdarahan (Tan, 2006).

Alasan : pasien mengalami hipokalemia, sehingga perlu penggantian cairan

yang mengandung kalium. Namun pasien tidak terganggu

pencernaan dan kesadarannya sehingga pasien tidak perlu diberikan

TPN.

2. Prednison

Dosis : 30 mg /hari

Sediaan : tablet 10 mg

Indikasi : gangguan endokrin, gangguan rematik, penyakit kolagen, penyakit

kulit, alergi, inflamasi, penyakit pernapasan, gangguan hematologi,

Page 10: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

penyakit neoplastik, pembengkakan (karena sindrom nefrotik),

penyakit GI, multiple sclerosis, meningitis TB.

Kontraindikasi : Infeksi jamur sistemik, pemberian vaksin virus hidup

Mekanisme : menekan pembentukan, pelepasan dan aktivitas mediator

peradangan termasuk prostaglandin, kinin, histamin, enzim

liposomal dan sistem komplemen. Juga memodifikasi respon

kekebalan tubuh.

Interaksi : antagonis efek antikolinesterase di myasthenia gravis. Penggunaan

bersama dengan barbiturat, fenitoin, rifampin akan menurunkan efek

farmakologis prednison. Dapat meningkatkan toksisitas siklosporin,

mengurangi kadar serum dan efektifitas salisilat. Penggunaan

bersama dengan estrogen, ketokonazol, kontrasepsi oral akan

menurunkan klirens prednison. Serta penggunaan bersama dengan

teofilin akan mengubah aktivitas farmakologis salah satu obat.

Efek samping : tromboemboli, tromboflebitis, hipertensi, kejang, pseudotumor

cerebri, vertigo, sakit kepala, parestesia, kulit rapuh tipis, eritema,

lupus eritematosus, dermatitis alergi, urtikaria, iritasi perineum,

galukoma, esofagitis ulseratif, mual, muntah, ulkus peptikum

dengan perforasi dan perdarahan, hiperglikemia, peningkatan

insulin, malaise, kelelahan dan insomnia.

Perhatian : pada ibu hamil dan menyusui, lansia, anak-anak, pasien dengan

penggunaan supresi adrenal, pasien hepatitis, hipersensitivitas,

pasien pengguna imunosupresi, penderita ulkus peptikum, gangguan

ginjal (Tatro, 2003).

Alasan : prednison digunakan untuk mengobati inflamasi yang terjadi pada

bronkus. Prednison dipilih karena karena mempunyai efek

mineralo-corticoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae

pada otot minimal

3. Albuterol (Ventolin Inhaler)

Sediaan : Inhaler Aerosol

Dosis : 1-2 inhalasi/4-6 jam. (1 x inhalasi = 90 mcg)

Indikasi : Mencegah dan mengobati bronkospasme yang berhubungan dengan

asma atau penyakit paru lainnya (Tatro,2003)

Page 11: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

Kontraindikasi :takhiaritmia jantung, hipersensitivitas terhadap salbutamol

atau simpatometik lainnya, pengguna beta bloker.

Interaksi : beta bloker

Mekanisme : menghasilkan efek bronkodilatasi dengan relaksasi otot polos pada

bronkial melalui stimulasi reseptor beta-2 adrenergik di bronkus

yang menyebabkan aktivitas dari adenilat siklase yang

menghasilkan peningkatan AMP siklik intraselular. Hal ini

menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi membrane sel mast,

dan stimulasi otot skelet.

Alasan : Albuterol ini dipilih karena merupakan obat golongan selektif agonis

beta-2 yang memiliki efek kerja singkat untuk menghilangkan gejala

bronkospasme yang terjadi pada pasien. Selain itu kaena sesak napas

ini hanya merupakan efek yang ditimbulkan dari bronchitis maka obat

ini lebih ditujukan untuk memperbaiki kondisi pasien selama

pengobatan bronchitis kronisnya.

4. Guaifenesin (gliceryl guaicolate)

Sediaan : tablet 100 mg

Dosis : 200-400 mg / 4 jam

Indikasi : mengurangi batuk yang berhubungan dengan infeksi pernapasan dan

sinusitis, faringitis, bronchitis, dan asma ketika kondisi tersebut

diperburuk dengan adanya mukus yang terhambat pengeluarannya.

Kontraindikasi : pertimbangan standar

Mekanisme :Meningkatkan pengeluaran mukus dari saluran pernapasan dengan

menurunkan viskositas dan tegangan permukaan, sehingga

memfasilitasi pengeluaran mukus yang kental dan membuat batuk

yang tidak produktif menjadi lebih produktif dengan frekuensi yang

lebih jarang. (Tatro,2003)

Alasan : Guaifenesin dipilih sebagai salah satu terapi karena guaifenesin

memiliki kemampuan untuk mengencerkan dahak yang pada kasus

ini dikeluhkan oleh pasien sulit untuk dikeluarkan

5. Acetylcystein (fluimucil)

Komposisi : Tiap kapsul mengandung N –acetylcysteine 200 mg

Cara Kerja Obat: N-acetylcysteine adalah derivat asam amino alamiah cystein.

