la air permukaan

38
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM METODE DAN TEKNIK ANALISIS LINGKUNGAN TEKNIK SAMPLING AIR PERMUKAAN DI JALAN SRIKANA SURABAYA Dosen Pembimbing : Nita Citasari, S.Si., MT. Asisten Dosen : Praditya Sigit (080810754) Oleh Kelompok IV Maya Wahyuning Dewanti (080911003) Onny Zharkasy (080911014) M. Rihanza Virahmadi (080911019) Andianto Satriyo Prakoso (080911031) Rr. Mutiara Adhi Sarasati (080911032) Ery Bagus Kusuma (080911036) Aulia Hanum (080911037) PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN

Upload: mutiara-adhi-sarasati

Post on 25-Jun-2015

603 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: La Air Permukaan

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

METODE DAN TEKNIK ANALISIS LINGKUNGAN

TEKNIK SAMPLING AIR PERMUKAAN

DI JALAN SRIKANA SURABAYA

Dosen Pembimbing : Nita Citasari, S.Si., MT.

Asisten Dosen : Praditya Sigit (080810754)

Oleh

Kelompok IV

Maya Wahyuning Dewanti (080911003)

Onny Zharkasy (080911014)

M. Rihanza Virahmadi (080911019)

Andianto Satriyo Prakoso (080911031)

Rr. Mutiara Adhi Sarasati (080911032)

Ery Bagus Kusuma (080911036)

Aulia Hanum (080911037)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2010

Page 2: La Air Permukaan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting di dunia, karena

tanpa air kehidupan tidak akan dapat berlangsung. Air menopang kehidupan

manusia, termasuk kehidupan dan kesinambungan rantai pangan mahluk hidup

di bumi. Oleh karena itu Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan

bahwa air merupakan hak azasi manusia: artinya, setiap manusia di muka bumi

ini mempunyai hak dasar yang sama (Suprapto, 2003).

Sumber air utama yang digunakan masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan pertanian, industri, rumah tangga dan kebutuhan-kebutuhan lainnya

adalah air permukaan dan air tanah. Namun demikian, sampai saat ini sebagian

besar kebutuhan air masih mengandalkan dari sumber air permukaan (Sofyan,

2009).

Peningkatan kebutuhan air telah menimbulkan eksploitasi sumberdaya air

secara berlebihan, sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan

sumberdaya air yang pada gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air. Air

juga banyak mendapat pencemaran. Berbagai jenis pencemar air berasal dari:

a. Sumber domestik (rumah tangga): perkampungan, kota, pasar, jalan, dan

sebagainya.

b. Sumber non-domestik: pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan,

serta sumber-sumber lainnya (Hanum, 2002).

Semua bahan pencemar secara langsung ataupun tidak langsung akan

mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah dilakukan agar kehadiran

pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan.

Masalah pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan

masalah pokok, mengingat keadaan perairan alami di banyak negara yang

cenderung menurun, baik kualitas maupun kuantitasnya (Hanum, 2002).

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji

berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 1 Keputusan Menteri

Page 3: La Air Permukaan

Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003. Parameter air dapat

menyatakan kualitas air dalam suatu perairan. Parameter ini meliputi parameter

fisik, kimia, dan mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau

keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual atau kasat mata. Parameter

fisik ini terediri dari kekeruhan, kandungan partikel atau padatan, warna, rasa,

bau, suhu, dan sebagainya.

Parameter kimia menyatakan kandungan unsur atau senyawa kimia dalam

air, seperti kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD,

TOC), mineral atau logam, derajat keasaman, nutrient atau hara, kesadahan, dan

sebagainya.

Oleh karena itu, diperlukan pengujian terhadap kualitas air permukaan

berdasarkan parameter diatas dengan melakukan metode teknik sampling untuk

pengambilan contoh air permukaan. Metode sampling tersebut mampu mewakili

populasi dari air permukaan. Sehingga dapat diketahui kualitas air permukaan

pada lokasi pengambilan sampling dan keberlanjutan pemanfaatan air permukaan

bagi kehidupan.

