lapak bahan baku asetaminofen

56
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI ANALISIS BAHAN BAKU DAN UJI BATAS LOGAM BERAT DARI ASETAMINOFEN Kelompok 5 Iin febrianti 260110090074 Rydo Pratama P 260110090075 Silvia Rebecca 260110090076 Devy Novinda 260110090077 Dinar Azzahra 260110090078 Dosen Pembimbing : Sandra Megantara M,Si. Apt. LABORATORIUM ANALISIS FARMASI

Upload: ananda-annisa

Post on 24-Jul-2015

791 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

ANALISIS BAHAN BAKU DAN UJI BATAS LOGAM BERAT DARI

ASETAMINOFEN

Kelompok 5

Iin febrianti 260110090074

Rydo Pratama P 260110090075

Silvia Rebecca 260110090076

Devy Novinda 260110090077

Dinar Azzahra 260110090078

Dosen Pembimbing : Sandra Megantara M,Si. Apt.

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2012

Page 2: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

ANALISIS BAHAN BAKU DAN UJI BATAS LOGAM BERAT DARI

ASETAMINOFEN

I. TUJUAN

1. Menganalisis bahan baku asetaminofen sesuai dengan persyaratan yang tercantum

dalam Farmakope Indonesia

2. Menguji kadar logam berat dalam asetaminofen dengan metode titrasi

kompleksometri berdasrakan syarat yang terdapat dalam Farmakope Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA

Monografi

Nama kimia : 4-Hidroksiasetanilida

Rumus molekul : C8H9NO2

Berat molekul : 151,16

Kandungan : Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak

lebih dari 101% C8H9NO2,

Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit

Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N

; mudah larut dalam etanol)

Sifat fisika : Titik lebur antara 168o dan 172o;

Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,1%;

Kadar air : Tidak lebih dari 0,1%

PH : 6

Kadar timbal : Kurang dari 0,001 % (DepKes RI, 1979).

Page 3: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Analisis kualitatif yang berhubungan dengan identifikasi suatu zat atau

campuran yang tidak diketahui. Walaupun analisis kualitatif sudah banyak

ditinggalkan, namun analisis kualitatif ini merupakan aplikasi prinsip-prinsip umum

dan konsep-konsep dasar yang telah dipelajari dalam kimia dasar. Analisis kualitatif

senyawa obat tentang identifikasi suatu zat fokus kajiannya adalah unsur apa yang

terdapat dalam suatu sampel. Untuk memudahkan dalam suatu identifikasi, sebaiknya

senyawa obat yang diidentifikasi ditentukan dahulu struktur kimia organiknya

sehingga kita dapat mengetahui golongan unsur, analisis gugus, unsur-unsur

penyusun senyawa (C, N, S, P atau halogen) dari senyawa obat, kemudian

memudahkan kita untuk mengetahui sifat-sifat kimia seperti kelarutan (Auterhoff dan

Kovark, 1978).

Atom-atom dalam suatu molekul tidaklah diam, melainkan bervibrasi atau

bergetar. Hal ini disebabkan karena ikatan kimia yang menghubungkan dua atom

dapat dimisalkan sebagai dua bola yang dihubungkan oleh pegas (Hendayana, 1994).

Bila radiasi Infra Merah dilewatkan melalui suatu cuplikan (dapat berupa

padatan / cairan murninya), maka molekul-molekul dapat menyerap energi radiasi,

sehingga terjadi perubahan tingkat vibrasi, yakni dari tingkat dasar atau ground state

ke tingkat vibrasi tereksitasi atau exited state (Khopkar, 1984).

Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang

mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada

daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada Bilangan Gelombang 13.000 –

10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark

Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang

elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang

keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan (Christian, 1994).

Spektrokopi IR digunakan untuk penentuan struktur, yakni informasi penting

tentang gugus fungsional suatu molekul. Penentuan struktur ini dilakukan dengan

melihat plot apektrum IR yang terdeteksi oleh alat spektrofotometer IR. Spektrum ini

menyatakan jumlah radiasi IR yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi

Page 4: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

frekuensi atau bilangan gelombang. Semakin rumit struktur suatu molekul, semakin

banyak bentuk-bentuk vibrasi yang meungkin terjadi. Akibatnya kita akan melihat

banyak pita-pita absorpsi yang diperoleh pada spektrum IR. Perlu diketahui bahwa

atom-atom dengan massa rendah cenderung lebih mudah bergerak dibanding atom

dengan massa atom lebih tinggi, contohnya adalah vibrasi yang melibatkan atom

hidrogen sangat berarti (Hendayana, 1994).

Dalam spektrofotometer, mula-mula sinar infra merah dilewatkan melalui

sampel dan larutan, kemudian dilewatkan pada monokromator untuk menghilangkan

sinar yang tidak diinginkan (stray radiation). Berkas sinar ini kemudian

didespersikan melalui prisma atau grating. Dengan melewatkannya melalui slit, sinar

tersebut dapat difokuskan pada detektor yang akan mengubah berkas sinar menjadi

sinyal listrik yang selanjutnya direkam oleh rekorder (Tarigan, 1986).

Analisis identifikasi gugus fungsi dilakukan dengan mengidentifikasi

karakteristik spektrum ikatan tertentu, mialnya spektrum IR ikatan C=O terletak pada

1700 cm-1, bentuknya runcing (tajam) ata7u dikatakan spektrum kuat. Spektrum

vibrasi –OH terletak sekitar 3500 cm-1, pada umumnya berikatan hidrogen sehingga

melebar. Spektrumnya tidak tajam. Bila ada ikatan C=O dan gugus –OH maka

dimungkinkan senyawa adalah asam (Hendayana, 1994).

Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu vibrasi

regangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending). Dalam vibrasi regangan,

atom bergerak terus sepanjang ikatan yang menghubungkannya sehingga akan terjadi

perubahan jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi

regangan ada dua macam, yaitu Regangan Simetri (unit struktur bergerak bersamaan

dan searah dalam satu bidang datar) dan Regangan Asimetri (unit struktur bergerak

bersamaan dan tidak searah tetapi masih dalam satu bidang datar) (Harvey, 2000).

Jika sistem tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar,

maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi yang

mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi bengkokan ini

Page 5: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

terbagi menjadi empat jenis, yaitu Vibrasi Goyangan (Rocking - unit struktur

bergerak mengayun asimetri tetapi masih dalam bidang datar), Vibrasi Guntingan

(Scissoring - unit struktur bergerak mengayun simetri dan masih dalam bidang

datar), Vibrasi Kibasan (Wagging - unit struktur bergerak mengibas keluar dari

bidang datar), dan Vibrasi Pelintiran (Twisting - unit struktur berputar mengelilingi

ikatan yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang

datar) (Harvey, 2000).

Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)

C-H alkana 2850-2960, 1350-1470

C-H alkena 3020-3080, 675-870

C-H aromatik 3000-3100, 675-870

C-H alkuna 3300

C=C Alkena 1640-1680

C=C aromatik (cincin) 1500-1600

C-Oalkohol, eter, asam

karboksilat, ester1080-1300

C=Oaldehida, keton, asam karboksilat,

ester1690-1760

O-H alkohol, fenol (monomer) 3610-3640

O-H alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar)

O-H asam karboksilat 3000-3600 (lebar)

N-H amina 3310-3500

C-N Amina 1180-1360

-NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385

(Harvey, 2000).

Page 6: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Instrument yang sangat sederhana untuk absorpsi UV-Vis Moleculer adalah

filter fotometer yang menggunakana filter absorpsi atau interferens untuk mengisolasi

pita radiasi. Filter ditempatkan diantara sumber dan sampel untuk mencegah sampel

terdekomposisi ketika terpapar radiasi energi tinggi. Fotometer filter memiliki jalur

optik tunggal antara sumber dan detektor sehingga disebut single beam

instrument.Instrumen dikalibrasi menjadi 0% T sementara menggunakan shutter

unutk memblok sumber radiasi dari detektor. Setelah shutter dilepaskan, instrumen

dikalibrasi menjadi 100 % T menggunakan blanko sesuai. Blanko kemudian diganti

dengan sampel dan transmitansnya diukur. Karena kekuatan kejadian sumber dan

sensitivitas detektor bervariasi dengan panjang gelombang, fotometer harus

dikalibrasi kembali kapan pun filter diubah. Kelebihan dari fotometer ini adalah

murah, mudah dirawat, dan keras, dan portable sehingg adapat dilakukan analisis di

lapangan. Kekurangannya adalah instrumen ini tidak dapat digunakan untuk

memperoleh spektrum absorpsi (Harvey, 2000).

Skema filter fotometer dengan shutter (Harvey, 2000).

Instrumen menggunakan monokromator sebagai pemilih panjang gelombang

disebut spektrometer. Dalam sepektroskopi absorbansi, ketika transmitan adalah

perbandingan rasio dari dua kekuatan radian maka disebut spektrofotometer.

Spektrofotometer paling sederhana adalah single beam instrument yang dilengkapi

dengan monokromator fixed wavelength . Single beam spectrophotometer

dikalibrasikan dan digunakan dengan cara yang sama seperti fotometer. Karena lebar

pita nya efektif cukup besar, instrument ini lebih cocok untuk kuantitatif analisis

Page 7: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

daripada kualitatif analisis. Akurasi single beam spectrophotometer terbatas oleh

stabilitas sumber dan detektornya (Harvey, 2000).

Skema single beam spectrophotometer (Harvey, 2000).

Limitasi dari fixed-wavelength single-beam spectrophotometers

diminimalisasi dengan menggunakan double-beam in-time spectrophotometer.

Chopper mengontrol jalur radiasi dan mengubahnya atara sampel, blanko, dan

shutter. Prosesor signal menggunakan chopper yang diketahui kecepatan rotasinya

untuk memisahkan signal yang sampai ke detektor karena transmisi dari blanko dan

sampel. Lebar pita efektif double-beam spectrophotometer dikontrol oleh celah yang

dapat diatur pada monokromator masuk dan keluar. Lebar pita efektif adalah antara

0.2 nm dan 3.0 nm. Monokoromator scanning menyediakan pencatatan spektrum

secara otomatis. Instrumen double beam lebih cakap dibandingkan single beam

instrument karena dapat digunakan untuk quantitative maupun kualitatif namun lebih

mahal. Desain instrumen didesain menggunakan detektor single dan dapat memonitor

hanya satu panjang gelombang dalam satu waktu. Fotodiode linear tersusun atas

detektor multiple atau channels, membuat seluruh spektrum dicatat sebagai 0.1 s.

Fotodiode diletakkan pada focal plan (Harvey, 2000).

Page 8: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Skema double beam in time spectrophotometer (Harvey, 2000).

Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan

kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri

merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk

hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut

kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi.

Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini

pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :

Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2

Hg2+ + 2Cl- HgCl2

(Khopkar, 2002).

Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik

melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun

sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk

melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral

(Basset, 1994).

Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi

pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang

Page 9: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian

adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal

pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang

menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan,

dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :

M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O

(Khopkar, 2002).

Asam etilendiamin tetraasetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,

merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah

ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua

nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang

mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-

diaminoetanatetraasetat (asametilenadiaminatetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua

atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul

(Rival, 1995).

Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan

sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif.

Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa

pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY -.

Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi

dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan

tersebut (Harjadi, 1993).

Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca,

Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri

mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja

kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya

sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini

contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit;

Page 10: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue

(Khopkar, 2002).

Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan

kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang

mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk

senyawa kompleks perak-sianida, sedangkan dengan ion nilkel membentuk nikel-

sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri

adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam

lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna

sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam

dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna

harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah

berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu

haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam

itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan

diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus

kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik

akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke

kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara

indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah

diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM)

sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir,

penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah

10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan

mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator

murexide (Basset, 1994).

Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari

dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang

Page 11: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk

kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA

adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA

banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya

sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya

dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).

