lap survey geolistrik
TRANSCRIPT
1. PENDAHULUAN
1.1 Maksud dan Tujuan
Survey geolistrik ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum sebaran tahanan
jenis lapisan batuan secara vertical di lokasi pengamatan, terutama sebaran lapisan batuan yang
diduga dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air tanah.
Tujuan dari survey ini diharapkan dapat memberikan data dan masukan bagi pengguna, tentang
kemungkinan letak keberadaan air tanah dilokasi survey.
1.2. Lokasi Survey
Lokasi survey terletak di Dusun Kali Glonggong, Desa Gayam, Kecamatan Ngasem,
Bojonegoro.
1.3. Metode Survey
Pekerjaan survey geolistrik meliputi :
1. Orientasi lapangan serta pengamatan geologi
2. Perencanaan lokasi pengamatan
3. Pengukuran geolistrik metode VES (Vertical Electrical Sounding)
Gambar 1. Peta Lokasi Survey Geolistrik
Lokasi Survey
1
Data Geologi
Data Lapangan
Pengolahan DataSoftware Ipi2winSofware Progress
Interpretasi Data
Laporan
4. Pengolahan data dan interpretasi
5. Penyusunan laporan
1.4. Peralatan
Peralatan yang digunakan selama survey geolistrik meliputi :
1. Resistivity meter model Oyo – McOhm EL
2. Kabel arus dan potensial masing-masing 2 unit
3. Elektoda 2 unit, porous pot 2 unit
4. Palu Geologi 3 unit
5. Kompas Geologi
6. Alat komunikasi Handie Talkie 3 unit
7. Global Positioning System (GPS) Garmen 12XL
8. Peta Topografi daerah survey
9. Peralatan standard lainnya.
1.5. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan survey dan pembuatan laporan dikerjakan selama ± 3 hari kerja. Akuisisi
data lapangan dilakukan pada tanggal 7 April 2012 dengan panjang lintasan berkisar 250 meter.
Gambar 2. Diagram alir metode survey geolistrik
2
2. METODE SURVEY GEOLISTRIK
2.1 Teori Dasar
Tahun 1827 George Ohm menyatakan suatu hubungan empirik antara arus yang mengalir
melalui suatu kabel/ penghantar dan potensial tegangan yang diperlukan untuk menimbulkan
arus tersebut.
dimana arus (I) selalu proporsional terhadap tegangan (V) sedangkan parameter yang selalu
konstan terhadap proporsionalitas tadi adalah tahanan/ resistance (R) dari suatu material yang
dilalui arus tersebut.
Pengukuran tahanan melibatkan faktor panjang (L) dan luasan (A) material. Sedangkan
dalam prakteknya hanya membutuhkan parameter yang lebih menggambarkan sifat material itu
sendiri tanpa terpengaruh geometri.
Dalam hal ini digunakan tahanan jenis dibanding tahanan. Nilai tahanan jenis yang tinggi
menggambarkan resistensi yang tinggi dalam menghantarkan aliran arus.
Pada umumnya mineral pembentuk batuan bersifat isolator kecuali beberapa logam dan
grafit yang lebih bersifat konduktif terhadap listrik. Tahanan jenis yang terukur pada material
bumi secara primer dikontrol oleh pergerakan ion-ion bermuatan listrik pada cairan yang mengisi
pori batuan. Dapat dikatakan bahwa sifat fisik batuan yang berpengaruh terhadap pengukuran
tahanan jenis adalah porositas dan saturasi fluida.
Gambar 3. Tahanan dan Tahanan Jenis.
V = I.R (1)
3
2.2. Metode Geolistrik Tahanan Jenis
Metode geolistrik yang biasa digunakan dalam eksplorasi bahan tambang adalah metode
tahanan jenis. Metode tahanan jenis menggunakan skema pengukuran sebagaimana terlihat pada
gambar 2.2.