NAC mempunyai aktivitas fluidifikasi melalui gugus sulfhidril

Page 12: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

bebas pada secret mukoid atau mukopurulen dengan cara memutus

jembatan disulfida intra molekul dan intermolekul dalam agregat

glikoprotein. NAC mempunyai toleransi intestinal yang baik, cepat

diabsorpsi sesudah pemberian oral dan didistribusikan keseluruh

tubuh termasuk paru. Sebagai precursor dari glutation yang

merupakan antioksidan dalam tubuh.

Indikasi : Mukolitik terapi pada akut dan kronik penyakit bronkial dan paru

dengan mukus yang tebal, seperti : akut bronkhitis, bronkhitis

kronik dan akut berulang, pulmonari emfisema, mukovisidosis,

bronkiektasis. Juga anti radikal bebas dan antioksidan.

Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap N-acetylcysteine atau bahan - bahan

lainnya.

Peringatan dan Perhatian : • Selama pengobatan, penderita asma harus dimonitor,

pengobatan dihentikan bila ada tanda-tanda bronkhospasme.

• Bau sulfur yang ada bukan tanda dari kerusakan

obat, hanya merupakan sifat zat berkhasiatnya.

• Pada penderita dengan riwayat gastritis, sebaiknya

diberikan setelah makan.

• Pemberian pada wanita hamil dan menyusui

Dosis : Dewasa dan anak diatas 14 tahun : 1 kapsul 2 - 3 kali sehari (setara

dengan 400 - 600 mg N-acetylcysteine per hari) ( Anonim, 2013 ).

Alasan Pemilihan NAC Mengurangi ekasaserbasi dan memperbaiki kualitas

hidup. Master antioksidan yang kuat adalah Glutation (GSH),

sebagai immune booster dan merupakan detoksifikan. Glutation ini

diproduksi oleh tubuh, tetapi kadar antioksidan ini menurun pada

usia lanjut, stres oksidatif dan inflamasi. Pada keadaan patologis ini

kebutuhan akan antioksidan sebagai suplemen dan glutation dapat

ditingkatkan dengan memberikan tambahan sistein( Suwarti, 2012 ).

TERAPI NONFARMAKOLOGI

a. Mengkonsumsi makanan yang hangat dan lunak.

b. minum lebih banyak dan hangat terutama yang mengandung elektrolit.

c. Latihan batuk efektif

Page 13: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

R/ Fisoterapi nafas melepaskan sekret dari tempat perlekatan, postural

drainase memudahkan pengaliran sekret, batuk efektif mengeluarkan sekret

secara adekuat.

d. Istirahat yang cukup

e. Menghindari udara dingin dan AC

f. Hindari stress

g. Menghindari asap rokok

h. Perbaikan nutrisi (banyak makan sayur dan buah-buahan)

i. Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah

kompres lembab di atas dada sepanjang malam sambil menjaga tubuhnya

jangan sampai kedinginan

j. Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah sangat

sesak, biarlah dia menghirup uap air tiga kali sehari.

k. Hindari udara yang berdebu

l. Lakukan olahraga ringan

KONSELING, INFORMASI, DAN EDUKASI

- Menjelaskan aturan pakai obat kepada pasien dan keluarga pasien agar obat

digunakan dengan tepat.

- Jelaskan pada keluarga tentang efek samping penggunaan obat-obatan untuk

mencegah terjadinya komplikasi akibat efek samping pengobatan.

- Menjelaskan penyebab penyakit kepada pasien dan keluarga pasien agar dapat

menghindari penyebab-penyebab penyakit

- Jelaskan pada pasien dan keluarga beberapa tindakan yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan proses pengeluaran secret (latihan batuk efektif).

- Menganjurkan kepada keluarga agar pasien minum yang hangat dan lebih

banyak.

- Jelaskan pada keluarga tentang olahraga yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan paru-paru, seperti jalan-jalan disekitar rumah.

- Memberi pengarahan kepada pasien untuk menghindari factor-faktor penyebab

seperti asap rokok, kendaraan, debu, udara dingin dan ruangan ber-AC.

MONITORING

- Pemantauan setiap hari mengenai sesak, batuk dan dahak yang dialami pasien.

- Dilakukan analisis gas darah untuk monitoring fungsi paru-paru.

Page 14: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

- Pemantauan kadar elektrolit pasien terhadap penggunaan prednisone yang

memiliki efek samping mengganggu elektrolit tubuh.