1.2 Tujuan

1. Dapat melakukan teknik sampling air permukaan dengan benar

sesuai dengan variabel yang dianalisis.

2. Dapat mengetahui kualitas air permukaan berdasarkan variabel suhu,

kekeruhan, pH, dan oksigen terlarut di Sungai Jalan Srikana.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara melakukan teknik sampling air permukaan dengan

benar?

2. Bagaimana cara mengetahui kualitas air permukaan berdasarkan

variabel suhu, kekeruhan, pH dan oksigen terlarut?

Page 4: La Air Permukaan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Air yang kita gunakan berasal dari dua sumber yaitu, air permukaan

(surface water) dan air tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang

berasal dari hujan yang jatuh ke permukaan tanah, sebagian menguap dan

sebagian lainnya mengalir ke sungai, saluran air, lalu disimpan di dalam danau,

waduk dan rawa-rawa yang terdapat dalam suatu wilayah yang disebut

watershed (daerah aliran sungai atau DAS) (Soegianto, 2005).

Air permukaan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

1. Epilimnion

Lapisan atas danau atau waduk yang suhunya relatif sama.

2. Termoklin atau metalimnion

Lapisan danau atau waduk yang mengalami penurunan suhu yang cukup

besar ( lebih dari 1˚C/m)

3. Hipolimnion

Lapisan bawah danau atau waduk yang mempunyai suhu relatif sama dan

lebih dingin dari lapisan di atasnya, biasanya lapisan ini mengandung kadar

oksigen yang rendah dan relatif stabil (SNI 6989.57, 2008).

Perubahan kondisi permukaan air sungai dalam jangka waktu yang

panjang dapat diketahui dengan mengadakan pengamatan permukaan air sungai

secara rutin.

Sifat-sifat air permukaan ditunjukkan dengan besaran, nilai atau kadar

bahan pencemar dan komponen lain yang terkandung di dalam air. Maka perlu

dilakukan pemantauan terhadap kualitas air yang dapat mewakili kondisi air

permukaan tersebut, menurut Anonim (2008) ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan yaitu:

Alat pengambil contoh harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat contoh.

b. Mudah dicuci dari bekas contoh sebelumnya.

Page 5: La Air Permukaan

c. Contoh mudah dipindahkan ke dalam wadah penampung tanpa ada sisa

bahan tersuspensi di dalamnya.

d. Mudah dan aman di bawa.

e. Kapasitas alat tergantung dari tujuan pengujian.

2.1 Titik Pengambilan Air Permukaan Berdasarkan Debit

Untuk menentukan titik pengambilan sampling permukaan air sungai,

harus dipilih tempat yang memungkinkan pengamatan seluruh keadaan

permukaan air, dari batas terendah sampai batas tertinggi (Takeda, 2006). Titik

pengambilan sampel ditentukan berdasarkan debit air sungai (debit air sungai

didapatkan dari hasil praktikum kelompok sebelumnya) yang diatur sebagai

berikut:

a. Sungai dengan debit kurang dari 5 m3/detik, contoh diambil pada satu titik

ditengah sungai pada kedalaman 0,5 kali kedalaman dari permukaan.

b. Sungai dengan debit antara 5-150 m3/detik, contoh diambil pada dua titik

masing-masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada kedalaman 0,5 kali

kedalaman dari permukaan.

c. Sungai dengan debit lebih dari 150 m3/detik, contoh diambil minimum pada

enam titik masing-masing pada jarak ¼, ½ dan ¾ lebar sungai pada

kedalaman 0,2 dan 0,8 kali kedalaman dari permukaan.