Pengukuran tahanan jenis menggunakan 4 (empat) buah elektroda masing-masing 2 (dua) buah
elektroda arus C1 C2 dan 2 (dua) buah elektroda potensial P1 dan P2 yang ditanamkan pada
tanah. Skema ini identik dengan rangkaian listrik pada gambar 1 dimana lapisan bawah
permukaan (lapisan tanah/ batuan) berperan sebagai hambatan (resistor). Arus listrik dihantarkan
ke dalam tanah melalui sepasang elektroda arus C1 C2. Beda potensial yang terjadi di antara
elektroda arus diukur menggunakan voltmeter yang dihubungkan dengan sepasang elektroda
potensial P1 P2. Nilai potensial ini merupakan target pengukuran geolistrik dimana berhubungan
dengan kerapatan arus listrik yang mengalir pada lapisan batuan. Dari harga arus yang
diinjeksikan kedalam lapisan batuan (I) dan harga potensial yang diperoleh (V), maka dapat
dihitung nilai tahanan jenis semu dari lapisan batuan.
dimana k adalah faktor geometri yang tergantung dari jarak antar elektroda.
2.3. Tahanan Jenis Semu
Tahanan jenis hasil pengukuran geolistrik bersifat semu atau tidak mencerminkan nilai
tahanan jenis sesungguhnya dari batuan/ lapisan/ material bawah permukaan yang akan
diselidiki. Ini dikarenakan oleh 2 (dua) hal yaitu asumsi media homogen-isotropi dan faktor
geometri dari bentangan.
ρa = k.(V/I)
Gambar 4. Skema pengukuran geolistrik tahanan jenis
(2)
4
Asumsi media homogen-isotropi adalah batuan / material bawah permukaan yang akan
diselidiki / diukur dipandang sebagai lapisan atau selapis material yang memiliki nilai tahanan
jenis yang seragam / sama besarnya di seluruh bagian lapisan dan arus ketika mengalir ke dalam
lapisan tersebut memiliki nilai yang sama besar dalam setiap sudut arah perambatannya.
Sedangkan dalam kenyataannya batuan/ material bawah permukaan bersifat heterogen dalam
komposisinya dan besar arus akan berbeda nilainya pada setiap sudut/ arah perambatan atau
dikenal dengan sifat anisotropi.
Nilai tahanan jenis yang didapat dari pengukuran geolistrik akan berbeda nilainya apabila
menggunakan konfigurasi atau susunan jarak antar elektroda yang berbeda meskipun pada titik
investigasi yang sama di bawah permukaan. Sehingga dengan kondisi-kondisi tersebut
dibutuhkan adanya tahapan konversi dari tahanan jenis semu ke tahanan jenis sebenarnya melalui
pendekatan / formula tertentu menurut susunan konfigurasi jarak elektroda yang dipakai.
Walaupun dalam pengolahan data asumsi homogen-isotropi masih digunakan tetapi dengan
melakukan pengolahan/ interpretasi lapisan tersebut akan didapat nilai tahanan jenis yang
mendekati sebenarnya pada tiap perlapisan batuan/ material bawah permukaan dengan kondisi
pengukuran lapangan tertentu.
Berdasarkan prinsip di atas dan konsep faktor geometri sebagaimana tersebut, teknik
pengukuran berkaitan erat dengan susunan konfigurasi jarak antar elektroda arus dan potensial.
Pengukuran geolistrik tahanan jenis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam
konfigurasi bentangan, antara lain :
a. konfigurasi Wenner
b. konfigurasi Schlumberger
c. konfigurasi Dipole-dipole
d. konfigurasi Lee
e. konfigurasi Mise ala Masse
f. dan lain-lain
2.4. Akuisisi Data Lapangan
Pemilihan konfigurasi yang akan digunakan disesuaikan dengan tujuan dari survey
geolistrik tersebut. Konfigurasi Schlumberger merupakan konfigurasi yang paling sering
digunakan dalam metode geolistrik tipe sounding dan disebut juga sebagai konfigurasi klasik.
Panjang lintasan AB yang digunakan berkisar 250 meter disesuaikan dengan keadaan lapangan
dengan target lapisan batuan yang mengandung air yang diduga sebagai akuifer.
5
Dari hasil pengukuran di lapangan kemudian dihitung nilai tahanan jenisnya dan diplot di kurva
bi-log untuk mengetahui pola sebaran tahanan jenis semu batuan, proses perhitungan manual ini
langsung dilakukan di lapangan untuk menghindari terjadinya kesalahan pada saat pengukuran
sehingga langsung dapat dikoreksi.