III. ALAT DAN BAHAN

3.1. Alat

Alat cetak

Batang Pengaduk Beaker glass

Buret

Corong

Erlenmeyer

Gelas ukur

Kertas perkamen

Kuvet Labu ukur 250 ml dan 20 ml

Mortir

Oven

Penekan hidrolitik

Plat tetes

Pinset

Pipet tetes

Pipet volum 10 ml dan 1 ml

Pompa vakum

Statif dan klem

Printer

Selang vakum

Spatel

Spektrofotometer UV-Vis Spektrometer IR

Stamper

Tabung reaksi

Timbangan digital

Tisu lensa

3.2. Bahan

Akuades

Asetaminofen (Parasetamol) uji

Asetaminofen (Parasetamol) BPFI

EBT

Heksamin

Jingga Xylenol

Kalium bromide (KBr)

Larutan Diazo A

Page 12: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Larutan Diazo B

Larutan FeCl3

Larutan asam klorida

Magnesium Sulfat

Natrium EDTA

IV. PROSEDUR

1. Pemeriksaan awal

a. Uji organoleptis

Diamati bentuk, warna, bau, dan rasa menggunakan panca indera

b. Uji Kelarutan

Dilarutkan 100 mg asetaminofen dalam 2 mL air mendidih lalu diaduk sebentar

kemudian dilihat kelarutannya. Selanjutnya dilarutkan 100 mg asetaminofen

dalam 2mL NaOH 1 N lalu diaduk sebentar kemudian dilihat kelarutannya. Lalu

dilarutkan 100 mg asetaminofen dalam 1 ml etanol lalu diaduk sebentar kemudian

dilihat kelarutannya

c. Uji Kualitatif

a. Reaksi warna

Untuk uji kualitatif asetaminofen (parasetamol), dilakukan reaksi warna.

Disiapkan tabung reaksi bersih kemudian dimasukan 100 mg asetaminofen lalu

dilarutkan dalam 10 ml air, setelah larut ditambahkan 0,05 ml larutan besi(III)

klorida P; hingga terjadi perubahan warna. Reaksi warna yang selanjutnya

dilakukan reaksi uji diazotasi yaitu sejumlah sampel asetaminofen disiapkan

dalam plat tetes kemudian ditambahkan masing-masing 1 tetes larutan Diazo A

dan Diazo B. lalu ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida hingga terjadi

perubahan warna, kemudian diamati perubahan warnanya.

b. Spektrofotometri Inframerah

Disiapkan 250 mg KBr kering yang telah dipanaskan dalam oven pada suhu

105oC selama 2 jam. Asetaminofen digerus sebanyak 5 mg sampai homogen

selama 5 menit di tempat uang kelembabannya rendah. Lalu serbuk asetaminofen

yang telah homogen dimasukkan ke dalam pencetak. Selanjutnya divakumkan

Page 13: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

pada 60 cmHg selama 5 menit dan cakram dikeluarkan dari pencetak. Kemudian

cakram diletakkan ke dalam alat spektrofotmetri dan dilihat spektrum yang

didapat dan dibandingkan dengan spektrum asetaminofen BPFI.

d. Uji Kuantitatif (Spektrofotometri UV)

Pertama dibuat larutan baku asetaminofen BPFI dengan konsentrasi 40 ppm.

Asetaminofen BPFI ditimbang sebanyak 10 mg lalu dilarutkan ke dalam labu

ukur 250 mL dengan aquades sampai tanda batas. Lalu dibuat larutan baku

asetaminofen dengan beberapa konsentrasi yaitu 10 ppm, 8 ppm, 6 ppm, 4 ppm,

dan 2 ppm. Untuk larutan baku 10 ppm, diambil 5 mL larutan baku asetaminofen

BPFI 40 ppm lalu dilarutkankan ke dalam labu ukur 20 mL dengan aquades

sampai tanda batas. Untuk larutan baku 8 ppm, diambil 4 mL larutan baku

asetaminofen BPFI 40 ppm lalu dilarutkankan ke dalam labu ukur 20 mL dengan

aquades sampai tanda batas. Untuk larutan baku 6 ppm, diambil 3 mL larutan

baku asetaminofen BPFI 40 ppm lalu dilarutkankan ke dalam labu ukur 20 mL

dengan aquades sampai tanda batas. Untuk larutan baku 4 ppm, diambil 2 mL

larutan baku asetaminofen BPFI 40 ppm lalu dilarutkankan ke dalam labu ukur 20

mL dengan aquades sampai tanda batas. Untuk larutan baku 2 ppm, diambil 1 mL

larutan baku asetaminofen BPFI 40 ppm lalu dilarutkankan ke dalam labu ukur 20

mL dengan aquades sampai tanda batas. Kemudian masing-masing konsentrasi

dimasukkan ke dalam kuvet yang berbeda sampai ¾ dari kuvetnya lalu diukur

absorbansi dan panjang gelombang pada absorbansi maksimum ke dalam

spektrofotometri UV. Selanjutnya dibuat kurva baku di mana sumbu x sebagai

konsentrasi dan sumbu y sebagai absorbansi. Lalu didapat nilai r,b,dan a sehingga

dapat dibuat persamaan y = bx + a.

Kedua dibuat larutan sampel dengan konsentrasi 40 ppm dan 6 ppm. Untuk

larutan sampel 40 ppm, asetaminofen ditimbang sebanyak 10 mg lalu dilarutkan

ke dalam labu ukur 250 mL dengan aquades sampai tanda batas. Untuk larutan

sampel 6 ppm, diambil 3 mL larutan sampel 40 ppm dan dilarutkan ke dalam labu

ukur 20 mL dengan aquades sampai tanda batas. Kemudian masing-masing

Page 14: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

konsentrasi dimasukkan ke dalam kuvet yang berbeda sampai ¾ dari kuvetnya

lalu diukur absorbansi dan panjang gelombang pada absorbansi maksimum ke

dalam spektrofotometri UV.

e. Uji batas logam berat (titrasi kompleksometri)

Pertama pembuatan larutan EDTA 0,05 M dengan cara ditimbang sebanyak 4,668

gram Na-EDTA lalu dilarutkan ke dalam labu ukur 250 mL dengan aquades

sampai tanda batas. Lalu pembuatan larutan baku primer MgSO4 0,05 M dengan

cara ditimbang sebanyak 1,237 gram MgSO4 lalu dilarutkan ke dalam labu ukur

100 mL dengan aquades sampai tanda batas. Kemudian pembakuan Na-EDTA

oleh MgSO4 dilakukan duplo dengan cara dipipet10 mL larutan EDTA ke dalam

labu erlenmeyer lalu ditambahkan indikator EBT dan dititrasi dengan Mg SO4

hingga terjadi perubahan warna menjadi biru. Selanjutnya titrasi kompleksometri

Pb dalam asetaminofen dilakukan duplo dengan cara ditimbang asetaminofen

sebanyak 406 mg lalu dilarutkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan aquades

sampai tanda batas. Kemudian dipipet sebanyak 10 mL larutan asetaminofen ke

dalam labu erlenmeyer dan dititrasi dengan Na-EDTA yang telah dibakukan.

V. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

5.1. Data Pengamatan

1. Pemeriksaan Awal

a. Uji organoleptis

Bentuk : serbuk halus

Warna : putih

Rasa : sedikit pahit

Bau : tidak berbau

b. Kelarutan

Page 15: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Perlakuan Hasil

Asetaminofen ditambah air

mendidih

Asetaminofen ditambah larutan

natrium hidroksida

Asetaminofen ditambah etanol

Asetaminofen larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N dan

mudah larut dalam etanol.

2. Uji Kualitatif

a. Reaksi Warna

Perlakuan Hasil

100 mg parasetamol dimasukan ke

dalam tabung reaksi

Parasetamol dalam tabung reaksi

Tabung reaksi berisi parasetamol

dlarutkan dengan 10 ml aquades

Parasetamol dalam tabung reaksi larut

dalam aquades. Larutan berwarna

bening

Page 16: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Larutan parasetamol ditambah 0,05 ml

larutan besi(III) klorida P (FeCl3)

Terjadi perubahan warna dari bening

menjadi larutan biru keunguan

Perlakuan Hasil

Disiapkan sejumlah sampel

parasetamol dalam plat tetes

Sampel parasetamol dalam plat tetes

Tambahkan 1 tetes larutan diazo A

dan diazo B

Parasetamol dalam plat tetes berubah

warna menjadi warna kuning

Tambahkan 1 tetes larutan asam

klorida (HCl)

Page 17: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

b. Spektrofotometri Inframerah

No Perlakuan Hasil

1 Mengeringkan serbuk parasetamol

2 Menimbang serbuk parasetamol

hingga didapat berat yang konstan

3 Menimbang 250 mg serbuk KBr

sebanyak 2 kali

4 Menimbang 5 mg serbuk

parasetamol

Page 18: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

5 Menggerus KBr hingga

homogeny

6 Menggerus Kbr + serbuk

parasetamol hingga homogen

7 Serbuk dimasukkan ke dalam alat

pencetak

8 Pembuatan cakram blangko KBr

dan cakram sampel parasetamol +

KBr

9 Cakram terbentuk dan siap untuk

diukur spektrumnya

Page 19: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

3. Uji Kuantitatif (Spektrofotometri Uv-Vis)

a. Absorbansi paracetamol Baku Pembanding Farmakope Indonesia diukur pada

panjang gelombang maksimum 244 nm

No Konsentrasi (ppm) Absorbansi

1 2 0.1527

2 4 0.2756

3 6 0.3937

4 8 0.5245

5 10 0.6665

b. Absorbansi parasetamol sampel

No Konsentrasi (ppm) Absorbansi

1 6 0.2658

Page 20: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Hasil spektrum dari asetaminofen

Page 21: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

4. Uji Logam Berat (Titrasi Kompleksometri)

a. Pembakuan Na2EDTA oleh MgSO4

Perlakuan Hasil

Dibuat larutan Na2EDTA

Dibuat larutan MgSO4

Larutan MgSO4 ditambah indikator

EBT dan dapar salmiak

Dilakukan pembakuan Na2EDTA

oleh MgSO4

Page 22: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Didapatkan hasil pembakuan

Na2EDTA

No MgSO4 (mL) Na2EDTA (mL)

1 9,1 10

2 9,6 10

b. Titrasi kompleksometri Pb2+ oleh Na2EDTA

Perlakuan Hasil

Ditimbang 400 mg parasetamol

Parasetamol dilarutkan dalam air

Page 23: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Larutan parasetamol ditambah

hexamine dan indikator jingga

xylenol

Dilakukan titrasi parasetamol oleh

Na2EDTA

Didapatkan hasil titrasi dari

parasetamol oleh Na2EDTA

No Sampel (mL) Na2EDTA (mL)

1 10 15

2 10 20

5.2. Perhitungan

1. Spektrofotometri UV-Vis

a. Pembuatan larutan baku Paracetamol BPFI 40 ppm:

10 mg dalam 250 ml air

Page 24: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

10 mg250 ml

= 40 ppm

Pengenceran bertingkat

a) 10 ppm

V1 . N1= V2 . N2

V1 . 40 ppm = 20 ml . 10 ppm

V1 = 5 ml

Dibutuhkan sebanyak 5 ml larutan baku paracetamol BPFI 40 ml dan 15 ml

akuades untuk membuat larutan paracetamol baku 10 ppm.

b) 8 ppm

V1 . N1 = V2 . N2

V1 . 40 ppm = 20 ml . 8 ppm

V1 = 4 ml

Dibutuhkan sebanyak 4 ml larutan baku paracetamol BPFI 40 ml dan 16

ml akuades untuk membuat larutan paracetamol baku 8 ppm

c) 6 ppm

V1 . N1= V2 . N2

V1 . 40 ppm = 20 ml . 6 ppm

V1 = 3 ml

Dibutuhkan sebanyak 3 ml larutan baku paracetamol BPFI 40 ml dan 17

ml akuades untuk membuat larutan paracetamol baku 6 ppm

d) 4 ppm

V1 . N1= V2 . N2

V1 . 40 ppm = 20 ml . 4 ppm

V1 = 2 ml

Dibutuhkan sebanyak 2 ml larutan baku paracetamol BPFI 40 ml dan 18

ml akuades untuk membuat larutan paracetamol baku 4 ppm

e) 2 ppm

V1 . N1= V2 . N2

Page 25: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

V1 . 40 ppm = 20 ml . 2 ppm

V1 = 1 ml

Dibutuhkan sebanyak 1 ml larutan baku paracetamol BPFI 40 ml dan 19 ml

akuades untuk membuat larutan paracetamol baku 2 ppm

b. Persamaan regresi linier

Dimana x adalah konsentrasi dan y adalah absorbansi.