2.2 Indikator Kualitas Air Permukaan

Indikator kualitas air permukaan dapat diketahui dari tercemar atau

tidaknya air permukaan tersebut. Definisi pencemaran air menurut Surat

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor :

KEP-02/MENKLH/I1988 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah

masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain

kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh

proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang

menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan

peruntukkannya (pasal 1).

Page 6: La Air Permukaan

Dalam pasal 2, air pada sumber air menurut kegunaan atau

peruntukannya digolongkan menjadi, antara lain :

1. Golongan A, golongan air yang dapat digunakan sebagai air minum secara

langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

2. Golongan B, yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk diolah

sebagai air minum dan keperluan rumah tangga.

3. Golongan C, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan

dan peternakan.

4. Golongan D, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian,

dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik negara.

Menurut definisi pencemaran tersebut, air dapat dikatakan tercemar

ketika terjadinya penurunan kualitas berdasarkan penggolongan air (Achmad,

2004). Contoh kriteria air A, B , C dan D dapat dilihat pada lampiran.

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya

perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :

1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan

tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya

perubahan warna, bau dan rasa.

2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan

zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.

3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan

mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.

Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah

pH, DO, kekeruhan, kecerahan, dan suhu (Warlina, 2004).

2.2.1 pH

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar

tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7

adalah netral, pH<7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH>7

dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Anonim, 2008).

Page 7: La Air Permukaan

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH

sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH.

Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air

yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan

buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu

kehidupan biota akuatik (Warlina, 2004).

Nilai pH tentunya mempengaruhi kandungan hingga toksisitas pada

perairan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan

menunjukkan nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses

biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH rendah.

Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Novotny dan

Olem dalam Effendi, 1994).

2.2.2 DO

Keberadaan oksigen dalam perairan sangat penting untuk diketahui sebab

oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pengukuran oksigen di air sangat rentan

terhadap perubahan oksigen atmosfer. Oksigen yang terlarut dalam air sendiri

sebagian juga berasal dari difusi oksigen atmosfer dan sebagian lainnya adalah

produk proses biologi dalam air. Banyaknya O2 terlarut (DO) dipengaruhi oleh

banyak faktor antara lain suhu dan arus.

Untuk mengetahui banyaknya O2 terlarut, sekarang ini sudah banyak alat

elektronik yang dapat mengukur kadar oksigen dengan tepat dan cepat. Bila

tidak ada alat tersebut, dapat juga menggunakan metode titrasi yang dikenalkan

oleh Winkler (1888) sehingga disebut dengan Metode Winkler (Sucipto dkk,

2008).

2.2.3 Kekeruhan

Kekeruhan biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat tersuspensi seperti

bahan organik dan zat-zat halus lainnya, tetapi pada umumnya sistem

pengambilan sampel air yang kurang memenuhi syarat (peralatan dan metode)

dapat mengakibatkan kekeruhan yang lebih besar dari nilai seharusnya.

Page 8: La Air Permukaan

Kekeruhan dapat mengganggu kebersihan wadah penampungan air sehingga

harus sering dibersihkan (Sutapa, 2000).

Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan 1

mg/liter SiO2. Kekeruhan sering diukur dengan metode Nephelometric, dimana

pada metode ini sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya

yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan

menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standar. Satuan

kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU

(Nephelometric Turbidity Unit) (Sawyer dan McCarty dalam Effendi, 1978).

Peningkatan nilai turbiditas pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25

NTU dapat mengurangi 13% - 50% produktivitas primer. Peningkatan turbiditas

sebesar NTU di danau dan sungai dapat mengurangi produktivitas primer

berturut-turut sebesar 75% dan 3% - 13% (Lloyd dalam Effendi, 1985).

2.2.4 Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan

secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan perairan sangat

dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-

partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran

sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah,

sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (Anonim, 2008).

2.2.5 Suhu

Suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup.

Temperatur lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar

dan biasanya diekspresikan dalam skala derajat Celsius (oC).