6
3. HASIL ANALISA
3.1. Pengolahan Data
Pengolahan data meliputi input data lapangan kemudian diolah dengan menggunakan
software geolistrik Ipi2win dan progress. Dari data lapangan akan diolah oleh software dengan
memperhatikan kondisi geologi setempat sehingga akan didapatkan gambaran vertikal sebaran
tahanan jenis batuan lokasi titik pengamatan dan dari nilai tahanan jenis masing-masing lapisan
(data pengolahan terlampir) dilakukan kita interpretasi.
3.2. Interpretasi Data
Dari hasil pengolahan kemudian kita interpretasikan dan dikaji berdasarkan data kondisi
geologi daerah survey. Data geologi berguna sebagai data penunjang untuk mengetahui kondisi
geologi regional daerah tersebut sehingga dapat kita tentukan pola sebaran batuan dan target
yang akan dicapai.. Hasil akhir yang diharapkan adalah penampang tahanan jenis batuan secara
vertikal dari masing-masing lokasi pengukuran sehingga dapat dijadikan acuan untuk pendugaan
lapisan batuan pembawa air tanah (akuifer).
3.3. Hasil Interpretasi
Hasil interpretasi geolistrik metode VES di dasarkan pada kontras tahanan jenis semu
batuan (apparent resistivity) dimana lapisan batuan dengan tahanan jenis batuan tinggi diduga
sebagai lapisan pembawa air tanah (akuifer) dan lapisan batuan dengan tahanan jenis rendah
sebagai lapisan impermiabel.
3.3.1. Lokasi : M-1
Koordinat : S = 07⁰ 11’ 21.6” E = 111⁰ 21’ 17.0”
Arah Lintasan : N 285˚ E
Hasil pengolahan data dan interpretasi hasil prosessing data geolistrik di lokasi M-1 dapat
disimpulkan bahwa keberadaan air tanah dimungkinkan pada lapisan dengan nilai tahanan jenis
(ρ) = 10.69 Ω m dan 4.13 Ω m yang diapit oleh nilai ρ 0.81 Ω m dan 0.50 Ω m pada kedalaman
antara 3 - 8 meter. Berdasarkan nilai tahanan jenis batuannya yang relative kecil sangat mungkin
akuifer ini disusun oleh material lempung dengan butiran yang lebih kasar dan karena
keberadaannya yang tidak terlalu dalam maka akuifer ini sangat dimungkinkan terpengaruh oleh
kondisi cuaca.
7
Selebihnya pada kedalaman lebih dari 22 m dijumpai nilai tahanan jenis semu batuan
yang relatif besar (83.51 Ω m) hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan pada kedalaman
tersebut mempunyai litologi yang lebih kasar dan berpotensi sebagai akuifer. Disarankan
untuk melakukan pemboran pada kedalaman tersebut (± 35 m) untuk melihat apakah
benar pada kedalaman 25 meter dijumpai akuifer.
3.3.2. Lokasi : M-2
Koordinat : S = 07⁰ 11’ 23.0” E = 111⁰ 42’ 18.5”
Arah Lintasan : N 293˚ E.
Berdasarkan distribusi nilai tahanan jenis semu batuannya Lokasi M-2 hampir
menyerupai dengan kondisi M-1, sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan air tanah
dimungkinkan pada lapisan dengan nilai tahanan jenis (ρ) = 80.72 Ω m mulai kedalaman 2.5
meter sampai dengan 6 meter kemudian lapisan batuan dengan nilai ρ 18.38 Ω m sampai dengan
kedalaman 8 meter. Berdasarkan nilai tahanan jenis batuannya tersebut sangat dimungkinkan
terdapat akuifer yang disusun oleh material pasiran yang merupan lensa-lensa dari lempung
Formasi Lidah, dengan ketebalan lapisan hampir 6 meter hal ini sangat memungkinkan
dipergunakan sebagai sumber air bersih, permasalahan utama adalah karena kedalaman yang
relative dangkal hal ini sangat dimungkinkan terpengaruh kondisi cuaca
Gambar 5. Kurva hasil pengolahan data Lokasi M-1
8
Pada kedalaman lebih dari 21.5 meter nilai tahanan jenis batuannya dari bernilai kecil
berubah menjadi 105.12 Ω m hal ini menunjukkan bahwa pada mulai kedalaman tersebut sangat
dimungkinkan terdapat akuifer yang relative lebih bebas dari pengaruh cuaca sehingga sangat
disarankan untuk mencoba melakukan pengeboran pada kedalaman lebih dari 30 meter
kemudian dilihat pada kedalaman 25an meter apakah terdapat air tanah atau tidak..