y = bx + a

r = 0.999

b = 0.063825

a = 0.01965

Sehingga y = 0.063825 x + 0.01965

c. Perhitungan kadar

A sampel = y = 0.2658

0.2658 = 0.063825 x + 0.01965

x = 0.24615 : 0.063825 = 3.856 ppm

% = x

6 ppm x 100% =

3.8566

x 100% = 64.277%

2. Titrasi Kompleksometri

a. Pembakuan Na2EDTA

Perlakuan 1

V 1 .M 1=V 2 . M2

9,1 ×0,05=10 × M 2

M 2=0,0455

Perlakuan 2

V 1 .M 1=V 2 . M2

9,6 × 0,05=10 × M 2

M 2=0,048

Molaritas rata-rata

Page 26: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

M=M 1+M 2

2

M=0,0455+0,0482

¿0,04675

b. Kadar Pb

Perlakuan 1

mgmL

=(V .M ) Na2 EDTA × BM Pb

V Pb

mgmL

=(0,02×0,04675 )×261

10

Pb=0,024mgmL

Perlakuan 2

mgmL

=(0,015 ×0,04675 )× 261

10

Pb=0,018mgmL

Kadar rata-rata Pb dalam sampel

Pb=Pb1+ MPb2

2

¿ 0,024+0,0182

¿0,021mgmL

=21 ppm

VI. PEMBAHASAN

Untuk identifikasi asetaminofen sebelumnya diperlukan uji

pemeriksaan awal sebagai uji pendahuluan. Pertama dilakukan uji

organoleptis yaitu sampel diamati bentuk, warna, bau, dan rasa menggunakan

panca indera. Sehingga didapat hasil yaitu bentuknya serbuk halus, warnanya

Page 27: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

putih, rasanya sedikit pahit, dan tidak berbau. Dari data tersebut dapat

disimpulkan bahwa sampel tersebut adalah asetaminofen karena sesuai

dengan yang tertera dalam Farmakope Indonesia IV. Kedua dilakukan uji

kelarutan yaitu dilarutkan 100 mg asetaminofen dalam 2 mL air mendidih lalu

diaduk sebentar kemudian dilihat kelarutannya. Selanjutnya dilarutkan 100

mg asetaminofen dalam 2mL NaOH 1 N lalu diaduk sebentar kemudian

dilihat kelarutannya. Lalu dilarutkan 100 mg asetaminofen dalam 1 ml etanol

lalu diaduk sebentar kemudian dilihat kelarutannya. Sehingga didapat hasil

yaitu sampel larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N dan

mudah larut dalam etanol.

Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut diperlukan untuk

melarutkan 1 bagian zat

Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 sampai 10

Larut 10 sampai 30

Agak sukar larut 30 sampai 100

Sukar larut 100 sampai 1000

Sangat sukar larut 1000 sampai 10000

Praktis tidak larut Lebih dari 10000

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam 1 gram asetaminofen

membutuhkan 10 sampai 30 mL air mendidih dan natrium hidroksida 1 N

dan dalam 1 gram asetaminofen membutuhkan 1 sampai 10 mL etanol dan hal

tersebut sesuai dengan yang tertera dalam monografi asetaminofen.

Analisis kualitatif untuk parasetamol adalah menggunakan reaksi

warna. Reaksi khusus dari parasetamol adalah jika sejumlah zat dilarutkan

dalam aquadest dan ditambah 2 tetes larutan FeCl3, akan berubah warna

menjadi biru violet. Oleh karena itu parasetamol termasuk golongan fenol.

Hal ini telah dilakukan dalam percobaan dan memberikan hasil yang sama,

yakni setelah ditambahkan aquadest dan FeCl3, larutan berubah warna

Page 28: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

menjadi biru violet, namun beberapa saat kemudian larutan berubah warna

menjadi abu-abu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya penambahan

beberapa larutan tersebut merupakan cara mengidentifikasi senyawa

paracetamol yang ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi biru violet.

Reaksi diazotasi telah digunakan secara umum untuk penetapan

gugusan amino aromatis dalam industri zat warna dan dapat dipakai untuk

penetapan sulfanilamida dan semua senyawa-senyawa yang mengandung

gugus amino aromatis. Reaksi diazotasi biasanya dilakukan pada senyawa

yang memiliki gugus aromatis-bebas. Reaksi diazotasi didasarkan pada

pebentukan garam-garam diazonium yang terbentuk dari reaksi asam nitrit

dengan amin aromatik bebas. Garam diazonium adalah garam yang terbentuk

dari hasil reaksi antara HNO2 dan alkil amino primer. Sampel yang digunakan

pada percobaan ini yaitu parasetamol.

Pada pengujian parasetamol, pertama – tama disiapkan sejumlah

sampel dalam plat tetes, lalu ditambahkan masing-masing 1 tetes larutan diazo

A dan diazo B. kemudian ditambahkan larutan asam klorida sebanyak 1 tetes,

kemudian dilihat perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna yang terjadi

adalah warna kuning.

Reaksi diazotasi yang mendasari metode ini dapat dituliskan sebagai berikut : 

NaNO2 + HCL HNO2 + NaCl

Pengujian parasetamol berdasarkan pada pembentukan garam

diazonium dari gugus amin primer aromatis bebas yang direaksikan dengan

NaNO2 yang diperoleh dari hasil reaksi antara natrium nitrit dan asam klorida

dengan perubahan menjadi kuning.

Adapun alasan penambahan bahan yaitu ditambah larutan asam

klorida adalah untuk memberikan suasana asam sehingga dapat membentuk

garam diazoniumklorida. Tidak digunakan asam lain karena garam ini

terbentuk dengan adanya Cl¯.

Page 29: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Dalam analisis kualitatif terhadap bahan baku parasetamol digunakan

juga metode spektofotometri inframerah. Spektofotometri inframerah

merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa

berdasarkan serapan pada panjang gelombang inframerah. Spectrum serapan

inframerah suatu zat mempunyai gambaran yang khas untuk suatu zat tertentu,

sehingga dapat digunakan untuk tujuan identifikasi. Spektofotometri

inframerah dapat digunakan untuk menetapkan rumus bangun senyawa

dengan mendeteksi gugus fungsionalnya.

Tujuan dari metode spektrofotometri inframerah pada percobaan ini

adalah untuk memastikan sampel yang diperoleh merupakan parasetamol. Jika

sampel positif parasetamol, maka akan terbentuk serapan pada panjang

gelombang yang sesuai dengan gugus fungsi parasetamol sebenarnya. Adapun

struktur parasetamol antara lain :

Prosedur pertama yang dilakukan adalah mengeringkan serbuk

parasetamol dengan menggunakan oven sampai beratnya konstan. Hal ini

dilakukan untuk menghilangkan air yang mungkin terdapat dalam sampel. Air

dapat mempengaruhi hasil transmitan karena air terdiri dari gugus OH yang

mempengaruhi dan memiliki serapan di antara 1500 lebih. Selain itu air

mampu bervibrasi sehingga akan mempengaruhi serapan yang dihasilkan oleh

sampel.