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),

ketinggian dari air permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara,

penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu juga berperan

mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran

tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya

Page 9: La Air Permukaan

algae dari filum Cholorphyta dan diatom akan tumbuh degan baik pada kisaran

suhu berturut-turut 30 oC-35 oC dan 20 oC-30 oC. Cyanophyta lebih dapat

bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan Chlorophyta

dan diatom (Haslam dalam Effendi, 1995).

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,

evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan

kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya,

(Haslam, 1995). Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan

kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya

mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan

sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh

organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai

dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaaan oksigen sering

kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk

melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga

menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba.

Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 oC -

30 oC (Effendi, 2003).

Alat pengukur suhu yaitu termometer. Ketika melakukan pengukuran

suhu, ketelitiannya adalah sampai 0,1˚C dengan satuan suhu yang digunakan

adalah Celcius atau sering disebut centigrade, satuan lainnya adalah Kelvin (˚K)

dan Reamur (˚R).

Page 10: La Air Permukaan

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan di Jalan Srikana Surabaya pada tanggal 5

Oktober 2010 pukul 13.30 WIB.

3.2 Bahan dan

Alat

Bahan dan Alat yang digunakan dalam praktikum teknik sampling air

permukaan antara lain:

1. Meteran

2. Tongkat kayu

3. Alat pengambil sampel

4. Wadah penyimpan sampel

5. Botol KOB

6. Water sampler

3.3 Cara Kerja

Langkah kerja untuk melakukan praktikum teknik sampling air

permukaan antara lain:

3.3.1 Pengambilan Sampel untuk Pengujian Kualitas Air Secara Umum

1. Menyiapkan alat pengambil sampel yang sesuai dengan keadaan

sumber airnya.

2. Membilas alat pengambil sampel dengan air yang akan diambil

sebanyak tiga kali.

3. Mengambil sampel sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan

dalam penampung sementara, kemudian homogenkan.

4. Memasukkan sampel ke dalam wadah yang sesuai peruntukan

analisis.

Page 11: La Air Permukaan

5. Melakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan, pH,

dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat

diawetkan.

6. Mencatat hasil pengamatan parameter lapangan.

3.3.2 Pengambilan Sampel untuk Pengujian Oksigen Terlarut

1. Menyiapkan botol KOB yang bersih dengan volume yang diketahui

serta dilengkapi dengan tutup basah.

2. Mencelupkan botol dengan hati-hati kedalam air dengan posisi mulut

botol searah dengan aliran air, sehingga air masuk kedalam botol

dengan tenang, atau dapat pula dengan menggunakan sifon.

3. Mengisi botol sampai penuh dengan sampel dan hindarkan terjadinya

turbulensi dan gelembung udara selama pengisian, kemudian tutup

botol ditutup.

4. Sampel siap dianalisa.

Page 12: La Air Permukaan

BAB IV

DATA HASIL PENGAMATAN

Tanggal Percobaan : Selasa, 5 Oktober 2010

Lokasi : Jalan Srikana Surabaya

Nama Pencatat : Ery Bagus Kusuma

Pukul : 13.30 WIB

Denah Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi A Lokasi B

Waktu 14.35 WIB 14.00 WIB

Lebar 3,99 m 3,77 m

Kedalaman 26 cm 36 cm

Debit 0,121 m3/s 0,06 m3/s

DO 6,33 mg/L 6,51 mg/L

Suhu 32,50˚C 34˚C

pH 6,30 6,51

Kekeruhan 43,6 NTU 50 NTU

Page 13: La Air Permukaan

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 14: La Air Permukaan

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan

badan air lain yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang

mengalirkan air ke suatu badan air disebut watersheds. Air yang mengalir dari

daratan menuju suatu badan air disebut limpasan permukaan (surface run off)

dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai (river run

off) (Effendi, 2003).