3.3.3. Lokasi : M-3
Koordinat : S = 07⁰ 11’ 20.8” E = 111⁰ 42’ 18.4”
Arah Lintasan : N 276˚ E
Dari hasil analisa geolistrik di lokasi ini dapat disimpulkan bahwa keberadaan air tanah
sangat dimungkinkan berada pada kedalaman 10 - 34 meter dengan nilai tahanan jenis semu
batuan (ρ) = 40.03 dan 19.80 Ω m, dengan ketebalan lapisan mencapai 24 meter akuifer ini
sangat potensial digunakan sebagai sarana sumber air bersih di sekitar lokasi survey. Untuk
mengetahui secara pasti keadaan tersebut sangat disarankan untuk dilakukan pengeboran sampai
dengan kedalaman 40an meter dan dilakukan tes logging untuk mengetahui secara pasti posisi
akuifernya. Pada lokasi M-3 ini untuk kedalaman lebih dari 35 meter sangat kecil kemungkinan
Gambar 6. Kurva hasil pengolahan data Lokasi M-2
9
untuk mendapatkan air hal ini ditunjukkan oleh kondisi tahanan jenis semu batuan yang terus
mengecil sampai kedalaman lebih dari 90 meter.
Gambar 7. Kurva hasil pengolahan data Lokasi M-3
10
4. KESIMPULAN dan SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil survey yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kemungkinan lapisan
akuifer yang ditunjukkan oleh lapisan-lapisan resistivity (resistivity layer) yang terukur untuk
masing-masing area pengukuran, adalah sebagai berikut :
No LokasiPotensi Akuifer
KeteranganNilai ρ (Ω m) Kedalaman (m)
1 M-1
10.69 dan 4.13 2.5 - 8Litologi Lempung Pasiran
Terpengaruh factor eksternal
83.51 > 22 Litologi pasiran
Berpotensi
2 M-2
80.72 dan 18.38 2.5 - 8Litologi Pasiran
Berpotensi, tetapi porositas kecil
105.12 > 21.5Litologi pasiran
Berpotensi
3 M-3 40.03 dan 19.80 10 - 34Litologi pasiran
Berpotensi
4.2. Saran
Berdasarkan kajian geologi dan hasil survey geolistrik pada lokasi Dusun Kali Glonggong,
Desa Gayam Kecamatan Ngasem dapat disarankan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui secara pasti keberadaan, kualitas dan kuantitas air tanah perlu dilakukan
pemboran dan logging untuk memastikan kedalaman / ketebalan lapisan akuifer dimasing-
masing titik pengukuran. Pengukuran Logging minimal dilakukan untuk mengetahui
besarnya nilai SP (Self Potensial), Resistivity dan Gamma Ray. Selain itu juga harus
dilakukan uji sumur untuk menentukan kapasitas aman dari debit air yang akan diproduksi.
2. Dilokasi M-1 dan M-2 disarankan dilakukan pemboran dengan kedalaman ± 40 meter,
berdasarkan data kemungkinan keberadaan akuifer ada 2 yaitu pada kedalaman 3 – 8 meter
yang karena dangkal sangat mungkin terpengaruh factor cuaca dan pada kedalaman lebih dari
22 meter.
3. Pada lokasi M-3 disarankan untuk dilakukan pemboran sampai dengan kedalaman 40 meter
dengan kemungkinan akuifer berada pada kedalaman 10 – 34 meter. Pengukuran Logging
dan uji sumur tetap harus dilakukan sebagaimana saran diatas.
11