Setelah itu dilakukan penimbangan 250 mg KBr sebanyak 2 kali, dan

penimbangan 5 mg sampel parasetamol. KBr yang digunakan merupakan KBr

yang telah kering dan tersedia di lab. KBr disebut sebagai penyangga atau

pengisi sampel dan sebagai blanko. KBr merupakan suatu garam yang

Page 30: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

berikatan secara ionic dan memiliki perbedaan keelektronegatifan yang tinggi

antara K dan Br sehingga KB bervibrasi stabil dan radiasi infamerah tidak

cukup kuat menimbulkan variasi dari garam ionic seperti KBr. Selain itu, KBr

juga tidak mempunyai transmitan di daerah inframerah. KBr ditimbang

sebanyak 2 kali karena digunakan sebagai blanko dan sebagai pengisi sampel

(dicampurkan dengan sampel parasetamol).

Blanko KBr dan sampel parasetamol yang telah di campurkan dengan

KBr kemudian dihomogenkan secara terpisah dalam sebuah mortir khusus di

tempat yang kelembabannya rendah. Hal ini dilakukan karena kelembaban

dalam ruangan akan mempengaruhi cakram KBr sehingga pembacaan

spectrum pun akan terpengaruhi. Jika kelembabannya tinggi, maka akan

terdapat banyak uap air yang terserap oleh KBr. Selain itu mortir dan stamper

yang digunakan juga harus dibersihkan dengan tisu lensa untuk

menghilangkan air atau kontaminan yang juga dapat mempengaruhi

pembacaan serapan inframerah.

Setelah homogen, blanko KBr dimasukkan ke dalam alat pencetak

cakram, dengan posisi di antara 2 silinder yang mengkilap yang sebelumnya

juga dibersihkan dengan tisu lensa. Kemudian alat pencetak disimpan pada

penekan hidrolik dengan tekanan ±60 KN dan dihubungkan juga ke dalam

pompa vakum selama 5 menit agar terbentuk cakram yang bening dan

serapannya sempurna. Apabila tekanannya kurang dari 60 KN akan

mempengaruhi kualitas cakram dimana cakram yang terbentuk kurang bagus.

Sedangkan apabila lebih dari 60 KN cakram yang terbentuk menjadi keras dan

sulit dikeluarkan dari alat pencetak. Adapun pompa vakum berfungsi untuk

membuang sisa CO2 atau udara pada KBr, karena CO2 pun akan

mempengaruhi dan memberikan serapan pada spektrofotometri inframerah.

Setelah 5 menit, pompa vakum dilepaskan dan cakram dikeluarkan dari alat

pencetaknya dengan pinset agar tidak terkontaminasi oleh garam, air, atau

lemak yang ada pada jari tangan. Cakram yang dihasilkan cukup baik karena

Page 31: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

bening. Jika tidak bening atau buram, kemungkinan terdapat uap air atau

udara yang terjebak di dalam cakram. Kemudian dilakukan prosedur

pembuatan cakram yang sama untuk campuran sampel parasetamol dan KBr.

Setelah itu, cakram dimasukkan pada spektrofotometri inframerah

untuk melihat spektrumnya. Proses scanning dilakukan terlebih dahulu

sebanyak 45 kali, hal ini dilakukan agar sensitifitasnya baik. Setelah proses

scanning selesai, spectrum pun dapat dilihat di layar computer. Spectrum

sampel kemudian dibandingkan dengan spectrum blanko.

Radiasi inframerah dapat menyebabkan terjadinya vibrasi dan atau

rotasi suatu gugus fungsional dalam molekul parasetamol sehingga gugus

fungsi yang berlainan dalam struktur parasetamol masing-masing akan

menunjukkan spectrum serapan inframerah yang karakteristik.

Dari spectrum sampel terlihat beberapa serapan di panjang gelombang

tertentu, antara lain :

Panjang gelombang (cm-1) Gugus fungsi

4423,93 -

4296,62 -

4057,44 -

2979,18 O-H alcohol, fenol

2929,03 C-H alkana

1901,89 Daerah overtune aromatic

1876,82 Daerah overtune aromatic

1108,15 C-O alcohol, eter, asam

karboksilat, ester

796,64 C-H aromatik

Dari data tersebut maka dapat disimpulkan secara kasar bahwa sampel

merupakan parasetamol karena serapan yang terbentuk sama dengan serapan

seharusnya yang terbentuk di panjang gelombang yang dihasilkan oleh gugus-

Page 32: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

gugus parasetamol jika dilihat dari strukturnya. Selain itu, untuk

membuktikannya maka sampel dapat dibandingkan dengan parasetamol BPFI

yang datanya telah ada di computer lab. Dari hasil perbandingan maka terlihat

sangat jelas kemiripan antara spectrum sampel dan spektrum BPFI. Maka

dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut merupakan parasetamol.

Untuk mengetahui kemurnian dari sampel yang dianalisis maka dapat

dilihat dari purity indexnya. Dari percobaan ini dihasilkan purity index

sebesar 0,991349 atau sekitar 99,13%. Dapat disimpulkan bahwa sampel

sudah cukup murni karena nilai purity indexnya cukup tinggi.

Selanjutnya dilakukan analisis kadar sampel

parasetamol menggunakan instrumen spektrofotometer UV-

Vis. Hal yang pertama kali dilakukan adalah membuat kurva

baku dari paracetamol BPFI yang kemurniannya memenuhi

standar paracetamol yaitu tidak kurang dari 98% dan tidak

lebih dari 101%. Pembuatan kurva baku ini adalah sebagai

tahap awal dari metode kalibrasi instrumen. Dalam

pembuatan kurva kalibrasi, larutan bakudipersiapkan dalam

berbagai konsentrasi. Larutan baku adalah larutan dari

konsentrasi analit standar yang diketahui. Baku yang

digunakan disini adalah paracetamol BPFI.

Selanjutnya, dibuat pengenceran bertingkat larutan

baku dengan cara sebanyak 10 mg paracetamol BPFI

ditimbang lalu dilarutkan dalam labu ukur 250 ml dengan

akuades sampai tanda batas. Menurut farmakope edisi III,

paracetamol larut dalam 70 bagian air yaitu setara dengan

0.7 ml untuk 10 mg sehingga dalam 250 air paracetamol 10

mg akan larut dan didapat larutan berkadar 40 ppm. Larutan

ini kemudian diukur absorbansi maksimumnya untuk

Page 33: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

mengetahui apakah sampel yang dibuat memenuhi syarat

absorbansi uv pada rentang 1.8-2.5. Caranya, kuvet berisi

akuades dimasukkan terlebih dahulu ke instrumen untuk

mengetahui baseline. Dalam memasukkan kuvet, harus

diperhatikan arah pemasangan kuvet. Kuvet yang memiliki

sisi bening harus mengarah kepada sumber sinar karena sisi

bening inilah yang akan dilewati oleh sinar. Kuvet adalah

tempat meletakkan sampel untuk spektrofotometer UV-Vis,

biasanya terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari

kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas yang lebih

baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik

dapat menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada

spektrofotometer sinar tampak (VIS). Cuvet biasanya

berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.