Kualitas aliran air sungai dapat diketahui dengan melakukan pengujian

analisis terhadap parameter-parameter. Dimana parameter merupakan uji

kualitas terhadap keseluruhan dari contoh yang akan diuji. Namun, pada

pengujian kualitas aliran air sungai yang dilakukan di Jalan Srikana ini,

dilakukan pengujian dengan mengambil variabel dari sampel air sungai di dua

titik lokasi pengujian. Hal tersebut dianggap mampu mewakili populasi kualitas

aliran air sungai pada lokasi pengujian.

Praktikum air permukaan ini bertujuan untuk melakukan teknik sampling

air permukaan dengan benar sesuai dengan variabel yang akan dianalisis

sehingga dapat mengetahui kualitas air permukaan berdasarkan variabel suhu,

kekeruhan, pH, dan oksigen terlarut di Sungai Jalan Srikana.

Pada praktikum ini, dilakukan pengambilan sampel air dengan titik lokasi,

debit dan arah aliran air sungai yang berbeda, yaitu pada lokasi A dan lokasi B.

Dimana pada masing-masing lokasi, sebelumnya pengambilan sampling

dilakukan terlebih dahulu penentuan titik pengambilan sampling air sungai

berdasarkan pengukuran debit air sungai dan mengacu pada ketentuan yang telah

dijelaskan sebelumnya. Dari data analisis debit aliran air sungai dapat diketahui

pada lokasi A nilai debitnya yaitu 0,121 m3/s dan lokasi B yaitu 0,06 m3/s

(debit air sungai didapatkan dari hasil praktikum kelompok sebelumnya), maka

dapat diketahui debit sungai kurang dari 5 m3/detik, sehingga sampel atau contoh

yang diambil yaitu pada satu titik ditengah sungai pada kedalaman 0,5 kali

kedalaman dari permukaan. Kemudiaan sampel air diambil tepat pada 0,5 kali

Page 15: La Air Permukaan

kedalaman air sungai dengan menggunakan alat bantu water sampler dan

dituangkan pada wadah penyimpan sampel, digunakan botol sampel. Proses

penuangan air sampel ke dalam wadah perlu diperhatikan secara perlahan-lahan

dan dialirkan melalui dinding botol guna menghindari adanya aerasi yaitu

pengaliran udara ke dalam air untuk meningkatkan kandungan oksigen dengan

memancarkan air atau melewatkan gelembung udara ke dalam air sehingga

dapat menyebabkan ketidakakuratan analisis DO karena aerasi tersebut akan

menambah kandungan oksigen yang terlarut di dalam air.

Sampel yang telah diambil tersebut kemudiaan dianalisis terhadap

beberapa variabel-variabel pengujian secara langsung guna mengetahui lebih

lanjut kualitas air sungai yang ditunjukkan. Adapun beberapa variabel yang

diuji, antara lain :

1. Kekeruhan atau Turbiditas

Pada pengukuran kekeruhan yang dilakukan pada dua titik di Jalan

Srikana. Nilai turbiditas pada Lokasi A sebesar 43,6 NTU dan pada Lokasi B

sebesar 50 NTU menunjukan bahwa aliran sungai berada diatas ambang

batas kejernihan yaitu diatas 25 NTU. Pada dasarnya kekeruhan adalah

ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur

keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelometric Turbidity Unit),

kekeruhan berkolerasi dengan padatan yang tersuspensi, semakin tinggi nilai

padatan tersuspensi maka nilai kekeruhan juga akan semakin tinggi.

Sedangkan kekeruhan yang terjadi pada lokasi pengambilan sampel sebagian

besar disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid  di dalam

air yaitu limbah domestik yang berasal dari penduduk di sekitar sungai

seperti sisa-sisa bahan makanan yang banyak mengandung lemak, deterjen

sisa aktivitas rumah tangga dan sampah rumah tangga yang dibuang

langsung ke sungai. Selain itu, di sepanjang pengaliran sungai berdiri

beberapa tempat pencucian motor yang menambah akumulasi buangan

deterjen pada aliran sungai, sehingga akan meningkatkan kekeruhan pada

aliran sungai tersebut. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika

maupun dari segi kualitas air itu sendiri.