(Braman, 2006)

IV. PEMBAHASAN

- Kenapa memilih menggunakan prednison?

Dalam kasus ini, pasien akan diberikan terapi kortikosteroid dalam waktu

lama sehingga untuk meminimalisir resiko efek samping yang ditimbulkan

maka kami memilih prednison karena memiliki efek mineralo kortikoid yang

rendah dibandingkan dengan obat kortikosteroid lainya. Adapun efek mineralo

kortikoid dapat menyebabkan :

a. Hipokalemia akibat kehilangan kalium dengan kemih

b. Udema dan berat badan meningkat karena rretensi garam dan air, juga

resiko hipertensi dan gagal jantung ( Tjay, 2006 )

- Bagaimana mekanisme kerja dari obat albuterol?

menghasilkan efek bronkodilatasi dengan relaksasi otot polos pada bronkial

melalui stimulasi reseptor beta-2 adrenergik di bronkus yang menyebabkan

aktivitas dari adenilat siklase yang menghasilkan peningkatan AMP siklik

intraselular. Hal ini menyebabkan relaksasi otot polos, stabilisasi membrane

sel mast, dan stimulasi otot skelet

- Apa pertimbangan menggunakan albuterol, padahal albuterol itu short action?

Karena asma yang diderita pasien hanya merupakan manifestasi klinik dari

bronkhitis kronis bukan merupakan penyakit utama pasien, sehingga

pemberian albuterol yang merupakan short action cukup untuk mengcover

asmanya. Diharapkan dengan mengobati bronkhitis pasien, asma tidak

kambuh lagi.

- Apa hubungan diberikan makanan lunak dengan induksi batuk?

Kerongkongan itu letaknya berdampingan dengan tenggorokan, sehingga

apabila makanan yang bertekstur kasar melewati kerongkongan, akan terjadi

rangsangan pada tenggorokan sehingga memicu batuk.

- Kenapa memilih menggunakan infus RL, padahal elektrolit turun dan RL itu

isotonis?

Karena menurut kelompok kami, penurunan elektrolit pada tubuh pasien tidak

terlalu signifikan, sehingga kami memilih infus yang isotonis. Walaupun tidak

menambah kadar elektrolit namun masih dapat mempertahankan kadar

Page 15: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

elektrolit dalam tubuh. Diasumsikan kadar elektrolit akan kembali normal

seiring membaiknya kondisi pasien.

- Untuk lebih mengefektifkan pengeluaran dahak akibat batuk yang diderita

pasien maka perlu ditambahkan asetilsistein sebagai pengencer dahak

sehingga dahak mudah dikeluarkan.

V. KESIMPULAN

Pasien terkena bronkhitis kronik yang disebabkan oleh aktivitas merokok yang

berat. Pasien diberikan ventolin inhealer yang berisi albuterol sebagai terapi sesak

nafas untuk bronkodilator sehingga melancarkan aliran udara. Kemudian

diberikan juga prednison sebagai agen anti inflamasi karena pasien mengalami

peradangan atau iritasi pada saluran bronkus yang diakibatkan oleh kebiasaan

merokok pasien. Pasien diberikan guaifenesin untuk mengencerkan dahak

sehingga pasien mudah mengeluarkan dahak. Untuk penggantian cairan pasien

diberikan infus ringer laktat.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013, Fluimucil Kapsul, www.zambon.co.id. Diakses tanggal 7

November 2013

Braman SS. Chronic cough due to chronic bronchitis: ACCP evidence-based

clinical practice guidelines. Chest. Jan 2006;129(1 Suppl)

Fischbach, Frances Talaska, 2000, A Manual of Laboratory and Diagnostic Test,

Lippincot Williams& Wilkins, USA.

Kee, Joy LeFever, 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik,

Penerbit Buku KedokteranEGC, Jakarta.

Sacher, Ronald A, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium,

Penerbit Buku KedokteranEGC, Jakarta.

Suwarti , Sri Avrides.,et all, Efek N-Acetyl Cystein pada Penyakit Paru Obstruktif

Kronik Stabil pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Paru Rumah Sakit Dr. M.

Djamil Padang, J Respir Indo Vol. 32, No. 4, Oktober 2012

Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003.Patofisiologi konsep klinis proses-proses

penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.

Tan, H Tjay., dan Kirana, 2006, Obat-Obat Penting, Edisi 6, Gramedia, Jakarta

Tatro, David S., PharmD, 2003, A to Z Drug Facts, Facts and Comparisons, San

Franscisco.

Page 16: LAPORAN AKHIR BRONKHITIS

Vinay Kumar. 2001. Robbins Basic Pathology 8th edition. Philadelphia : Saunders

Elsevier