Setelah itu, larutan paracetamol BPFI 40 ppm

dimasukkan ke dalam kuvet dan dimasukkan ke dalam

instrumen. Pada saat sinar diberikan, monokromator

menyeleksi panjang gelombang yang telah diatur yaitu 200-

380 nm sesuai dengan panjang gelombang UV sehingga tidak

semua sinar masuk ke sampel, hanya sinar dengan panjang

gelombang tertentu saja yang dapat masuk. Setelah itu, sinar

yang terseleksi keluar dari celah dan mengenai sampel di

dalam kuvet. Sisi kuvet yang bening harus terbebas dari

kotoran atau sidik jari. Jika tidak sinar yang masuk ke dalam

kuvet akan terganggu. Sinar ini kemudian mengenai sampel

dan terjadilah absorbsi sinar yang dilakukan oleh gugus-

gugus kromofor di parasetamol. Gugus kromofor ini adalah

gugus fungsi yang mengabsorbsi panjang gelombang radiasi

Page 34: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

UV/Vis yang lebih panjang dan dimiliki oleh molekul yang

memiliki pusat pengabsorbsi yaitu double bond. Energi dari

foton diserap atau dilepaskan (emisi) selama transisi dari satu

tingkat energi molekuler ke tingkat energi molekuler lainnya.

Sisa energi yang tidak diserap oleh sampel/gugus kromafor di

parasetamol diteruskan dan ditangkap oleh detektor.

Detektor ini akan mengubah sinyal menjadi arus listrik dan

diintrepretasikan menjadi spektrum.

Dari hasil yang didapat, absorbansi maksimum pada

paracetamol BPFI 40 ppm adalah sekitar di atas 2 yaitu

sekitar 3.5 pada 245 nm. Hal tersebut tentu saja menyalahi

aturan Lambert Beer. Absorbansi yang terlalu tinggi ini

diakibatkan konsentrasi parasetamolnya terlalu tinggi

sehingga perlu dilakukan pengenceran. Dibuat pengenceran

bertingkat untuk pembuatan kurva baku yaitu 10 ppm, 8

ppm, 6 ppm, 4 ppm, dan 2 ppm.

Untuk membuat larutan 10 ppm paracetamol BPFI,

sebanyak 5 ml larutan standar paracetamol BPFI 40 ppm

dipipet menggunakan volum pipet dan diencerkan dalam labu

ukur 20 ml dengan akuades sampai tanda batas. Untuk

larutan 8 ppm, dibutuhkan larutan paracetamol BPFI 40 ppm

sebanyak 4 ml dan diencerkan dalam labu ukur 20 ml dengan

akuades sampai tanda batas. Sedangkan untuk larutan 6, 4,

dan 2 ppm dibutuhkan masing-masing secara berturut-turut

larutan paracetamol BPFI sebanyak 3 ml, 2 ml, dan 1 ml dan

diencerkan masing-masing dalam labu ukur 20 ml dengan

akuades sampai tanda batas.

Page 35: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Setelah itu larutan paracetamol BPFI 10 ppm diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 200-380nm kemudian

didapat bahwa absorbansi maksimumnya adalah 0.6665 pada 244

nm. Baseline diseting ulang dengan memasukkan kuvet berisi

akuades pada panjang gelombang 244 nm. Setelah baseline diukur,

masing-masing kuvet berisi 8, 6, 4, dan 2 ppm dimasukkan ke

dalam instrumen untuk diukur absorbansi maksimumnya pada

panjang gelombang 244 nm. Absorbansi maksimum yang didapat

secara berturut-turut adalah 0.5245, 0.3937, 0.2756, dan 0.1527.

Setelah didapat, data-data ini diolah untuk mendapat persamaan

regresi dengan hasil sebagai berikut : y = 0.063825 x + 0.01965

Setelah kurva baku didapat, dibuat larutan paracetamol

sampel yang akan diukur kadarnya. Sampel ditimbang sebanyak 10

mg dan dilarutkan dalam labu ukur 250 ml dengan akuades sampai

tanda batas sehingga didapat larutan paracetamol sampel 40 ppm.

Kemudian sampel diencerkan menjadi 6 ppm. Larutan paracetamol

sampel 40 ppm dipipet sebanyak 3 ml dan dilarutkan dengan

akuades dalam labu ukur 20 ml sampai tanda batas. Larutan 6 ppm

ini kemudian diukur absorbansinya oleh spektrofotometer UV pada

panjang gelombang 244 nm. Absorbansi yang didapat adalah

0.2658.

Analisis yang dilakukan selanjutnya adalah penentuan kadar logam

berat dalam senyawa asetaminofen yang digunakan sebagai sampel. Logam

berat yang akan di uji kadarnya adalah logam Pb yang biasanya terkandung

dalam berbagai senyawa obat. Pb atau yang sering disebut timbale adalah

suatu jenis logam berat yang berbahaya bila terkonsumsi pasien secara oral

karena dapat tertimbun dalam tubuh dan bersifat karsinogenik bila jumlahnya

dalam tubuh terlalu banyak.

Page 36: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Cara analisis untuk menentukan kadar logam berat Pb dalam sampel

asetaminofen adalah dengan titrasi kompleksometri. Titrasi kompleksometri

adalah suatu titrasi yang prinsipnya berdasarkan reaksi pembentukan komplek

antara ligand dan logam. Bila komplek antara ligand dan logam ini telah

terbentuk, akan terjadi perubahan warna pada indicator yang ditambahkan

kedalam sampel. Yang bertindak sebagai logam pada titrasi ini adalah ion Pb2+

sedangkan ligand nya adalah ion EDTA yang terdapat pada senyawa

Na2EDTA.