Page 16: La Air Permukaan

2. pH

Berdasarkan Tabel F. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi

Perairan pada lampiran maka dapat diketahui hubungan nilai pH terhadap

komunitas biologi pada perairan tersebut dengan data pengamatan

pengukuran pH dari dua titik pengambilan sampel dengan nilai pH Lokasi A

pH 6,30 sedangkan pada lokasi B pH 6,51 menujukan beberapa pengaruh

umum bagi perairan air sungai, antara lain keanekaragaman plankton dan

bentos sedikit menurun, serta kelimpahan total, biomassa, serta produktivitas

tidak mengalami perubahan. Plankton dan bentos memiliki kisaran pH

tertentu untuk dapat hidup dengan baik pada habitatnya dan pada kisaran pH

tersebut, plankton dan bentos tidak dapat tumbuh dengan baik karena pH

yang terlalu rendah (asam). Keberadaan plankton dan bentos memberikan

indikator kualitas suatu perairan, semakin banyak plankton dan bentos pada

perairan tersebut maka kualitas perairan tersebut dapat dikatakan baik atau

tidak tercemar. Plankton dan bentos akan hidup dengan baik pada kisaran pH

7,0 atau pH netral. Pada perairan sungai Jalan Srikana ini dapat dikatakan

tercemar karena pH 6,30 dan 6,51 tidak sesuai dengan kisaran hidup plankton

dan bentos sehingga menyebabkan organisme tersebut tidak dapat hidup

dengan baik.

3. Suhu

Pada hasil pengukuran menggunakan termometer menunjukkan nilai

suhu pada Lokasi A sebesar 32,50˚C dan pada lokasi B sebesar 34˚C. Pada

kisaran suhu ini filum Chlorophyta dapat tumbuh dengan baik karena

orgnisme ini memiliki kisaran suhu antara 30˚C - 35˚C untuk dapat hidup

dalam suatu perairan. Sedangkan kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan

fitoplankton di perairan adalah 20 oC - 30 oC. Kisaran suhu 32,50°C dan 34°C

termasuk kedalam kisaran suhu yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan

peningkatan kebutuhan terhadap konsumsi oksigen di perairan guna

memenuhi aktivitas metabolisme dan respirasi yang semakin meningkat pada

Page 17: La Air Permukaan

keadaan suhu yang semakin meningkat. Kelarutan oksigen dalam air akan

menurun pada suhu yang semakin meningkat, hal ini akan mengakibatkan

pemenuhan kebutuhan oksigen untuk proses metabolisme organisme perairan

yang semakin meningkat pada suhu yang semakin tinggi menjadi tidak dapat

tercukupi sehingga menyebabkan organisme mati. Organisme yang mati akan

mempengaruhi penurunan kualitas perairan tersebut yang menyebabkan

perairan tersebut menjadi tidak dapat melakukan self purification dengan baik

karena pencemaran yang telah melampui ambang batas kemampuan perairan

tersebut dimana organisme di dalamnya yang seharusnya melakukan self

purification telah mati. Pada perairan sungai Jalan Srikana ini memiliki suhu

yang tergolong cukup tinggi sehingga organisme di dalamnya tidak dapat

hidup dengan baik. Suhu air sebaiknya sama dengan suhu udara (25˚C),

dengan batas toleransi yang diperoleh yaitu 25˚C 3˚C.

4. Oksigen terlarut (DO)

Pada pengukuran variabel oksigen terlarut pada air sungai di Jalan

Srikana dilakukan pengukuran di dua lokasi dengan menggunakan alat

DOmeter. Pada pengukuran di Lokasi A nilai oksigen terlarut (DO)

menunjukkan nilai 6,33 mg/L dan pada Lokasi B menunjukkan angka 6,51

mg/L.

Oksigen terlarut memiliki korelasi dengan suhu, kenaikan suhu akan

disertai dengan penurunan oksigen terlarut dalam perairan dan

mempengaruhi indikator kualitas perairan. Berdasarkan tabel E. Maximum

Dissolved Oxygen Concentration Saturation Table pada lampiran,

menunjukkan nilai batas atas kelarutan oksigen dalam air atau dapat

dikatakan batas maksimum (titik jenuh) konsentrasi oksigen dapat larut

dalam air pada suhu tertentu, sehingga setinggi apapun konsentrasi dari

kelarutan oksigen yang ditambahkan kedalam air tidak akan mempengaruhi

konsentrasi oksigen terlarut didalamnya.

Page 18: La Air Permukaan

Pada lokasi A dengan kadar DO 6,33 mg/L dan suhu sebesar 32,50˚C,

sedangkan tabel saturasi menunjukkan bahwa pada suhu tersebut memiliki

kadar DO jenuh sebesar 7,28 mg/L sehingga pada lokasi A kandungan

oksigen masih mampu diakumulasikan hingga mencapai nilai 7,28 mg/L.

Sedangkan pada lokasi B dengan kadar 6,51 mg/L dan suhu sebesar 34˚C,

sedangkan tabel saturasi menunjukkan bahwa pada suhu tersebut memiliki

kadar DO jenuh sebesar 7,05 mg/L sehingga pada lokasi B kandungan

oksigen masih mampu diakumulasikan hingga mencapai nilai 7,05 mg/L.

Page 19: La Air Permukaan

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 20: La Air Permukaan

BAB VI

KESIMPULAN

1. Untuk melakukan teknik sampling air permukaan dengan benar yaitu

dengan cara menentukan terlebih dahulu titik lokasi pengambilan sampel

yang berdasarkan debit air sungai perairan tersebut yaitu lokasi A 0,121

m3/s dan lokasi B 0,06 m3/s (debit air sungai didapatkan dari hasil

praktikum kelompok sebelumnya termasuk pada debit sungai kurang dari

5m3/detik, sehingga sampel diambil satu titik lokasi ditengah sungai pada

kedalaman 0,5 kali kedalaman dari permukaan dengan menggunakan alat

water sampler. Setelah diambil, air sampel segera dituangkan pada

wadah penyimpan sampel atau botol sampel. Proses penuangan air

sampel ke dalam wadah perlu diperhatikan secara perlahan-lahan dan

dialirkan melalui dinding botol guna menghindari adanya aerasi yang

akan mempengaruhi kadar DO dalam air. Segera lakukan pengujian

sampel air untuk mengetahui kualitas air dengan parameter variabel

suhu, kekeruhan, pH, dan oksigen terlarut.

2. Berdasarkan analisis data pengujian sampel air maka diperoleh nilai

sebagai berikut:

a. Suhu

Lokasi A: 32,50˚C

Lokasi B: 34˚C

b. Kekeruhan

Lokasi A: 43,6 NTU

Lokasi B: 50 NTU

c. pH

Lokasi A: 6,30

Lokasi B: 6,51

d. DO

Page 21: La Air Permukaan

Lokasi A: 6,33 mg/L

Lokasi B: 6,51 mg/L

Hal ini menunjukkan indikator bahwa kualitas air sungai di Jalan Srikana

mengalami pencemaran, dimana secara fisik konsentrasi kekeruhan berada jauh

diatas ambang air jernih atau kualitas penggolongan air sungai di Jalan Srikana

sudah tidak berada pada golongan B. Pencemaran paling besar diakibatkan dari

limbah rumah tangga (deterjen dan sisa makanan seperti lemak) oleh penduduk

sekitar.