Hal yang pertama kali dilakukan dalam prosedur ini adalah membakukan

larutan Na2EDTA yang telah dibuat. Larutan Na2EDTA yang ingin dibuat adalah

larutan dengan konsentrasi 0,05 M sejumlah 250 mL. Setelah dilakukan perhitungan

dengan rumus:

M= gBM

×1000vol

Didapatkan hasil bahwa jumlah serbuk Na2EDTA yang harus

dilarutkan dalam 250 mL akuades adalah seberat 4,668 gram. Setelah

ditimbang, Na2EDTA dimasukkan dalam gelas ukur 250 mL lalu dilarutkan

dengan akuades. MgSO4 ditimbang sebanyak 0,6 gram lalu dilarutkan dalam

100 mL akuades. Larutan MgSO4 ini kemudian digunakan untuk membakukan

larutan Na2EDTA. Larutan Na2EDTA yang akan berperan sebagai titran

dalam titrasi kompleksometri harus dibakukan karena Na2EDTA adalah

larutan baku sekunder yang sifatnya konsentrasinya tidak dapat dipastikan

secara pasti tanpa pembakuan oleh suatu larutan baku primer.

Larutan MgSO4 dimasukan dalam buret dan Na2EDTA yang akan dibakukan

dimasukkan sebanyak 10 mL kedalam labu Erlenmeyer. Kedalam Erlenmeyer

ditambahkan indicator EBT dan buffer salmiak lalu titrasi dilakukan hingga

perubahan warna larutan dalam labu Erlenmeyer berubah dari merah menjadi biru

sesuai dengan reaksi

MgD- (merah) + H2Y2- MgY2- + HD2- (biru) + H+

Page 37: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

Komplek yang terbentuk dari reaksi EBT dan ion EDTA

menghasilkan warna merah dalam bentuk larutan. Ketika titrasi dilakukan,

ikatan EBT dengan ion EDTA akan melemah hingga akhirnya terlepas dan

ikatannya digantikan oleh ion Mg2+. Hal inilah yang menyebabkan adanya

perubahan warna merah ke biru ketika titrasi. Pada percobaan kali ini warna

awal larutan sebelum dititrasi bukanlah merah melainkan ungu. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena adanya pengganggu lain dalam larutan

Na2EDTA selain itu kemungkinan karena indicator EBT yang ditambahkan

terlalu banyak sehingga warna larutan yang dihasilkan terlalu pekat. Larutan

dititrasi hingga berubah warnanya menjadi biru lalu dilihat jumlah MgSO4

yang dibutuhkan lalu dihitung molaritas sesungguhnya dari larutan Na2EDTA

yang dibuat. Setelah dilakukan perhitungan, didapat hasil bahwa larutan

Na2EDTA yang dibuat memiliki konsentrasi sebesar 0,04675 M.

Sebanyak 400 mg parasetamol dilarutkan dalam 100 mL akuades lalu

dipipet sebanyak 10 mL untuk dititrasi. Kedalam labu Erlenmeyer

ditambahkan buffer salmiak dan heksamin yang berfungsi menjaga pH larutan

agar tetap terjaga pada pH yang sesuai sebagai suasana titrasi

kompleksometri. Selama titrasi kompleksometri EDTA akan melepaskan ion

H- yang akan menyebabkan suasana larutan menjadi asam. Karena inilah perlu

ditambahkan buffer salmiak yang bersifat basa sehingga suasana sampel

menjadi sesuai untuk titrasi. Setelah itu ditambahkan juga indicator jingga

xylenol yang berfungsi sebagai penanda ketika titrasi telah mencapai titik

akhir. Indikator jingga xylenol akan berubah warna dari jingga ke kuning bila

seluruh logam yang ada dalam sampel telah berikatan seluruhnya dengan ion

EDTA yang ada dalam titran. Perubahan warna indicator jingga xylenol

dikarenakan reaksi pelepasan ion RCOO- yang bila ada dalam air akan

menghasilkan warna kuning muda. Sampel dititrasi hingga warna larutan

berubah menjadi kuning jernih kemudian dicatat jumlah titran yang

dibutuhkan lalu dilakukan perhitungan kadar Pb dalam larutan dengan rumus:

Page 38: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

mgmL

=(V . M ) Na2 EDTA × BM Pb

V Pb

Setelah dihitung, didapatkan hasil bahwa kandungan Pb dalam bahan

baku asetaminofen sebesar0,021mgmL

atau sekitar 21 ppm. Suatu angka yang

cukup tinggi karena menurut Farmakope Indonesia edisi IV, seharunya kadar

Pb maksimum dalam bahan baku asetaminofen atau parasetamol maksimal

adalah 10 ppm. Hal ini menandakan bahwa sampel asetaminofen yang

digunakan tidak layakdigunakan dalam proses lebih lanjut atau dalam proses

pembuatan obat karena akan berbahaya bagi konsumen.

VII. KESIMPULAN

1. Bahan baku asetaminofen dapat di analisis dengan uji organoleptis, uji kelarutan,

uji kualitatif (reaksi warna dan spektrofotometri infrared) dan uji kuantitatif

(spektrofotometri uv-vis) dengan hasil yang sesuai dengan persyaratan yang

tercantum dalam Farmakope Indonesia.

2. Kadar logam berat dalam asetaminofen di uji dengan metode titrasi

kompleksometri dan hasilnya adalah 21 bpj dimana kadar logam berat (Pb2+¿ ¿)

sampel asetaminofen melebihi batas kadar normal dalam Farmakope Indonesia

yaitu 10 bpj yang berarti sampel asetaminofen yang digunakan tidak layak

digunakan karena berbahaya.

Page 39: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

DAFTAR PUSTAKA

Autherhoff, H. dan Kovark. 1987 . Identifikasi Obat Terb i t an keempa t .

ITB . Bandung

Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.

Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Christian, G.D. 1994. Analytical Chemistry 5th Edition. John Wiley and Sons, lnc.

New York. Page 485-497.

Depkes RI 1979 Farmakope Indonesia Edisi III. Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan. Jakarta

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.

Harvey, David. 2000. Chemistry: Modern Analitycal Chemistry First Edition. Page

388-409. United States of America: The Mc-Graw Hill Company.

Hendayana, Sumar. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Jakarta : Erlangga, hal. 154 –

Page 40: Lapak Bahan Baku Asetaminofen

194

Khopkar, S. M. 1984. Konsep Dasar Kimia Analitik (terjemahan). Bombay :

Analytical Laboratory Department of Chemistry Indian Institut of Technology

Bombay, hal. 204 – 243.

Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . UI Press. Jakarta.

Tarigan, Poris. 1986. Spektrometri Massa. Bandung : Alumni, hal. 51 – 54.