Page 22: La Air Permukaan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. SNI 6989.57:2008 Air dan air Limbah – Bagian 57: Metoda

pengambilan contoh air permukaan. Standar Nasional Indonesia,

Jakarta.

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Andi.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius.

Hariyanto, Sucipto dkk. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya: Airlangga

University Press.

Irianto, Eko W, dan Badruddin Machbub. 2004. Pengaruh Multiparameter

Kualitas Air terhadap Parameter Indikator Oksigen Terlarut dan Daya

Hantar Listrik (Studi Kasus Citarum Hulu). Puslitbang Air, Bandung.

Joko, Tri. 2010. Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Putudewa.2000.Prinsip-Prinsip Ekologi.dalam http://free.vism.org/V12/Sponsor-

Pendamping/Praweda/Biologi.htm. Diakses tanggal 30 September

2010.

Soegianto, Agoes. 2005. Ilmu Lingkungan Sarana Menuju Masyarakat

Berkelanjutan. Surabaya: Airlangga University Press.

Sofyan, Agus. 2009. Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan Dan Air

Departemen Pertanian. Jakarta: Direktorat Pengelolaan Air.

Suprapto, Ato 2003. Pemanfaatan Air dan Sumber Air untuk Pertanian dalam

Kondisi Keterbatasan Air dan Lingkungan,

makalah disampaikan pada Seminar Hari Air Sedunia tanggal 21 Maret

2003 di Jakarta.

Sutapa, Ignasius D.A. 2000. Uji Korelasi Pengaruh Limbah Tapioka Terhadap

Kualitas Air Sumur. Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan &

Lingkungan. Vol. 2, No. 1/Feb.

Takeda, Kensaku.2006. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya

Pramita.

Page 23: La Air Permukaan

Warlina, Lina. 2004. Pencemaran Air : Sumber Dampak dan Penanggulangannya. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Page 24: La Air Permukaan

Tabel E. Maximum Dissolved Oxygen Concentration Saturation Table

Temperature (degrees C)

DO (mg/L) Temperature (degrees C)

DO (mg/L)

0 14,60 23 8,561 14,19 24 8,402 13,81 25 8,243 13,44 26 8,094 13,09 27 7,955 12,75 28 7,816 12,43 29 7,677 12,12 30 7,548 11,83 31 7,419 11,55 32 7,2810 11,27 33 7,1611 11,01 34 7,0512 10,76 35 6,9313 10,52 36 6,8214 10,29 37 6,7115 10,07 38 6,6116 9,85 39 6,5117 9,65 40 6,4118 9,45 41 6,3119 9,26 42 6,2220 9,07 43 6,1321 8,90 44 6,0422 8,72 45 5,95

Tabel F. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan

Page 25: La Air Permukaan

Nilai pH Pengaruh Umum

6,0 – 6,5

1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit

menurun.

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak

mengalami perubahan.

5,5 – 6,0

1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos

semakin tampak.

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih

belum mengalami perubahan yang berarti.

3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona

litorial.

5,0 – 5,5

1. Penurunan kenanekaragaman dan komposisi jenis

plankton perifiton, dan bentos semakin besar.

2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa

zooplanton dan bentos.

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak.

4. Proses nitrifikasi terhambat.

4,5 – 5,0

1. Penurunan kenanekaragaman dan komposisi jenis

plankton perifiton, dan bentos semakin besar.

2. penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplanton

dan bentos.

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak.

4. Proses nitrifikasi terhambat.

Page 26: La Air Permukaan

Gambar 1. Sampling air permukaan Gambar 2. Penuangan air sampel

dengan menggunakan water sampler untuk analisis

Gambar 3. Pengukuran kadar pH Gambar 4. Pengukuran DO dengan

dengan menggunakan PHmeter menggunakan DOmeter

Gambar 5. Pengukuran kedalaman sungai Gambar 6. Pengukuran kekeruhan

air dengan menggunakan tongkat dan menggunakan Turbidimeter

meteran